BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesulitan Keuangan (Financial Distress) Kesulitan keuangan (financial distress) dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya (Brigham dan Daves,2003). Ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Brigham dan Gapenski,1997). Berikut ini adalah penjelasannya: 1. Economic failure Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. 2. Business failure Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. 3. Technical insolvency Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster). 9

2 10 4. Insolvency in bankruptcy Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena, umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum. 5. Legal bankruptcy Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang (Brigham dan Gapenski,1997). Irham Fahmi (2011) juga menggolongkan persoalan financial distress secara kajian umum ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu : 1. Financial distress kategori A atau sangat tinggi dan benar-benar membahayakan. Kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan untuk berada di posisi bangkrut atau pailit. Pada kategori ini memungkinkan pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit). Dan menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan. 2. Financial distress kategori B atau tinggi dan dianggap berbahaya. Pada posisi ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber-sumber aset yang ingin dijual dan tidak dijual/dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak jika dilaksanakan keputusan merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan). Salah satu dampak yang sangat nyata terlihat pada posisi ini adalah perusahaan mulai melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan pension dini pada beberapa karyawannya yang dianggap tidak layak (infeasible) lagi untuk dipertahankan. 3. Financial distress kategori C atau sedang, dan ini dianggap perusahaan masih mampu/bisa menyelamatkan diri dengan tindakan tambahan dana yang bersumber dari internal dan eksternal. Namun disini perusahaan sudah harus

3 11 melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan selama ini, bahkan jika perlu melakukan perekrutan tenaga ahli baru yang dimiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan di posisi-posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba kembali. 4. Financial distress kategori D atau rendah. Pada kategori ini perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi finansial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi kesternal dan internal, termasuk lahirnya dan dilaksanakan keputusan yang kurang begitu tepat. Selain itu, Plat dan Plat (dalam Luciana,2006) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Hofer (1980) dan Whitaker (1999) dalam Endri (2009) mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun. Suatu perusahaan berada dalam keadaan situasi yang tidak normal bila perusahaan tersebut menghadapi salah satu dari situasi-situasi ini, yaitu: laba bersih selama dua tahun terakhir negatif, nilai saham bersih kurang dari face value saham dalam tahun terakhir, auditor memberi opini adverse atau disclaimer pada laporan keuangan tahun terakhir, nilai kepemilikan ekuitas yang diakui auditor dan departemen terkait kurang dari nilai modal yang tercatat pada tahun terakhir, dan situasi tidak normal lain berdasarkan pertimbangan China Securities Regulation Comission (CSRC), atau SHSE dan SZSE. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan Theodossiou, 1999). Di samping itu kesulitan keuangan dapat juga dilihat dari melemahnya kondisi keuangan, kreditur yang mulai mengambil tindakan, pemasok yang mungkin tak mengirim bahan baku secara kredit, investasi modal yang menguntungkan mungkin harus dilepas, dan pembayaran dividen yang terganggu.

4 Penyebab Kesulitan Keuangan Lizal (2002) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Menurut beliau, ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu: 1. Neoclassical model Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan liabilities/assets. 2. Financial model Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya. 3. Corporate governance model Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan

5 13 informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan. Wruck (1990) dalam Whittaker (1999) mengatakan bahwa kesulitan keuangan terjadi akibat economic distress, penurunan dalam industri perusahaan, dan manajemen yang buruk. Manajemen yang buruk didefinisikan sebagai kecenderungan penurunan persentase pendapatan operasi perusahaan terhadap pendapatan operasi industri dalam lima tahun terakhir Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja perusahaan. Menurut Harahap (1999) rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan atau berarti. Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi penyimpangan dalam melaksanakan aktivitas operasional perusahaan. Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005) rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat mengindikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Dari defenisi ini rasio dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyimpanganpenyimpangan dengan cara membandingkan rasio keuangan dengan tahun-tahun sebelumnya. Rasio keuangan menunjukkan hubungan sistematis dalam bentuk perbandingan antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan. Agar hasil perhitungan rasio keuangan dapat diinterpretasikan, perkiraan-perkiraan yang dibandingkan harus mengarah pada hubungan ekonomis yang penting. Contoh perbandingan yang tidak dapat diinterpretasikan adalah perbandingan antara beban perlengkapan dengan harga saham karena beban perlengkapan tidak ada

6 14 kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Untuk dapat menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan, maka diperlukan adanya pembanding. Ada dua metode pembandingan rasio keuangan perusahaan menurut Syamsuddin (2000) yaitu: a. Cross-sectional approach Cross-sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan. b. Time series analysis Time series analysis dilakukan dengan jalan membandingkan rasio-rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Rasio keuangan merupakan alat utama untuk melakukan analisis keuangan dan memiliki beberapa kegunaan. Menurut Keomn, Scott, Martin, dan Petty (2001) Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan: bagaimana tingkat likuiditas perusahaan, apakah manajemen efektif dalam menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan, bagaimana perusahaan didanai, apakah pemegang saham biasa mendapat tingkat pengembalian yang cukup. Terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan ketika melakukan perhitungan rasio keuangan agar diperoleh hasil perhitungan rasio lebih tepat. Sebagaimana dikemukakan oleh Simamora (2000). Pertama, untuk beberapa pengecualian, tidak ada ketentuan-ketentuan baku dan cepat untuk komputasi rasio. Kedua, dalam penghitungan banyak rasio, angka-angka laporan laba rugi dibandingkan dengan angka-angka neraca. Karena laporan laba rugi mengacu pada suatu periode waktu dan neraca mengacu pada suatu titik waktu, maka dalam penghitungan rasio-rasio adalah baik untuk menghitung rata-rata untuk angkaangka neraca. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. Hal-hal tersebut akan membantu analis dalam

7 15 menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan kesimpulan yang lebih tepat. Syamsuddin (2000) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. a. Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan. b. Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. Tidaklah tepat kita membandingkan rasio finansial perusahaan A pada tahun 19X0 dengan rasio finansial perusahaan B pada tahun 19X1. c. Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat. d. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama. Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowicz (2005).Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari kondisi keuangan perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio).

8 16 Secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasi menjadi empat jenis kelompok rasio keuangan antara lain: Rasio Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan membiayai operasi dan memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Harry Supangkat (2003) mengemukakan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor jangka pendek seperti pemasok dan bankir. Rasio likuiditas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya perusahaan memerlukan sejumlah kas yang cukup sebagaimana yang dikemukakan oleh Wild, Subramanyam dan Halsey (2005:9) bahwa likuiditas (liquiditty) merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya. Menurut Syamsuddin (2000) likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya, misalnya perusahaan perlu menagih piutang atau menjual persediaannya sehingga perusahaan memperoleh kas. Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas tersebut menurut Tampubolon (2005) antara lain current ratio, quick

9 17 ratio, absolute liquidity ratio. Menurut Darsono dan Ashari (2005) rasio likuiditas meliputi rasio lancar, quick test ratio, net working capital, defensive interval ratio. Menurut Van Horne dan Wachowicz, acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar. Current ratio menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan. Meskipun quick test ratio atau acid test ratio memberikan gambaran yang lebih baik dalam mengukur tingkat likuiditas dibandingkan current ratio karena hanya terdiri dari kas, surat-surat berharga, dan piutang usaha, tetapi acid test ratio memiliki kelemahan dalam mengukur tingkat likuiditas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2000) acid test ratio ini akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya apabila inventory untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. Dengan perkataan lain, apabila inventory dapat dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya, maka penggunaan current ratio lebih disukai sebagai pengukuran tingkat likuiditas perusahaan secara menyeluruh (overall liquidity of the firm). Rasio lancar menurut Simamora (2000) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya. Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio lancar adalah kreditor jangka pendek seperti pemasok. Jumlah kas dan jumlah persediaan dan piutang yang akan dikonversi menjadi kas merupakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor jangka pendek. Rumus untuk menghitung rasio lancar menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005) current ratio = current asset current liabilitie s Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar aktiva lancar, maka rasio semakin tinggi rasio lancarnya. Apabila dinyatakan bahwa rasio lancar suatu perusahaan adalah sebesar 2, artinya setiap satu rupiah kewajiban lancar akan dijamin oleh dua rupiah aktiva lancar.

10 18 Menurut Syamsuddin (2000) tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan. Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio lancar menurut Simamora (2005) antara lain praktik yang berlaku dalam industri, lamanya siklus operasi dalam perusahaan, dan bauran aktiva lancar perusahaan. Rasio lancar yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi. Dalam menganalisis rasio lancar perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi adalah piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau tidak dapat menjual persediaannya. Bagi kreditor jangka pendek semakin tinggi rasio lancar, maka semakin besar kemungkinan bahwa perusahaan mampu untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Bagi kreditor jangka panjang rasio lancar yang rendah dapat menyebabkan perusahaan dipaksa pailit. Oleh karena perusahaan perlu menjaga tingkat likuiditas agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah diambil. Rasio profitabilitas disebut juga rasio kinerja operasi. Rasio profitabilitas atau kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi yang dilakukan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006) rasio

11 19 profitabilitas akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi. Rasio profitabilitas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Dari rasio profitabilitas dapat diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditor maupun investasi dari pihak luar. Dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross profit margin), margin laba operasi (operating profit margin), margin laba sebelum pajak (pretax profit margin), margin laba bersih (net profit margin), return on assets atau return on investment, dan return on equity. Berikut beberapa rasio profitabilitas : a. Return on Assets (ROA) Return on asset menurut Syamsudin (2000) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan. Rumus untuk menghitung return on assets menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) ROA = Total EBIT asset Rumus lalin yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah dengan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan Du Pont dapat dilihat lebih jelas bagaimana hubungan antara laba bersih dengan total aktiva. Adapun persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston (2006)

12 20 ROA = margin laba perputaran total aktiva laba bersih penjualan = penjualan total aktiva Setiap perusahaan menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengembalian yang rendah menurut Brigham dan Houston (2006) merupakan akibat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang rendah ditambah dan biaya bunga yang tinggi yang dikarenakan oleh penggunaan utangnya yang di atas rata-rata di mana keduanya telah menyebabkan laba bersih relatif rendah. Jika hasil perhitungan ROA suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen berarti setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya, maka hasil perhitungan ROA harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengembalian industri atau rata-rata suku bunga pinjaman saat itu. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa ROA perusahaan tersebut lebih tinggi dari ROA rata-rata industri atau rata-rata suku bunga pinjaman berarti perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya. b. Rasio Return earning to total asset (RETA) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia untuk pembayaran dividen atau yang lain.

13 Rasio Leverage Perusahaan memperoleh sumber pendanaan dari dua sumber yaitu kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage menunjukkan berapa besar perusahaan didanai oleh kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage (rasio utang) menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas. Menurut Darsono dan Ashari (2005) rasio leverage atau rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio leverage perusahaan adalah kreditur dan pemegang saham. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari kreditor, semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh kewajiban dan bunganya. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio leverage, semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Rasio leverage menurut Brigham dan Houston (2006) memiliki tiga implikasi penting sebagai berikut: a. dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan, b. kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi kreditor, c. jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leveraged).

14 22 Ada dua rasio leverage menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) yaitu rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity) dan rasio utang terhadap total aktiva (debt to total assets ratio). Menurut Darsono dan Ashari (2005) debt ratio menekankan pada pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Rumus untuk menghitung debt ratio menurut Brigham dan Houston (2006) total liabilities debt ratio = total asset Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara total utang dengan total aktiva. Semakin tinggi total utang, maka akan semakin tinggi pula debt ratio, sebaliknya semakin tinggi total aktiva, maka akan semakin rendah debt ratio. Total utang mencakup, baik utang lancar maupun utang jangka panjang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan. Apabila debt ratio perusahaan sebesar 0,4 atau 40 persen berarti sebesar 40 persen aktiva perusahaan tersebut didanai oleh utang dan sisanya sebesar 60 persen aktiva perusahaan didanai oleh pemegang saham. Apabila perusahaan akan dilikuidasi, perusahaan dapat menjual aktivanya dan kreditor akan menerima pembayaran minimal sebesar 40 persen sebelum kreditor mengalami kerugian. Hasil perhitungan rasio leverage harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau rata-rata industri sejenis untuk mengetahui bagaimana perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono dan Ashari (2005) untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil,

15 23 peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil Rasio Aktivitas Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya. Rasio aktivitas atau rasio pemanfaatan aktiva menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005) yang mengaitkan penjualan dengan berbagai kategori aktiva, merupakan penentu penting ROI. Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas, rasio perputaran piutang usaha, perputaran persediaan, perputaran modal kerja, perputaran aktiva tetap, dan perputaran total aktiva. Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah total assets turnover (TATO). Total assets turnover menurut Syamsuddin (2000) mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan, sedangkan menurut Darsono dan Ashari (2005) kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini. Rumus untuk menghitung total asstes turnover menurut Van Horne dan Wachowicz (2005) sales Total asset turnover = total asset Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara penjualan bersih dengan total aktiva. Jika total assets turnover suatu perusahaan sebesar 2,5 berarti total aktiva perusahaan berputar 2,5 kali untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Untuk mengetahui apakah perusahaan cukup efektif dalam menggunakan aktivanya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya.

16 Kajian Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meneliti financial distress diantaranya oleh Almilia (2004) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah rasio keuangan (SETA, RETA, TDTA, NITA, TRENDHRG); rasio relatif industri (AS_SETA, AS_RETA, AS_NITA, RI_TDTA); kumulatif return harian saham perusahaan selama 1 bulan dan 1 tahun; sensitifitas perusahaan terhadap IHSG, Money Supply (M2), indeks harga konsumen umum, dan tingkat suku bunga; serta reputasi auditor dan reputasi underwriter. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio relatif industri, sensitifitas perusahaan terhadap kondisi makro ekonomi dan reputasi auditor merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi delisted sebuah perusahaan. Sedangkan untuk rasio keuangannya yang berpengaruh terhadap financial distress adalah SETA, NITA, dan TDTA. Pada waktu yang berbeda Almilia (2006) melakukan penelitian dengan menggunakan 31 rasio keuangan, judulnya Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit. Hasilnya rasio TLTA, CATA, NFATA, CFFOTA, CFFOCL, CFFOTS dan CFFOTL dapat digunakan untuk memprediksi untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Platt dan Platt (2002) berusaha menentukan rasio yang paling dominan dengan menggunakan model logit untuk memprediksi adanya financial distress. Hasil penelitiannya yaitu EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cash flow growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Variabel net fixed assets/total assets, long-term debt/equity dan notes payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

17 25 Penelitian lain untuk memprediksi financial distress dilakukan oleh Subagyo (2007) dengan menggunakan variabel financial ratios, industry relative ratios,sensitifitas terhadap indikator ekonomi makro sebagai prediktor dalam model financial distress. Hasil penelitian dapat membuktikan bahwa financial ratios, industry relative ratios, sensitifitas terhadap indikator ekonomi makro dapat digunakan sebagai prediktor dalam model financial distress dengan model prediksi terbaik adalah model prediksi yang mengintegrasikan faktor internal dan eksternal perusahaan. Untuk variabel dari rasio keuangan, EATEQ dan CFTA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan rasio EATS, RETA, dan CFCA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) yang menggunakan rasio keuangan berdasarkan penelitian Platt dan Platt (2002) mengambil sampel perusahaan manufaktur yang terdapat di BEJ pada tahun Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa variabel yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah NI/S, CL/TA, CA/CL yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress, serta GROWTH NI/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Pasaribu (2008) melakukan penelitian dengan variabel independen yang digunakan adalah rasio keuangan dari laporan laba rugi, neraca, arus kas dan beta saham. Ada 6 model dengan indikator distress yang berbeda-beda digunakan dalam penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa pada indikator current ratio dan indikator asset turnover yang memiliki tingkat daya klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 4 model lainnya. Pada model 3 (indikator current ratio) rasio QATA dan WCTA berpengaruh positif dan signifikan pada financial distress. Untuk model 4 (indikator asset turnover) rasio WCTA, ITO, SALCA, dan CashTA berpengaruh positif dan signifikan pada financial distress, sedangkan rasio LDTA mempunyai hubungan negatif dan signifikan. Salehi (2009) dalam penelitiannya menggunakan variabel WC/TA, CA/CL, PBIT/TA, TE/TA, S/TA. Hasil yang didapatkan yaitu PBIT/TA, TETA, S/TA

18 26 berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan WCTA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Almilia dan Silvy (2003) melakukan penelitian dengan variabel yang digunakan adalah rasio keuangan (SETA, RETA, TDTA, ROA); TRENDHRG; LNASSET; Industry market to book ratio (IMB); sensitifitas perusahaan diukur dengan kumulatif return harian saham perusahaan selama 1 bulan terhadap IHSG, Money Supply (M2), tingkat suku bunga, dan indeks harga konsumen umum; serta Ketetapan kepemilikan manajerial dan status underwriter. Dari penelitian tersebut hasilnya untuk rasio keuangan adalah SETA, RETA, dan NITA berpengaruh positif dan signifikan terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Pranowo, dkk (2010) dengan menganalisa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi financial distress perusahaan. Hasilnya bahwa rasio CA/CL, EBITDA/TA, EQ/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan LPFA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress perusahaan. Jiming dan Weiwei (2011) dalam penelitiannya menggunakan variabel dengan indikator keuangan dan non-keuangan. Untuk indikator keuangan yaitu rasio Cash to Current Liability Ratio, Debt-Equity Ratio, Debt-asset Ratio, Inventory Turnover, Total Assets Turnover. Hasil penelitiannya menunjukkan Debt-asset Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan Inventory Turnover dan Total Assets Turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. 2.3 Kerangka Pemikiran Banyak para peneliti yang menggunakan rasio keuangan untuk meneliti financial distress, namun diantaranya juga masih terdapat perbedaan-perbedaan dalam hasil rasio yang mempengaruhi financial distress. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan Current assets to current liabilities (CACL, Net Income to total assets (NITA), Retained Earnings to total assets (RETA), Total liabilities to total assets (TLTA), Sales to total assets (STA), yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan yang mengalami financial distress.

19 27 Current assets to current liabilities (CACL) termasuk dalam rasio likuiditas yang sering disebut dengan rasio lancar (current ratio). Rasio lancar (current ratio) dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar (Brigham dan Houston, 2001). Beberapa komponen aktiva lancar yaitu kas, piutang, dan persediaan. Sedangkan kewajiban lancar sendiri merupakan kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan (Munawir,2002). Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancarnya (Ang,1997). Rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan rasio lancar yang seharusnya (Hanafi dan Halim, 2005). Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya dengan perbandingan 2:1 atau setidaknya rasio lancar lebih dari 1 (satu), maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil kemungkinan terjadi financial distress. Namun, apabila jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih rendah dari jumlah kewajiban lancarnya, maka tidak akan cukup untuk menutup kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Akibatnya, perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan dimana pembayaran kewajiban menjadi lambat dan dapat memicu untuk melakukan pinjaman yang lebih banyak lagi. Brigham dan Houston (2001) mengatakan bahwa jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat dibandingkan aktiva lancar, maka rasio lancar akan turun dan hal ini bisa menimbulkan permasalahan. Dengan demikian dapat dimungkinkan bahwa pola hubungan antara current ratio dengan financial distress adalah negatif. Ang (1997) menjelaskan bahwa ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA bisa dipecah ke dalam dua komponen : profit margin dan perputaran aktiva. Profit margin merupakan ukuran efisiensi perusahaan, sedangkan perputaran aktiva mencerminkan kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan asset tertentu. Komposisi profit margin dan

20 28 perputaran aktiva akan mempengaruhi ROA. Perusahaan yang menghadapi pembatasan kapasitas, sehingga perputaran aktiva sulit dinaikkan, bisa menerapkan strategi meningkatkan profit margin-nya. Sebaliknya, perusahaan yang menghadapi pembatasan karena adanya kompetisi yang tajam, sehingga sulit menaikkan profit margin-nya, bisa menerapkan strategi meningkatkan perputaran aktivanya. Perusahaan yang berada pada dua titik ekstrem tersebut mempunyai fleksibilitas yang lebih besar, bisa memilih meningkatkan profit margin ataupun perputaran aktivanya (Hanafi dan Halim, 2005). ROA yang positif menunjukkan keseluruhan aktiva yang dipergunakan untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan dan sebaliknya ROA negatif menunjukkan aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan tidak mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Husnan (1998) mengatakan bahwa semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Dengan demikian, semakin tinggi rasio ROA (NITA) maka semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan. Sebaliknya semakin rendah rasio ROA (NI/TA) menunjukkan kinerja keuangan yang tidak baik dimana perusahaan tidak mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan sehingga profitabilitas menurun dan kemungkinan terjadinya financial distress semakin besar. Rasio return earning to total asset (RETA) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Riyanto (2001) menjelaskan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayarkan sebagai deviden dan sebagian ditahan oleh

21 29 perusahaan. Apabila perusahaan belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan keuntungan tersebut, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan(retained earning). Laba ditahan ini nantinya menjadi sumber dana internal perusahaan untuk digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan dalam melakukan pengeluaran modal atau investasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Adanya keuntungan akan memperbesar retained earning yang ini berarti akan memperbesar modal sendiri. Sebaliknya adanya kerugian yang diderita akan memperkecil retained earning yang ini berarti akan memperkecil modal sendiri (Riyanto, 2001). Dengan kata lain apabila rasio RETA rendah menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan tidak produktif dan semakin mempersulit keuangan perusahaan dalam pendanaan ataupun investasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya financial distress. Jadi, dapat dimungkinkan bahwa rasio RETA mempunyai pola hubungan negatif terhadap financial distress. Rasio total hutang terhadap total aktiva, yang pada umumnya disebut rasio hutang (debt ratio), mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur (Brigham dan Houston, 2001). Rasio ini memperlihatkan proporsi seluruh aktiva yang didanai oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008). Dengan kata lain, menunjukkan seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Biasanya pihak pemberi pinjaman berkepentingan terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar hutang, sebab semakin banyak hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang (Horne dan Wachowicz, Jr, 2005). Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage keuangan (financial leverage) yang tinggi. Penggunaan leverage yang tinggi akan meningkatkan rentabilitas modal saham (Return On Equity atau ROE) dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila penjualan menurun, rentabilitas modal saham

22 30 (ROE) akan menurun cepat pula. Risiko perusahaan dengan financial leverage yang tinggi akan semakin tinggi pula (Hanafi dan Halim, 2005). Menurut Horne dan Wachowicz, Jr (2005), semakin tinggi rasio hutang, semakin besar risiko keuangannya. Yang dimaksudkan dengan terjadinya peningkatan risiko adalah kemungkinan terjadinya default karena perusahaan terlalu banyak melakukan pendanaan aktiva dari hutang. Jadi, apabila rasio hutang (TLTA) semakin besar dapat membahayakan perusahaan karena dengan hutang yang semakin banyak akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana. Brigham dan Houston (2001) menjelaskan bahwa kreditur akan enggan meminjamkan tambahan dana kepada perusahaan, dan manajemen mungkin menghadapi risiko kebangkrutan jika perusahaan meningkatkan rasio hutang dengan meminjam tambahan dana. Hal ini menunjukkan pola hubungan rasio total liabilities to total assets terhadap financial distress adalah positif. Rasio STA juga disebut rasio perputaran total aktiva (total assets turnover ratio), yang dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Besar kecilnya penjualan dan total aktiva akan mempengaruhi rasio perputaran total aktiva ini. Dimana peningkatan penjualan yang relatif lebih besar dari peningkatan aktiva membuat rasio ini semakin tinggi, sebaliknya peningkatan penjualan yang relatif lebih kecil dari peningkatan aktivanya membuat rasio ini semakin rendah. Harahap (2002) mengatakan bahwa rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan, semakin besar rasio ini semakin baik. Rasio perputaran total aktiva (STA) yang tinggi menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan. Hal itu akan menunjukkan semakin baik kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya financial distress semakin kecil. Hanafi dan Halim (2005) menjelaskan bahwa rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran

23 31 modalnya. Apabila rasio ini rendah maka perusahaan tidak menghasilkan volume penjualan yang cukup dibanding dengan investasi dalam aktivanya, hal ini menunjukkan kinerja yang tidak baik sehingga dapat mempengaruhi keuangan perusahaan dan memicu terjadinya financial distress. Jadi, dapat dimungkinkan bahwa pola hubungan antara rasio total assets turnover (Sales/TA) dengan financial distress adalah negatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jiming dan Weiwei (2011) juga menunjukkan rasio total assets turnover berpengaruh negatif, berarti semakin tinggi rasio total assets turnover (Sales/TA) semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress. Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Rasio keuangan : 1. CACL 2. RETA 3. NITA (ROA) 4. STA (-) (+) Financial Distress 5. TLTA 2.4 Pengembangan Hipotesis Pengaruh rasio CACL terhadap financial distress Rasio lancar yang rendah menunjukkan likuiditas jangka pendek yang rendah, sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar yang berarti likuiditas tinggi dan risiko rendah (Hanafi, 2004). Semakin besar tingkat likuiditas perusahaan, dalam hal ini aktiva lancarnya, memperlihatkan semakin baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga terhindar dari kemungkinan terjadinya financial distress. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan hipotesis pertama yaitu :

24 32 H 1 : Rasio Current assets to current liabilities (CACL) berpengaruh negatif terhadap financial distress Pengaruh rasio NITA terhadap financial distress Rasio ini dikenal dengan Return on Assets (ROA). Husnan (1998) mengatakan bahwa semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Silvy (2003) yang menunjukkan bahwa rasio NITA berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress, sedangkan menurut Almilia (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rasio NITA berpengaruh negative dan signifikan terhadap kondisi financial distress suatu perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan hipotesis keempat yaitu: H 2 : Rasio Net Income to total assets (NITA) berpengaruh negatif terhadap financial distress Pengaruh rasio RETA terhadap financial distress Rasio RETA rendah menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan tidak produktif dan semakin mempersulit keuangan perusahaan dalam pendanaan ataupun investasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya financial distress. Jadi, dapat dimungkinkan bahwa rasio RETA mempunyai pola hubungan negatif terhadap financial distress. Rasio RETA menurut Almilia dan Silvy (2003) berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan, akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Subagyo (2007) mengatakan yang sebaliknya, yaitu rasio RETA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan hipotesis kelima yaitu :

25 33 H 3 : Rasio Retained Earnings to total assets (RETA) berpengaruh negatif terhadap financial distress Pengaruh rasio STA terhadap financial distress Rasio STA juga disebut rasio perputaran total aktiva (total assets turnover ratio), yang dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Hanafi dan Halim (2005) menjelaskan bahwa rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran modalnya. Apabila rasio ini rendah maka perusahaan tidak menghasilkan volume penjualan yang cukup dibanding dengan investasi dalam aktivanya, hal ini menunjukkan kinerja yang tidak baik sehingga dapat mempengaruhi keuangan perusahaan dan memicu terjadinya financial distress. Jadi, dapat dimungkinkan bahwa pola hubungan antara rasio total assets turnover (Sales/TA) dengan financial distress adalah negatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jiming dan Weiwei (2011) juga menunjukkan rasio total assets turnover berpengaruh negatif, berarti semakin tinggi rasio total assets turnover (Sales/TA) semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan hipotesis kedelapan yaitu: H 4 : Rasio Sales to total assets (S/TA) berpengaruh negatif terhadap financial distress Pengaruh rasio TLTA te rhadap financial distress Rasio total hutang terhadap total aktiva, yang pada umumnya disebut rasio hutang (debt ratio), mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur (Brigham dan Houston, 2001). Rasio ini memperlihatkan proporsi seluruh aktiva yang didanai oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008). Brigham dan Houston (2001) menjelaskan bahwa kreditur akan enggan meminjamkan tambahan dana kepada perusahaan, dan manajemen mungkin menghadapi risiko kebangkrutan jika perusahaan meningkatkan rasio hutang dengan meminjam tambahan dana. Hal ini menunjukkan pola hubungan rasio total

26 34 liabilities to total assets terhadap financial distress adalah positif. Berdasarkan penelitian Jiming dan Weiwei (2011), rasio TLTA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2006) menunjukkan bahwa rasio TLTA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan hipotesis ketujuh yaitu: H 5 : Rasio Total liabilities to total assets (TLTA) berpengaruh positif terhadap financial distress.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laba a. Pengertian Laba Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba. Laba merupakan indikator prestasi atau kinerja perusahaan yang besarnya tampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuaan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Laba. dengan pendapatan tersebut. Pengertian laba menurut Harahap (2008:113)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Laba. dengan pendapatan tersebut. Pengertian laba menurut Harahap (2008:113) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan Laba 1. Pengertian dan Karakteristik Laba Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba. Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu membayar kewajiban-kewajibannya atau hutang lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu membayar kewajiban-kewajibannya atau hutang lebih besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Distress Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem (mampu untuk membiayai operasionalnya, dapat memenuhi kewajiban kewajiban

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. merupakan suatu ringkassan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi

BAB II LANDASAN TEORITIS. merupakan suatu ringkassan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkassan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama

Lebih terperinci

luas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada Pengaruh Rasio

luas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada Pengaruh Rasio Agar arah pembahasan skripsi ini terhindar dari pembahasan yang teralalu luas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada Pengaruh Rasio Keuangan yang terdiri dari current ratio, return on assets,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laba a. Pengertian Laba Laba didefinisikan dengan pandangan yang berbeda-beda. Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjaua Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 23 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Asimetri Informasi Teori asimetri informasi atau ketidaksamaan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Rasio Keuangan Rasio yang menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Price Earnig Ratio Price Earning Ratio merupakan salah satu ukuran paling besar dalam analisis saham secara fundamental dan bagian dari rasio penilaian untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Feriansya (2015:4) : Laporan keuangan merupakan tindakan pembuatan ringkasan dan keuangan perusahaan. Laporan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston, 18 II. LANDASAN TEORI 2.1 Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis untuk menjelaskan hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi di Eropa diperediksi mengalami puncaknya pada

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi di Eropa diperediksi mengalami puncaknya pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang terjadi di Eropa diperediksi mengalami puncaknya pada tahun 2013. Ancaman krisis tersebut masih membayangi perkembangan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 20 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat, yaitu: Segala aktifitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) : Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Financial Distress Financial distress merupakan kondisi saat keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial distress

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Rasio Keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan peneliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan peneliti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan peneliti sebelumnya: 1. Pujiati, Wibowo, (2011), meneliti tentang Analisis rasio keuangan dalam memprediksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal (signalling theory) adalah teori yang mengungkapkan bahwa pihak perusahaan memberikan sinyal

Lebih terperinci

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

Bab 9 Teori Rasio Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 123 Bab 9 Teori Rasio Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai jenis dan pembagian laporan keuangan serta mengerti tentang perhitungan tentang rasio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku. Hal ini diperlukan agar laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Analisa Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Analisa Laporan Keuangan Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini dalam suatu periode tertentu (Kasmir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan. Rasio keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis 1.1 Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber dana jangka pendek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis rasio keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis rasio keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis rasio keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi dari alat dan teknik dan analitis untuk laporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Laporan Keuangan Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2012 dikemukakan laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasio Keuangan 2.1.1 Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis untuk menjelaskan hubungan antara elemen satu dengan elemen lain dalam suatu laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas dengan angkaangka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga untuk memikirkan assetaset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini perekonomian dunia telah banyak membuat kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian di setiap negara terutama perusahaan besar yang memberikan

Lebih terperinci

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode tertentu. Dengan melihat laporan keuangan suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Sinyal Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Penggabungan Usaha Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan menegmbangkan perusahaan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan pada dasarnya karena ingin mengetahui posisi keuangan perusahaan saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan hasil kegiatan operasi perusahaan yang disajikan dalam bentuk angka-angka keuangan. Hasil kegiatan perusahaan periode saat ini harus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam dunia bisnis, tingginya tingkat persaingan membuat setiap perusahaan akan senantiasa meningkatkan kinerjanya agar dapat bertahan. Oleh karena itu, setiap perusahaan akan selalu berusaha memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aset 2.1.1 Pengertian Aset Aset merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan yang bentuknya dapat berupa hak atas kekayaan atau jasa yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Rasio Keuangan Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Horne dan Wachowicz

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, financial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, financial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu yang mengangkat topik mengenai analisis kinerja keuangan dan lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN

ANALISIS RASIO KEUANGAN ANALISIS RASIO KEUANGAN N U R A E N I, S. S O S., M. A B Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis laporan keuangan yang dilakukan dengan cara membandingkan satu komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban, dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Return on Assets (ROA) a. Pengertian Return on Assets (ROA)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Return on Assets (ROA) a. Pengertian Return on Assets (ROA) BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Return on Assets (ROA) a. Pengertian Return on Assets (ROA) Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut Hery (2012:3) laporan keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut Hery (2012:3) laporan keuangan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Harahap (2011:105) mendefinisikan laporan keuangan sebagai suatu laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN A. Arti Penting Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini dilakukan dengan tidak mengabaikan penelitian-penelitian terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini dilakukan dengan tidak mengabaikan penelitian-penelitian terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan dengan tidak mengabaikan penelitian-penelitian terdahulu yang bermanfaat sebagai acuan penulis, dalam penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.2.1. Profitabilitas Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total

Lebih terperinci

Analisa Rasio Keuangan

Analisa Rasio Keuangan Analisa Rasio Keuangan Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analis keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau atau indeks, yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Pada awalnya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahwa Modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka

BAB II LANDASAN TEORI. bahwa Modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Modal Kerja Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Housten (2006:131) mengatakan bahwa Modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek-kas, sekuritas,

Lebih terperinci

ANALISIS KEUANGAN. o o

ANALISIS KEUANGAN. o o ANALISIS KEUANGAN Analisis rasio keuangan merupakan dasar untuk menilai dan menganalisa prestasi operasi perusahaan. Analisis rasio keuangan juga dapat digunakan sebagai kerangka kerja perencanaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Sebuah perusahaan pastilah memerlukan pencatatan keuangan atas transaksi-transaksi bisnis yang telah dilakukan agar perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Kinerja Perusahaan 2.1.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan

TINJAUAN PUSTAKA. Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan produk atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun Menurut Platt dan Platt (2002) menyebutkan financial distress

BAB I PENDAHULUAN. tahun Menurut Platt dan Platt (2002) menyebutkan financial distress BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Financial Distress merupakan suatu keadaan dimana perusahaan mengalami masalah kesulitan keuangan, banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami Financial Distress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sehat apabila perusahaan dapat bertahan dalam kondisi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sehat apabila perusahaan dapat bertahan dalam kondisi ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan laju tatanan perekonomian dunia yang telah mengalami perkembangan dan mengarah pada sistem ekonomi pasar bebas, perusahaanperusahaan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan diperlukan ukuran-ukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Menurut pendapat Darsono (2010: 47), Kinerja Keuangan adalah hasil kegiatan perusahaan yang disajikan dalam bentuk angka-angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini persaingan dalam dunia bisnis semakin tinggi. Semakin banyak perusahaan baru yang muncul untuk bersaing dengan perusahaan lama. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Pada hakekatnya laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengukomunikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan, 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan, sehingga banyak sekali model financial distress perlu dikembangkan karena dengan

Lebih terperinci

MANFAAT RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

MANFAAT RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI MANFAAT RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 financial distress merupakan proses yang mana perusahaan mengalami kesulitan keuangan, sehingga perusahaan tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya. Perusahaan akan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya artinya perusahaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba 2.1.1 Pengertian Laba Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perolehan laba merupakan tujuan akhir yang dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah perolehan laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas menurut Anoraga (1997:300) adalah menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan keuangan Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari pembuatan ringkasan

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke:  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Manajemen Keuangan Modul ke: Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Basharat Ahmad Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Analisa Rasio Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba 2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Laba Setiap perusahaan pasti menginginkan memproleh laba yang maksimal atas usaha yang dikelolanya sehingga perusahaan dapat terus maju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori sinyal (signaling theory)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori sinyal (signaling theory) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Sinyal (Signaling Theory) Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori sinyal (signaling theory) menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan. rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan. rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Laporan Keuangan 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Evanny Indri Hapsari (2012) Penelitian mengenai kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur di BEI pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal Pasar modal dapat digunakan sebagai tempat menjual saham bagi perusahaan yang memerlukan dana, begitu juga investor dapat membeli surat berharga di pasar modal.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Laporan keuangan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut untuk

Lebih terperinci

Financial Performance (2)

Financial Performance (2) Financial Performance (2) Modul ke: Liquidiity Ratio Solvability Ratio Activity Ratio Profitability Ratio Market Ratio Fakultas Pascasarjana Dr. Sawarni Hasibuan Program Studi Magister Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Sawir (2008:67) kinerja keuangan adalah penilaian tingkat efisiensi dan produktifitas perusahaan di bidang keuangan yang dilakukan secara berkala atas

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Rasio Keuangan (BAB 1) Astried P. ANALISIS PENGGUNAAN RASIO KEUANGAN

Analisis Penggunaan Rasio Keuangan (BAB 1) Astried P. ANALISIS PENGGUNAAN RASIO KEUANGAN ANALISIS PENGGUNAAN RASIO KEUANGAN A. ANALISIS KEUANGAN (FINANCIAL ANALYSISI) Analisis Keuangan adalah seni untuk mengubah data dari laporan keuangan ke informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Rasio Keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisa rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan Sartono. Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan Sartono. Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas menurut Riyanto (2001) adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan Sartono (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Likuiditas Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampauan perusahaan-perusahaan membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Irham Fahmi, 2011 : 239)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Irham Fahmi, 2011 : 239) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kinerja keuangan 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan, sedangkan perusahaan yang baru berdiri atau berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan, sedangkan perusahaan yang baru berdiri atau berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia pada masa kini berkembang secara global dengan pesat. Hal ini didukung dengan meluasnya era globalisasi. Perusahaan yang kuat akan semakin

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN KESULITAN KEUANGAN PERUSAHAAN DISUSUN OLEH : Ramadhoni Aprilza Indra 022060216 Rumondang Dinaris 022070273 Moch Wildan 022072016 Muhammad Affar 022080072 Dicky Munthe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Saham Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media bagi manajer dalam sebuah perusahaan untuk mengkomunikasikan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. media bagi manajer dalam sebuah perusahaan untuk mengkomunikasikan kinerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan dilihat dari sudut pandang manajemen merupakan media bagi manajer dalam sebuah perusahaan untuk mengkomunikasikan kinerja keuangan perusahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modal Kerja 1. Pengertian Modal Kerja Menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH.

DAFTAR ISI. SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH. DAFTAR ISI Halaman SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH. i ii iv vi viii x xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Perumusan Masalah.

Lebih terperinci