BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum tentang Kepolisian Resort Kota Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum tentang Kepolisian Resort Kota Yogyakarta"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum tentang Kepolisian Resort Kota Yogyakarta 1. Wilayah Kepolisian Resort Kota Yogyakarta (Polresta Yogyakarta) Daerah Kota Yogyakarta dengan geografis sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sleman b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman e. Terdiri dari 14 kecamatan yang terdiri dari 45 kelurahan f. Luas 3256,90 Ha 2 dengan struktur tanah sebagian besar telah didirikan pembangunan kota. Wilayah hukum Polresta Yogyakarta meliputi 14 Polsek, yaitu: a) Polsek Gondomanan Alamat : Jl. Lobaningratan No.1 GM Yogyakarta Telepon : (0274) b) Polsek Wirobrajan Alamat : Jl. Kapten Tendean No.595 WB Yogyakarta Telepon : (0274) c) Polsek Pakulaman Alamat : Jl. Purwanggan No.53 PA Yogyakarta Telepon : (0274) d) Polsek Kotagede 86

2 87 Alamat : Jl. Nyi Pembayun No.34 KG Yogyakarta Telepon : (0274) e) Polsek Umbulharjo Alamat : Jl. Menteri Supeno No.105 UH Yogyakarta Telepon : (0274) f) Polsek Danurejan Alamat : Jl. Krasak Timur No.40 DN Yogyakarta Telepon : (0274) g) Polsek Gedongtengen Alamat : Jl. Jlagran No.12 GT Yogyakarta Telepon : (0274) h) Polsek Kraton Kadipaten Alamat : Kraton Kadipaten Kidul No.373 KT Yogyakarta Telepon : (0274) i) Polsek Jetis Alamat : Jl. Kyai Mojo No.5 JT Yogyakarta Telepon : (0274) j) Polsek Tegalrejo Alamat : Jl. Magelang No.184 TR Yogyakarta Telepon : (0274) k) Polsek Ngampilan Alamat : Jl. KS. Tubun No.28 NG Yogyakarta Telepon : (0274)

3 88 l) Polsek Gondokusuman Mlati Wetan Alamat : Jl. Mlati Wetan No.6 GK Yogyakarta Telepon : (0274) m) Polsek Mantrijeron Alamat : Jl. DI. Panjaitan No.1 MJ Yogyakarta Telepon : (0274) n) Polsek Mergangsan Alamat : Jl. Sisingamangaraja MG Yogyakarta 2. Visi dan Misi Polresta Yogyakarta a. Visi Polresta Yogyakarta Terwujudnya pelayanan kamtibmas prima, tegaknya hukum dan keamanan wilayah mantap serta terjadinya sinergi polisional yang proaktif dengan segenap komponen dalam rangka mendukung pembangunan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, pariwisata yang berbudaya dan ramah lingkungan. b. Misi Polresta Yogyakarta Dengan mempedomani arah kedepan sesuai visi Polresta Yogyakarta, maka langgkah pencapaian sasaran strategi disusun ke dalam misi sebagai berikut: 1) Melangkah deteksi dini dan peringatan dini melalui kegiatan / operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. 2) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah responsif dan tidak diskriminasi.

4 89 3) Menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalulintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang. 4) Menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri. 5) Mengembangkan perpolisian masyarakat yang berbasis pada masyarakat patuh hukum dan peraturan perundang-undangan. 6) Menegakkan hukum secara profesional, objektif, proposional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan. 7) Mengelola secara profesional, transparan dan akuntabel dan modern seluruh aspek sumber daya Polresta Yogyakarta mendukung operasional tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 8) Meningkatkan kerjasama (partnership) dengan pemerintah kota, perguruan tinggi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan instansi terkait lainnya untuk bersinergis dan bahu membahu menghadapi setiap permasalahan yang timbul dan mencari solusi yang komprehensif demi terciptanya situasi kota Yogyakarta yang kondusif. 9) Mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah kota Yogyakarta untuk mewujudkan kemajuan, kemakmuran dan kemandirian dan kesejahteraan warga masyarakat kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Budaya / Pariwisata untuk menunju Yogyakarta Berhati Nyaman.

5 90 3. Macam-Macam Kebijaksanaan dan Kebijakan Kepala Kepolisian Resort Kota Yogyakarta (Kapolresta Yogyakarta) a. Kebijaksanaan Kapolresta Yogyakarta dalam rangka penyelenggaraan keamanan sesuai Kebijakan Pemerintah Daerah dalam pembangunan bidang kemanan jangka panjang dan menengah sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan keamanan memperhatikan: a) Asas legalitas yaitu ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. b) Asas kepentingan umum yaitu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan. c) Asas proposional yaitu keseimbangan antara bobot gangguan dan kekuatan anggota. d) Asas kemitraan yaitu diselenggarakan oleh Polri bersama masyarakat dan unsur terkait lainnya. e) Asas pencegahan yaitu mendahulukan tindakan preventif edukatif daripada tindakan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah upaya terakhir dan dilaksanakan dalam rangka preventif. 2) Penyelenggaraan keamanan dilaksanakan melalui tindakan preemtif (pembinaan masyarakat atau preventif tidak langsung), preventif dan penegakan hukum. 3) Lembaga yang berperan dan terkait dalam penyelenggaraan keamanan meliputi:

6 91 a) Presiden dibantu Komisi Nasional sebagai penentu kebijakan makro. b) Polri sebagai penyelenggara utama. c) Polisi khusus (polsus), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa sebagai pendukung penyelenggaraan keamanan. d) TNI, Pemerintah Daerah (Pemda), Criminal Justice System (CJS) dan masyarakat sebagai unsur bantuan dan kerjasama. e) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan publik pengawas. 4) Strategi membangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan tugas-tugas Polri (Partnership building). a) Melanjutkan penggelaran kuat anggota Polri terutama bagi Bintara Polri sebagai pengemban diskresi di lapangan sampai komunitaskomunitas terkecil didukung kualitas pelayanan internal yang lengkap dan kokohnya landasan hukum untuk kinerja Polri pada tahun b) Menggelar pelayanan masyarakat sampai komunitas terjauh didukung sinergi polisional dengan elemen-elemen msayarakat serta tercapai kualitas masyarakat patuh hukum melalui perencanaan sosial yang partisipatoris, pada tahun 2011.

7 92 c) Menggelar pelayanan masyarakat secara menyeluruh didukung sinergi polisional dengan elemen birokrasi (kementrian / lembaga) dalam menjaga supremasi hukum, pada tahun d) Mendinamisir dan menggelar pelayanan masyarakat dan sinergi polisional secara lengkap dalam mewujudkan kondisi yang menjangkau pembangunan nasional untuk berwawasan ketertiban dan keamanan, pada tahun e) Terwujudnya pelayanan masyarakat yang rima dan kebulatan sinergi polisional yang produktif sebagai pra kondisi daya saing bangsa dan keunggulan nasional. Pada tahun b. Kebijaksanaan Kapolresta Yogyakarta dalam rangka menciptakan situasi kamtibmas di wilayah Polresta Yogyakarta yang selaras dengan Visi Kota Yogyakarta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat akan tugas Polri, Kapolresta Yogyakarta mencanangkan kebijakan berupa 4 (empat) program sebagai berikut: 1) Menekan perkelahian pelajar a) Tindakan preemtif: (1) Pembinaan dan penyuluhan di sekolah. (2) Menjadi inspektur Upacara di sekolah setiap hari Senin. (3) Membuka jaringan melalui Forum Organisasi Organisasi Profesi (FKOP). (4) Pembinaan dan penyuluhan pada wali murid / komite sekolah. (5) Pemasangan spanduk imbauan.

8 93 (6) Pembinaan jaringan kelompok/geng pelajar. (7) Pembinaan jaringan melalui guru Bimbingan dan Konseling (BK). (8) Koordinasi dengan Pendidikan Nasional (Diknas) berkaitan dengan kurikulum / kebijakan sekolah. (9) Pendataan sekolah-sekolah. b) Tindakan preventif: (1) Patroli rutin di sekolah menjelang bubaran sekolah. (2) Patroli ditempat mangkal anak sekolah. (3) Penjagaan di lokasi rawan tawuran. (4) Penjagaan di tempat pertandingan olehraga antar sekolah. (5) Penjagaan di tempat pentas seni pelajar. (6) Pengaturan arus lalu lintas di sekolah-sekolah. (7) Membubarkan kelompok-kelompok pelajar yang mangkal / bergerombol di luar sekolah. c) Tindakan represif: (1) Razia gabungan (Diknas, perwakilan guru BK) di dalam sekolah, sasaran pornografi, senjata tajam (sajam), narkoba, minuman keras (miras). (2) Razia gabungan (Polri, Diknas, Polisi Pamong Praja (Pol PP)) di luar sekolah pada saat jam belajar dengan sasaran tempat hiburan, mall, warnet, stasiun, game center, terminal, warung tempat mangkal.

9 94 (3) Razia pelajar di luar jam sekolah di tempat kerumunan anakanak pelajar, dengan sasaran sajam, pornografi, surat kendaraan bermotor (ranmor). (4) Melakukan tindakan tegas terhadap pelajar yang terlibat perkelahian/tawuran 2) Malioboro bebas dari gangguan kamtibmas (a) Tindakan preemtif: (1) Melakukan pembinaan dan penyuluhan (binluh) dan pendidikan masyarakat (dikmas) tentang lalu lintas (lantas) terhadap pedagang kaki lima (PKL), tukang parkir, tukang becak, kusir andong, sopir taksi, satuan pengamanan (satpam), tukang kunci. (2) Pemasangan spanduk imbauan pesan-pesan kamtibmas di pertokoan, pasar, mall, parkiran. (3) Pebinaan jaringan terhadap kelompok tukang parkir, PKL, satpam dan sumber info lain di kawasan Malioboro. (4) Koordinasi dengan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) kawasan Malioboro. (5) Koordinasi dengan pengelola pasar Beringharjo, hotel, pertokoan, Benteng Vredeberg. (6) Pemberdayaan TV Video Trone untuk pesan kamtibmas. (7) Pesan kamtibmas melalui publik addres di mall, pasar dan hotel.

10 95 (8) Imbauan melalui selebaran di boks ATM. (b) Tindakan preventif: (1) Patroli bersepeda, jalan kaki, kendaraan bermotor roda dua (ranmor R2) dan roda empat (R4). (2) Mengatur lalu lintas di daerah rawan macet. (3) Penambahan personel pada malam Minggu, malam Senin dan hari-hari libur. (4) Penempatan pos-pos sementara di tempat rawan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). (5) Penempatan kendaraan dan personel di simpang empat (sp4) teteg KA, sp4 batik terang bulan, depan gedung agung dalam rangka quick responses. (6) Penempatan personel secara tertutup di tempat dan jam rawan gangguan kamtibmas. (c) Tindakan represif: (1) Razia premanisme, sajam, narkoba dan miras. (2) Razia gabungan dengan instansi terkait terhadap parkir liar, PKL, becak, andong, Kartu Tanda Penduduk (KTP). (3) Penindakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas. (4) Penindakan hukum terhadap pelaku kejahatan / pelanggaran. 3) Menekan peredaran miras dan narkoba: (a) Tindakan preemtif: (1) Pendataan penjual miras, pelaku penyalahgunaan narkoba.

11 96 (2) Pendataan tempat-tempat hiburan malam, hotel, cafe yang menyediakan miras. (3) Pendataan apotek, toko obat, penjual jamu. (4) Pembinaan dan penyuluhan di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi), kelurahan, kecamatan, tingkat RT dan RW. (5) Koordinasi dengan instansi terkait (Pemda, Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP), Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK), Lembaga Pemasyarakatan (LP), Gracia). (6) Koordinasi dengan PT. Telkom, Indosat (jaringan komunikasi) dan bank. (7) Pemasangan spanduk imbauan. (b) Tindakan preventif: (1) Patroli di tempat rawan. (2) Pemberdayaan dan pembentukan kring narkoba. (3) Pemberdayaan dan pembentukan jaringan informan. (4) Sosialisasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkoba. (c) Tindakan represif: (1) Razia tempat-tempat hiburan, sekolah, kos-kosan, LP, warung remang-remang. (2) Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan miras dan narkoba.

12 97 (3) Ungkap jaringan pelaku miras dan penyalahgunaan narkoba. (4) Pemusnahan terhadap miras dan narkoba. 4) Gerakan disiplin berlalu lintas: (a) Tindakan preemtif: (1) Launching gerakan disiplin lalu lintas (GDL) dengan musyawarah pimpinan daerah (Muspida). (2) Sosialisasi undang-undang lalu lintas yang baru. (3) Open house play group den TK (pengenalan makro Polresta, rambu-rambu lalu lintas. (4) Dikmas lantas kepada masyarakat melalui kegiatan kecamatan, lurah, RT dan RW. (5) Pembentukan Patroli Keamanan Sekolah (PKS) di sekolahsekolah dari tingkat SD sampai SMA. (6) Pembinaan saka bhayangkara. (7) Penyuluhan safety riding, safety driving kepada masyarakat yang terorganisir (perguruan tinggi, perusahaan). (8) Pemasangan spanduk imbauan berkaitan dengan tertib berlalu lintas. (9) Koordinasi dengan instansi terkait. (10) Melaksanakan lomba lalu lintas. (11) Pelayanan SIM keliling. (b) Tindakan preventif: (1) Melaksanakan penjagaan, pengaturan lalu lintas.

13 98 (2) Melaksanakan patroli beat. (3) Commander wish pagi dan pagi. (4) Mengoptimalkan pelakasanaan pos 24 jam (7 pos) untuk quick responses. (5) Penambahan personel pada saat hari Sabtu, Minggu dan hari libur. (6) Melaksanakan upaya-upaya manajemen rekayasa lalu lintas apabila ada kemacetan, penutupan jalan. (7) Menempatkan unit patwal di daerah rawan macet dan pelanggaran. (8) Pengawalan terhadap VVIP, VIP dan kegiatan masyarakat. (9) Mengoptimalkan zona kawasan tertib lalu lintas. (c) Tindakan represif (1) Razia ranmor terhadap para pelajar, masyarakat, sasaran kelengkapan ranmor dan surat-surat. (2) Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas. (3) Penegakan hukum terhadap laka lantas. 4. Struktur Organisasi Kepolisian Resort Kota Yogyakarta (Polresta Yogyakarta) Polresta Yogyakarta terdiri 4 (empat) unsur, yaitu a. Unsur pimpinan yang terdiri dari Kapolresta dan WakPolresta b. Unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang terdiri dari Seksi Pengawas (Siwas), Seksi Profesi dan Pengamanan (Sipropam), Seksi Keuangan

14 99 (Sikeu), Seksi Umum (Sium), Bagian Oprasional (Bagops), Bagian Rencana (Bagren), dan Bagian Sumber Daya (Bagsumda). c. Bagops terdiri dari Sub Bagian Pembinaan Operasional (Subbag Binops), Sub Bagian Pengedalian Operasional (Subbag Dalops), dan Sub Bagian Hubungan Masyarakat (Subbag Humas). Selanjutnya Bagren terdiri dari Sub Bagian Program Anggaran (Subbag Progar) dan Sub Bagian Pengendalian Anggaran (Subbag Dalgar). Kemudian Bagsumda terdiri dari Sub Bagian Personalia (Subbag Pers), Sub Bagian Sarana Prasarana (Subbag Sapras) dan Sub Bagian Hukum (Subbag Kum). d. Unsur pelaksanaan tugas pokok yang terdiri dari Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu, Satuan Intelegen dan Keamanan (Sat Intelkam), Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim), Satuan Reserse Narkoba (Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta), Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas Polresta Yogyakarta), Satuan Samapta Bhayangkara (Sat Sabhara), Satuan Lalu Lintas (Sat Lantas), Satuan Pengamangan Objek Vital (Sat Pam Obvit) dan Satuan Perawatan Tahanan Dan Penitipan Barang Bukti (Sat Tahti). e. Unsur pendukung yaitu Seksi Teknologi Informasi Kepolisian (Sitipol). Selain itu Polresta Yogyakarta juga membawahi 14 Polsek. Struktur organisasi Polresta Yogyakarta akan lebih jelas jika dibuat skema, dapat terlihat pada Gambar 1 berikut ini:

15 KAPOLRESTA WAKPOLRESTA 100 AKP SIWAS SIPROPAM AKP AKP SIKEU SIUM AKP BAGOPS KP KP KP BAGSUMDA AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP KP KP AKP UNSUR PIMPINAN UNSUR PENGAWAS DAN PEMBANTU PIMPINAN SUBBAG BINOPS UNSUR PELAKSANA TUGAS POKOK SAT BINMAS UNSUR PENDUKUNG SITIPOL SUBBAG DALOPS SENTRA PELAYANAN KEPOLISIAN TERPADU KP SAT SABHARA AKP KP SUBBAG HUMAS SAT INTELKAM SAT LANTAS KP POLSEK SUBBAG PROGAR BAG REN SAT RSKRIM SUBBAG DALGAR SAT PAM OBVIT Gambar 1. Skema Struktur Organisasi Polresta Yogyakarta Sumber : Dokumen dari Subbag Humas pada Jumat, 2 November 2012 SUBBAG PERS SAT RS NARKOBA KP KP SAT TAHTI SUBBAG SARPRAS SUBBAG KUM

16 101 1) Gambaran tentang Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas) Polresta Yogyakarta a) Visi dan Misi Sat Binmas (1) Visi Sat Binmas Menjadi sahabat dan mitra masyarakat dalam memecah masalahmasalah sosial yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan. (2) Misi Sat Binmas (a) Hadir di tengah-tengah masyarakat untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat. (b) Membangun komunikasi yang efektif dan intensif dengan masyarakat baik individu maupun kelompok dan komunitas. (c) Membangun kemitraan dengan segenap komunitas dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). (d) Mengidentifikasi masalah sosial keamanan dalam masyarakat menemukan pemecahannya. (e) Mendorong partisipasi masyarakat dalam mencegah dan menangkal gangguan kamtibmas. b) Tugas Pokok Fungsi Sat Binmas Polresta Yogyakarta (1) Tugas Sat Binmas Polresta Yogyakarta Menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang meliputi pembinaan teknis Perpolisian Masyarakat (Polmas) dan kerjasama dengan instansi pemerintah / lembaga / organisasi masyarakat, pembinaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa serta pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat

17 102 dalam rangka memberdayakan upaya pencegahan masyarakat terhadap kejahatan serta meningkatkan hubungan sinergitas Polri-masyarakat. (2) Fungsi Sat Binmas Polresta Yogyakarta (a) Penyelenggaraan pembinaan teknis Polmas. (b) Penyelenggaraan kerjasama dengan instansi pemerintah / lembaga / organisasi masyarakat. (c) Pembinaan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (d) Pemberdayaan upaya pencegahan masyarakat terhadap kejahatan. (e) Peningkatan hubungan sinergitas Polri-masyarakat. c) Struktur Organisasi Sat Binmas Polresta Yogyakarta Struktur organisasi Sat Binmas Polresta Yogyakarta dapat dijelaskan melalui Gambar 2 sebagai berikut:

18 103 KASAT BINMAS KOMPOL FATHURRAHMAN WAKA SAT BINMAS - KA URMINTU AIPTU JAMAR BANUM SRI MARYATI UR BINOPS IPTU SUPONO BAMIN BRIG SURYO ADI BAMIN KANIT POLMAS AKP HM. SUPARMAN KANIT BIN TIBMAS IPTU CHERLI EVI KANIT KAMSA AKP H. DALIYO PANIT IPDA SIGIT N PANIT IPDA SRI ASTUTI PANIT IPDA SUHADI BANIT AIPDA DWI ASIH BANIT BRIG SUJITO BANIT BRIPTU PUNTO D. BANIT - BANIT AIPTU PRAPTONO BANIT AIPDA SUHERMANTO BANIT BRIG DEWI A. BANIT - BANIT AIPTU SURATMIN BANIT BRIG SETU R. BANIT - BANIT Gambar 2. Skema Struktur Organisasi Sat Binmas Polresta Yogyakarta Sumber : Dokumen Sat Binmas Polresta Yogyakarta, pada Jumat, 2 November

19 104 2) Gambaran tentang Satuan Reserse Narkoba (Sat Res Narkoba) Polresta Yogyakarta a) Visi dan Misi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta (1) Visi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta Sat Res Narkoba bertekat mewujudkan postur Polri yang profesional, bermoral dan modern, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas, pemberantasan narkoba dan menegakkan hukum di wilayah Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, kota budaya dan pariwisata dalam suatu kehidupan sosial yang demokratis, berbudaya serta masyarakat yang sejahtera. (2) Visi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta Berdasarkan uraian visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran misi Sat Res Narkoba, yaitu: (a) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (aspek security, surety, safety, dan peace) sehingga masyarakat bebas dari penyalahgunaan narkoba. (b) Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat. (c) Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan wilayah Yogyakarta sehingga mendorong meningkatkan gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat.

20 105 b) Pertelaan Tugas Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta bertugas menyelenggarakan atau membina fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan obat berbahaya (narkoba) termasuk penyuluhan dan pembinaan dalam rangka pencegahan dan rehabilitas korban atau penyalahgunaan narkoba. Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta disingkat Kasat Res Narkoba Polresta Yogyakarta yang bertanggung jawab kepada Kapolresta dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Waka Polresta. Menurut Aiptu Kardiana tugas pokok Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta ada 3 (tiga), yaitu: (1) Preemtif, seperti kegiatan memberikan imbauan-imbauan kepada masyarakat melalui media elektronik maupun tertulis. Contoh kegiatan penyuluhan yang melalui media elektronik seperti talk show di radio Sonora dan RRI, talk show di TVRI dan JogjaTV. Contoh yang tertulis seperti pemasangan spanduk dan pamflet. (2) Preventif, seperti sambang/mendatangi di kampung-kampung, patroli dan pembentukan kader P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba). (3) Represif, upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan, pemberkasan, pengiriman tahap satu, pengiriman tahap dua. Termasuk juga kegiatan razia di tempat-tempat hiburan, di tempat mangkalnya orang-orang.

21 106 c) Struktur Organisasi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta Struktur organisasi Sat ResPolresta Yogyakarta Narkoba dapat dijelaskan melalui Gambar 3 sebagai berikut: KASAT RES NARKOBA KOMPOL TOPO SUBROTO WAKASAT RES NARKOBA KAUR BIN OPSNAL IPDA DWI ASTUTI H KAUR MINTU AIPTU KARDIYANA 1. Bripka Rudiarto 2. Brigadir Retno P. 3. Brigadir Farid R. 1. Briptu Dwi Jaka 2. Briptu Farida Ekawati 3. Pengtu Dani Triyana KANIT IDIK I AKP IMAN HERI NURCAHYO KANIT IDIK II AKP LUCAS LEO KEMI KASUBNIT I KASUBNIT II KASUBNIT I KASUBNIT II IPDA JAKA P. IPDA ZAINUDIN IPTU TINTON Y. AIPTU SURAHMAN 1. Bripka Herka S. 2. Bripka Amri A. 3. Bripka Agus D.H. 4. Brig Fani K. 5. Briptu Sumardi 6. Briptu Hari W. 7. Briptu Taufik S. 1. Brig S. Surya 2. Bripka Agung J. 3. Bripka Guno P. 1. Aiptu Untoro 2. Bripka Hudi H. 3. Bripka N. Gatot 4. Brig Tarmanto 5. Briptu Agung C. 6. Brig Bruri S. 7. Briptu Aris W. 1. Bripka M.. Muslih 2. Bripka A. Sunanto 3. Bripka Deny Ismail 4. Brig Fajar Yulianto Gambar 3. Skema Struktur Organisasi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta Sumber : Dokumen dari Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta pada Kamis, 25 Oktober 2012

22 107 B. Upaya Polisi dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba oleh Mahasiswa di Kota Yogyakarta Upaya Polisi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh mahasiswa dengan kalangan lain secara keseluruhan hampir sama, karena polisi dalam menangani suatu kasus tidak melihat dari status atau konteks pekerjaannya. Disamping itu, mahasiswa juga dianggap sudah dewasa, maka polisi dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan disamakan dengan masyarakat pada umumnya. Namun, untuk mahasiswa dalam pencegahanya dapat secara langsung kepada mahasiswanya dan dapat melalui orang tua mahasiswa serta satpam-satpam di kampus-kampus. Selain itu, setelah polisi menangkap seorang mahasiswa yang menyalahgunakan narkoba, selain memberitahukan kepada pengadilan, kejaksaan, orang tua, dan BNN, polisi juga memberitahukan kepada pihak kampus dimana mahasiswa tersebut kuliah. Pihak kampus harus tahu karena mahasiswa yang terlibat dalam narkoba wajib dikeluarkan dari lembaga pendidikan. (Pasal 7 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainya). Tetapi, secara keseluruhan polisi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh mahasiswa dengan kalangan lain hampir sama. Dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta, polisi melakukan dua upaya, yaitu upaya preventif dan represif. Upaya preventif adalah upaya pencegahan terjadinya

23 108 tindak pidana, sedangkan upaya represif adalah upaya untuk memberantas kejahatan. Upaya preventif dapat dilakukan dengan sarana non penal dan upaya repersif dapat dilakukan dengan sarana penal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai upaya preventif dan represif yang dilalukan oleh Polisi dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta sebagai berikut: 1. Upaya Preventif Upaya preventif yang dilakukan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dan Sat Binmas Polresta Yogyakarta, yaitu a. Melakukan pembinaan dan penyuluhan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dan Sat Binmas Polresta Yogyakarta melakukan kegiatan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba bagi kalangan mahasiswa di tempat-tempat seperti di kampus dan di asrama, seperti Asrama Aswenda dan Asrama Kalimantan. Sat Binmas Polresta Yogyakarta dalam melaksanakan penyuluhan sering meminjam alat peraga ke Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta untuk mahasiswa pelaksanaanya tidak pasti. Pada tahun 2012 penyuluhan untuk mahasiswa hanya pernah dilakukan sekali, yaitu pada bulan November di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Sat Binmas Polresta Yogyakarta bekerjasama dengan Akademi Akuntansi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (AAYKPN), tidak langsung

24 109 ke mahasiswanya, namun Sat Binmas Polresta Yogyakarta mendidik Satpamnya dua hari, yaitu Sabtu dan Minggu. Karena Satpam sering berkomunikasi dengan mahasiswa, diharapkan Satpam dapat ikut serta dalam mencegah penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh mahasiswa. Selain itu Sat Binmas Polresta Yogyakarta juga melakukan penyuluhan tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba bagi kalangan orang tua di bank dan di tempat pemukiman seperti penyuluhan kepada karyawan bank yang mempunyai anak mahasiswa, seperti di BPD Yogyakarta dan BRI Yogyakarta, dan penyuluhan pada para orang tua di Kecamatan Ngampilan. Sat Binmas Polresta Yogyakarta berharap orang tua yang mempunyai anak mahasiswa dapat memberitahukan pada anak-anaknya agar tidak menyalahgunakan narkoba. Sat Binmas Polresta Yogyakarta juga melakukan pembinaan kepada mahasiswa di LP Yogyakarta agar tidak lagi menyalahgunakan narkoba. Pembinaan tersebut dilakukan dengan memberikan materi tentang bagaimana mengelola diri agar jauh dari narkoba, memberikan tips menghindarkan diri dari narkoba, memberikan tips cara menolak ajakan memakai narkoba. Kegiatan pembinaan dapat dilakukan lewat spiritual/agama dengan mengadakan sholat berjamaah dan membaca Al Quran bersama-sama. Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan pembinaan dan penyuluhan sekarang seringnya berdasarkan permintaan dari pihak kampus atau LP Yogyakarta. Hal tersebut terjadi karena sejak awal tahun 2012 di Sat

25 110 Res Narkoba Polresta Yogyakarta tidak ada lagi Unit Pembinaan dan Penyuluhan (Binluh). Polisi memasukkan kegiatan binluh ke dalam upaya preemtif. Polisi menyebut istilah preemtif ini sebagai pembinaan masyarakat atau preventif tidak langsung, yaitu pembinaan yang bertujuan agar masyarakat menjadi law abiding citizens. Dalam hal ini polisi berbicara tentang penegakan hukum tanpa perlu menyebut hukum dan prosedur penegakan hukum barang sekalipun. b. Melakukan kampanye anti narkoba Sat Binmas Polresta Yogyakarta melakukan kampanye anti narkoba lewat surat kabar, lewat radio sekali setiap bulan pada minggu pertama di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta dan Sonora Yogyakarta. Polisi memasukkan kegiatan kampanye anti narkoba ke dalam upaya preemtif. c. Mengadakan pengajian Khotmil Quran Polresta Yogyakarta mengadakan pengajian Khotmil Quran setiap bulan lima kali ke kampung-kampung bersama Kapolsek, di Polresta sekali, di Polsek setiap minggu yang dihadiri oleh para orang tua. Seperti di Gendeng Gondokusuman, Ngampilan, Wirogunan dan Mantrijeron. Polisi berharap orang tua yang mempunyai anak mahasiswa memberitahu agar tidak menyalahgunakan narkoba dengan cara spiritual. Polisi memasukkan kegiatan pengajian Khotmil Quran ke dalam upaya preemtif.

26 111 d. Melakukan pendekatan dengan tokoh agama Sat Binmas Polresta Yogyakarta melakukan pendekatan terhadap para ulama. Dalam hal ini yang paling banyak jamaahnya di Kota Yogyakarta, yakni Habib Syeh. Setiap Habib Syeh datang ke Yogyakarta dilakukan pengawalan dengan harapan bisa memasukkan pendapat tentang masalah mahasiswa yang menyalahgunakan narkoba, agar ketika melakukan ceramah di panggung Habib Syeh menyampaikan apa yang Sat Binmas Polresta Yogyakarta sampaikan kepada Habib Syeh yaitu tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Yang dimaksud pengawalan di sini adalah polisi mendampingi atau menemani tokoh agama. Sat Binmas Polresta Yogyakarta berharap tokoh agama memberitahukan kepada mahasiswa agar tidak menyalahgunakan narkoba. Polisi memasukkan kegiatan pendekatan dengan tokoh agama ke dalam upaya preemtif. e. Memasang spanduk imbauan agar tidak menyalahgunakan narkoba Spanduk-spanduk imbauan hanya dipasang di jalan-jalan umum saja. Spanduk imbauan tidak ada yang dipasang di kampus-kampus. Sat Binmas Polresta Yogyakarta dalam membuat spanduk bekerjasama dengan CV Putra Pratama. Bentuk kerjasamanya adalah CV Putra Pratama mencarikan sponsor, sehingga dapat membuat spanduk-spanduk. Polisi memasukkan kegiatan memasang spanduk imbauan ke dalam upaya preemtif. f. Melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) dan Pendidikan Tinggi (Dikti)

27 112 Sat Binmas Polresta Yogyakarta berkerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Sat Binmas Polresta Yogyakarta mendapatkan berbagai materi tentang pencegahan penyalahgunaan narkona untuk kalangan mahasiswa dari BNN. Sat Binmas Polresta Yogyakarta juga kerjasama dengan Dikti, kerjasamanya apabila ada permintaan dari perguruan tinggi untuk menjadi narasumber maka wajib melaksanakannya. Polisi memasukkan kegiatan kerjasama dengan BNNP dan Dikti ke dalam upaya preemtif. g. Sosialisasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta biasanya melakukan kegiatan sosialisasi tersebut di kampus dan di asrama karena mahasiswa domisilinya tidak tetap. Kegiatan sosialisasi tersebut biasanya dilakukan pada saat acara penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kegiatan sosialisasi kepada mahasiswa pelaksanaannya tidak pasti. Pada tahun 2012 hanya pernah dilaksanakan sekali, yaitu di UKDW pada bulan November. Kegiatan sosialisasi bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami isi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga tidak menjadi korban atau pelaku penyalahgunaan narkoba. h. Melakukan patroli di tempat rawan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan patroli ke tempattempat pemukiman, ke tempat yang biasanya banyak mahasiswa berkumpul seperti warung remang-remang, ke tempat-tempat sepi seperti di jalan-jalan pada malam hari, di pasar-pasar pada malam hari. Kegiatan patroli dilakukan

28 113 agar ketika mahasiswa akan menyalahgunakan narkoba, tidak jadi karena takut terhadap polisi yang sedang patroli di tempat tersebut. i. Membentuk kring narkoba Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta membentuk kring narkoba bertujuan untuk mempermudah cara kerja anggota Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta. Kring narkoba yaitu pembagian wilayah untuk diawasi dan dipantau. Kota Yogyakarta dibagi menjadi empat kring, masing-masing kring terdiri dari tiga atau empat wilayah polsek, sebagai berikut: 1) Kring I, terdiri dari: a) Wilayah Polsek Tegalrejo b) Wilayah Polsek Jetis c) Wilayah Polsek Gendongtengen 2) Kring II, terdiri dari: a) Wilayah Polsek Wirobrajan b) Wilayah Polsek Ngampilan c) Wilayah Polsek Mantrijeron d) Wilayah Polsek Keraton Kadipaten 3) Kring III, terdiri dari: a) Wilayah Polsek Gondomanan b) Wilayah Polsek Pakulaman c) Wilayah Polsek Danurejan d) Wilayah Polsek Gondokusuman

29 114 4) Kring IV, terdiri dari: a) Wilayah Polsek Mergangsan b) Wilayah Polsek Umbulharjo c) Wilayah Polsek Kotagede Selanjutnya masing-masing kring dipantau dan diawasi oleh enam atau delapan anggota polisi dari Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta. j. Membentuk jaringan informasi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta membentuk jaringan narkoba bertujuan agar polisi mendapatkan informasi tentang adanya penyalahgunaan narkoba dengan mudah. Biasanya masing-masing anggota Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta memiliki jaringan informasi sendiri yang bersifat rahasia, karena informan-informan tersebut dilindungi oleh polisi. 2. Upaya Represif Upaya polisi dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang dilakukan mahasiswa di Polresta Yogyakarta yaitu dengan upaya paksa seperti penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP (Pasal 1 butir 5 KUHAP). Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1) KUHAP). Selanjutnya penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

30 115 menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2 KUHAP). Tindakan penyidikan meliputi penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan, pemberkasan, pengiriman tahap satu, pengiriman tahap dua. Termasuk juga kegiatan razia atau pemeriksaan mendadakan (sidak) di tempat-tempat hiburan, di tempat berkumpulnya mahasiswa. (Aiptu Kardiana, penelitian pada Kamis, 25 Oktober 2012). Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa dapat diuraikan sebagai berikut: a. Penyelidikan Sementara ini yang dilakukan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dalam memberantas penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa adalah dengan melakukan penyelidikan atau tindakan hukum. Penyelidikan atau tindakan hukum yang dilakukan rata-rata di luar kampus, sehingga yang bersangkutan waktu tertangkap bukan pada waktu jam kuliah, tetapi waktu-waktu di luar jam kuliah. Rata-rata mahasiswa menyalahgunakan pada waktu-waktu di luar jam kuliah. Jadi mahasiswa menyalahgunakan narkoba di tempat kost atau di tempat umum yang sifatnya bisa digunakan untuk menyalahgunakan, tempat yang dianggap aman bagi mahasiswa tersebut.

31 116 Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan penyelidikan ratarata berdasarkan laporan informasi dari masyarakat. Penyelidikan dapat dilakukan dengan cara pembuntutan dan pengamatan. Apabila hasil penyelidikan memang sudah jelas bahwa orang yang dilaporkan menyalahgunakan, baru petugas melaksanakan tindakan ke arah upaya paksa. Jika ada laporan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana penyalahgunaan narkoba, Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta akan menyelidiki terlebih dahulu karena sifatnya baru informasi. Informasi tersebut diselidiki terlebih dahulu apakah benar atau tidak. Jadi Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta tidak langsung melakukan penggerebekan. Jika benar, mereka melakukan apa, apa yang mereka salahgunakan, apakah itu psikotropika atau narkotika, kalau narkotika jenisnya apa, kalau psikotropika jenisnya apa. Seteleh itu, hasil penyelidikan tersebut dilaporkan kepada pimpinan. Kemudian pimpinan membuat anggaran rencana kerja untuk penyidikan, setelah itu baru menentukan kebijaksanaan, kekuatan yang akan dikerahkan terdiri dari berapa anggota dari Sat Res Narkoba Polresta Yaogyakarta, jangan sampai orang yang akan digerebek lebih banyak dari petugas. Kemudian alat-alat yang akan dipakai apa saja, seperti sarung tangan untuk mengambil barang bukti, kantong plastik untuk menyimpan barang bukti, borgol untuk memborgol pelaku penyalahgunaan narkoba. Jadi Persiapan untuk melakukan penggerebekan harus matang dan memerlukan waktu yang tepat. Setiap ada laporan dari masyarakat penyelidik berwenang melakukan

32 117 penyelidikan atas kebenaran laporan tersebut, setelah diselidiki dan ternyata benar maka dilanjutkan ke penyidikan. Laporan masyarakat itu bisa orang tua mahasiswa, teman mahasiswa, tetangga mahasiswa. Contoh penyelidikan yang pernah dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta, yaitu Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa FZ sering menggunakan narkoba di kos-kosan. Selanjutnya Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta mencari tahu kebenaran dari informasi tersebut dengan cara observasi/surveillance. Hasil penyelidikan menunjukan bahwa benar FZ telah menyalahgunakan narkoba. Setelah itu Polisi melakukan pembuntutan dan FZ ditangkap pada saat sedang mengendarai sepeda motor di Jalan Tunjung Umbulharjo. b. Penyidikan Upaya polisi dalam memberantas penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa, yaitu penyidikan. Penyidikan meliputi tindak penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, pemeriksaan dan pemberkasan. Namun itu semua mengkait pada bukti, artinya kegiatan itu dilakukan untuk mengarah atau mencari atau menemukan barang bukti dan tersangkanya. Jadi penggeledahan terhadap orang atau rumah dilakukan karena untuk menemukan bukti. Kemudian jika sudah menemukan bukti, pasti barang tersebut akan disita. Jadi yang pertama penyidik polisi lakukan adalah penggeledahan, jika ada barang bukti dan cukup bukti akan dibuat surat penyitaan dan dilakukan penyitaan. Setelah membuat surat penyitaan, ada

33 118 barang bukti, lalu diberikan tanda terima, kemudian dibuatkan berita acara penerimaan. Setelah terdapat barang bukti dan ada unsur-unsur untuk seseorang itu memang pelaku penyalahguna narkotika maupun psikotropika otomatis dilakukan penahanan. Setelah itu penyidik melakukan pemeriksaan. Kemudian dari pemeriksaan tersebut dibuatkan resume. Jika sudah cukup, polisi mengajukan kepada pihak kejaksaan dikonsultasikan dan dilaporkan. Selanjutnya kejaksaan akan mengecek berkas tersebut, kemudian kejaksaan akan mengirim lagi, akan membuat surat bahwa dari hasil pengecekan jaksa tersebut sudah sesuai atau belum, sudah sesuai dengan tuntutan atau belum, sudah sesuai dengan pasal yang disebutkan atau belum. Jika ada kekurangan akan dikirim P18 atau P19, tetapi jika sudah cukup maka dapat diajukan ke pengadilan. Setelah itu polisi mengirim tersangka maupun barang bukti kepada kejaksaan. Yang berwenang melakukan penyidikan adalah penyidik. Pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia harus berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi (Ipda) dan berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penyidikan yang dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa dapat diuraikan sebagai berikut:

34 119 1) Penangkapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan lex spesialis, maka petugas memiliki kewenangan untuk penangkapan tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jika di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana kewenangan penangkapan hanya 1 x 24 jam, sedangkan di Undng-Undang Nomor 35 Tahun 2009 untuk penangkapan bisa 3 x 24 jam. Apabila masih diperlukan bisa diperpanjang 3 x 24 jam lagi atas perintah atasan penyidik (Kapolresta Yogyakarta), sehingga ada waktu 6 hari. Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan penangkapan karena yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Biasanya petugas dalam melakukan penangkapan rata-rata tertangkap tangan, yang bersangkutan sedang menyalahgunakan dan ada barang bukti narkotikanya. Untuk kejahatan narkotika harus tertangkap tangan, tetapi jika tidak tertangkap tangan biasanya dari pengembangan kasus sebelumnya. Jika Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta menangkap di luar kota atau di luar propinsi, wilayah setempat harus mengetahui. Pengembangan di luar kota harus seizin atau koordinasi dengan kepolisian wilayah setempat. Prosedur penangkapan yang dilakukan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta yaitu kalau memang terdapat cukup bukti minimal ada dua dan kuat diduga melakukan tindak pidana, maka dapat dilakukan penangkapan. Seseorang ditangkap karena terdapat cukup bukti telah melakukan tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum

35 120 Acara Pidana, yaitu perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Untuk melakukan penangkapan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta harus ada surat perintah penangkapan dari pimpinan. Surat perintah penangkapan diturunkan dari penyidik (Kasat Res Narkoba Polresta Yogyakarta atau Kapolresta Yogyakarta). Surat tersebut dibuat rangkap enam untuk diberikan kepada pengadilan, kejaksaan, tersangka, kepolisian, orang tua tersangka dan BNN. Selain itu, jika yang tertangkap adalah mahasiswa, maka polisi juga memberitahukan kepada pihak kampus dimana mahasiswa tersebut kuliah. Pihak kampus harus tahu karena mahasiswa yang terlibat dalam narkoba wajib dikeluarkan dari lembaga pendidikan. (Pasal 7 Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2000). Pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Oktober Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta telah menangkap 65 pelaku penyalahgunaan narkoba. Dari 65 pelaku 17 diantaranya adalah mahasiswa. Contoh penangkapan terhadap mahasiswa yang pernah dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta, yaitu penangkapan terhadap mahasiswa universitas swasta terkenal di Kota Yogyakarta yang berinisial FZ umur 23 tahun. Penangkapan terjadi pada hari Jumat tanggal 23 Desember 2011 pukul WIB di Jl. Tunjung Umbulharjo saat FZ sedang mengendarai motor. Penangkapan ini dilakukan karena sebelumnya telah ada laporan dari masyarakat bahwa FZ sering menggunakan narkoba di kos, selanjutnya

36 121 petugas melakukan penyelidikan dengan cara observasi. Setelah Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan penyelidikan, dan ternyata mengarah ke a1 (akurat) bahwa FZ menggunakan narkoba, maka dilakukan penangkapan. 2) Penggeledahan Penggeledahan dapat dilakukan jika ada izin dari pengadilan negeri setempat. Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan penggeledahan untuk mengarah ke barang bukti, untuk mencari bukti, atau untuk menemukan bukti, syaratnya otomatis karena orang diduga melakukan atau orang sedang membawa barang bukti sesuai sasaran penggeledahan. Untuk melakukan penggeledahan ada surat perintah dari Kasat Res Narkoba Polresta Yogyakarta. Yang memiliki wewenang untuk melakukan penggeledahan adalah penyelidik dan penyidik. Penyelidik karena jabatannya diberi hak atau kewenangan untuk melakukan penggeledahan, sedangkan penyidik adalah seseorang yang karena tugasnya berkewenangan untuk melakukan penyidikan, dan tindakan penggeledahan merupakan serangkaian dari kegiatan penyidikan. Penggeledahan dapat dilakukan pada badan dan rumah. Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah berbeda. Kalau penggeledahan badan, itu kemungkinan seseorang yang karena mungkin di jalan kadang-kadang surat tugasnya berbeda, bisa dilakukan cukup dengan surat perintah penggeledahan saja. Jika orang yang akan digeledah ada di rumah, maka akan ada mekanisme tersendiri, yaitu harus ada surat tugas dan surat perintah penggeledahan. Penggeledahan rumah dilakukan harus dengan izin dari yang punya rumah,

37 122 dan untuk menguatkan harus mengetahui saksi. Saksi bisa RT, bisa RW, atau mungkin orang yang kebetulan ada di tempat tersebut. Penggeledahan rumah yang dilakukan Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta diperlihatkan orang tua dan keluarga, selain itu juga mengundang tokoh masyarakat, jangan sampai kalau petugas dikira merekayasa. Tokoh masyarakat di sini untuk sebagai saksi, jangan sampai petugas dikira membuat-buat. Sedangkan penggeledahan badan dilakukan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, dan sampai yang ada di dalam tubuh. Contoh penggeledahan terhadap mahasiswa yang pernah dilakuan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta, yaitu penggeledahan badan terhadap FZ di Jl. Tunjung Umbulharjo. Pada saat penggeledahan badan ditemukan satu paket ganja di kantong celana FZ. Selain penggeledahan badan juga dilakukan penggeledahan di kos, namun tidak ditemukan barang bukti lagi. 3) Penyitaan Penyidik dalam melakukan penyitaan harus memberitahukan kepada kejaksaan dan pengadilan. Yang diberitahukan ke ketua kejaksaan hanya dalam hal penyitaan narkotikanya, tetapi kalau di ketua pengadilan, yang diberitahukan adalah seluruh barang yang disita oleh penyidik termasuk handphone atau barang lainnya yang ada kaitannya dengan penyalahgunaan narkoba. Kalau pengadilan untuk izin penyitaan, sedangkan kejaksaan hanya untuk pemberitahuan penyitaan narkotika. Penyidik punya kewajiban untuk memberitahukan, sehingga kejaksaan punya kewajiban untuk menetapkan. Sat

38 123 Res Narkoba Polresta Yogyakarta dalam hal penyitaan hanya memberitahukan ke kejaksaan dan pengadilan negeri. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan bukan hanya kejaksaan dan pengadilan yang diberi tahu tentang penyitaan narkotika. Namun penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. (Pasal 87 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009). Barang sitaan disimpan sendiri oleh penyidik di brankas Sat Res Narkoba. Namun dalam KUHAP menyebutkan bahwa barang sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara (RUPBASAN). Penyimpanan barang sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan barang tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun. (Pasal 44 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Di dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim. (Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

39 124 Setelah pemeriksaan selesai, barang sitaan akan dikembalikan atau tidak merupakan kewenangan hakim. Di dalam Persidangan hakim yang menentukan barang sitaan akan dikemanakan, yang jelas kalau memang itu hanya ada hubungannya dengan narkotika biasanya dikembalikan ke pemiliknya, tetapi narkotika rata-rata dimusnahkan. Di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 bahwa barang bukti narkotika itu tidak wajib semuanya langsung dibawa ke pengadilan, penyidik pun punya kewenangan untuk menyisihkan untuk dimusnahkan, namun harus seizin dari Ketua Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Kalau narkotika jumlahnya banyak biasanya yang dijadikan barang bukti hanya sebagaian dan sisanya dimusnahkan oleh petugas tetapi atas izin Ketua Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyidik berwenang memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika. (Pasal 75 huruf k Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009). Namun, selama ini Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta belum pernah melakukan pemusnahan narkotika karena pengadilan yang menetapkan bahwa narkotika digunakan untuk kepentingan penelitian atau pengembangan kasus. Contoh penyitaan yang pernah dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta yaitu pada kasus FZ. Satu paket ganja yang ditemukan pada saat penggeledahan disita dan disimpan oleh penyidik di brankas Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta.

40 125 4) Penahanan Apabila unsur-unsurnya terpenuhi dalam arti alat bukti, minimal dua alat bukti, alat bukti cukup Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta melakukan penyidikan, dimana di sana petugas memiliki wewenang untuk melakukan penahanan. Walaupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa tidak semua tindak pidana bisa dilakuan penahanan, karena memang ancaman hukumnya lebih dari lima tahun maka dilakukan penahanan. Jika terdapat cukup bukti dan yang bersangkutan dilakukan penahanan, maka akan diterbitkan surat pemberitahuan penahanan. Maksud dan tujuan dilakukan penahanan sebagai berikut: a) Untuk memudahkan petugas melakukan pemeriksaan. b) Supaya mereka tidak melarikan diri. c) Dikhawatirkan mengulangi perbuatan itu lagi. d) Dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti. Hal tersebut sesuai dengan KUHAP bahwa perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. (Pasal 21 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Di dalam surat pemberitahuan penahanan terlampir surat penangkapan dan surat penahanan. Secara berkala jika tersangka ditahan maka Sat Res

41 126 Narkoba Polresta Yogyakarta akan mengirimkan surat yang dinamakan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) kepada keluarga tersangka. Pada saat penahanan pertama surat diberikan kepada yang bersangkutan, kemudian saat itu juga penyidik harus memberikan surat pemberitahuan penahanan kepada keluarganya dalam waktu 1 x 24 jam. Selanjutnya secara berkala keluarga tersangka mendapatkan SP2HP. Surat perintah penahanan diturunkan dari penyidik (Kasat atau Kapolresta) kemudian diberikan ke tersangka. Selanjutnya tembusan surat tersebut disampaikan pada keluarga, kejaksaan, dan pengadilan. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik hanya berlaku paling lama dua puluh hari. Jika dalam jangka waktu tersebut pemeriksaan belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari. Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum. (Pasal 24 ayat (1, 2 & 4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Contoh penahanan terhadap mahasiswa yang pernah dilakukan oleh Sat Res Narkoba, Polresta Yogyakarta yaitu penahanan terhadap tersangka FZ selama 55 hari masa tahanan. Pertama FZ ditahan selama 20 hari, karena pemeriksaan belum selesai maka masa penahanan diperpanjang oleh kejaksaan selama 40 hari. FZ ditahan selama 55 hari karena sebelum masa perpanjangan penahanannya habis kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

42 127 5) Pemeriksaan Aiptu Kardiana mengatakan bahwa pemeriksaan tidak bisa diintervensi, hanya saja dasar-dasar pemeriksaan sudah ada, juknis (petunjuk teknis) dan juklak (petunjuk pelaksanaan) sudah ada. Pemeriksaan tersangka yang satu dengan tersangka yang lain, atau dengan saksi pelaksanaanya berbeda. Walaupun mereka mungkin materinya sama, artinya sama-sama menyalahgunakan narkotika, misalnya sama-sama jenis ganja. Namun jalan ceritanya lain, maka dari itu petugas memeriksa secara mendalam. Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta, yaitu untuk membuat terangnya suatu tindak pidana. Bagaimana seseorang melakukan tindak pidana itu, bisa dituangkan dalam suatu berita acara. Caranya bagaimana, nanti akan disimpulkan di berita acara, nanti akan terpenuhi unsur-unsurnya, apakah termasuk penyalahguna, apakah termasuk hanya membantu saja, apakah termasuk pengedar, atau hanya mencoba-coba. Pertanyaan yang diajukan oleh Penyidik Sat Res Narkoba Polresta Yogyakarta dalam pemeriksaan meliputi: 1) Tersangka ditanya dulu sehat jasmani dan rohani tidak? 2) Tersangka diberi tahu hak-haknya sebagai tersangka. 3) Siadidemenbabi yaitu barang dari siapa?, barang dari mana?, dengan harga berapa?, dengan siapa?, apa jenisnya?, cara membelinya bagaimana?, dan berkembang. (Bripka Agung J., wawancara pada Senin, 12 November 2012).

BAB V PENUTUP. Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB IV, maka dapat dikemukakan. 1) Melakukan kegiatan pembinaan dan penyuluhan

BAB V PENUTUP. Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB IV, maka dapat dikemukakan. 1) Melakukan kegiatan pembinaan dan penyuluhan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang upaya polisi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Umum Polresta Yogyakarta a Rumusan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah ah kewenangan untuk menyelenggarakan elengg fungsi penegakan hukum dalam

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA Dompu 2 Januari 2016 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL HSL RPT TGL 13 JULI 2009 PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA I. PENDAHULUAN 1. Umum STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016 a. Bahwa dalam rangka pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYIMPANAN DAN PEMUSNAHAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN BARANG BUKTI SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYUSUNAN BERKAS PERKARA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUMTENTANG LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Polsek Tampan kota Pekanbaru

BAB II GAMBARAN UMUMTENTANG LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Polsek Tampan kota Pekanbaru BAB II GAMBARAN UMUMTENTANG LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Polsek Tampan kota Pekanbaru Polsek Tampan berdiri pada tahun 1998 bertepatan di Jl. HR. Subrantas Kota Pekanbaru. Diresmikan oleh Kapolri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGELEDAHAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016 STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No No.757, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Sistem Informasi Penyidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG HSL RPT TGL 13 JULI 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG 2.1 Bentuk Kejahatan Narkotika Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESORT BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYITAAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.96, 2013 KESEHATAN. Narkotika. Penggunaan. Larangan. Aturan Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENEGAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS LINTAS Selong, Januari 2015 BIDANG LAKA LANTAS

Lebih terperinci

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR A. Tinjauan Terhadap Unit Kendaraan Bermotor (Unit Ranmor) Polda Sumatra Utara

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMORxxxxTAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENEGAKAN HUKUM BIDANG POS DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENERIMAAN LAPORAN POLISI SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES MATARAM Mataram, 02 Januari 2016

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENGGELEDAHAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan wawancara dengan responden yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Penyidikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMANGGILAN SAKSI SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016 STANDAR

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR 1 2 PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR Menimbang NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.983, 2013 KEPOLISIAN. Penyidikan. Tindak Pidana. Pemilu. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENINGKATAN PENYELIDIKAN KE TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material berdasarkan Pancasila dan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, OBAT- OBATAN DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika Penyidikan dalam tindak pidana narkotika yang dimaksud dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyidikan oleh penyidik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMERIKSAAN SAKSI / TERSANGKA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab

Lebih terperinci

Foto: Wildan Saputra

Foto: Wildan Saputra Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa terhadap Wildan Saputra 18 27, Jakarta Barat. A. Kronologis Penangkapan dan Pencarian Korban. 1) Pada hari Selasa, tanggal 18, sekitar pukul 20.30 wib, Wildan Saputra

Lebih terperinci