DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus... 01

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus... 01"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus BAB II. SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL BAB III INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH A. Interaksi radiasi dengan molekul air (radiolisis air) B. Interaksi radiasi dengan DNA C. Interaksi radiasi dengan kromosom D. Interaksi radiasi dengan sel 12 E. Radiosensitivitas Sel BAB IV EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH A. Klasifikasi Efek Radiasi B. Efek Radiasi Pada Organ Tubuh Kulit Mata Tiroid Paru Organ reproduksi Sistem Pembentukan Darah Sistem Pencernaan Janin BAB V SINDROMA RADIASI AKUT BAB VI. EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA BAB VII RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI Daftar Pustaka i

2 EFEK RADIASI PADA SISTEM BIOLOGI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Radiasi tidak dapat dilihat, dirasa atau diketahui keberadaannya oleh tubuh dan paparan radiasi yang berlebih dapat menimbulkan efek yang merugikan. Pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan tehnik kerja dengan menggunakan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya paparan radiasi yang tidak diinginkan. Pemanfaatan radiasi pada berbagai bidang untuk kesejahteraan manusia dapat dilakukan tanpa batas selama selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan keselamatan radiasi. Prosedur proteksi bertujuan untuk mencegah terjadinya efek deterministik pada individu dengan mempertahankan dosis di bawah ambang dan untuk memperkecil risiko terjadinya efek stokastik pada populasi di masa kini dan masa mendatang. Materi dalam modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai berbagai efek radiasi pada sistem biologi tubuh manusia. Tujuan Instruksional Umum: Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mengetahui dan memahami berbagai efek radiasi pada tubuh yang meliputi interaksi radiasi dengan materi biologi, klasifikasi efek radiasi, efek pada berbagai organ dan sistem tubuh akibat pajanan radiasi lokal dan sindroma radiasi akut, serta efek kontaminasi radionuklida. Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan dapat: 1. Memahami biologi sel sebagai unit fungsional terkecil dalam tubuh 1

3 2. Memahami interaksi radiasi dengan materi biologi yaitu dengan molekul air, DNA, kromosom dan sel serta radiosensitivitas sel 3. Memahami berbagai jenis efek radiasi yang meliputi efek somatik, efek genetik, efek segera, efek tertunda, efek deterministik, efek stokastik dan efek bystander 4. Memahami efek radiasi pada beberapa organ tubuh akibat paparan radiasi lokal 5. Memahami sindroma radiasi akut akibat paparan radiasi seluruh tubuh 6. Memahami efek kontaminasi interna radionuklida. 2

4 BAB II SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh umumnya tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel merupakan unit fungsional terkecil dalam tubuh karena dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti melakukan pembelahan, pernapasan, pertumbuhan dan tanggapan terhadap rangsangan. Sel tubuh sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan fungsinya. Tubuh manusia dewasa terdiri dari sekitar seratus trilliun sel dengan diameter rerata sekitar 10 mikrometer. Sel pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus) yang keduanya dilindungi oleh suatu membran sel yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel dan mengatur transportasi bahan-bahan keluar masuk sel. Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi metabolisme penting sel antara lain mitokondria berfungsi sebagai sumber energi bagi sel; lisosom sebagai tempat sintesa enzim yang dibutuhkan sel; ribosom sebagai organ tempat sintesa protein; dan lainnya. Sedangkan inti sel mengandung suatu struktur biologik yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Instruksi genetika dari sebuah sel dikatakan sangat spesifik dan akan diturunkan secara menyeluruh melalui proses pembelahan sel. Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang membawa kode informasi tertentu dan spesifik untuk satu macam polipeptida yang harus disintesa oleh sel. Dari 23 pasang kromosom tersebut, 22 pasang yang dikenal dengan nama autosom mempunyai bentuk umum yang serupa baik untuk laki-laki maupun perempuan, sedangkan pasangan ke 23 mempunyai bentuk yang berbeda yang dikenal dengan kromosom seks. 3

5 Gambar 1. Struktur kromosom, (A) sebaran 46 buah kromosom dalam sebuah sel dan (B) kariotip kromosom sebagai susunan kromosom dari pasangan no. 1 sampai no. 23. Instruksi genetika pada kromosom tersusun dalam bentuk rantai panjang molekul DNA (Deoxyribonucleic acid). DNA merupakan sepasang rantai panjang polinukliotida berbentuk spiral ganda (double helix) yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Selama sel melakukan mitosis (pembelahan sel), spriral ganda DNA dibagi dua yang masing-masing akan digunakan sebagai cetakan (template) oleh sejumlah enzim untuk mensintesa molekul DNA yang identik dengan DNA awal. Oleh karena itu struktur DNA mengandung informasi yang dibutuhkan sel untuk melakukan replikasi. Gambar 2. Gambaran skematis yang kromosom dalam inti sel. menunjukkan hubungan antara DNA dengan 4

6 Sebuah nukliotida tersusun dari molekul gula (deoxyribose), basa nitrogen dan gugus fosfat. Empat jenis basa nitrogen yang terikat pada molekul gula dan saling berpasangan adalah Adenin (A) dengan Timin (T) dan Guanin (G) dengan Sitosin (C). Urutan dari pasangan basa tersebut mengekspresikan kode genetik yang dibawa yang dikenal sebagai gen. Fungsi DNA dalam inti sel adalah untuk mengendalikan faktor-faktor keturunan dan sintesa protein. Gambar 3. Struktur DNA yang menunjukkan ikatan antara gula, basa dan gugus fosfat. Selain itu juga terdapat asam nukleat lain yang terdapat dalam sitoplasma sel yaitu RNA (Ribonucleic acid). RNA berbentuk untai tunggal dengan gula ribosa dan basa penyusunya seperti DNA kecuali basa timin diganti dengan Urasil (U) dan fungsi dari RNA hanya berhubungan dengan sintesa protein. 5

7 BAB III INTERAKSI RADIASI DENGAN TUBUH Interaksi radiasi dengan materi biologi diawali dengan terjadinya interaksi fisik yaitu terjadinya proses eksitasi dan/ atau ionisasi, yang terjadi dalam waktu detik setelah paparan radiasi. Reaksi ini dalam waktu detik segera yang diikuti dengan interaksi fisikokimia yang menghasilkan pembentukan ion radikal. Selanjutnya terjadi reaksi kimia dengan menghasilkan radikal bebas dalam waktu 10-5 detik. Radikal bebas menginduksi terjadinya reaksi biokimia yang menimbulkan kerusakan khususnya pada DNA. Rangkaian proses ini diakhiri dengan terjadinya respon biologi yang dalam waktu harian sampai tahunan akan menimbulkan efek biologi. Elektron sekunder yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi dari elektron tersebut langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologi penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting. Gambar 4. Interaksi langsung dan tidak langsung radiasi foton dengan DNA. 6

8 A. Interaksi radiasi dengan molekul air (radiolisis air) Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air akan menghasilkan ion radikal yang kemudian akan dihasilkan radikal bebas (H* dan OH*). Radiakal bebas adalah suatu atom atau molekul yang bebas, tidak bermuatan dan mempunyai sebuah elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Keadaan ini menyebabkan radikal bebas menjadi tidak stabil, sangat reaktif dan toksik terhadap molekul organik vital tubuh. Radikal bebas yang terbentuk dapat saling bereaksi menghasilkan suatu molekul hidrogen peroksida yang stabil dan toksik. Mengingat sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tidak langsung. H 2 O H 2 O + + e - ion radikal (10-10 detik) H 2 O + H + + OH* e - + H 2 O OH - + H* radikal bebas (10-5 detik) B. Interaksi radiasi dengan DNA Kerusakan pada DNA sebagai akibat radiasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa, pembentukan dimer, putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya gula atau basa dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break dan putusnya kedua untai DNA pada posisi yang berhadapan, yang disebut double strand breaks. Radiasi LET tinggi dan dosis tinggi radiasi LET rendah menyebabkan sekumpulan kerusakan yang padat pada suatu lokasi tertentu pada DNA, disebut dengan clustered damage. Distribusi kerusakan yang tidak homogen ini lebih sulit untuk diperbaiki dibandingkan dengan kerusakan 7

9 DNA yang random. Clustered damage didefinisikan sebagai dua atau lebih kerusakan (basa teroksidasi, basa hilang, atau strand breaks) yang terjadi pada suatu tempat tertentu dalam struktur heliks DNA. Dosis sangat rendah sekitar 0,01 Gy dapat menimbulkan kerusakan clustered DNA, yang keseluruhan terdiri dari 20% double strand breaks dan 80% jenis kerusakan DNA lainnya. Total clustered damage akibat radiasi pengion 3 4 kali lebih besar dari double strand breaks dan nampaknya tidak terjadi pada sel yang tidak diirradiasi. Tingkat clustered damage yang terjadi segera setelah paparan radiasi dapat digunakan sebagai dosimeter yang relatif sensitif. Karena kumpulan kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki dan terakumulasi dalam sel, maka dapat dideteksi pada waktu yang lebih lama setelah paparan. Gambar 5. Kerusakan pada struktur DNA akibat paparan radiasi pengion. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi bila kerusakan yang terjadi terlalu banyak yang melebihi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan tidak dapat berlangsung dengan secara tepat dan sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi. 8

10 C. Interaksi radiasi dengan kromosom Kromosom terdiri dari dua lengan (telomer) yang dihubungkan satu sama lain dengan suatu penyempitan yang disebut sentromer. Pada salah satu fase dari siklus sel yaitu fase S (sintesa DNA), kromosom mengalami penggandaan untuk kemudian masuk ke dalam fase mitosis yaitu fase pembelahan dari satu sel menjadi dua sel anak. Radiasi menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah dan struktur kromosom (aberasi kromosom). Perubahan jumlah kromosom, misalnya menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan timbulnya kelainan genetik. Sedangkan kerusakan struktur kromosom berupa patahnya lengan kromosom yang terjadi secara acak dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya dosis radiasi. Bentuk aberasi kromosom yang dapat timbul akibat radiasi adalah: 1. Kromosom asentrik (fragmen asentrik), adalah potongan kecil kromosom yang tidak mengandung sentromer. Kromosom ini merupakan hasil dari terjadinya delesi atau pematahan pada lengan kromosom, baik terminal atau interstisial. 2. Kromosom cincin (ring), merupakan hasil penggabungan lengan kromosom dari dari satu kromosom yang sama. 3. Kromosom disentrik, adalah kromosom dengan dua buah sentromer sebagai hasil dari penggabungan dua kromosom yang mengalami patahan 4. Translokasi yaitu terjadinya perpindahan fragmen antar lengan dari kromosom yang sama atau dari dua kromosom. 9

11 Gambar 6. Aberasi kromosom pada sel darah limfosit manusia. Kanan, kromosom asentrik, cincin dan disentrik. Kiri, kromosom translokasi. Di antara jenis kerusakan struktur kromosom, disentrik adalah yang paling spesifik akibat radiasi. Dengan demikian jenis aberasi kromosom ini dapat digunakan sebagai dosimeter biologis. Perubahan pada struktur kromosom merupakan indikator kerusakan akibat pajanan radiasi pada tubuh yang sangat dapat diandalkan. Pemeriksaan aberasi kromosom pada sel darah limfosit sebagai sel tubuh yang paling sensitif terhadap radiasi, selain untuk memperkirakan tingkat keparahan efek radiasi dan risiko pada kesehatan, juga dapat digunakan sebagai dosimeter biologi. Aberasi kromosom dapat dibagi atas 2 kelompok utama yaitu aberasi tidak stabil dan aberasi stabil. Kromosom disentrik dan cincin merupakan aberasi tidak stabil karena sel yang mengandung kromosom ini akan mengalami kematian ketika melakukan pembelahan sel. Dengan demikian, penggunaan kromosom disentrik sangat terbatas oleh waktu karena jumlah sel yang mengandung kromosom ini akan terus menurun bersama dengan bertambahnya waktu pasca pajanan radiasi. Analisis frekuensi kromosom disentrik khususnya digunakan pada individu yang terpapar secara akut 10

12 akibat kerja atau dalam kasus kecelakaan radiasi yang harus dilakukan dalam waktu secepatnya pasca paparan radiasi. Translokasi merupakan aberasi kromosom bersifat stabil. Kromosom ini tidak hilang dengan bertambahnya waktu karena sel yang mengandung kromosom bentuk ini tidak mati ketika melakukan pembelahan sel. Dengan demikian adanya kromosom translokasi akan sangat berguna untuk digunakan sebagai indikator kerusakan genetik yang tetap ada meskipun dalam waktu yang lama setelah paparan radiasi atau sebagai indikator dari terjadinya akumulasi kerusakan untuk pendugaan risiko akibat radiasi. Analisis translokasi lebih sesuai bila digunakan untuk pemeriksaan paparan radiasi akut atau kronik yang dapat dilakukan beberapa tahun kemudian setelah terpapar radiasi. Translokasi berperan dalam perkembangan kelainan atau penyakit genetik dan dalam karsinogenesis termasuk proses aktivasi onkogen yang menyebabkan sel normal berkembang menjadi sel malignan. Dengan demikian pendeteksian adanya translokasi akan menjadi sangat penting dalam memprediksi kemungkinan risiko kanker yang mungkin diderita pada beberapa waktu kemudian. Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara aberasi kromosom dengan jenis kanker. Tabel 1. Hubungan antara aberasi kromosom stabil dengan kanker. Aberasi kromosom kanker Delesi 5q (5q-) :gen p53 Karsinoma kolon Delesi 1p (p31p36) Neuroblastoma Delesi 13q14 Retinoblastoma Delesi 3p (p14p23) Small-cell carcinoma (paru) Translokasi (6;14)(q21;q24) Karsinoma ovarium Translokasi (8;14)(q24;q23) Burkitt lymphoma Translokasi (9;22)(q34;q11) Chronic myelogenous leukemia Translokasi (11;14)(q13;q32) Chronic lymphocytic leukemia 11

13 D. Interaksi radiasi dengan sel Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel akan menyebabkan sel tetap hidup atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan yang terjadi secara enzimatis. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik dan tepat/sempurna dan juga tingkat kerusakan yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaannya sebelum terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi telah mengalami perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi sudah menjadi sel yang baru atau terubah/abnormal tetapi hidup. Selain itu, bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati. Gambar 7. Rangkaian proses yang terjadi pada sel akibat radiasi pengion. E. Radiosensitivitas Sel Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas terhadap paparan radiasi yang berhubungan dengan kematian sel, khususnya kematian reproduktif sel. Yang dimaksud dengan kematian reproduktif adalah hilangnya kemampuan sel untuk melakukan pembelahan (proliferasi) setelah sel melakukan mitosis 12

14 dua atau tiga kali. Radiosensitivitas suatu sel bergantung pada faktor fisik, kimia dan biologi sel. Faktor fisik antara lain meliputi LET radiasi, dosis, laju dosis, dan distribusi waktu paparan radiasi (tunggal dan fraksinasi). Senyawa kimia dapat memodifikasi tingkat radiosensitivitas sel yang dibedakan atas dua kelompok utama yaitu radioprotektor dan radiosensitizer. Sedangkan faktor biologi sel yang dimaksud antara lain kemampuan sel untuk melakukan proses perbaikan (repair) terhadap kerusakan pada DNA, posisi sel dalam siklus sel, usia, dan pola penggantian populasi sel dalam jaringan/organ. Penggantian populasi sel berhubungan dengan tingkat proliferasi atau kapasitas sel untuk melakukan pembelahan dan tingkat diferensiasi sel atau derajat perkembangan/kematangan sel. Sel yang paling sensitif adalah sel dengan tingkat proliferasi yang tinggi (aktif melakukan pembelahan) dan tingkat diferensiasi yang rendah. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat radiasi yaitu sel dengan tingkat diferensiasi yang tinggi dan tidak melakukan pembelahan. 13

15 BAB IV EFEK BIOLOGI RADIASI PADA TUBUH Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak sel yang rusak/mati, semakin parah gangguan fungsi organ yang dapat berakhir dengan hilangnya kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan fungsi sel atau kematian dari sejumlah sel menghasilkan suatu efek biologi dari radiasi yang bergantung antara lain pada jenis radiasi (LET), dosis, jenis sel dan lainnya. A. Klasifikasi efek radiasi Pada tubuh manusia, secara umum terdapat dua jenis sel yaitu sel genetik dan sel somatik. Sel genetik adalah sel oogonium (calon sel telur) pada perempuan dan sel spermatogonium (calon sel sperma) pada laki-laki. Sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Bila dilihat dari jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi, sehingga disebut pula sebagai efek pewarisan. Bila efek radiasi dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi maka disebut efek somatik. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu terpapar dalam waktu singkat (harian sampai mingguan) setelah pemaparan, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanantahunan) setelah terkena paparan radiasi, seperti katarak dan kanker. Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek 14

16 deterministik yang sebelumnya dikenal dengan efek non-stokastik, merupakan konsekuensi dari proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan terpapar. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%. Tetapi sebenarnya, tidak ada batasan dosis ambang untuk dapat menimbulkan perubahan pada sistem biologik. Serendah apapun dosis radiasi selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik baik pada tingkat molekul maupun seluler. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi meubah sel dengan fungsi yang berbeda. Sel yang mengalami modifikasi atau sel terubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistim kekebalan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. 15

17 SEL TERPAJAN RADIASI SEL MATI SEL HIDUP DISFUNGSI ORGAN SEL NORMAL SEL ABNORMAL EFEK DETERMINISTIK EFEK STOKASTIK Gambar 8. Hubungan antara kerusakan pada sel dengan efek deterministik dan stokastik. Paparan radiasi dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu. Semua efek yang terjadi akibat terjadinya proses modifikasi atau transformasi pada sel dan terdeteksi secara statistik ini disebut efek stokastik karena sifatnya yang acak. Dengan demikian, pada efek stokastik ini, tidak ada dosis ambang dan akan muncul setelah masa laten yang lama. Peluang terjadinya efek stokastik lebih besar pada dosis yang lebih tinggi, namun keparahannya tidak bergantung pada dosis. Tabel 2. Perkiraan risiko kanker dan efek pewarisan pada populasi terpajan radiasi. Risiko efek stokastik 10-2 Sv -1 Populasi terpapar Kanker Kanker non Efek Total fatal fatal pewarisan - Pekerja Radiasi - Masyarakat 4,0 5,0 0,8 1,0 0,8 1,3 5,6 7,3 Perubahan atau kerusakan pada materi genetik dapat pula terjadi akibat radiasi pada sitoplasma sel bahkan pada sel yang berada di sekitar atau berdekatan dengan sel yang terpapar radiasi secara langsung. Efek biologi yang timbul pada sel yang tidak dilintas radiasi secara langsung tetapi berada berdekatan dengan sel yang secara langsung dilintas radiasi pengion 16

18 disebut sebagai efek bystander. Penggunaan single particle microbeam, memungkinkan sebuah sel tertentu untuk diirradiasi dan efek biologi yang terjadi pada sel disekitarnya dapat diamati. Penelitian dengan transfer medium dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak diirradiasi telah menunjukkan bahwa sel yang diirradiasi mensekresikan suatu molekul/sinyal perusak dan mentransfernya ke sel terdekat (bystander) melalui komunikasi antar sel, gap junction. Efek bystander yang timbul berupa kematian sel, aberasi kromosom, mutasi dan transformasi onkogenik. Gambar 9. Efek Bystander yang terjadi dapat dimediasi oleh komunikasi gap junction intraseluler dari sel ke sel (A) atau transmisi faktor terlarut dari sel yang diirradiasi ke sel yang tidak diiradiasi melalui medium sel (B). B. Efek radiasi pada organ tubuh Respon dari berbagai jaringan dan organ tubuh terhadap radiasi pengion sangat bervariasi. Selain bergantung pada sifat fisik radiasi juga bergantung pada karakteristik biologi penyusun jaringan/organ tubuh terpajan. Diketahui bahwa setiap organ tubuh paling tidak tersusun dari 3 komponen yaitu pembuluh darah, jaringan ikat atau penunjang dan jaringan parenkhim. Tingkat sensitivitas dari jaringan penyusun organ berbeda-beda bergantung antara lain pada tingkat proliferasi atau diferensiasi yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat sensitivitas dari organ terhadap paparan radiasi. 1. Kulit Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Paparan radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) 17

19 sementara yang timbul dalam waktu beberapa jam dan kemudian menghilang. Beberapa minggu kemudian, eritema akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel stem/basal pada epidermis. Dosis sekitar 3 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan pengelupasan kulit (deskuamasi kering) dalam waktu 3 6 minggu setelah paparan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, sekitar Gy, akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister) serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 6 minggu kemudian. Kematian jaringan (nekrosis) timbul dalam waktu 10 minggu setelah paparan radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari kerusakan yang parah pada kulit dan pembuluh darah. Bila dosis yang di terima mencapai 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3 minggu. Gambar 10. Kerusakan pada kulit akibat paparan radiasi gamma berupa blister (kanan) dan ulceration (kiri). Efek stokastik pada kulit adalah kanker kulit. Keadaan ini, berdasarkan studi epidemiologi, banyak dijumpai pada para penambang uranium yang menderita kanker kulit di daerah muka akibat paparan radiasi dari debu uranium yang menempel pada muka. Hal yang sama juga terjadi pada 18

20 pasien radioterapi yang menggunakan orthovoltage ( kvp) atau superficial x-rays ( kvp). 2. Mata Mata terkena paparan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau protraksi) maupun paparan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata adalah struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Kerusakan pada lensa diawali dengan terbentuknya titik-titik kekeruhan atau hilangnya sifat transparansi sel serabut lensa yang mulai dapat dideteksi setelah paparan radiasi sekitar 0,5 Gy. Kerusakan ini bersifat akumulatif dan dapat berkembang sampai terjadi kebutaan akibat katarak. Tidak seperti efek deterministik pada umumnya, katarak tidak akan terjadi beberapa saat setelah paparan, tetapi setelah masa laten berkisar dari 6 bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun. 3. Tiroid Tiroid atau kelenjar gondok berfungsi mengatur proses metabolisme tubuh melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Kelenjar ini berisiko kerusakan baik akibat paparan radiasi eksterna maupun radiasi interna. Tiroid tidak terlalu peka terhadap radiasi. Meskipun demikian bila terjadi inhalasi radioaktif yodium maka akan segera terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan kerusakan. Paparan radiasi dapat menyebabkan tiroiditis akut dan hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroiditis akut sekitar 200 Gy. Efek stokastik berupa kanker tiroid. Hal ini banyak terjadi sebagai akibat paparan radiasi tindakan radioterapi (sampai 5 Gy) pada kelenjar timus bayi yang menderita pembesaran kelenjar timus akibat infeksi. Paparan radiasi pada kelenjar timus yang berada tepat di bawah kelenjar tiroid ini menyebabkan kelenjar tiroid juga terirradiasi walaupun dengan dosis yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan individu tersebut menderita kanker tiroid setelah dewasa. 19

21 4. Paru Paru dapat terkena paparan radiasi eksterna dan interna. Efek deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5 15 Gy. Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek. Setelah inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih singkat atau lebih lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel dan bentuk kimiawinya. Efek stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak dijumpai pada para penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja menginhalasi gas Radon-222 sebagai hasil luruh dari uranium. 5. Organ reproduksi Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau kemandulan. Paparan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan. Proses pembentukan sel sperma diawali dengan pembelahan sel stem/induk dalam testis. Sel stem akan membelah dan berdiferensiasi sambil bermigrasi sehingga sel yang terbentuk siap untuk dikeluarkan. Dengan demikian terdapat sejumlah sel sperma dengan tingkat kematangan yang berbeda, yang berarti mempunyai tingkat radiosensitivitas yang berbeda pula. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang sterilitas sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Dosis radiasi sampai 1 Gy menyebabkan kemandulan selama 20

22 beberapa bulan dan dosis 1 3 Gy kondisi steril berlangsung selama 1 2 tahun. Menurut ICRP 60, dosis ambang sterilitas permanen adalah 3,5 6 Gy. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopouse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis terendah yang diketahui dapat menyebabkan sterilitas sementara adalah 0,65 Gy. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu Gy, tetapi pada usia 40-an dibutuhkan dosis 5 7 Gy. Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik yang terjadi akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan individu terpajan. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau kelainan anatomik yang parah bahkan kematian prematur. 6. Sistem Pembentukan Darah Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah, adalah organ sasaran paparan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan secara tajam sel stem/induk pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun. Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih(lekosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel lekosit dapat dibedakan atas sel limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai 21

23 jenis sel darah ini bervariasi, sel yang paling sensitif adalah sel limfosit dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit. Gambar 11. kerusakan sel darah pasca paparan radiasi gamma 1 Gy dan 3 Gy. Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat paparan radiasi akut. 22

24 Gambar 12. Sebuah nomogram limfosit yang menunjukkan perubahan jumlah limfosit total/mm 3 dalam waktu 2 hari. Pada dosis yang lebih tinggi, individu terpapar umumnya mengalami kematian sebagai akibat dari infeksi karena terjadinya penurunan jumlah sel lekosit (limfosit dan granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena menurunnya jumlah trombosit dalam darah. Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda pertama yang terjadi setelah paparan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten sekitar 2 tahun dan puncaknya setalah setelah 6 7 tahun. 7. Sistem Pencernaan Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus halus. Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, diare, gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran pencernaan. 23

25 8. Janin Efek paparan radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung pada kehamilan pada saat terpapar radiasi. Dosis ambang yang dapat menimbulkan efek pada janin adalah 0,05 Gy. Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap pertama yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai dari proses pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan kematian janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2 7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8 40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Janin juga berisiko terhadap efek stokastik dan yang paling besar adalah risiko terjadinya leukemia pada masa anak-anak. Kemunduran mental diduga terjadi karena salah sambung sel-sel syaraf di otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang diperkirakan sekitar 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8-15 minggu dan sekitar 0,4-0,6 Gy untuk usia kehamilan minggu. Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja selama dosis radiasi yang mungkin diterimanya harus selalu dikontrol secara ketat. Komisi merekomendasikan pembatasan dosis radiasi yang diterima permukaan perut wanita hamil tidak lebih dari 1 msv. 24

26 BAB V SINDROMA RADIASI AKUT Paparan radiasi dosis cukup tinggi pada seluruh tubuh akan menimbulkan sindroma radiasi akut yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Kematian terjadi sebagai akibat kerusakan dan kematian sel dalam jumlah yang banyak dari organ dan sistem vital tubuh. Sindroma radiasi akut (SRA) adalah sekumpulan sindrom klinik yang terjadi dalam waktu beberapa detik sampai 3 hari setelah paparan radiasi pengion akut pada seluruh tubuh dengan dosis relatif tinggi ( 1 Gy). Perkembangan SRA meliputi (1) fase inisial sebagai fase timbulnya gejala klinis umum yang dikenal sebagai sindroma prodromal, (2) fase laten, (3) fase manifestasi kerusakan sistemik tubuh, dan (4) fase pemulihan atau kematian. Rangkuman singkat tentang perkembangan kerusakan dan keparahan SRA ditampilkan dari Tabel 3-6. Tabel 3. Sindroma prodromal sebagai tahap inisial SRA. Simptom Tingkat SRA dan perkiraan dosis akut radiasi pada seluruh tubuh (Gy) dan Sangat tindakan Rendah Sedang Parah Letal parah medis (1 2 Gy) (2 4 Gy) (4 6 Gy) (> 8Gy) (6 8 Gy) Muntah Waktu 2 jam 1 2 jam < 1 jam < 30 menit < 10 menit % kejadian Diare Tidak ada Tidak ada Rendah Parah Parah Waktu 3 8 jam 1 3 jam Menit 1 jam % kejadian < 10 > 10 Hampir 100 Sakit kepala Sangat ringan Sedang Parah Parah ringan Waktu 4 24 jam 3 4 jam 1 2 jam % kejadian Kesadaran Tidak terganggu Tidak terganggu Tidak terganggu Terganggu sedikit Hilang 25

27 Waktu Detik ~ menit % kejadian 100(>50 Gy) Suhu tubuh Normal Naik Demam Demam Demam tinggi tinggi Waktu 1 3 jam 1 2 jam < 1 jam < 1 jam % kejadian Tindakan Tindakan Tindakan Rawat pada Rawat jalan pada RS pada RS medis RS umum khusus khusus Tindakan paliatif Dengan paparan relatif homogen pada seluruh tubuh, prognosis diperoleh dari manifestasi klinik dan laboratorium. Gejala awal pada sindroma prodromal berupa mual, muntah, gangguan gastrointestinal, demam, hipotensi, eritema, dan perkembangan parotitis akut. Mual dan muntah terjadi 2 3 jam pada 33 50% pasien setelah paparan dosis 1 2 Gy. Jika dosis mencapai 2 4 Gy, kondisi ini terjadi pada 75-80% korban dalam waktu 1 2 jam. Peningkatan suhu tubuh, sakit kepala dan hipotensi dan juga diare singkat terjadi akibat paparan radiasi dosis 6 8 Gy. Ketika dosis dan laju dosis meningkat, mual dan muntah akan terjadi lebih cepat pada semua pasien dalam waktu beberapa menit setelah paparan. Pada kasus distribusi paparan yang tidak homogen, pasien mungkin merasakan panas yang diikuti dengan eritema dan pembengkakan pada bagian tubuh yang terpapar tinggi. Reaksi awal ini paling sering terjadi pada bagian kepala, leher, dan abdomen. Pemeriksaan laboratoroum penting untuk identifikasi limpopenia dan penurunan elemen seluler muda (pada sel stem erythroid sumsum tulang) pada 3 hari pertama pasca paparan. Adanya aberasi kromosom pada sel limfosit perifer dan sumsum tulang akan berguna untuk memperkiraan dosis radiasi yang diterima korban. 26

28 Tabel 4. Perubahan jumlah limfosit (G/L) pada beberapa hari pertama setelah paparan radiasi akut seluruh tubuh. Tingkat SRA Dosis (Gy) Jumlah limfosit (G/L) Fase prodromal Ringan Sedang Parah Sangat parah letal 0,1 1,0 1,0 2,0 2,0 4,0 4,0 6,0 6,0 8,0 > 8,0 1,5 2,5 0,7 1,5 0,5 0,8 0,3 0,5 0,1 0,3 0,0 0,05 Fase laten adalah suatu periode waktu dimana pasien terbebas dari simptom akibat radiasi setelah mengalami gejala sindroma prodromal. Lamanya fase laten sangat bergantung pada dosis, semakin besar dosis semakin singkat masa latennya. Tabel 5. Fase laten sebagai fase kedua SRA. Simptom dan tindakan medis Limfosit (G/L, hari 3 6) Tingkat SRA dan perkiraan dosis akut seluruh tubuh (Gy) Ringan Sedang Parah Sangat parah Letal (1 2 Gy) (2 4 Gy) (4 6 Gy) (6 8 Gy) (> 8 Gy) 0,8 1,5 0,5 0,8 0,3 0,5 0,1 0,3 0,0 0,1 Granulosit (G/L) > 2,0 1,5 2,0 1,0 1,5 0,5 0,1 Diare Tidak ada Tidak ada Jarang Hari 6 9 Hari 4 5 Epilasi Tidak ada Sedang, pada hari > 15 Sedang pada hari Total pada < hari 11 Total pada < hari 10 Masa laten (hari) < 7 Tidak ada Tindakan medis Tidak perlu dirawat Disarankan untuk dirawat Perlu dirawat Sangat perlu dirawat Hanya tindakan simtompatik 27

29 Fase manifestasi kerusakan sistemik tubuh dikenal sebagai sindroma radiasi akut yang digolongkan dalam 3 tingkat keparahan meliputi : 1. Sindroma sistem pembentukan darah (hematopoietic syndrome). Dosis ambang sindroma ini adalah 1 Gy yang berupa penurunan jumlah sel darah setelah 2 4 minggu. Dosis sekitar 2 Gy sudah dapat menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu 2 8 minggu. 2. Sindroma sistem pencernaan (gastrointestinal syndrome). Dosis ambang sindroma sekitar 5 Gy dalam waktu 3 5 hari dan dosis ambang kematian sekitar 10 Gy dalam waktu 3 hari sampai 2 minggu. 3. Sindroma sistem syaraf pusat (central nervous system syndrome). Dosis ambang sindroma ini adalah 20 Gy yang timbul dalam waktu kurang dari 3 jam. Perbedaan paparan jenis radiasi menimbulkan perbedaan dalam manifestasi SRA. Pada paparan kombinasi radiasi gamma dengan beta, menimbulkan kerusakan pada kulit dan mukosa sebagai penyebab utama mortalitas. Pada kebanyakan kasus paparan radiasi yang tidak homogen, akan terjadi kombinasi sindrom hematopoitik atau sumsum tulang dan sindrom kutaneus. Pada kecelakaan dengan radiasi gamma dosis rendah, kerusakan kulit sering terbatas pada daerah permukaan tetapi dapat berkembang ke organ dalam bergantung pada bagian tubuh yang terpapar. Biasanya keparahan SRA dideterminasi oleh kerusakan lokal dan juga sindroma hematopoitik. Paparan gamma-neutron sebagai karakteristik kecelakaan kritikalitas menimbulkan variasi kerusakan lokal dan kerusakan seluruh tubuh. Bagian penting dari sindrom kutaneus adalah kerusakan jaringan seluler subkutaneus dan pembuluh darah. Untuk besaran dosis yang dapat menginduksi kerusakan kutaneus, waktu terjadinya eritema kedua digunakan sebagai petunjuk, dan pada kasus kerusakan radiasi pada usus halus bagian atas, waktu timbulnya diare adalah spesifik untuk diagnosis (4 8 hari setelah paparan). 28

30 Tabel 6. Tahap kritis SRA setelah paparan radiasi seluruh tubuh. Tingkat SRA dan perkiraan dosis radiasi akut seluruh tubuh (Gy) Ringan (1 2 Gy) Sedang (2 4 Gy) Parah (4 6 Gy) Sangat parah (6 8 Gy) Letal (> 8 Gy) Onset simptom Limfosit (G/L) > 30 hari hari 8 18 hari <7 hari < 3 hari 0,8 1,5 0,5 0,8 0,3 0,5 0,1 0,3 0,0 0,1 Platelet (G/L) % % % % < % Manifestasi lelah, demam, demam demam demam klinik lemas infeksi, tinggi, tinggi, tinggi, diare, pendarahan, infeksi, diare, hilang lemas, pendarahan, muntah, kesadaran epilasi epilasi pusing, disorientas, hipotensi Letalitas pada pada (%) minggu 6 pada pada 1 2 minggu 1 8 minggu 4 minggu 2 8 Tindakan propilaktik propilaktik propilaktik tindakan hanya medis khusus dari khusus dari khusus dan tindakan hari 14 20, hari 7 10, isolasi dari simptomatik isolasi dari isolasi dari hari hari awal pertama Kebanyakan pasien meninggal akibat SRA tanpa tindakan medis yang terjadi dari hari 9 sampai hari 60. Ini merupakan periode terjadinya komplikasi sumsum tulang (infeksi dan pendarahan) atau kerusakan usus halus (kehilangan elektrolit dan nutrisi). Jika dapat bertahan terhadap manifestasi kerusakan 29

31 SRA, kebanyakan pasien mengalami proses penyembuhan, yang mungkin sempurna atau tidak. Efek tertunda SRA meliputi katarak, fibrosis lokal dan atropi pada kulit dan jaringan lain yang rusak. Akan terjadi peningkatan risiko leukemia dan neoplasma malignan lainnya. Efek pewarisan pada turunan pasien terpapar terjadi cukup rendah. Menurut ICRP 60, untuk orang dewasa sehat, dosis radiasi yang dapat menyebabkan kematian pada 50% populasi yang terpapar radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari disebut mean lethal dose atau LD 50/60 yang berkisar antara 2,5-5 Gy, dengan nilai dosis rerata sekitar 3,5 Gy. Dengan demikian seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian setelah terpapar radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gy selama individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena paparan radiasi. Bila dosis radiasi yang diterima antara 6 10 Gy, kebanyakan individu akan mengalami kematian kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi dan pendarahan. Dengan perawatan medis yang baik dan khusus, LD 50/60 dapat meningkat sampai 4 5 Gy. Di atas 10 Gy, kematian yang akan terjadi meskipun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang dari donor yang sesuai. 30

32 BAB VI EFEK RADIASI AKIBAT KONTAMINASI INTERNA Masuknya radionuklida ke dalam tubuh (kontaminasi interna) dapat melalui saluran pernapasan (inhalasi), saluran pencernaan (ingesi) dan luka di kulit. Kontaminasi interna dapat terjadi secara akut maupun kronis, langsung maupun tidak langsung (melalui beberapa perantara pada jalur masuk). Empat tahapan berlangsungnya kontaminasi interna yaitu (1) masuk tubuh melalui jalan masuk; (2) penyerapan ke dalam darah atau cairan getah bening; (3) distribusi ke dalam tubuh dan akumulasi pada organ sasaran; dan (4) pengeluaran melalui urin, feses atau keringat. Efek radiasi akibat masuknya radionuklida ke dalam tubuh dipengaruhi antara lain oleh jumlah radionuklida yang masuk, jalan masuk ke dalam tubuh, sifat fisik radionuklida, sifat kimiawi dan kinetikanya termasuk organ sasaran radionuklida. Tempat akumulasi radionuklida ditentukan oleh jenis dan bentuk/susunan kimianya. Seperti yodium akan menuju kelenjar gondok karena yodium adalah zat yang diperlukan untuk pembuatan hormon tiroid. Strontium dan radium akan terakumulasi pada tulang dan cesium pada jaringan lunak. Kontaminsi interna menjadi masalah efek tertunda ketika paparan kontaminan yang relatif lama dari lingkungan dan memungkinkan materi radioaktif tersebut pindah ke dalam tubuh dengan berbagai jalur ekologis. Masuknya radioisotop berumur panjang secara ingesi menyebabkan letalitas akut yang lebih rendah karena paparan radiasi terjadi secara protraksi, tetapi tetap dapat menginduksi kerusakan jaringan tertentu dan meningkatkan risiko kanker. Inhalasi partikel radioaktif dapat berisiko menyebabkan kerusakan pada organ paru. Setelah inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih singkat atau lebih lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel dan bentuk kimiawinya. Efek yang mungkin timbul antara lain limpositopenia, leukositopenia, fibrosis, gangguan pernapasan, dan edema yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. 31

33 Gambar 9. Kinetika radionuklida yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan (inhalasi). Efek deterministik akut dapat pula terjadi akibat masuknya radionuklida ke dalam tubuh. Sumber paparan interna yang menyebabkan efek deterministik akut meliputi ledakan instalasi nuklir atau bom dan akibat pelanggaran peraturan dan kesalahan dalam administratif radionuklida baik untuk tujuan medis atau penelitian. Biasanya, paparan relatif lambat pada organ kritis yang menyebabkan perkembangan tanda-tanda klinik yang lambat pula. Efek deterministik awal dapat terjadi akibat (1) deposisi radionuklida yang relatif homogen atau pada banyak organ dalam tubuh (tritium, polonium dan cesium), (2) akumulasi dosis radiasi yang cepat (beberapa isotop iodin pada tiroid), (3) akumulasi dosis sangat tinggi pada tahap awal masuknya radionuklida atau kontaminasi radionuklida pada kulit dan mukosa, dan (4) adanya radionuklida pemancar radiasi gamma (phosphor, stronsium, yitrium dan radium). Kerusakan pada sumsum tulang bergantung pada metabolisme radionuklida, laju dosis dan distribusi. Ketika dosis dari radionuklida terjadi dalam rentang dosis 1 2 Gy pada seluruh tubuh atau sumsum tulang dalam waktu 1 3 hari, penurunan sel sumsum tulang dan SRA akan mungkin terjadi. Kasus seperti ini yang pernah terjadi adalah akibat kontaminasi interna tritium dengan dosis 32

34 kumulatif tubuh mencapai Gy, kontaminasi phosphor dengan dosis kumulatif tubuh 3-6 Gy yang menimbulkan kerusakan erithroid hematopoisis, kontaminasi emas radioaktif dengan dosis lebih besar dari 4 Gy, dan kontaminasi Am-241 yang menimbulkan dosis kumulatif tubuh sampai 5,5 Gy dengan kerusakan limpopoiesis. Selain itu juga kerusakan pada sistem endotelial retikular setelah masukan polonium dan koloid emas. Hasil studi menunjukkan bahwa paparan kronik radium dapat menginduksi kanker tulang dengan masa laten minimum sekitar 7 tahun setelah paparan pertama. Risiko inhalasi radium dihubungkan terutama dengan anak luruh radium yang mudah menempel pada partikel debu, yaitu radon dan luruhannya. Radon-222 adalah anak luruh dari radium-226 dan radon-220 adalah anak luruh dari radium-228. Partikel ini dapat dengan mudah terinhalasi masuk ke dalam paru dan menetap pada lapisan mukosa saluran pernapasan. Anak luruh yang tidak menempel lebih cenderung terinhalasi ke bagian yang lebih dalam pada sistem pernapasan dan menetap lebih lama. Ketika partikel alfa meradiasi organ paru, sel pada saluran pernapasan ini akan rusak dan berpotensi sangat besar terhadap inisiasi kanker paru. Sumsum tulang dan selaput dalam serta luar tulang merupakan bagian tulang yang peka terhadap radiasi. Kerusakan pada tulang biasanya sebagai akibat dari kontaminasi interna oleh Sronsium-90 atau Radium-226. Efek stokastik berupa kanker pada sel epitel selaput tulang. Para pekerja di pabrik jam banyak yang menderita kanker ini sebagai akibat dari penggunaan radium sulfat sebagai bahan yang membuat angka pada jam menjadi berpendar. Kelenjar tiroid berisiko kerusakan tidak hanya akibat paparan radiasi eksterna, tetapi juga akibat paparan radiasi interna. Inhalasi bahan radioaktif yodium akan segera terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan kerusakan. Selain dapat menyebabkan tiroiditis dan hipotiroidism, juga terdapat kemungkinan pembentukan kanker tiroid. 33

35 BAB VII RESIKO KANKER AKIBAT RADIASI Fakta dari studi epidemic radiasi membuktikan bahwa paparan radiasi dapat meningkatkan kebolehjadiannya kanker. Diasumsikan bahwa resiko kanker bervariasi secara linear dengan dosis bahwa terdapat suatu kepastian akan resiko bahkan pada dosis yang sangat rendah. Dosis radiasi, sekecil apapun, diasumsikan memiliki resiko terhadap kesehatan individu terpapar. Dengan meningkatnya dosis, keparahan kanker itu sendiri tidak meningkat tetapiprobabilitas akan resiko terbentuknya kanker yang meningkat. Ini sering dianalogkan dengan rokok cigarette yang meningkatkan probabilitas kanker paru dan probabilitas ini meningkat dengan jumlah cigarette yang dikonsumsi, tetapi tidak semua individu yang merokok akan menderita kanker paru. Data utama tentang resiko kanker yang diinduklsi radiasi berasal dari life span study pada korban bom atom di Jepang. Informasi ini ditambah dengan data dari study pada populasi yang terpapar radiasi akibat tindakan medis, seperti pasien ankylosing spondylitis, pasien pembesaran timus dan lainnya. Juga diperoleh data dari individu yang pada masa lalu terpapar radiasi akibat kerja khususnya penambang uranium dan bekerja di pabrik jam. Sangat sulit untuk membuat suatu kajian resiko kanker sepanjang hidup seseorang sebagai fungsi dosis. Hubungan antara dosis radiasi dengan kemungkinan timbulnya efek stokastik dapat diekspresikan sebagai faktor resiko, yaitu probabilitas terjadinya sebuah efek stokastik persievert radiasi. Dengan demikian kemungkinan, Kebolehjadian suatu efek stokastik = Dosis (Sv) x Faktor resiko (Sv -1 ) Perhitungan resiko kanker melibatkan faktor resiko yang bervariasi pada setiap bagian tubuh yang berbeda. ICRP telah memberikan perkiraan probabilitas kanker fatal yang diinduksi radiasi yang ditampilkan pada table 7. Dari table ini setiap individu dapat beresiko total terhadap semua kanker per sievert irradiasi seluruh tubuh dan kemungkinan ada kontribusi dari setiap resiko fraksional pada organ tubuh yang berbeda. Perkiraan resiko fraksional 34

36 berdasarkan irradiasi local pada tubuh, khususnya ketika sebuah radionuklida masuk dalam tubuh dan terkonsentrasi pada organ tertentu. Tabel 7. Faktor resiko kanker fatal sepanjang hidup pada semua usia setelah paparan radiasi dosis terendah Jaringan/ Organ Payudara Kantung Kemih Sumsum Tulang Paru Tiroid Tulang (lapisan luar) Hati Ovarium Oesphagus Kolon Kulit Lambung Jaringan Lain Seluruh Tubuh Koefisien Probabilitas kanker fatal (10-4 Sv -1 ) Terdapat ketidakpastian dalam memperkirakan resiko kanker karena sangat bergantung pada data yang dieksplorasi dari paparan radiasi dosis tinggi dan bagaimana ekstrapolasi dilakukan. Resiko pada individu atau kelompok individu akan bergantung pada beberapa faktor seperi usia, seks dan ras. Sebagai contoh resiko kanker payudara pada laki-laki hampir nol, tetapi pada perempuan sekitar 4 x 10-3 / Sv, menghasilkan nilai rerata resiko 2 x 10-3 / Sv. Laju onduksi kanker oleh radiasi pada organ dan jaringan tubuh yang berbeda pada populasi masyarakat umum adalah sekitar 5%/Svdan pada populasi pekerja radiasi sekitar 4%/Sv. Probabilitas resiko total adalah 5 x 10-2 /Sv, artinya 5 dari 100 individu terpapar radiasi dengan dosis efektif 1 Sv akan 35

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah

Lebih terperinci

EFEK RADIASI BAGI MANUSIA. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

EFEK RADIASI BAGI MANUSIA. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional EFEK RADIASI BAGI MANUSIA Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional POKOK BAHASAN I. II. III. I. PENDAHULUAN SEL SEBAGAI UNIT FUNGSIONAL TERKECIL INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI BIOLOGIK

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KASUS SINDROMA RADIASI AKUT

PENGKAJIAN KASUS SINDROMA RADIASI AKUT PENGKAJIAN KASUS SINDROMA RADIASI AKUT Zubaidah Alatas Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070 PENDAHULUAN Radiasi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54 Leukemia adalah kondisi sel-sel darah putih yang lebih banyak daripada sel darah merah tapi sel-sel darah putih ini bersifat abnormal. Leukemia terjadi karena proses pembentukan sel darahnya tidak normal.

Lebih terperinci

PROTEKSI RADIASI DAN BIOLOGI RADIASI

PROTEKSI RADIASI DAN BIOLOGI RADIASI PROTEKSI RADIASI DAN BIOLOGI RADIASI Proteksi Radiasi Proteksi dan Risiko Radiasi Dua faktor utama berkaitan dengan pengukuran radiasi: Ionisasi materi oleh radiasi Energi radiasi yang diserap (absorbsi)

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

2. Radioaktivitas Atom terdiri atas inti atom dan elektron-elektron yang beredar mengitarinya. Reaksi kimia biasa (seperti reaksi pembakaran dan

2. Radioaktivitas Atom terdiri atas inti atom dan elektron-elektron yang beredar mengitarinya. Reaksi kimia biasa (seperti reaksi pembakaran dan 2. Radioaktivitas Atom terdiri atas inti atom dan elektron-elektron yang beredar mengitarinya. Reaksi kimia biasa (seperti reaksi pembakaran dan penggaraman), hanya menyangkut perubahan pada kulit atom,

Lebih terperinci

BAB IV. EFEK BIOLOGI

BAB IV. EFEK BIOLOGI BAB IV. EFEK BIOLOGI Dalam proses interaksi radiasi dengan materi terjadi penyerapan energi idiasi oleh materi, yamg dapat mengakibatkan proses ionisasi, eksitasi, dan radikalisasi, yang selanjutnya terjadi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012 PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012 Sudaryati, Arca Datam S. dan Nur Tri Harjanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PEMANTAUAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

Supriyadi Dental Radiology Departement

Supriyadi Dental Radiology Departement Supriyadi Dental Radiology Departement Sifat biologi radiasi baru diketahui pada dasawarsa I dan ke-2 abad 20 banyak ahli radiologi dan pionir pemakai sinar X yang menjadi korban. EFEK BIOLOGIS RADIASI

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

EFEK PEWARISAN AKIBAT RADIASI PENGION

EFEK PEWARISAN AKIBAT RADIASI PENGION EFEK PEWARISAN AKIBAT RADIASI PENGION Zubaidah Alatas Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070 PENDAHULUAN Paparan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. MATERI GENETIK Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. PENDAHULUAN Berbagai macam sifat fisik makhluk hidup merupakan hasil dari manifestasi sifat genetik yang dapat diturunkan pada keturunannya Sifat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : Penghilangan dengan jalan pembedahan jaringan atau organ. : Suatu kelenjar yang sejenis dengan amandel yang

LAMPIRAN. : Penghilangan dengan jalan pembedahan jaringan atau organ. : Suatu kelenjar yang sejenis dengan amandel yang LAMPIRAN Ablasi : Penghilangan dengan jalan pembedahan jaringan atau organ tubuh Adenoid : Suatu kelenjar yang sejenis dengan amandel yang melindungi anak-anak dari serangan penyakit, mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Radiasi sinar X dapat memberikan efek terhadap sistem kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

Lebih terperinci

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi BAB II Besaran dan Satuan Radiasi A. Aktivitas Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti atom yang

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN. I. Dosis Radiasi & Satuan Pengukur. Dosis Radiasi

SUB POKOK BAHASAN. I. Dosis Radiasi & Satuan Pengukur. Dosis Radiasi SUB POKOK BAHASAN Drh. Deni Noviana, PhD Drh. M. Fakhrul Ulum Dosis radiasi dansatuan pengukur Alat pengukuran radiasi Efek Biologis Radiasi Ionisasi : interaksi radiasi sinar X dengan jaringan biologis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan seni dan ilmu dalam membuat gambar bayangan gigi dan struktur sekitarnya. Radiografi berperan penting di bidang

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 1. Peranan Radioaktif dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran

PEMBAHASAN. 1. Peranan Radioaktif dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran PENDAHULUAN Radiasi adalah pencemaran/pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau subatom dimana

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR Maria Evalisa dan Zubaidah Alatas Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

5. Diagnosis dengan Radioisotop

5. Diagnosis dengan Radioisotop 5. Diagnosis dengan Radioisotop Untuk studi in-vivo, radioisotop direaksikan dengan bahan biologik seperti darah, urin, serta cairan lainnya yang diambil dari tubuh pasien. Sampel bahan biologik tersebut

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DOSIS INTERNA PEKERJA RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR TAHUN 2009

PEMANTAUAN DOSIS INTERNA PEKERJA RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR TAHUN 2009 PEMANTAUAN DOSIS INTERNA PEKERJA RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR TAHUN 2009 Sudaryati, Sri Wahyuningsih, Arca Datam Sugiarto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Oleh : ADI WIJAYANTO 1 Adi Wijayanto Badan Tenaga Nuklir Nasional www.batan.go.id CAKUPAN

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI Stuktur Inti Sebuah inti disusun oleh dua macam partikel yaitu proton dan neutron terikat bersama oleh sebuah gaya inti. Proton adalah sebuah partikel

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Oleh: Aria Fransisca Bashori Sukma 141810401023 Dosen Pembimbing Eva Tyas Utami, S.Si, M.Si NIP. 197306012000032001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

KONSEKUENSI KECELAKAAN REAKTOR CHERNOBYL TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

KONSEKUENSI KECELAKAAN REAKTOR CHERNOBYL TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN KONSEKUENSI KECELAKAAN REAKTOR CHERNOBYL TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN Zubaidah Alatas Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak untuk hidup sehat telah ditetapkan secara internasional sebagai hak dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan hanya dalam

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 11 (50 MENIT) EFEK RADIASI IONISASI SINAR X TERHADAP JARINGAN

PERTEMUAN KE 11 (50 MENIT) EFEK RADIASI IONISASI SINAR X TERHADAP JARINGAN PERTEMUAN KE 11 (50 MENIT) EFEK RADIASI IONISASI SINAR X TERHADAP JARINGAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Menjelaskan efek radiasi ionisasi sinar X terhadap jaringan Sub pokok bahasan : 1. Satuan pengukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit ganas

Lebih terperinci

TANDA-TANDA AWAL KEHAMILAN. Ditulis oleh Rabu, 02 May :10 -

TANDA-TANDA AWAL KEHAMILAN. Ditulis oleh Rabu, 02 May :10 - Ada banyak pertanda yang menyertai kehamilan, berdasarkan pengalaman para wanita yang telah hamil, tanda dan gejala kehamilan biasanya muncul pada minggu-minggu awal kehamilan. Berikut ini 9 tanda-tanda

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan kendali cuaca serta iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang menggerakkan udara dan arus laut. Energi matahari diradiasikan

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak sekitar tahun 1980 istilah dry cleaning mulai dikenal meluas oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak sekitar tahun 1980 istilah dry cleaning mulai dikenal meluas oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak sekitar tahun 1980 istilah dry cleaning mulai dikenal meluas oleh masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini terjadi seiring

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. PAJANAN RADIASI EKSTERNA 7 A. Biomarker pajanan radiasi eksterna 7 B. Pemantauan perorangan akibat pajanan eksterna 9

DAFTAR ISI. BAB III. PAJANAN RADIASI EKSTERNA 7 A. Biomarker pajanan radiasi eksterna 7 B. Pemantauan perorangan akibat pajanan eksterna 9 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 3 BAB II. PAPARAN RADIASI PADA TUBUH 4 BAB III. PAJANAN RADIASI EKSTERNA 7 A. Biomarker pajanan radiasi eksterna 7 B. Pemantauan perorangan akibat pajanan eksterna 9 BAB IV

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

EFEK RADIASI DOSIS RENDAH TERHADAP KESEHATAN (Karya Tulis Ilmiah) Oleh : Gusti Ngurah Sutapa, S.Si. M.Si Dra Ni Nyoman Ratini, M.

EFEK RADIASI DOSIS RENDAH TERHADAP KESEHATAN (Karya Tulis Ilmiah) Oleh : Gusti Ngurah Sutapa, S.Si. M.Si Dra Ni Nyoman Ratini, M. EFEK RADIASI DOSIS RENDAH TERHADAP KESEHATAN (Karya Tulis Ilmiah) Oleh : Gusti Ngurah Sutapa, S.Si. M.Si Dra Ni Nyoman Ratini, M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Mata Pelajaran : Biologi Kelas/Program : XII/IPA Semester : 1 KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Standar Kompetensi Kompetensi dasar Uraian Materi Indikator

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Bahaya dan Faktor Bahaya di Tempat Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Bahaya dan Faktor Bahaya di Tempat Kerja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahaya dan Faktor Bahaya di Tempat Kerja Semua sumber atau situasi yang berpotensi mengakibatkan cidera atau sakit pada manusia, kerusakan properti, kerusakan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan cat rambut dianggap sebagai solusi untuk menutupi uban maupun merubah penampilan untuk mengikuti mode. Menurut penelitian Usage and Attitude Urban

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA Oleh: Nama : Nur Amalina Fauziyah NIM : 141810401041 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014 PEMBAHASAN Asam nukleat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi yaitu pengambilan gambar menggunakan radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi modern, pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya semakin meluas di Indonesia. Pemakaian zat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu mengumpulkan data. Fungsi analisis

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak terjadi didunia dan meliputi sekitar 2,8% kasus keganasan (Jemal dkk., 2006). Kanker kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam diagnosis danpengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Meskipundosis radiasi dalamradiografi

Lebih terperinci

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti SUBSTANSI HEREDITAS Dyah Ayu Widyastuti Sel Substansi Hereditas DNA RNA Pengemasan DNA dalam Kromosom DNA dan RNA Ukuran dan Bentuk DNA Double helix (untai ganda) hasil penelitian Watson & Crick (1953)

Lebih terperinci

c. Turunnya fungsi otak membawa akibat terjadinya perubahan kepribadian anak. Secara keseluruhan gizi buruk yang terjadi pada anak diusia muda

c. Turunnya fungsi otak membawa akibat terjadinya perubahan kepribadian anak. Secara keseluruhan gizi buruk yang terjadi pada anak diusia muda GIZI DAUR HIDUP 1. Aspek Gizi Dalam Pertumbuhan Fisik Sel telur yang telah dibuahi dalam rahim ibu, pada proses selanjutnya akan tumbuh dan berkembang sehingga mencapai tingkatan yang telah memungkinkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA Aulia Dwita Pangestika A2A014018 Fakultas Kesehatan Masyarakat DNA dan RNA DNA sebagai senyawa penting yang hanya ada di mahkluk hidup. Di mahkluk hidup senyawa ini sebagai master kehidupan untuk penentuan

Lebih terperinci

MATERI GENETIK A. KROMOSOM

MATERI GENETIK A. KROMOSOM MATERI GENETIK A. KROMOSOM Kromosom pertama kali ditemukan pada kelompok makhluk hidup eukariot. Namun, di lain pihak dewasa ini kromosom tidak hanya dimiliki oleh klompok makhluk hidup eukariot tetapi

Lebih terperinci

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN Penyakit Leukimia TUGAS 1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah Editor : LUPIYANAH G1C015041 D4 ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah : X. ADMILNISTRASI Dalam bekerja dengan radioisotop dan sumber radiasi lainnya, kita hams selalu berhati-hati terhadap efek biologis dari radiasi. Radiasi tak terlihat dan tak terasa, hanya setelah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

MASA PRANATAL. Siti Rohmah Nurhayati

MASA PRANATAL. Siti Rohmah Nurhayati MASA PRANATAL Siti Rohmah Nurhayati 1 Tahapan Perkembangan Janin dalam Kandungan Permulaan kehidupan manusia dapat ditinjau secara psikologis dan biologis Secara psikologis kehidupan manusia dimulai pada

Lebih terperinci

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor 1. Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan adalah. a. suhu b. cahaya c. hormon d. makanan e. ph 2. Hormon yang termasuk ke dalam jenis hormon penghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci