SIKAP POSITIF TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DAPAT MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL DAN KEKERASAN PADA SISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIKAP POSITIF TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DAPAT MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL DAN KEKERASAN PADA SISWA"

Transkripsi

1 SIKAP POSITIF TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DAPAT MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL DAN KEKERASAN PADA SISWA Oleh : Ismah Universitas PGRI Semarang Jl. Honggowongso RT. 01 RW.02 Ngaliyan Semarang Abstrak Tulisan ini dilatarbelakangi pandangan tabu dalam membicarakan seksualitas. Hal ini ditunjukan dengan kurang menempatkan seks sesuai fungsi dan tujuan, menganggap seks jijik, tabu dan jorok. Dengan beberapa hal tersebut membuat remaja kurang bersikap positif terhadap pendidikan seksualitas. Salah satu alternatif yang dapat memberikan informasi yang positif terhadap remaja tentang seksualitas yaitu dengan memberikan pengetahuan tentang sikap positif terhadap pendidikan seksualitas. Permasalahan yang diungkap dalam tulisan ini adalah Apakah pandangan tabu tentang pendidikan seksualitas dapat diubah melalui pengetahuan sikap positif terhadap pendidikan seksualitas. Tujuan dalam penulisan ini adalah dengan pengetahuan tentang sikap positif terhadap pendidikan seksualitas dapat menghilangkan atau mengurangi sikap orang tua atau guru yang menganggap bahwa pendidikan seks itu jijik, tabu atau jorok. Pada kajian ini dapat dianalisis bahwa: Pengetahuan tentang Sikap Positif Terhadap Pendidikan Seksual dapat Mencegah Pelecehan Seksual dan Kekerasan pada siswa/remaja. Saran yang dapat penulis sampaikan kepada guru pembimbing atau orang, hendaknya memberikan sikap positif terhadap pendidikan seksualitas. Agar anakanak mereka terhindar dari perbuatan yang tidak diinginkan yaitu seperti pelecehan seksual atau kekerasan yang dilakukakan pada teman-teman sebaya. Kata Kunci : Pendidikan Seksualitas, Sikap Positif, Pelecehan dan Kekerasan

2 I. Pendahuluan Remaja atau siswa adalah individu pada masa peralihan baik secara fisik maupun psikis secara cepat. Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi pada periode pubertas. Periode ini terjadi perkembangan alat-alat dan hormon seksualitas yang akan mempengaruhi kondisi psikis remaja. Dapat dikatakan pada periode pubertas ini terjadi kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduksi yang bertambah cepat. Hurlock (2002:212) menjelaskan bahwa pada masa remaja terjadi periode badai dan tekanan, dimana terjadi ketegangan emosi yang meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Di samping remaja berkembang secara fisik dan psikologis (emosi) dalam keadaan seperti itu berkembang pula dunia psikososial remaja yang semakin kompleks. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak, pada masa ini rasa ingin tahu tentang masalah seksualitas sangat tinggi, baik dari dirinya sendiri maupun dari lingkungan mereka tinggal. Sarlito (dalam Zainun, 2002:3), secara umum, pendidikan seksualitas adalah informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran. Berdasarkan hasil penelitian oleh Dempsey (2002) tentang pendidikan seksualitas dianalisa mengenai remaja pernah atau tidak pernah mendapatkan pendidikan seksualitas. Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 102 orang (70,8%) mengatakan pernah mendapatkan pendidikan seksualitas, sebanyak 42 orang (29,2%) tidak pernah mendapatkan pendidikan seksualitas. Siswa yang mendapat pendidikan seksualitas di sekolah sebanyak 63 orang (43,75%), di rumah (keluarga) sebanyak 9 orang (6,25%), dari penyuluhan sebanyak 10 orang (6,94%), dari teman satu sekolah sebanyak 13 orang (9,03%) dan lain-lain seperti seminar sebanyak 7 orang (3,47%). Banyak remaja sekarng memperoleh informasi mengenai seksualitas di peroleh dari teman, internet atau VCD porno, sangat sedikit sekali pendidikan seksualitas yang mereka peroleh dari orang tua atau guru atau buku pengetahuan mengenai seksualitas. Karena banyak orang tua atau guru sebagian besar yang

3 masih di pedesaan kalau ditanya tentang pendidikan oleh anaknya, orang tua sering bilang : kamu belum waktunya mengetahui hal itu karena kamu masih kecil, atau Huss itu saru, adalagi kayak gitu urusan orang tua dan masih banyak jawaban lagi yang kadang tidak masuk akal, dan anak tidak berani memberontak, pada akhirnya banyak anak remaja mencari informasi tentang sex dilingkungan pergaulannya yang mana informasi tersebut belum tentu benar. Pendidikan seksualitas mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak terbatas pada perilaku hubungan seksual semata, tetapi menyangkut pula seperti peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, hubungan dalam pergaulan remaja dan lain-lain. Selain hal di atas, pendidikan seksualitas diperlukan untuk memenuhi rasa keingintahuan remaja tentang seksualitas dari berbagai tawaran informasi yang vulgar dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur dan sesuai perkembangan anak. Pada masa remaja, informasi tentang masalah seksualitas sudah seharusnya diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau sumber-sumber yang sama sekali tidak jelas. Pemberian informasi masalah seks menjadi penting, terlebih mengingat remaja berada dalam masa krisis. Jika informasi yang di dapat berasal dari sumber yang tidak tepat, maka akan sangat berbahaya dan dapat berdampak pada perkembangan psikis remaja. Remaja dalam mencari informasi tentang seksualitas diharapkan orangtua atau guru dapat membimbingnya, supaya tidak salah dalam mencari informasi. Seiring perkembangan zaman, pandangan sebagian masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya perlu pelan-pelan untuk dirubah, walaupun nanti akhirnya akan diketahui sendiri secara alamiah. Pandangan yang semulan tabu, seyogyanya harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh generasi penerus bangsa ini. Kecenderungan menganggap seksualitas sebagai hal yang tabu, akan mengkhawatirkan terjadi perilaku mencoba dan meniru yang tidak sesuai dengan aturan masyarakat. Salah satu contoh misalnya berbagai berita di media massa akhir-akhir ini tentang seks bebas, VCD porno dan prosentase remaja di tempat lokalisasi meningkat. Ketergantungan pada pornografi dan

4 pornoaksi, seks bebas, hamil diluar nikah, atau terkena penyakit menular seksual adalah beberapa contoh kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja akibat pemahaman keliru mengenai seksualitas. Seksualitas lebih merupakan fenomena multidimensi yang terdiri atas aspek biologis, psikososial, perilaku klinis, moral dan budaya. Dalam penyampaian informasi tentunya berangkat dari kesiapan untuk bersikap dalam menghadapi masa peralihan, yang diharapkan dapat ditanamkan sikap positif dan akan membuat perilaku remaja menjadi positif pula (Prihatini, 2002:5). Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk beluk seksualitas dapat dipelajari dari orang tuanya (Hurlock, 2002:226). Pada kenyataannya tidak semua remaja mendapatkan informasi seksualitas tersebut, sehingga remaja berusaha mancari dari berbagai sumber yang dapat diperoleh misal dari buku tentang seksualitas, membahas dengan teman, media massa atau internet. Kehidupan kita sehari-hari dipengaruhi oleh sikap, baik sikap kita terhadap diri kita maupun sikap kita terhadap orang lain. Slameto (2010:188) menjelaskan sikap merupakan suatu yang dipelajari dan sikap akan menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap selalu berkenaan dengan objek dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan yang positif dan negatif. Orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap hal-hal yang diketahuinya jadi hanya sekedar informasi untuk dapat bersikap terhadap suatu objek. Informasi merupakan kondisi pertama untuk menentukan sikap. Bila berdasarkan informasi untuk timbul perasaan positif atau negatif terhadap objek dan menimbulkan kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu maka terjadilah sikap. Pendidikan seksualitas diperlukan untuk menjembatani antara rasa keingintahuan remaja tentang seksualitas dari berbagai tawaran informasi yang vulgar dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, lengkap dan disesuaikan dengan kematangan usianya, supaya pada akhirnya dapat dihindari terjadinya pelecehan seksual dan kekerasan. Pendidikan seksualitas diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas dan dampak negatif dari perilaku seksual yang menyimpang sehingga mampu

