ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A"

Transkripsi

1 1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 2 RINGKASAN MUZAYIN. Analisis Kelayakan Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur). di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA. Tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik PLN di Indonesia, menimbulkan permasalahn bagi negara. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Selama ini kotoran sapi potong dari peternakan PT. Widodo Makmur Perkasa belum ditangani dengan baik, hal tersebut telah mengakibatkan pencemaran dilingkungan sekitar. Proyek instalasi biogas membutuhkan investasi yang cukup besar, perlu ditelaah lebih jauh apakah layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Dengan menggunakan analisis kriteria investasi dapat dilihat bagaimana manfaat investasi yang ditanamkan terhadap biaya yang telah dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan diharapkan dapat memberikan manfaat, tidak hanya manfaat finansial tetapi manfaat lain yang sesuai dengan aspek-aspek kelayakan. Berdasarkan analisis di atas maka dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian, yaitu: (1) Bagaimana keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas dilokasi penelitian (2) Apakah proyek instalasi biogas dilokasi penelitian layak untuk dilaksanakan (3) Bagaimana kepekaan kelayakan proyek terhadap perubahan komponen manfaat dan biaya. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas dilokasi penelitian (2) Menganalisis kelayakan proyek instalasi biogas dilokasi penelitian (3) Menganalisis sensitivitas terhadap kelayakan proyek instalasi biogas jika terjadi perubahan dalam komponen biaya dan manfaat. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Widodo Makmur Perkasa Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilaksanakan secara sengaja (purposive) karena di perusahaan tersebut sedang dilakukan proyek pembangunan instalasi pembangkit listrik biogas. Waktu penelitian berlangsung selama tiga bulan yang dimulai bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juli Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini, terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi lapangan dan wawancara dengan staff PT. Widodo Makmur Perkasa. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data dan laporan pembukuan PT. Widodo Makmur Perkasa. Selain itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur serta hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Penelitian Ternak (PPT) dan internet.

3 Analisis yang dilakukan dalam penelitian adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran pengelolaan limbah dengan instalasi biogas yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas. Analisis kelayakan finansial menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, Payback Period dan analisis sensitivitas. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan komputer Microsoft Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi. Proyek instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik merupakan usaha mandiri PT. Widodo Makmur Perkasa yang dikelola oleh Divisi Produksi, yang bertanggung jawab terhadap proyek pembangunan instalasi biogas adalah PT AsiaBiogas yang ditunjuk sebagai konsultan proyek. Dalam pelaksanaannya pembuatan instalasi pembangkit listrik biogas ini menerapkan teknologi adopsi dari ABI&PhilBIO Filipina. Berdasarkan data yang diperoleh potensi pasar energi listrik dan pupuk organik cukup tinggi. Dilihat dari segi aspek sosial dan ekonomi diharapkan proyek instalasi biogas ini dapat meningkatkan status sosial dan kesejahteraan masyarakat setempat. Berdasarkan analisis pada aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan. Secara teknis pendirian instalasi biogas diserahkan kepada PT. AsiaBiogas Indonesia sebagai penanggung jawab dilapangan. Aspek pasar dari proyek instalasi biogas mencakup pangsa pasar yang potensial dari energi listrik dan pupuk organik. Aspek sosial dari proyek instalasi biogas dirasakan terbebasnya lingkungan dari bau maupun limbah kotoran ternak. Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas dengan populasi sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto 9 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp , nilai Net B/C sebesar 2,272, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama 3,084 tahun. Hasil tersebut membuktikan proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menunjukkan bahwa pada proyek instalasi biogas ini tidak layak dilaksanakan jika terjadi penurunan jumlah output (feces) sebesar 10 persen disertai dengan penurunan captive market sebesar 10 persen dan kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen. Pada kondisi penurunan captive market sebesar 10 persen disertai kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) sebesar 20 persen usaha masih layak untuk dilaksanakan. Proyek instalasi biogas ini sangat peka terhadap penurunan jumlah populasi sapi yang mengakibatkan jumlah output (feces) turun, maka disarankan untuk menjaga populasi sapi di atas 5000 ekor. Untuk mengurangi kenaikan biaya investasi peralatan di sarankan pembelian peralatan pada waktu kurs rupiah menguat terhadap dolar, karena sebagian besar peralatan didatangkan dari luar negeri. Investasi proyek instalasi biogas ini cukup tinggi, disarankan untuk meningkatkan produksi karena digester belum optimal untuk produksi, hal ini dapat dilakukan dengan menambah satu mesin genset lagi. 3

4 4 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur) Oleh MUZAYIN A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 5 JUDUL NAMA : Analisis Kelayaka Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur) : Muzayin NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing (Ir. Netti Tinaprilla, MM) NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian (Prof. Dr. Didy Soepandie, M.Agr) NIP Tanggal Lulus :

6 6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur) MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 MUZAYIN A

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pati Jawa Tengah pada tanggal 21 Februari 1982 sebagai anak dari pasangan Bapak Podho dan Ibu Darni. Penulis adalah anak ke enam dari enam bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di MI Manahijjul Ulum, Plaosan dan lulus pada tahun Pendidikan tingkat menengah pertama di MTS Manahijjul Ulum, Plaosan dan lulus pada tahun Pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2001 di SMK Pragola Pati, Pati Jawa Tengah. Pada tahun 2001 penulis diterima di Program Diploma Teknologi Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja di PT. Puspeta Agronusa tahun sebagai staff Marketing, bekerja di PT. Swadharma Indotama Finance tahun , dan bekerja di PT. Widodo Makmur Perkasa tahun 2008 sampai sekarang sebagai staff Purchasing. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2005 di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan Salam senantiasa tercurah kepada teladan terbaik sepanjang zaman yang telah membawa umat dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur) berisikan mengenai kriteria kelayakan yang mendukung layak atau tidaknya proyek untuk dilaksanakan dan dikembangkan. Skripsi ini memuat serangkaian aspek-aspek penunjang kelayakan seperti aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen dan aspek sosial. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, September 2008 Penulis

9 9 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang sudah memberikan dukungan moril maupun materil, dorongan semangat, bimbingan, sumbangan pemikiran dan lain-lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak dan ibu penulis yang telah memberikan dorongan, motivasi dan do a selama ini. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam penulisan skripsi. 3. Muhammad Firdaus, SP, Msi, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran perbaikan yang diperlukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil penguji dari komisi pendidikan yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. 5. Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium penulis. 6. F. Eka Damayanti selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan saran pada seminar penulis. 7. PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian.

