BAB II KAJIAN PUSTAKA. akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai
|
|
- Yuliani Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) SKA merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan suatu fase akut dari penyakit iskemik arteri koroner dengan atau tanpa nekrosis miokard. SKA didefinisikan sebagai suatu spektrum manifestasi klinis sebagai akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai berbagai komplikasi, mulai dari trombosis, embolisasi, hingga obstruksi perfusi miokard. Keluhan Nyeri dada Diagnosis Kerja Sindroma Koroner Akut EKG Elevasi segmen ST Tanpa elevasi segmen ST Pemeriksaan Laboratorium Penanda Biokimia Diagnosis Akhir STEMI NSTEMI APTS Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut 8
2 9 Manifestasi klinis SKA bergantung pada berat dan luasnya iskemia miokard. Oklusi total atau sub total dari arteri koroner yang tidak memiliki pembuluh darah kolateral dapat menimbulkan STEMI (ST-segment Elevation Myocardial Infarction) atau NSTEMI (Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction). Oklusi sebagian atau sementara dari arteri koroner dapat menimbulkan embolisasi trombus dan fragmen plak ke sirkulasi koroner bagian distal. Apabila proses embolisasi tersebut menimbulkan nekrosis miokard, yang dapat diketahui dari peningkatan penanda biokimia yang sensitif terhadap nekrosis miokard (misal, troponin) maka dikategorikan sebagai NSTEMI. Apabila tidak dijumpai peningkatan penanda biokimia nekrosis miokard maka dikelompokkan ke dalam kategori APTS (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah SKA umumnya digunakan sebagai diagnosis kerja awal pada kondisi pasien dengan nyeri dada angina akut. Berdasarkan hasil rekaman elektrokardiografi (EKG) dan penanda biokimia selanjutnya diagnosis akhir ditegakkan (Gambar 1.). 2.2 Faktor Risiko SKA Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi Faktor risiko SKA dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga menderita PJK. Umur merupakan prediktor independen untuk terjadinya SKA yang paling kuat. Pada laki-laki, risiko meningkat setiap 10 tahun
3 10 peningkatan umur. Pada wanita pre-menopause risiko SKA sebanding dengan risiko laki-laki yang umurnya 10 tahun lebih muda. Akan tetapi risiko pada wanita akan meningkat hingga menyamai risiko pada laki-laki setelah menopause (Panel, 2002). Berbagai studi menunjukkan bahwa riwayat keluarga mengalami PJK pada usia lebih muda (prematur) merupakan faktor risiko independen terjadinya PJK. Risiko relatif seseorang dengan riwayat keluarga positif untuk mengalami PJK adalah berkisar antara 2x hingga 12x lipat dibandingkan dengan populasi umum (Panel, 2002) Diabetes melitus Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Hal ini didukung oleh banyak data epidemiologi yang menunjukkan DM, baik tipe I maupun tipe II, sebagai faktor risiko independen terjadinya PJK. Pasien dengan DM memiliki risiko 4x lipat lebih tinggi untuk menderita PJK dibandingkan dengan populasi umum (Greenland dkk., 2010). DM sering juga dikenal sebagai ekuivalen PJK oleh karena risiko terjadinya infark miokard pada pasien DM sama dengan risiko terjadinya infark berulang pada penderita PJK non DM (Greenland dkk., 2010). Peningkatan risiko PJK disebabkan terutama oleh kondisi hiperglikemia pada pasien DM. Faktor lain yang turut berperan adalah adanya dislipidemia, kondisi protrombotik, serta hipertensi yang sering menyertai penderita DM (Grundy dkk., 1999).
4 Hipertensi Berbagai studi observasional telah menunjukkan bahwa tekanan darah yang tinggi memiliki hubungan yang kuat terhadap risiko PJK. Hubungan ini dijumpai baik pada usia tua maupun usia yang lebih muda serta jenis kelamin laki-laki maupun wanita. Bahkan individu yang memiliki sedikit peningkatan tekanan darah di bawah kriteria hipertensi (tekanan darah sistolik mmhg dan/atau diastolik mmhg) diketahui memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya PJK (Panel, 2002). Pada penderita hipertensi terjadi peningkatan kadar angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat yang berpengaruh terhadap proses aterogenesis dengan menstimulasi pertumbuhan dari otot polos. Hipertensi juga mempunyai aktivitas pro inflamasi, meningkatkan pembentukan hidrogen peroksida, radikal bebas anion superoxide dan radikal hidroksil pada plasma. Substansi tersebut akan menekan pembentukan nitric oxide pada endotel sehingga terjadi peningkatan adesi leukosit, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ceriello, 2005) Hiperlipidemia Studi pada binatang maupun manusia menunjukkan bahwa kondisi hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia dibutuhkan untuk terjadinya proses aterogenesis. Studi epidemiologi mendapatkan kadar kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang tinggi memegang peranan penting sebagai komponen
5 12 aterogenik yang utama. Infiltrasi dan retensi kolesterol LDL memicu respon inflamasi pada dinding vaskular (Hansson, 2005). Proses oksidasi dan enzimatik memodifikasi kolesterol LDL menjadi LDL yang teroksidasi (ox-ldl) di tunika intima dan menyebabkan pelepasan fosfolipid. Fosfolipid mengaktivasi sel endotel terutama di tempat terjadinya shear stress. Kondisi ini akan menginduksi sel endotel untuk mengekspresikan molekul adesi leukosit dan gen inflamasi. Molekul adesi leukosit mempengaruhi monosit dalam sirkulasi terutama di bagian endotel teraktivasi untuk menempel dan selanjutnya bermigrasi melewati inter-endothelial junctions menuju subendotelial. Monosit/makrofag menangkap ox-ldl melalui reseptor scavenger dan membentuk foam cell. Akumulasi lipid dan shear stress inilah yang memicu proses inflamasi pada dinding arteri (Hansson, 2005) Merokok Merokok telah sejak lama diketahui sebagai salah satu kontributor terkuat terhadap risiko penyakit kardiovaskular khususnya PJK. Hubungan antara merokok dengan risiko PJK adalah berbanding lurus dengan banyaknya paparan (dose dependent). Merokok memicu terbentuknya radikal bebas dan menimbulkan stres oksidatif yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel (Panel, 2002) Faktor risiko lain Faktor risio lain yang diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya PJK meliputi obesitas, kurang olah raga, serta diet yang aterogenik. Obesitas
6 13 abdominal adalah akumulasi lemak abdominal, diidentifikasi dengan lingkar perut, yang merupakan parameter body fat/ visceral fat. Obesitas abdominal dan innate immunity memegang peranan penting pada proses inflamasi, resistensi insulin dan sindroma metabolik (Jiamsripong dkk., 2008). 2.3 Patofisiologi SKA Proses aterosklerosis Aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak dari PJK, penyakit arteri karotis, dan penyakit arteri perifer (Libby dkk., 2011). Keberadaan suatu plak aterosklerosis sendiri jarang menimbulkan sesuatu yang fatal. Kondisi ini menjadi sesuatu yang berpotensi mengancam jiwa, seperti pada SKA, bila terjadi proses trombosis akut akibat plak yang pecah atau mengalami erosi (Thim dkk., 2008). Aterosklerosis merupakan penyakit imunoinflamasi kronik pada pembuluh arteri sedang dan besar akibat akumulasi lipid yang mengakibatkan terjadinya fibroproliferasi pada dinding arteri (Falk, 2006). Proses aterosklerosis dimulai sejak awal kehidupan dan terus berlanjut dengan berjalannya waktu (Tuzcu dkk., 2001). Pada individu yang rentan atau terpapar faktor risiko proses perkembangan plak aterosklerosis hingga menimbulkan obstruksi atau plak yang rentan mengalami trombosis (vulnerable plaque) membutuhkan waktu puluhan tahun. Proses aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel pada arteri koroner. Faktor-faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok dapat merusak endotel pembuluh darah dan menimbulkan disfungsi endotel (Kumar dan Cannon, 2009).
7 14 Perkembangan proses aterosklerosis selanjutnya sebagian besar dipengaruhi oleh proses inflamasi. Endotel yang mengalami disfungsi menarik sel-sel inflamasi, terutama monosit, untuk bermigrasi menuju endotel yang rusak (Libby dkk., 2009). Di dalam subendotelium monosit berubah menjadi makrofag dan kemudian memfagosit LDL teroksidasi (ox-ldl) yang juga telah memasuki dinding arteri. Makrofag kemudian berubah menjadi sel-sel busa (foam cell) yang membentuk cikal bakal plak ateroma yang disebut fatty streak. Makrofag yang teraktivasi melepaskan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang berfungsi menarik lebih banyak makrofag dan sel otot polos menuju lokasi terbentuknya plak (Libby dkk., 2010). Dengan berjalannya waktu semakin banyak sel-sel otot polos yang terkumpul dalam plak ateroma. Sel-sel otot polos tersebut memproduksi komponen matriks ekstraseluler yang terakumulasi pada plak ateroma. Kondisi ini menandai transisi dari fatty streak menjadi fibrofatty plaque (fibroateroma), yaitu suatu kondisi plak yang tersusun dari komponen jaringan ikat yang membungkus komponen lipid pada bagian inti (Faxon dkk., 2004). Pada tahap ini selain terjadi penumpukan sel-sel otot polos juga terjadi penumpukan makrofag. Makrofag ini memproduksi enzim matrix metalloproteinase yang dapat mencerna matriks ekstraseluler yang sebelumnya dihasilkan oleh sel otot polos. Akibatnya komposisi plak menjadi tidak stabil dan apabila ada kondisi yang mengganggu plak tersebut mudah untuk terjadi ruptur plak. Rasio antara jumlah sel otot polos dengan jumlah makrofag dalam suatu
8 15 plak ateroma menentukan kerentanan untuk rupturnya plak tersebut (Benjamin, 2001) Plak yang tidak stabil Komposisi plak aterosklerosis sangat heterogen bahkan pada individu yang sama sekalipun. Demikian pula stabilitas dari suatu plak aterosklerosis bervariasi antara satu plak dengan plak yang lainnya. Suatu plak dikatakan tidak stabil (vulnerable plaque) dan berisiko tinggi untuk mengalami ruptur bila memiliki karakteristik sebagai berikut: inti lipid yang besar, selaput fibrosa (fibrous cap) yang tipis, jumlah makrofag dan limfosit T yang banyak, jumlah sel otot polos yang sedikit, meningkatnya ekspresi matrix metalloproteinase, remodeling eksentrik ke luar lumen pembuluh darah, dan peningkatan neovaskularisasi dan perdarahan di dalam plak (Kumar dan Cannon, 2009) Trombosis akut Patogenesis SKA melibatkan hubungan kompleks antara endotelium, selsel inflamasi, dan trombogenisitas darah. Lesi koroner yang non-kritikal pada angiografi (stenosis <50% dari diameter pembuluh darah) bila mengalami gangguan dapat berkembang dengan cepat menjadi stenosis berat atau total oklusi. Proses ini bertanggung jawab terhadap 2/3 dari semua kasus SKA yang terjadi (Kumar dan Cannon, 2009). Studi otopsi mendapatkan ruptur plak sebagai dasar dari 75% infark miokard akut yang fatal. Sedangkan 25% lainnya disebabkan oleh erosi pada
9 16 permukaan endotel plak. Setelah suatu plak mengalami ruptur atau erosi maka matriks subendotel yang kaya akan tissue factor (suatu prokoagulan yang kuat) akan terpapar aliran darah. Paparan ini akan merangsang adesi dan aktivasi platelet yang selanjutnya akan menyebabkan agregasi platelet membentuk trombus (Kumar dan Cannon, 2009). Terdapat dua jenis trombus yang mungkin terbentuk, yaitu trombus yang kaya platelet (white thrombus) dan trombus yang kaya fibrin (red thrombus). White thrombus terbentuk pada area dengan shear stress yang tinggi dan menyebabkan oklusi sebagian dari lumen arteri. Red thrombus terbentuk akibat aktivasi kaskade koagulasi dan menyebabkan penurunan alirah darah di arteri. Red thrombus sering kali ikut menggumpal di sekitar white thrombus sehingga menyebabkan oklusi total pada lumen pembuluh darah (Kumar dan Cannon, 2009). 2.4 Peptida Natriuretik B-type Natriuretic Peptide (BNP) dan N-Terminal pro B-type Natriuretic Peptide (NT-proBNP) Peptida natriuretik merupakan hormon yang dilepaskan oleh jantung sebagai respon terhadap peningkatan beban volume dan tekanan yang berlebih. Terdapat 3 jenis peptida natriuretik yaitu Atrial Natriuretic Peptide (ANP), B-type Natriuretic Peptide (BNP), dan C-type Natriuretic Peptide. Ketiga jenis peptida natriuretik ini memiliki 17 gugus rantai asam amino yang serupa dan berfungsi
10 17 untuk melindungi sistem kardiovaskular dari efek buruk beban volume yang berlebih (Daniels dan Maisel, 2007). BNP pertama kali diisolasi dari otak babi sehingga pada awalnya diberi nama brain natriuretic peptide. Namun kemudian diketahui BNP dihasilkan paling banyak di miokardium ventrikel sehingga namanya diubah menjadi Btype natriuretic peptide (Maisel dkk., 2008). Pada kondisi beban volume dan tekanan yang meningkat akan menyebabkan peregangan pada dinding ventrikel. Stres pada dinding ventrikel akan merangsang sintesis pre-probnp pada miokardium ventrikel. Peptida ini kemudian akan dipecah menjadi probnp dan selanjutnya akan dipecah lagi menjadi dua bagian yaitu BNP (bentuk aktif) dan NT-proBNP (fragmen terminal yang tidak aktif). Pelepasan BNP akan memperbaiki relaksasi miokard serta menghambat efek vasokonstriksi, retensi natrium dan efek anti-diuretik akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (Daniels dan Maisel, 2007).
11 18 Pre- probnp probnp (108 gugus asam amino) BNP (32 gugus asam amino) Bentuk Aktif NT- probnp (76 gugus asam amino) Bentuk Inaktif Gambar 2.2 Proses terbentuknya BNP dan NT-proBNP (Daniels dan Maisel, 2007) Karakteristik peningkatan BNP oleh karena beban volume dan tekanan di ventrikel menyebabkan BNP banyak digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis gagal jantung. Aplikasi BNP dan NT-proBNP sebagai modalitas diagnosis gagal jantung telah diakui oleh berbagai guideline (Jessup dkk., 2009). Saat ini telah banyak pula diteliti penggunaan BNP dan NT-proBNP pada penyakit kardiovaskular lain selain pada gagal jantung Aplikasi BNP dan NT-proBNP pada penyakit kardiovaskular Aplikasi BNP dan NT-proBNP yang telah banyak diakui hingga saat ini adalah untuk menegakkan diagnosis gagal jantung sebagai penyebab utama pada kondisi dimana keluhan pasien tidak jelas. Penggunaan BNP lebih awal pada kondisi seperti ini diketahui dapat meningkatkan akurasi dan mempercepat
12 19 diagnostik, mengurangi penundaan waktu untuk memulai pengobatan, mengurangi lama rawat dan biaya perawatan (Jessup dkk., 2009). Di samping penggunaan di atas, penggunaan BNP dan NT-proBNP juga telah diteliti pada banyak kondisi lain. Ada pun aplikasi lain BNP dan NTproBNP, baik yang telah diakui maupun masih dalam investigasi, sebagai berikut: 1. Gagal jantung kongestif: peptida natriuretik mulai banyak diteliti untuk memandu kecukupan terapi pada gagal jantung. Hasilnya masih kontradiktif hingga saat ini. Namun dua meta-analisis besar menunjukkan bahwa pengggunaan BNP sebagai panduan terapi dapat menurunkan mortalitas secara signifikan (Yancy dkk., 2013). 2. Peptida natriuretik juga dapat dipakai untuk menentukan prognosis pada pasien gagal jantung stabil maupun yang mengalami dekompensasi. Kadar yang lebih tinggi merupakan prediktor dari peningkatan morbiditas dan mortalitas (Yancy dkk., 2013). 3. Penyakit arteri koroner: Baik BNP dan NT-proBNP telah diteliti pada pasien penyakit arteri koroner stabil maupun pada SKA. Peningkatan kadar peptida natriuretik diketahui memiliki nilai prognostik yang kuat pada kedua kondisi tersebut (de Lemos dkk., 2001, Richards dkk., 2006). 4. Prediktor sudden cardiac death dan respon cardiac resynchronization therapy (CRT): Pasien dengan kadar BNP yang lebih tinggi sebelum pemasangan diketahui memiliki respon terhadap CRT yang lebih baik (Lellouche dkk., 2007). Studi juga menunjukkan NT-proBNP dapat digunakan untuk memonitor respon terhadap CRT. Pada penggunaan CRT
13 20 diketahui akan menurunkan kadar NT-proBNP di awal pemakaian (Fruhwald dkk., 2007). Studi lain juga menunjukkan peptida natriuretik dapat digunakan untuk memprediksi pasien yang berisiko tinggi mengalami sudden cardiac death (Berger dkk., 2002). 2.5 Stratifikasi Risiko SKA Pasien SKA yang datang ke rumah sakit pertama kalinya dapat memiliki presentasi klinis yang berbeda-beda mulai dari manifestasi keluhan yang ringan hingga komplikasi yang mengancam nyawa. Kondisi saat awal hospitalisasi dapat berubah secara drastis baik selama periode perawatan maupun pasca keluar rumah sakit. Hal ini disebabkan karena SKA merupakan kondisi koroner tidak stabil yang dinamis yang rentan untuk terjadi iskemia berulang dan berbagai komplikasi fatal jangka pendek maupun jangka panjang (Hamm dkk., 2011). Penatalaksanaan pasien SKA harus melibatkan penilaian prognosis untuk menentukan pasien mana yang memiliki risiko yang lebih tinggi sehingga dapat diberikan intervensi yang tepat. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan cara penilaian risiko secara klinis, petanda biokimia, atau sistem skor. Stratifikasi risiko ini tidak hanya untuk menilai risiko jangka pendek pada pasien SKA namun juga risiko jangka panjang (Hamm dkk., 2011) Stratifikasi risiko bedasarkan klinis dan elektrokardiogram Presentasi klinis pada awal dapat digunakan untuk memprediksi prognosis jangka pendek pada pasien SKA. Pasien dengan keluhan yang menetap saat
14 21 istirahat memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang keluhannya hanya timbul pada saat beraktivitas. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat presentasi awal mengindikasikan prognosis yang buruk yang memerlukan penatalaksanaan yang cepat (Hamm dkk., 2011). Gambaran elektrokardiogram (EKG) awal juga dapat digunakan untuk memprediksi risiko jangka pendek. Pasien dengan EKG normal memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang menunjukkan inversi gelombang T atau depresi segmen ST pada rekaman EKG. Pasien dengan elevasi segmen ST memiliki risiko yang paling tinggi pada kelompok ini (Hamm dkk., 2011) Stratifikasi risiko berdasarkan sistem skor Penilaian risiko dapat dilakukan secara kuantitatif menggunakan sistem skor. Beberapa sistem skor telah dikembangkan untuk memprediksi risiko baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem skor yang sering dipakai adalah skor risiko TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) dan GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events). Skor GRACE memberikan prediksi yang paling baik tetapi penerapannya memerlukan perhitungan yang kompleks. Skor TIMI memiliki kelebihan pada penggunaannya yang sederhana tetapi akurasinya lebih rendah (Hamm dkk., 2011).
15 Stratifikasi risiko dengan petanda biokimia Petanda biokimia merupakan bagian integral dalam pengelolaan pasien kardiovaskular. Pada pasien dengan keluhan nyeri dada atau sesak napas akut, petanda biokimia memegang peranan penting dalam proses penegakan diagnosis, stratifikasi risiko, dan memandu pemberian terapi. Selain itu petanda biokimia juga menggambarkan berbagai aspek dari patofisiologi SKA, mulai dari aspek imuno-inflamasi, kerusakan miokardium, aktivasi platelet hingga aktivasi neurohormonal (Hamm dkk., 2011). Troponin T atau I merupakan petanda biokimia yang paling banyak digunakan pada SKA. Troponin meningkat pada sirkulasi perifer dalam kondisi infark miokard. Peningkatan kadar troponin dihubungkan dengan lesi koroner yang lebih kompleks, trombus yang lebih banyak, gangguan aliran darah yang lebih berat, dan perfusi mikrovaskular yang sangat berkurang. Pasien SKA dengan peningkatan kadar troponin memiliki risiko 4x lebih tinggi untuk mengalami kematian atau infark miokard (Morrow, 2010). Identifikasi pasien berisiko tinggi yang ditandai dengan peningkatan kadar troponin berguna untuk penentuan modalitas terapi yang akan diberikan. Namun troponin sendiri tidak dapat digunakan sebagai petanda tunggal untuk stratifikasi risiko. Hal ini disebabkan oleh karena pada sekelompok pasien dengan troponin negatif didapatkan memiliki risiko yang lebih tinggi dengan laju mortalitas di rumah sakit sebesar 12% (Hamm dkk., 2011). Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari petanda biokimia lain yang dapat digunakan untuk melakukan stratifikasi risiko pasien SKA. Petanda
16 23 inflamasi merupakan petanda biokimia yang paling banyak diteliti mengingat peran penting proses imuno-inflamasi pada patofisiologi SKA. Petanda inflamasi yang banyak digunakan untuk memprediksi risiko SKA adalah high-sensitivity C- reactive protein (hscrp). Petanda inflamasi lain yang diketahui memiliki kapasitas prediktor pada SKA adalah myeloperoxidase (Morrow, 2010). Petanda biokimia lain yang diduga memiliki kaitan dengan prognosis SKA adalah petanda yang berkaitan dengan stres hemodinamik, petanda yang berkaitan dengan proses aterosklerosis, serta petanda yang berkaitan dengan kerusakan vaskular. Hubungan antara petanda-petanda biokimia yang digunakan sebagai stratifikasi risiko SKA dapat dilihat pada gambar 2.3. Peptida natriuretik seperti BNP dan NT-proBNP merupakan petanda neurohormonal yang dilepaskan pada kondisi stres hemodinamik pada jantung. Petanda yang berkaitan dengan proses aterosklerosis antara lain yaitu glukosa darah dan HbA1c. Sedangkan petanda yang berkaitan dengan kerusakan vaskular misalnya adalah mikroalbuminuria, cystatin C, dan estimated glomerular filtration rate (egfr) (Morrow, 2010, defilippi dan Seliger, 2009).
17 24 Gambar 2.3 Petanda-petanda biokimia yang dapat digunakan untuk menilai prognosis pada SKA (defilippi dan Seliger, 2009) 2.6 NT-proBNP pada SKA Peptida natriuretik (BNP dan NT-proBNP) merupakan petanda biokimia yang saat ini banyak digunakan pada pasien gagal jantung. Pada kondisi gagal jantung terjadi peningkatan beban volume dan tekanan yang menyebabkan peregangan dinding ventrikel. Stres pada dinding ventrikel akan mengakibatkan dilepaskannya BNP dan NT-proBNP ke dalam darah. Hal ini melatarbelakangi banyaknya penggunaan peptida natriuretik sebagai modalitas diagnostik gagal jantung. Namun peptida natriuretik diketahui kurang akurat dalam mengidentifikasi disfungsi ventrikel pada pasien dengan keluhan yang minimal, terutama pada pasien PJK. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa peningkatan BNP
18 25 dan NT-proBNP mungkin disebabkan oleh proses kardiak lain selain disfungsi ventrikel (Bibbins-Domingo dkk., 2003). Satu kemungkinan penyebab peningkatan BNP dan NT-proBNP adalah iskemia miokard. Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan kadar BNP dengan iskemia miokard (Bibbins-Domingo dkk., 2003). Peningkatan BNP pada kondisi iskemia bahkan didapatkan walaupun fungsi ventrikel kiri masih normal (Goetze dkk., 2003). Bagaimana patomekanisme peningkatan BNP dan NT-proBNP akibat iskemia miokard masih belum jelas. Diduga bahwa kondisi iskemia menyebabkan sel kardiomiosit untuk melepaskan BNP secara langsung. Pada kondisi hipoksia miokard didapatkan peningkatan dari gen yang mengekspresi BNP. Selain itu peregangan dinding ventrikel akibat iskemia mungkin juga berperan dalam meningkatnya kadar BNP (Salama dkk., 2011, Goetze dkk., 2003). Hubungan BNP dalam patogenesis aterosklerosis kemungkinan berhubungan dengan petanda biokimia baru yaitu ST2 dan interleukin-33 (IL-33). Keseimbangan antara ST2 dan IL-33 memberi efek protektif dengan cara mengurangi perkembangan lesi aterosklerotik. Bila terjadi ketidakseimbangan antara reseptor ST2 dan IL-33 akan menyebabkan perkembangan dari lesi aterosklerotik (Miller dkk., 2008). Studi menunjukkan peningkatan kadar soluble ST2 berkorelasi dengan peningkatan kadar BNP dan NT-proBNP (Sanada dkk., 2007). Pelepasan BNP pada kondisi iskemia diduga untuk memberikan efek protektif terhadap miokardium. Peptida natriuretik berperan untuk membatasi luas
19 26 miokard yang mengalami infark selama kondisi iskemia dan reperfusi. Mekanisme proteksi ini berhubungan dengan akumulasi cgmp dan pembukaan saluran ion kalium yang sensitif ATP. Aktivasi awal reseptor peptida natriuretik melalui sistem sinyal cgmp akan memberikan respon autokrin dan parakrin yang penting dalam kondisi iskemia. Respon tersebut meliputi respon inotropik, regulasi tonus vaskular koroner, serta supresi respon pertumbuhan dan proliferasi pada berbagai lingkungan seluler (Salama dkk., 2011). Gambar 2.4 Kaskade iskemia dengan petanda biokimia yang dilepaskan (Salama dkk., 2011) Pada SKA terjadi iskemia miokard yang lebih berat dibanding kondisi PJK kronik. Selain iskemia sebagian kelompok pasien SKA juga mengalami kerusakan
20 27 pada miokardiumnya. Kerusakan miokard akan menimbulkan perubahan awal dari struktur miokardium ventrikel (remodeling). Hal tersebut akan menimbulkan berbagai respon pada tingkatan seluler dengan dilepaskannya berbagai petanda biokimia, termasuk BNP dan NT-proBNP. Hubungan antara SKA dan pelepasan petanda biokimia dapat dilihat pada gambar 2.4 (Salama dkk., 2011). Setelah kejadian infark miokard akan terjadi peningkatan kadar BNP plasma secara cepat dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam (gambar 2.5). Bila setelah infark terjadi gagal jantung yang berat maka akan didapatkan puncak kenaikan kedua setelah hari ke-5. Kapan waktu yang optimal untuk memeriksa kadar BNP atau NT-proBNP untuk kepentingan prognostik masih belum diketahui dengan jelas (Morrow dkk., 2007). Gambar 2.5 Perubahan kadar petanda biokimia mulai dari onset nyeri dada (Sinning dkk., 2008)
21 28 Nilai cut off konsentrasi BNP atau NT-proBNP yang memberikan makna prognostik pada pasien SKA juga masih belum diketahui. Beberapa studi menunjukkan kadar BNP plasma > 80 pg/ml dapat dijadikan cut off untuk menilai pasien SKA yang berisiko tinggi. Namun khusus untuk NT-proBNP belum ada studi yang memvalidasi berapa batas konsentrasi yang memberikan nilai prognostik pada pasien SKA (Morrow dkk., 2007). Beberapa kondisi selain gagal jantung dan SKA diketahui juga dapat meningkatkan kadar NT-proBNP. Kondisi tersebut adalah gagal ginjal akut atau kronik, infeksi, sepsis, penyakit hati akut maupun kronis, emboli paru serta kemoterapi (Daniels dan Maisel, 2007). Pemeriksaan NT-proBNP sebagai salah satu upaya untuk melakukan stratifikasi risiko memiliki nilai lebih dibandingkan pemeriksaan petanda biokimia lainnya. Tidak seperti petanda inflamasi, BNP dan NT-proBNP merupakan petanda spesifik yang menunjukkan keterlibatan miokardium bila terjadi perubahan atau gangguan hemodinamik. Hal ini akan memberi informasi prognostik dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan penggunaan petanda biokimia lainnya (Heeschen dkk., 2004).
BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit
Lebih terperincidari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J
PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam
1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta
Lebih terperinciPEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT
PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. Terhitung sebanyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun 2004 mencapai 30% dibandingkan tahun 1975 yang hanya 5%. Data Survei
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini
61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) dan merupakan salah satu faktor risiko kematian dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS)
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium terhadap oksigen yang disediakan oleh pembuluh darah koroner.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah sindrom koroner akut (Lilly, 2011). Sindom koroner akut (SKA) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
Lebih terperinciBAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari
BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 32 pasien stroke iskemik fase akut
51 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 32 pasien stroke iskemik fase akut nondiabetik yang menjalani rawat inap di bangsal Penyakit Saraf RS Dr.Kariadi Semarang selama periode Juni 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Aliran Darah Koroner Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilatasi arteriol setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik subyek penelitian Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive sampling pada penderita dengan stenosis jantung koroner
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,
lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global pada saat ini. Prevalensi global diabetes pada orang dewasa diperkirakan meningkat dari 6,4 % pada tahun 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokard Akut 2.1.1. Definisi Infark Miokard Akut adalah manifestasi klinis yang terjadi akibat oklusi dari arteri koroner, yang menimbulkan terjadinya nekrosis dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dan masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi di negara-negara maju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. Penyakit jantung iskemik menyebabkan 7 juta kematian dan menjadi penyebab
Lebih terperinciPasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF. 22 orang. Cek darah. 15 mg pioglitazone slm 12 mgg. Cek darah
Pasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF Kriteria eksklusi: Anemia Edema preibial Cr. Serum >1,4 mg/dl R. Ca VU 22 orang Cek darah 15 mg pioglitazone slm 12 mgg Cek darah Diabetes mellitus
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan sindroma klinis nyeri dada disebabkan oleh kerusakan miokard yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang
Lebih terperincisebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,
Lebih terperinciABSTRAK... 1 ABSTRACT
DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya proses degeneratif kronik pada pembuluh darah koroner yang sudah dimulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya
Lebih terperinciManajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan
Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mensuplai miokard. Aterosklerosis merupakan suatu keadaan inflamasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) dengan manifestasi angina tidak stabil dan infark miokard dengan atau tanpa elevasi segmen ST merupakan keadaan yang mengancam nyawa
Lebih terperinciBAB 2 TIJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus (DM) 2.1.1 Definisi Diabetes Diabetes merupakan penyakit yang heterogonik, baik karena manifestasinya maupun karena jenisnya. Diabetes adalah sindrom yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO, 7.254.000 kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gagal jantung hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia(jessup dan Brozena, 2013). Prevalensi gagal jantung masih cukup tinggi, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada manusia, terutama usia dewasa. Insidensi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lipid 2.1.1. Deskripsi Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat dapat larut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian ke-11. Pada 1986 kondisi naik menjadi peringkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinci