II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian, Tugas, Fungsi, dan Wewengan Kepolisian. Indonesia dalam ketentuan Pasal 1 memberikan pengertian:
|
|
- Hengki Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Tugas, Fungsi, dan Wewengan Kepolisian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam ketentuan Pasal 1 memberikan pengertian: 1. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Anggota Polisi negara Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang dab memiliki wewenang umum kepolisian. Kamus besar Bahasa Indonesia, polisi adalah: 1. Badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. 2. Anggota badan pemerintah yakni pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan.
2 17 Istilah Kepolisian terkait langsung dengan fungsi Kepolisian. Dalam Pasal 2 UU Kepolisian dinyatakan bahwa: Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) diatur hal-hal yang berkaitan dengan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut: Kepolisian Negara Republik indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Pasal-pasal tersebut jelas kiranya bahwa tugas polisi itu pada pokoknya meliputi persoalan penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban masyarakat yakni: Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu syarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan profesi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok kepolisian dapay dilihat dalam Pasal 13, adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. b. Menegakkan hukum.
3 18 c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi kepolisian umum berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang berdasarkan undang-undang dan atau peraturan perundang-undangan yang meliputi semua lingkungan kuasa hukum, yaitu: 1. Lingkungan kuasa soal-soal (Zaken gebeid) yang termasuk kompetensi hukum publik. 2. Lingkungan kuasa orang (Personen gebeid). 3. Lingkungan kuasa tempat (Ruimte gebeid) 4. Lingkungan kuasa waktu (Tijds gebeid). Pengemban fungsi kepolisian umum, sesuai dengan undang-undang adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga tugas dan wewenangnya dengan sendirinya akan mencakup keempat lingkungan kuasa tersebut diatas. Fungsi kepolisian khusus berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang atas kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk suatu lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian yang khusus dibidangnya dan masing-masing dinamakan alat-alat kepolisian khusus. Mengenai pelaksanaan tugas kepolisian dibagi kedalam tiga aspek, yaitu: 1. Tugas penegakan hukum 2. Tugas pengaturan dan pengawasan 3. Tugas pembinaan
4 19 Sehubungan dengan metode pelaksanaan tugas polisi seperti uraian di atas, maka tugas polisi dapat dilaksanakan sesudah terjadinya pelanggaran. Yang pertama dikenal dengan tindakan reprensif dan yang kedua dikenal dengan tindakan preventif. Tindakan reprensif polisi ialah mencari keterangan, melacak, menyidik dan menyelidik tindak pidana yang terjadi. Tindakan ini meliputi dua hal, yaitu: 1. Justitieel, yaitu mencari dan menyelidik suatu tindak pidana, menangkap pelakunya guna diajukan ke pengadilan. 2. Bestuurlijk, yaitu mencari dan menyelidiki hal-hal yang langsung dapat menimbulkan tindak pidana. Adapun tindakan preventif adalah mencegah terjadinya hal-hal yang akan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Tindakan ini meliputi dua hal, yaitu: 1. Justitieel, yaitu mencegah secara langsung terjadinya perbuatan-perbuatan yang menimbulkan tindak pidana. 2. Bestuurlijk atau disebut juga tindakan preventif tidak langsung, yaitu mencegah secara tidak langsung hal-hal yang dapat menimbulkan tindak pidana. 23 B. Pengertian Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah atau pandangan menilai yang menatap dan sikap tidak 23 Momo Kelana.Hukum Kepolisian.Jakarta.Gramedia.1994 hlm. 56
5 20 sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (social enginering) memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 24 Upaya penegakan hukum adalah upaya hukum untuk menterjemahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan yakni dengan melarang suatu yang bertentangan dengan hukum (on recht) dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut. Penegakan hukum pidana merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara kaidah serta nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku yang dianggap pantas, perilaku tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Masalah penegakan hukum pidana sebenarnya terletak pada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu: Faktor hukum itu sendiriatau peraturan itu sendiri 2. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang melaksanakan peraturan hukum tersebut. 3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. 5. Faktor kebudayaan yaitu sebagai hasil karya cipta rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. 24 Soerjono Soekanto.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum..Jakarta.Raja Gravindo Persada hlm 5 25 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta.UI Press hlm 126
6 21 Kelima faktor tersebut saling berkaitan, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum. Hal ini disebabkan karena undang-undang yang disusun oleh penegak hukum dianggapsebagai panutan hukum oleh masyarakat. Kehidupan bermasyarakat sering kali terjadi tindak pidana. Dalam hal tersebut terjadi karena adanya pihak yang meliputi pelaku dan korban tindak pidana, namun tanpa adanya kedua pihak tersebut maka tindak pidana tersebut tidak ada. Dalam hal ini korban tindak pidana adalah sebagai pihak yang dirugikan karena hukum pidana kedudukannya begitu diperhatikan. Penegakan hukum pidana merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan yang merupakan tujuan akhir yaitu perlindungan masyarakat guna mencapai kesejahteraan masyarakat, dengan demikian penegakan hukum pidana merupakan bagian integrasi dari kejahatan untuk mencapai kesejahteraan, maka wajar jika dikatakan bahwa usaha penanggulangan kejahatan merupakan penegakan hukum pidana yang menjadi bagian penting dari pembangunan nasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan dan merupakan suatu keterpaduan yang harus dicapai secara selaras dan seimbang dalam proses penegakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan. Penegakan hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu berfungsi, beroperasi atau bekerjanya dan terwujud secara konkrit.menurut Sudarto kebijakan hukum pidana dibagi menjadi dua jenis kebijakan, yaitu:
7 22 1. Kebijakan secara penal (hukum pidana) Kebijakan hukum pidana melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan tersebut terjadi. Menurut Sudarto yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak pidana, termasuk upaya represif yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dilakukannya pidana. 26 Penegakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahapan, yaitu: a. Tahap Formulasi Yaitu tahapan penegakan hukum in abstracta oleh pembuatan undang-undang, tahap ini pula disebut sebagai tahap kebijakan legislatif. b. Tahap Aplikasi Yaitu penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai dengan pengadilan, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan. c. Tahap Eksekusi Yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksanaan hukum pidana, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan eksekutif atau administratif Sudarto.Kapita Selekta Hukum Pidana.Alumni.Bandung.1986.hlm Nawawi Barda dan Muladi. Kebijakan Hukum Pidana.Citra Aditya. Bandung.1996.hlm. 157
8 23 2. Kebijakan non penal (diluar jalur hukum) Kebijakan hukum pidana melalui jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) yang dilakukan sebelum kejahatan tersebut terjadi. Sarana non penal biasa disebut sebagai upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Non penal merupakan upaya pencegahan, penangkalan, dan pengendalian sebelum kejahatan terjadi maka sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kejahatan. Usaha-usaha non penal penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral dan agama. Meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Usaha-usaha non penal memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian, dilihat dari politik kriminil keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci diintesifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam mengarap posisi strategis ini justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non penal itu kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur. Tujuan
9 24 utama dari sarana non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Penggunaan sarana non penal adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan yaitu meliputi bidang yang sangat luas sekal di seluruh sektor kebijakan sosial. 28 C. Pengertian Pelaku Mengenai pelaku, dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah digambarkan mengenai siapa yang dianggap sebagai pelaku suatu tindak pidana. Adapun Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu: 1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana, a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 2. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Arti melakukan yaitu pada larangan untuk suatu keadaan tertentu, maka pelaku adalah orang yang dapat mengakhiri keadaan itu sedangkan dalam arti turut melakukan yaitu pelaku adalah orang yang melakukan seluruh isi delik. Apabila dua orang bersama-sama melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan tiap-tiap pelaku sendiri-sendiri tidak menghasilkan kejahatan itu, dapat terjadi turut melakukan. 28 Arief Barda nawawi.bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung.PT.Citra Aditya Bakti hlm 42
10 25 Pengertian menyuruh melakukan adalah menyuruh lakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum oleh orang lain, yang karena paksaan, kekeliruan atau tidak mengetahui, berbuat tanpa kesalahan, kesengajaan atau dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap penganjuran, terdapat ciri dari pada penganjur itu sendiri yaitu bahwa ia sendiri yang menentukan kehendak yang jahat, sehingga timbulah perbuatan yang dapat dihukum. Berdasarkan Pasal 55 KUHP di atas, pelaku juga dapat dilihat dari rumusan delik yang dilakukan, yaitu: a. Delik dengan rumusan formil, pelaku adalah barang siapa yang memenuhi perumusan delik. b. Delik dengan rumusan materiil, pelaku adalah barang siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang. c. Delik yang memenuhi unsur kedudukan atau kualitas, pelaku adalah mereka yang memilki unsur atau keadaan yang ditentukan. Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan, 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Pasal 56 KUHP mensyaratkan bahwa harus ada kesengajaan untuk membantu delik yang dituduhkan. Pemberi bantuan terjadi bersamaan dengan kejahatannya sedangkan pemberi kesempatan dan saran terjadi sebelumnya. Pembantuan
11 26 dilakukan di tempat dimana kesempatan itu diberikan, tidak dimana perbuatan yang dapat dihukum dilakukan. D. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Menurut Global Alliance Against Trafficking Women (GAATW) tahun 1997, dalam definisinya menekankan bahwa adanya tiga elemen penting dalam konsep Trafficking, yaitu rekrutmen, transportasi, dan lintas batas negara. Kemudian oleh Convention on the Elimination of All For of Discrimination Againts Women (CEDAW) tahun 1979, ditambahkan satu elemen lagi yakni elemen persetujuan atau consent. Dalam hal ini, persetujuan korban merupakan elemen kunci dalam konsep perdagangan orang (trafficking). Sepanjang tujuannya tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi pekerja migran atau masih dalam batas-batas consent yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai perdagangan orang (trafficking). 29 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan tindak pidana perdagangan orang (trafficking) adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisirentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. 29 Rauf,Abdul Rasal.Situasi Perdagangan Orang dan Jeratan Hutang Kawasan Timur indonesia.makassar.icmc Indonesia & Pusat Studi dan Pengkajian Hak Asasi Manusia UNHAS hlm.101
12 27 Pengertian perdagangan orang (trafficking) yang diatur dalam Pasal 1 Angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menentukan sebagai berikut: Tindakan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Pengertian perdagangan orang (trafficking) menurut Abdussalam adalah segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu/lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar Negara, pemindatangan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan ancaman menggunakan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat memanfaatkan posisi kerentaan (misalnya jika seseorang tidak punya pilihan, terisolasi, ketergantungan obat dan jeratan hutang, dll). Memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (pedophilia). 30 Beberapa unsur dari tindakan perdagangan orang yaitu semua unsur/tindakan perdagangan orang, yaitu: Semua usaha/tindakan, 2. Berkaitan dengan pemindahan orang, 3. Didalam atau melintasi perbatasan wilayah Negara, 4. Adanya tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan, 5. Adanya penipuan, 6. Lilitan hutang, 7. Kekerasan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi dominan, 30 Abdussalam.Hukum perlindungan anak. Jakarta.Restu Agung.2007 lm Rahmat Syafaat.Dagang Manusia. Yogyakarta.Lappera.2003 Hlm. 13
13 28 8. Pekerjaan yang tidak dikehendaki, 9. Kerja paksa atau kondisi seperti perbudakan, 10. Pemerasan terhadap pelacuran dari orang lain, 11. Pemerasan seksual, 12. Penghilangan organ tubuh. 1. Peraturan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Sebelum tahun 2007, undang-undang yang paling relevan dalam kejahatan perdagangan tersebut adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 297 dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 83. Beberapa aspek penting yang tidak memadai dalam perundang-undangan tersebut meliputi definisi, sistem pembuktian kejahatan dan pelindungan korban. Undang-undang tersebut tidak memberikan definisi yang jelas mengenai perdagangan manusia sehingga telah membawa masalah serius dalam penerapan kedua undang-undang tersebut dalam kasus yang seharusnya dikategorikan sebagai perdagangan manusia (trafficking).di lapangan banyak juga ditemukan bentuk-bentuk kejahatan lebih spesifik yang tidak mampu dijerat oleh pasal-pasal dalam Undang-Undang tersebut, misalnya modus jeratan hutang. Pemidanaan praktik serupa perdagangan manusia dalam Undang-Undang yang ada lebih fokus kepada kejahatan perorangan, padahal nyata sekali perdagangan haram ini merupakan kejahatan terorganisir. Undang-Undang yang ada juga tidak menyediakan bantuan yang memadai bagi korban. Seharusnya ada bantuan untuk korban yang wajib diberikan menurut Undang-Undang misalnya penanganan luka jasmani dan trauma, klaim atas hak sebagai pekerja dan kemudahan berurusan dengan proses hukum sebagai korban tindak pidana.
14 29 Baru pada awal tahun 2007 ini mempunyai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidan Perdagangan Orang Nomor 21 tahun Undang-Undang ini sepertinya sudah menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya yang berkaitan dengan perdagangan perempuan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 297 dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 83. Sanksi hukumannya pun lebih berat, yakni hukuman penjara antara 3 sampai 15 tahun atau denda Rp 120 juta hingga Rp 600 juta bagi oknum yang tertangkap akibat melakukan kegiatan perdagngan perempuan. Efektifitas dari peraturan perundang-undangan tersebut sangat bergantung pada pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum, polisi dan instansi terkait. Kekurangan kesadaran atas kerjasama aparat penegak hukum serta kolusi antara penegak hukum dengan sindikat kriminal sering dinyatakan sebagai faktor-faktor yang menghalangi efektifitas upaya penegakan hukum. Setelah melalui proses panjang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) akhirnya disahkan baru-baru ini. Tetapi, sampai saat ini belum ada kasus perdagangan orang (trafficking) yang dikenai sanksi menggunakan Undang-Undang ini masih menggunakan Pasal 297 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 2. Bentuk-bentuk Perdagangan Orang (Trafficking) a. Kerja paksa Seks dan Eksploitasi seks baik di luar negeri maupun di dalam wilayah Indonesia Perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian
15 30 dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, beberapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak pekerjaan. b. Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya terutama di luar negeri Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. c. Pengantin Pesanan terutama di luar negeri Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. d. Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja anak terutama di Indonesia Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. e. Penjualan bayi di luar negeri ataupun di Indonesia Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk
16 31 diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, inu rumah tangga Indonesia ditipu oleh Pembantu Rumah Tangga (PRT) kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap. 3. Faktor-faktor Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Faktor-faktor yang menjadi terjadinya tindak pidana perdagangan orang (trafficking) tersebut, yaitu: 1. Kemiskinan Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencanakan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman. 2. Perkawinan Dini Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap perdagangan orang (trafficking) disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka. 3. Kurangnya Pencatatan Kelahiran Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi korban perdagangan orang (trafficking) karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak
17 32 terdokumentasi. Anak-anak yang diperdagangkan, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya. 4. Kurangnya Pendidikan Orang dengan pendidikan yang terbatas keahlian/skill dan kesempatan kerja mereka lebih mudah diperdagamgkan karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang membutuhkan keahlian. 5. Korupsi dan Lemahnya Penegakan Hukum Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku perdagangan orang (trafficking) untuk tidak memperdulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah juga dapat disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda penduduk (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap perdagangan orang (trafficking) karena imigrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha perdagangan orang (trafficking) menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku perdagangan orang (trafficking).
TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional
Lebih terperinciPerdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia
0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri
1 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang atau yang biasa dikenal sebagai trafficking adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang atau yang biasa dikenal sebagai trafficking adalah permasalahan internasional yang telah menimbulkan korban sekitar 600.000-800.000 orang tiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinci4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di
I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia adalah kesatuan penegak hukum yang memelihara serta meningkatkan tertib hukum dan bersama-sama dengan segenap kekuatan pertahanan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan tingkat kelahiran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian serta penyebaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat teruma negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu dampaknya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak
7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trafficking merupakan sebuah istilah yang belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun demikian, istilah ini telah melekat dan menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Publik Jakarta tersentak tatkala geng motor mengamuk. Mereka menebar teror pada dini hari tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)
Lebih terperincihukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan). Menurut ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciKebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar
Lebih terperinci-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kebijakan Kriminal terhadap Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin berkembangnya peradaban masyarakat.
Lebih terperinciDAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM
No. 7, 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciV. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan
52 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi
Lebih terperinciUPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA
UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA DR. AGUSMIDAH, SH., M.HUM PASCA SARJANA -ILMU HUKUM USU MEDAN Pendahuluan Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan
Lebih terperinciKejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban
A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu didalam masyarakat, kedudukan mana dapat
Lebih terperincisuami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna.
menjatuhkan nilai atau martabatnya seorang wanita. Wanita seharusnya menjadi pendamping suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna. Bila mereka terjerumus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kepada setiap manusia akal budi dan nurani, dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat digunakan untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan orang dianggap sama dengan perbudakan, yang diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang berada dibawah kepemilikan orang lain. Perbudakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa perdagangan orang
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG
BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya
Lebih terperinci