5 membentuk sikap positif remaja terhadap upaya untuk menghindari perilaku seksual yang menyimpang atau pelecehan seksual. Zainun (2002:3) menjelaskan bahwa dalam penyampaian materi pendidikan seksualitas ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak. Pendidikan idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat orangtua lah yang mengetahui kondisi anak-anak mereka. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Sikap positif terhadap pendidikan seksualitas akan memungkinkan indidivu lebih dapat menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu dan jorok. Sikap positif mengenai seks adalah menganggap bahwa seks adalah dorongan alami dan normal. Hanya saja, anggapan itu perlu diarahkan sesuai norma dan etika. Hal selanjutnya yang dapat dilakukan tidak menjadikan pembicaraan mengenai seks sebagai bahan candaan atau obrolan murahan misalnya berbicara seks dengan teman atau didepan umum (Rintyastini, 2005:43). II. Landasan Teori Sikap Positif terhadap Pendidikan Seksualitas 1. Pengertian Sikap Positif terhadap Pendidikan Seksualitas Ahmadi (2007:153) mengemukakan bahwa sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada. Sehubungan dengan itu pula penulis cenderung untuk mengemukakan pengertian

6 sikap sebagai kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Winarti (2007:13) sikap positif merupakan perwujudan nyata dari suasana jiwa yang terutama memperhatikan hal-hal yang positif. Ini adalah suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Bila sesuatu terjadi sehingga membelokkan fokus mental seseorang ke arah negatif, mereka yang positif mengetahui bahwa guna memulihkan dirinya, penyesuaian harus dilakukan, karena sikap hanya dapat dipertahankan dengan kesadaran. Dengan kata lain, pendidikan pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dan menanamkan moral etika serta komitmen agama supaya tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap positif terhadap pendidikan seksualitas adalah perwujudan nyata yang merupakan cerminan jiwa seseorang ketika saling berinteraksi satu sama lain berhubungan dengan pemberian informasi kepada individu mengenai persoalan seksualitas (berkaitan dengan aspek biologis, psikologis, psikososial). Sikap yang positif terhadap pendidikan seks adalah sikap yang menempatkan pendidikan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan serta menganggap pendidikan seksualitas sebagai hal yang wajar. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Positif terhadap Pendidikan Seksualitas Membicarakan masalah seks adalah sesuatu yang sifatnya sangat pribadi dan karena itu dibutuhkan suasana akrab, dan terbuka dari hati ke hati. Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang mengemukakan sumber pendidikan seksualitas. Menurut Santrok (2003:423) mengemukakan bahwa orangtua adalah sumber penting yang hilang dalam upaya memerangi kehamilan pada remaja dan penyakit menular seksual. Kebanyakan remaja mengatakan bahwa mereka tidak dapat berbicara secara bebas dengan orangtua mereka mengenai hal-hal seksual.

7 Walaupun orangtua, terutama ayah, jarang sekali menjadi sumber pendidikan seks bagi remaja, para remaja mengatakan bahwa jika mereka bisa bicara dengan orang tua mereka dengan terbuka dan bebas mengenai seks, mereka akan cenderung tidak aktif secara seksual. Sumber informasi mengenai seks yang paling umum adalah teman-teman sebaya, kemudian diikuti dengan literatur, ibu, sekolah dan pengalaman. Walaupun sekolah biasanya dianggap sebagai sumber utama pendidikan seks, hanya 15% informasi mengenai seks yang dimiliki remaja diperoleh dari pengajaran di sekolah. Mulyono (dalam Setiawati 2010:13) mengemukakan selama ini remaja memperoleh pendidikan seks dari tiga unsur yaitu orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar (di luar keluarga dan sekolah) seperti dari media massa dan teman sebaya. a. Lingkungan Keluarga : Keluarga sebagai unsur terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga sebagai unit sosial terkecil memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak. b. Lingkungan sekolah : Mengenai masalah pendidikan seks pengetahuan yang diberikan oleh pihak sekolah terhadap peserta didiknya dinilai masih kurang. Masih banyak pula ditemui sekolah yang tidak memberikan pendidikan seks pada siswanya. Kurikulum sekolah pun tidak mencantumkan adanya pendidikan seks. Pengetahuan yang diberikan seputar pengetahuan reproduksi masih berkisar pada pengetahuan yang umum dan tidak terlalu khusus atau mendalam. c. Lingkungan sekitar : Lingkungan sekitar merupakan lingkungan yang sangat kompleks sifatnya dan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja. Mulai dari teman pergaulan, masyarakat dan juga teknologi yang menjamur di sekitar kita seperti internet, handphone, dll. Dewasa ini, media massa adalah sangat mudah dipergunakan kaum remaja. TV, film, musik, media cetak atau elektronik dan internet adalah sumber informasi yang cukup murah dan mudah diakses oleh para remaja.

8 Prihatini (2002:7) mengemukakan melalui sex education diharapkan dapat tercapai tujuan dalam menjaga keselamatan, kesucian, dan kehormatan anak didik di tengah masyarakat. Cara penyampaiannya tentu harus disesuaikan kehidupan masyarakat Indonesia yang berlandaskan agama dan tata krama, sehinggga anak didik baik laki-laki maupun perempuan dapat terjaga akhlak dan agamanya hingga jenjang keluarga sekalipun. Selain itu, keluarga dan masyarakat juga memiliki pengaruh besar terkait sex education sebagai pihak pemberi informasi dan teladan, keluarga sebagai lingkungan terdekat anak didik harus siap dengan berbagai pertanyaan dengan jawaban yang benar, dan tidak membiarkan rasa ingin tahu mereka dijawab oleh teman atau media yang belum tentu sesuai untuk usia mereka. Keluarga pula yang menjadi pengawas bagi anaknya dalam mengontrol musik yang didengar, televisi yang ditonton, majalah yang dibaca, serta pakaian yang dikenakan. Sex education sebaiknya diajarkan sedini mungkin di lingkungan keluarga. Sebelum menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi, sepatutnya diajarkan kepercayaan terhadap adanya Tuhan termasuk perintah dan larangan- Nya. Seorang ayah mengajarkan hal tersebut pada anak laki-lakinya dan ibu mengajarkan kepada anak perempuannya. Demikian pula di sekolah, seorang guru laki-laki mengajarkan sex education kepada anak didik laki-laki dan guru wanita mengajarkannya kepada anak didik perempuan. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber pendidikan seks yang pertama dan utama berasal dari orang tua, yang selanjutnya berasal dari lingkungan sekitar (masyarakat, teman sebaya dan media massa). Sumber pendidikan seksualitas yang terakhir adalah lingkungan sekolah. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong dan menimbulkan perilaku tertentu. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain dalam diri manusia. Walgito (2003:131) mengemukakan untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong lain ada beberapa ciri atau sifat dari sikap positif terhadap pendidikan seksualitas yaitu :

9 a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap sesuatu objek. Karena sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Oleh karena sikap itu terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari dan karenanya sikap itu dapat berubah. b. Sikap selalu berhubungan dengan objek sikap. Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek tertentu yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek. Bila seseorang mempunyai sikap negatif terhadap seseorang, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada kelompok di mana seseorang tersebut tergabung didalamnya. d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar. Sikap tersebut akan sulit berubah dan kalaupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam ada dalam diri seseorang maka sikap tersebut secara relatif tidak bertahan lama dan sikap tersebut akan mudah berubah. e. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi. Ini berarti bahwa sikap terhadap suatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif tetapi juga dapat bersifat negatif terhadap objek tersebut. Ahmadi (2007:164) mengemukakan ciri-ciri sikap positif terhadap pendidikan seksualitas sebagai berikut : a. Sikap itu dipelajari (learnability). Sikap merupakan hasil belajar. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. b. Memiliki kestabilan (stability). Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman. Misalnya perasaan like dan dislike terhadap suatu objek.

10 c. Personal-societal significance. Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. d. Berisi cognisi dan affeksi. Komponen cognisi dari pada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misal : objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan. e. Approach-avoidance directionality. Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, mereka akan menghindarinya. Berdasarkan ciri-ciri sikap positif terhadap pendidikan seksualitas yang dikemukakan oleh beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari melalui pengalaman, maka dari itu sikap dapat berubah-ubah. Dalam sikap selalu berhubungan antara seseorang dengan orang lain (personal-societal significance). Tidak ada sikap yang tanpa objek, sikap juga mengandung pengetahuan (kognitif) dan perasaan (afeksi). 3. Komponen Sikap Positif terhadap Pendidikan Seksualitas Baron dan Byrne (dalam Walgito, 2013:127) mengemukakan sikap mengandung tiga komponen yaitu : a. Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa yang tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif dan negatif. c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

11 Menurut Azwar (2011:24) mengemukakan tiap-tiap sikap mempunyai komponen-komponen sebagai berikut : a. Komponen kognitif : Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. b. Komponen afektif : Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sikap. c. Komponen perilaku : Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Menurut Jersild (dalam Herawati, 2007:30), aspek-aspek pendidikan seksualitas antara lain : a. Aspek biologis. Seks merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang secara biologis membutuhkan pemenuhan serta adanya perkembangan organ genital pada individu. Aspek ini meliputi respons fisiologis terhadap stimulus seks, reproduksi, pubertas, perubahan fisik karena adanya kehamilan serta pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya. b. Aspek psikologis. Seks merupakan proses belajar yang terjadi pada diri individu untuk mengekspresikan dorongan seksual melalui perasaan, sikap dan pemikiran tentang seksualitas. c. Aspek sosial. Seks berfungsi sebagai manifestasi seksualitas individu dalam hubungannya dengan individu lain. Aspek ini meliputi pengaruh budaya berpacaran, hubungan interpersonal dan semua hal tentang seks yang berhubungan dengan kebiasaan yang dipelajari individu di dalam lingkungannya. Pengaruh budaya disini adalah iklam, film, radio, televisi, buku-buku, majalah yang semuanya itu dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku seseorang dalam menghadapi masalah seksnya. d. Aspek moral. Seks berfungsi sebagai manifestasi dorongan seksual yang sesuai dengan norma seksual masyarakat dan norma agama yang berlaku, sehingga sikap moral mewarnai konsep seksualitas seseorang. Aspek ini

12 biasanya didasarkan pada filosofi agama atau pada hal yang bersifat etis. Yang termasuk di sini adalah menjawab pertanyaan tentang benar atau salah, harus atau tidak harus, serta boleh atau tidaknya suatu perilaku seseorang. Berdasarkan berbagai pendapat diatas mengenai komponen atau aspekaspek sikap positif terhadap pendidikan seksualitas,dapat disimpulkan bahwa : a. Aspek kognitif bersifat holistik artinya tidak hanya pada salah satu aspek saja, melainkan terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. Proses kognitif erat kaitannya dengan kemampuan berpikir seseorang dan cara seseorang menyikapi perkembangan fisik. b. Aspek afektif dirasakan penting oleh semua orang, kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang berkaitan dengan biologis, psikologis, sosial dan moral. Hal tersebut dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. c. Aspek konatif dapat diartikan sebagai kebiasaan dan kemauan, yaitu adanya kecenderungan untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Kemampuan bertindak sering kali dikaitkan dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. III. ANALISIS PENULISAN Pengetahuan tentang sikap positif terhadap pendidikan seksual dapat mencegah pelecehan seksual dan pada akhirnya berdampak pada kekerasan pada siswa atau remaja seperti terjadinya tawuran, sex bebas, hamil di luar nikah dan sebagainya. Karena di dalamnya ada beberapa pengetahuan yang bermanfaat bagi remaja diantaranya : membahas tentang perubahan selama masa remaja agar siswa lebih memahami perubahan yang dialami remaja atau siswa lebih memahami perubahan fisio seksual dalam diri, menjelaskan tentang kehidupan seksualitas remaja yang bertujuan agar remaja memahami mengenai seksualitas, remaja lebih mampu bersikap positif berkaitan dengan seksualitas dan menumbuhkan persepsi benar atau salah berkaitan dengan perilaku seksual yang akan menyertai perubahan sikap pada remaja, dan menjelaskan tentang seks dan kehamilan

13 remaja, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada remajaa mengenai hal-hal yang menyebabkan terjadinya kehamilan remaja dan agar remaja memahami dampak dari kehamilan. Dan remaja dapat paham tentang penyakit menular seksual, hal ini bertujuan untuk memberi pemahaman kepada remaja mengenai penyakit menular seksual dan berbagai macam penyakit menular seksual, dan yang paling penting di dalamnya menjelaskan tentang pertemanan remaja, hal ini bertujuan agar remaja memahami arti persahabatan, agar remaja memahami cara bergaul dengan lawan jenis dan remaja dapat memanfaatkan waktu secara positif. VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pengetahuan tentang sikap positif terhadap pendidikan seksual diharapkan dapat mencegah pelecehan seksual dan pada akhirnya berdampak pada kekerasan yang sering ditimbulkan oleh remaja, karena ktidaktahuannya tentang pendidikan sexsual. B. Saran Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat penulis berikan untuk meningkatkan pengetahuan tentang sikap positif terhadap pendidikan seksual untuk mencegah pelecehan seksual dan kekerasan adalah : 1. Bagi Sekolah : Agar jam bimbingan konseling ditambah, karena bimbingan konseling dapat membantu siswa dalam pengembangan pribadi dan sosial, pengambilan keputusan yang mengacu pada perubahan positif pada diri individu siswa. 2. Bagi Orang Tua : Hendaknya kalau ditanya anak-anaknya yang sudah memasuki usia remaja tentang masalah sex, dijawab dengan sebenar-benarnya sambil diarahkan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakuakan. 3. Bagi Remaja : Siswa diharapkan memiliki pemahaman mengenai pendidikan seksualitas sehingga lebih mampu bersikap positif terhadap pendidikan seksualitas, sehingga pelecehan seksualitas dan kekerasan dapat terhindarkan.

14 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogjakarta: Pustaka Pelajar Offset. Eka Herawati, Yuvita Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual dan Sikap Terhadap Pendidikan Seksualitas. Jurnal Psikologi Indonesia. No. 1, h Hurlock, Elizabeth Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Prihatini, Titi Hubungan antara Komunikasi Efektif Tentang Seksualitas dalam Keluarga Dengan Sikap Remaja Awal Terhadap Pergalan Bebas Antar Lawan Jenis. Jurnal Psikologi Indonesia. No. 2, h.2-5. Rintyastini, Yulita Bimbingan dan Konseling SMP. Jakarta: Erlangga. Santrock, John Adolecence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Setiawati, Devi Persepsi Remaja Mengenai Pendidikan Seksualitas. Surakarta. Walgito, Bimo Psikologi Sosial. Yogjakarta: Andi Yogjakarta. Winarti, Euis Pengembangan Kepribadian. Jakarta: Graha Ilmu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat ini semua informasi tidak tertutup oleh ruang dan waktu, karena saat ini telah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga memudahkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN Diana Dewi Wahyuningsih Universitas Tunas Pembangunan Surakarta dianadewi_81@yahoo.com Kata Kunci: Pendidikan Seksualitas, Aspek Psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang saat ini semakin cepat dan berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam system dunia yang mengglobal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana seseorang mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan juga dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan juga dapat dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan juga dapat dilakukan dimana dan kapan saja. Skinner (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 9) berpandangan bahwa belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 I. Kata Pengantar Dengan hormat, sehubungan dengan penelitian saya dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat kematangan seksual yaitu antara usia 11 sampai 13 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat. 94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Remaja sebagai bunga dan harapan bangsa serta pemimpin di masa depan sangat diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual memiliki nilai simbolik yang sangat besar sehingga dapat menjadi barometer masyarakat. Dari dahulu sampai sekarang, seksualitas bukan hanya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangsangan dari lingkungan seperti film, TV, VCD tentang perilaku seksual serta faktor gizi menyebabkan remaja sekarang lebih cepat perkembangan seksualnya karena hormon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual di kalangan remaja yang yang belum menikah menunjukkan tren yang tidak sehat. Hal ini dapat dipengaruhi era globalisasi yang dianggap sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam era modern semakin tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas pendidikan perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi guru agar mampu dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang penuh tantangan dan terkadang sulit dihadapi, karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja berkenan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa pendidikan seks perlu

Lebih terperinci

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN LAPORAN PENELITIAN PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN Evi Karota-Bukit*, Yesi Ariani.** ABSTRAK Penelitian ini adalah deskriptif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode ketika terjadi perubahan kadar hormon

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 09Fakultas Pendidikan Agama Katolik SEKSUALITAS MANUSIA PSIKOLOGI Program Studi Drs. Sugeng Baskoro,M.M PSIKOLOGI PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKSUALITAS MANUSIA Pengantar Sebenarnya, saya memang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai macam keinginan dalam dirinya. Menurut Freud ( dalam Suryabrata, 2001: 132)

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki dewasa (Rochman, 2005). Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Santrock (2007) mengemukakan bahwa selama masa remaja kehidupan mereka akan dipenuhi seksualitas. Masa remaja adalah masa explorasi seksual dan mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika bergaul remaja merupakan hal yang sangat berperan dalam kehidupan remaja terutama etika bergaul terhadap sesama. Melihat pergaulan remaja pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

5. Gerungan Sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan, atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan

5. Gerungan Sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan, atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan 1 Sikap Sikap adalah keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad 21, dunia mengalami perubahan-perubahan pesat di bidang sosial, ekonomi, politik, dan komunikasi yang diikuti oleh perubahanperubahan dalam hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa-masa seseorang akan menemukan hal-hal baru yang menarik. Dimana pada masa-masa ini seseorang akan mulai mempelajari dunia kedewasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Arus informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Arus informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Arus informasi dan pengetahuan dapat diterima dengan

Lebih terperinci

KELAYAKAN BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS MASALAH PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI DI SMA NEGERI BANDA ACEH

KELAYAKAN BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS MASALAH PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI DI SMA NEGERI BANDA ACEH KELAYAKAN BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS MASALAH PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI DI SMA NEGERI BANDA ACEH M. Ridhwan 1 Hambali 2 1 Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah 2 Pendidikan Guru sekolah Dasar

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Era Kebebasan Berpikir

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Era Kebebasan Berpikir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1.1.1. Era Kebebasan Berpikir Tingkah laku dan perbuatan remaja zaman sekarang dipengaruhi oleh tayangan televisi, film, radio dan internet. Tren berpakaian, gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan secara alamiah mereka mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya. dan pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian Lampiran 5 Surat Selesai

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F TINGKAT KEBIASAAN MENONTON BLUE FILM DENGAN FREKUENSI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi lengkap dengan teknologinya tentu membawa dampak yang bersifat positif dan tidak sedikit pula dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan dengan adanya fasilitas-fasilitas yang memanfaatkan teknologi, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan dengan adanya fasilitas-fasilitas yang memanfaatkan teknologi, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang demikian pesat berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Dampak dari kemajuan teknologi tersebut ada yang bersifat positif ada pula yang negatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Menurut Robby Susatyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

Sikap. Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si

Sikap. Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si Sikap Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si Sikap Sikap adalah keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : DWI ARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari hasil survey BKKBN tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era globalisasi. Hal tersebut membuat banyak nilai-nilai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja

Lebih terperinci