10 10 8. Bapak Hari dan Mas Ali selaku staff PT. Widodo Makmur Perkasa yang telah memberikan informasi dan data di lapangan. 9. Kakakqu Siti Rukmini dan mas Teguh yang telah memberikan dorongan baik material maupun motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluargaqu tercinta kak Hadi, kak Darsuki, mba Kesi, mba Parti yang telah memberikan motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Pak Bagus yang telah memberikan waktu, motifasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Anton and keluarga yang telah memberikan semangat kepada penulis. 13. Temen-temen seperjuangan Adi, Ari, Arief, Jam an, Wawan, Fajar, Ubay, Restu and yang ga disebutin, makasih atas semangat dan bantuannya. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-nya serta membalas kebaikan semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis.

11 11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xii xiii xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Limbah Peternakan Limbah Padat Limbah Cair Limbah Gas Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biogas Proses Pembentukan Biogas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas Tipe-Tipe Digester Hasil Studi Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Proyek Identifikasi Biaya dan Manfaat Manfaat Proyek Aspek-Aspek dalam Penelitian Aspek Teknis Aspek Institusional-Manajerial Aspek Sosial Aspek Pasar Aspek Finansial Analisis Finansial Kriteria Keputusan Investasi Analisis Sensitivitas (Kepekaan) Kerangka Pemikiran Operasional... 38

12 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Net Presen Value (NPV) Internal Rate of Return (IRR) Net Benefit Rasio (NBCR) Payback Period Analisis Sensitivitas Asumsi Dasar V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan Letak Geografis Perusahaan Kelengkapan Data Perusahaan dan Perizinan yang Telah Dimiliki Struktur Organisasi Perusahaan Sistem Pengelolaan Limbah VI. ASPEK-ASPEK PENELITIAN KELAYAKAN 6.1 Aspek Teknis Lokasi Proyek dan Penentuan Kapasitas Produksi Teknologi Pembuatan Biogas Aspek Pasar Aspek Institusional-Manajerial Aspek Sosial Lingkungan Masyarakat Negara VII. ANALISIS FINANSIAL ENERGI LISTRIK BIOGAS 7.1 Proyeksi Aliran Kas Arus Penerimaan (Inflow) Arus Pengeluaran (Outflow) Kriteria Kelayakan Finansial Analisis Sensitivitas VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 89

13 xii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Populasi Ruminansia Besar, Provinsi Jawa Barat Tahun Kandungan Kimia Kotoran Sapi Keseimbangan Hara Subsistem Biodigester Hasil Studi Terdahulu Kelengkapan Data Perusahaan dan Perizinan yang Telah Dimiliki Kelengkapan Perizinan Perusahaan PT. Widodo Makmur Perkasa Penggunaan Rata-Rata Energi Listrik Tiap Perusahaan di Wilayah PT. Widodo Makmur Perkasa Estimasi Penerimaan (Inflow) Energi Listrik Biogas (Tahunan) Rincian Biaya Investasi Paket Teknologi Instalasi Pembangkit Listrik Biogas Rincian Biaya Tetap Instalasi Pembangkit Listrik Biogas (Tahunan) Rincian Biaya Variabel Instalasi Pembangkit Listrik Biogas (Tahunan) Hasil Analisis Kelayakan Finansial Instalasi Pembangkit Listrik Biogas dengan Tingkat Diskon Faktor Hasil Analisis Sensitivitas pada Tingkat Diskon Faktor 9 persen Nilai Switching Value pada Penurunan Jumlah Input dan Perubahan Harga Output... 82

14 xiii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tahapan Pembentukan Gas Metana Tipe-Tipe Digester Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi PT. Widodo Makmur Perkasa Denah Peternakan PT. Widodo Makmur Perkasa... 59

15 xiv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Estimasi Penjualan Proyek Instalasi Biogas Rincian Nilai Investasi Peralatan Instalasi Biogas Rincian Biaya Tetap Instalasi Biogas Rincian Biaya Variabel Proyek Instalasi Biogas Cash Flow Analisis Finansial Instalasi Biogas dengan Tingkat Diskonto 9 Persen Laporan Rugi Laba Instalasi Biogas... 94

16 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Di Indonesia sendiri energi masih menjadi persoalan yang perlu dipikirkan. Bahkan perusahaan Listrik Negara (PLN) benar-benar menunjukkan kondisi yang kewalahan atas kebutuhan listrik yang terus meningkat, sedangkan laju pertumbuhan pembangkit tidak mampu mengiringinya. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN pada 2003 sebesar 21,61 gigawat (GW). Pembangunan pembangkit listrik yang baru adalah sebesar 1,2 persen per tahun, sementara kebutuhan listrik meningkat di atas 7 persen per tahun. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, PLN perlu membeli listrik dari produsen listrik captive power. Sayangnya sejak melonjaknya harga minyak, captive power yang semula banyak dimiliki industri lantas beralih ke PLN. Padahal sebelumnya untuk mencukupi pelanggan, PLN juga membeli listrik dari captive power sehingga dapat dibayangkan besarnya peningkatan kebutuhan listrik akibat industri beralih

17 2 membeli listrik dari PLN yang berujung pada kekurangan energi listrik, keadaan ini diperparah lagi oleh borosnya pemakaian energi. Tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik PLN di Indonesia akibat dari semakin bertambahnya jumlah permintaan listrik untuk industri, menimbulkan permasalahan bagi negara. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik. Indonesia memiliki potensi sumber daya peternakan yang sangat besar. Sumber daya tersebut, selain untuk kebutuhan pangan juga berpotensi sebagai sumber energi dengan cara pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Adanya isu global tentang keterbatasan dan mahalnya energi menjadikan keberadaan biogas sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah tersebut. Biogas sebenarnya adalah teknologi yang sudah lama dikenal. Namun, upaya untuk memberdayakan semua jenis energi yang ada dan perancangan teknologi penyimpanan energi yang dihasilkan belum optimal.

18 3 Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah yang terus mengembangkan instalasi biogas. Beberapa instalasi biogas yang sudah dibangun diantaranya di daerah Pandeglang, Cijeruk, Bogor dan Pangalengan. Instalasi biogas yang ada di Jawa Barat pada umumnya menggunakan limbah ternak sapi perah hal ini disebabkan sentra peternakan sapi perah banyak tersebar luas di wilayah tersebut. Menurut data dari Dinas Peternakan Jawa Barat bahwa populasi sapi di Jawa Barat dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2006 populasi ternak sapi di Jawa Barat mencapai ekor, tahun 2005 hanya berjumlah ekor sedangkan tahun 2004 mencapai ekor dan tahun 2003 berkisar ekor. Peningkatan populasi ternak memicu perkembangan sentra peternakan sapi di Jawa Barat sehingga kotoran sapi yang merupakan bahan baku utama pembuatan biogas dapat terpenuhi. Tabel 1. Perkembangan Populasi Ruminansia Besar, di Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Ruminansia Besar Sapi Perah (ekor) Sapi Potong (ekor) Kerbau (ekor) Sumber: Deptan, 2008 Tabel di atas, menunjukkan bahwa perkembangan ternak ruminansia besar di Jawa Barat mengalami penambahan populasi tiap tahunnya. Untuk sapi perah dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan populasi sebesar 8,35 persen, sapi potong dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan sebesar 21,64 persen sedangkan untuk kerbau dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan sebesar 1,54 persen. Hal tersebut secara tidak langsung akan mengakibatkan bertambahnya limbah dari ternak tersebut. Apabila tidak

19 4 dilakukan penanganan secara tepat akan mengakibatkan pencemaran di lingkungan sekitarnya. PT. Widodo Makmur Perkasa merupakan salah satu peternakan sapi potong terbesar di Indonesia yang berlokasi di Cianjur. Keberadaan kawasan peternakan ini telah melampaui kurun waktu 1 tahun. Peternakan di wilayah Cianjur merupakan peternakan komersil dengan kapasitas kandang ekor. Dengan asumsi kotoran yang dikeluarkan 31kg/ekor/hari, maka akan terdapat kotoran yang cukup besar jumlahnya. PT. Widodo Makmur Perkasa sendiri, masih mengalami permasalahan dalam penanganan limbah tersebut, dikarenakan belum maksimalnya konsep perencanaan sistem pengolahan limbah. Potensi pemanfaatan limbah tersebut salah satunya sebagai sumber energi terbarukan yaitu biogas yang dikonversi ke energi listrik. Dengan potensi tersebut, limbah yang tadinya sebagai permasalahan yang cukup serius dilingkungan sekitar, akan menjadi pendapatan berupa energi listrik dan pupuk organik. Indonesia merupakan Negara Agraris yang menempatkan hasil bumi sebagai komoditas andalan. Dewasa ini sebagian besar lahan pertanian mengalami kerusakan yang diindikasikan dengan penurunan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, untuk mengatasinya dilakukan pemakaian bahan-bahan kimia. Penggunaan bahan-bahan kimia memang memberikan peningkatan hasil bumi dalam waktu singkat. Masalah yang kemudian timbul adalah kerusakan lahan pertanaman dalam jangka panjang. Kondisi tersebut jelas memerlukan penanganan yang segera dan tepat, sehingga perlu perbaikan kondisi tanah dengan pemakaian pupuk organik.

20 5 Pupuk organik merupakan pupuk yang dapat memperbaiki kondisi tanah karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanah. 1.2 Perumusan Masalah Sebagian besar mesin berbagai jenis industri, digerakkan dengan listrik dan hampir semua industri yang memproduksi semua komponen produknya sendiri. Produksi suatu industri dapat menjadi bahan dasar industri lain untuk menjadi barang kebutuhan konsumennya. Jadi jika proses produksi di suatu industri terhenti akan menghambat, bahkan menghentikan juga proses produksi industri lainnya yang terkait. Pernahkah kita bayangkan apa jadinya jika pasokan listrik untuk sektor industri terhenti sama sekali. Selain akan banyak pekerja yang menganggur, tentu banyak sekali kerugian yang akan ditanggung oleh berbagai perusahaan. Terlebih lagi untuk memulai kembali operasional mesin industri, tidak dapat dilakukan secara langsung ketika aliran listrik kembali ada, harus menunggu beberapa saat untuk pengoperasiannya kembali. Dari sini bisa kita hitung berapa banyak waktu produksi terbuang sia-sia. Listrik merupakan komponen yang penting bagi PT. Widodo Makmur Perkasa, karena sebagai penunjang operasional kandang, kantor dan industri pakan sapi potong. Dengan pemakaian listrik lebih dari kwh perbulan, dan permasalahan energi listrik dari PT. PLN persero saat ini yang kekurangan pasokan listrik dengan adanya pemutusan arus listrik bergilir, sehingga operasional industri PT. Widodo Makmur Perkasa terganggu yang mengakibatkan

21 6 kerugian cukup besar. PT. Widodo Makmur Perkasa berencana membangun instalasi listrik biogas dengan memanfaatkan limbah kotoran peternakan. Potensi limbah yang cukup besar, lebih baik dimanfaatkan daripada dibiarkan menumpuk. Beberapa cara pemanfaatan kotoran sapi antara lain dengan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik maupun biogas, yaitu suatu energi yang dihasilkan dari proses biodegradasi dengan bantuan bakteri dalam kondisi anaerob pada material organik (kotoran sapi). Peternakan yang dimiliki oleh PT. Widodo Makmur Perkasa selain menghasilkan produk peternakan juga menghasilkan limbah (kotoran) dengan populasi kandang minimal 5000 ekor menghasilkan limbah (kotoran) yang perlu ditangani dan dipikirkan cara pengendaliannya. Jika diasumsikan seekor sapi mengeluarkan kotoran sebanyak 31 kg/hari, maka jumlah kotoran yang akan dibuang ke sungai sekitar kg/hari. Limbah peternakan yang selama ini belum ditangani dengan baik dan dibuang kesungai secara langsung, akan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan sekitar. Dampak tersebut dapat berupa pencemaran air sungai, bau yang tidak enak dan bibit-bibit penyakit, sehingga dapat mengganggu masyarakat sekitar lingkungan peternakan. Selain itu, perusahaan akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pembuangan limbah tersebut perharinya. Potensi limbah (kotoran ternak) tersebut, perlu ditangani dan dipikirkan cara pengendaliannya, agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. PT. Widodo Makmur Perkasa berencana membangun instalasi biogas yang akan dikonversi ke

22 7 energi listrik, tetapi belum yakin akan keputusan investasi tersebut, apakah menguntungkan atau tidak. Karena biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk investasi tersebut, waktu yang diperlukan juga lama serta biaya investasi dikeluarkan di awal tahun. Pada penelitian ini akan dikaji apakah layak atau tidak investasi instalasi biogas pada PT. Widodo Makmur Perkasa. Biaya investasi yang cukup besar, terutama untuk generator yang didatangkan dari Jerman dengan nilai mencapai lebih dari 3 milyar. Diharapkan analisis kelayakan investasi ini dapat memberikan pertimbangan untuk perusahaan, apakah layak atau tidak untuk pembangunan instalasi biogas tersebut dilaksanakan. Pengolahan limbah yang tepat dapat memberikan nilai ekonomis bagi para peternak, manfaat yang didapat tidak hanya secara finansial tetapi juga manfaat sosial. Biogas yang dihasilkan akan dikonversi ke energi listrik sebagai pengganti energi listrik dari PT. PLN Persero, sedangkan ampas biogas dapat dijadikan pupuk organik kemasan. Menurut Gittinger (1986), aspek kelayakan seperti aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-managerial, aspek finansial dan aspek sosial merupakan kriteria yang perlu dikaji dalam menilai kelayakan proyek. Aspekaspek tersebut dipaparkan secara deskriptif untuk mendukung kelayakan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu : a. Bagaimana keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik di lokasi penelitian?

23 8 b. Apakah proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong di lokasi penelitian layak untuk dilaksanakan? c. Bagaimana kepekaan kelayakan proyek terhadap perubahan komponen biaya dan manfaat dalam mengelola limbah di lokasi penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas di lokasi penelitian. 2. Menganalisis tingkat kelayakan proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong di lokasi penelitian. 3. Menganalisis kepekaan kelayakan proyek dalam mengelola limbah ternak sapi potong di lokasi penelitian. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengolahan limbah ternak menjadi biogas melalui teknologi alternatif bioproses. Penelitian ini juga diharapkan memberi masukan kepada para peternak sapi potong khususnya di wilayah Cianjur sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan limbah yang dihasilkannya sehingga pencemaran limbah organik yang dihasilkan dapat dikurangi dan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan untuk menanggulangi limbah dan mencari alternatif sumber energi baru.

24 9 1.5 Batasan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur, Jawa Barat hanya membahas instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik dan tidak mencakup keseluruhan usaha peternakan. Penelitian hanya dilakukan untuk satu unit instalasi pembangkit listrik biogas karena diasumsikan biaya pembuatan instalasi pembangkit listrik biogas lainnya sama. Instalasi pembangkit listrik biogas yang dibangun diperuntukkan bagi skala besar (industri). Gas yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan pengganti sumber energi listrik di PT. Widodo Makmur Perkasa dan industri di sekitar lokasi.

25 10 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Bangsa sapi potong di dunia berasal dari sapi primitif dari Asia Tengah yang mengalami domestikasi. Secara garis besar sapi terdiri dari tiga golongan, yaitu: Bos indicus (Zebu: berpunuk), Bos taurus, Bos sondaicus (Bos bibos) (Sugeng, 2006). Jenis bakalan sapi potong yang ada di Indonesia adalah jenis sapi murni, impor, dan jenis sapi hasil persilangan. Termasuk sapi lokal adalah sapi bali, sapi madura, sapi ongol (sapi sumba ongol), sapi peranakan ongol (sapi PO). Jenis sapi murni impor adalah sapi hereford, sapi shorthorn, sapi aberden angus, sapi charolais, dan sapi brahman. Jenis sapi hasil persilangan antara lain: sapi santan gertrudis, sapi breef master, sapi brangus, dan sapi charbray (Siregar, 1999). Menurut Sarwono dan Arianto (2003), penghambat perkembangan industri sapi potong antara lain terbatasnya sapi lokal sehingga belum siap mengisi kebutuhan bakalan industri peternakan (feedlotter) dan beroperasinya Rumah Potong Hewan (RPH) tradisional dan illegal di hampir seluruh wilayah Indonesia. 2.2 Limbah Peternakan Menurut Soehardji (1989), limbah adalah semua buangan yang bersifat padat, cair maupun gas. Sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun gas.

26 Limbah Padat Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padatan atau berada dalam fase padat. Dalam usaha peternakan limbah padat berasal dari kotoran ternak, rumput sisa makanan ternak, ternak yang mati, isi rumen dan isi usus hasil pemotongan (Soehardji, 1989). Komposisi dan nilai produksi urine sapi bervariasi tergantung pada spesies, berat dan jumlah pakan serta jumlah dan jenis bedding Limbah Cair Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair. Dalam usaha peternakan limbah cair berasal dari air seni (urine) ternak, air pencucian kandang, air pencucian pada rumah potong hewan, air pembersih ruang pemotongan dan darah (Soehardji, 1989) Limbah Gas Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Limbah gas dalam usaha peternakan selalu berhubungan dengan limbah padat dan cair. Hal ini disebabkan limbah-limbah tersebut dapat dijadikan limbah gas sebagai fase dekomposisi dari zat kimia yang terkandung pada limbah tersebut (Soehardji, 1989). 2.3 Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biogas Biogas adalah gas yang timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat tertutup atau anaerobik (BSTDI, 1977). Biogas merupakan campuran berbagai gas, biasanya metana (CH 4 ) dan karbondioksida (CO 2 ), juga hidrogen sulfida (H 2 S) tergantung dari substrat yang dikandung oleh bahan

27 12 asalnya. Gas tersebut dihasilkan akibat aktivitas mikroorganisme jenis anaerobik yaitu bakteri yang bekerja pada kondisi tanpa udara atau oksigen. Sebenarnya biogas dapat terbentuk secara alami namun untuk mempercepat dan menampung gas yang terbentuk agar dapat digunakan, diperlukan alat yang memenuhi syarat. Gas metana tidak berwarna, tidak berbau dan mudah terbakar (Marchaim, 1992). Volta pada tahun 1776 adalah orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran dan Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai metana (Marchaim, 1992). Berbagai negara telah memanfaatkan hasil biogas untuk berbagai keperluan seperti bahan bakar rumah tangga, penerangan jalan dan menggerakkan mesin. Pada awal tahun 1896, gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi kotoran hewan secara anaerobik, telah digunakan untuk penerangan jalan di Exeter, Inggris. Pada tahun 1897, gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi anaerobik kotoran manusia, juga digunakan untuk memberikan penerangan di Matinga Leper Asylum Bombay, India. Pemerintah Cina telah mengembangkan biogas sejak tahun 1975, dengan slogannya Biogas untuk setiap rumah tangga. Sebagian besar penduduk Cina memasang digester (alat pencerna) dengan tipe Fixed Dome Digester dan Bag- Red Mud Digester. Biogas yang dihasilkan telah memenuhi kebutuhan energi 25 juta orang untuk memasak dan penerangan, selama delapan hingga 10 bulan tiap tahun. Di Cina Selatan, produksi gas dengan digester skala keluarga menghasilkan 300 m 3 tiap tahun (selama 8 bulan). Di Cina Utara, tiap keluarga menghasilkan biogas 200 m 3 tiap tahun, tergantung suhu lingkungan (Marchaim, 1992).

28 13 Di Vietnam, lebih dari 20 tahun yang lalu biogas telah diperkenalkan sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi masalah kelangkaan energi yang selama ini sangat dibutuhkan oleh tiap rumah tangga (RERIC, 1990). Teknologi biogas dengan digester terbuat dari plastik lebih disukai karena harganya murah dan desainnya lebih sederhana. Harga digester untuk skala rumah tangga sekitar US $ 34 pada tahun 1995 hingga 60 pada tahun 2000 (Bui, 2002). Gas yang dihasilkan tiap rumah tangga yang memiliki enam ekor babi adalah liter tiap tahun (Bui dan Anna, 2002). Di Indonesia, biogas telah dikembangkan sejak lama, namun perkembangannya tidak pesat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketersediaan lahan sebagai tempat biodigester, mengingat kecilnya kepemilikan lahan oleh tiap keluarga, sementara lahan yang dibutuhkan cukup luas. Adapun penyebab lainnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan bagaimana pembuatan unit biogas yang murah dan sederhana. Perkembangan biogas ditujukan kepada peternak skala rumah tangga, sebagai contoh PT Mulya Tiara Nusa, Jakarta telah mengusahakan reaktor biogas dari plastik dengan biaya pembuatannya sebesar 1,8 juta rupiah. Lain halnya dengan usaha pembuatan reaktor biogas hasil kerjasama antara Dinas Pertanian Kota Bogor dengan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, IPB telah memanfaatkan kotoran sapi dalam sistem terapung dan sistem tetap di Desa Kebon Pedes, Bogor. Pembuatan digester sistem terapung membutuhkan biaya sebesar enam juta rupiah dengan ukuran digester 200 x 200 x 200 cm 3. Gas yang dihasilkan mampu digunakan untuk memasak selama ± dua jam.

29 Proses Pembentukan Biogas Pembentukan biogas melalui tiga tahapan proses penting yang masingmasing tahapan didominasi oleh jenis bakteri pengurai yang berbeda. Masingmasing tahapan diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap Pertama: Pemecahan polimer melalui hidrolisis dan fermentasi. Kelompok mikroorganisme fakultatif berperan dalam pemecahan substrat organik. Dengan enzim hidrolitik, polimer dikonversi menjadi monomer sehingga larut dan dapat dijadikan sebagai substrat bagi mikroorganisme berikutnya. Kotoran hewan merupakan senyawa organik yang terdiri dari berbagai komponen terutama karbohidrat, dengan beberapa lipid, protein, dan bahan anorganik. Sebagian besar karbohidrat selulosa dan serat tanaman lainnya seperti hemiselulosa dan lignin, komposisi ini tidak hanya ditemukan dalam limbah pertanian tapi juga limbah hewan, yang sukar dicerna. Untuk melarutkan bahanbahan tersebut, dibutuhkan bakteri yang memiliki enzim selulolitik, lipolitik dan proteolitik. Senyawa-senyawa kompleks ini menunjukkan rasio C/N yang tinggi sehingga gas metana yang dapat dihasilkan pada akhir proses cukup banyak (BSTDI, 1977). Aktivitas selulolitik paling kritis dalam mereduksi material kompleks menjadi sederhana sehingga dapat dicerna (soluble) dan menjadi komponen organik. Fraksi terbesar bahan organik pada endapan kotoran adalah selulosa dan jika residu tanaman dibutuhkan secara langsung, jumlah selulosa akan lebih tinggi dalam kondisi bahan kering. Selulosa merupakan polimer glukosa rantai panjang dengan pola percabangan yang kompleks. Bakteri selulolitik mereduksi rantai dan

30 15 cabang tersebut menjadi dimer dan kemudian menjadi molekul gula monomer, yang selanjutnya dikonversi menjadi asam organik. Bakteri selulolitik biasanya dibagi berdasarkan suhu optimal di mana digesti terjadi. Bakteri mesofilik hidup optimal pada suhu C (dalam perut ternak), bakteri termofilik bekerja optimal pada suhu C di mana ph optimal kedua bakteri tersebut adalah 6.0 sampai dengan 7.0. Asam organik diproduksi selama pemecahan selulosa, di mana ph mulai turun selama fermentasi dan proses digesti, sehingga diperlukan sistem penyangga dengan penambahan kapur untuk menstabilkannya. Jadi selama proses pembentukan asam dan metana diharapkan ph tetap tujuh. Sinergi (kerja sama) antara bakteri selulolitik dan hidrolitik sangat penting dalam pemecahan material mentah. Penyelidikan menunjukkan bahwa selulosa yang dihilangkan dengan bahan campuran lebih besar dibandingkan dengan bahan murni oleh bakteri selulolitik. Secara tidak langsung bahwa kegiatan sinergis diharapkan sebagai pemanfaatan hasil aktivitas bakteri selulolitik oleh bakteri non selulolitik. Konversi selulosa dan kompleks material mentah lainnya menjadi monomer sederhana menjadi batas awal tahap produksi metana, hal ini terlihat dari kegiatan bakteri tahap pertama mulai turun. Proses hidrolisis yang terjadi pada tahap pertama tergantung pada substrat dan konsentrasi bakteri, serta lingkungan, seperti ph dan suhu.

31 16 2. Tahap kedua: Tahap produksi asam melalui asetogenesis dan dihidrogenasi. Komponen bahan terlarut itu dikonversi menjadi asam organik. Asam organik yang larut terutama asam asetat merupakan substrat bagi tahap yang terakhir. Komponen monomer yang dibebaskan hasil pemecahan polimer oleh bakteri hidrolitik selama tahap pertama, substratnya dimanfaatkan bakteri lain yang menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme karbohidrat adalah asetat, propionat dan laktat. Beberapa spesies bakteri metanogen hanya mampu memanfaatkan asam asetat. Beberapa spesies bakteri metanogen dapat memproduksi metana dari gas hidrogen dan CO 2, substrat ini juga dihasilkan selama katabolisme karbohidrat. Metana juga dapat diproduksi melalui reduksi methanol, yang kemungkinan merupakan hasil dari pemecahan karbohidrat. Bagaimanapun juga, asam asetat merupakan satu-satunya substrat yang paling penting (sebesar 70 persen) untuk pembentukan metana. Proses mikrobiologi pada tahap kedua ini belum dapat dijelaskan, karena banyak spesies bakteri yang dilibatkan, jumlah asam, H 2, CO 2 dan alkohol sederhana yang diproduksi tergantung dari flora yang dikonsumsi oleh ternak dan kondisi lingkungan (BSTDI, 1977). 3. Tahap ketiga: Tahap pembentukan gas metana melalui proses metanogenesis. Substrat berupa asam organik didekomposisikan oleh bakteri metanogen menghasilkan metana dalam kondisi anaerobik melalui dua jalan, yaitu fermentasi asam asetat menjadi metana dan CO 2, atau reduksi CO 2 menjadi metana yang menggunakan gas hidrogen atau asam format yang diproduksi oleh bakteri lain. Produksi gas metana pada tahap ketiga mengurangi ketersediaan oksigen yang tersisa. Dan ini menghasilkan residu yang secara biologi stabil.

32 17 Bakteri metanogen memanfaatkan asam asetat, methanol atau CO 2 dan H 2 untuk menghasilkan metana. Aktivitas bakteri metanogen juga tergantung pada bakteri tahap pertama dan tahap kedua dalam menyediakan nutrisi, misal N- organik direduksi menjadi ammonia sehingga terjadi efisiensi N yang dibebaskan oleh bakteri metanogen. Bakteri ini juga membutuhkan fosfat dan bahan lain yang kebutuhannya belum pernah ditentukan. Bakteri metana sangat sensitif terhadap faktor lingkungan. Karena bersifat anaerob obligat, pertumbuhannya akan terhambat oleh kandungan oksigen yang sedikit. Tidak hanya oksigen, tapi tingginya materi pereduksi, seperti nitrit atau nitrat, dapat menghambat bakteri metanogen. Bakteri pada tahap pertama dan kedua sama-sama sensitif terhadap keracunan, tapi responnya tidak begitu terlihat. Biasanya penghentian gas yang disertai dengan meningkatnya akumulasi asam organik mengakibatkan ph turun. Dalam keadaan ini memungkinkan keracunan amonium (> mg/l total N amonium pada ph 7.4), ion amonium (>3.000 mg/l total N amonium pada segala ph), sulfida terlarut (> mg/l, mungkin >200mg/l), dan garam terlarut, terhadap logam seperti tembaga, seng dan nikel. Garam logam alkali dan alkali tanah, seperti natrium, kalium, kalsium, atau magnesium bisa sebagai perangsang atau sebagai penghambat proses yang terjadi, tergantung konsentrasinya. Ketiga tahapan disajikan secara sederhana seperti Gambar 1.

33 18 4 % 20 % Kompleks Organik Tahap 1 Hidrolisis & { 76 % Fermentasi Asam Organik Tahap 2 Berantai Panjang Asetogenesis & Dehidrogenesi 24 % 52 % H 2 Asam Asetat Tahap 3 Tahap 3 Metanogenesis CH 4 Metanogenesis 28 % 72 % Gambar 1. Tahapan Pembentukan Gas Metana (Marchaim, 1992) Komposis gas yang diproduksi oleh digesti anaerobik sebaiknya persen CH 4 dan persen CO 2, dengan sedikit H 2 S dan sisa gas lainnya yaitu hidrogen, ammonium dan nitrogen oksida. Komposisi gas merupakan fungsi dari bahan makanan. Limbah selulosa menghasilkan metana dan CO 2. Limbah yang mengandung protein atau lemak menghasilkan gas metana lebih tinggi. Gas hidrogen sulfida dan karbondioksida tidak diharapkan keberadaannya, sehingga perlu dilakukan pemurnian gas tersebut yang terkandung dalam biogas. Gas ini dapat dipisahkan dengan berbagai metode antara lain water scrubbing, caustic scrubbing, solid absorption, liquid absorption dan pressure separation (NRC, 1977). Water scrubbing adalah metode penggunaan air untuk melarutkan gas CO 2 pada tekanan dan suhu tertentu. Hanya sedikit H 2 S yang dapat dihilangkan apabila menggunakan metode ini, sedangkan caustic scrubbing merupakana metode pemurnian kedua gas tersebut dengan menggunakan agen

34 19 NaOH, KOH dan Ca(OH) 2. Sebagai contoh, NaOH direaksikan dengan CO 2 akan menghasilkan natrium karbonat (Na 2 CO 3 ) dan air. Solid absorption adalah metode paling sederhana dan murah, adanya spon besi yang mengeliminasi gas H 2 S dengan cara mencuci gas dalam kondisi kering tanpa unsur lainnya. Spon besi ini dibuat dari Fe oksida yang dicampur dengan serbuk kayu. Spon besi sebanyak satu busel (35.2 liter) dapat menghilangkan 3.7 kg S. Bakteri metanogen pada umumnya sangat sensitif, walaupun semua kelompok yang dilibatkan pada proses digesti dapat dipengaruhi. Pertumbuhan bakteri yang lama akibat penghambatan metanogen, dapat menimbulkan kegagalan pada sistem campuran yang lengkap untuk mengurangi massa bakteri. Dalam sistem biodigesti yang bekerja dengan baik, karbon adalah satusatunya unsur yang hilang dalam jumlah besar. Nitrogen dan fosfor akan tersisa dalam jumlah yang sama tapi dalam konsentrasi yang lebih tinggi karena bahan lain sudah terdigesti (Bui dan Preston, 1999). 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya biogas. Faktor yang paling berpengaruh adalah suhu, ph, bahan baku, dan potensial redoks. 1. Suhu Suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pada suhu mesofilik ( C), pertumbuhan mikroba berkurang. Bakteri metana sangat sensitif terhadap perubahan suhu yang tiba-tiba, dan suhu optimum untuk stabilitas proses perlu dikontrol dengan hati-hati dalam selang batasan yang sempit pada suhu operasinya dan sebaiknya dilindungi dari perubahan suhu yang tiba-tiba. Tingkat reaksi termofilik lebih besar dari pada mesofilik. Gas yang dihasilkan pada suhu

35 20 termofilik sebesar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan suhu mesofilik. Untuk itu biodigester perlu ditempatkan dalam lubang di tanah dan dibiarkan terekspos kepada sinar matahari, kecuali pada sambungan-sambungan antar tabung plastik yang diikat dengan tali karet, harus dilindungi dari sinar matahari agar tidak memuai pada saat suhu meningkat sehingga memungkinkan kebocoran gas. 2. ph Bakteri sensitif terhadap perubahan ph, dengan ph optimum antara walaupun ph turun hingga 6.6, produksi gas dapat terpenuhi antara Dalam kondisi asam yaitu ph 6.2 memiliki sifat toksik bagi bakteri dimana produksi asam masih berlangsung, sampai ph turun dengan cepat hingga Asam organik yang diproduksi selama tahap pertama melalui proses fermentasi, menyebabkan ph menjadi tertekan. Asam ini dapat ditiadakan melalui penghancuran asam volatil dan pembentukan kembali buffer bikarbonat (HCO 3 ), selama tahap kedua. Jika asam organik volatil yang terbentuk lebih besar dari pada metana, maka terjadi ketidakseimbangan sistem, sehingga ph akan terus menurun. Oleh karena itu dibutuhkan kapasitas penyangga berupa kapur atau agen lainnya seperti ammonium hidroksida, tapi pemakaiannya harus hati-hati karena ion ammonium dapat membahayakan (BSTID, 1977). Sistem ph tergantung pada hasil intermedier yang difermentasikan menjadi metana dan karbondioksida, yaitu pada konsentrasi alkalinitas dan asam volatil. Kemungkinannya sedikit untuk membentuk ph menjadi optimum karena sebagian hasil kontribusi yang berbeda dari berbagai reaksi.

36 21 Sistem ini biasanya dapat mengganggu fluktuasi konsentrasi asam atau basa karena buffer alami disediakan oleh ion ammonium dan bikarbonat. Buffer yang disediakan oleh karbondioksida atau sistem bikarbonat digambarkan sebagai berikut: ph = log (HCO 3 )/CO 2 terlarut) Konsentrasi CO 2 terlarut tergantung dari suhu dan tekanan parsial (pco 2 ) yaitu volum fraksi gas CO 2 di atas fermentor x tekanan total. Khususnya, pada suhu 35 0 C konsentrasi CO 2 terlarut = pco 2 liter/liter air. Dengan demikian, komposisi gas dan tekanan operasi mempengaruhi ph dan akhirnya pelaksanaan digesti. Jika asam terbentuk pada awal proses digesti sehingga ph turun, proporsi gas CO 2 meningkat, petunjuk lebih lanjut ph turun. Dengan kata lain, sistem mempunyai derajat pengaturan sendiri dan memudahkan melihat sistem tersebut menjadi tidak stabil (Pyle, 1982). Sebaiknya untuk memelihara kecukupan total alkalinitas (CaCO 2 ) nilai mg/liter biasanya disarankan, ada saat nilainya rendah, sedikit meningkatkan konsentrasi asam volatil menunjukkan besarnya penurunan ph. Jika ph turun, sering disarankan dengan penambahan kapur, bagaimanapun juga kapur bereaksi dengan CO 2 untuk menghasilkan kalsium karbonat dan saat alkalinitas di atas 1000 mg/liter produksinya tidak larut. Sodium bikarbonat merupakan buffer yang jauh lebih baik. Pada suatu kondisi bahwa ph perlu untuk diturunkan, asam hidroklorida dapat digunakan (Pyle, 1982).

37 22 3. Bahan baku Bahan baku kotoran hewan dan campurannya memiliki potensi yang berbeda-beda dalam menghasilkan biogas (Wulfert, 1994). Dari berbagai literatur yang ditulis, kotoran babi menghasilkan biogas yang paling banyak. Kotoran sapi merupakan limbah organik yang dihasilkan ternak sapi berupa padatan dan kadang-kadang cairan berupa urin. Seringkali kotoran sapi ini dibuang ke tempat yang tidak tepat, akibatnya dapat mencemari lingkungan perairan dan timbul bau yang tidak sedap. Sebagai contoh, PT. Lintas Nusa, Tasikmalaya memiliki 3000 ekor sapi telah membuang kotoran sapinya ke sungai Citanduy. Adapun kandungan kimia dari kotoran sapi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Kimia Kotoran Sapi Senyawa Kandungan (rata-rata % berat) Hemiselulosa 6.0 Selulosa 34.5 Lemak 14.0 Protein 19.0 Abu 4.0 Sumber: Maki (1954) Limbah buangan yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik berupa effluent dengan rasio C/N paling sedikit 10. Effluent dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman (Marchaim, 1992).

38 23 Tabel 3. Keseimbangan hara subsistem biodigesti Kotoran Biogas N P C Hewan (kg) (L) (kg/tahun) (kg/tahun) (kg/tahun) Input Biogas Output Effluent Output Sumber: Bui, An (2002) 4. Potensi Redoks (Eh) Pada tahap ketiga yaitu tahap pembentukan metana, produk padatan akan diubah. Energi yang terlibat dalam reaksi ini adalah sedikit dan jumlah sel bakteri yang terbentuk juga sedikit; pada kondisi lain, sejumlah ammonia terlarut hasil dari tahap pertama dan kedua dapat dimanfaatkan oleh bakteri metanogen. Pada kenyataannya, secara keseluruhan bakteri metanogen tergantung pada tahap pertumbuhan bakteri. Di samping tergantung pada mereka untuk ketersediaan N (ammonia) dan keterbatasan substrat dapat dimanfaatkan, potensial redoks (Eh) di bawah -330 mv dibutuhkan untuk tumbuh. Pada kultur campuran (mixed culture), aktivitas metabolisme anaerob fakultatif pada tahap pertama untuk mereduksi Eh menjadi level yang dibutuhkan, bakteri metanogen sendiri tidak dapat menghasilkan kondisi reduktif (Pyle, 1982). 2.6 Tipe-tipe Digester Digester merupakan alat pencerna sebagai reaktor terjadinya proses pencernaan bahan organik secara anaerobik. Adapun berbagai tipe digester secara garis besar disajikan pada Gambar 2.

39 24

40 25 Gambar 2. Tipe-tipe Digester (Marchaim, 1992) Dari berbagai tipe digester, Batch digester merupakan tipe yang paling sederhana, di mana pengisian digester hanya dilakukan sekali waktu, di mana proses dekomposisi hingga menghasilkan gas telah mencapai maksimal, kemudian baru dilakukan pengisian kembali dalam kondisi digester setelah dikosongkan. Untuk tipe Fixed Dome Digester yang diterapkan di Cina merupakan tipe yang dijadikan sebagai standar nasional dengan mempertahankan harga digester yang murah. Floating Dome digester terbuat dari bahan Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) untuk mengatasi masalah korosi pada bahan sebelumnya yang terbuat dari baja. Lain halnya dengan Bag-Red Mud digester terbuat dari plastik yang mempermudah sinar matahari masuk. Tipe ini mirip dengan Plug Flow digester yang terdiri dari parit beton atau membrane impermeabel.

41 26 Anaerobic Filter digester merupakan penyempurnaan dari Batch digester yaitu mengurangi volume reaktornya. Tipe ini digunakan untuk limbah yang terlarut, misalnya melarutkan kotoran babi hingga mengandung padatan sebesar 2%. Tipe Anaerobic Baffled Reactor digester merupakan tipe yang baru, bentuknya sama dengan sistem septik tank, terdapat sekat antara atap dan dasar tangki untuk saluran limbah cair ke atas dan ke bawah. Pada tipe Anaerobic Contract digester memanfaatkan kembali cairan yang keluar dari sistem yang masih terdapat potensi produksi gas sehingga dibuat vacum degasifikasi. Sedangkan UASB digester merupakan tangki sirkulasi, dengan pengisian limbahnya dari bawah. 2.7 Hasil Studi Terdahulu Hasil studi terdahulu diperlukan dalam menyusun karya ilmiah. Studi terdahulu dilakukan untuk melihat sejauh mana metode penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan beberapa model permasalahan khususnya mengenai analisis kelayakan usaha. Berikut disajikan beberapa studi terdahulu pada Tabel 4.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR) Oleh Muzayin A 14105576 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah merupakan sebuah usaha dimana input utama yang digunakan adalah sapi perah untuk menghasilkan susu sebagai output utamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya diperlihara untuk diambil tenaga, daging,

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN Oleh : NUR ARIFIYA AR F14050764 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Chrisnanda Anggradiar NRP

Chrisnanda Anggradiar NRP RANCANG BANGUN ALAT PRODUKSI BIOGAS DENGAN SUMBER ECENG GONDOK DAN KOTORAN HEWAN Oleh : Chrisnanda Anggradiar NRP. 2106 030 038 Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan energi fosil yang ada di bumi semakin menipis. Bila hal

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik di bidang peternakan, seperti halnya peternakan sapi potong. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG.

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. Wignyanto 1) ; Susinggih Wijana 2) ; Saiful Rijal 3) ABSTRAK Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI TURBO Vol. 5 No. 1. 2016 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini bukan hanya pertumbuhan penduduk saja yang berkembang secara cepat tetapi pertumbuhan di bidang industri pemakai energi pun mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah sampah menjadi permasalahan yang sangat serius terutama bagi kota-kota besar seperti Kota Bandung salah satunya. Salah satu jenis sampah yaitu sampah

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Bintang Rizqi Prasetyo 1), C. Rangkuti 2) 1). Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti E-mail: iam_tyo11@yahoo.com 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS Disusun Oleh: ALDINO OVAN YUDHO K. INDRA KUSDWIATMAJA I8311001 I8311024 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan semakin

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari TINJAUAN LITERATUR Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4 5 sesudah biodigester

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Bakteri ini

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan akan bahan bakar fosil sebagai sumber energi membawa kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan bakar fosil (khususnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS 16-159 ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS Amaliyah Rohsari Indah Utami, Triwikantoro, Melania Suweni Muntini IT TELKOM Bandung, ITS Surabaya, ITS Surabaya E-mail : amaliyahriu@gmail.com

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Meningkatnya populasi manusia di Indonesia dan padatnya penduduk membuat limbah-limbah sulit untuk ditangani sehingga seringkali mencemari lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME

EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME LAPORAN TUGAS AKHIR EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME 4 DENGAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI DAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN ALAT BIODIGESTER (Efficiency of Process

Lebih terperinci

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya PENGARUH PERBANDINGAN KONSENTRASI STARTER DAN BIOMASSA SERTA WAKTU FERMENTASI DALAM PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU MENJADI BIOGAS MELALUI FERMENTASI ANAEROB Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEJARAH BIOGAS Biogas merupakan suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (Prihandana & Hendroko

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN Roy Renatha Saputro dan Rr. Dewi Artanti Putri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen dalam biogas terdiri

Lebih terperinci

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang

Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang Yasinta Fajar Saputri 2212 105 070 Dosen Pembimbing I Ir. Teguh Yuwono Dosen Pembimbing II Ir. H. Syariffuddin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Pembentukan biogas berlangsung melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci