PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh"

Transkripsi

1 PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca!!! Wassalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

2 STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF REGULATION PADA MAHASISWA YANG TELAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRA- NIKAH DI UNISBA SKRIPSI Disusun Dalam Rangka Melengkapi Salah Satu Persyaratan Menempuh Sidang Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Disusun Oleh : Nama : Feri Indriyati NPM : UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS PSIKOLOGI BANDUNG 2014

3

4 MOTTO Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. QS. Thahaa [20] : Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesudah kesulitan itu ada kemudahan. QS. Al Insyirah [94] : 5-6

5 Kupersembahkan skripsi ini untuk mama dan papa tercinta yang selalu mendoakanku secara diam-diam tanpa diminta dan bersedia menarik tanganku, memapah serta menopangku tatkala aku terjatuh saat salah mengambil langkah, ~ TERIMA KASIH ~

6 ABSTRAK Feri Indriyati, NPM : , 2014, Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation Pada Mahasiswa Yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pra-Nikah Di Unisba. UNISBA adalah salah perguruan tinggi di Bandung yang bernuansa Islam memiliki tujuan pendidikan mewujudkan 3M, yaitu mewujudkan mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti), dan mujaddid (pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami, maka dalam proses pembelajaran banyak dimuati pendidikan ke- Islaman yang wajib diikuti yaitu Pendidikan Agama Islam setiap semester, mentoring Agama Islam, pesantren mahasiswa dan sarjana. Pendidikan ke-islaman tersebut ditujukan untuk memberi bekal mahasiswa agar segala sesuatunya tidak menyimpang dari agama, salah satunya di dalam Islam mengatur bagaimana cara mengenal lawan jenis, yaitu melalui ta aruf. Walaupun mahasiswa telah dibekali Pendidikan Agama Islam dalam perkuliahannya namun masih banyak perilaku yang tidak sesuai dengan visi-misi UNISBA. Terdapat mahasiswa yang tidak memiliki perencanaan dalam menjauhi perilaku hubungan seks pra-nikah, tidak ada target untuk menikah, tidak mampu mengendalikan perilaku sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, tidak fokus dalam melaksanakan strategi perencanaan, tetap menggunakan cara yang sama ketika mengalami kegagalan dalam menjauhi perilaku hubungan seks pra-nikah dan tidak memiliki solusi yang lain Self-regulation menunjukkan adanya koordinasi antara pikiran, perasaan, dan tindakan yang telah direncanakan dan bagaimana proses tersebut disesuaikan untuk pencapaian individu agar mencapai tujuannya. Self regulation turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam menjauhi hubungan seks pra-nikah. Berdasarkan hal tersebut peneliti bermaksud untuk meneliti self regulation mahasiswa yang melakukan seks pra-nikah dengan pacar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jumlah subjek sebanyak 21 (dua puluh satu) mahasiswa UNISBA. Pengumpulan data menggunakan kuesioner self regulation yang dikemukakan oleh Zimmerman. Alat ukur disusun peneliti dengan menggunakan metoda skala likert. Uji validitas menggunakan teknik validitas konstruk dan dari 60 item diperoleh item valid sebanyak 57 item. Item yang valid diuji reliabiltas demgan hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% mahasiswa memiliki self regulation yang rendah. Berdasarkan fase dari self regulation diperoleh hasil bahwa 71% mahasiswa memiliki kemampuan yang rendah dalam melakukan perencanaan (forethought), 57% mahasiswa memiliki kemampuan yang rendah dalam melaksanakan rencana (performance) dan 100% mahasiswa memiliki kemampuan yang rendah dalam melakukan evaluasi dari tindakan dan rencana yang telah disusun sebelumnya (self reflection). Page i

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu alaikum Wr. Wb Maha Besar Allah yang telah memberikan ilmu kepada manusia. Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, karena atas izin dan limpahan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation Pada Mahasiswa Yang Telah Melakukan Hubungan Seks Pra-Nikah Di Unisba. Skirpsi ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai self regulation pada mahasiswa UNISBA. Skripsi ini juga berguna bahan kajian dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama bagi mereka yang tertarik untuk membahas lebih jauh tentang pengaruh ataupun hubungan self regulation dengan atribut psikologis lainnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti sidang sarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis menghadapi hambatan dan rintangan yang tidak dapat dihindari, namun Syukur Alhamdulillah berkat bimbingan, bantuan, sumbangan pikiran dan dorongan dari berbagai pihak yang selalu menyertai penulis, akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan, kelemahan dan keterbatasan yang ada pada skripsi ini, karena kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membacanya. Wassalamu alaikum Wr. Wb Bandung, Januari 2014 Feri Indriyati Page ii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada : 1. Drs. Agus Sofyandi Kahfi, M. Si selaku pembimbing yang telah begitu banyak membantu, memberikan banyak saran dan koreksi dalam penulisan skripsi ini. Terima Kasih Kang sudah mau membimbing serta telah memberikan waktu dan kesabarannya kepada Saya sampai akhirnya skripsi ini selesai. 2. DR. Umar Yusuf selaku dekan fakultas psikologi dan dosen wali penulis yang memberikan banyak masukan. 3. Papa dan Mama serta adik-adik telah merangkul dan membantu bangkit kembali ketika Saya putus asa. 4. Ghulbuddin Himamy, S. Psi (Imam), sahabat penulis yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan banyak memberikan masukanmasukan yang berguna kepada penulis. 5. Logy Puteri Afdanea, Intan Permatasari dan Sri Hasti, terima kasih di semester ini kita habiskan untuk berjuang bersama dan saling menyemangati ketika down. 6. Para subyek penelitian yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah mau meluangkan waktu berharganya untuk membantu penulis. Terima kasih atas kepercayaannya, insya Allah kerahasiaan Kalian akan Saya jaga. 7. Dan seluruh pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bandung, Januari 2014 Feri Indriyati Page iii

9 DAFTAR ISI ABSTRAK.. i KATA PENGANTAR.. ii UCAPAN TERIMA KASIH iii DAFTAR ISI. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Self Regulation Pengertian Self Regulation Tiga Tahapan Proses Self Regulation Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Self Regulation Karakteristik Individu Masa Dewasa Awal Pengertian Dewasa Awal Perkembangan Kognitif Masa Dewasa Awal Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal iv

10 2.2.4 Ciri-Ciri Masa Dewasa Awal Aspek-aspek Perkembangan Masa Dewasa Awal Pengertian Mentoring, Pesantren Mahasiswa, PAI I (Aqidah), dan PAI III (Akhlak) Universitas Islam Bandung (UNISBA) Mentoring Pesantren Mahasiswa PAI I (Aqidah) PAI III (Akhlak) Seks Pra-nikah (Seks Bebas) Pengertian Seks Pra-nikah (Seks Bebas) Dampak Seks Pra-nikah (Seks Bebas) Penjelasan Ayat Al-Quran dan Hadist Mengenai Larangan Melakukan Hubungan Seks Pra-nikah Kerangka Pikir Bagan Kerangka Pikir BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Identifikasi Variabel Operasional Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional 56 v

11 3.4 Populasi dan Sampel Alat Ukur Cara Pengerjaan Alat Ukur Penskoran Alat Ukur Kisi-kisi Alat Ukur Pengujian Alat Ukur Validitas Alat Ukur Reliabilitas Alat Ukur Teknik Pengolahan dan Analisis Data Prosedur Penelitian Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Tahap Pengolahan Data Tahap Pembahasan Tahap Akhir (penyelesaian) 74 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil Pengolahan Data Penelitian Gambaran Umum Subjek Penelitian Hasil Pengolahan Data Self Regulation Hasil Pengolahan Data Self Regulation pada Setiap Fase Pembahasan.. 87 vi

12 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran.. 93 DAFTAR PUSTAKA.. 94 LAMPIRAN-LAMPIRAN vii

13 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dan dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (UU 2 tahun 1989, pasal 16, ayat (1)). Tujuan didirikan perguruan tinggi yaitu menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dunia perguruan tinggi merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Di sinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai individu untuk menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai norma dalam masyarakat. Dalam hal ini perguruan tinggi memiliki peran yang cukup besar untuk membangun moral. Definisi mahasiswa itu sendiri merupakan sebutan yang diberikan kepada seseorang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan batasan usia antara tahun. Sedangkan menurut Hurlock umur tahun masuk ke dalam masa dewasa awal. Pada masa ini, mereka memiliki tugas perkembangan antara lain memilih teman hidup, dalam hal ini mahasiswa mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis. Mahasiswa berada pada tahap transisi dari masa remaja ke masa Page 1

14 BAB I PENDAHULUAN dewasa awal yang telah matang fisiologis (organ seksual dan reproduksi), dimana hormon-hormon seksnya telah matang dan telah siap melakukan tugas reproduksi, namun karena adanya tuntutan menyelesaikan pendidikan dan belum mandiri dalam hal ekonomi menyebabkan mereka menunda pernikahan. Secara umum dalam struktur masyarakat, mahasiswa merupakan generasi intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang baik. Mahasiswa seharusnya lebih mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Secara umum, tuntutan dan harapan masyarakat adalah menginginkan agar mahasiswa menjadi manusia bermoral dan intelek sehingga mampu membersihkan ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada, juga diharapkan mampu menjadi inovator pembangunan di dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Mahasiswa merupakan generasi yang seharusnya dituntut untuk mengembangkan profesionalisme mereka untuk membangun negara dan menegakkan norma. Namun kondisi ini ironis dengan status tersebut berdasarkan kenyataan di lapangan ditemukan perilaku-perilaku menyimpang yang justru dilakukan oleh kalangan mahasiswa sendiri, seperti mabuk-mabukan, penganiayaan, pencurian, membunuh, memeras, menjambret, berkelahi dengan senjata tajam, tawuran, perjudian, penyalahgunaan narkoba serta perilaku seks pra-nikah ( com). Di kehidupan manusia, masa dewasa awal merupakan suatu tahapan transisi dalam perkembangan yang memiliki tugas perkembangan tertentu. Tugas perkembangan menurut Havighurt (dalam Hurlock, 1980) adalah tugastugas yang harus diselesaikan oleh individu pada fase-fase atau periode kehidupan Page 2

15 BAB I PENDAHULUAN tertentu. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Pada masa teknologi secanggih sekarang ini, informasi dari media massa memainkan peranan yang cukup penting dalam pembentukan pola pikir dan perilaku. Banyak informasi yang bisa didapat kapan pun waktunya. Efek dari hal tersebut, seseorang menjadi lebih terbuka dengan adanya perubahan-perubahan dan lebih terbuka untuk mencoba hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan, termasuk hal-hal baru yang berhubungan dengan perilaku seksual. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rafsanjani (2006) bahwa setiap individu pastilah belajar. Tidak hanya dari sekolah, tapi juga belajar informal dalam lingkungan sosial. Mereka melihat, mendengar, menghayati, dan mencoba hal-hal baru, termasuk perilaku seksual dalam berpacaran. Asumsi masyarakat mengenai gaya berpacaran yang tidak sehat semakin tinggi. Mereka banyak yang melihatnya sebagai hal yang wajar, yaitu Page 3

16 BAB I PENDAHULUAN bagian dari modernisasi dan terdengar keren ( Berdasarkan laporan hasil survei MCR-PKBI / Mitra Citra Remaja Jawa Barat, bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan, yaitu datting, kissing, necking, peting, dan coitus. Berdasarkan jawaban yang masuk faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi 63,8%; selanjutnya faktor kurang taat menjalankan agama 55,79%; rangsangan seksual 52,63%; sering nonton blue movie 49,47%; tidak ada bimbingan orang tua 9,47%; pengaruh tren 24,74%; tekanan dari lingkungan 18,42%; dan masalah ekonomi 12,11% (Tempo, 2006). Perkembangan peradaban manusia begitu pesat. Apalagi dengan dukungan dari perkembangan teknologi, kehidupan manusia di seluruh dunia terasa saling berakulturasi. Hal ini membuat budaya budaya manusia juga ikut tercampur. Percampuran budaya merupakan hal yang tidak negatif apabila dapat diterima dengan bijak dan dapat dipilih oleh budaya lainnya. budaya barat mulai masuk dan sedikit demi sedikit menggeser budaya Timur dalam berbagai bidang. Termasuk budaya moral dan tingkah laku masyarakat. Sebagai contoh akulturasi budaya barat adalah dengan berubahnya cara pandang masyarakat Timur dalam menata hubungan sosial masyarakatnya. Dahulu, menjalin hubungan dengan lawan jenis untuk saling mengenal (berpacaran), merupakan hal yang tabu untuk dilakukan karena dianggap menyalahi budaya Timur. Namun hal itu sekarang sudah tidak berlaku bagi kebanyakan masyarakat Timur. Tiap tiap orang diberi kebebasan untuk mencari dan memilih pasangannya sendiri dengan berpacaran. Makna berpacaran bagi masyarakat Page 4

17 BAB I PENDAHULUAN (dalam hal ini mahasiswa dewasa awal) sekarang ini kurang diperhatikan sehingga makna asli berpacaran berubah. Berpacaran yang seharusnya merupakan saat untuk saling mengenal lawan jenis, disalahartikan sebagai ajang untuk saling mengeksplorasi sumber daya pasangannya yang padahal belum tentu akan menjadi pasangan hidupnya kelak. Suatu hubungan seksual seharusnya dilakukan dengan pasangannya ketika mereka sudah menikah. Norma masyarakat di Indonesia yang berlaku dari dahulu hingga sekarang, yakni hubungan seksual hanya boleh dilakukan oleh pria dengan wanita yang telah disatukan secara sah dalam ikatan pernikahan. Hubungan seksual yang dilakukan di luar pernikahan atau sebelum ada ikatan yang sah dalam pernikahan disebut non marital sex. Adapun hubungan seks yang dilakukan di luar pernikahan terdiri dari dua macam, di antaranya seks pra-nikah dan seks ekstra nikah. Seks pra-nikah adalah hubungan seks yang dilakukan sebelum individu menikah (Crooks & Baur, 1999). Sedangkan ekstra nikah adalah hubungan seksual dengan seseorang selain suami atau istrinya (Bird & Melville, 1994). Hubungan seks pra-nikah umumnya dilakukan dalam suatu hubungan, misalnya dengan pacar. Namun demikian saat ini, ada pula orang yang melakukan hubungan seksual dengan orang yang baru saja dikenal bahkan dengan orang yang belum dikenalnya. Dengan kata lain, seseorang melakukan hubungan seksual dengan orang lain didasari hanya pada ketertarikan fisik di antara mereka. Zaman sekarang ini berhubungan seks dengan pasangan tanpa nikah sudah menjadi hal biasa dan dianggap tidak aneh di kalangan masyarakat. Hal tersebut Page 5

18 BAB I PENDAHULUAN terlihat dari perilaku membiarkan, tidak menegur, dan dibebaskan dari peraturanperaturan pada sebagian tempat kos-kosan. UNISBA adalah salah perguruan tinggi di Bandung yang bernuansa Islam memiliki tujuan pendidikan mewujudkan 3M, yaitu mewujudkan mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti), dan mujaddid (pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami, maka dalam proses pembelajaran banyak dimuati pendidikan ke-islaman yang wajib diikuti yaitu Pendidikan Agama Islam setiap semester, mentoring Agama Islam, pesantren mahasiswa dan sarjana. Pendidikan ke-islaman tersebut ditujukan untuk memberi bekal mahasiswa agar segala sesuatunya tidak menyimpang dari agama, salah satunya di dalam Islam mengatur bagaimana cara mengenal lawan jenis, yaitu melalui ta aruf. UNISBA sebagai perguruan tinggi yang dikenal religius diharapkan mempunyai kontribusi untuk mengurangi seks pranikah di kalangan mahasiswa. Pada kenyataannya hasil interview awal menurut beberapa mahasiswa UNISBA yang melakukan hubungan seks pra-nikah, arti keperawanan sudah bukan hal yang penting lagi untuk dibahas, bukan lagi dipandang sebagai simbol kesucian seorang gadis. Arti keperawanan dipandang tidak terlalu penting karena sebagian dari pria dan wanita telah terbuai dengan asumsi terlanjur cinta. Mereka menganggap melakukan hubungan seks pranikah adalah hak individu yang tidak menjadi sebuah larangan karena dianggap sudah menjadi lumrah. Atas nama hak tersebut tidak ada lagi perbedaan dan menghakimi masa lalu orang lain yang menjadi pasangannya yang memiliki latar belakang pernah melakukan hubungan seks pranikah, termasuk dengan siapa saja dia dulu pernah melakukan hubungan seks. Asumsi ini, akhirnya makin Page 6

19 BAB I PENDAHULUAN mendorong tidak terkendalinya hasrat untuk lebih berani melakukan hubungan seks pranikah dan mengabaikan arti dari keperawanan. Keperawanan bukan menjadi prioritas lagi. Jika ada kesempatan dan situasi mendukung mereka akan melakukannya. Ketika mereka tidak dapat menahan hasrat seksualnya, maka mereka langsung melakukannya dan biasanya dilakukan di tempat kost, di mobil atau di villa yang orang tuanya memberikan kuncinya dengan bebas kepada anaknya. Mereka pun memasukkan Test pack kehamilan dalam daftar belanja rutin yang wajib ada tiap bulannya. Sesungguhnya mereka mengetahui apa itu seks pra-nikah, faktor-faktor yang melatarbelakangi seks pra-nikah, larangan seks pra-nikah dalam agama, mendapatkan dosa jika melakukan seks pra-nikah, resiko akibat melakukan hubungan seks pranikah, dan pencegahan cara menghindari seks pra-nikah hingga cara-cara melakukan hubungan seksual secara aman. Bahkan pengetahuan tersebut selain didapat dari lembaga pendidikan tempat berkuliahnya, mereka juga pernah mengikuti seminarseminar mengenai seks bebas dan penyakit menular seksual, baik atas keinginan sendiri maupun didaftarkan oleh orang tuanya. Walaupun demikian, mereka mengakui masih belum mampu mengontrol hasrat seksualnya dan mulai melakukannya semenjak masuk kuliah. Mereka melihat teman-teman dan kakak kelasnya pun seperti itu sehingga merasa tidak melanggar norma. Informasi yang didapat dari sebagian mahasiswa UNISBA dari masing-masing fakultas, ditemukan bahwa terdapat sebagian besar mahasiswa yang berpacaran belum memikirkan akan dibawa ke mana arah hubungan mereka yang terpenting menjalani saja hubungan yang sekarang. Mahasiswa kebingungan membedakan antara mana yang baik Page 7

20 BAB I PENDAHULUAN maupun yang buruk, karena yang dianggap baik di lingkungan keluarga, belum tentu dianggap baik di luar, begitu pula sebaliknya. Hal ini yang kemudian menyebabkan para mahasiswa semakin kehilangan pegangan akan hal yang seharusnya dia merasa malu menjadi merasa biasa, atau bahkan bangga. Dari sinilah banyak dari mahasiswa yang kemudian terdorong untuk berani melakukan hubungan seks pra-nikah, yang bahkan mereka tidak malu mengakuinya bahkan membanggakannya di lingkungan pergaulannya. Informasi yang didapat mengenai hubungan seksual secara aman dengan menggunakan alat pengaman (kondom) atau berhubungan seksual di saat haid membuat mahasiswa berani dan semakin sulit mengontrol keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Mereka belum berani berkomitmen serius dan mendatangi orang tua pasangannya karena belum memiliki penghasilan tetap untuk bekal berumah tangga sehingga ketika bertemu diam-diam (backstreet). Dalam diri mereka masih senang main, senang-senang, dan belum ingin mencari kerja sehingga saat mendapat reaksi penolakan menikah dari orang tua pasangannya, mereka tidak mau berjuang mempertahankan tujuannya untuk menikah. Sebagian mahasiswa UNISBA membawa pasangan wanitanya ke rumah untuk diperkenalkan kepada orang tuanya dan pasangan prianya mendatangi orang tua pasangan wanita untuk melamar serta membicarakan niat baiknya untuk menikah. Kedua belah pihak merundingkan target tanggal pernikahannya. Mereka mengatakan mampu untuk menahan tidak melakukan seks pra-nikah saat keinginan tersebut muncul kembali karena mempertimbangkan resiko yang akan diterimanya kelak dan Page 8

21 BAB I PENDAHULUAN memilih untuk berpuasa ataupun mempersingkat waktu pertemuan bahkan menunda pertemuan (tidak bertemu) dengan pacarnya. Mereka pun mengurangi waktu pertemuan dengan cara menyibukan diri dengan kegiatan-kegiatan di organisasi, bermain dengan teman, dan berolah raga. Terkadang mereka membuat kegiatan positif, misalnya mengadakan bakti sosial, saling membantu mengerjakan tugas jika ada kesulitan, dan berjualan bersama. Tidak semua mahasiswa berhasil mengambil dan melunakkan hati orang tua pasangannya. Orang tua belum mengizinkan menikah karena belum selesai kuliah, belum memiliki penghasilan tetap, dan menganggap emosi masih belum stabil (ketakutan orang tua anaknya gagal dalam pernikahan). Dari alasan dan pertimbangan orang tua seperti itu, maka mereka membuktikan keseriusannya dengan cara kuliah dengan sungguh-sungguh dan mengambil mata kuliah semester ke atas agar cepat selesai kuliahnya serta bekerja menjadi pengajar kursus atau meminta proyekan dari dosen-dosen, berbisnis (berjualan on line), ngeband/menyanyi dan menjadi MC mengisi di acara-acara musik. Mereka juga saling menunjukkan perhatian dan membantu orang tua pasangannya serta mengajak rekreasi maupun makan bersama. Apabila fenomena tersebut dikaitkan konsep teori Zimmerman, sebagian mahasiswa UNISBA belum memiliki perencanaan dalam mengambil suatu keputusan untuk menjauhi hubungan seks pra-nikah (forethought), belum fokus terhadap pernikahan dan belum menjadikan feedback sebagai insight (performance or volitional control), serta belum mampu membandingkannya dengan standar norma, tidak puas dengan hasil, baik dari perencanaan yang telah dibuat maupun pelaksanaan Page 9

22 BAB I PENDAHULUAN tindakan dan monoton atau tidak mengubah strategi dengan yang baru ketika mengalami kegagalan untuk menjauhi hubungan seks pra-nikah dalam proses menuju pernikahan (self reflection). Sebagian mahasiswa sisanya telah memiliki perencanaan yang jelas dalam mengambil suatu keputusan (forethought), fokus terhadap pernikahan dan menjadikan feedback sebagai insight (performance or volitional control), serta mampu membandingkannya dengan standar norma, merasa puas dengan hasil dari pelaksanaan tindakan dan mengubah variasi strategi dengan yang baru ketika mengalami kegagalan dalam proses menuju pernikahan (self reflection). Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa sebagian mahasiswa UNISBA pada masa dewasa awal memiliki derajat self regulation yang rendah dan sebagian mahasiswa lagi memiliki derajat self regulation yang tinggi. Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik meneliti Studi deskriptif mengenai self regulation pada mahasiswa UNISBA masa dewasa awal yang melakukan seks pra-nikah. 1.2 Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam penelitian ini terdapat satu variabel, yaitu Self regulation yang secara umum berarti proses pengendalian dan pengaturan diri dalam mengambil keputusan untuk bertindak. Self-regulation refer to self-generated thoughts, feelings, and actions that are planned and cyclically adapted to the attainment of personal goals (Barry J. Page 10

23 BAB I PENDAHULUAN Zimmerman; dalam Boekarts, 2000:14). Dari pernyataan tersebut, Self-regulation menunjukkan adanya koordinasi antara pikiran, perasaan, dan tindakan yang telah direncanakan dan bagaimana proses tersebut disesuaikan untuk pencapaian individu agar mencapai tujuannya. Self regulation turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam menjauhi hubungan seks pra-nikah. Barry J. Zimmerman menyatakan self regulation ini meliputi tiga tahapan, yaitu forethought, Performance or volitional control, dan Self reflection. Secara umum seks pra-nikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan mulai dari necking, petting sampai intercourse dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum. Sedangkan menurut Sarwono (2003) menyatakan, bahwa seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing) berciuman belum sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking), dan bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama (petting), dan yang sudah bersenggama (intercourse), yang dilakukan diluar hubungan pernikahan. Page 11

24 BAB I PENDAHULUAN Jadi, self-regulation menghindari hubungan seks pra-nikah pada mahasiswa adalah pengendalian diri mahasiswa untuk tidak melakukan hubungan seks pra-nikah dengan pasangan yang berlainan jenis (pacar) sebelum adanya ikatan pernikahan. Peneliti menelusuri self-regulation pada mahasiswa yang berada dalam masa dewasa awal yang telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Pada masa dewasa awal organ-organ seksual telah matang dan hormon-hormon seks telah berfungsi sehingga keinginan untuk melakukan hubungan seks pra-nikah pun muncul. Berdasarkan data awal yang diperoleh menunjukkan tidak semua mahasiswa UNISBA mampu mengendalikan diri untuk menahan tidak melakukan hubungan seks pra-nikah. Apabila dilihat dari konsep teori Zimmerman, individu yang memiliki self regulation yang tinggi, maka mahasiswa telah memiliki perencanaan yang matang ke arah jenjang pernikahan sehingga mampu menjauhi hubungan seks pra-nikah (forethought), kosentrasi dalam kegiatan positif dengan niat ibadah untuk menikah bukan semata kesenangan akan hawa nafsu saat itu juga (performance or volitional control), serta ketika merasa kurang puas terhadap upaya yang telah dilakukannya, maka akan membuat dan mencoba strategi yang baru. Sedangkan individu yang memiliki self regulation yang rendah, maka mahasiswa akan menampilkan perilaku yang sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran self regulation pada mahasiswa UNISBA masa dewasa awal yang melakukan seks pra-nikah? Page 12

25 BAB I PENDAHULUAN 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empirik mengenai derajat self regulation pada mahasiswa UNISBA masa dewasa awal yang melakukan seks pra-nikah. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Praktis : 1. Memberikan informasi mengenai gambaran self regulation pada mahasiswa UNISBA masa dewasa awal yang melakukan seks pra-nikah. Agar dapat memberikan pendidikan dan intervensi yang efektif baik preventif maupun kuratif mengenai seks pra nikah di kalangan mahasiswa serta treatment untuk meningkatkan self regulation. 2. Memberikan masukan kepada pihak universitas agar dapat mengkaji ulang mata kuliah Pendidikan Agama Islam supaya dalam penyajian materinya diterapkan tata cara berpacaran dan berinteraksi dengan lawan jenis yang dikaitkan dengan nilai-nilai Islam. Page 13

26 BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Dalam upaya menjelaskan materi permasalahan yang terkandung di dalam penelitian ini, maka uraian dari sisi teoritik memiliki makna dan relevansi yang cukup penting untuk dipaparkan. Hal ini akan mengarah pada aplikasi teoritik dalam masalah penelitian. Sehubungan dengan hal itu, bagian berikut ini akan mencoba memberikan bahasan dan kajian tentang tinjauan teoritik seputar materi penelitian yaitu self regulation. Untuk memudahkan pembahasan, maka tinjauan teoritis ini akan diawali dengan membahas tentang self regulation kemudian dilanjutkan dengan program pendidikan UNISBA, dewasa awal, dan seks pra-nikah. 2.1 Self Regulation Pengertian Self Regulation Self regulation merupakan suatu interaksi dari faktor - faktor pribadi, tingkah laku, dan lingkungan (Bandura, 1986; dalam Boekarts, 2000:13). Self Regulation adalah tugas seseorang untuk mengubah respon-respon seperti mengendalikan impuls atau dorongan perilaku, menahan hasrat, mengontrol pikiran dan mengubah emosi (Kowalski, 2000). Regulasi diri adalah suatu sistem dari pribadi sadar seseorang yang memonitor perilakunya dan mengevaluasi perilaku apa saja yang dapat memberikan pengaruh pada dirinya. Self Regulasi diperlukan untuk mencapai ekuilibrasi dalam proses pemikirannya (Piaget). Page 14

27 BAB II TINJAUAN TEORITIS Self-regulation refer to self-generated thoughts, feelings, and actions that are planned and cyclically adapted to the attainment of personal goals (Barry J. Zimmerman; dalam Boekarts, 2000:14). Self-regulation menunjukkan adanya koordinasi antara pikiran, perasaan, dan tindakan yang telah direncanakan dan bagaimana proses tersebut disesuaikan untuk pencapaian individu agar mencapai tujuannya. Jadi, secara umum self-regulation adalah proses pengendalian dan pengaturan diri dalam mengambil keputusan untuk bertindak Tiga Tahapan Proses Self Regulation Kemampuan self regulation ini meliputi tiga tahapan menurut Barry J. Zimmerman, yaitu: 1. Forethought Fase ini melibatkan proses yang terjadi sebelum adanya usaha-usaha untuk bertindak dan berpengaruh terhadap usaha-usaha tersebut dengan melakukan persiapan pelaksanaan tindakan tersebut. Ada dua sub aspek dari fase ini, yaitu task analysis dan self motivation beliefs. a. Task analysis, bentuk yang utama dari task analysis ialah goal setting. Goal setting berkaitan dengan keputusan yang diambil terhadap hasil belajar atau performance (perbuatan) yang spesifik (Locke&Latham, 1990; dalam Boekarts, 2000:17). Individu yang memiliki self regulation tinggi akan memiliki goal system yang tersusun secara hirarki dan proses tujuan-tujuan Page 15

28 BAB II TINJAUAN TEORITIS tersebut akan dijalankan sebagai self regulator untuk mendapatkan tujuan atau hasil yang sama dengan hasil yang pernah dicapai. Bentuk kedua dari task analysis ialah strategic planning (Weinstein & Mayer, 1986; Boekaerts, 2000:17). b. Self motivation beliefs, proses yang mendasari forethought dalam goal setting dan strategic planning ialah proses-proses pokok dari self motivation beliefs, yaitu self efficacy, outcome expectations, intrinsic interest/value, dan goal orientation. Self efficacy mengacu pada keyakinan diri untuk belajar ataupun bertindak secara efektif, sementara outcome expectations mengacu pada keyakinan mengenai hasil performance (Bandura, 1997; Boekarts, 2000:17). Self efficacy beliefs mempengaruhi pencapaian tujuan seperti berikut ini: semakin mampu seseorang mempercayai diri mereka sendiri, semakin tinggi tujuan-tujuan yang mereka kumpulkan bagi diri mereka sendiri, dan semakin kuat mereka tetap bertahan pada tujuan-tujuan tersebut (Bandura, 1991; Locke & Latham, 1990; dalam Boekarts, 2000:18). Hasil yang diperoleh memberikan motivasi atau nilai-nilai intrinsik yang dapat melengkapi dan bahkan melebihi hasil yang diperoleh (Deci, 1975; Lepper & Hodell, 1989; dalam Boekarts, 2000:18). Goal orientation adalah motivasi dari dalam diri untuk mencapai suatu tujuan dan usaha yang dilakukan oleh individu agar memiliki performance yang lebih baik (Pintrich & Schunk, 1996; dalam Boekarts, 2000:18). Page 16

29 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. Performance or volitional control Performance or volitional control melibatkan proses yang terjadi selama peristiwa itu berlangsung dan pengaruhnya terhadap persiapan yang telah dibuat dan tindakan yang dilakukan. Pada fase ini melibatkan dua sub aspek, yaitu self control dan self observation. a. Self control, proses self control meliputi self instruction, imagery, attention focus, dan task strategies. Self instruction adalah gambaran bagaimana seseorang melakukan proses tugasnya (Schunk, 1982; dalam Boekarts, 2000:19). Imagery atau bentuk dari gambaran mental merupakan suatu proses yang digunakan dalam self control secara luas untuk encoding dan performance. Imagery sering digunakan oleh para ahli psikologi olahragawan seperti pemain skate, penyelam, pesenam, untuk membayangkan kesuksesan yang akan diperoleh terhadap rencana mereka, sehingga dapat meningkatkan performance mereka (Garfield & Bennet, 1985; dalam Boekarts, 2000:19). Bentuk ketiga dari self control adalah attention focus, yaitu roses yang dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi seseorang pada satu hal dan mengabaikan hal yang lainnya. Proses attention focus ini dapat efektif jika seseorang dapat mengabaikan gangguan-gangguan yang ada di sekitarnya dalam melaksanakan rencananya dan menghindari ingatan-ingatan kesalahan pada masa lampau (Kuhl, 1985; dalam Boekarts, 2000:19). Bentuk terakhir dari self control adalah task strategies. Task strategies membantu proses Page 17

