BAB I PENDAHULUAN. telah banyak memberi catatan tersendiri dalam perkembangan ilmu hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. telah banyak memberi catatan tersendiri dalam perkembangan ilmu hukum"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, bidang hukum lingkungan internasional telah banyak memberi catatan tersendiri dalam perkembangan ilmu hukum internasional. Hal ini didukung oleh semakin pesatnya perkembangan perjanjian multilateral di bidang lingkungan (multilateral environmental agreements), yang dalam pelaksanaannya banyak bersinggungan dengan bidang hukum internasional lainnya, misalnya bidang perdagangan internasional. Hal ini kerap mengundang perdebatan dan kontroversi. Selain itu juga, semakin berkembangnya teknologi yang kemudian mendorong manusia untuk mengarahkan pemanfaatan suatu teknologi sedemikian rupa sehingga tidak sampai merusak kualitas lingkungan, misalnya dalam bidang bioteknologi. Bioteknologi merupakan salah satu tonggak kemajuan dan keajaiban ilmu pengetahuan dan teknologi di abad 21 ini, disamping teknologi informasi. Teknologi ini berdampak kepada berbagai sektor kehidupan manusia, mulai dari kebutuhan pangan, obat-obatan, kesehatan, persenjataan, industri, dan sebagainya, bahkan bagi kehidupan eksistensial manusia dalam menguasai alam. 4 Pemanfaatan bioteknologi sebenarnya telah berkembang selama berabadabad yang lampau. Dapat dikatakan sedemikian apabila bioteknologi dilihat sebagai pemanfaatan segala bentuk kehidupan hayati untuk kebutuhan manusia, 4 Jeremy Rifkin, The Biotech Century: How Genetic Commerce Will Change The World, Phoenix, London, 1998.

2 seperti: pemanfaatan jamur atau ragi untuk pembuatan makanan dan minuman, bahan pengawet, dan sebagainya. Namun, apabila dunia membicarakan masalah dunia bioteknologi saat ini, fokus perhatian ditujukan kepada salah satu bentuk bioteknologi modern, yaitu teknologi rekayasa genetika. Teknologi rekayasa genetika di negara-negara maju pada saat ini biasanya digunakan dalam bidang pertanian untuk memproduksi apa yang dinamakan Genetically Modified Organism (GMO) atau disebut juga Living Modified Organism (LMO). 5 Produk GMO atau Organisme Hasil Modifikasi Genetik (selanjutnya disebut OHMG) merupakan produk yang dihasilkan dari teknologi memanipulasi sifat baka atau gen (DNA) suatu organisme tanpa melalui suatu perkawinan untuk menghasilkan organisme dengan sifat-sifat sesuai dengan yang ditentukan. Metode ini dipakai salah satunya untuk menciptakan tanamantanaman rekayasa genetika yang kemudian digunakan sebagai teknik pertanian pangan yang meliputi bidang: peningkatan produksi, peningkatan kualitas, perbaikan pasca panen, dan processing. 6 Dengan menggunakan teknik rekayasa genetika ini, produk pertanian yang dihasilkan menjadi lebih banyak, lebih besar dan tahan lama, dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk pertanian konvensional. Dengan demikian, OHMG ini dapat digunakan sebagai ketahanan pangan/pakan (food and feed security) suatu negara. Salah satu contoh produk dari OHMG adalah jenis kacang kedelai Roundup Ready yang diproduksi oleh Monsanto Corporation. Jenis kacang ini 5 Francis Fukuyama, Our Post Human Future: Consequences of Biotechnology Revolution, Profile Book Ltd, London, Mangku Sitepoe, Produk Rekayasa Genetika, Grasindo, Jakarta, 2001, hal. vii.

3 telah dimodifikasi secara genetis sedemikian rupa sehingga dapat tahan terhadap jenis-jenis serangga tertentu. 7 Namun, di tengah optimisme para ilmuwan maupun praktisi pertanian akan keuntungan-keuntungan dari produk-produk OHMG ini, terdapat beberapa fakta adanya dampak negatif dari produk-produk ini. Pembicaraan mengenai dampak negatif dari produk-produk OHMG ini di berbagai forum juga diwarnai perdebatan seputar permasalahan dan implikasi OHMG terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, perdagangan internasional antara negara berkembang dan negara maju, dan bahkan etika. Dalam pembicaraan seputar dampak OHMG terhadap lingkungan hidup, terdapat pandangan maupun hasil penelitian yang menunjukkan bahwa merugikan upaya pelestarian keanekaragaman hayati, maupun memiliki potensi membahayakan bagi kehidupan flora dan fauna di sekelilingnya. Selain itu juga dipermasalahkan risiko timbulnya ekses negatif dari produk OHMG terhadap kesehatan manusia, seperti misalnya seberapa jauh produk pertanian hasil rekayasa genetik aman untuk dikonsumsi, dan sebagainya. Pembahasan mengenai OHMG ini menjadi salah satu agenda dalam permasalahan bioteknologi dan lingkungan hidup di dunia internasional. Perkembangan bioteknologi ini telah menimbulkan berbagai dampak terhadap instrumen hukum internasional di bidang lingkungan. Dampak yang dapat dianggap paling signifikan adalah perkembangan pengaturan tentang 7 Jonathan A. Glass, The Merits of Ratifying ang Implementing the Cartagena Protocol Cartagena on Biosafety, 21 Nw.J.Int l L. & Bus. 491, hal. 493.

4 keamanan dari produk-produk OHMG ini terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Negara-negara industri maju pada umumnya menginginkan agar regulasi terhadap organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) bersifat terbatas, mengingat bahwa negara-negara ini merupakan produsen utama OHMG. Sementara di lain pihak, negara berkembang dan organisasi non-pemerintah (non-governmental organizations-ngo) menginginkan masalah ini diatur secara spesifik dalam suatu instrumen internasional. 8 Salah satu instrumen yang berkaitan dengan masalah keamanan hayati adalah United Nations Convention on Biological Diversity / UNCBD (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati / KKH). Konvensi ini yang disepakati pada tahun KKH mengatur ketentuan mengenai keamanan penerapan bioteknologi (biosafety) dalam beberapa pasal, antara lain Pasal 8 (g) yang menyatakan bahwa: Para pihak wajib:... Mengembangkan dan memelihara cara-cara untuk mengatur, mengelola, atau mengendalikan risiko yang berkaitan dengan penggunaan dan pelepasan organisme termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai dampak lingkungan yang merugikan, yang dapat mempengaruhi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan memperhatikan pula risiko terhadap 9 kesehatan manusia. 8 Ibid., hal Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati), UU No. 4 Tahun 1994, psl. 8.

5 Selain itu, masalah penanganan bioteknologi termasuk distribusi keuntungannya (handling of biotechnology and distribution of its benefits) diatur secara spesifik dalam Pasal 19. Sebagai salah satu anggota Konvensi, Indonesia telah meratifikasi UNCBD melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati). Upaya pengembangan dan pemanfaatan OHMG di Indonesia telah ada dalam tahap penelitian dan uji laboratorium pusat-pusat penelitian pertanian pemerintah. Walau demikian pemahaman atas dampak negatif OHMG juga telah ada diantara para pakar atau peneliti pertanian. Sebagai tindak lanjut dalam hal memastikan keamanan produk-produk OHMG dan untuk mengimplementasikan ketentuan KKH tentang keamanan penerapan bioteknologi, masyarakat internasional telah menyepakati suatu protokol terhadap KKH yang kemudian dikenal dengan Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati (Cartagena Ptotocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity) di tahun Protokol ini memuat prinsip-prinsip yang menjadi acuan oleh negara anggota dalam menangani bioteknologi di negaranya untuk mencegah atau menanggulangi dampak yang merugikan dari bioteknologi. Prinsip utama yang melandasi Protokol ini adalah prinsip kehati-hatian (precautionary) sebagaimana terdapat dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan (Rio Declaration on Environment and Development) 1992 yang merupakan salah satu prinsip utama dalam hukum

6 lingkungan internasional. Berdasarkan prinsip ini, apabila terdapat ancaman serius terhadap lingkungan atau kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, maka kekurangan bukti-bukti ilmiah yang tersedia tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menunda langkah-langkah dengan biaya efektif (cost-effective measures) dalam mencegah kerusakan lingkungan. Salah satu ketentuan utama dalam Protokol Cartagena adalah ketentuan mengenai pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) sebagaimana terdapat dalam Pasal 27. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: The Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to this Protocol shall, at its first meeting, adopt a process with respect to the appropriate elaboration of international rules and procedures in the field of liability and redress for damage resulting from transboundary movements of living modified organisms, analysing and taking due account of the ongoing processes in international law on these matters, and shall endeavour to complete this process within four years. Namun Protokol ini tidak mengatur secara spesifik mengenai implementasi lebih lanjut tentang hal ini. Pasal 27 hanya mengatur bahwa ketentuan dan prosedur internasional dalam hal pertanggungjawaban dan upaya pemulihan atas kerusakan yang timbul dari perpindahan lintas batas OHMG harus disusun dan dianalisis lebih lanjut melalui Konferensi Negara-negara Pihak (Conference of the Parties-COP). Indonesia sendiri juga telah menandatangani Protokol Cartagena pada tanggal 24 Mei 2004, dan telah meratifikasi Protokol tersebut pada 17 Juli Sejak awal Indonesia telah mendukung Protokol Cartagena karena Indonesia tidak menolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan di sisi lain juga 10 Kementerian Lingkungan Hidup, dalam 6 Oktober 2010.

7 menyadari dampak yang mungkin timbul. Selain itu, Indonesia merupakan negara agraris yang tengah mengembangkan diri menjadi negara industri. Untuk itu, Indonesia perlu memberikan perhatian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan OHMG ini untuk mengurangi resiko dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan. Melalui COP ini, Indonesia mengharapkan salah satu isu penting terkait dengan pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) atas kerugian yang timbul dari perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) ini dapat disepakati. 11 Hal di atas melatarbelakangi pentingnya pembahasan masalah pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) atas kerugian yang timbul dari perpindahan lintas batas OHMG dari sudut pandang hukum internasional. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dan untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini, maka pokok permasalahan yang akan menjadi objek pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perkembangan organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) bagi kehidupan masyarakat internasional dan pengaturannya menurut hukum internasional? 11 Ibid.

8 2. Bagaimanakah prinsip-prinsip dasar tentang tanggung jawab negara (state responsibility) dan tanggung jawab perdata (civil liability) dalam bidang lingkungan? 3. Bagaimanakah pengaturan mengenai pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) atas kerugian yang timbul dari perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik (OHMG)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perkembangan organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) bagi kehidupan masyarakat internasional dan pengaturannya menurut hukum internasional. 2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar tentang tanggung jawab negara (state responsibility) dan tanggung jawab perdata (civil libility) dalam bidang lingkungan. 3. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) atas kerugian yang timbul dari perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik (OHMG). b. Manfaat Penelitian Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari sisi teoritis maupun praktis.

9 1. Manfaat secara teoritis Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum Internasional pada khususnya. Serta memberikan sumbangan akademis dalam merumuskan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan dengan organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) maupun produk-produknya. 2. Manfaat praktis Membantu aparat penegak hukum dan pemerintah dalam penerapan pengaturan hukum internasional mengenai organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) di tingkat nasional, dan juga memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat mengenai penggunaan produk OHMG. D. Keaslian Penulisan Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi ditulis berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan (plagiat) baik sebagian ataupun seluruhnya dari karya orang lain. Judul yang penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Internasional dan judul tersebut dinyatakan tidak ada yang sama dan telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Internasional.

10 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Hukum Internasional Menurut Mochtar Kusumaatmadja 12, hukum internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (1) negara dengan negara; (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara satu sama lain. Sebagai salah satu cabang ilmu dari Hukum Internasional, maka Hukum Lingkungan Internasional dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan lingkungan yang bersifat lintas batas negara antara: (1) negara dengan negara; (2) negara dengan subjek hukum lain bukan negara satu sama lain. Hukum atau keseluruhan kaedah dan azas yang dimaksud adalah keeluruhan kaedah dan azas yang terkandung di dalam perjanjian-perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional, yang berobjek lingkungan hidup, yang oleh masyarakat internasional, yaitu masyarakat negara-negara, termasuk subjek-subjek hukum internasional bukan negara, diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat melalui lembaga-lembaga dan proses kemasyarakatan internasional Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hal Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2003, hal.1.

11 2. Pertanggungjawaban dan Upaya Pemulihan (Liability and Redress) Kata liability 14 merupakan bahasa Inggris, yang berarti pertanggungjawaban atau kewajiban. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut verantwoordelijkheid atau aansprakelijkheid. Sedangkan redress 15 mempunyai makna memperbaiki kesalahan, atau mengganti kerugian yang disebabkan kesalahannya. Dalam bahasa Belanda disebut herstellen, weer in onde brengen, schade vergoeden, vergoeding. Liability and Redress dapat juga diartikan sebagai kewajiban dan penanganan. 3. Perpindahan Lintas Batas Perpindahan lintas batas adalah perpindahan suatu organisme hasil modifikasi genetik dari suatu Pihak ke Pihak lainnya. Pihak-pihak yang dimaksud dalam hal ini ialah Pihak-pihak yang telah menyepakati dan menandatangani Protokol Cartagena sebagai instrumen hukum internasional. 4. Organisme Hasil Modifikasi Genetik Organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) adalah setiap organisme hidup yang memiliki kombinasi bahan genetik baru yang diperoleh melalui pemanfaatan bioteknologi modern. Sering juga disebut GMO (Genetically Modified Organism) atau LMO (Living Modified Organism). 14 Martin Basiang, The Contemporary Law Dictionary First Edition, Red & White Publishing, 2009, hal Ibid., hal. 368.

12 F. Metode Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 16 a. Tipe Penelitian Soerjono Soekanto 17 berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam: 1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari: a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistematika hukum; c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; 2. Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris, yang terdiri dari: a. Penelitian terhadap identifikasi hukum; b. Penelitian terhadap efektifitas hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian hukum normatif karena hendak meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang organisme hasil modifikasi genetik (OHMG). 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, UI Press, Jakarta, 2003, hal. 15.

13 b. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder, yang terdiri dari 18 : 1. Bahan hukum primer berupa produk-produk hukum berupa peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini berupa undang-undang, konvensi hukum internasional, deklarasi, maupun protokol. 2. Bahan hukum sekunder berupa bahan acuan yang bersumber dari buku-buku, surat kabar, media internet serta media massa lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. 3. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus dan sebagainya. Cara mendapatkan data sekunder adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan mengumpulkan fakta-fakta yang didapat dari studi kepustakaan sebagai acuan umum dan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang dimaksud berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan. 18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal

14 c. Analisis Data Setelah data terkumpul, analisis dilakukan dengan menggunakan analisis isi sebagaimana dirumuskan oleh Berndl Berson 19 : Content analysis is a research technique for the obyektive, systematic and quantitative description of the manifest content of communication. (Kajian isi adalah teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif, sistematik dan kuantitatif dari suatu bentuk komunikasi). Sedangkan menurut Holsti bahwa kajian isi adalah tehnik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis. Secara keseluruhan analisis di atas dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai pandangan dan konsep yang diperlukan dan kemudian akan diurai secara menyeluruh untuk menjawab persoalan yang ada dalam skripsi ini, serta melakukan penarikan kesimpulan dengan pendekatan deduktif-induktif, yakni berawal dari hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis dalam suatu sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I berisi tentang gambaran dari seluruh isi skripsi, yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 19 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Hukum Kualitatif, Remaja Karya, Bandung, 1989, hal. 179.

15 Pembahasan selanjutnya dalam bab II terdiri dari defenisi OHMG dan perkembangannya, manfaat OHMG bagi masyarakat global, dampak merugikan OHMG terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, serta diakhiri dengan pengaturan hukum internasional tentang OHMG. Kemudian dalam Bab III membahas mengenai prinsip-prinsip hukum internasional dalam pengelolaan lingkungan, tanggung jawab negara (state responsibility) dalam bidang lingkungan, dan tanggung jawab perdata (civil liability) atas kerusakan lingkungan. Dalam bab IV ini akan dibahas mengenai pengaturan mengenai pertanggungjawaban dan upaya pemulihan (liability and redress) atas kerugian yang timbul dari perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik, yang dibagi atas latar belakang lahirnya Nagoya-Kuala Lumpur Supplementary Protocol on Liability and Redress, substansi pengaturannya, dan penandatanganan serta ratifikasinya. Bab V sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran sebagai rekomendasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. No.369, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KebijakanKeanekaragamanHayati. FakultasPertaniandanPeternakan

KebijakanKeanekaragamanHayati. FakultasPertaniandanPeternakan KebijakanKeanekaragamanHayati Zulfahmi FakultasPertaniandanPeternakan Sebelum Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) Sumber daya hayati sebagai common heritage mankind Belum ada kesadaran akan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1564 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PELABELAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklan. Saat ini iklan telah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. iklan. Saat ini iklan telah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memasarkan barang atau jasa suatu perusahaan memerlukan suatu usaha promosi. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memperkenalkan

Lebih terperinci

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA?

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? Sekretariat Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia Puslit Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Science Center http://www.indonesiabch.org/

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 16 2000 SERI.D KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 32 TAHUN 2000 T E N T A N G PEDOMAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DAN PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media informasi dan telekomunikasi sangat pesat berkembang saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri adalah jaringan komunikasi

Lebih terperinci

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah No. 1188, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. PRG. Keamanan Pakan. Pengkajian. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMENTAN/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan dasar dan mempunyai fungsi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik

Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik Aspek Legal Produk Rekayasa Genetik BAHAN PRESENTASI SEMINAR NASIONAL BIOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG, JAWA TIMUR 10 SEPTEMBER 2015 Prof. (Riset). Dr. Ir. Agus Pakpahan Ketua KKHPRG 1 SEJARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional yang ada pada saat ini memiliki peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Berkembangnya hukum

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki beragam hak sejak ia dilahirkan hidup. Hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya ini disebut

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1)

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penelitian

1.3. Tujuan Penelitian 4 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai plagiarisme dalam hak cipta. Sedangkan tujuan khusus penelitian dalam makalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Bioteknologi dan Dampaknya Terhadap Keanekaragaman Hayati. Friska Messelina Sirait

Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Bioteknologi dan Dampaknya Terhadap Keanekaragaman Hayati. Friska Messelina Sirait Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Bioteknologi dan Dampaknya Terhadap Keanekaragaman Hayati Friska Messelina Sirait 090200179 Abstract Biotechnology in human's life gives a new expectation of an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjual barang melalui media internet tak lagi hemat bagi pengusaha. Mereka harus berpikir ulang mencari untung setelah pemerintah melalui Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan laut mendapat perhatian dunia dewasa ini, baik secara Nasional, Regional, atau Internasional disebabkan karena dampak yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET Implementasi agreement on trade related investment measures (persetujuan tentang kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan) oleh pemerintah Indonesia Beteng Sehi E.0000074 UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

BALAI KLIRING KEAMANAN HAYATI ( BIOSAFETY CLEARING HOUSE ) DAN PENGEMBANGANNYA 1

BALAI KLIRING KEAMANAN HAYATI ( BIOSAFETY CLEARING HOUSE ) DAN PENGEMBANGANNYA 1 BALAI KLIRING KEAMANAN HAYATI ( BIOSAFETY CLEARING HOUSE ) DAN PENGEMBANGANNYA 1 Slamet-Loedin, I.H 1). dan E. Sukara 2) 1) Puslitbang Bioteknologi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Raya Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. NOMOR 112 /M/Kp/X/2009.

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. NOMOR 112 /M/Kp/X/2009. MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR 112 /M/Kp/X/2009 Tentang PEDOMAN UMUM BIOETIKA SUMBER DAYA HAYATI MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris normatif yaitu jenis penelitian yang merupakan gabungan dari jenis penelitian hukum empiris dan normatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun 1750 1850 yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, sebagian besar aspek kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1 37 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia harus hidup bermasyarakat dan saling

Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia harus hidup bermasyarakat dan saling BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia harus hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lainya, manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian.

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Asuransi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangatlah pesat setelah pemerintah mengeluarkan regulasi pada tahun 1980 diperkuat keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, perkembangan suatu bank mengalami krisis dapat diartikan. Sementara itu dalam bentuk memberikan pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, perkembangan suatu bank mengalami krisis dapat diartikan. Sementara itu dalam bentuk memberikan pelayanan kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang membantu perkembangan ekonomi suatu negara. Tumbuhnya perkembangan bank secara baik dan sehat akan mendorong

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN Produk rekayasa genetik pada saat ini sudah tersebar luas di berbagai negara, khususnya negara-negara maju dan di Indonesia pun sudah ada beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut.

Bab I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. 1. penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut. 9 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan tanah saat ini semakin meningkat, dimana peningkatan akan tanah tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni

Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni PENTINGNYA HAL Hak Atas Lingkungan HAM sudah tidak lagi menomersatukan salah satu kategori hak: apakah pemenuhan hak-hak dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 73

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 73 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang lingkupnya, hukum dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci