PROSPEK PERBANKAN DAN KEBERADAAN LPS 1 Beorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi Oleh: Krisna Wijaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK PERBANKAN DAN KEBERADAAN LPS 1 Beorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi Oleh: Krisna Wijaya"

Transkripsi

1 PROSPEK PERBANKAN DAN KEBERADAAN LPS 1 Beorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi Oleh: Krisna Wijaya Sejak beroperasinya LPS terhitung tanggal 22 September 2005, banyak pihak-khususnya kalangan Perbankan hanya melihat satu sisi saja dari fungsi LPS. Pada umumnya LPS hanya dipersepsikan sebagai lembaga penjaminan simpanan dengan cara memungut premi dan mengeluarkan tingkat suku bunga penjaminan (SBP). Tak kenal maka tak sayang akhirnya berlaku. Sosialisasi LPS memang belum berjalan secara optimal. Padahal sesuai UU No.24 Tahun 2004 fungsi LPS adalah (1) menjamin simpanan nasabah penyimpan dan (2) turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Bahkan begitu strategisnya LPS dalam pertanggung jawabannya langsung kepada Presiden tampa melalui Departemen Tehnis. Untuk mewujudkan amanat dari UU LPS tersebut, maka LPS tugas untuk (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas perbankan dan (2) merumuskan, menetapkan dan melaksanakan penanganan bank gagal baik yang berdampak sistemik maupun tidak sistemik. Karena kedudukannya yang strategis, maka sesuai UU setiap setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan. Tidak termasuk dalam program penjaminan menurut UU tersebut adalah Badan Kredit Desa. Program penjaminan yang dilaksanakan oleh LPS adalah hanya berupa simpanan yaitu giro,deposito,sertifikat deposito, tabungan dan yang dipersamakan dengan itu 2. Dalam penjelasan UU LPS dinyatakan bahwa transfer masuk dan transfer keluar serta inkaso tidak termasuk dalam lingkup yang dijamin karena bukan termasuk simpanan. Sebagai peserta LPS setiap bank peserta wajib membayar premi penjaminan dan biaya kepersertaan. Untuk premi penjaminan simpanan ditetapkan sebesar 0,1% yang dihitung dari saldo rata-rata simpanan setiap periode (Jan s/d Juni dan Juli s/d Des), sedangkan untuk kepersertaan dipungut sebesar 0,1% yang hitung dari modal dan hanya sekali saja disaat bank yang brsangkutan menjadi peserta LPS. 1 Disampaikan pada acara Seminar Banking Outlook 2006, Majalah Infobank, Graha Niaga, Jakarta 14 Desember, Yang dimaksud dengan bentuk lainnya adalah bentuk-bentuk simpanan di dalam bank syariah atau apabila ada bentuk simpanan baru yang dipersamakan dengan simpanan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. 1

2 Disamping besaran jumlah simpanan yang dijamin, maka Penetapan premi saat ini masih diberlakukan sama untuk seluruh bank peserta LPS 3. Penetapan premi tersebut dapat dirubah sehingga dimungkinkan penetapan premi yang berbeda antara satu bank dengan bank yang lain atas dasar skala risiko kegagalan bank. Dampak Pembatasan Penjaminan Berdasarkan UU LPS juga dinyatakan bahwa nilai simpanan untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak sebesar Rp. 100 juta. Namun demikian pemberlakuan ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap dengan kerangka waktu sebagai berikut; 1. 6 (enam) bulan pertama sejak LPS beroperasi yaitu dari tanggal 22 September sampai dengan 21 Maret 2006, yang dijamin adalah seluruh simpanan berupa tabungan,giro,sertifikat deposito, deposito dan yang dipersamakan dengan itu. 2. Kemudian 6 (enam) bulan berikutnya yaitu dari 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006, jumlah simpanan yang dijamin paling tinggi adalah Rp 5 milyar (enam) bulan berikutnya yaitu periode 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007 jumlah simpanan yang dijamin menjadi Rp 1 milyar, dan terhitung mulai tanggal 22 Maret 2007, maka jumlah simpanan yang dijamin paling tinggi adalah Rp 100 juta 4 untuk setiap penyimpan di sebuah bank. Tahapan tersebut diatas sangat jelas menunjukkan bahwa era blanket guarantee sudah mulai berakhir sejak 22 September 2005 dan menuju kearah limited guarantee pada Maret Perubahan tersebut sedikitnya pasti akan berpengaruh kepada Perbankan dalam menjalankan bisnisnya. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana dampaknya bagi Perbankan sekiranya pada saat maksimum simpanan yang dijamin menjadi Rp 5 milyar dan seterusnya sampai nantinya hanya Rp 100 juta saja. Dalam jangka waktu tertentu bisa diatasi secara ad hoc misalnya dengan cara memecah simpanannya agar dana yang sudah tersimpan tidak lari. Jadi kalau ada nasabah mempunyai simpanan berupa deposito Rp 3 3 Besarnya premi sebesar 0,1% dapat dirubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut (1) terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank (2) akumulasi cadangan penjaminan telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan di setiap bank atau (3) terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada industri perbankan. 4 Besarnya maksimum simpanan yang dijamin oleh LPS berdasarkan UU memang dapat dirubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut; (1) terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan (2) terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun atau (3) jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dan 90% dari jumlah nasabah seluruh bank. Sama halnya dengan besaran jaminan, maka untuk perubahan premi harus dalam bentuk PP setelah dikonsultasikan dengan DPR. 2

