PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- 05 /1.01/PPATK/04/09 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- 05 /1.01/PPATK/04/09 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN"

Transkripsi

1 PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- 05 /1.01/PPATK/04/09 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong partisipasi aktif pimpinan, pegawai dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan/atau mengungkap praktik atau tindakan yang bertentangan dengan good governance diperlukan suatu sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi; b. bahwa dalam pelaksanaan good gonvernance, transparansi merupakan salah satu faktor penting yang dapat memotivasi pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat baik bagi kepentingan organisasi maupun pemangku kepentingan; c. bahwa sampai saat ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan belum memiliki peraturan yang mengatur tentang sistem pelaporan pelanggaran atas tindakan yang bertentangan dengan good governance; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324);

2 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 9. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 2/1.01/PPATK/04/07 tentang Tata Tertib Pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 10. Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 3/3/KEP.PPATK/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 11. Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: KEP-1/1.01/PPATK/01/08 tentang Pedoman Good Governance Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat dengan PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. 2. Standar Prosedur Operasi yang selanjutnya disingkat SPO adalah rangkaian yang terintegrasi dari urut-urutan tindakan yang menggambarkan pihak-pihak atau bagian-bagian yang terlibat dan bertanggung jawab dalam melaksanakan suatu kegiatan serta pokok-pokok pengendalian kegiatan agar pelaksanaan kegiatan dilakukan secara efektif dan efisien

3 3. Sistem Pelaporan Pelanggaran yang selanjutnya disingkat dengan SPP adalah tindakan dan prosedur pengelolaan penerimaan, analisis dan investigasi pelaporan pelanggaran yang dilakukan atau diduga dilakukan oleh Pimpinan dan/atau Pegawai PPATK di dalam atau di luar lingkungan PPATK, serta pemberian perlindungan kepada pelapor. 4. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan good governance dan/atau ketentuan lain yang berlaku. 5. Pimpinan PPATK adalah Kepala PPATK dan para Wakil Kepala PPATK sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PPATK. 6. Pegawai adalah pegawai PPATK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengatur tentang sistem kepegawaian PPATK. 7. Pemangku Kepentingan adalah pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan fungsi dan tugas PPATK termasuk tetapi tidak terbatas pada regulator, penyedia jasa keuangan dan penegak hukum. 8. Pelapor adalah Pimpinan, Pegawai atau Pemangku Kepentingan yang melaporkan adanya Pelanggaran. 9. Terlapor adalah Pimpinan dan/atau Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran. 10. Pelaporan Pelanggaran adalah pengungkapan tindakan Pelanggaran yang dilakukan oleh Pimpinan atau Pegawai. 11. Investigasi adalah kegiatan untuk menemukan bukti dan membuat terang Pelanggaran yang dilakukan oleh Pimpinan dan/atau Pegawai yang telah dilaporkan melalui SPP. 12. Imunitas Administratif adalah perlindungan yang diberikan oleh PPATK kepada Pelapor terhadap pengenaan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. 13. Pengelola SPP adalah unit yang bertanggung jawab atas pengelolaan SPP, ditetapkan oleh Kepala PPATK, bersifat non struktural dan independen, serta bertanggung jawab langsung kepada Kepala PPATK. Pasal 2 Pedoman SPP ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pimpinan, Pegawai atau Pemangku Kepentingan dalam menyampaikan Pelaporan Pelanggaran yang dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan tugas serta merugikan dan/atau membahayakan PPATK. Pasal 3 Tujuan SPP adalah: a. memotivasi Pimpinan, Pegawai atau Pemangku Kepentingan untuk menyampaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Pimpinan atau Pegawai; b. meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko yang merugikan PPATK; c. memberikan kepastian hukum akan adanya jaminan perlindungan bagi Pelapor yang dengan itikad baik melaporkan dugaan Pelanggaran terhadap tindakan balasan, perlakuan yang tidak wajar atau tidak adil; d. mendorong berkembangnya budaya keterbukaan, kejujuran dan keadilan; dan e. meningkatkan efektivitas good governance, pengendalian internal serta kinerja Pimpinan dan Pegawai

4 BAB II ASAS PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 4 Dalam melaksanakan Pelaporan Pelanggaran, SPP harus berdasarkan asas Pelaporan Pelanggaran yang meliputi: a. rahasia; b. tidak memihak; c. independen; dan d. perlindungan terhadap pelapor. BAB III PELANGGARAN Pasal 5 Pelanggaran yang dapat dilaporkan meliputi: a. pelanggaran terhadap ketentuan good governance; b. pelanggaran terhadap pedoman kode etik; c. penyalahgunaan wewenang atau jabatan untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan atau kelompok; d. pelanggaran terhadap prinsip Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku; e. penyalahagunaan sumberdaya; f. penggunaan yang tidak berdasarkan otorisasi, dan/atau penyalahgunaan aset tetap, mesin dan peralatan kantor; g. penyalahgunaan catatan/pembukuan administrasi kantor; h. tindakan yang membahayakan keselamatan kerja; i. tindakan pelanggaran lainnya yang dapat menimbulkan kerugian keuangan ataupun non-keuangan; dan/atau j. pelanggaran terhadap ketentuan lain yang berlaku. BAB IV MEKANISME PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 6 (1) Pelaporan Pelanggaran dapat dilakukan melalui: a. mekanisme tidak langsung; dan b. mekanisme langsung. (2) Mekanisme tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: a. Pelapor menyampaikan adanya dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor kepada atasan langsung atau direktur terkait; b. dalam hal Pelapor berpendapat bahwa Pelaporan Pelanggaran kepada atasan langsung atau direktur terkait belum mendapat tindak lanjut yang memadai, maka Pelapor dapat menyampaikan laporan dugaan Pelanggaran ke Direktur Sumber Daya Manusia PPATK; c. atasan langsung, direktur terkait atau Direktur Sumber Daya Manusia PPATK dapat menyampaikan laporan Pelanggaran ke Pengelola SPP; - 4 -

5 d. dalam hal Pelapor berpendapat bahwa Pelaporan Pelanggaran kepada Direktur Sumber Daya Manusia belum mendapat tindak lanjut yang memadai, maka Pelapor dapat menyampaikan laporan Pelanggaran melalui mekanisme langsung. (3) Mekanisme langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menghubungi atau menyampaikan dugaan Pelanggaran kepada Pengelola SPP melalui alamat surat, , telepon, atau tatap muka. (4) Dalam penyampaian dugaan Pelanggaran melalui mekanisme langsung, Pelapor harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Pelapor berpendapat bahwa penyelesaian atas Pelanggaran belum memadai; b. terdapat alasan yang mendasar bahwa Terlapor akan menjadikan Pelapor sebagai korban intimidasi atau pemaksaan jika permasalahan yang terjadi diungkapkan secara internal; c. terdapat keyakinan bahwa pengungkapan melalui mekanisme tidak langsung mengakibatkan penghilangan atau perusakan barang bukti; d. Pelapor berpendapat bahwa permasalahan yang dilaporkan merupakan suatu hal yang serius dan Pelapor tidak dapat mendiskusikan dengan atasan langsung, direktur terkait atau Direktur Sumber Daya Manusia; dan/atau e. Pelapor berpendapat bahwa Pelaporan Pelanggaran melalui mekanisme tidak langsung tidak sesuai. BAB V PENGELOLA SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 7 (1) Fungsi dan tugas Pengelola SPP adalah menerima dan menganalisis laporan, melakukan Investigasi sebagai tindak lanjut atas analisis laporan Pelanggaran, serta memberikan perlindungan terhadap Pelapor. (2) Dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan SPP maka dibentuk media komunikasi yang dapat digunakan oleh Pelapor untuk mengkomunikasikan Pelanggaran yang akan dilaporkan kepada Pengelola SPP. (3) Untuk menindaklanjuti Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola SPP wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: a. merahasiakan idendititas Pelapor; b. menatausahakan setiap laporan dugaan Pelanggaran yang diterima dari para Pelapor; dan c. memotivasi Pelapor untuk mengungkapkan dan menyampaikan hal-hal yang merupakan dugaan Pelanggaran secara tertulis untuk pendokumentasian penerimaan Pelaporan Pelanggaran. (4) Pengelola SPP wajib bersikap independen atas laporan yang diterima. (5) Dalam hal laporan yang diterima terkait dengan Pengelola SPP maka Pengelola SPP yang bersangkutan wajib mengajukan pengunduran diri secara tertulis dari penugasan untuk menangani laporan dimaksud kepada Pimpinan PPATK

6 BAB VI PERLINDUNGAN PELAPOR Pasal 8 (1) Pimpinan dan Pengelola SPP wajib memberikan perlindungan kepada Pelapor terhadap tindakan pembalasan, tekanan atau ancaman baik fisik maupun psikologis, intimidasi, pemaksaan atau perlakuan yang tidak adil, penuntutan hukum serta Imunitas Administratif. (2) Imunitas Administratif yang diberikan kepada Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penurunan jabatan atau pangkat; b. penundaan kenaikan pangkat; c. penundaan kenaikan gaji berkala dan/atau tunjangan; d. pemutasian yang tidak adil; e. pemecatan yang tidak adil; dan/atau f. pemberian catatan yang merugikan dalam arsip data pribadi atau kepegawaian Pelapor. (3) Perlindungan terhadap Pelapor dilaksanakan apabila Pelaporan Pelanggaran yang disampaikan telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Pelapor memiliki itikad baik berdasarkan dorongan moral dan etika serta tanpa mengharapkan imbalan materi dan/atau popularitas; dan b. memiliki bukti pendukung bahwa telah terjadi Pelanggaran. (4) Dalam hal laporan Pelanggaran tidak memenuhi kriteria Pelaporan Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Pelapor dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Dalam hal Pelapor memandang perlu mendapatkan perlindungan selain perlindungan dari PPATK, maka Pelapor dapat meminta bantuan pada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. BAB VII PENGUNGKAPAN IDENTITAS PELAPOR Pasal 9 (1) Kewajiban merahasiakan identitas Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dapat dikecualikan dalam hal: a. dipersyaratkan oleh undang-undang atau proses peradilan; b. laporan yang disampaikan berisikan hal-hal malpraktik atau penyalahgunaan wewenang; dan/atau c. hal-hal yang dilaporkan terkait dengan kepentingan publik atau masyarakat. (2) Dalam hal identitas Pelapor perlu diungkapkan untuk proses peradilan, maka Pengelola SPP wajib meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pihak Pelapor dan Kepala PPATK atau pejabat yang dikuasakan. (3) Pengungkapan identitas Pelapor hanya dapat disampaikan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim yang menangani Pelaporan Pelanggaran dari Kepala PPATK

7 BAB VIII PENGORGANISASIAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 10 (1) Pengorganisasian SPP mencakup: a. komitmen; b. Pengelola SPP; c. aspek operasional; dan d. aspek pemeliharaan. (2) Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperlukan untuk melaksanakan SPP serta berpartisipasi aktif dalam melaporkan Pelanggaran yang ditemukan. (3) Dokumen asli dari pernyataan komitmen diarsipkan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia PPATK, dan tembusan dari pernyataan komitmen dimaksud disimpan oleh Pengelola SPP. (4) Pengelola SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Direktorat Audit Internal yang terdiri dari Direktur Audit Internal PPATK dan tim auditor. (6) Aspek Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan mekanisme penyampaian Pelaporan Pelanggaran. (7) Aspek Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi sosialisasi dan peninjauan secara berkala. BAB IX STANDAR PROSEDUR OPERASI Pasal 11 (1) SPO untuk mengatur Pelaporan Pelanggaran meliputi: a. pengendalian; b. penerimaan dan analisis laporan; c. Investigasi; dan d. perlindungan terhadap Pelapor. (2) SPO pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Penatausahaan setiap Pelaporan Pelanggaran yang diterima oleh Pengelola SPP. b. Identitas Pelapor wajib dirahasiakan, dilindungi dan disamarkan. c. Pengelola SPP wajib menyampaikan pemberitahuan jika Pelaporan Pelanggran yang disampaikan tidak memerlukan tindak lanjut berupa Investigasi. d. Setiap laporan Pelanggaran yang diterima wajib dilakukan analisis oleh tim auditor dengan pemberian peringkat. e. Hasil analisis disampaikan ke Direktur Audit Internal PPATK. f. Status atau perkembangan dari penanganan Pelaporan Pelanggaran wajib disampaikan secara berkala atau sewaktu-waktu bila diperlukan kepada Kepala PPATK. g. Pelaksanaan Investigasi sebagai tindak lanjut hasil analisis harus didasarkan atas surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala PPATK. h. Perlindungan kepada Pelapor secara internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) didasarkan atas penugasan Kepala PPATK

8 i. Perlindungan kepada Pelapor dengan meminta bantuan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban didasarkan atas pertimbangan yang wajar, pendapat hukum dari Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK, dan surat permintaan perlindungan dari Kepala PPATK kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. j. Pelaksanaan perlindungan untuk Pelapor harus menentukan tenggat waktu atau periode perlindungan yang dapat diberikan. k. penyampaian hasil Investigasi kepada institusi yang berwenang dalam rangka proses peradilan didasarkan atas pertimbangan yang wajar, pendapat hukum dari Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK dan surat Kepala PPATK. (3) SPO penerimaan dan analisis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Penatausahaan setiap Pelaporan Pelanggaran yang diterima oleh Pengelola SPP. b. Dalam hal laporan dilakukan secara lisan melalui tatap muka dan atau telepon, maka Pelaporan Pelanggaran wajib dibuatkan ihtisar secara tertulis. c. Direktur Audit Internal PPATK menugaskan tim auditor untuk melaksanakan analisis terhadap laporan Pelanggaran yang diterima. d. Tim auditor melakukan penyamaran dan/atau perahasiaan identitas Pelapor untuk melindungi identitas Pelapor dan memberikan kode terhadap permasalahan yang dilaporkan sesuai dengan klasifikasinya, serta melakukan analisis terhadap laporan yang diterima. e. Berdasarkan hasil analisis, tim auditor memberikan peringkat yang menggambarkan permasalahan dengan cara pemberian warna yakni: 1. peringkat merah dengan indikasi sebagai berikut: a) dampak yang sangat signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK; b) Pelanggaran bersifat berulang; c) memerlukan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk Investigasi. 2. peringkat kuning dengan indikasi sebagai berikut: a) permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan dampak yang cukup signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK; b) permasalahan yang dilaporkan tidak bersifat berulang; dan c) belum memerlukan prioritas dalam pelaksanaan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk Investigasi. 3. peringkat hijau dengan indikasi sebagai berikut: a) permasalahan yang dilaporkan mengindikasikan dampak yang kurang signifikan terhadap reputasi, sistem prosedur operasi dan pelaksanaan operasional PPATK; b) permasalahan yang dilaporkan tidak bersifat berulang; dan c) tidak memerlukan tindak lanjut dalam waktu segera dalam bentuk pemeriksaan. f. tim auditor menyampaikan kepada Direktur Audit Internal PPATK dokumendokumen sebagai berikut: 1. hasil analisis atas Pelaporan Pelanggaran dengan pemberian peringkat; - 8 -

9 2. konsep memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Kepala PPATK tentang permintaan pelaksanaan Investigasi; 3. konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melaksanakan Investigasi, jika diperlukan; 4. konsep memo Direktur Audit Internal PPATK tentang permintaan pendapat hukum atas permintaan perlindungan bagi Pelapor ke instansi yang berwenang kepada Direktur Hukum dan Regulasi PPATK dengan tembusan Kepala PPATK dan Wakil Kepala PPATK; 5. konsep surat Kepala PPATK kepada instansi berwenang tentang permintaan perlindungan bagi Pelapor ke instansi yang berwenang (jika diperlukan); dan 6. konsep Laporan status kasus Pelanggaran. g. Direktur Audit Internal, setelah menerima dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4), melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen-dokumen; 2. melakukan pembahasan dengan tim auditor terkait dengan hasil analisis Pelaporan Pelanggaran; 3. menandatangani memo-memo dan laporan status, serta memparaf konsep surat tugas dan konsep surat Kepala PPATK; 4. menyampaikan memo ke Direktur Hukum dan Regulasi PPATK; 5. melakukan pembahasan dengan Direktur Hukum dan Regulasi PPATK tentang pendapat hukum dan penyusunan notulensi pembahasan; dan 6. menyampaikan laporan hasil analisis, memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Kepala PPATK tentang permintaan penugasan pemeriksaan, notulensi pembahasan, konsep surat tugas Kepala PPATK untuk melaksanakan Investigasi yang telah diparaf, konsep surat Kepala PPATK tentang permintaan perlindungan yang telah diparaf, dan laporan Status kasus pelanggaran kepada Kepala PPATK. h. Kepala PPATK, setelah menerima dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 6, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen yang diterima tersebut; 2. melakukan pembahasan dengan Direktur Audit Internal PPATK (jika diperlukan); 3. menandatangani surat tugas dan menyampaikan kembali ke Direktur Audit Internal PPATK; dan 4. menugaskan Penata Usaha untuk menyampaikan surat ke instansi terkait. (4) Alur dokumen SPO penerimaan dan analisis laporan tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini. (5) SPO pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Direktur Audit Internal PPATK menerima surat tugas Investigasi dari Kepala PPATK dan menindaklanjuti surat tugas tersebut dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. membahas dan memberikan arahan kepada anggota tim auditor; 2. menyerahkan surat tugas pemeriksaan kepada tim auditor; dan 3. melaksanakan supervisi dan meninjau ulang kertas kerja pemeriksaan. b. Tim auditor, setelah menerima surat tugas untuk melaksanakan Investigasi, melakukan pembahasan, koordinasi internal, pembagian tugas, serta menyusun dan menyampaikan kepada Direktur Audit Internal PPATK hasil pemeriksaan yang meliputi: - 9 -