30 BAB II TINJAUAN TEORITIS belajar dan pelaksanaan tugas dengan menyederhanakan suatu tugas menjadi bagian-bagian yang penting dan mengorgansasikannya. b. Self observation, mengacu pada pengamatan seseorang mengenai pelaksanaan tugas mereka, kondisi sekelilingnya, dan akibat yang ditimbulkan (Zimmerman & Paulsen, 1995; dalam Boekarts, 2000:19). Berkaitan dengan self observation ini dikemukakan akan lebih baik jika individu mengingat suatu performance yang berhasil dilakukan daripada mengingat performance yang gagal dilakukan. Self observation meliputi self recording dan self experimentation. Ada beberapa ciri dari self observation yang mempengaruhi keefektifannya, yaitu ciri yang pertama adalah proximity, mengacu pada seberapa dekat feedback yang diberikan dengan performance, merupakan variabel yang paling menentukan (Bandura, 1986; Kadzin, 1974; dalam Boekarts, 2000:20). Ciri kedua yang menunjukkan kualitas yang tinggi dari self observation adalah adanya informasi dari feedback terhadap performance. Sementara yang ketiga adalah keakuratan dari self observation, dan yang terakhir adalah valensi dari feedback terhadap tingkah laku. Self recording merupakan suatu teknik dari self observation yang dapat meningkatkan proximity (kedekatan), makna, keakuratan, dan valensi (daya tarik) dari feedback (Zimmerman & Kitsantas, 1996: 20). Dengan merekam atau mencatat segala sesuatunya yang terjadi di lingkungan, seseorang dapat menangkap informasi tentang pribadinya Page 18

31 BAB II TINJAUAN TEORITIS pada saat itu juga, menyusunnya menjadi informasi yang sangat penting, mempertahankan keakuratannya tanpa mempedulikan adanya gangguangangguan dan menyediakan data-data untuk memberikan fakta yang tajam terhadap kemajuan yang telah dicapai. Self observation akan lebih lengkap dengan adanya self experimentation, ketika self observation yang dilakukan secara alami dalam tingkah laku tidak memberikan informasi diagnosa yang kuat, individu dapat melakukan percoban sendiri secara sistematis berbagai aspek dari fungsi diri yang dipertanyakan. Self observation yang sistematis seperti ini dapat membuat individu memahami pribadinya dan melakukan performance or volitional control yang lebih baik. 3. Self Reflection Self reflection melibatkan proses yang terjadi setelah adanya usaha-usaha pada fase performance dan mempengaruhi reaksi (tindakan) individu terhadap pengalamannya tersebut. Bandura (dalam Boekarts, 2000:21) mengidentifikasi dua sub aspek yang pada self reflection yang berhubungan dengan self observation, yaitu self judgement dan self reaction. Page 19

32 BAB II TINJAUAN TEORITIS a. Self judgement Self Judgement mencakup self evaluating terhadap performance seseorang dan causal attributions. Self evaluation menunjukkan perbandingan hasil pemantauan informasi yang diperoleh dengan standar atau tujuan yang ingin dicapai. Ada 4 kriteria yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi diri, yaitu mastery, previous performance, normatif, dan collaborative. Kriteria mastery meliputi penggunaan rangkaian kelaskelas dari ujian atau tes yang hasilnya diurutkan dari tingkat yang rendah ke tingkat yang tinggi. Previous performance atau self criteria melibatkan perbandingan performance tingkah laku seseorang saat ini dengan tingkah laku sebelumnya (Bandura, 1997; dalam Boekarts 2000:21). Sedangkan kriteria normative melibatkan perbandingan sosial dengan performance seseorang, seperti teman maupun populasi pada lingkup tersebut. Kriteria yang terakhir adalah collaborative, digunakan terutama dalam kerjasama sebuah tim (Bandura, 1991; dalam Boekarts, 2000:22). Causal attribution berkaitan dengan hasil seperti apakah performance yang buruk berkaitan dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki atau karena usaha yang dilakukan belum maksimal. Attributional judgement sangat penting peranannya pada self reflection, karena atribusi yang salah akan mendorong individu untuk bereaksi negatif dan menurunkan usahanya dalam memperbaiki kemampuannya (Weiner, Page 20

33 BAB II TINJAUAN TEORITIS 1979; dalam Boekarts, 2000: 22). Atribusi tidak otomatis memberikan self evaluation yang positif atau negatif, tetapi lebih bergantung pada penilaian kognitif terhadap beberapa faktor yang menunjang, seperti persepsi terhadap keyakinan pribadi atau kondisi-kondisi yang menunjang dari lingkungan (Bandura, 1991; dalam Boekarts, 2000:22). Proses forethought juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap attributional judgement. Orang-orang yang membuat rencana selama forethought menggunakan strategi khusus dan melaksanakannya selama fase performance, lebih mengkaitkan kegagalan yang dialaminya dengan strategi yang digunakan daripada dikarenakan kemampuan yang dimilikinya rendah (ketidakmampuan), dimana hal ini dapat mengganggu kepribadian (Zimmerman & Kitsantas, 1997; dalam Boekarts, 2000: 23). b. Self reaction Self evaluation dan attributional judgement berhubungan erat dengan dua bentuk pokok dari self reaction, yaitu self satisfactions dan adaptive inferences. Self satisfactions melibatkan persepsi terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dan menghubungkan dengan performance seseorang. Hal tersebut penting, karena umumnya seseorang akan mengambil tindakan yang memberikan kepuasan dan efek yang positif dan menghindari tindakan yang mengakibatkan ketidakpuasan dan efek yang tidak menyenangkan, seperti kecemasan (Bandura, 1991, dalam Page 21

34 BAB II TINJAUAN TEORITIS Boekarts, 2000:23). Ketika self satisfaction yang timbul sesuai dengan tujuan yang telah dicapai, orang-orang mengarahkan tindakannya dan mendorong diri untuk tetap berusaha. Dengan demikian, motivasi seseorang tidak hanya berasal dari tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari reaksi penilaian diri sendiri terhadap tingkah laku yang dihasilkan. Tingkat self satisfaction seseorang juga bergantung pada nilai intrinsik dan penting atau tidaknya suatu tugas. Adaptive or defensive inferences merupakan kesimpulan seseorang tentang perlunya mengubah self regulatory dalam usaha berikutnya untuk belajar atau tampil (melakukan). Adaptive inferences sangat penting karena mengarahkan orang-orang ke bentuk performance self regulation yang baru dan lebih baik secara potensial, seperti dengan mengubah tujuan secara hirarki atau memilih strategi yang lebih efektif (Zimmerman & Martines-Pons, 1992; dalam Boekarts, 2000:23). Self reaction mempengaruhi proses forethought dan seringkali memberikan pengaruh yang sangat kuat pada rangkaian tindakan di masa yang akan datang terhadap tujuan individu yang paling penting dan menjauhi individu dari rasa takut yang dalam Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Regulation Pembelajaran Self regulation didasari oleh asumsi teori triadik resiprokalitas. Menurut teori ini perilaku terjadi karena ada tiga determinan yang saling berkaitan yakni diri (self), perilaku (behavior), dan lingkungan Page 22

35 BAB II TINJAUAN TEORITIS (environment) (Bandura ). Berkaitan dengan hal ini maka faktor-faktor yang mempengaruhi self regulation berasal dari tiga determinan ini. Zimerman menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi self regulation sebagai berikut. (Zimmerman,1986. Journal of Continuing Education in Nuring, ). a. Faktor Personal Termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan mahasiswa, proses metakognisi, tujuan yang hendak dicapai, dan afeksi. Paris dan Winograd membagi pengetahuan menjadi tiga yakni pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional (Paris & Winograd 2002, Menurut Zimmerman, dari ketiga jenis pengetahuan itu yang merupakan pengetahuan bagi mahasiswa yang melaksanakan self regulation adalah pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional, sedangkan pengetahuan deklaratif dan pengelolaan diri bersifat interaktif. Ini artinya, dengan semakin baiknya pengetahuan prosedural (yakni mengkomposisikan perencanaan langkah-langkah untuk mencapai tujuan jangka pendek) dan pengetahuan kondisional (yakni menggunakan strategi yang tepat untuk memfasilitasi penyelesaian target), maka mahasiswa yang melaksanakan self regulation akan dapat mencapai tujuannya, yaitu dapat menghindari perilaku hubungan seks pra-nikah yang dilarang agama. Metakognisi mengacu pada proses pembuatan dan pengambilan keputusan yang mengatur pemilihan dan penggunaan bentuk pengetahuan. Semakin matang seseorang dalam menggunakan bentuk pengetahuan (yang Page 23

36 BAB II TINJAUAN TEORITIS meliputi pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional) maka semakin matang perilakunya dalam membuat perencanaan dalam self regulation. Pembuatan perencanaan yang matang ini penting sekali karena perencanaan ini mendasari perencanaan digunakan dalam memahami hal-hal apa saja yang harus dilakukan, penyusunan tujuan, persepsi mengenai efikasi, penggunaan pengetahuan deklaratif dan prosedural, kondisi afeksi, dan hasil kontrol perilaku. Tujuan berpengaruh terhadap self regulation dalam hal realististidaknya tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang tidak realistis dan memungkinkan untuk dicapai serta tidak terlalu mudah atau terlalu sukar akan membuat seseorang termotivasi untuk mencapainya. b. Faktor Perilaku Hal yang termasuk dalam faktor perilaku meliputi observasi diri (self observation), penilaian diri (self judgement), dan reaksi diri (self reaction). Observasi diri mengacu pada respon yang berkaitan dengan pemantauan perilakunya secara sistematis. Penilaian diri mengacu pada respon mahasiswa yang berkaitan dengan pembandingan secara sistematis terhadap usaha mereka dengan standar tujuan. Mahasiswa yang melakukan penilaian diri' memiliki upaya yang lebih besar, efikasi diri yang lebih baik, dan kesadaran yang lebih baik. Mahasiswa yang bereaksi positif terhadap upayanya maka akan dapat meningkatkan upayanya. c. Faktor Lingkungan Lingkungan berpengaruh terhadap kegiatan seseorang. Lingkungan yang kondusif akan membuat mahasiswa yang melaksanakan pembelajaran self Page 24

37 BAB II TINJAUAN TEORITIS regulation, dan sebaliknya pada lingkungan yang kurang kondusif akan membuat kesulitan berkonsentrasi dalam mengerjakan program-program (perencanaan dan strategi) yang ada. Adanya mahasiswa yang lebih dulu melakukan hubungan seksual sebelum ada ikatan pernikahan lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang menunda hubungan seksual hingga ada ikatan pernikahan Karakteristik Self Regulation Individu (Zimmerman, 1989; Boekaerts, 2000:17-23) Karakteristik Individu dengan Self Regulation Tinggi Individu yang memiliki kemampuan Self Regulation yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Memiliki goal system yang tersusun secara hierarki, dan proses tujuan tersebut akan dijalankan sebagai regulator untuk mendapatkan tujuan atau hasil yang sama dengan hasil yang pernah dicapai sebelumnya b. Dapat memotivasi dirinya sendiri dan mampu mengarahkan tindakannya pada tujuan yang hendak dicapai c. Mampu melakukan manajemen waktu yang baik d. Ketika mengalami kegagalan, mereka menganggap usahanya kurang maksimal atau Page 25

38 BAB II TINJAUAN TEORITIS strategi yang digunakan kurang efektif. Hal ini termasuk dalam kelompok individu yang self efficacious, yang mana mereka akan berusaha meningkatkan atau memperbaiki usahanya e. Tingkat self satisfaction bergantung pada nilai intrinsik atau penting tidaknya suatu tujuan f. Mengarah pada adaptive inferences, yang mana individu dapat mengubah tujuannya secara hirarki atau memilih strategi yang lebih efektif Karakteristik Individu dengan Self Regulation Rendah Karakteristik individu yang memiliki kemampuan self regulation yang rendah adalah sebagai berikut: a. Goal system yang dimilikinya tidak tersusun secara hierarki. Masing-masing proses tujuan yang ada tidak dapat berfungsi sebagai regulator, sehingga tidak dapat mengarahkan tindakannya pada tujuan atau hasil yang sama dengan hasil yang pernah dicapai sebelumnya. b. Mempunyai motivasi yang rendah sehingga tidak mampu mengarahkan tindakannya pada tujuan yang akan dicapai c. Ketika mengalami kegagalan di dalam pencapaian tujuannya, individu cenderung untuk menarik diri Page 26

39 BAB II TINJAUAN TEORITIS d. Tingkat self satisfaction bergantung pada nilai ekstrinsik seperti adanya pujian atau hadiah e. Mengarah pada defensive inferences yang dapat melindungi dari ketidakpuasan dan akibat-akibat yang tidak disukai pada masa yang akan datang. 2.2 Dewasa Awal Pengertian individu dewasa (adolescence) adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1993;246). Hurlock membagi masa dewasa dalam tiga tahapan berdasarkan usia, yaitu : 1. Masa dewasa awal (early adolescencei) ; usia tahun 2. Masa dewasa madya (middle adolescence) ; usia tahun 3. Masa dewasa akhir (senescence) usia 60 tahun kematian Pengertian Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Orang dewasa berarti individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Page 27

40 BAB II TINJAUAN TEORITIS Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu dewasa awal di harapkan memainkan peran baru, seperti peran sebagai suami atau istri, sebagai orang tua, dan sebagai pencari nafkah. Individu dewasa awal juga diharapkan dapat mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan dan nilai-nilai baru serta melaksanakan tugas-tugas baru Perkembangan Kognitif Piaget percaya bahwa seorang remaja dan seorang dewasa berpikir dengan cara yang sama, namun beberapa ahli perkembangan percaya bahwa baru pada saat dewasalah individu mengatur pemikiran operasional formal mereka, sehingga mereka dapat merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah yang dialami. Menurut Gisela Laboivie-Vief integrasi baru dari pikiran terjadi pada masa dewasa awal. Pada masa ini akan menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam memecahkan masalah Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal Menurut Havighurst (Hurlock, 1997;10), yang dimaksud dengan tugas-tugas perkembangan adalah suatu tugas yang timbul pada suatu periode dalam perkembangan seseorang. Adapun kemampuan untuk melaksanakan tugas ini membawa pada kebahagiaan dan kesuksesan pada tugas-tugas berikutnya, sedangkan kegagalan akan membuat seseorang tidak bahagia dan membawa kesukaran dalam Page 28

41 BAB II TINJAUAN TEORITIS menghadapi tugas berikutnya. Tugas-tugas perkembangan yang diharapkan dapat tercapai oleh individu dewasa awal disusun oleh Havighurst (Hurlock, 1997:10), antara lain : 1. Mulai bekerja 2. Memilih pasangan 3. Belajar hidup dengan tunangan 4. Mulai membina keluarga 5. Mengasuh anak 6. Mengelola rumah tangga 7. Mengambil tanggung jawab sebagai warna negara 8. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan sekurang-kurangnya ada tiga aspek kekuatan tersebut adalah : 1. Adanya kematangan fisik yang dimiliki individu 2. Adanya tekanan-tekanan (berupa harapan dan kewajiban-kewajiban) cultural dari masyarakat 3. Adanya nilai-nilai dan kemauan pribadi (aspirasi seseorang) Dalam penguasaan tugas-tugas perkembangan ini, ada beberapa faktor yang dapat menghalanginya yaitu : 1. Tingkat perkembangan yang mundur 2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada bimbingan untuk dapat menguasainya. 3. Tidak ada motivasi Page 29

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut keagamaan sangat besar. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya masalah yang timbul di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan sehari-hari yang semakin sibuk, padat dan menguras tenaga. Terutama bagi orang dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara demi kelangsungan kesejahteraan rakyatnya, dan untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara, yang memerlukan perhatian agar dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern, persaingan untuk mendapatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang handal semakin ketat. Setiap perusahaan, membutuhkan tenaga-tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini lebih spesifik dibanding tingkat SMA. Disiplin ilmu yang disediakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan kepada pasien yang berada di ruang rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah komponen dalam hidup yang sangat penting, tanpa kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan ataupun untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat

Lebih terperinci

Lampiran 1 KATA PENGANTAR

Lampiran 1 KATA PENGANTAR Lampiran 1 KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian mengenai self regulation dari siswa SMA. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com).

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Penyandang cacat terdapat di semua bagian dunia, jumlahnya besar dan senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (www.pikiran-rakyat.com). Menurut

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai fase performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014 Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Banyak faktor dan proses yang dilalui oleh mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan tinggi. Pendidikan yang diperoleh di masa perguruan tinggi ini biasanya lebih spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap saat. Proses belajar bagi individu sudah dimulai sejak manusia lahir terutama dari

Lebih terperinci

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa Riasnugrahani, Missiliana, dan Lidwina, Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2003 yang Memiliki IPK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi perbincangan hangat dalam agama Katolik. Beragamnya latar belakang yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk meneruskan pembangunan bangsa ini. Penerus bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh seseorang menjadi bekal untuk masa depannya. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning

BAB 2 Kajian Teori A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning BAB 2 Kajian Teori A Self Regulated Learning 1 Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman dan Martinez-Pons mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu bentuk dari organisasi adalah perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Menurut Tata Sutabri. S. Kom, MM (2006), setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin kompetitif, perkembangan teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang semakin ketat, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat, pendidikan dirasakan tidak cukup bila dilakukan di dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi dan Humaniora ISSN 2089-3590 Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba 1 Eni Nuraeni N., 2 Dwie Rahmatanti Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kemampuan untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap individu

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Angkatan 2012 Description Study of Self Regulated Learning in

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation pada Siswa Atlet SMPN 1 Lembang. Suchi Fuji Astuti,

Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation pada Siswa Atlet SMPN 1 Lembang. Suchi Fuji Astuti, Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation pada Siswa Atlet SMPN 1 Lembang 1 Suchi Fuji Astuti, 2 Hedi Wahyudi 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://abstrak.digilib.upi.edu/direktori/tesis/administrasi_pendidikan/ ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

BAB I PENDAHULUAN. (http://abstrak.digilib.upi.edu/direktori/tesis/administrasi_pendidikan/ ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan suatu bangsa. Isjoni (2006) menyatakan bahwa pendidikan adalah ujung tombak suatu negara. Tertinggal

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 HUBUNGAN SELF-REGULATION DENGAN PRESTASI BALAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNISBA 1 Yuli Aslamawati, 2 Eneng Nurlailiwangi, 3

Lebih terperinci

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Barang siapa yang tidak mau merasakan sakitnya belajar, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya ilmu. Sahabat Waktu hanya memberikan kita kesempatan satu kali,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan dan salah satunya adalah permasalahan sosial. Masalah sosial selalu dijadikan topik pembicaraan di kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kemampuan selfregulation akademik dari siswa-siswi underachiever kelas 3 SMU IPEKA TOMANG Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang saat ini semakin cepat dan berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam system dunia yang mengglobal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dalam struktur masyarakat, mahasiswa merupakan generasi intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang baik. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 174 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan mengenai selfesteem dua wanita dewasa muda yan pernah melakukan hubungan seksual pranikah di Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut

Lebih terperinci

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :. Data Pribadi Nama (inisial) Kelas/No. Absen Usia Alamat/Telp :.(L/P)* :. :. :. :..... Pekerjaan Ayah/Ibu Pendidikan Ayah/Ibu Nilai raport saat ini* : / : / : a. di atas rata-rata kelas b. rata-rata kelas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rita Sugiharto Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membaca merupakan kegiatan yang akrab dengan manusia. Kegiatan membaca berlangsung terus menerus selama manusia hidup. Mulai dari membaca merk makanan, judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA. Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia

REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA. Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia Email: shirleymelitasembiring@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan manusia yang berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dewasa awal (Potter & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, 2001), tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap BAB I PENDAHULUIAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat khususnya dikalangan remaja cenderung meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap penyalahgunaan

Lebih terperinci