ISSN: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. Oleh : I Made Kastama *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. Oleh : I Made Kastama *"

Transkripsi

1 ISSN: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN Oleh : I Made Kastama * Abstrak Masyarakat memiliki kepentingan yang beraneka ragam yang sangat perlu dipenuhi agar mendapat kehidupan yang lebih baik, namun dalam pemenuhan kepentingan itu sering terjadi benturan-benturan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang sering mengarah pada pelanggaran yang merugikan masyarakat, sebagai akibat dari ketidakteraturan dan ketidaktentraman dalam memenuhi kebutuhan/kepentingan yang satu dengan yang lainnya tidak searah sehingga terjadi benturan/perselisihan. Apalagi dalam memenuhi kebutuhan itu sampai melanggar hak orang lain bahkan mengambilnya dengan cara merampas hak orang lain. Pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya bukan barang saja menjadi objek sasarannya melainkan si pemilik barang ikut menjadi korban kekerasan. Pencurian dengan kekerasan sering meresahkan masyarakat sehingga perlu diambil tindakan hukum secara tegas dan nyata. Kejahatan pencurian dengan kekerasan merupakan tindak pidana yang sadis dan mengerikan, karena si pelaku sebelum melakukan kejahatan pencurian, mereka terlebih dahulu harus melumpuhkan atau membuat si korban menjadi tidak berdaya dengan maksud untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian yang dilakukan. Untuk terwujudnya ketentraman dan rasa keadilan dalam masyarakat, perlu adanya penegakan hukum yang berlaku sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan pelaku, Negaralah merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan pidana. Pemerintah yang mengendalikan hukum tersebut, karenanya pemerintah berhak untuk memidana. Hak menjatuhkan pidana merupakan perlengkapan Negara, hanya yang mempunyai wewenang yang dapat melaksanakan dan memberlakukan kehendak yang mempunyai hak memidana. Negaralah yang berhak menjatuhkan pidana, melalui alat pemerintah. Kata Kunci : Pidana, Pencurian, Kekerasan. * Penulis adalah Dosen pada Jurusan Hukum Agama Hindu STAHN-TP Palangka Raya Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

2 I. Pendahuluan Negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hukum, hak-hak asasi manusia, negara Indonesia menganut persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara, tercantum dalam pasal 27 (1) UUD 1945, yang menyatakan Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak-hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah. Pemerintah memiliki kewajiban dalam melaksanakan pembangunan terutama dalam hal pembangunan di segala bidang dan yang paling penting pembangunan di bidang hukum. Pembangunan hukum dan perundang-undangan telah menciptakan sistem hukum dan produk hukum yang mengayomi dan memberikan landasan hukum bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan. Kesadaran hukum yang semakin meningkat serta makin lajunya pembangunan menuntut terbentuknya sistem hukum nasional dan produk hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD Pembangunan hukum selanjutnya masih perlu memperhatikan peningkatan pemasyarakatan hukum, peningkatan pelaksanaan penegak hukum secara konsisten, konsekuen, berkualitas dan bertanggung jawab. Peningkatan aparat hukum yang berkualitas dan bertanggung jawab itu diperlukan juga peranan dari negara. Cara negara bertindak dalam hal ini adalah dengan bantuan badan-badan yang berwajib sebagai alat-alat perlengkapan negara seperti polisi dan jaksa yang berwenang untuk melakukan penyidikan dan jika perlu diadakan penahanan bagi mereka yang melanggar hukum. Warga negara dalam memenuhi hak dan kewajibannya memiliki kepentingan yang beraneka ragam yang sangat perlu dipenuhi agar mendapat kehidupan yang lebih baik. Dalam memenuhi kepentingan itu sering terjadi benturan-benturan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang tidak mustahil terjadi pelanggaran dan tindak kejahatan yang merugikan masyarakat. Di dalam masyarakat sering terjadi ketidakteraturan dan ketidaktentraman sebagai akibat adanya kebutuhan/kepentingan yang satu dengan yang lainnya tidak searah sehingga terjadi benturan/perselisihan sebagai akibat dari pertentangan Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

3 kepentingan itu. Apabila pertentangan atau ketidakseimbangan hubungan masyarakat meningkat menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Disamping itu kebutuhan hidup manusia dalam kehidupan sehariharinya juga sangat mempengaruhi perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan. Kebutuhan yang mendesak bisa mengakibatkan orang-orang memenuhinya dengan cara tidak baik atau melakukan kejahatan baik yang disadarinya atau tidak disadarinya sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Kejahatan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri. Sejarah perkembangan manusia sebelum, selama dan sesudah abad pertengahan telah ditandai dengan berbagai upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya dan hampir sebagian besar memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam dunia realita. Bahkan kehidupan umat manusia pada abad ke 21 ini masih ditandai pula oleh eksistensi kekerasan sebagai suatu fenomena yang tidak berkesudahan, apakah fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau tujuan yang bersifat perorangan. Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri, bahkan ia sudah membentuk suatu ciri tersendiri dalam khasanah studi tentang kejahatan. Semakin menggejala dan menyebar luas frekuensi kejahatan yang diikuti dengan kekerasan dalam masyarakat maka semakin tebal keyakinan masyarakat akan penting dan seriusnya kejahatan semacam ini. (Romli Atmasasmita, 1992 : 52) Dilihat dari sudut pandangan kriminologi, kejahatan-kejahatan dengan kekerasan dapat dijelaskan dengan melihat pada kultur dan struktur-struktur yang ada dalam masyarakat. Sumber-sumber cultural dari kejahatan-kejahatan dengan kekerasan terletak pada berseminya sub kebudayaan kekerasan yang antara lain merupakan nilai-nilai dan norma yang mendukung pola prilaku kekerasan dimana respon-respon yang secara pisik agresif diharapkan, bahkan dibutuhkan oleh kelompok-kelompok sosial pendukung sub kebudayaan tersebut.(mulyana W. Kusumah, 1990 :53) Seringkali perkembangan sub kebudayaan kekerasan ini diperkuat oleh reaksi-reaksi terhadapnya, baik dari masyarakat maupun dari mereka yang mempunyai monopoli atas kekerasan yang sah seperti pelaksana penegak hukum. Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

4 Dalam beberapa kasus misalnya : perampokan dan bentuk-bentuk kejahatan dengan kekerasan lain tidak jarang terbetik berita mengenai mati tertembaknya pelaku kejahatan oleh pelaksana penegak hukum. Hal ini merupakan perwujudan reaksi kekerasan yang sah atas kekerasan illegal dan kekerasan kian dipandang sebagai bagian gaya hidup, pemecah masalah kolektif secara cepat. (Mulyana W. Kusumah, 1990 :53) Kejahatan dengan kekerasan selalu ada dan berkembang mengikuti perkembangan jaman dan masyarakat, sehingga dapat dikatakan Crime is a social phenomenen. Kejahatan tidak dikehendaki masyarakat, tetapi ia selalu ada dan dilakukan oleh warga masyarakat, kejahatan sebagai fenomena sosial tidak bisa lepas (riil) dalam masyarakat dan dalam penanggulangannya tidak bisa hanya mengandalkan mekanisme hukum saja tetapi juga diperlukan mekanisme lain termasuk juga pelaksanaan pembinaan terhadap masyarakat. Disamping itu kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan akan berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitas kejahatan. Di wilayah perkotaan pertumbuhan dan perkembangan fungsi kota secara administratif maupun komersial serta keadaan kota yang semakin menjadi interaksi sosial budaya yang sangat mempengaruhi nilai, pandangan dan sikap prilaku warganya. Palangka Raya sebagai Ibukota Kalimantan Tengah tidaklah terlepas dari apa yang dikemukakan di atas. Sebagai pusat aktivitas usaha, tempat lokasi sejuta hektar tersedianya fasilitas-fasilitas fisik yang sangat mendukung baik berupa komunikasi maupun transportasi tentu merupakan tempat yang sangat menarik. Tingginya urbanisasi maupun arus pendatang luar daerah tentunya merupakan fenomena tersendiri, karena dapat dipastikan yang datang ke Palangka Raya belumlah tentu mereka-mereka yang punya ketrampilan ataupun pekerjaan tetap, bahkan banyak dari mereka datang justru untuk mencari lapangan pekerjaan. Keadaan yang demikian bisa menimbulkan kerawanan bagi daerah setempat dan yang paling ditakutkan apabila kedatangan mereka justru mengalihkan kegiatan kejahatannya. Pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya bukan barang saja menjadi objek sasarannya melainkan si pemilik barang ikut menjadi korban kekerasan. Disinilah yang dimaksud dalam Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah yang disamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya (lemah). Tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar. Melakukan kekerasan disini mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah seperti memukul dengan tangan atau dengan Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

