BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan sejarah Indonesia, khususnya pada era Orde baru terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan dimana titik berat kekuasaan berada pada tangan penguasa birokrasi pemerintah yang mengakibatkan rakyat sebagai unsur utama demokrasi tidak mempunyai peran yang dapat mengontrol birokrasi pemerintah secara maksimal. Kekuasaan ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi pemerintahan dengan konsep monoloyalitas. Semua pejabat termasuk pegawai dari berbagai lini mempunyai jabatan dan kewajiban rangkap memihak kepentingan golongan yang berkuasa. Keadaan seperti ini yang membuat sistem sentralisasi pemerintahan menjadi kuat. Konsep monoloyalitas ini berdampak terhadap penataan kepegawaian atau sumber daya aparatur pemerintah. Penataan kepegawaian menjadi semakin jauh kompetensinya dari yang seharusnya dipunyai oleh aparatur pemerintah yang menjalankan tugas untuk melayani rakyat. 1 1 Sri Martini, SH.MH, Hj. Setiajeng Kadarsih, SH.MH dan Tedi Sudrajat, SH, 2008, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.1.

2 Hal ini tidak sejalan dengan kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan fungsi pemerintahan dengan baik melalui penyelenggaraan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan hasil tuntutan reformasi terhadap Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa, membawa konsekuensi perubahan di bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat, termasuk di dalamnya masalah kepegawaian. 3 Reformasi di bidang kepegawaian ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kepegawaian yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun Kemudian diikuti dengan berbagai peraturan pelaksanaan, baik yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden (Keppres), untuk menjamin terlaksananya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ini secara baik dan terarah. 4 2 S. Nurbaya, 2002, Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia, Makalah Dalam Rangka Workshop Kepegawaian DDN, Jakarta. 3 Made Suwandi, 2001, Agenda Kebijakan Reformasi Pemerintahan Daerah, Badan Litbang Depdagri, Jakarta, h.9. 4 Komang Rai Sudjaka, 2004, Wewenang Kepala Daerah dalam Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil untuk Jabatan Struktural, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.2. 2

3 Salah satu Peraturan Pemerintah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kepegawaian adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam perkembangannya walaupun Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kepegawaian telah dinyatakan tidak berlaku melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 masih tetap berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 139 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa: Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundangundangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepagawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil mutlak diperlukan untuk dapat dijadikan pedoman dalam 3

4 menegakkan disiplin, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong Pegawai Negeri Sipil untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ini antara lain memuat kewajiban, larangan dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum. Penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang didasarkan pada wewenang yang jelas, mekanisme yang benar dan atas pertimbangan obyektif terhadap pelanggaran yang dilakukan, disamping juga dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil tersebut melakukan pelanggaran disiplin. Hukuman disiplin tidaklah mudah diterima begitu saja oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pembinaan karier, hukuman akan terkait dengan kesempatan promosi jabatan, nilai ekonomis, serta berdampak psikologis bagi individu Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itulah, sangat penting artinya bagi setiap pejabat yang berwenang menghukum untuk memperhatikan dan melaksanakan mekanisme atau tata cara penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan benar dan 4

5 harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Dengan demikian jangan sampai menimbulkan adanya perlakuan tidak sama terhadap Pegawai Negeri Sipil dalam pembinaan disiplin. Di lain pihak dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di mana sesuai Pasal 139 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil masih tetap berlaku, akan tetapi tidak sepenuhnya dapat diterapkan kepada Pegawai Negeri Sipil, karena di samping Pegawai Negeri Sipil; Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah termasuk juga PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dijelaskan mengenai hak Pegawai Negeri Sipil, hak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan kewajiban Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah, akan tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tidak ada diatur mengenai hak dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja mengingat belum adanya Peraturan Pemerintah baru untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelitian dan penulisan skripsi ini mengambil judul PROSES DAN TAHAPAN PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN

6 1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses, tahapan, dan upaya hukum penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apakah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara? 2. Apakah faktor yang menghambat penegakan hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk memperoleh pembahasan yang tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan, maka perlu diberikan ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Terhadap permasalahan pertama, akan dibahas mengenai proses, tahapan, dan upaya hukum penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Permasalahan kedua, akan dibahas mengenai kendala atau hambatan dalam penegakan hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 6

7 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang ada agar sejalan dengan paradigma science as a process (ilmu dalam proses). Melalui penulisan ini, turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada bidang hukum pemerintahan, khususnya hukum kepegawaian Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: a. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana tata cara (proses, tahapan, dan upaya hukum) penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. b. Untuk menganalisa apakah ada kendala atau hambatan dalam penegakan hukum pelaksanaan penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 7

8 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan ini adalah: a. Manfaat Teoritis 1. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum kepegawaian. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi para pihak, khususnya Pegawai Negeri Sipil untuk mengetahui dan memahami mekanisme atau tata cara penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari penulis dalam perkembangan Hukum Pemerintahan (khususnya Hukum Kepegawaian) dan juga bermanfaat bagi penulis lain dalam penulisan pada masa yang akan datang. 8

9 1.6. Landasan Teoritis Negara hukum. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). R. Djokosutomo mengatakan, bahwa negara hukum menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan hukum. 5 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan pada hukum. Indonesia adalah negara hukum dalam hukum rechtstaat yang secara historis dijelaskan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen. Secara teori, negara hukum (rechtstaat) adalah negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan menurut hukum. 6 5 CST. Kansil dan Christine ST, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini), Cetakan I, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, Cetakan I, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, h

10 Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl mengemukakan empat unsur rechtstaat, yaitu: 1. Adanya jaminan Hak Asasi Manusia. 2. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica. 3. Pemerintah dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang- Undang (wetmatigheid van bestuur). 4. Adanya peradilan administrasi negara. Utrecht memberikan dua macam asas yang merupakan ciri negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya. 7 A.V. Dicey mengatakan ada beberapa ciri negara yang dapat disebut negara hukum, yaitu sebagai berikut: a. Supremacy of the law; b. Equality before the law; c. Constitutum based on the human rights. 8 Dalam rangka melihat prinsip negara hukum di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ada ketentuan 7 E. Utrecht, 1966, Pengantar dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Universitas Indonesia, Jakarta, h Diana Hakim Koentjoro, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h

11 yang menjamin hak-hak asasi manusia yang dapat ditemukan dalam pasalpasal sebagai berikut: a. Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. b. Pasal 28 yang berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. c. Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. d. Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dari uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa suatu negara hukum yang mempunyai ciri-ciri seperti yang disebutkan di atas, hal ini berarti: pertama, adanya pembatasan kekuasaan negara (asas legalitas). Disini kegiatan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, tidak termasuk kegiatan perundang-undangan (legislatif) dan peradilan (yudisial), hanya terbatas pada kegiatan dalam bidang eksekutif. 9 Kedua, adanya pengakuan terhadap hak asasi. Ketiga, adanya pengawasan terhadap tindakan penguasa. Jadi, disini ada pembatasan atas kewenangan h Johanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah yang Dapat Digugat, Djambatan, Jakarta, 11

12 pemerintah dalam melaksanakan segala tindakannya dalam mengatur jalannya suatu pemerintahan. Padmo Wahyono mengatakan, bahwa dalam perkembangan teori kenegaraan, pengertian rechtstaat acapkali dikaitkan dengan pengertian demokrasi, sehingga merupakan suatu yang ideal dalam kehidupan kenegaraan, yaitu pada negara hukum yang demokratis (democratic the rechtstaat). Dalam negara hukum pengakuan dan jaminan terhadap hakhak asasi manusia harus dijunjung tinggi. 10 Negara Hukum Indonesia dirumuskan dalam penjelasan Undang- Undang Dasar, yaitu Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat). Sebagai negara hukum, maka konsep atau pola tersebut, hukum disesuaikan dengan kondisi Indonesia, yaitu dengan menggunakan tolak ukur pandangan bangsa Indonesia ialah Pancasila. 11 Bertolak dari pendapat di atas, Negara hukum Indonesia merupakan Negara hukum yang mempunyai konsep sendiri, yaitu Negara hukum yang dijiwai Pancasila. Indonesia sebagai Negara hukum Pancasila, pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya dalam melaksanakan tindakantindakan apapun harus dilandasi hukum atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Setiap tindakan pemerintah haruslah mempertimbangkan 2 (dua) kepentingan atau 2 (dua) landasan 10 Padmo Wahyono, 1992, Sistem Hukum Nasional dalam Negara Hukum Pancasila, Alumni, bandung, h Noor MS. Bakry, 1985, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta, h

13 kegunaannya (doelmatigheid) dan landasan hukumnya (rechtmatigheid). Harus selalu diusahakan agar setiap tindakan Negara (pemerintah) selalu memenuhi kedua kepentingan atau landasan tersebut, karena Negara merupakan individu atau subyek yang memiliki hak dan kewajiban. Dari pendapat-pendapat tersebut, ternyata asas legalitas merupakan unsur yang selalu ada dalam upaya memberikan pengertian asas negara hukum. Sejalan dengan itu, Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih mengemukakan, bahwa legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya sebagai ciri negara hukum adalah setiap tindakan baik dari pihak penguasa maupun dari pihak rakyat harus dibenarkan secara hukum. 12 Jimly Asshidiqie berpendapat, bahwa dalam setiap Negara hukum dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. 13 Dalam kaitannya dengan pokok masalah penelitian ini, maka sesuai dengan asas negara hukum, khusus asas legalitas, maka pelaksanaan penjatuhan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil oleh pejabat yang berwenang menghukum harus berdasarkan hukum. 12 Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1980, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT. Gramedia, Jakarta, h Jimly Asshidiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, h

14 Yang dimaksud dengan hukum dalam konteks tersebut adalah hukum tertulis, yang dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan, serta hukum tidak tertulis yang dalam hukum pemerintahan disebut asasasas umum pemerintahan yang baik Teori perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal teori jenjang hukum (Stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Dalam teori tersebut Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan) dalam arti suatu norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm). Norma Dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma Dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai Norma Dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di bawahnya, sehingga suatu Norma Dasar itu dikatakan pre-supposed. 14 Menurut Hans Kelsen suatu norma hukum itu selalu bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu 14 Maria Farida Indrati Soeprapto, 2010, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, h

15 juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah daripadanya. Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (Norma Dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di bawahnya, sehingga apabila Norma Dasar itu berubah akan menjadi rusaklah sistem norma yang ada di bawahnya. 15 Dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarki peraturan perundang-undangan. Ada peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkatan yang tinggi dan ada yang mempunyai tingkatan lebih rendah. Pengaturan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, selengkapnya berbunyi sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 15 Ibid, h

16 Di samping jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga mengatur jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang lain, selengkapnya berbunyi sebagai berikut: (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat; (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi perlu dilakukan pengujian undang-undang. Baik di dalam kepustakaan maupun praktek dikenal adanya 2 (dua) macam hak menguji, yaitu hak menguji formal (formele toetsingsrecht) dan hak menguji material (material toetsingsrecht). 16 Adapun yang dimaksud dengan hak uji formal adalah wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara (procedure) 16 Sri Soemantri, 1997, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni, Bandung, h.6. 16

17 sebagaimana yang telah ditentukan/diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku ataukah tidak. 17 Sedangkan hak uji material adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. 18 Dalam mekanisme pengujian undang-undang dikenal ada 3 (tiga) model pengujian undang-undang, yaitu executive review, legislatif review, dan judicial review. Dalam model executive review, mekanisme pembatalan ini dapat juga disebut mekanisme pengujian, tidak dilakukan oleh lembaga kehakiman (judiciary) ataupun legislator, melainkan oleh lembaga pemerintahan eksekutif tingkat atas. Misalnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur mengenai ketentuan pembatalan peraturan daerah. 19 Dalam model legislative review, pengujian konstitusionalitas (constitutional review) dilakukan oleh lembaga legislatif atau badan-badan yang terkait dengan cabang kekuasaan legislatif. Misalnya Ketetapan MPR 17 Ibid. 18 Ibid, h Jimly Asshiddiqie, 2010, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h

18 RI No. II/MPR/2000 yang menentukan bahwa Majelis inilah yang diberi secara aktif menilai dan menguji konstititusionalitas undang-undang. 20 Sedangkan dalam model judicial review tidak memerlukan lembaga baru, melainkan cukup dikaitkan dengan fungsi Mahkamah Agung yang sudah ada. Mahkamah Agung itulah yang selanjutnya akan bertindak dan berperan sebagai Pengawal atau Pelindung Undang-Undang Dasar (the Guardian or the Protector of the Constitution). 21 Teori ini digunakan sebagai rujukan untuk menganalisis kekaburan dan kekosongan norma yang terjadi antara Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai negeri Sipil dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam pembahasan penelitian ini Disiplin pegawai negeri sipil. Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia perlu dibangun Pegawai Negeri Sipil yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa 20 Ibid, h Ibid, h

19 berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang handal, profesional dan bermoral mutlak diperlukan penerapan penegakkan disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong Pegawai Negeri Sipil untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Disiplin PNS adalah salah satu aspek pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang meliputi kewajiban, larangan dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan mempunyai sifat menyesal dan berusaha untuk tidak mengulangi dan memperbaiki diri pada masa yang akan datang. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah ketataatan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tercermin dalam sikap dan tata laku pegawai pada waktu dan di luar dinas. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban karena sudah 19

20 menyatu dengan dirinya. Maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya. 22 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah suatu keadaan tertib sesuai dengan peraturan perundangundangan serta kebiasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan senang hati, penuh ketaatan dan kepatuhan di lingkungan kerjanya Metode Penelitian Jenis penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, di mana sumber bahan penelitian adalah bahan-bahan hukum dan dianalisis dengan menggunakan metode teknik analisis Jenis pendekatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Pendekatan fakta (the fact approach) dilakukan dengan melihat h Soegeng Prijodarminto, 1992, Disiplin Kiat Menuju Sukses, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 20

21 keadaan nyata di wilayah penelitian. 23 Sedangkan pendekatan perundangundangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai hukum yang ditangani Sumber bahan hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berasal dari sumber-sumber hukum formal yang bersifat mengikat (otoratif), dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah disebutkan dalam pendekatan undangundang. 2. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang sifatnya persuasif, yaitu menjelaskan atau menerangkan bahanbahan hukum primer. Bahan-bahan ini adalah hasil penelitian atau kajian di bidang hukum. Selain bahan hukum tersebut digunakan pula bahan penunjang atau bahan informatif, berupa informasi yang diperoleh dari pejabat yang 23 Fakultas Hukum Univertsitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta, h

22 berwenang yang membidangi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali maupun Kabupaten/Kota dan Badan Kepegawaian Negara Regional Bali Teknik pengumpulan bahan hukum. Bahan hukum dikumpulkan dengan menginventarisasi, menyusun berdasarkan subyek, untuk selanjutnya dikaji dan diklasifikasi sesuai dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini Teknik analisis bahan hukum. Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, penulis menggunakan teknik analisis sebagai berikut: 1. Teknik analisis Deskripsi, yaitu menguraikan secara terbuka suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. 2. Teknik Argumentasi, yaitu menguraikan alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Penulis berupaya memberikan argumentasi secara mendalam atas permasalahan yang dibahas. 22

23 23

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan sejarah Indonesia, khususnya pada era Orde Baru terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Apabila dilihat secara geografis, Indonesia memiliki letak yang strategis

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG 1 of 17 8/18/2012 9:24 AM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional,

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam penyelenggaraan negara, pemerintah membutuhkan sarana negara atau sarana tindak pemerintahan. Sarana negara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia Hierarki Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Mata Kuliah: Hukum Perundang-Undangan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 18 September 2007 Pokok Bahasan Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disalah gunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai semua struktur

BAB I PENDAHULUAN. ini disalah gunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai semua struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan sejarah indonesia, khususnya pada era Orde Baru terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat secara bersama-sama pada tahun 1998 membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DALAM DAN DARI JABATAN STRUKTURAL KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S oleh : RETNO PUSPITO RINI NIM : R. 100030055 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

BAB II DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL. sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin Disciplina yang berarti

BAB II DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL. sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin Disciplina yang berarti 22 BAB II DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL A. Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian.

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sejarah Indonesia, khususnya pada era Orde Baru terdapat berbagai permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya berupa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber

Lebih terperinci

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Tubagus Haryo Karbyanto, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejatien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sejarah Indonesia, khusususnya pada Era Orde Baru terdapat berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sejarah Indonesia, khusususnya pada Era Orde Baru terdapat berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sejarah Indonesia, khusususnya pada Era Orde Baru terdapat berbagai pemasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN BERSERIKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN BERSERIKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN BERSERIKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK Oleh : Made Dian Supraptini Pembimbing : I Gusti Ayu Puspawati Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN Validitas peraturan daerah berkaitan dengan adanya perubahan undangundang yang menjadi landasan pembentukannya dan implikasinya terhadap kebijakan penegakan hukum Oleh : Widiarso NIM: S. 310907026 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimna tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Hak konstitusional adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat 1. Norma Hukum Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu segala

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5943 ADMINISTRASI. Sanksi. Pejabat Pemerintahan. Administratif. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 230) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Fitriani Ahlan Sjarif Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jalan Prof. Djoko Soetono, Depok

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia MODUL 1 Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H., dkk. M PENDAHULUAN odul ini berjudul Mengenal Keberadaan

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA Pembahasan mengenai analisis data mengacu pada data-data sebelumnya,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG Achmad Edi Subiyanto Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat subimk71@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI A. PENGANTAR Istilah Negara Hukum baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah panjang dalam sistem pemerintahannya. Sejarah tersebut telah mencatat berbagai permasalahan yang muncul terkait

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI I. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Tujuan pokok dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : 1 1. Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

Lebih terperinci