Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara ANALISIS BESARAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK SUMMARY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara ANALISIS BESARAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK SUMMARY"

Transkripsi

1 ANALISIS BESARAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK SUMMARY Piutang pajak merupakan potensi penerimaan negara. Namun faktanya upaya pengelolaan piutang pajak belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dari tiga aspek yaitu pencatatan secara teknis akuntansi, penghapusan dan penagihan piutang pajak. Permasalahan permasalahan dalam pencatatan transaksi piutang pajak terjadi akibat Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki kebijakan akuntansi yang formal dan tertulis mengenai piutang pajak. Dari sisi penghapuasan piutang pajak, pemerintah telah memperpanjang masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun menjadi sepuluh tahun. Ini berarti kesempatan untuk melakukan penagihan semakin besar. Peningkatan jumlah piutang pajak masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib pajak. Hingga sekarang BPK tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak karena keterbatasan pemeriksaan atas pajak. Karena itu,dpr berkewajiban mendukung BPK dengan berbagai produk undang-undang untuk membuka akses BPK terhadap pajak. Dengan demikian diharapkan BPK dapat memeriksa pajak dengan lebih mendalam sehingga nilai penerimaan pajak dan piutang pajak dapat diyakini kewajarannya. Apabila piutang pajak dapat dikelola dengan baik maka dapat menambah penerimaan pajak negara. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 1

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Hingga tahun 2007 sekitar 65,4% dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan perpajakan sedangkan sisanya sebesar 34,6% disumbang oleh penerimaan negara bukan pajak. 1 Namun pada tahun anggaran 2005 target penerimaan perpajakan tidak tercapai. Realisasi penerimaan perpajakan dalam TA 2005 adalah sebesar Rp yang berarti Rp atau 1,4 persen lebih rendah dari target yang direncanakan dalam APBN sebesar Rp Salah satu sebab tidak terpenuhinya target penerimaan perpajakan tahun 2005 adalah adanya potensi piutang pajak yang tidak dapat ditarik/ditagih. Hasil pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2005 menunjukkan bahwa piutang pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak adalah sebesar Rp ,29 juta. Akun tersebut dalam LKPP 2005 tercatat sebagai asset lancar. Dari data tersebut, piutang pajak merupakan potensi penerimaan negara yang besar jika dikelola dengan baik. Seandainya piutang sebesar Rp 29 trilyun tersebut dapat tertagih maka akan menambah penerimaan negara. Penambahan penerimaan tersebut dapat dialokasikan untuk menutup defisit anggaran atau menambah belanja program pengentasan pengangguran dan kemiskinan.tentunya hal tersebut jika aparatur pajak mampu mengelola piutang pajak dengan baik dan wajib pajak sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak. Beberapa permasalah terkait dengan pengelolaan piutang pajak yaitu : a. Pengungkapan informasi piutang pajak dalam tahun 2005 kurang memadai sehingga ada piutang yang kurang dicatat b. Tidak adanya mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi pengurang piutang pajak 1 Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun Anggaran Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2005 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 2

3 Berdasarkan uji petik pada beberapa KPP (Kantor Pelayanan Pajak) di Jakarta diketahui bahwa masih dijumpai adanya piutang Pajak yang bersaldo negative sebesar Rp ,86 juta seperti disajikan pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Piutang Pajak Bersaldo Negatif KPP Nilai (dalam juta rupiah) BUMN ,44 PMA III 303,480 Jakarta Tamansari I 641,37 Jakarta Petamburan Grogol 1.521,56 Jumlah ,86 Sumber : LKPP 2005 Piutang pajak bersaldo negative terjadi akibat kelemahan pencatatan tersebut terjadi karena tidak adanya mekanisme untuk menvalidasi pencatatan transaksi pengurang Piutang Pajak. Atas satu ketetapan pajak dilakukan pengurangan lebih dari satu kali, baik melalui pembayaran, pemindahbukuan atau karena Surat Keputusan keberatan/banding yang mengurangi jumlah pajak yang masih harus dibayar. Akibatnya, pengurangan atas satu Piutang Pajak melebihi jumlah piutang pajaknya. Hal tersebut mengakibatkan nilai Piutang Pajak yang tercatat dalam Neraca Departemen Keuangan Tahun 2005 dan Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005 sebesar Rp ,29 juta belum dapat diyakini kewajarannya. Permasalahan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah : a. Seberapa besar potensi piutang pajak b. Bagaimana pengelolaan piutang pajak c. Apakah strategi yang dapat dilakukan oleh DPR Tulisan ini mencoba memaparkan piutang pajak dari ketiga permasalahan di atas berdasarkan peraturan perundangan perpajakan dan teknis akuntansinya. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 3

4 1.2. Landasan Hukum Akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya disebut akuntansi pajak. Dengan demikian segala transaksi keuangan yang berkenaan dengan pajak harus mengacu kepada peraturan mengenai perpajakan. 3 Landasan hukum dalam pengelolaan piutang pajak yaitu : Pasal 22 UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. (2) Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 24 tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana di maksud dalam pasal 15 ayat (4) Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Paksa UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah 3 Muljono, Djoko Akuntansi Pajak Penerbit Andi Yogyakarta, 2006 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 4

5 Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan 1.3. Landasan Teori Piutang adalah klaim entitas pemerintah atas uang, barang-barang atau jasa terhadap pihak-pihak Jenis-jenis piutang dalam neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) terdiri dari : 1. Piutang Pajak 2. Piutang Bukan Pajak 3. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 4. Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 5. Piutang Lain-lain Pencatatan piutang : Piutang dicatat sebesar nilai nominal 4. Sebagai bagian dari aset lancar piutang disusun berdasarkan tingkat kolektibilitas. Penghapusan piutang : Terhadap piutang yang kemungkinan nya tidak tertagih dapat dibentuk penyisihan piutang ragu-ragu / allowance for doubtfull expense. Apabila piutang elah melewati masa daluwarsa penagihan maka dapat dihapus. Masa daluwarsa penagihan piutang tergantung kebijakan masing-masing perusahaan. Dalam hal piutangpajak masa daluwarsanya adalah 10 tahun. Tujuan dari penyusunan prosedur piutang secara umum adalah : 1. Untuk memberikan prosedur yang baku atas aktivitas yang berkaitan dengan perolehan informasi mengenai piutang dari pengakuan sampai proses penyelesaian piutang. 4 PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 5

6 2. Memberikan informasi yang tepat mengenai jumlah piutang yang dimiliki pemerintah sehingga dapat diperhitungkan seberapa besar penyisihan kerugian piutangnya. 3. Sebagai informasi pendukung bagi pemerintah dalam mengkonfirmasi jumlah piutang yang dimilikinya kepada pihak ketiga. Penyusunan prosedur piutang tersebut sesuai dengan tujuan akuntasi pemerintah pusat berikut : 5 1. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegaitan keuangan pemerintah pusat baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas. 2. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara memadai Metodologi Penulisan Tujuan Penulisan Pengelolaan Potensi Piutang Pajak bertujuan : a. Mengetahui seberapa besar potensi piutang pajak b. Mengetahui bagaimana pengelolaan piutang pajak c. Melihat strategi apa yang dapat dilakukan DPR Output Laporan hasil analisa pengelolaan potensi piutang pajak Metode Analisa Metode yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dan kuantitatif. Sumber referensi berupa peraturan perundangan, kajian dan artikel terkait dengan materi penulisan. 5 Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan No.59/PMK.06/2005 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 6

7 Waktu Penulisan Waktu No Keterangan Januari Pebruari Maret 1. Persiapan On The Job Training Pembentukan kelompok dan 2. pemilihan topik penulisan Pembuatan proposal dan outline penulisan Pengumpulan dan pengolahan data 5. Pembuatan draft laporan 6. Penyempurnaan laporan 7. Penyerahan laporan final Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 7

8 BAB II ANALISIS 2.1. Potensi Piutang Pajak Piutang pajak merupakan potensi penerimaan pajak yang tidak dapat terealisasi akibat wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Hasil pemeriksaan terhadap LKPP tahun 2005 dan 2004 menunjukkan bahwa piutang pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak masing-masing adalah Rp dan Rp Piutang pajak tersebut adalah tagihan pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, akan tetapi belum dilunasi sampai dengan tanggal 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2004, termasuk piutang PBB dan BPHTB. Perincian besarnya tunggakan tunggakan tersebut adalah sebagai berikut : Jenis Pajak Pajak Penghasilan Rupiah USD PPN dan PPnBM Rupiah USD Bunga Penagihan Rupiah USD Tabel 2.1 Rincian Piutang Pajak Tunggakan Akhir Tahun (Rp) % ,67% PBB ,80% BPHTB ,91% Jumlah Piutang Pajak ,87% Total Piutang ,04% Total Penerimaan Perpajakan % Piutang Pajak terhadap total Piutang % Piutang Pajak terhadap Penerimaan Perpajakan ,48% 40% 91% - 8% 10% - Sumber : LKPP 2005 dan 2004, diolah Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 8

9 Piutang pajak mendominasi akun piutang dalam neraca LKPP. Data menunjukkan bahwa sebagian besar piutang (91%) didominasi oleh piutang pajak. Sedangkan dari total aset lancar (Rp ), sebesar 22,7% merupakan piutang pajak. Ini menunjukkan betapa besar potensi penerimaan pajak. Pada tahun 2005 piutang pajak mengalami penurunan persentase yang sangat signifikan terhadap total piutang dari 91% menjadi 40%. Namun, penurunan tersebut bukan disebabkan adanya penerimaan piutang pajak yang berarti menambah kas negara. Karena ternyata secara nominal piutang pajak justru bertambah sebesar Rp1 trilyun dari Rp28 trilyun menjadi Rp29 trilyun pada tahun Penurunan persentase piutang pajak tersebut lebih disebabkan adanya peningkatan pada akun piutang bukan pajak yang pada tahun 2004 hanya sebesar Rp sedangkan tahun 2005 meningkat sangat signifikan menjadi Rp Persentase piutang pajak terhadap penerimaan pajak pada tahun 2004 dan 2005 mengalami penurunan sebesar 2%. Bila pada tahun 2004 rasio piutang pajak terhadap penerimaan pajak sebesar 10% maka pada tahun 2005 turun menjadi 8%. Berdasarkan jenis pajaknya, Pada tahun 2005 piutang PPH merupakan pajak terbesar yaitu sebesar 52%. Namun dalam LKPP tidak dirinci lebih lanjut besarnya masing-masing piutang PPH badan (berapa pemerintah dan berapa swasta), piutang PPh perorangan. Sedangkan PPN sebesar 34%. Selain itu dalam LKPP 2005 juga disebutkan bahwa terdapat piutang pajak tak tertagih yang sudah kadaluarsa senilai Rp ,55 juta. Dengan kelemahan ini maka nilai piutang pajak pada LKPP 2005 tidak dapat diyakini kebenarannya. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 9

10 2.2. Analisa Penyebab Timbulnya Piutang Pajak Pajak Penghasilan (PPh) - Piutang pajak yang timbul karena kekurangan PPh badan akibat harga pokok penjualan terlalu besar dibebankan. Dengan mengenakan HPP yang besar maka pendapatan bersih sebagai dasar pengenaan pajak menurun juga. PPH yang wajib dibayarkan menurun. - Piutang pajak yang timbul karena kekurangan PPh badan akibat adanya peredaran usaha kurang dilaporkan. Ini menyebabkan nilai penjualan menurun sehingga mengurangi pendapatan dan akhirnya pajak yang dikenakan menurun. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) - Objek PPh pasal 26 berupa royalti yang telah dipotong PPh pasal 26 tetapi belum dipungut PPN Jasa Luar Negeri. Akibatnya ada tunggakan PPN. - Fiskus kurang menetapkan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPn BM Dalam Negeri atas penjualan kendaraan dan fiskus juga kurang menetapkan DPP PPn BM atas pembelian impor kendaraan dalam bentuk CBU (Completed Build Up) pada tahun pajak 2003 dan tahun pajak Implikasinya adalah DPP menjadi kecil sehingga PPN dan PPnBM yang dikenakan juga lebih kecil dari seharusnya. PBB & BPHTB - Tunggakan PBB yang belum diterbitkan Surat Tagihan Pajaknya. Dengan belum diterbitkan STP wajib pajak belum berkenan membayar kewajiban pajaknya. - Pengelolaan BPHTB belum dilaksanakan secara optimal meliputi (1) kesalahan penerapan NJOP sebagai perhitungan BPHTB sehingga BPHTB kurang bayar dan (2) adanya sanksi/denda administrasi terhadap notaris/ppat yang belum dikenakan sehinga kurang bayar. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan BPHTB kadang dalam praktiknya tidak dipatuhi. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 10

11 - Wajib pajak belum memperhitungkan denda atas Pelunasan Bea Materai. Dengan tidak diperhitungkannya denda tersebut maka timbul tunggakan pajak. Bunga penagihan : Beberapa kohir yang telah lewat jatuh tempo pembayaran namun belum diterbitkan STP sehingga timbul bunga penagihan yang belum terbayar Pengelolaan Piutang Pajak Pengelolaan piutang pajak meliputi mekanisme pencatatan, penghapusan serta upaya penagihan piutang pajak Pencatatan Piutang Pajak Tidak seperti akun-akun lain pada neraca, dalam PP No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tidak dijelaskan secara detail mengenai perlakuan akuntansi pemerintah terhadap piutang secara umum maupun piutang pajak khusus. Hingga saat ini tidak ada pernyataan standar akuntansi pemerintah yang secara khusus membahas mengenai piutang. Dengan mengikuti prinsip substance over form yaitu substansi mengungguli sisi formalitasnya maka perlakuan akuntansi terhadap piutang pajak tersebut dapat mengacu pada standar akuntansi keuangan komersial atau yang biasa disebut SAK. Sesuai standar akuntansi keuangan, piutang pada neraca harus dicatat berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Namun, pencatatan piutang pajak oleh pemerintah belum memadai. Sebagai aset lancar, seharusnya piutang pajak dicatat berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Dengan kata lain seharusnya dalam catatan atas laporan keuangan pemerintah membuat aging schedule atas tagihan pajak yang dimilikinya. Semakin lama umur piutang pajak maka semakin besar kemungkinan tidak tertagihnya. Dengan demikian dapat diketahui berapa piutang pajak yang dapat ditagih hingga yang sulit ditagih. Aging schedule tersebut dapat dibuat per jenis pajak dan sekaligus per wajib pajak. Dengan demikian dapat diketahui siapa wajib pajak yang paling sering menunggak pajak. Selain itu jika aging schedule dibuat berdasarkan per jenis pajak maka Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 11

12 dapat didirencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk masingmasing jenis pajak. Piutang yang tidak dapat ditagih juga harus diungkapkan. Namun pada neraca dan catatan atas laporan keuangan (CALK) 2005 tidak mengungkapkan piutang pajak tidak tertagih yang sudah kadaluarsa senilai Rp ,55 juta. Dalam pencatatnnya Pemerintah seharusnya mengungkap allowances for doubtfull account atau penyisihan piutang ragu-ragu. Penyisihan tersebut sebagai pengurang atas nilai piutang nominal. Hal ini perlu dibuat untuk mengetahui berapa nilai piutang yang sebenarnya dapat tertagih. Penetapan kurs sebagai dasar konversi juga sangat penting dalam pencatatan pajak karena piutang pajak tidak hanya dalam bentuk mata uang rupiah. nilai piutang pajak dalam bentuk valuta asing pun cukup besar. Sayangnya, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak belum menetapkan kurs sebagai dasar konversi per 31 Desember. Yang ada hanya peraturan mengenai kurs pajak sebagai dasar pembayaran dimana peraturan tersebut berlaku hanya untuk satu minggu dan sesudahnya dibuat peraturan yang baru kembali. Kelemahan ini mengakibatkan tidak adanya keseragaman bagi KPP untuk mengkonversi tunggakan pajaknya ke dalam mata uang rupiah sesuai pembukuan dalam laporan keuangan. Bagi DJP sendiri kondisi di atas akan menyulitkan untuk menyajikan kondisi atau data piutang pajak yang sebenarnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa jumlah saldo Piutang Pajak per 31 Desember 2005 dalam valuta asing disajikan dalam Neraca Departemen Keuangan Tahun 2005 sebesar Rp ,75 juta (US $ 277,035, Rp 9.000,00). Berdasarkan pemeriksaan atas nilai kurs tengah BI pada tanggal 31 Desember 2005 diketahui bahwa US$ 1 = Rp ,00 sehingga jumlah piutang tersebut kurang dicatat sebesar Rp ,58 juta. Selain penyisihan piutang ragu-ragu, transaksi yang dapat menyebabkan berkurangnya nilai piutang pajak antara lain pembayaran, Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 12

13 pemindahbukuan atau karena surat keputusan keberatan/banding yang mengurangi jumlah pajak yang terutang. Namun, tidak adanya mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi tersebut menyebabkan piutang pajak menjadi bersaldo negatif. Permasalahan permasalahan dalam pencatatan transaksi piutang pajak tersebut terjadi akibat Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki kebijakan akuntansi yang formal dan tertulis mengenai piutang pajak Penghapusan Piutang Pajak Kebijakan penghapusan piutang pajak mengacu kepada UU No 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan serta Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan. Dalam pasal 22 KUP, Pemerintah telah mengubah masa daluarsa pajak dari lima tahun menjadi 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak dan bagian tahun pajak. Namun penagihan dapat dilakukan jika ditemukan data baru dan informasi yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang. Selain terlampauinya masa daluwarsa, penghapusan piutang pajak dilakukan terhadap WP orang pribadi yang meninggal dunia termasuk ahli warisnya namun aset yang disita Ditjen Pajak tidak mencukupi untuk menutupi jumlah tunggakan pajak. Berdasarkan pasal 90 ayat 2 UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi suatu perseroan bertanggung jawab secara pribadi sampai kepada harta pribadi untuk menutup kekurangan melunasi utang perseroan. Ini berlaku jika perseroan tersebut pailit karena kesalahan atau kelalaiannya. Untuk WP badan, penghapusan pajak dilakukan terhadap perusahaan yang bangkrut atau pailit dan bubar. Terhadap WP yang mengalami kebangkrutan Ditjen Pajak mengalami kesulitan penarikan piutang. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 13

14 Meskipun telah dilakukan penyitaan namun jumlah aset yang dimiliki WP Badan tersebut tidak dapat menutupi kewajiban. Berdasarkan hasil penelitian setempat atau penelitian administrasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan PBB menyusun Daftar Usulan PenghapusanPiutang Pajak pada setiap bulan Juni dan Desember. Daftar usulan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya pada bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyusunan daftar usulan penghapusan. Kemudian oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diserahkan kepada Ditjen Pajak. Selanjutnya Ditjen Pajak menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang kepada pajak kepada Menteri Keuangan, kemudian Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak. Dengan perpanjangan masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun menjadi sepuluh tahun berarti kesempatan untuk melakukan penagihan semakin besar Penagihan Pajak Perkembangan jumlah tunggakan pajak menunjukan jumlah yang semakin besar. Namun peningkatan jumlah piutang pajak masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan pajak didasarkan pada UU No 19 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak denagn Surat Paksa. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penegihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 14

15 penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. 6 Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa upaya penagihan pajak meliputi beberapa tahap mulai dari yang paling ringan berupa surat teguran hingga paling berat berupa penyitaan barang milik wajib pajak. Aparatur Pajak tidak serta merta menerbitkan surat paksa kepada wajib pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya. Apabila penanggung pajak tidak melunasi tunggakan pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran maka kepadanya diterbitkan surat teguras, surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Jika penanggung pajak tetap tidak melunasi utangnya maka kepadanya diterbitkan surat paksa dimana dalam surat paksa tersebut dimuat dasar penagihan, besarnya utang pajak dan perintah untuk membayar. Penyitaan dilaksanakan jika utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat paksa. Penyitaan dilakukan terhadap barang milik penanggung pajak baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Penerapan paksa badan (gijzeling) terhadap wajib pajak yang membandel merupakan upaya Ditjen Pajak untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak membayar pajak. Sebelum diajukan ke Menteri Keuangan Ditjen Pajak mengakji usulan paksa badan. Berdasarkan surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Kehakiman para penunggak dapat dicekal jika sudah memenuhi 12 tahap cekal yang disetujui Menteri Keuangan. Sebanyak dua tahapan dilakukan oleh Departemen Keuangan, 10 tahap berikutnya dilakukan oleh Ditjen Pajak. Penerapan paksa badan terbuktidapat meningkatkan penerimaan perpajakan. Dalam ketentuan peraturan perundangan yang baru mengenai penagihan pajak telah terdapat ketegasan dalam hal : 6 UU No 19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 9 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 15

16 - proses pelaksanaan penagihan pajak serta jangka waktu pelaksaan penagihan aktif. Selain itu, biaya penagihan pajak juga dipertegas dengan mendasarkan atas persentase tertentu dari hasil penjualan. - Dalam hal lelang, ditentukan pula barang-barang milik wajib pajak yang tidak boleh dilelang Permasalahan dalam piutang pajak Permasalahan dalam utang piutang pajak yang paling dirasakan oleh wajib pajak adalah permasalahan ketidakadilan bagi wajib pajak. Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib pajak. Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai melanggar rasa keadilan wajib pajak adalah : Apabila wajib pajak mengajukan permohonan restitusi kepada kantor pajak dan berdasarkan hasil pemeriksaan aparat pajak ternyata terjadi kurang bayar maka wajib pajak menanggung konsekuensi dikenai denda 100% dari utang pajak yang terutang. Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh aparat pajak meskipun dalam proses pemeriksaan masih terdapat perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan aparat pajak. Permasalahan lain adalah pada proses penetapan utang pajak yang sering diputuskan secara sepihak oleh aparat pajak. Sebagian besar sengketa pajak yang timbul karena utang pajak yang ditetapkan secara sepihak oleh fiskus tanpa memperhatikan bukti yang diajukan oleh wajib pajak. Pada proses penetapan utang pajak sering terjadi perbedaan pendapat antara wajib pajak dan aparat pajak. Perbedaan bisa terjadi karena perbedaan dalam interpretasi terhadap peraturan, perbedaan dalam melihat bukti, dsb. Apabila persengketaan hingga pengadilan maka wajib pajak harus membayar 50% dari utang pajak yang dipersengketakan. Keputusan pengadilan pajak sering memberatkan wajib pajak. Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas utang pajak Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 16

17 tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. Pengajuan keberatan bersifat quasi peradilan karena pihak yang memeriksa dan memutus sengketa antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak bukan pihak yang independen tapi pihak Direktur Jenderal Pajak sendiri. Selain itu, pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar utang pajak tersebut. Dalam asas hukum, setiap sengketa yang sedang diproses di pengadilan tidak dibenarkan adanya perbuatan hukum yang akan mempunyai akibat hukum terhadap objek yang dipersengketakan. Bila akhirnya persengketaan utang pajak tersebut dilakukan banding hingga Pengadilan Pajak maka wajib pajak diminta untuk melunasi minimal 50% dari pajak terutang agar dapat diproses permohonan bandingnya. Hal tersebut tentunya memberatkan wajib pajak Peranan DPR Selama ini pemeriksaan pajak oleh BPK terhambat oleh beberapa ketentuan untuk melaksanakan audit atas penerimaan pajak, antara lain pasal 34 UU No 6/1983 tentang Tata Cara Perpajakan yang kemudian diikuti oleh Surat Menkeu kepada BPK No.1022/MK.013/1990 yang dipertegas dengan Surat Dirjen Pajak No.S198/PJ/1998 dan No SR296/PJ/1999 perihal dokumen-dokumen perpajakan yang dapat diperiksa oleh BPK. Dengan adanya berbagai peraturan tersebut BPK tidak bisa mengaudit Ditjen Pajak tanpa ijin Menteri Keuangan sehingga BPK tidak dapat melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan standar BPK. BPK hanya bisa mengakses data wajib pajak asalkan wajib pajak sudah memasuki proses penyidikan yakni dalam status tersangka. Dengan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia, menurut Ketua BPK Anwar Nasutiom BPK merupakan satu-satunya negara di dunia dimana lembaga auditnya tidak dapat mengaudit penerimaan pajak dengan alasan pajak bukan merupakan objek pemeriksaan. 7 Hal ini mengakibatkan BPK sampai sekarang tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak. 7 Harian Ekonomi Neraca, 10 Januari 2007 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 17

18 DPR sebagai lembaga legislative tentunya dituntut untuk berperan lebih dalam membantu mengatasi persoalan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan DPR adalah dengan membuka akses BPK secara luas terhadap perpajakan dengan memasukkan beberapa klausul RUU Pajak yang saat ini sedang dibahas di DPR. DPR berkewajiban mendukung BPK dengan berbagai produk undangundang untuk mengungkap indikasi kebobrokan di Ditjen Pajak. Masalah ini sebenarnya telah menjadi concern DPR seperti diungkapkan oleh Ketua DPR bahwa minimnya keterbukaan terhadap informasi menjadi salah satu sebab rendahnya rasio pajak. Rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 13% tak sebanding dengan potensinya. Dengan keterlibatan BPK, rasionya diharapkan meningkat. 8 Salah satu upaya yang ditempuh DPR adalah dengan melakukan pembahasan amandemen UU perpajakan bersama dengan pemerintah. Pokok-pokok perubahan dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan sehubungan dengan akses terhadap perapajakan antara lain : Menambah ketentuan untuk memperlancar pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan menambah kewenangan pemeriksa untuk dapat melakukan penyegelan terhadap barang bergerak atau tidak bergerak. Menambah Ketentuan yang mengatur bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak tertentu lainnya wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan, dan apabila diperlukan Direktorat Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi lainnya untuk kepentingan penerimaan negara Dalam rangka pengawasan perpajakan, Menteri Keuangan membentuk Komite pengawasan di bidang perpajakan dan kepabeanan. Audit oleh akuntan publik 8 DPR Dukung BPK Buka Kebocoran di Ditjen Pajak Edited by Hotsaritua Situmorang, Sumber : Investor Daily Indonesia, 10 Januari 2007 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 18

19 Dengan semakin terbukanya akses terhadap perpajakan tersebut diharapkan BPK dapat lebih mendalam mengaudit pajak sehingga BPK memiliki keyakinan yang memadai atas niali pajak baik berupa penerimaan perpajakan maupun piutang pajak. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 19

20 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan Bahwa potensi piutang pajak yang besar ternyata belum dikelola secara baik dari segi teknis pencatatan akuntansi, penghapusan maupun upaya penagihannya. Dari sisi teknis pencatatan akuntansi, pengungkapan informasi piutang pajak dalam LKPP tahun 2005 kurang memadai dan tidak adanya mekanisme untuk memvalidasi pencatatan transaksi pengurang piutang pajak. Karena itu nilai piutang pajak dalam LKPP 2005 tidak dapat diyakini kewajarannya. Dari sisi penghapuasan piutang pajak, pemerintah telah memperpanjang masa daluarsa penghapusan pajak dari lima tahun menjadi sepuluh tahun. Ini berarti kesempatan untuk melakukan penagihan semakin besar. Peningkatan jumlah piutang pajak masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Karena itu perlu dilakukan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa Permasalahan ketidakadilan dalam bidang perpajakan merupakan isu yang cukup serius mengingat persoalan keadilan dapat terjadi pada tahap pemungutan, pemeriksaan, maupun keberatan dan banding oleh wajib pajak. BPK tidak bisa mengaudit Ditjen Pajak tanpa ijin Menteri Keuangan sehingga BPK tidak dapat melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan standar BPK. Hal ini mengakibatkan BPK sampai sekarang tidak bisa mendapat keyakinan yang cukup mengenai wajar atau tidaknya penerimaan dan piutang pajak Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 20

21 Selain dari kelemahan dalam teknis akuntansi pengelolaan piutang pajak, nilai pajak tidak dapat diyakini kewajarannya karena BPK terbentur pada peraturan perpajakan yang membatasi akses BPK terhadap pajak. DPR sebagai lembaga legislative tentunya dituntut untuk berperan lebih dalam membantu mengatasi persoalan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan DPR adalah dengan membuka akses BPK secara luas terhadap 3.2. Saran perpajakan dengan memasukkan beberapa klausul RUU Pajak yang saat ini sedang dibahas di DPR. Jika piutang pajak dikelola dengan baik maka piutang tersebut dapat ditarik dan meningkatkan penerimaan negara. Agar DJP membuat kebijakan akuntansi yang formal dan tertulis terkait piutang pajak agar pengungkapan informasi pajak lebih memadai. Agar DPR memberi dukungan yang kuat terhadap BPK dalam bentuk memberikan akses yang lebih luas bagi BPK untuk mengaudit pajak dalam RUU perpajakan yang saat ini sedang dibahas di DPR. Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 21

22 REFERENSI UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun Anggaran 2007 Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Pemerintah Pusat Tahun 2005, Laporan Auditor Independen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2004 DPR Dukung BPK Buka Kebocoran di Ditjen Pajak Edited by Hotsaritua Situmorang, Sumber : Investor Daily Indonesia, 10 Januari 2007 Artikel Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 22

23 Kajian Pengelolaan Piutang Pajak 23

24 This document was created with Win2PDF available at The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

PIUTANG PAJAK SEBAGAI POTENSI PENDAPATAN NEGARA. 1. Piutang Pajak dalam Kerangka Peraturan Perundangan

PIUTANG PAJAK SEBAGAI POTENSI PENDAPATAN NEGARA. 1. Piutang Pajak dalam Kerangka Peraturan Perundangan PIUTANG PAJAK SEBAGAI POTENSI PENDAPATAN NEGARA I. PENDAHULUAN 1. Piutang Pajak dalam Kerangka Peraturan Perundangan Piutang pajak timbul setelah ada Surat ketetapan Pajak dan atau Surat Tagihan Pajak.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sistem perpajakan di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak awalnya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi bersifat wajib dan dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Penyebab Terjadinya Piutang Pajak Pada Bab ini akan dibahas mengenai laporan perkembangan piutang pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Laporan perkembangan piutang

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Upaya tersebut harus dilakukan secara bertahap,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. Dapatkah Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan tanpa adanya kontraprestasi langsung sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan komponen utama dalam penerimaan Negara sehingga sangat mempengaruhi kehidupan dan pembangunan di Indonesia. Hingga saat ini berbagai perubahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Surat Teguran 1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.sebagai Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.sebagai Negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas Akhir Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar yang memerlukan biaya yang besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.sebagai Negara yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara dan Bangsa yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Pencairan Tunggakan Pajak, Penagihan Pajak. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci : Pencairan Tunggakan Pajak, Penagihan Pajak. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan tanpa adanya kontraprestasi langsung sehubungan tugas negara melaksanakan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara besar yang terdiri dari banyak pulau dan lautan yang membentang luas dari sabang sampai merauke. Wilayah Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 58 TAHUN 205 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan suatu penelitian kita perlu memaparkan tentang apa yang kita teliti hal tersebut dapat memudahkan dan menjelaskan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Ruang Lingkup 2 C. Pengertian 2

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Ruang Lingkup 2 C. Pengertian 2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Ruang Lingkup 2 C. Pengertian 2 BAB II AKUNTANSI PIUTANG 3 A. Kebijakan Akuntansi 3 1. Dasar Hukum 3 2. Pengakuan 4 3. Pengukuran 5 B.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2011 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2011 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2011 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN BAGIAN 2 Inti pokok pembahasan dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin meningkatnya kebutuhan dana pembangunan mendorong pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih intensif. Salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia mempunyai tujuan yang tertuang dalam pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot

24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagai landasan hukum materil dan formal perpajakan, terdiri dari: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) & Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 2. Surat Pemberitahuan & Tata

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 PRINSIP DASAR DALAM RANGKA PERUBAHAN SELF ASSESMENT KEADILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Najoan, P (2015) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Kotamobagu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sendiri terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perdagangan bebas (free trade) membawa konsekuensi pula dalam kebijakan perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

Lebih terperinci

BAB I 1.PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi

BAB I 1.PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi BAB I 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk. menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk. menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara

Lebih terperinci