10 1. kertas kerja pemeriksaan; 2. laporan hasil pemeriksaan; dan 3. konsep memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Kepala PPATK tentang Laporan Hasil Investigasi. c. Direktur Audit Internal PPATK wajib memintakan pendapat hukum atas hasil pemeriksaan Pelanggaran dari Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK dalam hal tim auditor merekomendasikan untuk pemberian perlindungan bagi Pelapor dan/atau penyampaian hasil pemeriksaaan kepada instansi yang berwenang untuk diselesaikan lebih lanjut melalui proses peradilan; d. permintaan pendapat hukum sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan melalui penyampaian memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Direktur Hukum dan Regulasi PPATK dengan tembusan kepada Kepala PPATK dan Wakil Kepala PPATK; e. Direktur Audit Internal PPATK, setelah menerima dokumen-dokumen dari tim auditor, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen yang diterima; 2. melakukan pembahasan dengan tim auditor (jika perlu); 3. menandatangani konsep memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Kepala PPATK tentang laporan hasil pemeriksaan serta konsep memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Direktur Hukum dan Regulasi PPATK tentang permintaan pendapat hukum untuk penyampaian hasil pemeriksaan ke pengadilan; 4. memparaf konsep surat Kepala PPATK tentang permintaan perlindungan; 5. melakukan pembahasan dengan Direktur Hukum dan Regulasi PPATK tentang pendapat hukum penyampaian hasil pemeriksaan ke penegak hukum dan penyusunan notulensi pembahasan; dan 6. menyampaikan kepada Kepala PPATK dokumen-dokumen sebagai berikut: (a) laporan hasil pemeriksaan terhadap pelanggaran; (b) memo Direktur Audit Internal PPATK kepada Kepala PPATK tentang permintaan penugasan pemeriksaan; (c) notulensi pembahasan; dan (d) konsep surat Kepala PPATK tentang permintaan perlindungan yang telah diparaf oleh Direktur Audit Internal PPATK. f. setelah menerima dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 6, Kepala PPATK melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen yang telah diterima; 2. melakukan pembahasan dengan Direktur Audit Internal PPATK (jika perlu); 3. menandatangani surat permintaan perlindungan; dan 4. menugaskan Penata Usaha untuk menyampaikan surat ke instansi terkait. (6) Alur dokumen SPO pemeriksaan tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini. (7) SPO perlindungan terhadap Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Direktur Audit Internal PPATK menerima surat tugas pemberian perlindungn secara internal dari Kepala PPATK serta menindaklanjuti surat tugas dimaksud dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. melakukan pembahasan dan memberikan arahan kepada tim auditor; dan 2. menyerahkan surat tugas kepada tim auditor yang melakukan perlindungan

11 b. Tim auditor melakukan koordinasi dengan petugas pemberi perlindungan dalam hal perlindungan dilaksanakan oleh penegak hukum serta menyusun dan menyampaikan kepada Direktur Audit Internal PPATK hal-hal sebagai berikut: 1. laporan pelaksanaan perlindungan; dan 2. konsep memo Direktur Audit Internal PPATK ke Kepala PPATK tentang pelaksanaan perlindungan. c. Direktur Audit Internal PPATK, setelah menerima dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf b, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen-dokumen telah diterima; 2. melakukan pembahasan dengan tim auditor yang melakukan tugas perlindungan; dan/atau 3. menyampaikan kepada Kepala PPATK dokumen-dokumen sebagai berikut: a) laporan pelaksanaan perlindungan; b) memo Direktur Audit Internal PPATK tentang pelaksanaan perlindungan. d. Kepala PPATK, setelah menerima dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 3, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah dokumen-dokumen telah diterima; 2. melakukan pembahasan dengan Direktur Audit Internal PPATK (jika perlu); dan 3. membuat disposisi pada memo Direktur Audit Internal PPATK tentang pelaksanaan perlindungan dan laporan pelaksanaan perlindungan, serta menyampaikan kembali ke Direktur. e. Direktur Audit Internal PPATK, setelah menerima disposisi dari Keplaa PPATK sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 3, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menelaah disposisi yang diterima; 2. melakukan pembahasan dengan tim auditor (jika perlu); 3. menugaskan Penata Usaha untuk mengarsipkan dokumen dimaksud. (8) Alur dokumen SPO perlindungan terhadap pelapor tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini. BAB X IMPLEMENTASI Pasal 12 (1) Keberhasilan implementasi pedoman SPP yang berkesinambungan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu: a. sosialisasi dan penerapan; dan b. evaluasi. (2) Kegiatan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman yang memadai dan kesamaan persepsi terhadap konsepsi filosofis, manfaat, dan prosedur SPP. (3) Kegiatan penerapan pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a perlu disinerjikan dalam pelaksanaan operasi sehari-hari yang terkait dengan disiplin pegawai, kode etik, serta pelaksanaan fungsi dan tugas operasional kegiatan

12 (4) Pelaksanaan pemutakhiran pedoman melalui reviu dan evaluasi diperlukan dalam rangka untuk mengetahui tingkat efekvitas implementasi SPP. (5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) perlu disampaikan kepada Kepala PPATK dalam rangka legitimasi pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi yang telah disampaikan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 17 April 2009 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal April 2009 KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, YUNUS HUSEIN

13 PENJELASAN ATAS PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- /1.01/PPATK/04/2009 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN I. UMUM Dalam pelaksanaan good governance suatu entitas baik entitas publik maupun privat, transparansi merupakan sebagai salah satu faktor penting untuk mendorong Pimpinan dan Pegawai suatu organisasi dalam memberikan kontribusi yang bermanfaat dan bernilai tambah baik bagi organisasi maupun pemangku kepentingan. Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) atau whistleblowing system (WBS) adalah salah satu cara untuk mengimplementasikan transparansi dalam mendukung efekvitas pelaksanaan good governance. Dalam sejarah perkembangannya, SPP pertama kali dikodifikasikan dalam bentuk undang-undang tentang Whistleblowing System (WBS) yang terdapat di Amerika Serikat yaitu US False Claim Act pada Pada tahun 1960-an perkembangan SPP yang lebih modern terjadi di Amerika Serikat dan di negara-negara maju seperti Kanada, Jepang, Selandia Baru, Inggris, Rumania, Afrika Selatan dan Amerika Serikat yang melakukan pengaturan SPP dalam bentuk undang-undang secara komprehensif, sedangkan sejumlah negara lain melakukan pengaturan secara parsial. Implementasi SPP di Indonesia relatif baru yaitu pada awal tahun Kewajiban melaksanakan SPP belum merupakan suatu persyaratan dalam pelaksanaan operasional suatu organisasi atau institusi. Namun demikian pengaturan tentang SPP secara parsial sudah terdapat pada beberapa peraturan antara lain UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 dan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi United Nations Convention Against Corruption. Meningkatnya tindakan Pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan mendorong untuk segera dibentuknya suatu sistem yang efektif sebagai upaya pencegahan lebih dini agar suatu organisasi dapat memecahkan persoalannya secara mandiri sebelum permasalahan yang timbul diketahui oleh publik. Kultur budaya yang relatif permisif merupakan salah satu tantangan bagi keberhasilan implementasi SPP. Ketersediaan personel yang kompeten, goodwill dari Pimpinan serta ketersediaan anggaran yang memadai juga merupakan faktor-faktor pendukung keberhasilan SPP. PPATK merupakan lembaga yang memiliki dan mengutamakan komitmen terhadap transparansi, integritas dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya. Namun demikian, untuk mengantisipasi kemungkinan adanya Pelanggaran yang dapat berpengaruh secara signifikan terhadap reputasi PPATK, diperlukan SPP untuk pendeteksian dini atas Pelanggaran dimaksud

14 Dengan adanya implementasi SPP ini diharapkan budaya keterbukaan semakin meningkat dan mendorong kinerja organisasi, melindungi para pemangku kepentingan serta menjadi salah satu budaya organisasi. Pada gilirannya, efektivitas fungsi dan tugas pokok dapat tercapai baik dalam serta meningkatnya reputasi PPATK baik di dalam maupun luar negeri. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Huruf a Setiap identitas Pelapor wajib dirahasiakan oleh Pengelola SPP. Dalam rangka menjaga kerahasiaan Pelapor, Pengelola SPP wajib memberikan perlindungan atas kerahasiaan identitas Pelapor sesuai dengan mekanisme perlindungan kerahasiaan seperti perahasiaan dan penyamaran identitas Pelapor. Kewajiban merahasiakan identitas Pelapor tidak berlaku apabila proses peradilan memerlukan identitas Pelapor. Huruf b Setiap laporan Pelanggaran kepada pengelola SPP wajib memenuhi sifat tidak memihak (impartial) terhadap suku, ras, agama dan golongan serta tidak bersifat fitnah dan/atau laporan palsu. Huruf c Pengelola SPP wajib bersikap independen atas laporan yang diterima. Dalam hal laporan yang diterima terkait dengan Pengelola SPP, maka petugas pengelola yang bersangkutan wajib mengajukan pengunduran diri secara tertulis dari penugasan menangani laporan dimaksud kepada Pimpinan atau pejabat yang berwenang di PPATK sehingga menghindarkan adanya benturan kepentingan. Huruf d Kriteria asas perlindungan terhadap pelapor pelanggaran wajib dipenuhi dalam rangka menghindarkan adanya laporan palsu, fitnah, bersifat mengada-ada atau tidak beritikad baik. Pasal (5) Huruf a Huruf b Melanggar pedoman kode etik misalnya benturan kepentingan, pelecehan, terlibat dalam kegiatan masyarakat yang dilarang

15 Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Cukup jelas Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Pasal (6) Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Huruf a Hal ini dimaksudkan agar unit organisasi dimaksud dapat mengetahui sedini mungkin dugaan Pelanggaran yang terjadi dan melakukan penyelesaian sebelum permasalahan dimaksud meluas ke seluruh unit organisasi PPATK atau menjadi perhatian masyarakat (public concern). Huruf b Yang dimaksud dengan belum mendapat tindak lanjut yang memadai adalah dalam hal laporan Pelanggaran tidak ditindaklanjuti. Huruf c Huruf d Ayat (3) Mekanisme Pelaporan secara langsung melalui: Audit Internal PPATK Jl. Ir. H. Juanda 35 Jakarta Telp: ext (Pengelola SPP) Ayat (4) Pasal 7 Ayat (1)

16 Ayat (2) Media komunikasi yang dapat digunakan oleh Pelapor dapat berbentuk komunikasi secara fisik atau tatap muka, tertulis, , kotak pos, dan bentuk lainnya. Ayat (3) Ayat (4) Pengelola SPP wajib memiliki integritas, independen dan obyektif atau tidak memihak, dapat dipercaya, mampu berkomunikasi dan melaksanakan wawancara, serta memiliki kompetensi yang memadai atau telah mengikuti pelatihan yang memadai. Selain itu sumber daya manusia yang mengelola SPP harus didukung dengan jumlah dan pendanaan yang memadai, termasuk penyediaan sarana dan prasarana. Ayat (5) Hal ini dilakukan dalam rangka menghindari adanya kemungkinan terjadinya benturan kepentingan. Pasal (8) Pasal (9) Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i

17 Yang dimaksud dengan pertimbangan yang wajar adalah apabila Pelapor mendapatkan ancaman atau intimadasi yang mengancam keselamatan jiwanya. Huruf j Huruf k Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Angka 1 Huruf a) Huruf b) Yang dimasud bersifat berulang adalah Pelanggaran sudah dilakukan lebih dari 1 (satu) kali. Huruf c) Angka 2 Angka 3 Huruf f Angka 1 Angka 2 Dalam hal hasil analisis tim auditor memberikan peringkat merah. Angka 3 Dalam hal hasil analisis tim auditor menghasilkan peringkat merah. Angka 4 Dalam hal hasil analisis tim auditor merekomendasikan perlunya perlindungan yang dilakukan secara internal oleh PPATK terhadap pelapor. Angka 5 Dalam hal hasil analisis tim auditor merekomendasikan perlunya perlindungan yang dilakukan secara internal oleh PPATK terhadap pelapor. Angka

18 Huruf g Huruf h Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Pasal 12 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Pelaksanaan tugas operasional kegiatan dimaksud seperti pengadaan barang dan jasa. Ayat (4) Ayat (5) Pasal

19 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER- /1.01/PPATK/04/2009 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN Gambar Alur Dokumen SPO Penerimaan Dan Analisis Laporan Standar Prosedur Operasi - WBS.01 Penerimaan dan Analisis Laporan Pelanggaran Pelapor Tim Auditor D i r e k t u r D i r e k t u r D H R Kepala PPATK Mulai Menatausaha dan m e n d o k u m e n t a s i L P M e l a p o r k a n P e l a n g g a r a n Laporan Pelanggaran ( L P ) D a t a b a s e Mencatat dan meng- input LP M e l a k u k a n p e n g k o d e a n p e r m a s a l a h a n M e l a k u k a n Analisis terhadap L a p o r a n p e l a n g g a r a n Laporan Analisis M e n y a m p a i k a n laporan analisis, m e n d o k u m e n t a s i dan meng- input M e m b u a t ikhtisar tertulis M e d i a P e l a p o r a n? Ikhtisar LP Menyampaikan LP dan menugaskan a n a l i s i s M e n e l a a h, m e n a n d a t a n g a n i, dan memparaf t e r t u l i s M e m o k p d D H R y g t e l a h d i T T D M e l a k u k a n p e m b a h a s a n, memberi pendapat hukum dan menyusun notulensi N o t u l e n P e m b a h a s a n M e n e l a a h, m e m b a h a s, d a n m e n a n d a t a n g a n i S T, S -K a.p P A T K ST Pemeriksaan M e m o P e m e r i k s a a n 0 2 ST Perlindungan M e m o P e r l i n d u n g a n I n t e r n a l 0 3 P e r i n g k a t? M e r a h Laporan Analisis Peringkat M e r a h Menyusun Konsep memo pemeriksaan d a n S T Kuning / Hijau Laporan Analisis P e r i n g k a t Kuning & Hijau Konsep ST P e m e r i k s a a n Konsep Memo P e m e r i k s a a n Konsep ST P e m e r i k s a a n M e m o P e m e r i k s a a n y a n g d i T T D Konsep ST P e r l i n d u n g a n M e m o P e r l i n d u n g a n Internal yang di T T D Laporan Berkala S -K a. P P A T K M e m o P e r l i n d u n g a n E k s t e r n a l Mengirim S - Ka. PPATK ke Penegak Hukum melalui Penata U s a h a Laporan Berkala e k s t e r n a l M e n y u s u n l a p o r a n, k o n s e p surat dan memo p e r l i n d u n g a n e k s t e r n a l P r o t e k s i? i n t e r n a l Menyusun Konsep m e m o d a n S T p e r l i n d u n g a n i n t e r n a l Konsep S - Ka. P P A T K M e m o P e r l i n d u n g a n Eksternal yang di T T D Laporan Analisis Peringkat M e r a h y a n g t e l a h d i T T D Laporan Analisis Peringkat M e r a h Laporan Berkala Konsep S - Ka. P P A T K Konsep Memo kpd DHR Konsep Memo P e r l i n d u n g a n E k s t e r n a l Konsep ST P e r l i n d u n g a n Konsep Memo P e r l i n d u n g a n I n t e r n a l Laporan Analisis P e r i n g k a t Kuning & Hijau y a n g t e l a h d i T T D Laporan Analisis Peringkat M e r a h Laporan Analisis Peringkat M e r a h

20 Gambar Alur Dokumen SPO Investigasi Pelanggaran Standar Prosedur Operasi - WBS.02 Pemeriksaan / Investigasi Pelanggaran Tim Auditor Direktur Direktur DHR Kepala PPATK 01 ST - Pemeriksaan Menelaah dan membahas Membahas, berkoordinasi, dan melaksanakan pemeriksaan Membahas, mengarahkan dan menugaskan Tim Pemeriksa/Investigasi Menandatangani S-Kep.PPATK Menyusun Kertas Kerja, Laporan Hasil Pemeriksaan, dan Konsep Memo Mensupervisi dan mereviu kertas kerja pemeriksaan/ investigasi S-Kep.PPATK Laporan Pemeriksaan Perlu permintaan perlindungan/proses peradilan Ya Konsep Memo kepada DHR Tidak Konsep Memo Laporan Kertas Kerja Pemeriksaan Menelaah, membahas dan menandatangani KKP, Laporan serta Memo Menyiapkan dan Memparaf konsep ST dan Surat Kepala PPATK Mendisposisikan pengiriman surat beserta laporan kepada Penata Usaha Selesai Konsep Memo Laporan KKP Konsep ST Konsep S- Kep.PPATK yg telah diparaf Notulen Pembahasan Meminta pendapat hukum kepada DHR dan menandatangani konsep memo Menerima memo dan menelaah kasus Memo kepada DHR Menelaah, membahas dan membuat pendapat hukum bersama antara Direktur dengan DHR

21 Gambar Alur Dokumen SPO Perlindungan Terhadap Pelapor Pelanggaran Standar Prosedur Operasi - WBS.03 Perlindungan terhadap Pelapor Penata Usaha Pengelola SPP/ WBS Direktur Penegak Hukum Kepala PPATK 01 ST - Perlindungan Internal Membahas dan memberi arahan ST - Perlindungan Internal Melaksanaan Perlindungan terhadap Pelapor Berkordinasi dengan petugas penegak hukum Menyusun Laporan dan konsep Memo Konsep Memo Laporan Pelaksanaan Perlindungan Menelaah, membahas dan menandatangani memo Konsep Memo yang di TTD Laporan Pelaksanaan Perlindungan Menelaah, membahas, dan membuat disposisi Menelaah dan membahas disposisi memo dan laporan Disposisi Memo Disposisi LPP Disposisi Memo Disposisi LPP Menugaskan pengarsipan kepada Penata usaha Mengarsipkan dokumen Selesai

22 IKHTISAR PROSEDUR PELAPORAN PELANGGARAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Dengan berlandaskan itikad baik (good faith) pelapor melaporkan wrong doing Opsi Pelaporan Pelanggaran MTL (Metode Tidak Langsung) Opsi ML (Metode Langsung) Opsi MTL (Metode Tidak Langsung) Melaporkan pelanggaran pada Direktur atau Wakil Kepala Melaporkan pelanggaran pada Direktur Auditor Melaporkan pelanggaran pada Ketua Kelompok Opsi - Surat Biasa - - Telepon - Tatap muka Direktur meneruskan semua pelanggaran yang dilaporkan pada Direktur Auditor (Internal) Direktur Auditor - DAI menerima semua laporan dan menugaskan untuk menganalisis kepada Pengelola SPP Ketua Kelompok meneruskan semua pelanggaran yang dilaporkan kepada Audit Internal Melakukan analisis terhadap pelaporan pelanggaran dengan memberikan peringkat merah, kuning, hijau Semua laporan pelanggaran akan dicatat dan status penanganan laporan dipantau dan dilaporkan ke Kepala PPATK Peringkat hasil analisis dan status kuning/hijau database merah Status laporan dan rincian investigasi dilaporkan kepada Kepala PPATK Audit Investigasi Tim Audit Internal ditugaskan untuk melakukan investigasi (Dapat meminta pendapat hukum dari DHR, bila perlu) Kepala PPATK akan diinformasikan bahwa perlu melakukan investigasi (Kepala PPATK menerbitkan surat tugas investigasi) Penjelasan akan disediakan jika keputusan yang dibuat adalah untuk tidak melakukan investigasi

23 CONTOH FORMULIR LAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE-BLOWING REPORT) I. Umum 1. Saya telah membaca prosedur pelaporan pelanggaran /whistle blowing dan setuju untuk terikat prosedur ini. 2. Apakah anda menghendaki tanpa nama di.. mohon diperhatikan bahwa penerima laporan ini (petugas) akan selalu mengetahui data pribadi anda. Jika anda tidak menghendaki silahkan gunakan jalur eksternal. II. Informasi Institusi /Lembaga 1. Nama Institusi/ Lembaga Lokasi.. 3. Kota.. 4. Negara.. disi dengan alamat lengkap III. Informasi Perseorangan 1. Nama Anda... disi nama depan dan belakang, no telepon pribadi dan anda. 2. No Telepon.. 3. Alamat Waktu yang paling tepat untuk berkomunikasi dengan anda Cara paling tepat berkomunikasi dengan anda: Telepon Surat Kotak pos Tatap muka Lainnya

24 IV. Laporan Pelanggaran 1. Pelanggaran apa yang hendak anda laporkan Kode Etik Standar Prosedur Operasi Personalia Pangadaan Barang/ Jasa Kondisi Lingkungan Gedung kantor dan Peralatan Perlakuan oleh Atasan atau Rekan Sejawat Lain-lain Diisi dengan gambaran umum, anda dapat menuliskan lebih detail di no Apakah anda memiliki kecurigaan yang serius atau kepastian Kecurigaan kepastian 3. Kapan hal tersebut terjadi.. 4. Dimana hal tersebut terjadi.... Diisi lokasi, dokumen, kejadian atau transaksi yang anda maksud 5. Menurut pendapat anda siapa sajakah yang terlibat : No. Nama Depan Nama Belankang Jabatan Diisi nama lengkap dan jabatan Tidak diketahui Menurut pendapat anda, kerusakan/ kerugian potensial ( keuangan atau yang lainnya ) terhadap Institusi... Menurut anda hal tersebut akan berulang kembali? tidak Ya, kapan... V. Tindakan Perseorangan

25 1. Bagaimana anda menyadari atau memahami adanya kondisi/situasi tersebut? Sudahkah anda melaporkan hal ini kepada atasan langsung pada unit Anda bekerja? Tidak, Ya, dan akibatnya kenapa.. 3. Apakah anda mengetahui ada orang lain yang mengetahui hali ini, tetapi tidak terlibat? Tidak Ya.. 4. Apakah anda memiliki bukti fisik yang dapat diserahkan? Tidak Ya... Sebutkan dengan nama jelas rekan kerja, teman atau relasi Deskripsikan sesuai dengan bukti yang anda Disi bila anda memiliki informasi tambahan. VI. Informasi Tambahan Tanggal :.. Tanggal: Nama Pelapor Nama Petugas CONTOH : REVIU BENTURAN KEPENTINGAN Dibuat oleh : Direview oleh : Paraf Tanggal Apakah anda pernah, sedang, atau akankah anda terlibat dalam kondisi tersebut dibawah ini : 1. Salah satu mitra dekat anda, anda sendiri, baik itu pegawai, pejabat setingkat Ketua Kelompok, Direktur atau Pimpinan atau Tenaga Ahli, Konsultan yang : Menyuplai barang atau jasa untuk PPATK Ya Tidak

26 Merupakan instansi anda berasal Ya Tidak 2. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, yang langsung atau tidak langsung memiliki kepentingan keuangan dalam suatu entitas (sebagai tambahan terhadap tempat anda bekerja : PPATK ) bahwa: Menyuplai barang atau jasa untuk PPATK Ya Tidak Merupakan institusi anda berasal Ya Tidak Melaksanakan suatu kegiatan yang sangat mirip dengan kegiatan yang dilakukan secara pribadi di dalam kelompok/bagian/direktorat anda Ya Tidak 3. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, kadang-kadang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau membuat rekomendasi mengenai hubungan antara PPATK dengan pihak-pihak yang diidentifikasi dalam pertanyaan no 1 dan 2. Ya Tidak 4. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, dalam kaitannya dengan politik atau non profit asosiasi, kadang-kadang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau membuat rekomendasi tentang sebuah institusi/ kelompok perusahaan. Ya Tidak 5. Salah satu mitra dekat anda, atau anda sendiri, telah menerima atau menerima (atau telah menawarkan untuk menerima) hadiah, tip, atau bahan lain dari keuntungan keuangan oleh pemasok, pelanggan, vendor barang/jasa. ya Tidak KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, YUNUS HUSEIN

KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM)

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Nomor: KEP- /1.01/PPATK/04/09 Tanggal 17 April 2009 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DAFTAR ISI halaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2014 LPSK. Dugaan Pelanggaran. System Whistleblowing. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM ATAS DUGAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR :800/126 /SK/SET-1/DLH TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR :800/126 /SK/SET-1/DLH TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU DINAS LINGKUNGAN HIDUP Alamat : Jln. Dharma Praja No. 3 Gunung Tinggi Telp / Fax. 0518 6076050 http: //www.dislh.tanahbumbukab.go.id Email : DLH.tanbu@gmail.com Batulicin

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t No. 110, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAR. Pengaduan Internal. Penanganan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PENGADUAN

Lebih terperinci

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Un

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Un BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.335, 2014 BASARNAS. Pelaporan. Pelanggaran. Tindak Pidana Korupsi. Whistleblowing. Sistem. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PENGADUAN INTERNAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER DAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran No.809, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BMKG. Whistleblowing. Sistem. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN

Lebih terperinci

Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistle Blowing System) KATA PENGANTAR

Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistle Blowing System) KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dalam upaya mewujudkan visi PT Timah (Persero) Tbk ( Perusahaan ) menjadi Perusahaan pertambangan kelas dunia menuju kehidupan yang berkualitas dengan tetap patuh pada peraturan dan perundang

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 103/PMK.09/2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

P e d o m a n. Whistle Blowing System (WBS)

P e d o m a n. Whistle Blowing System (WBS) P e d o m a n Whistle Blowing System (WBS) A. LATAR BELAKANG Perusahaan senantiasa menerapkan prinsip-prinsip tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) secara konsisten dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1846, 2014 BSN. Pelanggaran. Sistem Pelaporan. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN WHISTLEBLOWER SYSTEM DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2015 LIPI. Whistleblowing System. Pengaduan. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN WHISTLEBLOWING

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAPORAN PELANGGARAN

KEBIJAKAN PELAPORAN PELANGGARAN E8 KEBIJAKAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING POLICY) Versi : November 2016 Nama Sub Kebijakan : E8.00 Daftar isi Hal 1. Kebijakan Umum 1.1 Pendahuluan 1 1.2 Tujuan Kebijakan 2 1.3 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.233, 2015 BSN. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DAN WHISTLEBLOWING DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.70, 2015 KEMENLU. Pelaporan. Tindak Lanjut. Pengelolaan. Pelanggaran. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi. No.95, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT.PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI (PERSERO) No. Kep/Dir/ /XI/2012. Tentang SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM)

KEPUTUSAN DIREKSI PT.PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI (PERSERO) No. Kep/Dir/ /XI/2012. Tentang SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) KEPUTUSAN DIREKSI PT. PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI (PERSERO) No. Kep/Dir/ /XI/2012 Tentang SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) PT.PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI (PERSERO) DIREKSI PT. PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG PENANGANAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PELAPOR PELANGGARAN HUKUM DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP KATA PENGANTAR Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsipprinsip yang mengarahkan dan mengendalikan Perusahaan dalam memberikan pertanggung-jawabannya kepada stakeholders. Prinsip-prinsip tersebut

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan No.1492, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Penanganan Pengaduan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam No.578, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Whistleblowing System. Tindak Pidana Korupsi. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2010 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi Publik. Keterbukaan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : PER-

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN SAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2017 KEMENPAN-RB. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER - 13 /MBU/ 10 /2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SISTEM PELAPORAN DUGAAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.576, 2015 BKPM. Benturan Kepentingan. Pengendalian. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2014 KEMEN PDT. Pengaduan. Penanganan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom No.83, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LIPI. Pengelola. Pengadaan Barang/Jasa. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PENGELOLA PENGADAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK salinan BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,

Lebih terperinci

Daftar Isi Halaman PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I Ketentuan Umum 4 BAB II Penerimaan Pelaporan Pelanggaran 7 BAB III Penanganan dan Penyelesaian 8 Pelaporan Pelanggaran BAB IV Kerahasiaan dan Penghargaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I Ketentuan Umum 4. BAB II Penerimaan Pelaporan Pelanggaran 7

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I Ketentuan Umum 4. BAB II Penerimaan Pelaporan Pelanggaran 7 Daftar Isi Halaman PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I Ketentuan Umum 4 BAB II Penerimaan Pelaporan Pelanggaran 7 BAB III Penanganan dan Penyelesaian 8 Pelaporan Pelanggaran BAB IV Kerahasiaan dan Penghargaan

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng No.1036, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1091, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pelaporan. Pelanggaran. Whistleblowing. Sistem. MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA. Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010. Tentang

KEPUTUSAN BERSAMA. Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010. Tentang PT ASABRI (PERSERO) JAKARTA KEPUTUSAN BERSAMA Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010 Tentang KEBIJAKAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) PT ASABRI (PERSERO) Dewan Komisaris

Lebih terperinci

Whitsleblowing System

Whitsleblowing System Whitsleblowing System A. Ruang Lingkup, Maksud, dan Tujuan Ruang lingkup: 1. Menguraikan segala aspek yang diperlukan untuk membangun dan menerapkan whitsleblowing system sebagai wadah tata kelola pelaporan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2101, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. Status Gratifikasi. Penetapan. Pelaporan. Pedoman. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lampiran 5 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

Lampiran 5 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN Lampiran 5 SK No. 00228/HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. TUJUAN DAN MANFAAT... 3 II. PENGERTIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS JAKARTA 2017 MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.806, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi. Permintaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-08/1.02/PPATK/05/2013

Lebih terperinci

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe No.1384, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelanggaran Dugaan Tindak Pidana. Penanganan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL, TBK

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL, TBK PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLE BLOWING SYSTEM) PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL, TBK 2014 Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Dasar Hukum... 1 Ruang Lingkup... 2 Tujuan dan Manfaat...

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA V KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN LAPORAN ADANYA DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENANGANAN

Lebih terperinci

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun No.729, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Konflik Kepentingan Pencegahan dan Penanganan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PERSONIL UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1647, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PENGADAAN BARANG/JASA PADA BAGIAN LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN

Lebih terperinci