5 segala macam benda misalnya senjata tajam, kayu atau benda keras lainnya serta menyabot orang dengan mengikat orang dalam kamar yang terkunci dan tertutup. Kekerasan yang dilakukan harus pada orang bukan pada benda atau binatang, seseorang disini bukan saja orang yang mempunyai barang yang akan dicuri tetapi siapa saja yang menjadi korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP), sewaktu dan setelah si pelaku melakukan aksinya. Kejahatan dengan cara melakukan kekerasan seperti dalam pembahasan disini yaitu pencurian dengan kekerasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 365 KUHP yaitu : Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tangannya. (R. Soegandhi, 1980 : 382) Pencurian dengan kekerasan sering meresahkan masyarakat sehingga perlu diambil tindakan hukum secara tegas dan nyata. Kejahatan pencurian dengan kekerasan merupakan tindak pidana yang sadis dan mengerikan, karena si pelaku sebelum kejahatan pencurian, mereka terlebih dahulu harus melumpuhkan atau membuat si korban menjadi tidak berdaya dengan maksud untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian yang dilakukan. Pencurian dengan kekerasan dapat diklasifikasikan dalam bentuk : perampokan, pembegalan, penodongan, penjambretan dan perampasan. Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas hal menarik yang ingin dibahas adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang berbeda dengan pencurian biasa yaitu mengambil dengan diam-diam, dengan sembunyi tanpa diketahui orang. II. Pemidanaan Terhadap Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Pidana merupakan istilah yang mempunyai pengertian khusus berbeda dengan hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Sedangkan pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana yaitu sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan. Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

6 Pembahasan tentang pidana di dalam lapangan hukum pidana mendapat perhatian khusus para praktisi hukum dalam keterkaitannya dengan tugas melakukan penegakan hukum pidana. Secara definitif dikenal beberapa pendapat para ahli hukum yang merumuskan tentang pengertian pidana. Sudarto mengatakan bahwa : Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. (Sudarto, 1983 : 30). Sedangkan menurut Roeslan Saleh, Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. ( Muladi Dan Barda Nawawi, 1992 : 2). Selanjutnya pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan / diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatan yang telah melanggar larangan hukum pidana. ( Adami Chazawi, 2005 : 24) Pidana dapat dikatakan merupakan sanksi negatif yang diberikan kepada orang yang telah terbukti bersalah atau dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana atas tindak pidana yang dilakukan. Dari pengertian tersebut bahwa pidana sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan harus berdasarkan vonis hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan, apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan. Pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh negara, kepada orang-orang yang melanggar Undang-Undang Hukum Pidana. Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari hukum pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa tidak enak bagi si terpidana. Mencantumkan pidana pada setiap larangan dalam hukum pidana, disamping bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi kekuasaan negara juga bertujuan untuk mencegah (preventif) bagi orang yang berniat untuk melanggar hukum. Negara merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan pidana. Pemerintah yang mengendalikan hukum tersebut, karenanya pemerintah berhak untuk memidana. Hak menjatuhkan pidana merupakan perlengkapan Negara, hanya yang mempunyai wewenang yang dapat melaksanakan dan memberlakukan kehendak yang mempunyai hak memidana. Negaralah yang berhak menjatuhkan pidana, melalui alat pemerintah. ( Soejono, 1996 : 37) Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

7 masyarakat atau Negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukan. Pemidanaan merupakan konkritisasi atau realisasi peraturan pidana dalam undang-undang yang merupakan sesuatu yang abstrak. Pemidanaan dilakukan melalui suatu proses yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana, sebagai suatu perangkat yang bertujuan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum pidana materiil. Pemberian ancaman pidana itu merupakan bidang dari pembentuk undang-undang berdasarkan asas legalitas, yang berbunyi: nullum delictum, nulla poena, sine preavia lege (poenali). Jadi, untuk mengenakan poena atau pidana diperlukan undang-undang terlebih dahulu. Peraturan tentang sanksi yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang itu memerlukan perwujudan lebih lanjut, dengan dibentuknya badan atau instansi dengan alat-alat yang secara nyata dapat merealisasikan aturan pidana itu. (Siswanto Sunarso, 2005 : 65) Pemidanaan bila diartikan secara luas adalah sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkrit sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana). (Barda Nawawi Arief, 1996 : 129) Dengan demikian, proses penyelesaian perkara pidana dengan mekanisme sistem peradilan pidana merupakan suatu proses penegakan hukum, dalam arti penegakan hukum secara konkrit yaitu berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya ditaati, oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum inconcreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Secara fungsional dan operasional pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses dan kebijaksanaan yang konkritisasinya sengaja direncanakan melalui tahap formulasi oleh pembuat Undang-Undang, tahap aplikasi oleh aparat yang berwenang dan tahap eksekusi oleh aparat/ instansi pelaksana pidana. Oleh karena itu pemidanaan atau penjatuhan pidana merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit, yang hanya dapat dilakukan oleh hakim yang memeriksa perkara pidana. Dalam pemeriksaan perkara pidana ada tiga macam putusan yang dapat dijatuhkan hakim yaitu : Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

8 a. Penjatuhan hukuman (veroordeling). Dalam hal ini oleh hakim diputuskan, bahwa terdakwa terang salah telah melakukan peristiwa pidana yang dituduhkan kepadanya; atau b. Pembebasan dari penuntutan hukuman (ontslag van rechtsvervolging). Dalam hal ini hakim memutuskan, bahwa peristiwa yang dituduhkan kepada terdakwa itu dibuktikan dengan cukup terang, akan tetapi peristiwa itu ternyata bukan peristiwa pidana, atau terdakwanya kedapatan tidak dapat dihukum, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu; atau c. Putusan bebas (vrijspraak). Putusan ini berarti, bahwa kesalahan terdakwa atau peristiwa yang dituduhkan kepadanya tidak cukup buktinya. (R. Soesilo, 1995 : 90) Apabila hakim menjatuhkan putusan penjatuhan pidana, pidana yang dijatuhkan dalam peristiwa konkret tidak harus persis sama dengan ancaman pidana yang tercantum dalam rumusan tindak pidana yang didakwakan. Atas dasar ancaman pidana tepat yang tercantum dalam rumusan tindak pidana yang didakwakan itu, hakim dapat menimbang-nimbang penerapan pidana yang dipandang paling tepat dan adil bagi terpidana. Dalam menjatuhkan pidana hakim tetap terikat pada jenis pidana yang tercantum dalam tindak pidana yang terbukti dilakukan terpidana, akan tetapi disamping keterikatan itu, hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan berat ringannya pidana yang dipandang paling adil dan tepat. Pencurian dengan kekerasan merupakan tindak pidana yang sadis dan mengerikan, karena pelaku sebelum, sedang atau setelah melakukan kejahatan dengan pencurian, maka mereka harus melumpuhkan atau membuat si korban menjadi tidak berdaya dengan maksud untuk memudahkan pencuriannya itu. Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP. Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun, dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tangannya. (R. Soesilo, 1995 : 253) Pencurian dengan kekerasan tersebut mempunyai unsur sebagai berikut : 1. Pencurian 2. a. Didahului kekerasan atau ancaman kekerasan b. Disertai kekerasan atau ancaman kekerasan Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

9 c. Diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan 3. Dengan maksud ; a. mempersiapkan pencurian b. memudahkan pencurian c. memudahkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya d. menjamin tetap dikuasainya barang yang telah dicurinya Pasal 365 KUHP ini merupakan pencurian dengan keadaan yang memberatkan karena disertasi kekerasan atau ancaman kekerasan baik dilakukan seorang atau lebih yang mengakibatkan luka berat atau mati, maka pasal ini disebut Pencurian dengan penggunaan kekerasan. (Soeharto. RM., 1991 : 47) Kalau kita hubungkan perbuatan kekerasan dengan unsur-unsur tertentu dari ayat-ayat dalam Pasal 365 KUHP itu, maka disitu kita jumpai unsur-unsur luka berat dan matinya orang, sehingga kekerasan itu merupakan kekerasan fisik yang ditujukan kepada orangnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 365 ayat (2), (3) dan (4) KUHP. Ayat (2) Pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e. jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2e. jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih; 3e. jika si tersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu 4e. jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat Ayat (3) Pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati; Ayat (4) Pidana mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara semetara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam 1 dan 3. (R. Soesilo, 1995 : ) Kemudian dalam pasal 365 ayat (2) KUHP menentukan bahwa kejahatan yang diatur dalam ayat (1) tersebut di atas disertai dengan hal-hal yang diatur dalam ayat (2), maka pidananya diperberat menjadi pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. Semua unsur yang disebutkan dalam ayat (2) di atas telah dibicarakan dahulu sehigga tidak perlu diulangi lagi, maka yang perlu ditinjau adalah pengertian mengenai jalan umum dan luka berat. Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

10 Yang dimaksud dengan jalan umum adalah setiap jalan di dataran dalam bentuk apapun (jalan raya, gang, jalan terowongan, jalan layang, jembatan dan lainlain) yang terbuka untuk umum. Sedangkan yang dimaksud dengan luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah sebagai berikut : a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau mendatangkan bahaya maut; b. Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian; c. Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra; d. Mendapat cacat besar e. Lumpuh (kelumpuhan); f. Akal, tenaga faham tidak sempurna lebih dari empat minggu; g. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. (R. Soegandhi, 1980 : 107) Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) dibandingkan dengan pemerasan (Pasal 368 KUHP), maka akan tampak suatu perbedaan yang penting, misalnya apabila orang yang kena kekerasan atau ancaman kekerasan dari penjahat, menyerah lalu memberikan barangnya (baik dengan cara menyampaikan barang itu kepada penjahat, maupun penjahat mengambil sendiri barang itu) kepada si pengancam, maka hal ini masuk dalam pemerasan, akan tetapi jika pemilik barang itu dengan adanya tekanan kekerasan atau ancaman kekerasan tetap tidak mau menyerah dan kemudian si penjahat mengambil sendiri barang tersebut maka hal ini masuk pencurian dengan kekerasan. Pencurian dengan kekerasan, ancaman pidananya yang lebih berat daripada pencurian biasa. Dengan menggunakan kekerasan, biasanya menimbulkan cidera jasmaniah atau rohaniah bagi pihak korban. (Gerson W. Bawengan, 1977 : 178) Diperberatnya ancaman pidana pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan, oleh karena bersatunya dari berbagai unsur (kumulatif), baik yang bersifat objektif maupun yang bersifat subjektif. Unsur-unsur objektif yaitu cara atau upaya yang digunakan berupa kekerasan atau ancaman kekerasan, yang ditujukan kepada orang dan waktu penggunaan upaya kekerasan dan atau ancaman kekerasan itu adalah sebelum, pada saat atau setelah berlangsungnya pencurian sedangkan unsur subjektif yaitu digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang ditujukan untuk mempersiapkan pencurian, untuk mempermudah pencurian atau memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya apabila tertangkap tangan atau untuk tetap menguasai benda yang dicuri apabila tertangkap tangan. Oleh adanya unsur- Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

11 unsur khusus kumulatif yang sifatnya sangat memberatkan pidana itulah diletakkan alasan pemberat pidana. Dari rumusan Pasal 365 (1) KUHP tersebut dapat penulis simpulkan bahwa unsur esensial dalam pengertian pencurian dan kekerasan adalah mengambil milik orang lain yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang secara melawan hukum. Didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan mengandung pengertian bahwa kekerasan atau ancaman kekerasan ini dipergunakan sebelum melakukan pencurian yang dimaksudkan untuk mempersiapkan diri bagi si pelaku, disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maksudnya penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan dilakukan bersamaan dengan dilakukannya pencurian. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan disini dimaksudkan untuk mempermudah dilaksanakan pencurian. Diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan mengandung maksud penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan setelah pencurian dilakukan, tujuannya memberikan kesempatan kepada diri sendiri atau peserta lain untuk melarikan diri, serta dapat menjamin pemilikan hasil kejahatan tersebut jika tertangkap tangan. Mengenai arti kekerasan dapat dilihat dalam pasal 89 KUHP yang berbunyi : membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan arti daripada melakukan kekerasan ialah menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani sekuat mungkin secara tidak sah. Misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya yang menyebabkan orang yang kena kekerasan itu menderita sakit yang sangat. Pingsan artinya hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya, umpamanya, karena minum racun atau obat-obat lainnya yang menyebabkan tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak mengetahui lagi apa yang terjadi dengan dirinya. Sedangkan tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, shingga tidak mampu mengadakan perlawanan sedikit juapun, seperti misalnya orang yang diikat dengan tali pada kaki dan tangannya, terkurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh. (R. Soesilo, 1995 : 98) Pengertian orang tidak berdaya itu, masih dapat mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, tetapi tidak dapat melakukan perlawanan, sedangkan orang pingsan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Keadaan pingsan dan tidak berdaya keduanya merupakan akibat dari suatu kejadian yang timbul karena Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

12 keadaan jasmani tidak mampu memberikan perlawanan dan juga dapat timbul tanpa adanya kesadaran. Dalam percakapan sehari-hari menggunakan kekerasan maksudnya adalah menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani sekuat mungkin, maksudnya hampir dengan seluruh kekuatan jasmani membuat lawan tidak berdaya, tetapi hal yang demikian tidaklah seluruhnya benar. Menurut penulis, sudah dapat dikatakan seseorang melakukan tindakan kekerasan dengan menggunakan jasmani kecil, yaitu apabila seseorang diperdaya dengan memberikan pil yang dikatakan obat penyembuh, padahal sebenarnya pil itu adalah racun sehingga orang tersebut menjadi tidak berdaya atau pingsan. Hal inipun termasuk melakukan kekerasan walaupun tidak menggunakan jasmani besar. Kekerasan-kekerasan itu baik yang sudah dilakukan maupun sedang diancamkan kekerasan harus ditujukan kepada orang, bukan kepada barang dan dapat dilakukan sebelumnya, bersama-sama atau sesudah pencurian itu dilakukan. III. Penutup Penjatuhan pidana oleh hakim dalam perkara pencurian dengan kekerasan adalah merupakan perwujudan pidana dalam bentuk konkrit yang hanya dilakukan oleh hakim tetap terikat pada jenis pidana yang tercantum dalam tindak pidana yang terbukti dilakukan terpidana. Dalam hal tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan jenis pidana lebih berat dibandingkan dengan pencurian biasa dikarenakan pencurian dengan kekerasan dilakukan yang didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Disamping itu mengenai luasnya kebebasan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana yaitu dengan menanggapi gagasan masyarakat dengan pengertian bahwa hakim dalam memberikan hukuman yang berupa penjatuhan sanksi pidana harus menyadari apa makna pemidanaan itu, harus menyadari pula apa yang hendak dicapai. Karena dalam menetapkan hukum, hakim tidak semata-mata hanya menegakkan hukum demi hukum itu sendiri, melainkan harus memperhatikan kemanfaatan sosial. Memorie Van Toelichting dari Strafwetboek tahun 1886, memberikan pedoman untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana sebagai berikut : Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejahatan harus memperhatikan keadaan objektif dan subjektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya. Hak-hak apa saja yang dilanggar Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

13 dengan adanya tindak pidana itu? kerugian apakah yang ditimbulkan? apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah pertama ke arah jalan yang sesat ataukah merupakan suatu perbuatan yang merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak? (Masruchin Rubai, 1997 : 72) Dengan demikian pemidanaan terhadap pencurian dengan kekerasan merupakan perwujudan konkrit dikenakan pidana dengan pertimbanganpertimbangan yang telah diberikan oleh hakim sebagai penegak hukum dan keadilan. Daftar Pustaka Atmasasmita Romli, Teori Dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Eresco, Bandung, 1992 Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta,1998. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 Bawengan Gerson W., Pengantar Psychologi Kriminal, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977 Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, , Pelajaran Hukum Pidana, Bagian II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Kusumah Mulyana W., Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan-Kejahatan Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Muladi Dan Barda Nawawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992 Rubai Masruchin, Mengenal Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, Ikip Malang, Soesilo R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, Sudarto, Suatu Dilema Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, , Hukum Dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, Soejono, Kejahatan Dan Penegakan Hukum DI Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996 Sunarso Siswanto, Wawasan Penegakan Hukum Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005 Sianturi, S.R., Tindak-Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta, 1983 Soeharto RM, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta, Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

14 Soegandhi R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Usaha Nasional, Surabaya, Poernomo Bambang,, Asas-Asas Hukum Pidana, FH. UGM, Yogyakarta, Belom Bahadat Volume II No.2 Oktober

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta )

PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta ) PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta ) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar curi yang memperoleh imbuhan pe diberi akhiran

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository USU Repository 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii A. Pengertian... 1-2 B. Dasar Peniadaan Penuntutan... 3-6 C. Hapusnya Hak Menuntut... 7-13 Kesimpulan... 14 Daftar Pustaka...... 15 ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara hukum, pernyataan tersebut termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kata Kunci : Hukum Acara Pidana, Proses Penyelesaian dan Kasus.

Kata Kunci : Hukum Acara Pidana, Proses Penyelesaian dan Kasus. ISSN : 2089 7553 HUKUM ACARA PIDANA SEBAGAI PROSES PENYELESAIAN MASALAH Oleh : I Made Kastama * Abstrak Bangsa Indonesia menjunjung tinggi penegakan hukum mengingat Indonesia adalah negara hukum, untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi angka 220 juta penduduk ini tentu membuat Indonesia menjadi sasaran peredaran gelap narkotika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik 1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana maka ia harus

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP Oleh: Yerrico Kasworo, S.H., M.H * Naskah diterima: 8 September 2016; disetujui: 20 September 2016 Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci