BAB II KAJIAN PUSTAKA. (EKG) 12 lead, dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA terdiri dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. (EKG) 12 lead, dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA terdiri dari"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Definisi SKA Sindrom koroner akut merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard berupa angina, perubahan segmen ST pada elektrokardiografi (EKG) 12 lead, dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA terdiri dari tiga kelompok yaitu angina pektoris tidak stabil/ APTS (unstable angina (UA)), non-st-segmen elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan STsegmen elevation myocardial infarction (STEMI) (Kumar and Cannon, 2009.). Pasien dikatakan mengalami UA apabila tidak ditemukan peningkatan biomarker kardiak didarah beberapa jam setelah onset awal nyeri dada iskemia. Presentasi klinis UA dapat berupa angina saat istirahat (biasanya berlangsung > 20 menit), onset baru suatu angina yang berat, dan pola angina crescendo (mengalami peningkatan dalam hal intensitas, durasi, atau kombinasinya). Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat menyebabkan kerusakan miokard sehingga terjadi pelepasan penanda nekrosis miokard (Troponin T/I spesifik kardiak, atau fraksi creatinin kinase myocardial band (CKMB)) namun belum memberikan gambaran perubahan EKG berupa elevasi segmen ST, sedangkan pada STEMI terjadi infark pada daerah miokard yang luas sehingga memberikan gambaran elevasi segmen

2 ST pada EKG disertai suatu pelepasan penanda nekrosis miokard (Grech and Ramsdale, 2003, Kumar and Cannon, 2009, O'Gara, Kushner, et al., 2013). Guidelines dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2012 mendefinisikan IMA sebagai kondisi dimana terdapat bukti nekrosis miokardial pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard yang akut. Deteksi infark miokard berdasarkan adanya peningkatan biomarker kardiak (yaitu CKMB dan atau troponin) di atas nilai normal dengan salah satu dari kondisi berikut : keluhan iskemia, adanya perubahan segmen ST dan atau gelombang T atau adanya gambaran left bundle branch block (LBBB), adanya gelombang Q pada rekaman EKG, gambaran abnormalitas pergerakan dinding regional, dan identifikasi adanya trombus intrakoroner dengan angiografi atau autopsi (Thygesen, S.Alpert, et al., 2012) Epidemiologi SKA Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit jantung iskemia bertanggung jawab terhadap sekitar 7,4 juta kematian diseluruh dunia. Berdasarkan data American Heart Association (AHA) pada tahun 2003 dilaporkan sekitar 71,3 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung dan menyebabkan sebanyak 1 juta kematian. Studi oleh Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) yang melibatkan populasi pasien di Amerika Serikat (AS) menemukan 38% penderita SKA mengalami STEMI sedangkan Euro Heart

3 Survey on ACS-II (EHS-ACS-II) melaporkan sebanyak 47% pasien dengan STEMI. Kejadian SKA meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dimana didapatkan insiden yang tinggi pada laki-laki sampai usia 70 tahun. Wanita yang telah mengalami menopause selama 15 tahun memiliki resiko yang sama dengan laki-laki untuk mengalami SKA (Kleinschmidt, 2006, Canto, Kiefe, et al., 2011). Angka mortalitas penyakit kardiovaskular (KV) di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, mencapai angka 30% pada tahun 2004 dibandingkan sebelumnya hanya sekitar 5 % pada tahun Data terakhir dari National Heart Survey, menunjukkan bahwa penyakit serebrokardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Studi kohort selama 13 tahun di tiga daerah di provinsi Jakarta menunjukkan bahwa PJK merupakan penyebab utama kematian di Jakarta. Data registri dari Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) dari tahun mencatat sebanyak 2013 orang menderita SKA, dimana sebanyak 654 orang mengalami STEMI (Dharma, Juzar, et al., 2012). Gambar 2.1 Gambaran Presentase kematian akibat penyakit KV di AS pada tahun 2003 (Thom, Haase, et al., 2006).

4 2.1.3 Faktor-faktor risiko SKA Sekitar 80 % pasien dengan infark miokard akut (IMA) dilaporkan memiliki setidaknya 1 dari faktor risiko major, termasuk diantaranya merokok, dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus (DM), dan obesitas abdomen. Faktor resiko major dari SKA diantaranya adalah sebagai berikut (Eponiene, Zaliaduonyte-Peksiene, et al., 2014) : 1. Peningkatan umur 2. Jenis Kelamin : Laki-laki 3. Dislipidemia 4. Diabetes Melitus 5. Merokok 6. Hipertensi 7. Obesitas Boudi and Ali (2008) mengklasifikasikan faktor resiko PJK menjadi : faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu : umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu: merokok, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, hiperkolesterolemia, diet tinggi lemak jenuh, dan faktor hemostatik. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), faktor risiko PJK yang ikut berperan menyebabkan kematian adalah tingginya tekanan darah (13% dari kematian global), diikuti oleh konsumsi tembakau (9%),

5 peningkatan gula darah (6%), rendahnya aktivitas fisik (6%), dan kelebihan berat badan atau obesitas (5%) (Cepoinene, et al., 2013) Patofisiologi SKA Secara umum regional IMA disebabkan oleh karena terjadinya trombosis pada lesi plak aterosklerotik culprit, penyebab lain yang termasuk sangat jarang terjadi diantaranya adalah diseksi arteri koroner spontan, arteritis koroner, emboli koroner, spasme koroner dan penekanan myocardial bridges. Plak aterosklerotik yang terganggu pada ateri koroner akan menstimulasi agregasi platelet dan formasi trombus. Trombus ini akan menyebabkan terjadinya oklusi pada pembuluh darah sehingga mengurangi perfusi ke miokard (Libby and Simon, 2001). Di masa terdahulu, para peneliti beranggapan bahwa penyempitan pembuluh darah koroner adalah akibat dari penebalan plak yang merupakan penyebab primer berkurangnya aliran darah sehingga terjadi iskemia, namun data terbaru saat ini mendukung bahwa ruptur dari plak yang tidak stabil dan rapuh yang berkaitan dengan perubahan proses inflamasi merupakan penyebab dari keadaan ini. Berbagai studi dengan teknik pengambilan gambar in Vivo pada manusia serta keberhasilan terapi antitrombotik dan fibrinolitik pada SKA menguatkan peranan trombosis terhadap patomekanisme SKA (Apple, Pearce, et al., 2007, Libby and Simon, 2001, Libby, 2001) Ruptur Plak Aterosklerosis

6 Plak ateroma terdiri dari beberapa morfologi dan dapat ditemukan diberbagai lokasi berbeda pada arteri koroner seorang pasien. Lesi awal ditandai dengan infiltrasi sel foam (lesi tipe I), kemudian berkembang dan menjadi matang dengan infiltrasi otot polos dan lipid (lesi tipe II Fatty Streak ) serta deposisi jaringan ikat (Lesi tipe III). Lesi awal berkembang dalam kurun waktu tiga dekade awal kehidupan pada daerah dengan aliran turbulen yang terlokalisir pada arteri koroner. Perkembangan lesi ini dipercepat oleh beberapa keadaan, seperti hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, dan merokok. Seiring dengan pertumbuhan plak yang menjadi lebih lunak dengan kandungan lipid ekstraselular yang tinggi dan cholesteryl ester serta cap fibrosa yang lebih tipis secara progresif (lesi tipe IV-Va atheroma ) maka plak akan menjadi semakin rentan mengalami gangguan. Plak yang ruptur dilapisi oleh trombus (lesi tipe VI) dikenal sebagai lesi kompleks. Ketika lesi ini menyebabkan derajat stenosis koroner yang signifikan tanpa asupan kolateral yang adekuat maka akan terjadi SKA. Setelah terjadinya serangan, trombus pada lesi yang kompleks ini akan terorganisasi dan mengalami kalsifikasi (lesi tipe Vb) atau fibrosis (lesi tipe Vc) dan pada akhirnya akan mejadi lesi stenosis kronik. Lesi kompleks dapat mengandung kumpulan trombus dari episode plak ruptur sebelumnya, diikuti dengan lisis klot spontan, sel inflamasi, dan sel otot polos. Kebanyakan lesi culprit pada SKA cenderung memiliki lebih sedikit kalsifikasi (Davies, 2000, Overbaugh, 2009, Gutstein and Fuster, 1999).

7 Perkembangan dan pertumbuhan plak aterosklerosis dapat dibagi menjadi lima tahap berdasarkan morfologi lesinya. Fase 1, merupakan perkembangan tanpa gejala dari lesi tipe I-III yang terjadi pada beberapa dekade awal kehidupan. Fase 2, adalah perkembangan ateroma (lesi tipe IV dan Va), dimana biasanya tanpa gejala namun dapat pula disertai suatu angina pektoris stabil. Disrupsi plak terjadi pada fase 3 sehingga terjadi trombus mural yang tidak menyebabkan oklusi dan pertumbuhan tiba tiba dari lesi kompleks. Fase 3 ini dapat memberikan gejala angina namun dapat juga tidak bergejala. Fase 4 berkaitan dengan terjadinya SKA dimana terjadi disrupsi lesi plak (Type VI) yang disertai trombus besar yang oklusif. Fase 5 merupakan fase kronik dimana terjadi kalsifikasi atau fibrosis plak (lesi tipe Vb dan Vc) (Gutstein and Fuster, 1999). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya plak ruptur, yaitu faktor dari luar dan dari dalam. Faktor dari luar adalah adanya aliran darah yang bertabrakan dengan plak, tekanan terhadap dinding pembuluh darah merupakan kunci dari faktor luar yang mempengaruhi stabilisasi plak. Tekanan dari luar ini dapat dipengaruhi oleh faktor sistemik seperti pengaruh lingkungan atau farmakologi. Faktor dari dalam yaitu ukuran plak, lokasi, dan kandungan dari lipid core serta integritas dari cap fibrosa mempengaruhi kesensitifan plak terhadap tekanan dari luar. Tekanan dari dalam yang mempengaruhi stabilitas plak berasal dari aktivitas sel inflamasi didalam plak sklerotik (Gutstein and Fuster, 1999).

8 Makrofag akan melepaskan metalloprotein yang mana memiliki aktivitas yang melawan komponen kolagen plak sehingga merapuhkan cap fibrosa. Makrofag yang berasal dari sel foam juga telah menunjukkan akan mengaktifkan matrix metalloproteinases (MMPs) dengan menguraikan spesies reaktif oksigen. Makrofag pada plak sklerotik berasal dari monosit disirkulasi, yang terikat pada dinding pembuluh darah di area aliran yang turbulen. Monosit tertarik ke dinding pembuluh darah melalui faktor kemotaktik seperti Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1), yang juga berperan merangsang paparan faktor jaringan di monosit dan sel otot polos. Selain makrofag, limfosit T juga ditemukan dalam jumlah banyak pada plak ateroma. Infeksi sistemik dikatakan berkaitan dengan kelainan aterosklerotik. Agen infeksi dapat mempengaruhi fungsi endotel dan mengaktifkan monosit serta makrofag untuk mengeluarkan sitokin inflamasi. Sitokin ini akan merangsang produksi spesies reaktif oksigen dan enzim proteolitik yang akan mempengaruhi stabilitas plak. Stress oksidatif dan kapasitas antioksidan dinding pembuluh darah memiliki peranan yang penting terhadap pertumbuhan plak hingga rupturnya plak. Makrofag dan limfosit-t akan mengalami apoptosis pada plak aterosklerosis tingkat lanjut, kematian sel apoptosis akan mempengaruhi stabilitas plak. Plak yang rapuh dikatakan terdiri dari lipid core dengan luas setidaknya 50% dari keseluruhan volume plak, makrofag dengan densitas tinggi, sel otot polos densitas rendah di cap, faktor jaringan dalam jumlah tinggi, dan cap plak yang tipis dimana struktur kolagennya tidak

9 teratur (Gutstein and Fuster, 1999, Libby and Theroux, 2005, Fischer, Gutstein, et al., 2000). Gambar 2.2 Presentasi Skematik dari Tahapan Progresi Lesi Aterosklerosis dan Lesi Patologi Terkait serta Sindroma Klinis (Gutstein and Fuster, 1999) Trombositosis Trombosis plak terjadi akibat dua proses yang berbeda. Pertama disebabkan adanya perluasan proses denudasi endotel sehingga permukaan jaringan ikat subendotel mengalami paparan dalam area yang besar. Pembentukan trombus terjadi kemudian terikat di permukaan plak. Proses ini dikenal dengan istilah erosi endotel. Beberapa studi obervasional menunjukkan bahwa hilangnya sel endotel berkaitan dengan aktivasi

10 makrofag yang mengakibatkan kematian sel endotel melalui apoptosis dan produksi protease yang memangkas sel endotel dari perlekatannya dengan dinding pembuluh darah. Mekanisme kedua adalah pembentukan trombus akibat rupturnya plak. Pada keadaan ini cap plak ruptur dan terjadi paparan lipid core dengan darah pada lumen arteri. Area lipid core bersifat sangat trombogenik, mengandung faktor jaringan, fragmen kolagen, dan permukaan crystalline yang mempercepat terjadinya koagulasi. Pembentukan trombus pada awalnya terjadi di plak itu sendiri kemudian meluas dan distorsi dari dalam, trombus dapat meluas sampai ke lumen arteri (Libby and Simon, 2001, Libby and Theroux, 2005, Crea and Liuzzo, 2013). Gambar 2.3 Mikroanatomi Trombosis dan Oklusi Akut pada Arteri. (Libby and Theroux, 2005) Disrupsi plak seperti erosi endotel merupakan cerminan meningkatnya aktivitas sel inflamasi didalam plak. Cap plak memiliki struktur yang dinamis, kekuatannya tergantung terhadap matriks jaringan ikat didalamnya yang secara konstan diganti dan diatur oleh sel otot polos.

11 Proses inflamasi mengurangi sintesis kolagen dengan menghambat sel otot polos dan menyebabkan kematian sel melalui apoptosis. Makrofag juga memproduksi metalloproteinase yang mampu memecah semua komponen matriks jaringan ikat, termasuk kolagen. Metalloproteinase ini dilepaskan ke jaringan dalam bentuk tidak aktif yang kemudian diaktivasi oleh plasmin. Produksi metalloproteinase oleh makrofag dirangsang oleh sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF). Oleh sebab itu disrupsi plak saat ini dianggap sebagai fenomena auto-destruct yang dirangsang oleh aktivitas inflamasi (Davies, 2000, Suryana, 2013). Disrupsi plak merupakan penyebab dominan sekitar > 80% dari trombus koroner pada pria kulit putih dengan konsentrasi plasma low density lipoprptein (LDL) yang tinggi dan konsentrasi yang rendah dari high density lipoprotein (HDL). Sedangkan pada perempuan, erosi endotel bertanggung jawab terhadap 50% kasus trombus koroner. Proses disrupsi memiliki komponen intra plak yang lebih resisten terhadap terapi (Epstein, Fuster, et al., 1992, Gutstein and Fuster, 1999).

12 Gambar 2.4 Pembentukan, Perluasan, dan Durasi Trombosis Plak Arteri. (Libby and Theroux, 2005). Gambar 2.5 Proses Inflamasi, Ruptur Plak, dan Trombosis yang Menyebabkan SKA (Libby, Ridker, et al., 2011) Manifestasi Klinis SKA Derajat oklusi arteri biasanya berkaitan dengan gejala yang muncul dengan variasi di penanda kardiak dan penemuan EKG. Angina atau nyeri ada merupakan gejala klasik suatu SKA. Pada angina tidak stabil, nyeri dada muncul saat istirahat atau aktivitas berat sehingga menghambat aktivitas. Nyeri dada yang berkaitan dengan NSTEMI biasanya lebih lama dalam hal durasi dan lebih berat. Pada kedua keadaan ini, frekuensi dan intensitas dapat meningkat bila tidak hilang dengan istirahat, nitrogliserin, atau keduanya dan dapat bertahan selama lebih dari 15 menit. Nyeri dapat muncul dan menjalar ke lengan, leher, dan punggung atau area epigastrium. Sebagai tambahan dari angina, pasien SKA dapat muncul disertai sesak

13 nafas, keringat dingin, mual, atau kepala berkunang-kunang. Selain itu dapat terjadi perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipneu, hipertensi ataupun hipotensi, penurunan saturasi oksigen (SaO2) dan abnormalitas irama jantung (Overbaugh, 2009) Diagnosis SKA Dalam mendiagnosis suatu SKA maka perlu dilakukan evaluasi terhadap riwayat klinis pasien, level penanda kardiak, dan gambaran EKG Anamnesa Keluhan utama pasien dengan SKA adalah nyeri dada/angina berupa rasa tertekan dan berat yang muncul saat istirahat atau saat aktivitas ringan selama lebih atau sama dnegan 10 menit. Nyeri paling sering terasa dibagian retrosternal dan menjalar ke lengan, leher, ataupun rahang. Nyeri dada juga dapat disertai dengan keringat dingin, dyspnea, mual, nyeri perut, atau syncope. Suatu sesak nafas saat aktivitas onset baru yang tidak dapat dijelaskan atau sesak saat aktivitas yang semakin bertambah dapat dianggap sebagai suatu angina equivalent. Pasien usia tua ( 75 tahun) dan perempuan sering datang dengan angina atipikal begitu juga pasien dengan diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal, dan dementia. Angina atipikal biasanya berupa dari nyeri epigastrium, nyeri menelan, rasa tertusuk atau nyeri pleuritik. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan SKA adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, riwayat PJK dikeluarga, adanya penykit arteri perifer, insufisiensi ginjal, riwayat infark

14 miokard sebelumnya, dan revaskularisasi koroner sebelumnya (Kumar and Cannon, 2009, Grech and Ramsdale, 2003) Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis pada pasien SKA dapat normal, namun tanda-tanda gagal jantung harus dievaluasi dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana SKA. Ronkhi halus dapat ditemukan pada kedua lapangan paru pada keadaan suatu gagal jantung akut. Suatu IMA dapat menyebabkan paradoxical splitting dari S2 atau murmur baru regurgitasi mitral akibat adanya disfungsi muskulus papilaris. Pemeriksaan fisis penting dilakukan untuk membedakan suatu SKA dengan diagnosis banding lainnya yang dapat meniru suatu SKA, seperti diseksi aorta, perikarditis akut, pneumothorax, atau aneurisme aorta abdominalis (Overbaugh, 2009) Pemeriksaan EKG Berdasarkan guidelines ESC terbaru, perubahan EKG pada pasien dengan nyeri dada yang persisten dibagi menjadi 2 yaitu (Hamm, Bassand, et al., 2011): Pasien nyeri dada dengan elevasi segmen ST > 20 menit yang persisten, disertai inversi gelombang T dan atau ada gelombang Q. Perubahan EKG ini terjadi pada pasien STEMI. ST elevasi yang tipikal pada STEMI adalah bila didapatkan elevasi ST pada 2 sadapan yang berdekatan (contigous leads) 0,25 millivolts (mv) pada laki-

15 laki < 40 tahun, dan 0,2 mv pada laki-laki > 40 tahun atau 0,15 mv pada wanita di sadapan V2-V3 dan atau 0,1 mv pada sadapan yang lain (bila tidak ada hipertropi ventrikel kiri/left ventricle hypertrophy (LVH) atau LBBB,termasuk sadapan V 3 R, V 4 R dan sadapan V7-V9. Pasien nyeri dada tanpa disertai elevasi segmen ST dan bisa berupa depresi segmen ST yang persisten ataupun transient, inversi gelombang T, dan/atau gelombang T yang datar. Perubahan EKG ini terjadi pada pasien APTS/UA dan NSTEMI. Maka untuk membedakan keduanya digunakan petanda biomarker kardiak serial Penanda biokimia kardiak/ Cardiac marker Sel miokard yang mengalami injuri akan melepaskan protein dan enzim yang dikenal dengan penanda biokimia kardiak ke dalam darah. Penanda biokimia ini membantu para dokter untuk mementukan apakah pasien mengalami suatu IMA. Manfaat dari berbagai penanda kimia ditentukan oleh waktu dan durasi peningkatan kadarnya didarah. Troponin T dan troponin I merupakan penanda biokimia kadiak yang paling spesifik. Protein ini dalam keadaan normal tidak ditemukan diserum darah oleh karena itu peningkatan kadar diserum kedua penanda biokimia ini dapat memprediksi derajat pembentukan trombus dan embolisasi mikrovaskular yang berkaitan dengan lesi koroner (Overbaugh, 2009). Kadar troponin I dan T mengalami peningkatan dalam empat sampai enam jam dari injuri miokard. Kadar troponin I tetap meningkat selama 4-

16 7 hari sedangkan troponin T tetap meningkat dalam hari. Troponin kardiak merupakan penanda biokimia pilihan dalam mendiagnosis SKA karena peningkatan kadarnya berkaitan dengan diagnosis yang lebih akurat, prediksi risiko tinggi kejadian KV yang akan datang bahkan bila kadar CKMB normal atau meningkat ringan. Selain itu troponin mengurangi positif palsu ketika terjadi suatu injuri muskuloskeletal (contohnya trauma atau pembedahan). Apabila pada laboratorium tidak tersedia troponin maka CKMB dapat dipilih sebagai alternatifnya, dimana CKMB merupakan enzim spesifik kardiak yang dilepaskan dalam empat sampai enam jam setelah injuri dan tetap meningkat selama 48 sampai 72 jam setelah injuri (Overbaugh, 2009, Oemrawsingh, Lenderink, et al., 2011). Penanda kardiak lainnya adalah mioglobin yang merupakan suatu protein heme, tidak bersifat spesifik kardiak namun masih dapat dipertimbangkan sebagai penanda biokimia yang bermakna karena meningkat pertama kali setelah terjadi kerusakan miokard. Apabila onset gejala SKA pasien kurang dari 3 jam, CKMB dan troponin dapat belum mengalami peningkatan, maka pada kedaan ini pemeriksaan mioglobin dapat membantu diagnosis awal suatu IMA dan menentukan terapi segera. (Overbaugh, 2009, Kleinschmidt, 2006).

17 Gambar 2.6 Waktu Pelepasan Berbagai Penanda Biokimia Kardiak setelah IMA (Anderson, Adams, et al., 2011). Gambar 2.7 Algoritme Diagnosis SKA (Nolana, Soarb, et al., 2010). 2.2 Placental Growth Factor (PlGF) Endotel vaskular adalah merupakan sistem yang paling serba guna didalam tubuh yang menyediakan berbagai macam fungsi pertukaran dan regulasi yang penting. Peranan penting sel endotel vaskular adalah memiliki

18 kemampuan untuk berproliferasi dan membentuk jaringan kapiler. Proses ini dikenal dengan istilah angiogenesis, utamanya saat masa perkembangan embrio. Pada orang dewasa, angiogenesis muncul mengikuti suatu injuri. Angiogenesis diketahui memiliki peranan penting dalam patogenesis berbagai kelaianan, terutama dalam pertumbuhan dan metastase suatu tumor solid. Faktor pertumbuhan vaskular yang belakangan ini dikemukan adalah vaskular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan dalam regulasi angiogenesis normal maupun patologis. PlGF adalah bagian dari keluarga VEGF, pertama kali di kloning dari plasenta manusia complementary DNA (cdna) pada tahun 1991, dipaparkan oleh sel tropoblast dan villi plansental saat kehamilan. PlGF juga ditemukan dalam kadar rendah di jantung, paruparu, otot, dan jaringan adiposa (Park, Chen, et al., 1994) Struktur PlGF Placental growth factor berhubungan erat dengan VEGF-A dan berikatan dengan reseptor 1 VEGF (VEGFR-1), yang dikenal juga sebagai soluble fms-like Tyrosine Kinase 1, (sflt-1)). PlGF diregulasi dalam banyak keadaan patologis dan menggantikan VEGF-A dari VEGFR-1 dan svegfr-1 sehingga membebaskan VEGF-A yang kemudian mengaktivasi VEGFR-2. Terdapat setidaknya 4 bentuk PlGF, yang terdiri dari asam amino 131(PlGF-1), 152 (PlGF-2(PlGF-2), 203 (PlGF-3) dan 224(PlGF-4) yang didapat dari pembelahan mrna setelah pemindahan sinyal peptida (18 asam amino berkurang dalam ukuran panjangnya). Insersi asam amino 21 ke daerah terminal carboxy dari PlGF-2 menyebabkan afinitas yang

19 tinggi terikat dengan heparin dan terdiri dari 140 asam amino dalam bentuk matang, dimana PlGF-1 dan PlGF-3 tidak mengikat heparin (De Falco, 2012, Yang, Ahn, et al., 2003, DiPalma, Tucci, et al., 1996). Gambar 2.8 Gambaran Skema Ikatan PlGF (Fischer, Mazzone, et al., 2008). Dimer PlGF-1 terdiri dari dua α-helices dan tujuh β-strands per monomer, yang mana ikatan kovalennya dihubungkan oleh dua ikatan dalam rantai disulphida yang anti-paralel. Aktivitas pro-angiogenik dari VEGF memerlukan ikatan dan aktivasi dari dua reseptor tyrosine kinase (TK) yang dikenal sebagai reseptor terhadap VEGF-A. yaitu VEGFR-1 dan VEGFR-2. Reseptor ini terdiri dari tujuh ekstra sel Ig-like dan sebuah intra sel TK. Walaupun memiliki kesamaan secara 3-dimensi dengan VEGF-A, PlGF memiliki ikatan dengan afinitas lebih tinggi secara eksklusif terhadap VEGFR-1, dibandingkan dengan VEGF-A dan VEGF-B yang juga berikatan dengan VEGFR-1. Walaupun memiliki kemampuan berikatan

20 dengan VEGFR-1 secara spesifik, PlGF juga dapat secara tidak langsung diaktifkan oleh VEGFR-2. PlGF-2 dapat berikatan dengan dua co-receptor Neuropilin 1 dan 2 (NRP 1 dan NRP 2, yang merupakan co-reseptor semaphorine kelas 3 (Autiero, Waltenberger, et al., 2003, De Falco, 2012). Gambar 2.9 Representasi Skematik Ikatan Isoform PlGF dan PlGF/VEGF-A Heterodimer (De Falco, 2012) Paparan PlGF Placental growth factor banyak didapatkan diplasenta selama tahap gestasi yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi pertumbuhan. Hal ini menunjukkan peranan protein selama masa invasi trophoblast ke desidua maternal. Analisa imunohistokimia mengungkapkan bahwa PlGF ditemukan juga pada membran vaskulosintial dan pada pembuluh darah besar plasenta. PlGF muncul pada awal perkembangan embrionik. Sebagai tambahan PlGF ditemukan dalam kadar rendah pada beberapa organ lain, yaitu jantung, paru-paru, tiroid, otot skeletal, dan

21 jaringan adiposa dalam keadaan normal. Pada tingkat sel PlGF ditemukan pada endotel sel. Mengingat peranan utama rangsangan hipoksia telah meningkatkan regulasi berbagai faktor pro-angiogenik ketika pembentukan pembuluh darah baru dibutuhkan, maka beberapa studi menunjukkan modulasi PlGF pada level molekular paling banyak diakibatkan oleh kondisi hipoksia (Semenza, 1999) Peranan PlGF Terhadap Angiogenesis. Bukti pertama PlGF sebagai faktor pro-angiogenesis dilaporkan pada tahun Zieche et al. (1997) menunjukkan bahwa PlGF-1 merangsang respon angiogenik yang bergantung dosis pada kornea kelinci dan membran chrioallantoic embrio anak ayam. Kemudian generasi dan analisa PlGF dengan model tikus memiliki peranan untuk mengungkap fungsi biologis PlGF. Meskipun didapatkan dalam kadar tinggi diplasenta, ketiadaan PlGF tidak mempengaruhi perkembangan embrionik mencit normal. Mencit yang lahir dalam keadaan tidak memiliki PlGF dinyatakan sehat dan subur. PlGF juga dikeluarkan untuk angiogenesis fisiologis yang dirangsang di jantung dan otot melalui latihan. Hal ini menunjukkan bahwa PlGF berperan dalam perkembangan vaskular dan pengaturan pembuluh darah fisiologis. Namun didapatkan juga, pelumpuhan PlGF mengganggu angiogenesis dan arteriogenesis dalam kondisi patologis seperti pertumbuhan tumor, iskemia jantung, tungkai, dan mata. PlGF dianggap berkaitan dengan endothelial nitric oxide synthase (enos), hal ini menunjukkan bukti lebih lanjut bahwa PlGF terlibat dalam angiogenesis patologis.

22 Keterlibatan PlGF dalam angiogenesis juga ditunjukkan oleh studi gainof-function, dimana mencit dengan paparan PlGF yang berlebihan pada kulit dibawah kontrol keratin-14 menunjukkan peningkatan dalam hal jumlah, cabang, dan ukuran pembuluh darah kulit, disertai peningkatan signifikan dari otot polos matang yang melapisi pembuluh darah. Percobaan ini secara jelas menunjukkan bahwa PlGF merangsang pada berbagai tahap angiogenesis patologis. Namun, PlGF juga dapat secara langsung merangsang pertumbuhan pembuluh darah dengan bekerja pada pertumbuhan, perpindahan, dan ketahanan dari sel endotel dan pematangan pembuluh darah dengan meningkatkan proliferasi dan perekrutan sel otot polos serta mendukung proliferasi dari fibroblast (Ziche, Maglione, et al., 1997) PlGF dan Inflamasi Aterosklerosis merupakan kelainan inflamasi kronik dengan karakteristik dengan adanya lesi inflamasi yang mengandung lipid pada arteri berukuran besar maupun sedang. Berbagai kumpulan bukti menunjukkan bahwa angiogenesis memiliki peranan penting pada aterogenesis dan ketidakstabilan lesi akut dari aterosklerosis serta berkaitan erat dengan inflamasi; berbagai faktor pro maupun anti-angiogenik berhubungan dengan proses angiogenesis dari aterogenesis. (Luttun, Tjwa, et al., 2002, Herrmann, Lerman, et al., 2006) Suatu PlGF di regulasi di awal dan tahap lanjut lesi aterosklerosis, dideteksi pada bagian luar sel, bahu, dan cap plak. Secara khusus PlGF

23 utamanya berlokasi pada bagian bahu dari plak aterosklerosis, dimana terdapat pembuluh darah kecil dengan densitas yang tinggi dengan infiltrasi makrofag. Kemudian PlGF merangsang penebalan intima aterosklerotik dan akumulasi makrofag serta neovaskularisasi dan aktivasi endotel. Suatu PlGF tampak bekerja lebih efektif pada masa awal aterogenesis, karena terapi antibodi anti-plgf secara signifikan menghambat lesi awal, namun menjadi kurang efektif pada tahap lanjut perkembangan plak (Khurana, Moons, et al., 2005). Satu studi mencoba mengevaluasi efek dari hilangnya gen PlGF pada pertumbuhan dan kandungan makrofag lesi aterosklerosis pada mencit dengan defisiensi Apo E. Defisiensi PlGF menyebabkan pengurangan bermakna dalam ukuran dan kandungan makrofag pada awal plak aterosklerosis pada mencit dengan dengan defisiensi Apo E. Sehingga demikian, efek penekanan dari anti-plgf terhadap pertumbuhan dan ketidakstabilan plak bergantung terhadap penghambatan infiltrasi dan aktivasi makrofag. PlGF merekrut makrofag dengan meningkatkan paparan vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1) yang merupakan molekul adhesi monosit/makrofag dan aktivasi sel endotel dilumen arteri. (Selvaraj, Giri, et al., 2003, Khurana, Moons, et al., 2005, Roncal, Buysschaert, et al., 2010). Perekrutan regulasi monosit/makrofag oleh PlGF ini adalah penting karena monosit/makrofag adalah tipe sel yang dominan dalam aterosklerosis pembuluh darah dan terlibat dalam semua tahapan perkembangan

24 aterosklerosis. Monosit menjadi makrofag dengan paparan scavenger receptors (SRs) dan membawa reseptor imun seperti Toll-like receptors (TLRs) dibawah pengaruh faktor-faktor yang dibentuk secara lokal seperti monocyte colony-stimulating factor dan stimuli lainnya. SRs memediasi pengambilan partikel LDL teroksidasi/oxidized LDL (oxldl) oleh makrofag, yang akan menyebabkan akumulasi kolesterol intrasel dan pembentukan sel foam. TLRs berinteraksi dengan oxldl dan komponen mikrobial, seperti lipopolysaccharides (LPS), heat shock protein 60 (Hsp60), dan ikatan lain sehingga terjadi aktivitas makrofag dan produksi mediator pro-inflamasi (Heeschen, Dimmeler, et al., 2004, Lenderink, Heeschen, et al., 2006). Makrofag akan mengaktivasi sel-t dengan mengeluarkan antigen spesifik yang akan memodulasi respon sel-t. Sel-T akan memproduksi sitokin seperti interleukin (IL) -18 dan IL-12. Pembentukan sitokin akan merangsang respon inflamasi dan meningkatkan resiko terjadinya ruptur plak. Aktivasi makrofag tipe-ii (M2) akan merangsang angiogenesis dengan sekresi VEGF, fibroblast growth factors (FGFs) dan endothelin, dimana neovaskularisasi dapat bertindak sebagai jalur infiltrasi leukosit pada plak aterosklerosis. Studi oleh Wang and Keiser (1998) menemukan bahwa Matrix Metalloproteinase (MMP) berkontribusi terhadap migrasi smooth muscle cell (SMC) dalam proses angiogenesis dan aterosklerosis. Vascular endotelial growth factor menyebabkan peningkatan phosporilasi flt-1 pada SMC, flt-1 berperan dalam memediasi peningkatan regulasi

25 komponen sel (upregulation) dari sekresi MMP pada SMC. PlGF merupakan protein yang memiliki sifat berikatan secara spesifik dengan flt-1 dibandingkan VEGF. Peningkatan konsentrasi PlGF akan meningkatkan stimulasi eksresi MMP-1 dan MMP-9 pada SMC melalui flt-1. Paparan MMP akan meningkatkan destruksi dari extracellular matrix (ECM) di punggung dari suatu ateroma dan meningkatkan degradasi kolagen tipe I yang merupakan komponen utama dari cap fibrosa plak yang berfungsi melindungi pembuluh darah dari ruptur dan menjaga integritas dinding pembuluh darah plak aterosklerotik. Peningkatan MMP akan menyebabkan destabilisasi plak aterosklerosis sehingga menjadi rapuh dan lebih mudah ruptur. Kadar PlGF disirkulasi tidak terdeteksi pada individu normal, namun meningkat pada pasien dengan aterosklerosis atau penyakit jantung iskemia. Pasien dengan kadar plasma PlGF yang meningkat dalam waktu 12 jam onset gejala merupakan prediksi prognosis yang buruk baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang (Heeschen, Dimmeler, et al., 2004, Lenderink, Heeschen, et al., 2006, Saha, Modarai, et al., 2009, Wang and Keiser, 1998). Peranan PlGF selama fase lanjut SKA dengan gejala dapat berbeda dengan saat fase awal penyakit. Penebalan plak aterosklerosis merupakan akibat dari hipoksia pada dinding pembuluh darah dan otot jantung. Hipoksia merupakan salah satu perangsang angiogenesis yang kuat. Dalam keadaan hipoksia, produksi PlGF mengalami peningkatan di kardiomiosit dan fibroblast, serta berperan dalam angiogenesis miokard dan

26 penyembuhan jaringan. PlGF juga diketahui menyebabkan mobilisasi, kemotaksis, dan perekrutan sel endotel yang dibawa oleh sum-sum tulang ke jaringan iskemia sehingga terjadi penyembuhan pembuluh darah yang mengalami injuri. Hal ini bergantung terhadap tahap progresifitas aterosklerosis (Green, Lichtlen, et al., 2001, Torry, Tomanek, et al., 2009, Kim, Cho, et al., 2012). Gambar 2.10 Peranan PlGF terhadap aterosklerosis (Kim, Cho, et al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. yang mensuplai miokard. Aterosklerosis merupakan suatu keadaan inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. yang mensuplai miokard. Aterosklerosis merupakan suatu keadaan inflamasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) dengan manifestasi angina tidak stabil dan infark miokard dengan atau tanpa elevasi segmen ST merupakan keadaan yang mengancam nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK... 1 ABSTRACT DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah sindrom koroner akut (Lilly, 2011). Sindom koroner akut (SKA) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik subyek penelitian Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive sampling pada penderita dengan stenosis jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) SKA merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan suatu fase akut dari penyakit iskemik arteri koroner dengan atau tanpa nekrosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dan masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan volume aliran darah ke jantung.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) dan merupakan salah satu faktor risiko kematian dan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya proses degeneratif kronik pada pembuluh darah koroner yang sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun 2004 mencapai 30% dibandingkan tahun 1975 yang hanya 5%. Data Survei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Aliran Darah Koroner Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilatasi arteriol setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung (Siregar, 2011). Penyebab IMA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan akan memberikan beban mortalitas, morbiditas dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab. morbiditas dan mortalitas utama di seluruh dunia (Ross,1999a).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab. morbiditas dan mortalitas utama di seluruh dunia (Ross,1999a). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas utama di seluruh dunia (Ross,1999a). Laporan World Health Organization (WHO) mencatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. Penyakit jantung iskemik menyebabkan 7 juta kematian dan menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung saat ini telah menjadi masalah serius di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah gangguan vaskular yang disebabkan oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli yang mengganggu struktur maupun fungsi aorta dan

Lebih terperinci

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A. Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemui pada orang dewasa. Pada PJK, fungsi jantung terganggu akibat adanya penyempitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP. PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP. HAJI ADAM MALIK KARYA TULIS ILMIAH Oleh: SASHITHARRAN S/O NALLATHAMBI 110100511

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan satu dari masalah kesehatan yang penting bagi individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian stroke, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Angka kematian ibu ( AKI ) merupakan salah satu indikator yang menggambarkan indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

Lebih terperinci