KEBIJAKAN PEMBENTUKAN FORUM DAS DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
|
|
- Veronika Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBIJAKAN PEMBENTUKAN FORUM DAS DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Bejo Slamet Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Kondisi Pengelolaan DAS di Indonesia Fenomena kejadian banjir yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia baru-baru ini semakin memperkuat indikasi bahwa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia belum berjalan dengan optimal. Sampai dengan tahun 2007 terdapat 458 DAS kritis di Indonesia. Dari jumlah DAS kritis tersebut, sebanyak 60 DAS merupakan prioritas I, 222 DAS termasuk prioritas II dan sisanya 176 DAS tergolong prioritas III. Adapun jika dilihat dari luasan lahan yang kritisnya, luasan yang terkategori lahan sangat kritis mencapai hektar, dan seluas hektar lainnya merupakan lahan terkategori kritis (Hutabarat 2007). DAS-DAS kritis ini utamanya adalah DAS yang membentang lintas wilayah administratif baik meliputi beberapa kabupaten/kota dalam satu propinsi atau meliputi lebih dari satu propinsi. Dampak yang ditimbulkan dari DAS kritis pada lingkungan adalah beragam bencana dan kondisi kritis mulai dari erosi, banjir, tanah longsor, sampai hilangnya sumber-sumber mata air, kekeringan, dan perubahan fungsi lahan. Kegagalan Pengelolaan DAS di Indonesia Kegagalan pengelolaan DAS ini utamanya diakibatkan oleh tidak adnya koordinasi antar sektor dalam pemanfaatan sumberdaya. Harus diakui bahwa kegagalan dalam pengelolaan DAS ini disebabkan oleh tidak ada landasan kebijakan nasional yang memungkinkan terjadinya koordinasi antar sektor dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam. Yang ada adalah bersama-sama memanfaatkan sumberdaya alam berdasarkan acuan setiap Undang-undang secara parsial (hutan, tambang, pertanian, energi, dll). Karena semua sektor dan daerah memaksimumkan capaiannya masing-masing dan dibiarkan begitu dari waktu ke waktu, maka pengendalian dampak kumulatif tidak pernah ada dalam kebijakan nasional (Kartodiharjo 2010). Namun demikian kesadaran akan pengelolaan DAS yang multipihak sudah mulai tampak dan dirasakan oleh berbagai stakeholder. Bahkan dalam berbagai pertemuan dan seminar sering diungkap masalah pentingnya pengelolaan DAS terpadu yang lintas sektoral ini. Forum DAS, Peluang Keberhasilan Pengelolaan DAS Kesadaran perlunya pengelolaan DAS terpadu yang lintas sektoral ini barulah memenuhi syarat perlu (necessary condition) bagi pengelolaan DAS yang baik. Namun demikian perlu dikaji lagi apakah sudah terpenuhi syarat cukupnya (sufficient condition). Tindak lanjut dari kesadaran ini adalah dibentuknya Forum DAS di berbagai daerah. Pada awalnya inisiasi pembentukan Forum DAS adalah berasal dari Kementerian Kehutanan. Menteri Kehutanan melalui Surat No S.652/Menhut-V/2006 telah meminta kepada seluruh gubernur untuk mendorong pembentukan forum DAS di daerahnya dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pengelolaan DAS yang multipihak. Kemudian tahun tahun 2009 dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu serta Permenhut No.P.42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum, Standard dan Kriteria Pengelolaan DAS Terpadu. Peraturan inilah yang kemudian dijadikan sebagai landasan 1
2 kebijakan pembentukan Forum DAS yang lainnya. Saat ini sudah dibentuk 1 forum DAS tingkat nasional, 33 forum DAS tingkat provinsi, 12 forum DAS tingkat Kabupaten/Kota dan 3 forum DAS hasil inisiasi LSM yang belum disahkan SK Bupati/Walikota. Terbentuknya Forum DAS adalah langkah maju dalam kegiatan pengelolaan DAS untuk memenuhi syarat perlu pengelolaan DAS yang baik. Namun harus diingat bahwa pada dasarnya terbentuknya forum ini bukanlah tujuan itu sendiri, akan tetapi forum ini diharapkan menjadi wadah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengelolaan DAS yang terpadu. Setelah syarat perlu adanya suatu wadah yang bisa mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan sumber daya alam dalam kawasan DAS, langkah selanjutnya adalah mengkaji apakah forum DAS yang sudah terbentuk ini mampu memenuhi syarat cukup agar peranannya semakin sempurna dalam pengelolaan DAS. Kerangka Pendekatan Kajian mengenai peran dan fungsi forum DAS dalam pengelolaan DAS didahului dengan kajian kebijakan yang terkait dengan pembentukan Forum DAS untuk melihat bagaimana forum ini dibetuk dan berperan. Kebijakan yang dibahas adalah keputusan-keputusan, aturan-aturan dan program-program yang diberlakukan pemerintah terhadap para pelaku (forum DAS). Dunn (2003), proses pembuatan kebijakan bersifat politis. Runhaar et al (2005) mengajukan lima metoda di dalam proses analisa kebijakan, yaitu rekonstruksi teori kebijakan, analisa stakeholders atau pemangku kepentingan, analisa dampak kebijakan (impact assesment), analisa biaya-manfaat kebijakan (cost-benefit analyses) dan analisa diskursus (discourse analysis). IDS (2006) menyatakan bahwa kebijakan dapat dianalisa berdasarkan proses perumusannya dengan memperhatikan tiga tema pokok, yaitu: (a) diskursus/narasi (discourse/narrative) yang menjelaskan bagaimana kebijakan tersebut berproses serta berbagai informasi, pengetahuan atau argumen yang mendasarinya, (b) aktor dan jaringannya (actors/nettwork) yang menjelaskan siapa dan bagaimana pihak-pihak yang terlibat di dalam penyusunan kebijakan, serta (c) politik dan kepentingan (politic/interest) dari para aktor yang menggambarkan dinamika pengaruh atau kekuasaan yang dimiliki oleh para aktor tersebut. Berkaitan dengan analisa kebijakan yang dikemukakan oleh IDS (2006) tersebut, muncul pertanyaan terkait dengan pembentukan forum DAS sebagai berikut : (1) Siapa saja yang berperan dalam pembentukan forum DAS tersebut; (2) politik dan kepentingan siapa saja yang berperan sehingga forum DAS tersebut dapat terbentuk; dan (2) apakah Forum DAS ini dapat berperan sebagaimana yang diharapkan (legitimate) diantara para stakeholder yang terdapat dalam DAS. Analisis Perumusan Kebijakan Pembentukan Forum DAS di Provinsi Sumatera Utara Analisis Narasi dan Diskursus Kebijakan Pembentukan Forum DAS Narasi Kebijakan atau Policy Narative adalah cerita yang yang menjelaskan bagaimana suatu kejadian tertentu menjadi sebuah keyakinan, yang di dalamnya terdapat ideologi, pengetahuan dan pengertian yang sudah tertanam (Sutton 1999: Kartodiharjo 2006). Analisis narasi kebijakan merupakan tahap analisis teori dari proses perumusan kebijakan. Sedangkan diskursus merupakan cara pikir dan cara memberikan argumen yang dilakukan dari penamaan dan pengistilahan terhadap sesuatu yang dapat merupakan cerminan dari kepentingan tertentu (politik) (Kartodihardjo 2006) Keluarnya Pedoman Pernbentukan Forum DAS (Direktorat PDAS dan Rehabilitasi Lahan 2003) adalah tonggak awal pembentukan forum DAS. Forum DAS adalah wadah konsultasi dan komunikasi para pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS dalam 2
3 rangka rnernbantu Gubernur/Bupati/Walikota dalarn rnelaksanakan koordinasi tata pengaturan DAS di wilayahnya, dan bersifat independen. Setiap stakeholders mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Koordinator Forum dan Sekretariat Forum dipilih dari sesama anggota. Kemudian ditindaklanjuti dengan Surat No S.652/Menhut-V/2006 telah meminta kepada seluruh gubernur untuk mendorong pembentukan forum DAS di daerahnya dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pengelolaan DAS yang multipihak. Kemudian tahun tahun 2009 dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu serta Permenhut No.P.42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum, Standard dan Kriteria Pengelolaan DAS Terpadu. Kebijakan inilah yang kemudian menjadi landasan bagi daerah untuk membentuk forum DAS. Khusus di Provinsi Sumatera Utara kebijakan yang dimaksud adalah SK Gubernur Sumut No. 614/2470/K/TAHUN 2009 Tanggal 21 Juli 2009 tentang Forum Komunikasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Provinsi Sumatera Utara dan SK Gubernur Sumut No 614 /2665/KI TAHUN 2009 tentang Forum Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu, Sungai Deli dan Sungai Ular. Diskursus yang berkaitan dengan upaya pembentukan forum DAS di Propinsi Sumatera Utara memang sudah dimulai cukup lama sekitar tahun 2006 dengan inisiasi dari UPT Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular untuk membentuk sebuah forum DAS. UPT BPDAS mempunyai kepentingan dengan terbentuknya forum DAS ini karena dapat menjadi salah satu penilaian kinerja UPT tersebut. Inisiasi ini disambut oleh kalangan akademisi yang mempunyai tingkat pemahaman cukup baik terkait dengan pengelolaan DAS terpadu yang melibatkan multi pihak. Selain akademisi, yang juga menyambut baik adalah kalangan LSM dan masyarakat yang memiliki kesadaran baik terkait pengelolaan DAS lestari. Kelompok lain adalah dari kalangan birokrat di tingkat daerah (propinsi, kabupaten/kota, UPT Pusat di daerah). Kelompok ini lebih banyak mengedepankan tupoksi dari organisasinya. Satu kelompok lagi adalah kalangan pebisnis terutama perkebunan yang lebih mengedepankan masalah ekonomi. Pada tahap selanjutnya tidak semua grup (dari 5 grup/kelompok) tersebut terwakili dalam keanggotaan forum. Aktor dan jaringan yang berperan dalam pembentukan Forum DAS di Sumut Dengan terbentuknya forum DAS, maka UPT akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik. Proses pembentukan dan keanggotaan forum DAS inipun masih didominasi oleh kalangan akademisi dan diketuai oleh kalangan akademisi, dengan sedikit melibatkan unsur-unsur dari instansi pemerintah terkait. Pada umumnya, unsur keanggotaan yang terlibat dalam forum ditentukan oleh siapa yang hadir pada saat rapat pembentukan. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2007, saat pembentukan Forum DAS Wampu dan Forum DAS Sei Ular. Ketua dari kedua forum yang terakhir juga akademisi. Hal ini mengindikasikan bahwa secara keilmuwan, kalangan akademisi masih mendominasi informasi tentang pengelolaan DAS ini. Terlebih lagi pada saat pembentukan, peserta yang hadir dan kemudian menjadi anggota forum DAS umumnya memahami DAS berbeda dengan yang ditetapkan undang-undang. Politik dan kepentingan yang berperan dalam pembentukan Forum DAS di Sumut Selama kurun waktu antara tahun , keberadaan forum ini masih belum mendapatkan legalisasi dari pemerintah provinsi Sumatera Utara. Kemudian karena ketua dari masing-masing forum memiliki hubungan baik dengan ketua Bappeda Provinsi Sumut, maka proses penyusunan SK tentang forum DAS di lingkungan provinsi sumatera utara bisa berjalan dengan baik. Artinya, prosespembuatan kebijakan ini juga melibatkan aktor dan jaringan. Jaringan yang dimaksud dalam kasus ini adalah jaringan alumni Universitas Sumatera Utara yang sekaligus juga alumni HMI. Dengan kedekatan secara personal diantara aktor pembuat kebijakan, maka semakin mempermudah disahkannya forum DAS di lingkungan Provinsi Sumatera Utara dengan diterbitkannya kedua SK Gubernur tersebut. 3
4 Ketidakoptimalan peran Forum DAS di Sumut Hasil analisis terhadap forum yang sudah ada menunjukkan bahwa forum belum memiliki kapasistas yang baik terutama dilihat dari kualitas jaringan diantara stakeholder yang terlibat dalam penyusunan forum DAS (kalangan swasta, satuan kerja pemerintah daerah /SKPD dan lain-lainnya). Kondisi ini mengakibatkan keberadaan forum DAS yang telah legal karena di-skkan oleh gubernur belum legitimate dimata para stakeholder yang seharusnya terlibat dalam forum tersebut. Keenam Forum DAS yang sudah terbentuk di Propinsi Sumatera Utara, belum bisa memenuhi tuntutan untuk menjadi forum yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk komunikasi, konsultasi dan koordinasi dalam rangka memberikan rekomendasi atau masukan kepada pembuat keputusan tentang kebijakan, implementasi kegiatan dan pengendalian pengelolaan sumber daya alam secara terpadu di Daerah Aliran Sungai, dengan tugas, wewenang dan fungsi sebagaimana dalam SK. Lemahnya peran forum DAS ini karena lemahnya koordinasi diantara stakeholders yang berperan dalam pengelolaan DAS. Lemahnya koordinasi diakibatkan oleh tupoksi dan sumberdaya stakeholders yang tidak mendukung koordinasi, selain juga karena masalah koordinasi ini memang juga terjadi secara struktural. Ketidakoptimalan forum DAS juga bisa dilihat orientasi stakeholders yang masih tertuju pada ekonomi komoditi sumber daya alam (terutama dari kalangan perkebunan) dan bukan orientasi pengelolaan bentang alam (wilayah) sumber daya alam. Perkebunan masih belum bisa menginternalisasi eksternalitas mana kala aktifitas pengelolaan di lahannya mengakibatkan bencana di tempat lain. Kasus ini terjadi misalnya di DAS Padang yang sering banjir jika musim hujan bersamaan dengan kegiatan replanting dari perkebunan besar. Secara umum forum DAS di Sumatera Utara tidak berperan optimal karena masalah yang dihadapi adalah bersifat struktural dan bukan fungsional. Masing-masing stakeholders sudah memiliki program yang menginduk pada strata organisasi yang lebih tinggi terkait dengan pengelolaan DAS. Karena masing-masing sudah punya rencana sendiri-sendiri maka peran koordinasi yang seharusnya dilakukan forum DAS menjadi sesuatu yang sangat sulit terjadi. Kegagalan fungsi ini mengakibatkan masing-masing forum DAS di Sumut melakukan aktifitas yang berbeda-beda. Dua forum yang penulis amati (Forum DAS Deli dan Forum DAS Sei Ular) tidak berjalan. Bahkan setelah difasilitasi untuk melakukan kunjungan studi banding ke Forum Komunikasi DAS Cidanau pun belum bisa mengangkat kinerja kedua forum DAS ini. Hasil wawancara singkat penulis dengan salah seorang pengurus inti forum DAS Deli diketahui bahwa forum ini bukan prioritas karena tidak menghasilkan penghasilan tambahan (bersifat volunter) dan tidak ada honor yang diperoleh, sehingga keberadaannya dalam forum DAS tersebut tidak ada. Sedangkan forum DAS Wampu karena sulitnya melakukan koordinasi diantara stakeholder yang ada di DAS Wampu, lebih banyak melakukan aktifitas pemberdayaan masyarakat desa yang tinggal di wilayah bantaran sungai maupun masyarakat yang tinggal di hulu DAS. Kegiatannya seperti pembinaan penangkaran tanaman, pembibitan, penanaman pohon sosialisasi pertanian konservasi kepada petani dan lain-lain. Artinya meskipun tidak ada honor yang diperoleh dari forum namun motivasi para anggota forum mampu untuk berperan dalam pengelolaan DAS dengan mencari segmen kegiatan yang sesuai dengan kemampuan/kapabilitas pengurus forum. Dengan begitu, meskipun dikalangan instansi pemerintah daerah dan UPT Pusat forum ini tidak legitimate, namun di masyarakat forum ini berperan dengan cukup baik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi pada 3 forum DAS yang dijadikan bahan kajian ini dapat diambil pelajaran setidaknya terhadap dua hal. Pertama, bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam Surat Keputusan Gubernur Sumut tersebut hanyalah berupa panduan yang dapat melahirkan implementasi yang berbeda diantara Forum yang berbeda. Para pengurus forum masih mendapat keleluasan untuk berinovasi di dalam koridor tersebut. Inovasi hanya dapat dilakukan apabila terdapat informasi, pengetahuan, maupun kreativitas berdasarkan analogi- 4
5 analogi dan pengalaman-pengalaman di lapangan (Kartodihardjo, 2006). Dari salah satu forum yang berhasil memberdayakan masyarakat tersebut terlihat bahwa pengalaman lapangan berhubungan dengan masyarakat menjadi poin penting aktifitas yang bersifat volunterisme tersebut. Dengan hubungan baik tersebut ternyata mampu mengurangi biaya-biaya transaksi yang timbul dari kegiatan yang dilakuakn oleh forum. Kedua, terbitnya Surat Keputusan Gubernur tersebut telah melalui proses yang cukup panjang meskipun belum memenuhi seluruh harapan tujuan awalnya, misalnya upaya untuk memastikan forum terlibat dalam semua pembahasan perencanaan yang terkait dengan pemanfaatan ruang di wilayah DAS yang bersangkutan. Upaya ini masih mendapatkan hambatan terutama karena adanya peraturan perundangan lain yang mengatur tata pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sehingga keberadaan forum ini lebih pada fungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada stakeholder terkait pemanfaat ruang dan sumber daya di dalam kawasan DAS. Namun tidak mengikat kepada stakeholder yang dimaksud. Masalah yang dihadapi selama ini ternyata bukan tidak ada pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk melakukan pembaruan kebijakan dan praktek-praktek kerja di lapangan, melainkan lemahnya prakondisi, cara, maupun pembaruan kerangka pemikiran yang mempengaruhi adaposi pengetahuan dan informasi sebagai dasar pembaruan kebijakan dan praktek di lapangannya (Lackey, 2007). Dalam kasus pembentukan Forum DAS di Provinsi Sumut ini, keberadaan pengetahuan dan informasi yang dipergunakan sebagai landasan pembentukan forum DAS belum dibarengi dengan prakondisi dan cara serta pembaruan kerangka pemikiran dari semua stakeholder yang terlibat sehingga kinerja dari forum DAS ini belum optimal. Masalah utama yaitu gagalnya koordinasi karena problem struktural bukan problem fungsional. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan Pedoman Pembetukan Forum DAS. Jakarta Dunn W Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Wibawa S, dkk (penerjemah). Terjemahan dari :Public Polycy Analysis. An Introduction. Yogyakarta. Gadjahmada University Press. IDS (Institute of Development Studies) Understanding policy processes: A review of IDS research on the environment. Institute of Development Studies University of Sussex. UK. Kartodihardjo, H Masalah Kapasitas Kelembagaan Dan Arah Kebijakan Kehutanan: Studi Tiga Kasus (Problem Of Institutional Capacity And Direction Of Forestry Policy: Three Cases Study). Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XII No. 3 : (2006) Artikel (Article) Trop. For. Manage. J. XII (3) : (2006) Kartodihardjo, H Pengelolaan Hutan Bagi Penurunan Emisi Karbon dan Menjaga kelestarian Lingkungan Hidup : Masalah the trapped administrators. Tanggapan terhadap materi ceramah Menteri Kehutanan sebagai bahan diskusi di Lembaga Ketahanan Nasional, 3 Juni Lackey, R. T Science, scientist, and policy advocacy. Conservation Biology. Vol. 21(1): Runhaar, H., Dieperink, C., and Driessen, P Policy Analysis for Sustainable Development: Complexities and methodological responses. Paper for the Workshop on Complexity and Policy Analysis. Cork, Ireland June
Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat
Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA UTARA
GUBERNUR SUMATERA UTARA KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 614 / 2470 /K/ TAHUN 2009 TENTANG FORUM KOMUNIKASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI SUMATERA UTARA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang
Lebih terperinciPUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 94 /Dik-1/2010 T e n t a n g
Lebih terperinciMenyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang
Konferensi Pers dan Rumusan Hasil Workshop 21 Juli 2009 Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang Jakarta. Pada tanggal 21 Juli 2009, Departemen Kehutanan didukung oleh USAID
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1345, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Sungai. Pengelolaan. Daerah. Koordinasi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.61/Menhut-II/2013 TENTANG FORUM KOORDINASI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciPemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 90 96 ISSN: 2085 1227 Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu Program Studi Geografi
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU. I. PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P. 39/Menhut-II/2009 TANGGAL : 12 Juni 2009 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pedoman. DAS. Terpadu. Pengelolaan. Pencabutan.
No.142, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pedoman. DAS. Terpadu. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 39/Menhut-II/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 39/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinci2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciTATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciPERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA DESEMBER 2009
PERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA 10 11 DESEMBER 2009 A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia pada umumnya telah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA UTARA
. ' GUBERNUR SUMATERA UTARA KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 614 /2665/KI TAHUN 2009 TENTANG FORUM PENGELOLAAN DAERAH ALlRAN SUNGAI WAMPU, SUNGAI DELl DAN SUNGAI ULAR GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan
Lebih terperinciPembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro
Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor
Lebih terperinci[LAPORAN SIDANG PLENO KESATU TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Laporan Sidang Pleno Kesatu Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai Belawan Ular - Padang ini disusun sebagai bentuk realisasi fasilitasi kegiatan Sidang Kesatu
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi
Lebih terperinciFOREST LANDSCAPE RESTORATION
FOREST LANDSCAPE RESTORATION Indonesia Disampaikan dalam Workshop di Wanagama, 7-8 Desember 2009 Forest Landscape Restoration? Istilah pertama kali dicetuskan pada tahun 2001 oleh para ahli forest landscape
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAS TERPADU
PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan mendorong munculnya lahan kritis yang semakin luas setiap tahun di seluruh Indonesia. Kekritisan lahan ditunjukan oleh meningkatnya bencana alam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1. Pembentukan Wilayah KPH Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG
PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI SOLO GUBERNUR JAWA TIMUR DAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat
Lebih terperinciBAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 /KPTS-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 2004 BAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.EKON/05/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu
Lebih terperinciTATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA FORUM DAS PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERIODE (SAMPAI DENGAN APRIL 2017)
LAPORAN KINERJA FORUM DAS PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERIODE 2016 2021 (SAMPAI DENGAN APRIL 2017) PANGKALPINANG, APRIL 2017 Laporan Kinerja Forum DAS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Periode
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru
Lebih terperinciMATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012
MATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012 Topik Bahasan : Peran Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara Dan Penyuluh
Lebih terperinciDINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA
DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN KEPALA DINAS PSDA PADA MUSRENBANG PROVINSI SUMATERA UTARA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 MEDAN,
Lebih terperinciPOTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK
1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pola Umum. Standar. Pengelolaan DAS.
No.173, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pola Umum. Standar. Pengelolaan DAS. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :.P.42/Menhut-II/2009 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA
Lebih terperinciKonsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *
Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas lokal) yang berperan sebagai informal business unit, sektor swasta sebagai formal business unit,
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,
1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KEBIJAKSANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN NASIONAL
Menimbang : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KEBIJAKSANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa pembangunan
Lebih terperinci2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
No. 364, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Pemberdayaan Masyarakat. Pengelolaan. DAS. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciTATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2.
DAFTAR ISI Halaman: Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV...... TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. Umum 2. Lampiran 1a: Wilayah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41
Lebih terperinciBAB II. PERENCANAAN KINERJA
BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada
Lebih terperinciARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN
ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Lebih terperinciIX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH
IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumber daya yang menyangkut dan melibatkan banyak pihak dari hulu sampai hilir dengan kepentingan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciSKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT
SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
Lebih terperinciPERAN PERENCANAAN TATA RUANG
PERAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDRA BUDIMAN SYAMWIL 1 Spatial Planning Specialist November, 2003 Tata Ruang di Indonesia merupakan produk Sistem Tata Ruang Nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek
Lebih terperinciMemperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.
BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi
BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air
Lebih terperinciDemikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasama diucapkan terima kasih.
Pangkalpinang, 27 Maret 2017 Lamp : 1 (satu) berkas Perihal : Laporan Perjalanan Dinas Kepada Yth : Kepala BPDASHL Baturusa Cerucuk Di Pangkalpinang Sehubungan dengan Surat Perintah Tugas dari Kepala Balai
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciRekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+
Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+ Dr. Henry Barus Konsultan UN-REDD untuk Optimalisasi Multiple Benefit REDD+ Disusun Berdasarkan Pengalaman dan Evaluasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng
Lebih terperinciPERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA
PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum
Lebih terperinciPEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN
PEDOMAN TATA KERJA BKPRD PROVINSI SUMATERA SELATAN LATAR BELAKANG BKPRD merupakan lembaga ad-hoc lintas sektor yang dibentuk sebagai respon atas kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS
TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah
Lebih terperinciLANSKAP HUTAN BERBASIS DAS
Seminar Regional Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan dalam Perspektif Tata Ruang LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Niken Sakuntaladewi (n.sakuntaladewi@yahoo.com) Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kupang,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Lebih terperinciPUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R
KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 263/Dik-1/2010 T e n t a n g
Lebih terperinciWALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG
WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Sungai Citarum
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR DAN TATA PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kerusakan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Barat 1 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PENE LITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014-2018 Badan Penelitian
Lebih terperinciTATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciDRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG
DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan
Lebih terperinci