Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah. Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah. Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi"

Transkripsi

1 Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi Jakarta, 22 Juni 2010

2 1. Dasar Pemikiran Dalam berbagai diskusi ilmiah, korupsi diakui sebagai musuh bersama bagi seluruh masyarakat Indonesia karena dampak nyata tindak korupsi bukan hanya menimbulkan high cost economy yang berakibat pada penurunan daya saing terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan moral individu, keluarga, warga masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun, kenyataan menunjukan bahwa korupsi sulit sekali untuk diberantas, apalagi dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan telah mengakarnya praktek korupsi di masyarakat dan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Disadari atau tidak, kita telah menjadi bagian dari praktek korupsi, seperti kerelaan dalam memberikan uang pelicin dalam pengurusan surat surat resmi, seperti akta kelahiran, IMB, SIM, pengurusan anggaran, sampai dengan Surat Kematian. Pada dasarnya sesuai dengan ketentuan perundang undangan, pemberantasan korupsi mengedepankan tindakan represif. Strategi represif yang dilakukan BPKP melalui pelaksanaan audit investigatif dilakukan terhadap penanganan kasus kasus yang bersifat strategis, signifikan, material dan mendapat sorotan publik. Dalam upaya represif, peran BPKP tidak hanya terbatas pada melakukan audit investigatif dari pengembangan audit reguler dan pengaduan masyarakat, BPKP juga menjadi pendukung dari criminal justice system. BPKP berkoordinasi dengan Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan KPK atau instansi lain yang meminta untuk dilakukannya audit investigasi. Tindak lanjut hasil audit investigasi dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni tindakan korektif oleh manajemen untuk kasus non tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk kasus tindak pidana korupsi, tindak lanjutnya adalah sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Jika diminta oleh instansi penyidik, BPKP juga memberikan dukungan dalam proses litigasi dengan melakukan audit investigasi dan perhitungan kerugian keuangan negara termasuk pemberian keterangan ahli di persidangan perkara korupsi. 1

3 Salah satu bidang yang menjadi perhatian utama dalam upaya pemberantasan korupsi, adalah pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan kegiatan yang banyak menggunakan keuangan negara setiap tahunnya. Dalam APBN setiap tahunnya, anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan barang/jasa instansi pemerintah diperkirakan mencapai 30% dari total anggaran yang tersedia. Kebijakan pemerintah ini dinilai wajar karena pemerintah menginginkan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat menjadi stimulus pembangunan ekonomi nasional. Dalam APBN tahun 2007 yang sebesar Rp 767 triliun, tidak kurang dari Rp 246 triliun dibelanjakan untuk pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam APBN tahun 2008 yang sebesar Rp 854 triliun, sekitar Rp 270 triliun dibelanjakan untuk pengadaan barang/jasa pemerintah. Namun demikian, besarnya anggaran pengadaan barang/jasa juga diikuti oleh adanya dugaan besarnya korupsi di sektor pengadaan barang/jasa instansi pemerintah. Lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir persen kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini sejalan sinyalemen pimpinan KPK, bahwa sepanjang berdirinya KPK tidak kurang 50 perkara yang terkait penyimpangan pengadaan barang dan jasa pemerintah di mana menyebabkan kerugian negara 35 persen dari total nilai proyeknya. 1 Salah satu jenis pengadaan yang sering menjadi kasus hukum adalah jasa konsultansi, yang bersifat non fisik dan terkadang sulit diukur nilai outputnya. Dalam beberapa hal, jenis penyimpangan pada proyek fisik maupun non fisik adalah sama, seperti adanya persekongkolan dalam proses pelelangan, dan ketidakjelasan dokumen kontrak. Namun, ada jenisjenis penyimpangan yang besifat unik pada jasa konsultansi, seperti tidak dilakukannya metode atau sampel dalam jumlah tertentu dalam pelaksanaan kontrak jasa konsultansi sehingga output tidak bermanfaat sama sekali. 1 Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Terbanyak Ditangani KPK, Rabu, 02 Desember

4 Langkah langkah dalam mengatasi penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa tersebut, antara lain adalah dengan melakukan audit pengadaan barang/jasa instansi pemerintah. Audit ini antara lain dilakukan untuk menilai ketaatan pengadaan barang/jasa instansi pemerintah terhadap ketentuan perundang undangan, serta penerapan prinsip prinsip dan etika pengadaan. Dalam hal auditor menemukan adanya indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan barang/jasa atau adanya pengaduan dari masyarakat, maka akan dilakukan penelaahan atas indikasi tersebut, dan apabila telah memenuhi kriteria dapat dilakukan pendalaman masalah melalui audit investigasi. Dalam konteks ini auditor perlu memahami mengenai konsep peristiwa dan perbuatan, yang akan menentukan apakah suatu masalah dapat menjadi kasus yang diproses secara Pro Justisia. 2. Konsep Fraud 1) Pengertian Fraud Ada berbagai definisi terhadap terminologi fraud yang berasal dari berbagai sumber sebagai berikut: Menurut Black s Law Dictionary, fraud (kecurangan) didefinisikan sebagai suatu istilah generik: embracing all multifarious means which human ingenuity can devise, and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false suggestions or suppression of truth, and includes all surprise, trick, cunning, or dissembling, and any unfair way by which another is cheated. Institute of Internal Auditors (IIA) dalam standarnya, menjelaskan fraud dengan menyatakan bahwa: Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization and by persons outside as well as inside organization. Sedangkan Albrecht et al (2002)mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan kriminal, dengan menyatakan: 3

5 fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it includes surprise, trick, cunning and unfair ways by which another is cheated. Dari definisi di atas, terkandung aspek dari fraud adalah penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest) dan niat (intent). Fraud menyangkut cara cara yang dihasilkan oleh akal manusia yang dipilih oleh seseorang untuk mendapatkan suatu keuntungan dari pihak lain dengan penyajian yang salah/palsu. Kecurangan mencakup kejutan, tipu daya, cara cara licik dan tidak jujur yang digunakan untuk menipu orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Singleton et al (2006), yang mengemukakan bahwa fraud, theft, defalcation, irregularities, white collar crime, dan embezzlement adalah terminologi yang sering dipertukarkan. Menurut O Gara (2004) fraud dapat dilihat dari 2 (dua) dimensi, yakni jenis fraud dan pelaku fraud. Jika dilihat dari jenisnya, maka fraud terdiri dari: penyalahgunaan internal atau korupsi, kecurangan dalam pelaporan, fraud. Sedangkan Association of Certified Fraud Examinations (ACFE), salah satu asosiasi di USA yang mempunyai kegiatan utama dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut : a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial. b. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation), Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam Kecurangan Kas dan Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya, serta pengeluaran pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). 4

6 c. Korupsi (Corruption) Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). Pengertian korupsi ini tentu saja berbeda dengan pengertian korupsi yang terkandung dalam Undang undang 31 tahun 1999 jo Undang undang 20 tahun Dalam bahasa hukum positif (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) pengertian korupsi secara umum, adalah perbuatan yang diancam dengan ketentuan pasal pasal UU No 31 tahun Dalam salah satu pasal, korupsi terjadi apabila memenuhi tiga kriteria yang merupakan syarat bahwa seseorang bisa dijerat dengan undang undang korupsi, ketiga syarat tersebut adalah: (1)Melawan hukum; (2) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; (3)Merugikan keuangan negara atau perkonomian negara. Dengan kriteria tersebut maka orang yang dapat dijerat dengan undang undang korupsi, bukan hanya pejabat negara saja melainkan pihak swasta yang ikut terlibat dan badan usaha/korporasi pun dapat dijerat dengan ketentuan undang undang korupsi. Pengertian korupsi dapat diperluas dengan perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang karena jabatannya menerima sesuatu ( Gratifikasi ) dari pihak ketiga, sebagaimana diatur dalam: (1) Pasal 12 B ayat 1, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan (2) Pasal 16 UU No. 30/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Definisi korupsi secara lengkap, telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun Berdasarkan pasal pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Ke tiga puluh bentuk/jenis tindak piana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi: Kerugian keuangan Negara; Suap menyuap; Penggelapan dalam jabatan; Pemerasan; Perbuatan curang; Benturan kepentingan dalam pengadaan;dan Gratifikasi. 5

7 2) Penyebab Fraud Penyebab fraud, khususnya corporate fraud dapat dijelaskan dengan agency theory yang dikembangkan pada tahun 1970 an. Secara umum, teori ini menjelaskan mengenai konsekuensi dari implementasi entity theory dan theory of the firm (Baumol, 1959 dan Marris, 1964) yang menggeser kekuasaan pengelolaan dalam perusahaan bergeser dari pemilik (principal) kepada manajer (agen). Dalam Agency Theory dijelaskan bahwa Agen (Manajemen Perusahaan) mempunyai kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan dengan kepentingan Prinsipal (Pemilik), antara lain dilakukan dengan membuat kebijakan kebijakan mengenai renumerasi dan fasilitas yang berlebihan dan menguntungkan bagi manajemen serta tidak berorientasi pada kepentingan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen juga mempunyai kecenderungan untuk merekayasa angka angka dalam laporan keuangan sesuai dengan kepentingannya untuk memperoleh bonus atau kompensasi dari peningkatan laba perusahaan. Hal ini disebabkan adanya Asymmetry Information (G Akerlof, 1970) antara Agen dan Prinsipal. Agen menguasai secara detail dan tidak terbatas atas informasi keuangan perusahaan, sementara pemilik hanya memiliki informasi yang sedikit berkaitan dengan keuangan perusahaan. Penyebab fraud menurut Bologna (1993) juga dapat dijelaskan dengan GONE Theory, terdiri dari 4 (empat) faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang dalam hal ini berperilaku fraud. Keempat faktor tersebut adalah : (1) Greed atau keserakahan, berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang; (2) Opportunity atau kesempatan, berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan terhadapnya; (3) Needs atau kebutuhan, berkaitan dengan faktor faktor yang dibutuhkan oleh individu individu untuk menunjang hidupnya yang menurutnya wajar; dan 6

8 (4) Exposure atau pengungkapan, berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang akan dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan. Sedangkan Cressey (1953) melalui penelitiannya menyatakan bahwa seseorang melakukan kecurangan disebabkan oleh: (1) Tekanan (pressure) untuk melakukan kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi dan peminum; tamak atau mempunyai harapan/tujuan yang tidak realistik. (2) Kesempatan (opportunity), menurut penelitian yang dilakukan oleh IIA Research Foundation tahun 1984 dengan urutan paling sering terjadi adalah: a. Terlalu mempercayai bawahan; b. Kelemahan prosedur otorisasi dan persetujuan manajemen; c. Kurangnya penjelasan dalam informasi keuangan pribadi (kecurangan perbankan); d. Tidak ada pemisahan antara pemberian wewenang transaksi dan penjagaan aset; e. Tidak ada pengecekan independen terhadap kinerja; f. Kurangnya perhatian terhadap uraian secara rinci (detail); g. Tidak ada pemisahan antara pemegang aset dan fungsi pencatatan; h. Tidak ada pemisahan tugas akuntansi; i. Kurang jelasnya pemberian wewenang; j. Departemen/bagian jarang diperiksa; k. Pernyataan tidak ada benturan kepentingan tidak disyaratkan; l. Dokumen dan pencatatan kurang memadai. (3) Pembenaran (Rationalization) terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan. Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan, seperti: a. Saya benar benar perlu uang, akan dikembalikan setelah menerima gaji; 7

9 b. Saya tidak merugikan siapa siapa, perusahaan tidak bangkrut karenanya; c. Saya mau manyumbangkannya untuk orang tidak mampu; d. Semua orang juga melakukannya. 3) Fraud dalam Pengadaan Barang/Jasa Fraud dalam pengadaan barang/jasa dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengadaan barang/jasa mulai dari perencanaan, pembentukan panitia pengadaan, proses pengadaan, penyusunan kontrak, sampai dengan pelaksanaan kontrak. Namun demikian, secara umum fraud dalam pengadaan barang/jasa terkait dengan kuantitas, kualitas, waktu, dan tempat. Fraud terjadi ketika ada perbuatan yang disengaja menjadikan kuantitas, kualitas, waktu, dan tempat pengadaan barang/jasa menyimpang dari ketentuan perundang undangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Fraud jasa konsultan, antara lain terjadi dalam bentuk rekomendasi palsu yang tidak didasarkan pada suatu proses yang disepakati dalam kontrak. Dalam hal terjadi persekongkolan antara oknum panitia pengadaan atau pengguna jasa dan konsultan, maka dapat terjadi bahwa kriteria penerimaan karya konsultan dibuat bias. Pemalsuan data lapangan juga dapat terjadi untuk menutupi tidak dilaksanakannya proses sesuai dengan kontrak. Hal yang sering terjadi adalah melakukan plagiat atau suatu sistem yang sifatnya generik dalam kontrak seolah olah tailor made sehingga biayanya sangat mahal. 2. Audit Sama halnya dengan akuntansi, maka audit dapat disandarkan pada filsafat publik pada sisi kebebasan publik untuk bertanya mengenai kualitas asersi (akuntabilitas) yang dilakukan oleh agen. Auditor independen mewakili publik dalam menilai kewajaran laporan keuangan, dalam rangka menjaga kepentingan publik. Dalam konteks ini, hukum Gresham berlaku efektif bahwa yang rasional mengalahkan yang kurang rasional, bahwa yang berdasarkan bukti mengalahkan yang tanpa bukti. Dengan demikian, filsafat audit mempunyai pameo filosofi: tunjukkan, buktikan, maka aku percaya. 8

10 Artinya bahwa, simpulan hasil audit dikemukakan berdasarkan fakta fakta yang ditemukan oleh auditor selama proses audit. Audit adalah proses yang ditempuh oleh seseorang yang kompeten dan independen agar dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti bukti mengenai informasi yang terukur dari suatu entitas (satuan) usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2007). Pekerjaan utama dari audit adalah mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit yang merupakan segala informasi yang digunakan oleh auditor dalam rangka menentukan informasi yang diaudit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2007). Bukti audit adalah sesuatu yang dapat membuktikan (Sawyer, 2003), yang diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit (Standar Profesional Akuntan Publik, 2006) Audit dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuannya, yaitu: 1) Audit Keuangan (Financial Audit) Audit yang dilakukan terhadap laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk menilai kelayakan/kewajaran atas penyajian laporan keuangan (pemberian opini), contoh opini adalah wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), wajar dengan pengecualian (qualified opinion), tidak memberikan pendapat (disclaimer), dan tidak wajar (adverse opinion). 2) Audit Kinerja (Performance Audit) Audit yang dilakukan untuk menilai pencapaian kinerja suatu entitas/organisasi. 3) Audit Operasional (Operational Audit) Audit yang dilakukan terhadap program/kegiatan dengan tujuan untuk mengidentifikasi adanya kelemahan dan memberikan rekomendasi perbaikan sehingga tujuan dapat dicapai secara efisien, efektif, dan ekonomis. 4) Audit Investigasi (Fraud Audit) Audit yang dilakukan dalam rangka pembuktian dugaan kasus kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi. 9

11 3. Audit Pengadaan Barang/Jasa Jenis audit pengadaan barang/jasa pemerintah (APBJ) adalah audit dengan tujuan tertentu, yaitu audit terhadap hal hal lain di bidang keuangan dan audit investigatif (vide penjelasan Pasal 4 ayat 4 Undangundang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara). Evaluasi yang bebas, selektif dan analitis atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektivitas serta memberikan simpulan dan rekomendasi mengenai pengadaan barang/jasa, menyangkut ketaatan, kewajaran harga, efisiensi kuantitas dan kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, ketepatan waktu, penggunaan produksi dalam negeri, dan peningkatan peran serta usaha kecil, Koperasi, LSM dan masyarakat setempat. Aspek aspek yang diaudit antara lain: Perencanaan; Keuangan; Ketaatan terhadap peraturan perundang undangan; Kewajaran harga; Ketepatan kuantitas; Ketepatan kualitas; Ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan; dan Pemanfaatan hasil pelaksanaan kegiatan. Audit pengadaan barang/jasa pemerintah bertujuan untuk: 1) Meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa dilakukan sesuai dengan kebutuhan, baik segi jumlah, kualitas dan waktu. 2) Meyakinkan bahwa prosedur pengadaan barang/jasa yang digariskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa telah dipenuhi. 3) Meyakinkan bahwa kuantitas, kualitas dan harga barang/jasa yang diperoleh melalui proses pengadaan dapat dipertanggungjawabkan serta diserahterimakan tepat waktu. 4) Meyakinkan bahwa barang yang diperoleh telah ditempatkan di lokasi yang tepat, dipertanggungjawabkan dengan benar, dan dimanfaatkan sesuai tujuan penggunaannya. 5) Meyakinkan bahwa jasa yang diperoleh telah dimanfaatkan sesuai tujuan. 6) Mengidentifikasi indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan barang/jasa. 7) Mengidentifikasi kelemahan sistem pengendalian intern atas pengadaan barang/jasa guna penyempurnaan sistem tersebut. 10

12 8) Melakukan identifikasi adanya pejabat/pegawai instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan BUL yang turut serta sebagai rekanan baik langsung maupun tidak langsung dalam pengadaan barang/jasa. 4. Audit Investigatif Audit Investigatif adalah serangkaian proses pengumpulan dan pengujian bukti bukti terkait dengan kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara dan/atau perekonomian negara, untuk memperoleh simpulan yang mendukung tindakan litigasi dan/atau tindakan korektif manajemen. Perbandingan Financial Audit dan Audit Investigasi (Fraud Audit) Waktu Perihal Financial Audit Fraud Audit Berulang. Dilaksanakan secara reguler. Tidak berulang. Dilaksanakan jika terdapat bukti yang cukup. Ruang Lingkup Umum, pada data keuangan. Spesifik, sesuai dugaan. Tujuan Hubungan dengan hukum Metodologi Pendapat terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Tidak ada Teknik Audit, pengujian data keuangan. Apakah kecurangan telah terjadi dan siapa yang bertanggungjawab Ada Anggapan Skeptisme professional Pembuktian Teknik fraud examination, meliputi pengujian dokumen, reviu data eksternal, wawancara. Sumber: ACFE Manual, 2007 Audit investigasi dilaksanakan karena adanya pengaduan masyarakat atas dugaan KKN, pengembangan temuan temuan audit reguler (audit keuangan, audit operasional, dan bentuk audit lainnya), permintaan oleh instansi penyidik dalam penanganan kasus TPK, dan permintaan dari instansi pemerintah non penyidik untuk menuntaskan kasus kasus penyimpangan keuangan yang terjadi di unit kerjanya. Prinsip utama dalam audit investigatif adalah bahwa audit investigatif adalah tindakan mencari kebenaran, dengan memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang undangan 11

13 yang berlaku. Auditor mengumpulkan fakta fakta sedemikian rupa sehingga bukti bukti yang diperolehnya tersebut dapat memberikan simpulan sendiri bahwa telah terjadi atau tidak terjadi penyimpangan dan pihak yang diduga terlibat/terkait terindentifikasi. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi auditor investigatif untuk memberikan opini tanpa didasarkan oleh fakta fakta yang ada. Kegiatan audit investigatif mencakup pemanfaatan sumber sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan. Bukti fisik merupakan bukti nyata. Bukti tersebut sampai kapanpun akan selalu mengungkapkan hal yang sama. Penggunaan tenaga ahli merupakan bantuan bagi pelaksanaan audit investigatif, bukan merupakan pengganti dari audit investigatif. Auditor harus memperoleh bukti fisik yang mungkin akan disampaikan kepada tenaga ahli untuk pengujian lebih lanjut. Bukti bukti yang dikumpulkan dalam audit investigatif diharapkan memenuhi kriteria relevan, material dan kompeten. Bukti dianggap cukup relevan jika bukti tersebut merupakan salah satu bagian dari rangkaian bukti bukti (chain of evidence) yang menggambarkan suatu proses kejadian atau jika bukti tersebut secara tidak langsung menunjukkan kenyataan dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perbuatan. Materialitas bukti dalam audit investigasi menekankan pada hubungan bukti terhadap sangkaan yang diindikasikan. Sedangkan kompetensi bukti dikaitkan dengan bentuk, sumber dan cara perolehannya. Bukti bukti dalam audit investigatif juga sedapat mungkin dapat memenuhi kebutuhan bukti untuk proses litigasi. Masalah bukti diatur dalam pasal 183 sampai dengan 189 Kitab Undang Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP). Pasal 183 KUHAP menyatakan : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang kurangnya dengan dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan pada ketentuan di atas, penjatuhan pidana pada orang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana harus didasarkan pada sekurang kurangnya dua alat bukti dan keyakinan hakim. Sedangkan jenisjenis alat bukti sebagaimana diatur pada ayat (1) pasal 184 KUHAP meliputi Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan terdakwa. 12

14 Dalam suatau proses peradilan pidana, Mr. Trapman 2 menyampaikan dalil bahwa: Masing masing pihak dalam suatu persidangan, yaitu Jaksa Penuntut Umum, Pembela/Penasihat Hukum, dan Hakim adalah mempunyai fungsi yang sama, meskipun mereka masing masing mempunyai posisi yang berbeda, maka sudah selayaknyalah masing masing pihak mempunyai pendirian yang berbeda pula. Dari dalil tersebut, mengenai adanya perbedaan posisi tersebut maka dalam proses persidangan semua pihak selalu berusaha menggali dan menemukan fakta fakta hukum dari setiap alat bukti yang diperiksa, dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran materiil yang sesungguhnya. Dengan demikian, setiap kasus yang dianggap kontroversial sekalipun pasti akan disertai dengan adanya argumen dari pihak pihak yang terlibat dalam proses persidangan. 5. Peran BPKP dalam Penyelesaian Permasalahan Hukum dalam Barang/Jasa Instansi Pemerintah Dalam rangka implementasi kerjasama antara Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BPKP, maka dibentuk Forum Instansi Penanganan Penyimpangan Dalam Pengelolaan Keuangan Negara, Dana Non Budgeter, Dan Hambatan Pembangunan Nasional. Forum ini terdiri dari unsur Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang melaksanakan tugasnya sesuai tugas fungsi dan wewenangnya masing masing. Informasi yang diterima dapat diklasifikasikan menjadi masalah, kasus, dan perkara, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Masalah dalam Nota Kesepahaman ini adalah suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan (gap) antara harapan dan kenyataan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah yang dapat menghambat 2 Dikutip dari buku Prof. Mr. J.M. Van Bemelem Straaf Voordering, cetakan 195- halaman 90 13

15 kegiatan pemerintahan/ pembangunan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan; 2) Kasus dalam Nota Kesepahaman ini adalah adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah yang dapat menghambat kegiatan pemerintahan/pembangunan; 3) Perkara dalam Nota Kesepahaman ini adalah Penyimpangan yang berindikasi TPK Masalah yang sering dihadapi oleh pelaksana pengadaan barang/jasa instansi pemerintah adalah adanya sanggahan yang timbul karena adanya pihak yang tidak puas dengan proses lelang, tetapi tidak hanya dialamatkan ke Panitia Pengadaan, tetapi ditembuskan ke instansi pemerintah terkait bahkan kepada instansi penyidik. Sebagai contoh, apabila dalam pelelangan ulang, jumlah penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi hanya 1 (satu) maka dilakukan permintaan penawaran dan negosiasi seperti pada proses penunjukan langsung. Proses sudah dilalui sesuai ketentuan, namun pejabat pengadaan ragu untuk menetapkan pemenang karena dilakukan melalui penunjukan langsung dan ada sanggahan dari peserta. Kerjasama antara BPKP, Polri, dan Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dilengkapi dengan prosedur standar dalam menerima dan menindaklanjuti informasi dan pengaduan dari instansi pemerintah dan masyarakat, melakukan tukar menukar informasi, melakukan review, audit, dan audit investigasi, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. Penelaahan informasi dilakukan dengan tujuan untuk menyimpulkan apakah informasi yang diterima merupakan masalah/kasus/perkara. Hasil telaah dibahas melalui Gelar untuk memutuskan apakah suatu informasi merupakan masalah atau kasus atau perkara. Dalam hal para pihak memutuskan bahwa informasi tersebut adalah masalah, maka penanganannya dilakukan oleh BPKP dengan dukungan dari Kepolisian dan Kejaksaan. Dalam hal diputuskan bahwa informasi merupakan kasus yang memerlukan pendalaman, maka terlebih dahulu dilakukan audit oleh BPKP. Dalam hal diputuskan bahwa informasi bukan merupakan kasus/masalah maka dibuat simpulan atas hasil telaah dan diarsipkan. 14

16 6. Penutup Korupsi sebagai salah satu bentuk fraud yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan, bersifat sangat merusak dan tindakan koruptif penyelenggara negara akan semakin memperparah dampak krisis ekonomi global, karena tanpa krisis ekonomi global akibat yang ditimbulkan oleh korupsi dalam bentuk kerugian keuangan sangat besar dan ditengarai sebagai pemicu utama adanya ekonomi biaya tinggi. Setiap orang dapat menjadi pelaku korupsi, karena pada dasarnya tindakan korupsi terjadi karena adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi pelaku. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui profil pelaku korupsi. Pelaku korupsi juga berupaya untuk menyembunyikan kejahatannya dengan melakukan berbagai manipulasi/rekayasa data keuangan dan melakukan kolusi dengan pihak terkait. Dengan demikian, pihak yang ingin melakukan investigasi kasus korupsi perlu memahami modus operandi yang digunakan pelaku korupsi. Pelaku korupsi tidak akan mampu secara sempurna menutupi perbuatannya. Akan terjadi kejanggalan kejanggalan yang dapat dideteksi melalui catatan akuntansi ataupun dokumen dokumen lain yang terkait dengan korupsinya. Aksioma ini akan membantu dalam pemberantasan korupsi yang terjadi pada entitas pemerintahan. Disamping itu, penyusunan strategi pemberantasan korupsi juga dibuat dengan mengacu pada kajian mengenai penyebab fraud yang meliputi adanya tekanan, kesempatan, dan pembenaran pelaku fraud. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka strategi yang terpadu akan mengkombinasikan upaya penindakan (represif) dan pencegahan (preventif) dalam pemberantasan korupsi. Komitmen dari Presiden dalam pemberantasan korupsi sangat tinggi yang ditunjukkan dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Seluruh unsur pemerintahan harus mendukung secara penuh upaya percepatan pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh presiden karena pada akhirnya masyarakat akan menuntut akuntabilitas presiden atas komitmen untuk memberantas korupsi pada awal masa jabatannya. 15

17 BPKP sebagai unsur pengawasan mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan Inpres 5/2004, yaitu dengan dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan KPK atau instansi lain yang meminta untuk dilakukannya audit investigasi. Tindak lanjut hasil audit investigasi dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni tindakan korektif oleh manajemen untuk kasus non tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk kasus tindak pidana korupsi, tindak lanjutnya adalah sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Jika diminta oleh instansi penyidik, BPKP juga memberikan dukungan dalam proses litigasi dengan melakukan audit investigasi dan perhitungan kerugian keuangan negara termasuk pemberian keterangan ahli di persidangan perkara korupsi. BPKP juga mencari jalan keluar terhadap fenomena yang muncul bahwa tindakan represif cenderung mengakibatkan sikap kontraproduktif dari penyelenggara negara, yaitu melalui upaya peningkatan koordinasi dengan Kejaksaaan RI dan Kepolisian RI. Upaya Koordinasi dilakukan melalui Penandatanganan Nota Kesepahaman bersama antara POLRI, Kejaksaan RI dan BPKP dalam rangka penyamaan persepsi karena dalam kondisi di lapangan diketahui bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan ditemukan keraguan dari para penyelenggara negara yang dapat menghambat laju pembangunan nasional. Sinergi antara instansi penegak hukum dan pengawasan juga diperlukan untuk mewujudkan penegakan hukum yang efisien dan efektif. BPKP mengharapkan kepada instansi penyidik, termasuk Polri agar melibatkan BPKP sejak awal penanganan kasus TPK sehingga setiap tahapan proses litigasi akan lebih terarah kepada penuntasan kasus karena memperoleh dukungan penuh dari auditor BPKP dalam mengidentifikasi penyimpangan, menghitung kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli. 16

18 DAFTAR PUSTAKA Albrecht, W.Steve, Fraud Examination,Thomson South Western,2002 Arens, Alvin A. dan James K. Loebbecke Auditing: Integrated Approach. New Jersey: Prentice Hall. Association of Certified Fraud Examiners Fraud Examiners Manual, The Association of Certified Fraud Examiners, Inc. Bologna, Jack G. dan Robert J. Linquist. 1987, Fraud Auditing and Forensic Accounting New Tools and Techniques. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Bologna, Jack. 1993, Handbook of Corporate Fraud.Boston; Butterworth Heinemann. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Kumpulan Modus Operandi Kasus yang Berindikasi Merugikan Keuangan Negara. Jakarta: Deputi Bidang Investigasi Cressey Donald R.1953, Others people money, A study in the social psychology of Embezzlement. Montclair: Patterson Smith. O Gara, John D Corporate Fraud: Case Studies in Detection and Prevention. New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Sawyer, Lawrence B, Mortimer A. Dittenhover, dan James H. Scheiner Sawyer s Internal Auditing. 5 th ed. The IIA Research Foundation. 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu diadakan pembaharuan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian fraud Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan fraud (kecurangan) sebagai suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku bisnispun akan semakin ketat. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku bisnis berusaha dengan berbagai

Lebih terperinci

PERAN BPKP DALAM PENANGANAN KASUS BERINDIKASI KORUPSI INSTANSI PEMERINTAH

PERAN BPKP DALAM PENANGANAN KASUS BERINDIKASI KORUPSI INSTANSI PEMERINTAH PERAN BPKP DALAM PENANGANAN KASUS BERINDIKASI KORUPSI PENGADAAN JASA KONSULTANSI INSTANSI PEMERINTAH Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi Jakarta, 22 Juni 2010 PRINSIP DASAR Efisien Efektif Bersaing Transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkan perlu secara terus menerus ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pemerintahan Indonesia saat ini, korupsi (fraud) sudah menjadi hal yang sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena longgarnya pengawasan dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu secara terus menerus ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang di buat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NO. POL. NOMOR : KEP-109/A/JA/09/2007 : B / 2718 /IX/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntansi menghadapi berbagai masalah karena sepanjang musim panas yang terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi korporasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Lingkup Audit Pelaporan 2.1.1 Audit Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu diadakan pembaharuan di berbagai

Lebih terperinci

Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA.

Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA. www.bpkp.go.id PERBAIKAN PENGENDALIAN INTERNAL DI SEKTOR PUBLIK MELALUI PERAN INTERNAL AUDIT DALAM UPAYA PENCEGAHAN FRAUD Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA. Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pemerintahan Indonesia saat ini, korupsi (fraud) sudah menjadi hal yang sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena longgarnya pengawasan dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan pelanggaran menjadi sesuatu hal yang sudah menjadi suatu hal yang wajar untuk dilakukan oleh

Lebih terperinci

KEDUA PERTAMA. Memahami pengertian risiko fraud. Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud

KEDUA PERTAMA. Memahami pengertian risiko fraud. Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud PERTAMA KEDUA Memahami pengertian risiko fraud Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud Lord Acton 1887 : Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses pembangunan yang telah membuat dunia usaha menjadi semakin kompleks, bervariasi, dan sangat dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan yang mulai melebarkan sayapnya ke kancah nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecenderungan Kecurangan Akuntansi atau yang dalam bahasa pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam pemberitaan media yang

Lebih terperinci

Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu'alaikum Wr. Wb., Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,

Bismillahirrohmannirrohim, Assalamu'alaikum Wr. Wb., Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, - Yth Bapak Walikota Bogor atau yang mewakili; - Yth Bapak Bupati Kabupaten Bogor atau yang mewakili; - Yth Ketua DPRD Kota Bogor; - Yth Ketua DPRD Kabupaten Bogor; - Yth Koordinator Kopertis Wilayah IV;

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Fenomena korupsi di Timor Leste dibuktikan dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen tender dengan memberi proyek jutaan dollar

Fenomena korupsi di Timor Leste dibuktikan dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen tender dengan memberi proyek jutaan dollar PENDAHULUAN Kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar mau mengambil bagian dalam suatu hal yang berharga (Sawyer

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

Andri Williyanto Prawira Sitorus SE.,Ak

Andri Williyanto Prawira Sitorus SE.,Ak PERAN APARATUR PEMERINTAH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI I. Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, keberadaan dan peran auditor yang sangat strategis dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan meningkatkan kompetisi dan

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

Dadit Herdikiagung - Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Dadit Herdikiagung - Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Dadit Herdikiagung - Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi PENGAWASAN ITJEN Kegiatan Lingkup Output Audit Evaluasi Review/Verifikas i Pemantauan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

BAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era seperti sekarang ini, kasus kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak pernah ada habisnya. Perkembangan dunia telah membawa pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan sektor publik sudah semakin kompleks, demikian halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah kecurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan yang berhubungan dengan masalah kecurangan, kolusi, nepotisme,

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun akademisi pada beberapa dekade ini. Penelitian terkait fraud telah banyak dilakukan

Lebih terperinci

Rosnalia. Heny Kurniawati, SST. Ak., M.Sc ABSTRAK

Rosnalia. Heny Kurniawati, SST. Ak., M.Sc ABSTRAK ANALISIS MODUS OPERANDI TINDAK KECURANGAN DI INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH YANG DIDETEKSI OLEH BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN Rosnalia Heny Kurniawati, SST. Ak., M.Sc

Lebih terperinci

KIAT MENJADI AUDITOR PROFESIONAL Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, MM., SE., Ak. *)

KIAT MENJADI AUDITOR PROFESIONAL Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, MM., SE., Ak. *) KIAT MENJADI AUDITOR PROFESIONAL Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, MM., SE., Ak. *) 1. Pendahuluan Seringkali media-media cetak nasional memuat Laporan Keuangan dari perusahaan go public yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali ditemukan. Hal ini ditandai dengan maraknya kasus-kasus korupsi pejabat pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1998 menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang usaha perseroan berkaitan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai cakupan atau jenis-jenis audit termasuk didalamnya adalah audit khusus atau investigasi. Melalui pembelajaran ini,

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. birokrasi pemerintah (Yogi dan M. Ikhsan, 2006). Jika kualitas pelayanan publik

BAB 1 PENDAHULUAN. birokrasi pemerintah (Yogi dan M. Ikhsan, 2006). Jika kualitas pelayanan publik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah berkewajiban untuk memberikan layanan publik yang memuaskan bagi setiap warga negara.kualitas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah dan Reformasi Keuangan yang telah dilakukan mulai awal tahun 2000 telah menghasilkan perubahan iklim pemerintahan. Akuntabilitas dan transparansi menjadi

Lebih terperinci

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan BAB IV TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENGADAAN BARANG DAN JASA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN DAN PERSEPSI KERUGIAN NEGARA

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN DAN PERSEPSI KERUGIAN NEGARA www.bpkp.go.id PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN DAN PERSEPSI KERUGIAN NEGARA Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA. Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Disampaikan pada: Sinergi Program Pengembangan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI

PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tujuan, ruang lingkup dilaksanakannya audit investigasi. Melalui pembelajaran ini, diharapkanmahasiswaakan mampu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berdimensi ekonomi, politik, kultur, etika, moral bahkan agama, yang kini sedang menggerogoti segala aspek kehidupan kita saat ini adalah korupsi, kolusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendengar kata fraud di sektor publik maupun sektor swasta telah

BAB I PENDAHULUAN. mendengar kata fraud di sektor publik maupun sektor swasta telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecurangan(Fraud) telah ada sejak dulu hingga saat ini. Di Indonesia sendiri mendengar kata fraud di sektor publik maupun sektor swasta telah menjadi hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam membuat

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, serta arus kas perusahaan. Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan

Lebih terperinci

TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN : 02/KPK-BPKP/V/2008 : KEP - 610/K /D6/2008 TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia bisnis yang semakin meningkat sekarang ini menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks. Tuntutan untuk mencapai

Lebih terperinci

Peningkatan Efektivitas Pengawasan dan Persepsi Kerugian Negara

Peningkatan Efektivitas Pengawasan dan Persepsi Kerugian Negara Peningkatan Efektivitas Pengawasan dan Persepsi Kerugian Negara Oleh: Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi, CFrA. Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Jakarta, 13 Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di

BAB I PENDAHULUAN. orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Pulau Jawa yang terus menerus dilakukan pada masa orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di Indonesia. Ini menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kecurangan di pemerintah Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Berbagai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya, termasuk jasa auditor. Kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Keagenan (agency theory) Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng (1978) dalam Kharismatuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan auditing bisa dipahami melalui kebutuhan akuntabilitas ketika pemilik bisnis mempekerjakan manajer untuk mengelola bisnis mereka seperti dalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

Lebih terperinci

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian

TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wilopo (2006) kasus fraud (kecurangan) di Indonesia terjadi secara

1 BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wilopo (2006) kasus fraud (kecurangan) di Indonesia terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Wilopo (2006) kasus fraud (kecurangan) di Indonesia terjadi secara berulang-ulang, media massa banyak memberitakan hal tersebut sehingga bagi masyarakat kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada umumnya, salah satu contoh kecurangan tersebut adalah tindakan perbuatan korupsi. Kasus tersebut bisa

Lebih terperinci

P e d o m a n. Anti Kecurangan (Fraud )

P e d o m a n. Anti Kecurangan (Fraud ) P e d o m a n Anti Kecurangan (Fraud ) A. LATAR BELAKANG Setiap organisasi bertanggungjawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tuntutan ini wajar karena selama ini dirasakan BUMN dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tuntutan ini wajar karena selama ini dirasakan BUMN dikelola secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena globalisasi ekonomi yang terjadi pada saat ini memberikan kesadaran agar dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: TAHAPAN AUDIT INVESTIGASI

PERTEMUAN 13: TAHAPAN AUDIT INVESTIGASI PERTEMUAN 13: TAHAPAN AUDIT INVESTIGASI A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan audit investigasi.melalui makalah ini, anda harus mampu: 13.1 Memahami keterkaitan tehnik audit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya. Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil dan harus memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas dan modusnya semakin berkembang dengan penyebab multi factor.

BAB I PENDAHULUAN. intensitas dan modusnya semakin berkembang dengan penyebab multi factor. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral. Ada kecenderungan intensitas dan modusnya semakin berkembang dengan penyebab multi factor. Korupsi terjadi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi yang dipercaya dapat mewujudkan good corporate & good governance

BAB I PENDAHULUAN. institusi yang dipercaya dapat mewujudkan good corporate & good governance BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), merupakan lembaga independen yang memiliki tanggung jawab dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perkembangan dunia akuntansi sudah sangat pesat. Namun setiap

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perkembangan dunia akuntansi sudah sangat pesat. Namun setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, perkembangan dunia akuntansi sudah sangat pesat. Namun setiap keadaan, selalu mempunyai dua sisi. Kemajuan akuntansi selain membawa manfaat bagi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Fraud di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat umumnya, salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Fraud di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat umumnya, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fraud di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat umumnya, salah satu contoh fraud tersebut adalah tindakan korupsi yang sangat merugikan. Umumnya fraud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Umumnya, kecurangan berkaitan dengan korupsi. Dalam korupsi, tindakan yang lazim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat telah menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat telah menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat telah menimbulkan persaingan ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk memanfaatkan dan mengalokasikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007 KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NOMOR : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007 TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK

Lebih terperinci

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 PERTIMBANGAN ATAS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai SA 0 Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai SA Paket 00.indb //0 0:: AM STANDAR AUDIT 0 RESPONS AUDITOR TERHADAP RISIKO YANG TELAH DINILAI (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraud merupakan permasalahan yang perlu untuk dikaji, dicari solusinya, dan dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga marak terjadi

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA

BAB II IDENTIFIKASI DATA BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencemaskan keadaan yang akan terjadi selanjutnya, jika unsur-unsur pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. mencemaskan keadaan yang akan terjadi selanjutnya, jika unsur-unsur pembentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era Globalisasi yang sedang dihadapi salah satunya oleh Negara Indonesia, yang tentunya mendorong banyak perusahaan yang beroperasi di Indonesia semakin mencemaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut 6 BAB II LANDASAN TEORI A. AUDITING 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audire yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya,  sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, www.antaranews.com pada Sabtu, 6 Juli 2013, menuliskan berita: 70% korupsi berasal dari proyek pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi di dalam era reformasi banyak terjadi di Indonesia, khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah satu bentuk tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Longenecker, Moore & Petty (2001) perusahaan yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Longenecker, Moore & Petty (2001) perusahaan yang berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman yang semakin maju seperti saat ini menuntut seluruh lembaga atau perusahaan untuk terus membenahi dan memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan barang dan jasa tetapi juga instansi pemerintah /BUMN/ sangat penting dalam pendukung kegiatan operasional.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan barang dan jasa tetapi juga instansi pemerintah /BUMN/ sangat penting dalam pendukung kegiatan operasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pelaksanaan suatu kegiatan, tidak akan terlepas dari penggunaan barang dan jasa. Tujuan utama penggunaan barang dan jasa adalah sebagai pendukung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap organisasi bertanggungjawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dalam

Lebih terperinci

pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang mel

pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang mel PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI STRATEGI...(AK-20) 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap manajer yang mengelola

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah dari skandal akuntansi yang utama disebabkan dari banyaknya spekulasi salah satu di antaranya adalah bahwa manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siapa pun berpotensi untuk melakukan kecurangan. Seperti yang kita ketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. siapa pun berpotensi untuk melakukan kecurangan. Seperti yang kita ketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kecurangan merupakan hal yang serius dan menjadi perhatian saat ini, karena siapa pun berpotensi untuk melakukan kecurangan. Seperti yang kita ketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masuk sebagai lima (5) besar predikat negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masuk sebagai lima (5) besar predikat negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia saat ini masuk sebagai lima (5) besar predikat negara terkorup di dunia dan begitu juga di Asia Pasifik, Indonesia menduduki tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami secara berbeda tergantung pada konteksnya. Dalam konteks pemberantasan Korupsi, Kolusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia saat ini terus menerus berupaya memerangi tindak pidana korupsi dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah konvensi internasional

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, S A L I N A N BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI

PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI D. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis audit investigasi dan keterkaitannya dengan sumber informasi. Melalui pembelajaran ini, diharapkanmahasiswaakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi pusat perhatian di kalangan pelaku bisnis di seluruh dunia. Di Indonesia pun tindakan kecurangan sepertinya

Lebih terperinci