3 milyar, maka agar tetap dijamin sepenuhnya bisa saja dilakukan perubahan kepemilikan rekeningnya menjadi 3 rekening dengan nama yang berbeda. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan membuka 3 rekening di 3 bank yang berbeda. Kalau ini akan yang dipilih akan terjadi redistribusi dana dari bank yang satu ke bank yang lainnya secara resiprokal (baca: timbal balik) ataupun searah tergantung kepercayaan nasabah penyimpan kepada banknya. Sudah barang tentu pilihan ini akan merepotkan kedua belah pihak. Disatu sisi bank nya kekurangan sejumlah dana simpanan, di sisi lain pihak nasabahnya direpotkan secara tehnis karena harus berurusan dengan 3 bank. Penyelesaian secara ad hoc tersebut jelas harus diberlakukan hanya sementara. Bayangkan bagaimana repotnya baik bagi bank maupun pemilik dana kalau nanti pada bulan Maret 2007 dimana nilai maksimum simpanan yang dijamin LPS hanya Rp 100 juta? Bukan saja berdampak kepada sistem IT masing-masing bank karena data base nya harus bertambah, tetapi juga kerepotan yang harus diderita sang penyimpan. Perubahan sistem blanket ke limited guarantee harus dikemas dalam bentuk mengajak semua pihak untuk bersepakat bahwa yang diperlukan adalah perubahan pola fikir (baca; paradigma). Pertama dikalangan perbankan harus tumbuh semangat membangun kepercayaan agar nasabahnya tetap setia. Harus diingat bahwa bank yang menjamin sisa penjaminannya. Hal kedua, nasabahpun harus terbiasa bahwa yang dijamin sebesar Rp 100 juta adalah oleh LPS. Jadi bukan berarti sisanya tidak dijamin karena selisihnya tetap dijamin oleh pihak bank. Ada semacam kekhawatiran bahwa dengan pemberlakuan limited guarantee akan menyebabkan pelarian nasabah simpanan dari bank kecil ke bank besar atau dari bank besar ke bank asing. Kehawatiran tersebut tidak bisa diabaikan tetapi jangan dijadikan ketakutan yang belebihan. Kita pernah mengalami masa dimana simpanan sama sekali tidak ada yang menjamin, tetapi kenyataannya bank tetap tumbuh dan berkembang. Jadi kembali lagi kepada sampai sejauh mana Perbankan dapat menumbuh-kembangkan kepercayaannya dimata para nasabah dan masyarakat luas. Dampak Suku Bunga Penjaminan Banyak pertanyaan mengapa LPS ikut menentukan tingkat suku bunga penjaminan (SBP)? Secara historis pemegang hak untuk menetapkan SBP adalah pemerintah cq Departemen Keuangan. Pada saat era blanket guarantee hak nya diserahkan kepada BPPN. Karena BPPN lebih fokus kepada resolusi bank dan penyelesaian debitur bermasalah, maka haknya diserahkan kepada Bank Indonesia. Demikian halnya disaat Unit Program Penjamian Pemerintah (UP3), yang mengeluarkan SBP adalah tetap oleh Bank Indonesia. SBP diperlukan oleh LPS karena merupakan amanat tidak langsung UU LPS, khususnya yang memuat ketentuan persyaratan pembayaran klaim. Klaim tidak dapat dibayar apabila (1) simpanan tidak tercatat secara resmi di 3

4 bank, (2) nasabah mendapatkan perlakuan khusus atau tidak wajar dalam sukubunga dan (3) nasabah adalah pihak yang menyebabkan bank bermasalah. Dalam konteks butir (2) tersebut diatas, maka dalam peraturan LPS dijelaskan bahwa yang dimaksud tidak wajar adalah apabila nasabah mendapatkan tingkat suku bunga simpanan diatas SBP. Oleh sebab itu setiap pertengahan bulan LPS selalu mengumumpan SBP. Secara harfiah pengertian sukubunga penjaminan adalah tingkat suku bunga simpanan tertinggi yang dapat dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 5. Pengertian dijamin adalah apabila kelak bank mengalami masalah dan harus dilikuidasi, maka simpanan masyarakat tidak akan hilang sekalipun bank nya dinyatakan tutup. Sekedar ilustrasi sekiranya Anda menyimpan uang di sebuah bank kemudian ditawari suku bunga deposito per bulannya adalah 13,25% sementara tingkat SBP adalah 13%. Sekalipun hanya berbeda 0,25%, maka seluruh deposito tersebut termasuk yang tidak dijamin oleh LPS. Artinya disaat nasabah mendapatkan suku bunga sebesar itu dan bank nya harus dilikuidasi, maka LPS tidak akan membayar klaim. Ini berarti nasabahnya hanya tinggal mempunyai hak menagih kepada pihak bank. Secara operasional SBP akhirnya djadikan acuan bank dalam menetapkan tingkat suku bunga simpanan. Masing-masing bank dengan otoritasnya dapat menetapkan berapapun tingkat suku bunga simpanannya dengan batasan maksimum SBP. Dapat dikatakan semakin tinggi suku bunga simpanan suatu bank dapat diindikasikan bahwa bank tersebut dalam posisi memerlukan likuiditas tambahan. Dengan demikian pada akhirnya terjadi kontraksi moneter atau tidak sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat SBP. Secara bisnis menawarkan suku bunga simpanan diatas SBP memberikan daya tarik karena logikanya semua penyimpan selalu mengharapkan hasil bunga setinggi mungkin. Sudah dapat dipastikan bank juga merasakan manfaatnya karena dapat meningkatkan likuiditasnya. Disamping itu Pemerintah juga menjadi terbantu dalam melaksanakan penyerapan rupiah sebagai langkah kontraksi moneter yang memang diperlukan disaat inflasi tinggi. Memanfaatkan situasi memang sebuah kecerdikan disatu pihak tetapi juga sebuah kelicikan dilain pihak. Situasi apa yang dimanfaatkan oleh sejumlah bank adalah karena tidak semua masyarakat penyimpan paham dan peduli apa itu SBP. Kalau motif positif yang dianut, maka seharusnyalah pihak bank yang berkewajiban untuk membuat nasabahnya paham dan peduli. 5 Penetapan tingkat suku bunga penjaminan oleh LPS mempertimbangkan berbagai faktor antara lain besaran BI rate yang ditetapkan oleh BI, situasi dan kondisi perbankan nasional, serta kebijakan makro ekonomi dan moneter yang sedang dan akan dilaksanakan. 4

5 Seandainya semua pihak sudah paham dan peduli mengenai SBP, apakah praktik sejumlah bank menawarkan suku bunga diatas SBP akan hilang? Agak sulit dipastikan karena kalau juga sudah paham tetapi antara bank dan nasabahnya telah sepakat, lantas apa yang bisa dicegah? Pemberian cash give dimuka misalnya,mungkin dianggap sebagai layanan tambahan dan promosi. Jadi berlakulah bahasa gaul yang sedang popular; so what begito lo! Esensi persaingan sebenarnya adalah suatu strategi,kreasi dan seni dengan motif yang positif. Oleh sebab itu kemasan persaingan harus elegan dengan mengacu kepada persaingan yang sehat. Sangat pasti para bankir masih mempunya kreasi untuk memenangkan persaingan secara sehat dan bermotif positif karena dari situlah sebenarnya kualitas bankir akan dinilai. Masalah Bank Gagal Disamping melaksanakan program penjaminan LPS juga mempunyai tugas untuk menangani bank gagal baik secara sistemik maupun tidak. Bank gagal yang akan ditangani LPS adalah bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak sistemik. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian. Sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut diatas. Apabila LPS memutuskan untuk melakukan penyelamatan, maka ada perbedaan perlakuan antara penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik. Untuk bank gagal tidak sistemik penyelamatan tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya segala biaya yang timbul untuk penyelamatan akan menjadi beban pihak LPS. Sementara itu untuk bank gagal sistemik dapat dilakukan baik tampa melibatkan pemegang saham lama maupun dengan cara melibatkan pemegang saham lama (open bank assistance). Dalam hal pemegang saham lama akan terlibat dalam penyelematan, maka diwajibkan menyetor minimal 20% dari total biaya penyelamatan. Sama seperti bank gagal sistemik, maka kekurangannya akan ditangani LPS. Untuk penanganan bank gagal dengan skim apapun, pihak LPS berdasarkan UU diberikan kewenangan yang sangat memadai. Misalnya, LPS mempunyai kewenangan untuk melaksanakan RUPS luar biasa sehingga secara cepat dapat menguasai dan pengelolaan bank yang dinyatakan gagal. Termasuk dalam kewenangan yang diberikan kepada LPS adalah untuk melakukan penyertaan sementara, melakukan merger dan konsolidasi dengan bank lain. Sekalipun diperbolehkan melakukan penyelamatan, maka semua biaya yang timbul akibat melakukan penyelamatan suatu bank akan diperhitungkan sebagai penyertaan sementara. Jangka waktu penyertaan LPS dibatasi dan harus menjual kembali sahamnya maksimal 2-3 tahun sejak penyelamatan dilakukan. 5

6 Dalam hal suatu bank pada akhirnya harus dilikuidasi, maka hasil penjualan aset bank terlikuidasi akan didistribusikan secara prioritas yaitu untuk biaya gaji dan pesangon pegawai, biaya operasional dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh LPS. Apabila hasil penjualan aset masih belum mencukupi, maka sisanya akan tetap menjadi kewajiban pihak pemegang saham lama. Indikasi adanya bank gagal dalam kondisi apapun tidak bisa diabaikan. Banyak analisis yang mengatakan bahwa apabila kecenderungan NPL yang terus naik di akhir tahun 2005 dan berlanjut di tahun 2006, dikhawatirkan akan banyak bank yang mengalami kegagalan. Tingginya tingkat NPL memang merupakan salah satu faktor pemicu kemungkinan gagalnya sebuah bank. Oleh sebab itu pengelolaan NPL harus menjadi perhatian karena dari situlah suatu bank akan dihadapkan pada persoalan mengalami kegagalan atau tidak. Tentunya pihak bank yang harus mengantisipasinya dalam bentuk penerapan strategi untuk menurunkan NPL. Kenaikan NPL (gross) dari 4,5% pada Januari 2005 dan menjadi sekitar 8,7% pada bulan Oktober 2005 menunjukan adanya gejala yang perlu dicermati. Kalau inflasi yang tinggi terjadi pada bulan Oktober sehingga sejak itu baik BI rate maupun SBP naik, maka permasalahannya adalah apakah kenaikan itu dikarenakan oleh kenaikan tingkat suku bunga? Secara hipotetis disaat inflasi masih tinggi, maka BI rate dan SBP akan mengikutinya. Ini berarti akan memberikan peluang naiknya tingkat suku bunga pinjaman sebagai akibat naiknya tingkat suku bunga simpanan. Kalau tendensi itu berlanjut sampai tahun 2006, maka tidak salah kalau ada semacam peramalan bahwa NPL pun akan cenderung naik di tahun Sebenarnya ada perhitungan non hipotetis yang perlu dipertimbangkan. Misalnya bagaimana kalau kenaikan suku bunga simpanan karena naiknya BI rate dan SBP tidak di ikuti dengan kenaikan suku bunga pinjaman? Persoalannya apakah hal ini dapat dilakukan oleh pihak bank? Untuk melaksanakan hal tersebut diatas memang bank harus berkorban dengan tidak menaikan serta merta apalagi berbanding lurus tingkat suku bunga pinjamannya. Dengan asumsi tidak menaikan suku bunga pinjaman saja repayment capacity (RPC) nasabah telah berkurang sebagai akibat naiknya biaya-biaya operasional baik karena terkait langsung mapun tidak dengan kenaikan BBM. Tentunya RPC akan semakin mengecil kalau suku bunga pinjaman ikut dinaikkan. Solusi termudah dan logis adalah kalau bank tidak menaikkan tingkat suku bunga pinjamannya. Dampak dari kebijakan ini sangat tidak populis bagi pemegang saham karena akan mengurangi deviden sebagai akibat menurunnya keuntungan. Dalam jangka pendek memang menyakitkan tetapi dalam jangka panjang itu adalah sebuah solusi. Sebab dengan tidak mengurangi RPC tidak ada alasan nasabah tidak membayar kewajibannya. 6

7 Dalam mengantisipasi NPL sebenarnya dapat dilakukan melalui program restrukturisasi sejak dini. Jadi jangan sampai kondisi sudah sangat memburuk baru dilakukan restrukturisasi. Untuk kredit konsumtif misalnya tinggal diperpanjang jangka waktunya, maka RPC akan meningkat karena keajiban membayarnya menjadi lebih kecil. Beberapa Catatan Dari pemahaman apa dan bagaimana LPS yang dikaitkan dengan prospek perbankan tahun 2006, ada beberapa catatan yang dapat disampaikan sebagai berikut; Pertama, keberadaan LPS merupakan jawaban perlunya reformasi sistim penjaminan yang semula berisifat blanket guarantee menjadi limited guarantee. Tentunya ada alasan mengapa terjadi reformasi program penjaminan simpanan. Alasan yang paling mudah dapat diterima mengapa program penjaminan menjadi dibatasi adalah untuk menghindari adanya moral hazard (baca; tindakan tidak terpuji yang di sengaja) para oknum pemilik dana besar yang sekaligus mempunyai bank. Dengan model seperti itu, oknum-oknum tersebut bisa saja membangkrutkan banknya dengan memberikan pinjaman kepada groupnya, sementara simpanannya tetap terjamin. Kedua, diperlukannya adanya reformasi dalam proses berfikir (paradigma) bahwa pembatasan penjaminan simpanan bukan berarti simpananya menjadi sama sekali tidak terjamin. Yang terjadi adalah perubahan bentuk penjaminan dimana semula seluruhnya oleh LPS beralih bebannya menjadi oleh LPS dan bank yang bersangkutan. Dengan adanya pembatasan penjaminan, maka diperlukan kiat yang kreatif bagaimana agar perbankan tetap dapat dipercaya. Inti kepercayaan itu sendiri akan bermuara kepada kepercayaan kepada pengelola dan pemiliknya. Kalau itu bisa diberikan kepada masyarakat, maka bank tidak merasa perlu khawatir akan ditinggalkan nasabahnya. Ketiga, keberadaan LPS merupakan bagian dari kelengkapan instrumen pemerintah dalam menciptakan jejaring pengaman perbankan (bangking safety net) sekaligus juga pengamanan sistem keuangan (financial safety net). Sebagai banking safety net dilakukan melalui program penjaminan dan penanganan bank gagal, sementara sebagai financial safety net diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan surplus dan akumulasi premi yang di investasikan di SBI dan SUN. Dengan modal dan akumulasi yang dimiliki memberikan peluang LPS memainkan peran sebagai market maker baik di pasar primer maupun sekundair pasar surat-surat berharga tersebut diatas. Keempat, keberadaan LPS dikaitkan dengan prospek perbankan tentunya sangat terkait dengan fungsi LPS. Dengan adanya LPS, maka bank dapat menjadi terlindungi karena semuanya telah menjadi peserta LPS. Artinya ada jaminan yang jelas dan pasti kepada nasabah simpanan bahwa uang aman disimpan di bank. Demikian pula halnya apabila terjadi bank 7

8 yang bermasalah dan dikatagorikan gagal, maka telah ada sistem dan kelembagaan yang menanganinya yaitu LPS. Itu semua tentunya akan memberikan sinyal bahwa bank sebagai industri kepercayaan akan tetap terjamin. Kelima, memasuki tahun 2006 industri perbankan akan menghadapi berbagai turbelensi yang relative lebih berat dibandingkan awal tahun Selain ancaman peningkatan NPL, bank juga masih harus menghadapi berbagai ketidakpastian baik suku bunga, inflasi maupun situasi politik. Namun demikian tetap ada optimisme yang perlu dijaga mengingat hasil strest test Bank Indonesia mengindikasikan bahwa dengan SBI rate sampai 15% masih dalam kondisi tidak membahayakan. Kalau saja perbankan nasional bisa mengemas persaingan yang elegan, sehat dan transparan, maka dampak negatif dari persaingan dapat di eliminir. Keenam, pada akhirnya bank harus mengambil pilihan untuk menjadikan tahun 2006 sebagai tahun stabilisasi sekaligus instropeksi. Menghadapi era stabilisasi lebih baik mengutamakan kepentingan jangka panjang berupa going concern agar persoalan-persoalan jangka pendek dapat diatasi dengan cara adanya kerelaan bank untuk mengurangi ambisinya dalam pencapaian profitabilitas. Memang akan sangat menyakitkan tetapi itulah pilihan terbaik yang harus dilakukan. Penulis adalah pengamat ekonomi 8

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Dosen: Dr Jamal Wiwoho, dkk 4/9/2012 www.jamalwiwoho.com 1 Sejarah LPS Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya

Lebih terperinci

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Peran Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Yennie Agustin M.R. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampun Email : yennie.agustin@fh.unila.ac.id Abstrak merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) 2015 LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Proses Terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Krisis moneter tahun 1998 menurunnya Angkat kepercayaan masyarakat terhadap LK Penutupan 16 bank nasional dan pembekuan

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN news.okezone.com A. LATAR BELAKANG Pada tahun 1998, krisis finansial di wilayah Asia Tenggara telah diikuti dengan krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Saat itu kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 38 BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 A. Latar Belakang berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbankan merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan. 1 Hal ini berarti bahwa nasabah

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan. 1 Hal ini berarti bahwa nasabah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan. 1 Hal ini berarti bahwa nasabah yang akan menyimpan uang mereka di bank memiliki rasa kepercayaan bahwa uang yang

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Nama Kelompok: 1. Suryanto 1110 2. Ananda Catur W. 111023539 3. Nurul Anggraheni 111023535 4. Puji Lestari 1110 5. Yovika Winda H. 111023603 STIE YKPN YOGYAKARTA 2013 1 DAFTAR

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam kondisi yang stabil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP ABSTRAK Tulisan ini membahas permasalahan seputar dampak penjaminan simpanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penulis melakukan penelitian di Bank Indonesia yang berlokasi di Jalan M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat.Waktu penelitian mulai dari Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam agenda pembangunan nasional Tahun 2004 2009, secara politis dikatakan bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainya belum mantap. Lemahnya pengaturan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM.

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM. 7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM. Pengertian LPS Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan LPS dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih

I. PENDAHULUAN. pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pakto 1988.

Lebih terperinci

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 3, Sept.- Des. 2013, ISSN 1978-5186 Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Rilda Murniati Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermediaris atau perantara yang menghubungkan pihak pihak yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. intermediaris atau perantara yang menghubungkan pihak pihak yang memiliki dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan perusahaan jasa yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai intermediaris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK SALINAN PERATURAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas dan fungsi Lembaga Penjaminan Simpanan adalah turut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia Perkembangan industri syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai penggerak pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK ekonomi.akurat.co I. PENDAHULUAN Perbankan memegang peran penting dalam kehidupan saat ini. Berbagai transaksi mulai dari menyimpan uang, mengambil uang, pembayaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan semakin banyaknya bank pemerintah

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Disusun oleh: Nurul Sukma Putri (25211411) Ona Sendri Imelda Kaseh (25211469) Putri Sari Sigiro (25211670) Restu Nurul Andria (26211004) Rezza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bunga Sertifikasi Bank Indonesia atau SBI rate yang sebesar 6 persen. SBI sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bunga Sertifikasi Bank Indonesia atau SBI rate yang sebesar 6 persen. SBI sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan ritel ataupun dari kalangan besar. Kebanyakan investor ritel menempatkan dana

Lebih terperinci

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 KAJIAN PENDALAMAN Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ISSN : NO. 0854-2031 TERAKREDITASI BERDASARKAN SK.DIRJEN DIKTI NO.55a/DIKTI/KEP/2006 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan keserasian keselarasan, dan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat pilihan yang menyangkut alokasi mereka.

BAB I PENDAHULUAN. membuat pilihan yang menyangkut alokasi mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori permintaan uang merupakan bagian dari pilihan alokasi sumber daya yang langka. Seluruh anggota masyarakat hanya memiliki sumber daya terbatas yang tersedia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari dan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan ritel ataupun dari kalangan besar. Kebanyakan investor ritel menempatkan dana investasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk menggerakkan perekonomian. Modal dasar pembangunan dapat berupa kekayaan alam, sumberdaya manusia, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang mampu merubah perekonomian menjadi sangat terpuruk. Hal ini berakibat kepada perusahaanperusahaan yang ada

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak BAB I PENDAHULUAN Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak lagi dapat terselamatkan, ditempuh langkah terakhir dengan pencabutan izin usaha BPR yang dilanjutkan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh negara. Tidak sedikit roda-roda perekonomian terutama di sektor riil digerakkan oleh perbankan baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan bermunculan bank-bank umum syariah maupun unit usaha syariah yang dimiliki oleh bank-bank konvensional.

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Kebijakan Moneter & Bank Sentral Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009 BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 2008 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat sekarang ini, menyimpan uang kas dalam jumlah banyak sudah tidak aman lagi. Dengan perkembangan teknologi dan semakin sempitnya lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT A. SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN IV-2004 Permintaan dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan IV- 2004 secara indikatif memperlihatkan peningkatan Peningkatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2007 hingga 2010 proporsi jumlah bank gagal dari jumlah bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus cenderung meningkat sesuai dengan Laporan Tahunan Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Kebijakan Perbankan Pasca Krisis 1998 Krisis keuangan yang terjadi di Asia mulai pertengahan tahun 1997 telah memicu krisis perbankan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan data yang tersedia di idx, jumlah perusahaan yang tercatat sampai dengan bulan Januari 2016 adalah sejumlah 523 emiten (www.idx.co.id).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang optimal. Dalam mewujudkan tujuan tersebut perusahaan tidak terlepas dari berbagai masalah

Lebih terperinci

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER KEBIJAKAN MONETER merupakan kebijakan yang dibuat Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi makro. Stabilitas makro tercermin dari : a. Laju inflasi yang rendah. b. Pertumbuhan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional. Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah berkewajiban mensejahterakan rakyatnya secara adil dan merata. Ukuran sejahtera biasanya dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan dalam perekonomian suatu negara memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting. Perbankan merupakan salah satu sub sistem keuangan yang paling penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bank Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global pada tahun 2008, fakta yang terjadi bermula dari ambruknya bisnis property di Amerika Serikat, berdampak cepat ke Eropa dan Asia. Langkah

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN TRIWULAN I-2005 Permintaan kredit dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan I-2005 secara indikatif memperlihatkan peningkatan, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar Rp (dua miliar

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. tabungan dan deposito nasabah hanya sebesar Rp (dua miliar BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Analisis dalam Bab ini berupaya untuk menjawab permasalahan mengapa dana tertinggi yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap tabungan dan deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan termasuk perbankan dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan keuangan selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan keuangan selalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir semua sektor yang berhubungan dengan keuangan selalu membutuhkan jasa perbankan baik pemerintah, perusahaan maupun orang pribadi. Kemajuan dunia perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perekonomian yang global pada saat sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik yang bergerak dibidang industri, perdagangan, maupun jasa dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian setiap Negara, Bank berfungsi sebagai penghimpun dana dari

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian setiap Negara, Bank berfungsi sebagai penghimpun dana dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu lembaga keuangan yang sangat penting bagi roda perekonomian setiap Negara, Bank berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dalam

Lebih terperinci