BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus) yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus) yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus) yang terletak diatas orifisium uteri internum dan suatu struktur silindris yakni serviks yang terletak di bawah orifisium uteri internum. Serviks merupakan sepertiga dari panjang uterus ini. Struktur uterus dewasa dan tidak hamil menyerupai bentuk buah pir dengan panjang 7-8 cm dengan berat gram. ukuran dari cornu ke cornu 5 cm dan anteroposterior 2.5 cm. Ukuran ini akan bervariasi seiring perubahan usia, fase menstruasi dan angka paritas. 11,12 Dari segi histologi, dinding uterus terdiri dari tiga lapisan : Lapisan perimetrium yang merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lapisan jaringan ikat. 2. Lapisan muskular atau miometrium yang merupakan lapisan paling tebal di uterus dan terdiri dari serat otot yang dipisahkan oleh kolagen dan serat elastik. Berkas otot polos ini membentuk empat lapisan yang tidak berbatas tegas. Lapisan pertama dan keempat terutama terdiri atas serat yang tersusun memanjang, yaitu sejajar dengan sumbu panjang organ. Lapisan tengah mengandung pembuluh darah yang lebih besar.

2 3. Lapisan endometrium yang terdiri atas epitel selapis kolumnar dan lamina propia yang mengandung kelenjar tubular simpleks. Endometrium merupakan lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus wanita yang sedang tidak hamil. Dengan ketebalan bervariasi dari 0,5 mm hingga 5 mm, lapisan mukosanya dibentuk oleh kelenjar, stroma dan pembuluh darah. Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu : (1) Lapisan fungsional (stratum functionalis) yang merupakan bagian tebal dari endometrium. Lapisan fungsional endometrium dibagi menjadi lapisan permukaan yang padat (stratum compactum) dan lapisan lebih dalam yang berongga (stratum spongiosum), (2) Lapisan basal (stratum basalis) yang paling dalam dan berdekatan dengan miometrium. Lapisan ini mengandung lamina propia dan bagian awal kelenjar uterus. Lapisan basal berdekatan dengan miometrium dan dibentuk oleh kelenjar bentuk tubular, kadang-kadang bercabang, dilapisi oleh epitel selapis hingga bertingkat dengan stroma yang lebih basophilic dan padat. 11,13 Saraf uterus berasal dari inferior hypogastric plexus, yang terutama membentuk uterovaginal plexus di broad ligament. Uterovaginal plexus beberapa cabangnya turun bersamaan dengan arteri vagina dan cabang lainnya langsung menembus serviks uteri atau naik bersamaan atau dekat dengan arteri uterina di broad ligament. Lapisan fungsional endometrium pada perempuan normal merupakan salah satu jaringan normal di dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak mempunyai persarafan. 14

3 2.2. Endometriosis Endometriosis merupakan kelainan ginekologis jinak yang didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrial diluar lokasi normalnya. Endometriosis pertama kali diidentifikasi pada pertengahan abad 19 (Von Rokintansky, 1860), endometriosis paling sering ditemukan di peritoneum pelvis namun dapat juga ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter, dan dalam jumlah yang lebih jarang di kandung kemih, perikardium, serta pleura (Comiter, 2002; Giudice, 2004). Endometriosis merupakan penyakit yang tergantung oleh kondisi hormonal dan sering ditemukan di wanita dengan usia reproduksi. Jaringan endometrium yang berlokasi didalam miometrium dinamakan adenomiosis. 1, Epidemiologi Insiden dari endometriosis sulit untuk diukur, karena wanita dengan penyakit ini seringkali asimtomatik, dan modalitas radiologis memiliki sensitivitas yang rendah untuk diagnosis. Wanita dengan endometriosis dapat asimtomatik, subfertil, ataupun menderita nyeri pelvis yang bervariasi derajat beratnya. 1 Menurut Missmer A dkk, 2004, insidensi endometriosis terbanyak ditemukan pada wanita usia tahun, dan juga ditemukan dalam jumlah yang kecil pada usia diatas 44 tahun. 15

4 Menurut Gylfason JT dkk, 2010, bahwa insidensi endometriosis di Islandia sejak tahun secara umum terjadi pada wanita usia tahun. 16 Menurut Penelitian Brandi S dkk, 2010, konfirmasi diagnosa endometriosis dilakukan secara histologi dan insidensinya ditemukan pada wanita usia tahun di Minnesota sebanyak 160/ orang per tahun. Studi ini menunjukkan bahwa insidensinya meningkat seiring dengan umur dari 17/ orang per tahun diantara wanita usia tahun sampai 285/ orang per tahun diantara wanita usia tahun. Insidensinya kemudian turun menjadi 184/ orang per tahun diantara wanita usia Studi lain juga menyatakan untuk wanita > 15 tahun, kemungkinan dilaporkan diagnosa endometriosis saat pembedahan adalah 11,5% dan bahkan lebih tinggi pada wanita usia tahun Patofisiologi Walaupun penyebab definitif dari endometriosis masih belum diketahui, beberapa teori dengan bukti pendukung telah disebutkan : A. Menstruasi retrograd Teori terawal dan paling diterima secara luas ini berhubungan dengan menstruasi retrograd melewati tuba fallopi dengan diikuti penyebaran dari jaringan endometrium didalam rongga peritoneum (Sampson, 1927). Refluks fragmen

5 endometrium ini menempel dan menginvasi mesotelium peritoneum dan mengembangkan suplai pembuluh darah, yang kemudian berlanjut dengan pertumbuhan implan secara kontinu (Giudice, 2004). 1,2 B. Penyebaran Limfatik Bukti juga mendukung konsep terjadinya endometriosis yang bermula dari penyebaran jaringan endometrium lewat limfatik dan vaskuler (Ueki, 1991). Penemuan endometriosis pada lokasi tidak biasa, seperti perineum atau panggul, mendukung teori ini (Mitchell, 1991; Pollack, 1990). Regio retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik yang sangat banyak. Kecenderungan dari adenokarsinoma endometrium yang menyebar lewat rute limfatik juga mengindikasikan bahwa endometrium dapat ditransportasikan lewat rute ini (McMeekin, 2003). 1,2 C. Ketergantungan terhadap kondisi hormonal Sebuah faktor yang terbukti memiliki peran kausatif dalam perkembangan endometriosis adalah estrogen (Gurates, 2003). Walaupun kebanyakan estrogen diproduksi oleh ovarium, banyak jaringan perifer yang diketahui dapat membentuk estrogen melalui aromatisasi dari androgen ovarium dan adrenal. Implan endometriotik diketahui mengekspresikan aromatase dan 17- hidroksisteroid dehidrogenase tipe 1, enzim yang bertugas untuk merubah androstenedion menjadi estron dan estron menjadi

6 estradiol. Implan pun diketahui kekurangan enzim 17- hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2, yang menginaktivasi estrogen. Kombinasi ini memastikan implan berada dalam lingkungan penuh estrogen, sehingga dapat mengeluarkan efek biologis seperti jaringan yang memproduksinya (proses ini disebut intrakrinologi). 1,2,4 Prostaglandin E 2 (PGE 2 ) merupakan penginduksi paling poten dari aktivitas aromatase pada sel stroma endometrium, beraksi lewat subtipe reseptor prostagladin EP 2. Estradiol yang diproduksi sebagai respon pada peningkatan aktivitas aromatase akhirnya memperbesar produksi PGE 2 dengan menstimulasi enzim siklooksigenase tipe 2 (COX-2) di sel endotelium uterus. Hal ini menghasilkan lingkaran umpan balik positif dan mempotensiasi efek estrogenik pada proliferasi endometriosis. Konsep ini secara lokal memproduksi estrogen dan aksi intrakrin estrogen pada endometriosis menjadi basis inhibisi farmakologis terhadap aktivitas aromatase dalam kasus endometriosis yang refrakter terhadap terapi standar. 18,19

7 Gambar 1. Aktivitas aromatase estrogen dan pengaruh prostaglandin E 2 1 Walaupun kebanyakan wanita mengalami menstruasi retrograd, yang mungkin memiliki peran pada penyebaran dan terjadinya implan, hanya sedikit yang mengalami endometriosis. Jaringan menstrual dan endometrium yang refluks ke rongga peritoneum biasanya dibersihkan oleh sel imun seperti makrofag, sel natural killer (NK), dan limfosit. Untuk alasan ini, disfungsi sistem imun menjadi salah satu mekanisme yang paling mungkin untuk pertumbuhan endometriosis pada kejadian menstruasi retrograd (Seli, 2003). Gangguan imunitas selular dan humoral serta perubahan faktor pertumbuhan juga sinyal akan adanya sitokin masing-masing telah teridentifikasi di jaringan endometriosis. 1,19,20

8 Gambar 2. Berbagai Faktor yang berpengaruh pada patogenesis Endometriosis Faktor risiko A. Riwayat keluarga. Terdapat bukti bahwa pola penurunan familial ada pada endometriosis. Walaupun tidak ditemukan pola penurunan genetik Mendel, peningkatan insidensi pada kerabat tingkat pertama memungkinkan adanya pola penurunan poligenik/ multifaktorial. Contohnya pada studi genetik wanita dengan endometriosis,

9 Simpson et al di tahun 1980 melihat bahwa 5,9% saudara wanita dan 8,1% dari ibu mereka menderita endometriosis, dibandingkan dengan 1% dari kerabat laki-laki tingkat pertama mereka. 1 B. Mutasi Genetik dan polimorfisme. Angka endometriosis yang ditemukan dari suatu keluarga membuat investigasi terhadap beberapa gen dilakukan. Studi terbesar saat ini memeriksa lebih dari 1000 keluarga dengan dua wanita bersaudara yang menderita endometriosis, dan teridentifikasi bahwa regio pada kromoson 10q26 menunjukkan ikatan yang signifikan pada kedua bersaudara tersebut dengan endometriosis (Treloar, 2005). Beberapa gen lain juga telah diidentifikasi, lewat mutasi genetik, polimorfisme, ataupun ekspresi gen yang berbeda, untuk berhubungan dengan endometriosis. Meskipun begitu peran kausa dari penyakit ini belum dapat ditentukan. 1,20 C. Defek Anatomik. Obstruksi saluran reproduksi dapat mempredisposisi seseorang untuk mengalami endometriosis, paling mungkin melalui menstruasi retrograd (Breech, 1999). Endometriosis juga telah diidentifikasi pada wanita dengan tanduk uterus yang tidak berhubungan, himen imperforata, dan septum vagina yang transversal. Karena hubungan ini, laparoskopi diagnostik untuk

10 mengidentifikasi dan mengobati endometriosis disarankan pada saat bedah perbaikan untuk anomali-anomali ini. Perbaikan dari defek anatomik ini diperkirakan dapat menurunkan resiko terjadinya endometriosis (Joki-Erkkila, 2003; Rock,1982). 1, Lokasi Anatomik Endometriosis Endometriosis dapat terbentuk dimana saja didalam pelvis maupun permukaan peritoneal ekstrapelvis lainnya. Endometriosis paling sering ditemukan pada area tertentu di pelvis, seperti ovarium, peritoneum pelvis, cul-de-sac anterior dan posterior, serta ligamen uterosakral. Terkadang septum rektovaginal, ureter, dan kandung kemih, perikardium, skar paska operasi, dan pleura juga bisa terkena dalam frekuensi yang lebih jarang. Sebuah tinjauan patologis menyebutkan bahwa endometriosis telah teridentifikasi pada seluruh organ kecuali limpa (Markham, 1989). Bisa endometriosis terbentuk pada tempat yang tidak biasa, maka gejala yang ditimbulkan akan bersifat atipikal. Misalnya, wanita dengan endometriosis di traktur urinarius akan mengeluhkan gejala berkemih iritatif yang berulang dan hematuria. Wanita dengan keterlibatan rektosigmoid dapat merasakan perdarahan rektal berulang, dan pada lesi pleura dapat muncul pneumotoraks saat menstruasi ataupun hemoptisis (Price, 1996; Roberts, 2003; Ryu, 2007; Sciume, 2004). 1,2

11 Gambar 3. Lokasi umum endometriosis. 1 Endometrioma ovarium adalah manifestasi yang cukup sering dari endometriosis. Kista ovarium dengan dinding halus, warna coklat ini berisi cairan coklat dan dapat unilokular atau multilokular. Endometrioma ovarium diperkirakan terbentuk dari invaginasi korteks ovarium dan masuknya debris menstruasi yang menempel pada permukaan ovarium (Hughesdon, 1957). Teori lain mengatakan bahwa endometrioma terbentuk sebagai hasil metaplasia dari inklusi epitel yang berinvaginasi. 1,2

12 Klasifikasi Derajat dan Lokasi Lesi Endometriosis Pada tahun 1996, ASRM merevisi sistem klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem skoring revised AFS (r-afs). Dalam sistem ini dibagi menjadi empat derajat keparahan, yakni : 21 a. Stadium I (minimal) : 1-5 b. Stadium II (ringan) : 6-15 c. Stadium III (sedang) :16-40 d. Stadium IV (berat) : > 40 Gambar 4. Klasifikasi endometriosis. 21

13 Manifestasi Klinis Walaupun wanita dengan endometriosis dapat menjadi asimtomatik, gejala yang muncul biasanya meliputi nyeri pelvis dan infertilitas. 1. Nyeri. Endometriosis adalah penyebab paling umum dari nyeri pelvis, yang diderita wanita dalam derajat yang bervariasi, dapat terjadi sewaktuwaktu maupun terjadi secara kronik. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa yang dikatakan dengan nyeri pelvis adalah sakit pada daerah pelvik menetap setidaknya 3 bulan. 22 Penyebab dari rasa nyeri ini belum diketahui secara pasti, namun sitokin proinflamasi dan prostaglandin yang dilepaskan oleh implan endometriotik ke cairan peritoneal dapat menjadi salah satu sumbernya. Terdapat pula sumber yang menyebutkan bahwa nyeri berhubungan dengan kedalaman invasi dan lokasi nyeri dapat menentukan tempat implantasi endometriosis. 1,2 Namun, pasien dengan endometriosis sering mengeluhkan nyeri pada abdomen yaitu suprapubik, umbilicus, iliaka kanan dan kiri serta sacrum. 21 Data terbaru menyebutkan nyeri endometriosis dapat berasal dari invasi neuronal terhadap implan endometriotik yang akhirnya menghasilkan suplai saraf sensorik dan simpatik, yang kemudian dapat mengalami sensitisasi sentral (Berkley, 2005). Hal ini menyebabkan

14 hipereksitabilitas persisten dari neuron tersebut dan terjadilah nyeri yang persisten, walaupun telah dilakukan eksisi bedah Dismenore. Nyeri siklikal selama menstruasi sering ditemui pada wanita dengan endometriosis. Dismenore yang berhubungan dengan endometriosis biasanya mendahului menstruasi selama jam dan kurang responsif pada NSAID maupun kontraseptif oral kombinasi. Nyeri ini akan lebih berat dibandingkan dismenore primer. 1,2 3. Dispareunia. Gejala ini berhubungan dengan endometriosis pada septum rektovagina atau ligamen uterosakral. Selama terjadinya hubungan seksual, tegangan pada ligamen uterosakral tersebut dapat merangsang nyeri ini. Dispareunia yang berhubungan dengan endometriosis dicurigai telah terjadi bila baru muncul setelah bertahun-tahun dapat berhubungan seksual tanpa rasa nyeri (Ferrero, 2005) Disuria. Gejala ini kurang sering dikeluhkan pasien endometriosis, begitu pula keluhan berupa nyeri berkemih, frekuensi maupun urgensi dalam berkemih. Bila kultur urin negatif, maka endometriosis dapat menjadi kemungkinan penyebab dari keluhan diatas (Vercillini, 1996). 1,2,4

15 5. Nyeri panggul kronik. Nyeri ini juga merupakan gejala yang paling sering ditemukan berhubungan dengan endometriosis. Sekitar 40-60% wanita dengan nyeri panggul kronik ditemukan memiliki endometriosis saat laparoskopi (Eskenazi, 1997). Fokus nyeri kronik ini bervariasi antar wanita, apabila septum rektovagina yang terlibat, nyeri dapat beradiasi ke rektum ataupun punggung bawah Infertilitas. Insidensi endometriosis pada wanita dengan subfertilitas adalah 20% hingga 30% (Waller, 1993). Walaupun terdapat banyak variasi, pasien dengan infertilitas terlihat memiliki insiden endometriosis yang lebih tinggi dibandingkan kontrol fertil, 13% hingga 33% dibandingkan 4% hingga 8%, (D Hooghe, 2003; Strathy, 1982). Matorras dkk, di tahun 2001 memperhatikan tingginya prevalensi endometriosis derajat berat pada wanita dengan infertilitas. Hal ini dapat terjadi dari adhesi yang disebabkan oleh endometriosis dan rusaknya pengambilan oosit normal dan transportasinya ke tuba fallopi. Diluar gangguan mekanis ovulasi dan fertilisasi, defek yang lebih ringan juga diperkirakan terlibat dalam patogenesis infertilitas oleh endometriosis. 1,2,4

16 Diagnosa banding Gejala endometriosis tidak spesifik dan dapat menyerupai banyak proses penyakit. Karena endometriosis merupakan suatu diagnosis bedah, beberapa diagnosis lain dapat diperkirakan sebelum diadakannya eksplorasi tindakan bedah. 25 Adapun yang dapat menjadi diagnosis banding adalah penyakit inflamasi panggul, abses tubo-ovarian, salpingitis, endometritis, kista ovarium hemoragik, torsi ovarium, dismenore primer, sistitis, infeksi traktus urinarius kronik, batu ginjal, penyakit inflamasi usus, divertikulitis, penyakit muskuloskeletal, dan lainlain. 1, Diagnosa Untuk menegakkan diagnosis endometriosis selain lewat anamnesis yang teliti, juga perlu dilakukan pemeriksaan fisik hingga penunjang. Penegakan diagnosa endometriosis tidaklah mudah karena pemeriksaan baku emas (gold standar) adalah laparaskopi, sebuah tindakan yang masih cukup mahal untuk kebanyakan orang Indonesia. Umumnya endometriosis juga ditemukan secara tidak sengaja pada laparatomi. 26 Pada inspeksi visual, biasanya tidak ditemukan kelainan. Kecuali bisa endometriosis terjadi dalam skar episiotomi atau skar bedah, dan paling sering pada insisi Pfannenstiel (Kogfer, 1993; Zhu, 2002). Pada

17 pemeriksaan spekulum, juga biasanya tidak terlihat tanda dari endometriosis. Biasanya lesi berwarna kebiruan ataupun kemerahan mungkin terlihat pada serviks atau forniks posterior pada vagina. Lesi ini dapat nyeri atau berdarah dengan kontak. Pada pemeriksaan bimanual, palpasi organ panggul sering menunjukkan kelainan anatomik yang mengarahkan ke endometriosis. Nodularitas ligamen uterosakral dan rasa nyeri dapat merefleksikan penyakit aktif. Namun sensitivitas dan spesifisitas rasa nyeri fokal pelvis dalam mendeteksi endometriosis menunjukkan variasi dari 36% hingga 90% dan 32% hingga 92% (Chapron, 2002; Eskenazi, 2001; Koninckx, 1996; Ripps, 1992). 1,2,4 Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaaan laboratorium dapat dilakukan untuk mengeksklusi penyebab nyeri panggul lain. Sebagai awal, pemeriksaan darah perifer lengkap, urinalisis, kultur urin, kultur vagina, dan usap serviks dapat dilakukan untuk mengeksklusi infeksi yang dapat menyebabkan penyakit inflamasi panggul. Banyak marker serum yang telah dipelajari sebagai alat bantu diagnosis endometriosis. Ca125 merupakan marker serum yang paling banyak dipelajari, marker ini ditemukan di epitel tuba falopi, endometrium, endoserviks, pleura, dan peritoneum. Peningkatan Ca125 secara positif berkorelasi dengan keparahan endometriosis (Hornstein, 1995). Spesifisitas marker ini cukup tinggi, sayangnya sensitivitasnya kurang baik untuk mendeteksi endometriosis ringan. Marker ini lebih baik untuk mendeteksi endometriosis stadium 3 dan 4. Sebuah meta analisis menunjukkan sensitivitasnya hanya 28% dan spesifisitasnya 90%. 1,4

18 Untuk penunjang radiologis, ultrasonografi baik transabdominal maupun transvaginal keduanya banyak digunakan dalam diagnosis endometriosis. Ultrasonografi transvaginal masih menjadi pilihan utama dalam mengevaluasi gejala yang berhubungan dengan endometriosis. Terdapat pula teknik baru berupa sonovaginografi, yaitu sebuah teknik dengan melakukan instilasi cairan fisiologis ke vagina untuk secara akurat melokalisasi endometriosis rektovagina. Sonografi transrektal juga dapat membantu diagnosis dan evaluasi endometriosis (Brosens, 2003). Ultrasonografi transvagina sama efektifnya dengan pendekatan transrektal dalam mengidentifikasi endometriosis panggul posterior. 1,2,4 Laparoskopi diagnostik merupakan metode primer yang digunakan untuk mendiagnosis endometriosis. Dengan metode ini dapat terlihat lesi yang bervariasi warnanya, dapat merah, putih, ataupun hitam. Walaupun konsensus saat ini tidak membutuhkan evaluasi histologis untuk diagnosis endometriosis, hanya bergantung pada temuan laparoskopik yang dapat menyebabkan terjadinya overdiagnosis. Dalam diagnosis histologis harus ditemukannya kedua kelenjar endometrial dan stroma yang ditemukan diluar rongga uterus. Deposisi hemosiderin dan metaplasia fibromuskular juga dapat ditemukan. Tampilan makroskopik akan spesifik seperti temuan mikroskopiknya, misalnya lesi merah dalam tampilan mikroskopik biasanya memiliki banyak vaskularisasi. Lesi putih lebih sering menunjukkan fibrosis dan sedikit pembuluh darah (Nissolle, 1997). 1,4,11

19 2.3. Nyeri Endometriosis Nyeri panggul secara umum diakui sebagai gejala utama pada endometriosis. Infertilitas juga merupakan gejala umum dari endometriosis, tetapi sebagian besar pasien akan disertai dengan keluhan nyeri. Nyeri panggul endometriosis dapat dikenal dengan baik, tetapi kebanyakan hanya berpikir dalam hal trias umum berupa dismenorea,dispareunia dan nyeri yang mendalam mengikuti motilitas usus. Kurangnya kesadaran tentang variasi nyeri endometriosis mungkin bertanggung jawab atas keterlambatan dalam diagnosis, yang rata-rata mencapai waktu 8-10 tahun dari timbulnya gejala awal. Faktor lain yang berkontribusi terhadap keterlambatan dalam diagnosis adalah kegagalan pasien untuk menginformasikan tentang gejala nyeri. 14,21,27,28,29 Ballar dkk (2006), menemukan bahwa persepsi nyeri endometriosis yang paling sering dikemukakan pasien adalah jenis throbbing, gnawing dan dragging pada tungkai. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai penyebab nyeri pada endometriosis adalah: 30 a. Produksi zat zat, seperti prostaglandin, growth factor dan sitokin dari makrofag yang teraktivasi, juga sel sel yang berkaitan dengan implan endometrium. b. Efek langsung dan tidak langsung dari perdarahan aktif pada implant endometriosis. c. Iritasi atau invasi serabut saraf dasar panggul.

20 Gejala klasik endometriosis, termasuk dismenorea sekunder (kongestif), dispareunia, nyeri gerakan usus, perdarahan menstruasi yang berat dan infertilitas. Namun, literatur menunjukkan bahwa siklus menstruasi dan nyeri menstruasi jauh lebih luas dan kompleks daripada ini. Memang, rasa sakit endometriosis hanya salah satu bagian dari suatu gejala unik namun sangat kompleks. 22,27 Karakteristik nyeri haid (dismenorea) dijelaskan oleh sebagian besar perempuan sebagai intens, tak tertahankan, kram, menggerogoti, dan menekan. Lokasi dominan dari nyeri terdapat di abdomen tengah dan bawah (92% dari wanita dengan dismenorea), daerah panggul dalam (41%), punggung bagian bawah (50%) dan paha, pinggang, selangkangan, anus dan umbilikus. 22,27,28 Gejala nyeri gastrointestinal sering diabaikan, tetapi nyeri kolik dan gejala iritasi usus dialami 82% wanita dengan endometriosis. Dikatakan bahwa perbedaan utama antara irritable bowel syndrome dan gejala khas endometriosis usus adalah bahwa dalam irritable bowel syndrome, nyeri kolik hilang dengan gerakan usus, sedangkan pada endometriosis tidak. 14,22,28

21 Gambar 5. Perbedaan tipe nyeri yang berhubungan dengan endometriosis. 14

22 Gambar 6. Mekanisme nyeri pada endometriosis yang berhubungan dengan nyeri pelvis Serabut Saraf Endometrium eutopik pada endometriosis Sangat sedikit yang diketahui tentang endometrium atau neurogenesis pada uterus, namun mereka dianggap penting dalam pembentukan gejala nyeri terkait endometriosis yang dibuktikan dengan peningkatan yang sangat signifikan dari ekspresi nerve growth factor (NGF). 31 Ada bukti bahwa endometrium eutopik pada wanita dengan endometriosis berbeda dengan endometrium wanita tanpa endometriosis meskipun penampilan jaringan pada histologi rutin hampir identik dengan

23 endometrium normal. Endometrium eutopik wanita dengan endometriosis ini menunjukkan berbagai anomali dibandingkan dengan endometrium wanita yang bebas penyakit yang menunjukkan bahwa defek utama dalam endometriosis mungkin endometrium eutopik. 32,33 Adanya serabut saraf pada endometrium eutopik pada wanita endometriosis diduga muncul karena adanya rangsangan yang memicu munculnya perkembangan saraf lokal, dan diduga NGF berperan dalam hal ini. NGF di ekspresikan dengan kuat pada kelenjar dan stroma lapisan fungsional dan basal endometrium penderita endometriosis, dan hal ini tidak diekspresikan pada endometrium eutopik wanita yang tidak endometriosis. 34 Molekul yang memiliki peran penting dalam neurogenesis termasuk novel neurotrophin-1 / B cell-stimulating factor-3 (NNT-1/BSF-3) dan NGF, brain-derived neurotrophic factor (BDNF), neurotrophin-3 (NT- 3), neurotrophin-4/5 (NT-4/5), dan anggota famili glial-cell derived neurotrophic factor (GDNF). 35,36 Pada wanita dengan endometriosis, ekspresi dari neurotrophin, reseptornya dan molekul aktif neuronal lainnya meningkat dibandingkan dengan wanita tanpa penyakit. Secara khusus, ekspresi NGF dan reseptornya TrkA dan P75 meningkat pada wanita dengan endometriosis, terutama pada lapisan fungsional dari endometrium. Reseptor ini tidak dijumpai pada endometrium yang normal, tapi dijumpai pada serabut saraf dan stroma dari endometrium eutopik wanita endometriosis. Ini

24 menimbulkan dugaan bahwa sekresi neurotrophin dan reseptornya merupakan penyebab pertumbuhan serabut saraf. 37 Selain itu ekspresi berbagai faktor angiogenik dan / atau limfoangiogenik utama dan reseptornya yang juga secara neuronal aktif diketahui berubah (kebanyakan meningkat) dalam endometrium eutopik dari wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan kontrol endometrium. Sel neuroendokrin, yang dapat menghasilkan zat neuromodulatorik dalam merespon stimulasi neurogenik atau kimia, meningkat densitasnya secara signifikan pada endometrium wanita dengan endometriosis. NGF dan neurotrophin lainnya, diproduksi oleh berbagai sel imun termasuk sel T, sel B, makrofag, sel natural killer (NK), sel mast dan sel dendritik. Menariknya, sejumlah populasi sel imun ini diketahui meningkat densitasnya pada endometrium eutopik wanita dengan endometriosis dan ini mungkin memainkan peran dalam memfasilitasi ekspresi yang terganggu secara lokal dari molekul yang aktif secara neuronal dalam endometrium eutopik pada endometriosis. 38,39 Endometrium pada wanita endometriosis mungkin menghasilkan sejumlah molekul pengatur dengan efek neurotropik (misalnya factor pertumbuhan saraf) untuk memicu pertumbuhan serabut saraf. Lebih lanjut dari temuan peningkatan ekspresi neurogenesis, endometrium eutopik dari wanita dengan endometriosis mengandung serabut saraf kecil dan tidak bermielin dalam lapisan fungsional. Serabut saraf tidak dijumpai pada wanita tanpa endometriosis. Serabut saraf dalam lapisan fungsional endometrium kemungkinan besar merupakan saraf sensorik C dan

25 otonom. Pada wanita dengan endometriosis densitas serabut saraf dalam endometrium basal dan miometrium juga meningkat secara signifikan dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis. Adanya serabut saraf pada wanita dengan gejala nyeri menunjukkan bahwa pada wanita dengan endometriosis endometrium eutopik mungkin terlibat dalam pembentukan gejala nyeri. 5,7,26,40 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, patofisiologi rasa nyeri yang dirasakan penderita endometriosis belum dapat diketahui secara jelas. Bagaimana dapat terjadi jaringan endometrium yang tidak ada serabut saraf dapat menimbulkan nyeri saat berada ditempat yang berbeda. 26 Adapun serabut saraf yang telah teridentifikasi sampai sekarang adalah serabut saraf A delta, serabut saraf C, dan saraf otonom simpatis. Schaible dkk, (2002) menunjukkan bahwa serabut saraf yang termielinisasi hanya terdapat pada lapisan basal endometrium sedangkan serabut saraf yang tidak termielinisasi tersebar pada seluruh jaringan endometriosis. 41 Penelitian Tulandi dkk. (2001) menggunakan penanda (marker) neurofilamen dan menunjukkan bahwa jarak antara serabut saraf lebih padat pada wanita endometriosis yang mengeluhkan gejala nyeri dibandingkan yang tidak mengeluhkan gejala nyeri. 42 Penelitian Anaf dkk. (2002) dengan penanda imunohistokimia protein S-110 juga menunjukkan bahwa intensitas nyeri lebih tinggi pada wanita dengan endometriosis

26 adenomiotik yang menunjukkan ekspresi nosiseptor dibanding yang tidak. 43 Serabut A delta (Aδ) adalah serabut saraf bermielin yang berdiameter 2-5 mikrometer. Serabut saraf ini dapat menghantar dengan kecepatan m/detik dalam peranan nyeri cepat (dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik) serta memiliki lokalisasi yang jelas dirasakan seperti ditusuk, tajam. Serabut C merupakan serabut yang tidak bermielin dengan kecepatan hantaran 0,4 1,2 m/detik. Nyeri yang ditimbulkan adalah nyeri lambat (dirasakan selama 1 (satu) detik atau lebih) dengan sifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar. Dibandingkan dengan serabut A delta yang hanya ditemukan pada lapisan basal endometrium, rangsang nyeri hilang timbul lebih dinamik dicetuskan oleh serabut C yang tersebar baik di lapisan basal maupun fungsional endometrium. 44,45 Penelitian Tokushige dkk, 2007 membuka sedikit tabir untuk mengarahkan pada penjelasan atas kondisi ini. Penelitian ini berusaha untuk mencari apakah terdapat perbedaan kandungan saraf diantara jaringan endometrium penderita endometriosis dan tidak endometriosis. Polyclonal rabbit anti-protein gene product 9.5 (PGP9.5) adalah salah satu penanda yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan sampel endometrium dari hasil histerektomi, didapati 10 wanita penderita endometriosis dengan rentang usia berkisar antara tahun dan 35 wanita yang non endometriosis dengan rentang usia berkisar antara tahun (tidak ada yang menopause). Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa tidak ada serat saraf yang terdeteksi pada lapisan fungsional dari

27 endometrium wanita tanpa endometriosis dan serabut saraf pada penderita endometriosis secara signifikan berbeda dibanding yang bukan penderita endometriosis. ditemukan serat saraf bermyelin, tidak bermyelin, serta beberapa saraf sensoris pada endometrium. Pada lapisan fungsional endometrium penderita endometriosis ditemukan serabut saraf sensori C dan sensori Aδ, dan serabut saraf adrenergik pada lapisan basal endometrium. PGP9.5 adalah penanda seluruh jenis saraf yang sangat spesifik. 25 Gambar 7. Serabut saraf pada lapisan Basal Endometrium dan perbatasan endometrium miometrium pada wanita endometriosis yang diwarnai dengan PGP 9,5. 45

28 Gambar 8. Lapisan fungsional endometrium pada wanita endometriosis. 45 Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 tersebut, banyak penelitian lain dilakukan dengan dasar potensi penggunaan deteksi serat saraf untuk melakukan diagnosis terhadap endometriosis. Hal ini berhubungan kembali dengan tindakan laparoskopi yang menjadi baku emas pemeriksaan saat ini. Laparoskopi yang invasif, dengan biaya yang tidak sedikit, serta proses persiapan yang memakan waktu, mendorong penemuan cara baru untuk diagnosis endometriosis dengan lebih mudah dan lebih cepat. 25,26 Pada tahun 2009, sebuah uji tertutup ganda oleh Al Jefout M dkk, dilakukan untuk mencari kemungkinan penggunaan deteksi serat saraf sebagai diagnosis endometriosis. Dalam penelitian ini juga digunakan polyclonal rabbit anti-protein gene product 9.5 (PGP9.5) sebagai penanda, diambil dari 99 wanita dengan rentang usia tahun, sampel endometrium diperoleh dari hasil biopsi endometrium. Dari penelitian ini

29 didapatkan bahwa dari 64 orang yang terdiagnosis endometriosis secara laparoskopik, hanya 1 orang yang tidak terdeteksi memiliki serat saraf di endometriumnya, dan terdapat 6 orang tanpa endometriosis yang ditemukan serat saraf pada endometriumnya. Dalam uji ini didapatkan spesifisitas 83% dan sensitivitas sebesar 96%. Nilai yang diperoleh metode ini cukup baik, bahkan mendekati keakuratan laparoskopi yang dilakukan oleh ahli ginekologis. 45 Sependapat dengan penelitian pada tahun 2009 tersebut, sebuah uji lain pada tahun 2011 oleh Meibody dkk, yang dilakukan dengan metode case control dengan menggunakan jaringan endometrium dari hasil biopsi endometrium dari 12 penderita endometriosis dengan rerata usia 39,5 ± 5,9 tahun dan 15 yang non endometriosis dengan rerata usia 41,6 ± 5,7 tahun yang akan dilakukan tindakan laparoskopi ataupun laparotomi, untuk memeriksa kelayakan deteksi serat saraf ini sebagai penunjang diagnosis endometriosis, dengan hasil yang juga menetapkan bahwa deteksi serat saraf dengan menggunakan Polyclonal rabbit antiprotein gene product 9.5 (PGP9.5) merupakan penanda diagnosis endometriosis yang terpercaya. Pada penelitian yang berlangsung selama 2 tahun ini, digunakan metode menyerupai penelitian terawal (penelitian oleh Tokushige dkk tahun 2007). Didapatkan hasil bahwa dari seluruh penderita endometriosis, terdeteksi adanya serat saraf. Pada penderita non endometriosis, ditemukan 3 dari 15 orang (20%) terdeteksi memiliki serat saraf di endometriumnya. Tetap saja, ditemukan densitas serat saraf yang lebih tinggi secara signifikan bila dibandingkan dengan wanita tanpa

30 endometriosis. 7 Maka uji ini memberikan kesimpulan bahwa pendeteksian serat saraf dengan menggunakan polyclonal rabbit anti-protein gene product 9.5 (PGP9.5) adalah metode yang baik untuk digunakan secara umum. 46 Bahkan penelitian yang dilakukan Liutkeviciene R dkk, 2013, yang dilakukan dengan metode case control pada 283 sampel endometrium yang diperoleh dari hasil biopsi tanpa membedakan fase menstruasi, dengan penderita endometriosis sebanyak 131 orang dan 152 orang non endometriosis, dengan usia berkisar antara tahun, menyatakan bahwa densitas serabut saraf dari hasil biopsi endometrium yang diwarnai dengan PGP 9,5 memiliki akurasi yang hampir sama dibanding dengan laparoskopi dalam mendiagnosis endometriosis. Namun karena PGP 9.5 merupakan alat uji diagnostik yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, besar kemungkinan pemeriksaan ini dapat menjadi alat bantu pada pasien infertilitas untuk menurunkan jumlah tindakan laparoskopi tanpa menurunkan angka penderita endometriosis. 8 Sayangnya penelitian terbaru, yang dilakukan Leslie C dkk, pada bulan Maret 2013, justru memberikan hasil yang kontradiktif terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan di King Edward Memorial Hospital ini selama dengan sampel 47 pasien endometriosis dengan rentang usia tahun, 21 pasien non endometriosis dengan rentang usia tahun, dengan teknik biopsi endometrium didapatkan hasil yaitu lebih banyak persentase terdeteksinya serat saraf di lapisan endometrium pada kasus bukan

31 endometriosis (29% dibandingkan 19%). 7,46 Akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa pemeriksaan serat saraf endometrial yang dilakukan dengan teknik imunohistokimia standar pada spesimen biopsi rutin terbukti tidak sensitif ataupun spesifik untuk mendiagnosis endometriosis. Oleh sebab itu bila merujuk dari hasil penelitian ini maka patologis dan ginekologis yang ingin menggunakan pendekatan diagnostik ini harus mempertimbangkan teknik ini. 7,45 Gambar 9. Jaringan Saraf di Endometrium dengan menggunakan Penanda neuron. 30 Perbedaan tipe serabut saraf pada wanita dengan atau tanpa endometriosis diyakini memiliki peran penting pada mekanisme munculnya rasa nyeri pada wanita dengan endometriosis. Kemungkinan

32 mediator inflamasi yang dilepaskan endometrium dapat mengaktivasi atau melakukan sensitisasi terhadap serabut saraf sensoris C, yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri. 5,7,8 Mekanisme ini belum sepenuhnya jelas, tidak diketahui stimulus ataupun kondisi apa yang menyebabkan tumbuhnya serabut saraf pada endometrium eutopik wanita penderita endometriosis Protein Gene Product (PGP9.5) Protein Gene Product 9,5 (PGP 9,5) adalah protein terlarut 27 kda yang terkait dengan ubiquitin COOH-terminal hydrolase (UCH) yang memainkan peran modulasi dalam proteolisis intraseluler. 47 PGP 9,5 adalah penanda panneuronal yang spesifik untuk serabut saraf bermyelin dan tidak bermyelin. 48,49 Fungsi dari PGP9.5 pada awalnya tidak diketahui tetapi terbukti mempunyai kesamaan dengan UCH-L1 yang merupakan suatu enzim pada jaringan timus sapi. Gen PGP9.5 berlokasi pada kromosom 4p14. PGP9.5 memotong ubiquitin dari protein lainnya dan melindunginya dari proses degradasi oleh enzim protease. 9 Studi imunohistokimia menunjukkan lokalisasi di semua neuron sentral dan perifer serta dalam sel sistem neuroendokrin. Ekspresi protein juga telah digambarkan dalam jumlah kecil pada yang bukan jaringan saraf, termasuk sel ovarium, testis, membran sinovial dan ginjal. 48

33 Protein ini awalnya diisolasi dari otak, merupakan bagian dari sistem ubiquitin proteasom, jalur proteolitik non lisosom yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel, modulasi beberapa reseptor membran dan perubahan bagian sitokskletal. 49 PGP 9,5 awalnya dianggap terbatas pada sel neuron dan sel neuroendokrin. Namun, studi-sudi terakhir mendeteksi PGP 9,5 pada sel sistem genital pria, sistem genital wanita, kulit dan sel epitel ginjal. 48, Imunohistokimia Imunohistokimia adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein di dalam jaringan. 50 Prinsip IHC meliputi langkah: Fixing and embedding jaringan 2. Cutting and mounting jaringan 3. Deparafinizing and rehydrating jaringan yang telah dilakukan diseksi 4. Antigen retrieval 5. Pewarnaan Immunohistokimia 6. Counterstaining 7. Dehidrasi dan stabilisasi dengan medium mounting 8. Pengamatan pewarnaan dibawah mikroskop.

34 Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antigen tertentu.pemeriksaan imunohistokimi memiliki keunggulan dalam hal pembiayaan yang lebih murah, dapat dilakukan dari jaringan tersimpan dan paraffin blok. Sehingga pemeriksaan dapat dilakukan ulang untuk meyakinkan dan mendukung terhadap penyakit yang meragukan pada pemeriksaan histopatologi. Kelemahan pemeriksaan imunohistokimia ini adalah pemeriksaan dilakukan dengan observasi yang berpeluang untuk subjektif, walaupun saat ini pemeriksaan sudah mulai menggunakan komputerisasi. 51 Hasil pemeriksaan imunohistokimia tersebut diinterpretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen dengan antibodi yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam lapang pandang. 50,51 Skor total Interpretasi 0 Negatif Tabel Skor total imunohistokimia 48

35 2.7. Kerangka Teori menstruasi retrograde Penyebaran ke jaringan lain secara limfatik dan / atau vaskular Apoptosis Sel Endometrium pada rongga peritoneum Penurunan imunitas Sel endometrium tetap bertahan perlengketan molekul seluler Perlengketan pada peritoneum proteolisis Implantasi & invasi angiogenesis & produksi estrogen Proliferasi & pertumbuhan lesi endometriosis neurogenesis & respon inflamasi Pertumbuhan serabut saraf Gejala Endometriosis Sensitisasi serabut saraf

36 2.8. Kerangka Konsep NEUROGENESIS ENDOMETRIOSIS Variabel Independent Variabel Dependent

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis merupakan suatu keadaaan ditemukannya jaringan endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini dideskripsikan sejak 1860 dan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal. BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Endometriosis Endometriosis merupakan penyakit yang terjadi pada masa belasan tahun sampai mencapai usia menopause, yang berarti dapat diderita sepanjang

Lebih terperinci

Ovarian Cysts: A Review

Ovarian Cysts: A Review Ovarian Cysts: A Review Cheryl Horlen, BCPS University of the Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas 7/20/2010 US Pharm. 2010;35(7):HS-5-HS-8 Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi RADANG GENITALIA SERVISITIS Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis sudah diketahui sejak masa lampau yaitu 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh Sampson pada tahun 1921. Namun demikian hingga kini etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengeluh menoragia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pap smear 2.1.1. Definisi Pap smear Pap smear pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr. George Papanicolou dan Dr. Aurel Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943. Pap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu bagian dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mandapatkan perhartian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mioma uteri adalah tumor jinak kandungan (uterus) yang terjadi pada otot polos dan jaringan ikat. Mioma dikenal juga dengan istilah leiomyoma uteri, fibromioma uteri,

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur adalah timbulnya mioma uteri (20-25%). Biasanya penyakit ini ditemukan secara tidak sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi FAKULTAS KEDOKTERAN UKDW UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-5 Yogyakarta 55 Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Bethesda Yogayakarta Nama : Andre reynaldo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan mengenai tampilan hasil dari perancangan sistem Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Kanker Ovarium Dengan Metode Certainty Factor yang

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Schwannoma telah dilaporkan

Lebih terperinci

Pengertian. Endometriosis

Pengertian. Endometriosis Endometriosis Pengertian Endometriosis Suatu penyakit jinak yang didefinisikan dengan adanya kelenjar endometrium atau pun stroma ektopik (diluar uterus) yang sering dihubungkan dengan nyeri panggul dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore 2.1.1.Definisi. 1,2,3,4 Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi. Istilah dismenore berasal dari bahasa Yunani dys, yang berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien

Lebih terperinci

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Penyakit Radang Panggul Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Penyakit radang panggul adalah gangguan inflamasi traktus genitalia atas perempuan, dapat meliputi endometritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang umum terjadi yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar rongga uterus dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari Editor: Hanom Husni Syam Anita Rachmawati Cover dan layout: Edwin Kurniawan Diterbitkan oleh: Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP dr. Hasan Sadikin Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA Neni Rusnita*, Estu Lovita.P Akademi Kebidanan Betang Asi Raya, Jln.Ir.Soekarno No.7 Palangka Raya ABSTRAK Mioma Uteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang. Salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.

Lebih terperinci

: Asuhan Kebidanan IV (PATOLOGI GSR) ENDOMETRIOSIS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3

: Asuhan Kebidanan IV (PATOLOGI GSR) ENDOMETRIOSIS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3 Mata Kuliah Dosen : Asuhan Kebidanan IV (PATOLOGI GSR) : Andi Cahyadi Sari S.ST ENDOMETRIOSIS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3 Andi yuliana Mulmaharani (NH04130004) Asnia Mahmud Kadatua (NH0413026) Dasriani (NH0413

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. infertil adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun

BAB II LANDASAN TEORI. infertil adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Infertilitas Infertilitas mempunyai pengertian sangat beragam. Pasangan infertil adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat penting untuk management nyeri yang efektif dan berkualitas dalam perawatan pasien (Patricia 2010).

Lebih terperinci

menyerupai mioma, dimana kondisi ini disebut adenomioma. e. Fundus uteri merupakan tepat yang paling umum dari

menyerupai mioma, dimana kondisi ini disebut adenomioma. e. Fundus uteri merupakan tepat yang paling umum dari PATOFISIOLOGI ADENOMIOSIS a. Pertumbuhan endometrium menembus membrana basalis. b. Pada pemeriksaan histologis sebagian menunjukkan pertumbuhan endometrium menyambung ke dalam fokus adenomiosis, di mana

Lebih terperinci

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11 Skenario gangguan MENSTRUASI Rukmono Siswishanto SMF/Bagian Obstetri & Ginekologi RS Sardjito/ Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Anita, wanita berumur 24 tahun datang ke tempat praktek karena sejak 3

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kanker Kanker merupakan penyakit pembunuh kedua yang banyak memberi kontribusi 13 % kematian dari 22 % kematian yang dikarenakan penyakit yang tidak menular utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci