KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK, SEBUAH PENGANTAR
|
|
- Budi Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Materi : Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK, SEBUAH PENGANTAR Ifdhal Kasim, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta Telp (021) , Fax : (021) Website : office@elsam.or.id : advokasi@indosat.net.id
2 PENDAHULUAN KOVENAN internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) merupakan produk Perang Dingin : ia merupakan hasil dari kompromi politik yang keras antara kekuatan negara blok Sosialis melawan negara blok Kapitalis. Saat itu situasi ini mempengaruhi proses legislasi perjanjian internasional hak asasi manusia yang ketika itu sedang digarap Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Hasilnya adalah pemisahan kategori hak-hak sipil dan politik dengan hak-hak dalam kategori ekonomi, sosial, dan budaya ke dalam dua kovenan atau perjanjian internasional yang tadinya diusahakan dapat diintegrasikan ke dalam satu kovenan saja. Tapi realitas politik menghendaki lain. Kovenanyang satunya lagi itu adalah Kovenan Internasional Hak- Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Kedua kovenan ini merupakan anak kembar yang dilahirkan di bawah situasi yang tidak begitu kondusif itu, yang telah membawa implikasiimplikasi tertentu dalam penegakan kedua kategori hak tersebut. mengherankan justru adalah sikap pemerintah kita terhadap kovenan ini yang hingga hari ini belum juga memutuskan untuk segera meratifikasinya. Jadi sampai sekarang kita belum menjadi Negara Pihak dari kovenan yang sangat penting itu. Entah sampai kapan kita menunggunya? Tulisan ini ingin mengetengahkan suatu paparan pengenalan terhadap ICCPR, sekadar untuk mengantarkan pembaca memahami esai-esai yang dipilih dan dihimpun dalam buku ini. Karena ini tulisan ini tidak akan masuk pada pembahasan detail terhadap semua ketentuan yang diatur di dalam ICCPR, karena hal ini menjadi porsi dari esai-esai yang terhimpun dalam buku ini (meskipun tidak seluruhnya dibahas dalam buku ini). Tulisan ini hanya mengetengahkan analisis yang menyeluruh terhadap ICCPR. Saat ini Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik itu ( selanjutnya disingkat ICCPR) telah diratifikasi oleh 141 Negara. Itu artinya tidak kurang dari 95% negaranegara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjumlah 159 negara itu. Telah menjadi Negara Pihak (State Parties) dari kovenan tersebut. Ditinjau dari segi tingkat ratifikasi, maka dapat dikatakan kovenan ini memiliki tingkat universalitas yang sangat tinggi bila dibanding dengan perjanjian internasional hak asasi manusia lainnya. Tidak salah apabila kemungkinan kovenan ini dimasukkan menjadi bagian dari International Bill of Human Rights. Yang Ifdhal Kasim, S.H., Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 1
3 SUBSTANSI HAK-HAK DI DALAMNYA ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur represif negara yang menjadi Negara-Negara Pihak ICCPR. Makanya hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hakhak negatif (negative rights). Artinya, hakhak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. Tetapi apabila negara berperan intervensionis, tak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar oleh negara. Inilah yang membedakannya dengan model legislasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (biasanya disingkat ICESCR) yang justru menuntut peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran yang minus. ICESCR karena itu sering juga disebut sebagai hakhak positif (positive rights). Hak-hak negatif apa saja yang termuat dalam ICCPR? Dengan resiko terjatuh pada penyederhanaan, kita dapat membuat dua klasifikasi terhadap hak-hak dan kebebasan dasar yang tercantum dalam ICCPR itu. Klasifikasi pertama adalah hak-hak dalam jenis non-derogable, yaitu hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara-Negara Pihak. Walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Hak-hak yang termasuk ke dalam jenis ini adalah : (i) hak atas hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture); (iii) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery); (iv) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang); (v) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; (vi) hak sebagai subjek hukum; dan (vii) hak atas kebebasan berpikir, kenyakinan dan agama. Negara-negara Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of human rights). Kelompok kedua adalah hak-hak dalam jenis derogable, yakni hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh Negara-negara Pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini adalah : (i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tilisan). Negara-Negara Pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi atau mengadakan penyimpanan atas kewajiban dalam memenuhi hak-hak tersebut. Tetapi penyimpanan itu hanya dapat dilakukan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu demi : (i) menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum; dan (ii) menghormati hak atau kebebasan orang lain. Prof. Rosalyn Higgins menyebut ketentuan ini sebagai ketentuan clawback, yang memberikan suatu keleluasaan yang dapat disalahgunakan oleh negara. Untuk menghindari hal ini ICCPR menggariskan bahwa hak-hak tersebut tidak boleh dibatasi melebihi dari yang ditetapkan oleh Kovenan ini. Selain diharuskan juga menyampaikan alasan-alasan mengapa pembatasan tersebut dilakukan kepada semua Negara Pihak ICCPR. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 2
4 Tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan atas semua hak dan kebebasan yang dijanjikan di dalam Kovenan ini adalah di pundak negara, khususnya yang menjadi Negara Pihak ICCPR. Hal ini ditegaskan pada Pasal 2 (1) yang menyatakan, Negara-Negara Pihak diwajibkan untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini, yang diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah dan tunduk pada yurisdiksinya tanpa diskriminasi macam apapun. Kalau hak dan kebebasan yang terdapat di dalam Kovenan ini belum dijamin dalam yurisdiksi suatu negara, maka negara tersebut diharuskan untuk mengambil tindakan legislatif atau tindakan lainnya yang perlu guna mengefektifkan perlindungan hak-hak itu (Pasal 2 (2)). Perlu diketahui, tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICCPR ini, adalah bersifat mutlak dan harus segera dijalankan (immediately). Singkatnya hak-hak yang terdapat dalam ICCPR ini bersifat justiciable. Inilah yang membedakannya dengan tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICESCR, yang tidak harus segera dijalankan pemenuhannya. Tetapi secara bertahap (progressive realization), dan karena itu bersifat non-justiciable. Kewajiban negara yang lainnya, yang tak kalah pentingnya, adalah kewajiban memberikan tindakan pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atau kebebasan yang terdapat dalam Kovenan ini secara efektif. Sistem hukum suatu negara diharuskan mempunyai perangkat yang efektif dalam menangani hak-hak korban tersebut. Penegasan mengenai hal ini tertuang pada Pasal 3, yang menyatakan sebagai berikut : a. Menjamin bahwa setiap orang yang hak atau kebebasan sebagaimana diakui dalam Kovenan ini dilanggar, akan mendapat pemulihan yang efektif, meskipun pelanggaran itu dilakukan oleh orang yang bertindak dalam kapasitas resmi. b. Menjamin bahwa bagi setiap orang yang menuntut pemulihan demikian, haknya atas pemulihan tersebut akan ditetapkan oleh lembaga peradilan, administrasi, atau legislatif yang berwenang, atau lembaga lain yang berwenang, yang ditentukan oleh sistem hukum negara tersebut, dan untuk mengembangkan kemungkinan pemulihan yang bersifat hukum. c. Menjamin bahwa lembaga yang berwenang akan melaksanakan pemulihan tersebut apabila dikabulkan. Dari uraian ringkas di atas tampaklah bahwa, Kovenan ini tidak mengandung sesuatu yang bersifat subversif yang bakal menyulitkan negara-negara yang menjadi pihak pada Kovenan tersebut. Termasuk ketentuan mengenai hak menentukan nasib sendiri (right of self-determination) (Pasal 1), dan ketentuan mengenai kewajiban negara untuk mengizinkan kelompok minoritas (etnis, agama atau bahasa) untuk menikmati kebudayaan mereka, menyatakan atau mempraktekkan agama mereka atau menggunakan bahasan mereka sendiri dalam Komunitasnya (Pasal 27). Kovenan ini jelas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mensubversi integritas wilayah suatu negara. Karena itu, sulit bagi kita menerima alasan mengapa sampai hari ini kita belum menjadi Negara Pihak dari perjanjian multilateral yang sangat penting ini. MEKANISME PENGAWASAN Kovenan ini menciptakan badan pengawasannya sendiri (treaty-base organ), yaitu Komite Hak asasi Manusia. Komite inilah yang diserahi mandat untuk mengawasi jalanya pelaksanaan isi ICCPR pada semua Negara Pihak. Untuk Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 3
5 melengkapi pengawasan yang dilakukan oleh Komite ini, pada ICCPR ditambahkan satu protokol yang bersifat pilihan, yakni Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights (selanjutnya disebut Protokol Opsional). Artinya Negaranegara Pihak ICCPR boleh memilih terikat atau tidak kepada prosedur yang disusun di dalam Protokol Opsional tersebut. Anggota Komite Hak Asasi Manusia yang disebut di muka terdiri dari 18 orang, yang dipilh dari warga negara yang menjadi Pihak pada Kovenan ini. Kualifikasi warga negara yang dapat dipilih menjadi anggota Komite tersebut harus merupakan pribadipribadi bermoral tinggi dan dikenal memiliki keahlian dalam bidang hak asasi manusia. Pemilihan anggota Komite dilakukan setiap empat tahun sekali, yang dipilih dari caloncalon yang diusulkan oleh masing-masing Negara Pihak melalui suatu pemungutan suara secara tertutup. Meskipun anggota tersebut diajukan oleh negara, tetapi ia tidak mewakili negaranya ketika terpilih sebagai anggota Komite. Ia harus berfungsi dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Bukan bertindak dalam kapasitas wakil dari suatu negara. Sifat pribadi dari tugas-tugas yang dijalankan oleh anggota Komite, tampak diperkuat dengan janji yang harus diucapkannya ketika dilantik, yaitu akan menjalankan fungsi mereka secara adil dan sungguh-sungguh. Para perancang ICCPR tampaknya menyadari soal yang peka, yang berkaitan dengan keterwakilan budaya atau hukum di dalam Komite. Karena itu, untuk menjamin keterwakilan itu, disyaratkan agar dalam pemilihan anggota Komite, masalah distribusi geografis yang merata dan perwakilan bagi berbagai bentuk peradaban dan sistem hukum harus dipertimbangkan. Tetapi tidaklah, keragaman asal-usul anggota Komite itu, akan membawa Komite terjebak dala perdebatan ideologi dan politik yang pada giliranya akan mengganggu bekerjanya Komite? Prof. Nowak mengatakan tidak. Menurut pengamatannya, Komite ini bekerja atas dasar konsensus. Meskipun telah terjadi perselisihan yang tak terelakkan mengenai doktrin dan metodologi hukum, tetapi konfrontasi politik tak banyak terjadi. Sekali lagi terlihat, bahwa anggota Komite hanya memiliki komitmen pada Komite, bukan pada negara yang mencalonkannya. Komite menjalankan fungsi pengawasan berdasarkan mekanisme yang ditetapkan dalam ICCPR dan Protokol Opsional. Yang pertama adalah mekanisme yang bersifat wajib, yaitu pengawasan melalui suatu sistem laporan berkala. Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini diwajibkan menyampaikan laporan mengenai tindakantindakan yang telah mereka tempat dalam Kovenan, dan kemajuan yang telah dicapainya. Laporan berkala inilah yang dipelajari dengan seksama oleh Komite, dan kemudian menyampaikan komentarkomentarnya kepada Negara-Negara Pihak. Keuntungan utama mekanisme ini adalah dimungkinkannya Komite untuk mengadakan dialog yang konstruktif dengan Negara-Negara Pihak. Selain itu, mekanisme ini juga memungkinkan Komite menyelidiki kepatuhan Negara-Negara Pihak dengan memeriksa kelemahankelemahan, mengatasi keragu-raguan, dan menyoroti penggelapan fakta yang dijumpai dalam laporan. Mekanisme ini sekilas tampak sangat lunak tetapi sebetulnya sering juga membuat Negara-Negara Pihak marah dan gusar dengan komentar dan kritik Komite terhadap laporan mereka. Mekanisme pengawasan yang kedua adalah pengaduan antar-negara. Mekanisme ini bersifat opsional atau fakultatif, tidak diwajibkan sebagaimana pada prosedur yang pertama, mekanisme ini mensyaratkan persetujuan setiap Negara Pihak, dan hanya dapat dipergunakan terhadap negaranegara lain yang juga telah setuju untuk terikat pada mekanisme ini. Berdasarkan mekanisme ini, suatu negara yang Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 4
6 beranggapan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Kovenan ini oleh suatu negara lain, dapat meminta perhatian negara bersangkutan akan fakta tersebut. Negara yang dituding itu harus menanggapi tuduhan itu dalam jangka waktu tiga bulan. Apabila kedua negara tidak dapat menyelesaikannya perselisihan mereka dalam jangka waktu enam bulan, maka salah satu dapat mengajukan masalah ini kepada Komite. Komite kemudian menawarkan jasa baiknya dalam rangka mencapai penyelesaian secara bersahabat diantara negara-negara itu. Tetapi apabila penyelesaian yang ditawarkan Komite itu juga tidak mampu mengatasinya, maka Komite dapat mengangkat sebuah Komisi Perdamaian Ad Hoc untuk menyelesaikannya. Mekanisme pengaduan antar-negara ini merupakan mekanisme yang paling tidak memuaskan. Mekanisme ini sangat rawan dari penyalahgunaan untuk tujuan politis masing-masing negara. Penekanannya pada penyelesaian perselisihan secara bersahabat, juga menyebabkan mekanisme ini tidak banyak gunanya untuk kepentingan melindungi individu. Yang tampak ditonjolkan di sini adalah kepentingan negara-negara. Namun karena keputusankeputusan dari Komite maupun Komisi Perdamaian ad hoc dalam memutuskan perselisihan antar-negara tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat, maka tidaklah mengherankan apabila mekanisme ini tidak pernah digunakan. Mekanisme pengawasan yang ketiga adalah pengaduan individual (individual petition). Mekanisme ini juga bersifat opsional, artinya hanya dapat diterapkan di Negara- Negara Pihak yang telah meratifikasi Protokol Opsional Pertama ICCPR. Individu, melalui mekanisme ini, dapat berhubungan langsung dengan Komite. Tanpa melalui perantara negaranya lagi. Mekanisme ini dengan demikian telah menegaskan status individu dalam hukum internasional dewasa ini, yang tidak lagi sekedar sebagai incidental beneficiary. Melainkan telah diakui pula sebagai subjek hukum internasional. Melihat arti penting dari mekanisme pengaduan individual ini, dibawah ini dicoba diuraikan secara lebih memadai. MEKANISME PENGADUAN INDIVIDUAL Mekanisme ini diperuntukkan bagi individu yang menjadi korban pelanggaran hak dan kebebasan yang dilindungi ICCPR. Komite dapat menerima pengaduan ini, jika Negara-Negara Pihak ICCPR terlebih dahulu telah menerima kewenangan Komite. Prosedur kerja Komite dalam menerapkan mekanisme ini bersifat tertulis dan rahasia. Artinya Komite hanya mempertimbangkan suatu pengaduan, jika pengaduan itu disampaikan secara tertulis kepadanya. Komite akan memeriksa pengaduan ini secara rahasia, dan semua rapat Komite bersifat tertutup. Begitu selesai memeriksa bukti-bukti tertulis yang dihadapinya, Komite menyampaikan pandangannya berkenaan dengan pengaduan tersebut kepada negara dan individu yang bersangkutan. Selain diharuskan menyampaikannya ke ECOSOC dan Majelis Umum PBB. Berdasarkan pengalaman Komite dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Protokol Opsional, pengaduan yang diterima dan dipertimbangkan oleh Komite adalah pengaduan yang memenuhi beberapa syarat berikut ini : i. Pengaduan tertulis itu harus berasal dari individu yang menyatakan diri sebagai korban; ii. Pengaduan tertulis itu tidak sedang dipertimbangkan melalui prosedur penyidikan atau prosedur penyelesaian internasional lain apapun; Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 5
7 iii. Korban harus menunjukkan bahwa ia telah mengupayakan semua prosedur hukum yang tersedia di negaranya (exhaustion of domestic remedies); iv. Pengaduan tertulis itu harus didukung oleh fakta yang kuat. Syarat-syarat yang dikemukakan di atas tentu saja memerlukan penjelasan yang panjang lebar-lebar. Tetapi karena keterbatasan halaman yang tersedia, tulisan ini hanya membahas salah satu dari syaratsyarat tersebut. Tampaknya yang paling mendesak dibahas adalah syarat yang pertama; Apakah hanya individu yang menjadi korban saya yang boleh menyampaikan pengaduan tertulis kepada Komite? Bagaimana dengan kelompok yang menjadi korban, apakah dapat menggunakan prosedur ini? Apabila dilihat secara harfiah, ketentuan harus korban itu sendiri yang menyampaikan pengaduan, memang dapat mengarah kepada suatu pengingkaran terhadap hak untuk mengadu dalam situasi tertentu. Bahaya ini tampaknya disadari oleh Komite. Dalam pengalaman atau yurisprudensi Komite, kita lihat bahwa Komite dapat menerima pengaduan nama korban. Jadi tidak harus korban itu sendiri. Dalam kasus Massera v Uruguay, Komite menerima baik suatu pengaduan tertulis yang disampaikan oleh seorang perempuan yang menuduh bahwa suami, ibu, dan ayah tirinya telah ditahan dan disiksa dengan sewenang-wenang di Uruguay, dengan menyatakan : Penulis pengaduan ini dapat dibenarkan untuk bertindak atas nama para korban seperti yang dituduh dengan alasan adanya hubungan keluarga dekat. Pandangan Komite ini telah menjadi rujukan dalam kasus-kasus berikutnya, dan telah memastikan bahwa pihak ketiga yang mewakili korban itu tidak harus merupakan keluarga dekat di korban. Si penulis pengaduan cukup membuktikan adanya suatu kepentingan dalam tindakan hukumnya itu. Pengaduan tertulis atas nama kelompok tidak diterima oleh Komite. Berdasarkan Protokol Opsional, suatu tindakan kelompok atau dikenal sebagai actio popularis, tidak dapat diterima. Yurisprudensi Komite berkaitan dengan isu ini adalah kasus Mauritian Women. Dalam kasus ini, sejumlah perempuan mengadu mengenai efek diskriminatif dari sebuah undang-undang imigrasi tahun 1977 yang mempengaruhi hak tinggal para lelaki asing yang menjadi suami perempuanperempuan Mauritius, tetapi tidak mempengaruhi hak tinggal perempuan asing yang diperistri oleh lelaki Mauritius. Tidak semua perempuan-perempuan itu mau menunjukkan nama dan identitas mereka, karena itu pengaduan itu diajukan atas nama beberapa diantara mereka yang bersedia menunjukkan identitas mereka. Komite menolak pengaduan actio popularis ini. Begitu juga pengaduan tertulis oleh suatu kelompok mengenai pelanggaran hak menentukan nasib sendiri yang dilakukan oleh suatu negara, juga tidak dapat diterima oleh Komite. PENUTUP Tulisan ini, seperti sudah disampaikan di awal, hanya mengetengahkan pembahasan yang menyeluruh terhadap Kovenan Hak- Hak Sipil dan Politik. Mulai dari aspek substansinya, hingga ke aspek proseduralnya telah dibahas secara ringkas dalam tulisan ini. Yang terlihat dengan demikian barulah hutannya, bukan pohonpohon yang menciptakan hutan itu. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 6
MAKALAH. Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Kovenan
Lebih terperinciMAKALAH SEDIKIT TENTANG KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Grand Angkasa Medan, 2-5 Mei 2011 MAKALAH SEDIKIT TENTANG KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM
Lebih terperinciSedikit tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik 1
Sedikit tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik 1 Oleh: Ifdhal Kasim KOVENAN Internasional Hak-hak Sipil dan Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) merupakan produk
Lebih terperinciHAK SIPIL DAN POLITIK
HAK SIPIL DAN POLITIK Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-8 FH Unsri LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan atau
Lebih terperinciMAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Ifdhal Kasim Komisi Nasional
Lebih terperinciDisampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat
Kovenan Hak Sipil & Politik Ifdhal Kasim Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat Studi HAM UII,
Lebih terperinciIfdhal Kasim. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Hak Sipil il & Politik: Sebuah Sketsa Ifdhal Kasim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Disampaikan ik pada PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI, diselenggarakan oleh Puham UII, bekerjasama
Lebih terperinciPENGANTAR KONVENSI HAK ANAK
Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciMAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta Ifdhal Kasim
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciMemutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin
Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciPEDOMAN PENGADUAN (KELUHAN) INDIVIDU BERDASARKAN PERSETUJUAN INTERNASIONAL
Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PEDOMAN PENGADUAN (KELUHAN) INDIVIDU BERDASARKAN PERSETUJUAN INTERNASIONAL Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciUNOFFICIAL TRANSLATION
UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),
Lebih terperinciHAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1. Oleh Dian Kartikasari 2
HAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1 Oleh Dian Kartikasari 2 1. Hak Asasi Manusia Dalam Kamus Bersar Bahasa Indonesia (KBBI), hak adalah milik, kepunyaan, kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu
Lebih terperinciKomitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan
HAK SIPIL DAN POLITIK (Civil and Political Rights) Oleh: Suparman Marzuki Disampaikan pada PERJAMUAN ILMIAH Tentang Membangun Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan
Lebih terperinciMEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinciKOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH
KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciDEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA
DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap
Lebih terperinciHUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016
HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016 Keterangan tertulis Komnas HAM di hadapan MK, 2 Mei 2007 Kesimpulan: Konstitusi Indonesia atau UUD 1945, secara tegas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
Lebih terperinciPOKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL
Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciKonvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat dalam diri manusia sejak lahir. Salah satu tokoh yang hidup pada tahun
Lebih terperinciKebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciPokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan
1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Lebih terperinciCivil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016
Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016 Pokok Bahasan Memahami substansi hak-hak sipil dan politik Memahami teori dan aturan hukum hak- hak sipil dan politik
Lebih terperinciMAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan
Lebih terperinciPengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID
Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciPROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1
PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang
Lebih terperinciHarkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN
Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciHUKUM HAK ASASI MANUSIA: KUHAP DALAM KAJIAN HAM. Rocky Marbun, S.H.,M.H.
HUKUM HAK ASASI MANUSIA: KUHAP DALAM KAJIAN HAM Rocky Marbun, S.H.,M.H. i Judul: Hukum Hak Asasi Manusia: KUHAP dalam Kajian HAM Penulis: Rocky Marbun, S.H.,M.H. Editor: KMS. Herman, S.H.,M.H. Kover dan
Lebih terperinciMAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.
TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH HAM dan Kebebasan Beragama Oleh: M. syafi ie, S.H.,
Lebih terperinciPrinsip Dasar Peran Pengacara
Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh
BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses
Lebih terperinciBAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN
BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against
Lebih terperinciHAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA
HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-9 FH UNSRI LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciKomentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi
1 Komentar Umum 1 Kewajiban Pelaporan (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum yang Diadopsi oleh Badan-badan Perjanjian Hak Asasi Manusia U.N. Doc. HRI\GEN\1\Rev.1 at 2
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti
HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciHAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar (Civil and Political Rights: An Introduction) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Hak Asasi Manusia Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS
KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969
Lebih terperinciANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014
ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
Lebih terperinciKonvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara
Lebih terperinciKOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK
KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, Terbuka untuk penandatanganan Ratifikasi dan Aksesi MUKADIMAH Negara-negara
Lebih terperinciMateri Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.
Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi
Lebih terperinciKOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK
KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, Terbuka untuk penandatangan, ratifikasi dan aksesi MUKADIMAH Negara-negara
Lebih terperinci-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH
-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH I. UMUM Salah satu kewenangan Pemerintah Aceh yang diamanatkan dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Lebih terperinciKEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI
& Mencari Keseimbangan KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI Ádám Földes Transparency Interna4onal 11 September 2014 HUKUM INTERNATIONAL International Covenant on Civil and Political Rights Setiap orang
Lebih terperinciKOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1
KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Lebih terperinciHak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015
Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi
Lebih terperinciMakalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia
Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA Yogyakarta, 10 11 Maret 2009 Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Oleh: Miranda Risang Ayu, SH, LLM, PHD WORKSHOP SILABUS
Lebih terperinciBAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;
BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional
Lebih terperinciKebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet
Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Oleh Asep Mulyana Revolusi teknologi informasi yang ditandai oleh kehadiran Internet telah mengubah pola dan gaya hidup manusia yang hidup di abad modern,
Lebih terperinciPEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap
PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September
Lebih terperinciMAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Grand Angkasa Medan, 2-5 Mei 2011 MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHT (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK
Lebih terperinciDEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara
Lebih terperinciMengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia.
1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, Terbuka untuk penandatangan, Ratifikasi dan Aksesi MUKADIMAH Negara-negara
Lebih terperinciTujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:
Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciPERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia
PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 KEPEDULIAN INTERNASIONAL TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Kepedulian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap kemajuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING
BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING 300. STRUKTUR ORGANISASI Secara umum tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi adalah sebagaimana yang ditetapkan Anggaran Dasar Perseroan. Dewan Direksi mewakili Lembaga Kliring
Lebih terperinciKOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1
1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan
Lebih terperinciDEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi
Lebih terperinciHak atas Informasi dalam Bingkai HAM
Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan
Lebih terperinciBahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional
Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi
Lebih terperinciModul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.
Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia
Lebih terperinciKomite Hak Asasi Manusia. Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum
Komite Hak Asasi Manusia Komentar Umum 1 Kewajiban Pelaporan (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum yang Diadopsi oleh Badan-badan Perjanjian Hak Asasi Manusia U.N. Doc.
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciKewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim
Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional Ifdhal Kasim Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Instrumen yang Diratifikasi
Lebih terperinciMendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Mahkamah Pidana Internasional Coalition for the International Criminal Court Kerangka Acuan Seminar Nasional Memperingati Hari Keadilan Internasional Sedunia 17 Juli 2012
Lebih terperinciHAM dan Hukum Ekonomi Internasional
HAM dan Hukum Ekonomi Internasional Oleh : Kelompok 10 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran HAM dan Hk. Ekonomi Internasional Perhatian terhadap hubungan antara HAM dengan Hk. Ekonomi Int l muncul karena
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20
HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 Oleh Drs. Sidarto Danusubroto, SH (Ketua MPR RI) Pengantar Setiap tanggal 10 Desember kita memperingati Hari Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciKELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia
KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG Lembar Fakta No. 26 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia Tak seorang pun bisa ditangkap, ditahan, dan diasingkan secara sewenang-wenang. Deklarasi Universal
Lebih terperinci