Faktor Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat LSL di Kota Surakarta Untuk Melakukan Tes HIV Secara Sukarela ( VCT )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat LSL di Kota Surakarta Untuk Melakukan Tes HIV Secara Sukarela ( VCT )"

Transkripsi

1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Minat LSL di Kota Surakarta Untuk Melakukan Tes HIV Secara Sukarela ( VCT ) Sri Lestari, M. Slamet Raharjo Yayasan Gessang Surakarta ABSTRAK Latar belakang. Berdasarkan estimasi LSL di Kota Surakarta sebanyak 4700 orang (estimasi KPA 2009), Yayasan Gessang telah menjangkau sejumlah 1960 LSL lewat berbagai macam program.(gessang Juni 2011). Jumlah tersebut yang telah yang sudah melakukan test HIV 540 orang, yang telah mengambil hasil ( pos test) 359 dan 38 diantaranya dinyatakan positif (Dinkes Kota Surakarta,Juli 2011). Hal yang sangat memprihatinkan adalah minimnya jumlah LSL yang melakukan test HIV dan sebagian kecil LSL yang melakukan test HIV dengan cara sukarela. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor factor yang mempengaruhi rendahnya minat LSL di Kota Surakarta untuk melakukan Tes HIV secara sukarela ( VCT ). Metodologi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan model penelitian studi kasus. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Wawancara dilakukan kepada sampel 5 orang LSL terbuka, 5 orang LSL tertutup. Sedangakan Focus Group discussion dilakukan kepada 2 orang staff klinik VCT RS dr. Moewardi Kota Surakarta. Teknik analisa data menggunakan model interaktif menurut Miles & Huberman. Hasil. Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa Factor factor yang mempengaruhi minat LSL di Surakarta untuk melakukan tes HIV secara sukarela ( VCT ), meliputi : pengetahuan terhadap informasi dasar HIV dan AIDS serta layanan VCT, persepsi masyarakat terhadap komunitas LSL maupun isu HIV dan AIDS, perilaku seks, keberadaan penjangkau, strategi penjangkauan, kecemasan akan terbukanya orientasi seks kepada orang lain serta kecemasan akan hasil tes HIV. Kata Kunci : Minat, LSL, Tes HIV secara sukarela (VCT) Pendahuluan Perkembangan permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin lama semakin mengkhawatirkan baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif. Walaupun secara geografi, yang semula diharapkan dapat menghambat perkembangan jumlah Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di dunia namun pada kenyataannya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir jumlahnya telah mencapai lebih dari 60 juta orang dan 20 juta diantaranya telah meninggal (Depkes RI, 2006 ). Tidak mengherankan bila permasalahan HIV dan AIDS telah menjadi epidemi di hampir 190 negara (Depkes RI, 2006 ). Saat ini Indonesia sudah tidak lagi tergolong sebagai negara dengan prevalensi rendah, tapi sudah masuk ke epidemi terkonsentrasi dengan lebih dari 5 %

2 populasi tertentu di beberapa kota dan wilayah di Indonesia yang mengidap HIV. Bahkan di beberapa kota dan wilayah tertentu epidemik ini diperkirakan sudah masuk pada populasi umum (KPAN, 2006). Indonesia termasuk salah satu negara di Asia yang mengalami epidemi HIV dan AIDS dengan prevalensi yang meningkat tajam dan belum menunjukkan penurunan meskipun upaya penanggulangan HIV dan AIDS telah dilaksanakan oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan swasta serta pemerintah (KPAN, ). Infeksi HIV di Indonesia cenderung tetap meningkat pada masa lima tahun mendatang berkaitan dengan bertambah banyaknya hubungan seksual yang tidak terlindungi dan penularan HIV melalui jarum suntik penyalahguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif (napza) (KPAN, ). Dikhawatirkan terjadi 15 penyebaran epidemi baru dan kasus AIDS yang dirawat akan bertambah banyak. Kematian akibat AIDS di antara kelompok penduduk usia produktif akan meningkat. Menurut estimasi Departemen Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS, pada tahun 2006 ada sekitar orang terinfeksi HIV. Angka ini semakin besar bila tidak ditanggulangi dengan komprehensif. Karena dalam upaya penanggulangan ada beberapa hal mendesak yang perlu diatasi. Seperti epidemi HIV pada pengguna narkoba suntik, epidemic HIV pada perilaku seks berisiko, angka Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV yang tinggi, pemakaian kondom yang masih rendah, stigma dan diskriminasi yang menghambat respon terhadap HIV dan AIDS, serta risiko penularan HIV yang tinggi pada kelompok usia muda dan perempuan (KPAN, ). Sedangkan prevalensi HIV pada populasi kunci LSL sebesar 8 %, terjadi peningkatan prevalensi, yaitu dari 5% menjadi 12%. Diantara waria, LSL, dan Penasun, perilaku menjual seks dalam satu tahun terakhir tertinggi pada waria (81%), dimana waria menjual seks pada pria. Sebanyak 49% LSL menjual seks baik kepada pria maupun wanita. Diantara 49% LSL tersebut, sebagian besar LSL (79%) menjual seks pada pria, 4% pada perempuan, dan 17% pada pria dan perempuan. Oleh waria (26%), diikuti Pria Potensial Risti (23%), Penasun dan LSL (masing-masing 19%) ( STBP, 2011 ). Estimasi LSL di Kota Surakarta sebanyak 4700 orang (estimasi KPA 2009), dari jumlah tersebut yang sudah dijangkau oleh Yayasan Gessang lewat berbagai macam program, misalnya penjangkauan serjumlah 1960 (Gessang, 2011) tetapi dari jumlah tsb baru 540 orang yg sudah melakukan test HIV, adapun yang sudah mengambil hasil (pos test) baru 359 dan 38 diantaranya dinyatakan positif ( Dinkes Kota Surakarta, Juli 2011 ), yang sangat memprihatinkan adalah disamping minimnya jumlah LSL yang melakukan test HIV. Fakta yang ada terjadi penurunan jumlah kelompok dampingan LSL yang mengakses layanan VCT

3 di Kota Surakarta sejak 2010 sampai dengan Di samping itu, juga melihat kasus HIV dan AIDS di kalangan LSL yang semakin bertambah, berdasarkan distribusi klien HIV / AIDS pada populasi kunci LSL ( homoseksual ) pada Oktober 2005 Februari 2012, tercatat 34 kasus HIV dan 13 kasus AIDS ( Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Februari 2012 ). Penelitian ini mencoba mengeksplorasi lebih jauh minat komunitas LSL di Kota Surakarta baik yang terbuka maupun tertutup serta yang pernah melakukan tes HIV secara sukarela ( VCT ) maupun yang belum pernah mengikuti. Berdasarkan fakta bahwa ternyata tidak semuanya LSL yang melakukan test HIV dilakukan dengan cara sukarela, sebagaimana dalam pra penelitian dilakukan wawancara kepada beberapa LSL di Surakarta dengan respon yang berbeda - beda seperti mau melakukan tes apabila diberikan imbalan uang, beberapa LSL juga menyatakan bahwa mereka telah melakukan tes HIV karena mendapatlan bayaran sejumlah uang dan ada pula ketakutan akan hasil tes, dll. Di Kota Surakarta sudah tersedia Klinik VCT di RS Dr Moewardi dan RS Dr Oen, bahkan layanan klinik VCT di RS Dr Moewardi didukung oleh GF - ATM sehingga klien yang akan melakukan VCT tidak dikenakan biaya, Hal lain yang membuat keprihatinan Yayasan Gessang adalah hampir setiap bulan LSL di Kota Surakarta selalu ada yang meninggal dunia dan diindikasikan meninggalnya mereka karena AIDS. Atas dasar inilah kami dari Yayasan Gessang ingin melakukan sebuah penelitin untuk mengetahui lebih dalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minimnya minat LSL di Kota Surakarta untuk melakukan tes HIV secara sukarela. Sedangkan focus kajian penelitian lebih menitik beratkan kepada factor factor yang menyebabkan rendahnya minat LSL di Kota Surakarta untuk melakukan tes HIV secara sukarela. Perspektif Teoritis dan Kajian Pustaka Pengertian minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang ( Djamarah, 2002 ). Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi itu atau menurut Poerwodarminto ( 2005 ) minat diartikan dengan kesukaan atau kecenderungan hati yang sangat tinggi terhadap sesuatu, perhatian/ keinginan. Di samping itu, Minat merupakan kekuatan pendorong yang menyebabkan seseorang menaruh perhatian pada orang lain, pada aktivitas, atau obyek lain menurut Crow dan Crow ( 1984 ), Minat berkaitan dengan perasaan, apabila perasaan senang, orang akan selalu terikat dan merasa bahagia dalam berhubungan dengan sesuatu.

4 Faktor faktor yang mempengaruhi minat seseorang terhadap sesuatu adalah : a. Dorongan dari dalam, faktor ini berhubungan dengan pembangkit semangat individu untuk melakukan sesuatu. Dorongan ini muncul karena adanya suatu kebutuhan dalam diri individu yang harus dipenuhi. b. Dorongan motif social, berkaitan dengan keinginan individu untuk berhubungan dengan lingkungan social dimana individu tersebut dapat menempatkan diri pada posisi tertentu c. Dorongan emosi, berkaitan dengan perasaan dan emosi individu untuk berhubungan dengan lingkungan social dimana individu tersebut dapat menempatkan diri pada posisi tertentu. Sedangkan dalam teori belajar ( et Bandura ) bahwa perilaku seseorang sekarang adalah hasil dari perilaku sebelumnya. Dalam situasi tertentu, seseorang belajar perilaku tertentu seiring dengan berjalannya waktu yang memungkinkan akan menjadi kebiasaan. Sedangkan pengertian LSL ( Lelaki Seks Lelaki ) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan laki laki yang berhubungan seks dengan laki laki tanpa melihat orientasi seksualnya. LSL juga memiliki kesamaan makna dengan istilah lain yaitu Men Who Have Sex With Men ( MSM ). The term men who have sex with men or MSM refers to behavior rather than identity or sexual orientation. MSM may include gay and non-gay identified men, bisexual men, men who engage in situational sex with other men (for instance, in prisons, schools, or militaries), and male sex workers, among others.6 Around the world, a wide variety of local terms and male identities fall under the MSM umbrella Konsep Men Who Have Sex With Men ( MSM ) mengacu kepada perilaku daripada identitas atau orientasi seksual. MSM meliputi Gay dan non Gay yang diidentifikasi laki laki, biseksual, seseorang yang berhubungan seks karena situasi bersama dengan laki laki ( misalkan, penjara, sekolah, militer ) dan pekerja seks laki laki termasuk didalamnya. Melihat kepada minat yang dikaitkan dengan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan atau mencari sesuatu dengan perasaan senang, hal ini juga meliputi minat seseorang untuk mencari informasi atau akses layanan kesehatan untuk dirinya. Dalam hal ini, terkait informasi atau akses kesehatan tentang HIV dan AIDS/IMS ( VCT) dimana populasi yang rentan terhadap penularan meliputi Pekerja Seks Wanita, IDU s, Waria dan LSL. Penelitian yang dilakukan oleh Family Health International di Kenya, Tanzania, dan Trinidad, berkolaborasi dengan UNAIDS, WHO, dan Pusat Studi Pencegahan AIDS, Universitas California di San Francisco membuktikan bahwa VCT, adalah suatu strategi yang efektif dan cost - effective, untuk memfasilitasi perubahan perilaku. VCT juga

5 merupakan langkah awal yang penting, dalam program pelayanan dan dukungan. (Dewi, 2008). Setiap populasi kunci memiliki sikap dan perilaku yang berbeda terhadap layanan kesehatan VCT dan klinik IMS. Perilaku seseorang untuk melakukan tes HIV secara sukarela merupakan hasil belajar dari pengalaman sebelumnya, baik dari pengetahuan yang diperoleh terkait HIV dan AIDS, layanan VCT, pengalaman seksual, kondisi mental juga pengalaman di lingkungan sosialnya yang meliputi teman, keluarga, komunitas ). Sebagaimana dalam penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang HIV dan AIDS/ IMS dan layanan VCT terhadap perilaku pemeriksaan VCT pada IDU s di Surakarta ( p = 0,005 ). Selain itu, dalam penelitian yang berbeda tentang studi fenomenologi : kesadaran diri Wanita Pekerja Seks ( WPS ) Melakukan Pemeriksaan VCT di layanan VCT Mobile RSUD RAA Soewondo Pati di Resosialisasi Lorong Indah Margorejo Pati menunjukkan bahwa persepsi WPS tentang HIV/AIDS adalah penyakit menular lewat hubungan seksual, cara pencegahannya adalah dengan menawarkan kondom kepada pelanggan, pandangan WPS terhadap konsep diri umumnya negatif, masalah - masalah yang dialami WPS adalah gangguan kesehatan fisik, masalah psikis, sosial, serta mobilitas yang tinggi yang menghambat dalam pelaksanaan pemeriksaan VCT, mekanisme koping WPS adalah mekanisme koping positif dan negatif, support system yang didapat untuk melakukan pemeriksaan VCT adalah berasal dari dalam dan luar diri WPS (Pujianto,A dan Dwidiyanti, M ). Terkait dengan pengetahuan, konsep diri, masalah psikis maupun sosial yang dimiliki oleh komunitas LSL berbeda beda dimana LSL ( Lelaki Seks Lelaki ) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu LSL terbuka dan tertutup. Berdasarkan hasil pra penelitian terhadap beberapa orang LSL di lokasi hotspot dihasilkan bahwa LSL di Surakarta memiliki minat yang rendah untuk melakukan tes HIV secara Sukarela karena adanya ketakutan akan hasil tes, motif ekonomi,dll. Oleh karena itu, melalui penelitian ini ingin menggali factor factor yang mempengaruhi rendahnya minat LSL di Surakarta untuk melakukan tes HIV secara sukarela ( VCT ). Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dimana Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian,misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain

6 sebagainya. Berdasarkan serangkaian karakteristik, pendekatan masalah, dan paradigma maka dapat didefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam kontek social secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti ( Moleong, 2005 ). Batasan Istilah Untuk tidak menimbulkan adanya perbedaan pengertian, perlu ada penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Batasan istilah yang digunakan diambil dari beberapa pendapat para pakar dalam bidangnya. Namun sebagian ditentukan oleh peneliti dengan maksud untuk kepentingan penelitian ini. Beberapa batasan istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut: 1. Minat, adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang ( Djamarah, 2002 ). 2. LSL ( Lelaki Seks Lelaki ) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan komunitas lelaki yang berhubungan seks dengan laki laki tanpa melihat orientasi seksualnya. 3. Tes HIV Secara Sukarela ( VCT ) merupakan tes rahasia, sukarela dan jelas tujuannya untuk mengetahui apakah seorang tertular virus HIV/AIDS atau tidak ( Kristanti, 2008 ). Di samping itu, Program layanan ini dimaksudkan membantu masyarakat terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang berkaitan dengan HIV dimana hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan mempercepat mendapatkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan. Layanan VCT mencakup pre - test konseling, testing HIV dan post test konseling. Program VCT dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan. Unit Analisis Dalam penelitian ini, peneliti akan menggali beberapa unit analisis, antara lain : 1. Faktor yangmempengaruhi minat dari dalam diri individu 2. Faktor yang mempengaruhi minat dari lingkungan sosial 3. Faktor yang mempengaruhi minat dari emosi/ psikologis

7 Deskripsi setting Penelitian Penelitian ini diawali pra penelitian yang berupa wawancara kepada LSL secara acak di lokasi - lokasi hotspot. Methodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialai oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya ( Moleong, 2005 ). Pengumpulan data Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu wawancara, studii dokumentasi dan focus group discussion (FGD). 1. Wawancara Menurut stewart and Cash ( 2008 ), wawancara diartikan sebagai sebuah interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan informasi. Sedangkan bentuk wawancara yang dilakukan wawancara terstruktur, semi terstruktur dam wawancara tidak terstruktur ( Herdiansyah, 2009 ). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur dimana pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan atau adanya pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata dan tujuan dari wawancara ini untuk memahami suatu fenomena atau permasalahan tertentu. 2. Focus group Discussion ( FGD ) Focus Group Discussio ( FGD ) atau istilah lainnya adalah diskusi kelompok terarah pada dasarnya wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok. Tujuan dari FGD ini adalah untuk berdiskusi dan berdialog bersama, bertatap muka dengan sesame responden/ subyek/ informan penelitian guna menghasilkan suatu informasi langsung dari berbagai sudut pandang (Herdiansyah, 2009). Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara terhadap10 orang LSL yaitu 5 orang LSL terbuka dan 5 orang LSL tertutup. Sedangkan Focus Group Discussion ( FGD ) dilakukan terhadap 2 orang petugas Klnik VCT RS Dr Moewardi. Proses wawancara maupun FGD difasilitasi atau enumerator yaitu Sri Lestari, Alvian Dermawan dan Rochmad. Wawancara ini dilakukan secara wawancara semi terstruktur dimana peneliti memiliki panduan saat melakukan wawancara. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden/ informan direkam dengan menggunakan

8 alat perekam. Sedangkan waktu dan lokasi penelitian disesuaikan dengan responden/informan. Analisa Data Dalam penelitian kualitatif, pada dasarnya semua teknik analisisnya sama yaitu melewati prosedur pengumpulan data, input data, analisis data, penarikan kesimpulan dan verifikasi serta diakhiri dengan penulisan hasil temuan dalam bentuk narasi. Menurut Cresswell, teknik analisis data yang lebih mudah dipahami dan lebih sesuai adalah tehnik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman ( 1986 ). Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan secara manual menggunakan analisa data model interaktif ( Miles & Huberman ). Tahapan tahapan dalam analisa data model interaktif meliputi : 1. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dapat meliputi hasil studi pre eliminary atau studi yang yang telah dilakukan diawal sebelum melakukan penelitian untuk verifikasi dan pembuktian bahwa fenomena tersebut benar - benar ada juga data saat peneliti berinteraksi dengan lingkungan social subyek dan informan. Proses pengumpulan Data - data yang hasilnya adalah data yang akan diolah. Data pre eliminary berupa data wawancara singkat yang dilakukan langsung oleh peneliti di lapangan. 2. Reduksi data Reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan ( script ) yang akan dianalisis. Hasil wawancara dan focus Group discussion ( FGD ) diubah dalam bentuk tulisan ( script ) sesuai dengan formatnya masing masing. Hasil wawancara akan diubah menjadi bentuk verbatim wawancara sedangkan hasil FGD akan diubah menjadi bentuk verbatim hasil FGD. 3. Display data Display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ( yang sudah disusun sesuai alurnya / tabel akumulasi tema ) ke dalam suatu matriks kategorisasi sesuai tema tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkrit dan sederhana yang disebut subtema serta memberikan kode ( coding ) dari subtema sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan.

9 4. Kesimpulan/ verifikasi Kesimpulan/ verifikasi merupakan tahap terakhir dalam rangkaian analisi data kualitatif menurut model interaktif yang dikemukakan Miles & Huberman ( 1984 ). Secara esensial, kesimpulan / verifikasi data berisi tentang uraian dari seluruh subkategorisasi tema disertai dengan quote verbatim wawancaranya. Keabsahan Data Validitas dan reliabilitas dari penelitian kualitatif bertujuan utama untuk meningkatkan atau mengoptimalkan rigor penelitian. Rigor adalah derajat dimana hasil temuan dalam penelitian kualitatif bersifat autentik dan memiliki interpretasi yang dapat dipertanggungjwabkan ( Lincoln & Guba, 1985 ). Dalam penelitian ini, beberapa strategi untuk meningkatkan rigor, peneliti melakukan triangulation dimana penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti. Triangulasi yang dilakukan yaitu theory triangulation dan data triangulation, dimana dalam penelitian ini menggunakan pendekatan 2 (dua) teori serta menggunakan teknik pengumpulan data beluga wawancara dan FGD. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini menujukkan factor factor yang mepengaruhi minat LSL di Kota Surakarta untuk melakukan Tes HIV secara Sukarela ( VCT ) berdasarkan data dari masing masing responden. Subyek penelitian dibagi menjadi 2 ( dua ) yaitu LSL Terbuka dan LSL yang tertutup. Data data yang diperoleh dari hasil kategorisasi dan coding tema terhadap 5 orang LSL Terbuka, antara lain : a. Responden Dedy ( Nama Samaran ) Penerimaan diri serta kecemasan akan orientasi seksual terbuka kepada orang lain Subyek memiliki penerimaan diri sebagai biseksual dan nyaman dengan orientasi seksual, pengalaman hubungan seksnya dengan sesama jenis. Akan tetapi subyek memiliki rasa ketertutupan terhadap orang lain seperti keluarga, komunitas LSL terbuka juga social network khusus LSL di internet. Pengetahuan minim tentang seputar HIV dan AIDS Subyek memiliki pengetahuan tentang HIV dan AIDS baik dari definisi, penularan, pencegahan, perilaku beresiko secara detail juga perkembangan kasus HIV dan AIDS di Surakarta.

10 Pengetahuan yang rendah tentang layanan VCT, pengalaman VCT di Surakarta Subyek belum mengetahui seputar layanan Tes HIV secara Sukarela ( VCT ) sebelumnya baik prosedur maupun lokasi pelayanan. Subyek juga memiliki sikap yang positif terhadap keberadaan layanan VCT, beserta manfaatnya dan berharap suasana yang nyaman dan petugas yang dapat menjaga confidensialitas. Subyek menyatakan berminat untuk melakukan VCT meskipun ada ketakutan akan orientasi seksual dan merasa dirinya hasil tesnya nonreaktif. Adanya kesadaran terhadap resiko penularan serta upaya untuk mengurangi resiko Subyek menyadari akan resiko dirinya dan memiliki upaya pencegahan dengan kondom dan abstinence ( menahan diri untuk tidak berhubungan seks ). Perilaku seksual Subyek memulai seksual aktif pada usia remaja dan cenderung perilaku seksual non penetrative tanpa menggunakan kondom dengan kuantitas berhubungan seks yang rendah. Subyek memiliki golongan ekonomi bawah Subyek menyatakan dirinya dan keluarganya berasal dari golongan ekonomi bawah dengan kondisi keuangannya. Kebiasaan subyek cenderung boros dalam membelanjakan uang Subyek merasa cukup dengan penghasilannya meski dengan kebiasaan tidak bisa menabung serta kebiasaan untuk bersenang senang dengan teman teman serta membeli barang elektronik. Jenjang pendidikan Subyek memiliki pendidikan terakhir SMA dan tidak ada keinginan untuk melanjutkan kuliah S 1 untuk masa depannya. Pandangan negatif subyek terhadap komunitas LSL terbuka juga LSM berbasis komunitas LSL Subyek memiliki persepsi yang negatif terhadap komunitas LSL yang terbuka di masyarakat. Hal ini mengakibatkan subyek enggan untuk berkumpul dengan komunitas LSL terbuka. Oleh karena itu, subyek hanya memiliki teman sebaya LSL yang relatif sedikit. Subyek juga enggan untuk bergabung dengan LSM yang berbasis komunitas LSL, meskipun subyek memiliki sikap yang positif terhadap keberadaan organisasi berbasis komunitas LSL di Kota Surakarta.

11 Adanya komitmen dan hubungan yang baik dengan pasangan Subyek memiliki hubungan emosional dan adanya komitmen dengan pasangan dan masa pacaran yang lama sehingga subyek cenderung memiliki jumlah pasangan yang sedikit atau tidak bergonta ganti pasangan. Pengetahuan mengenai IMS, serta tidak ada keluhan IMS Subyek merasa tidak memiliki gejala IMS dan belum mengetahui informasi tentang IMS baik definisi maupun jenis jenisnya. Tidak adanya akses dan kontak dengan petugas LSM Subyek belum pernah mendapatkan informasi terkait HIV dan AIDS dari petugas lapangan dari LSM yang berbasis komunitas LSL baik melalui media KIE berupa leaflet, brosur, maupun kondom. Inisiatif untuk mengakses informasi mengenai HIV AIDS di media internet atau media massa lain Pengetahuan subyek terkait HIV dan AIDS dipengaruhi keengganan untuk mengakses informasi terkait HIV dan AIDS baik melalui media internet maupun media massa. Peran teman dalam informasi mengenai HIV/AIDS dan layanan VCT Subyek memiliki teman yang juga belum terpapar informasi tentang HIV dan AIDS juga layanan VCT. Persepsi masyarakat negatif terkait isu LSL menurut perspektif responden Masyarakat memandang isu LSL sebagai isu yang tabu dan masih melakukan diskriminasi dan stigma yang negative terhadap komunitas LSL. Subyek berharap bahwa masyarakat memiliki pandangan yang lebih obyektif terhadap komunitas LSL. Pengetahuan Keluarga mengenai isu LSL Subyek merasa bahwa keluarga masih sangat awam dan lebih toleran terhadap terhadap isu LSL. Peran pemerintah kurang terkait isu LSL,HIV dan AIDS Pemerintah dirasa kurang peduli terhadap kaum marginal seperti LSL serta permasalahannya terkait HIV dan AIDS. Pemerintah diharapkan dapat berperan melalui kebijakan dan peraturannya. b. Responden Ardy ( Nama Samaran ) Pengetahuan yang minim tentang HIV dan AIDS Dari segi pengetahuan, subyek memiliki pemahaman yang kurang tentang seputar HIV dan AIDS serta layanan kesehatan ( VCT ) baik prosedur, lokasi klinik.

12 Pengetahuan yang minim tentang layanan VCT, pengalaman VCT di Surakarta Subyek memiliki pendapat yang positif, rencana tes VCT serta harapan terhadap layanan VCT. Subyek memandang bahwa layanan VCT sangat penting untuk mengetahui status HIV seseorang. Subyek juga merasa berminat untuk melakukan VCT akan tetapi ada ketakutan akan biaya yang mahal. Subyek juga berharap pelayanan yang baik, hasil yang akurat dan kerahasiaan akan hasil. Kesadaran terhadap resiko serta upaya untuk mengurangi resiko Subyek merasa dirinya tidak beresiko karena telah menjadi pendonor darah secara rutin. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh subyek. Upaya pencegahan dilakukan dengan tidak pernah bergonta ganti pasangan seks serta tidak pernah berhubungan seks dengan penjaja seks. Subyek juga melakukan hubungan seks dengan aman yaitu anal seks dengan menggunakan kondom Golongan ekonomi menengah dengan perencanaan keuangan yang baik Subyek memiliki penghasilan yang cukup besar dengan segala asset yang dimiliki serta bisnis rencana dalam pengembangan melalui investasi. Kebiasaan dan pola hidup terencana Dalam hal membelanjakan uang, subyek merasa penghasilan cukup untuk kebutuhan dan tergolong dalam taraf normal untuk kebutuhan bersosialisasi dengan teman teman. Sedangkan waktu luang lebih banyak dihabiskan untuk kebutuhan olahraga. Jenjang pendidikan yang sesuai standar Pendidikan yang dimiliki subyek relative cukup dan sesuai dengan bidang pekerjaan yang dimiliki. Subyek tidak memiliki rencana masa depan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penerimaan diri dengan orientasi seksualnya Subyek menyadari akan orientasi seksualnya sebagai biseksual dan merasa nyaman dengan dirinya. Selain itu, subyek juga merasa bertanggungjawab atas kehidupannya dan tidak merasa ketakutan apabila status dirinya terbuka kepada orang lain baik ke keluarga, teman, social network. Pandangan positif terhadap komunitas LSL dan LSM berbasis komunitas LSL Karena subyek cenderung tertutup sehingga lebih berpikiran positif terhadap komunitas LSL terbuka dan adanya kemauan untuk bergabung dengan kegiatan positif yang dilakukan oleh LSM berbasis komunitas LSL.

13 Subyek memiliki pengalaman hubungan seksual yang baik Subyek memiliki hubungan dengan sedikit orang dengan masa pacaran yang lama yang disertai adanya komitmen untuk saling setia dengan pasangan. Perilaku seksual cenderung resiko kecil Subyek memulai seksual aktif pada usia dewasa dan perilaku seks yang dilakukan yaitu ciuman, seks oral dan anal dengan menggunakan kondom. Subyek telah mengetahui cara menggunakan kondom secara baik dan benar. Pengetahuan yang rendah tentang IMS serta tidak ada riwayat IMS Subyek dapat menjelaskan IMS secara sederhana beserta gejala gejalanya dan subyek tidak pernah mengalami gejala gejala IMS. Keterbatasan informasi dari LSM yang berbasis komunitas LSL Subyek belum pernah mendapatkan edukasi dan informasi terkait HIV dan AIDS dari LSM yang berbasis komunitas LSL. Keinginan untuk mengakses informasi HIV dan AIDS Subyek memiliki keterbatasan informasi karena minat yang rendah untuk mencari informasi tentang HIV dan AIDS melalui internet. Subyek mendapatkan informasi dari media massa atau Koran. Peran teman sebaya dalam pemberian informasi maupun akses layanan Subyek memiliki teman teman yang sama dengan dirinya dan memiliki keterbatasan informasi terkait informasi HIV dan AIDS serta layanan VCT. Pandangan Masyarakat cenderung negatif terhadap LSL Subyek menganggap bahwa masyarakat memandang komunitas LSL secara negatif disebabkan karena perilaku LSL cenderung negatif seperti bentuk pelecehan seksual. Pandangan keluarga yang belum menerima LSL Subyek menganggap keluarga sama halnya dengan masyarakat dimana belum menerima keberadaan LSL. Peran pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS Subyek merasa bahwa pemerintah harus peduli dan lebih peka terhadap kasus HIV dan AIDS serta keberadaan LSL. c. Responden Arya ( Nama Samaran ) Pengetahuan yang minim tentang informasi dasar seputar HIV dan AIDS Subyek memiliki keterbatasan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS baik penularan, pencegahan serta perilaku yang beresiko tinggi tertular.

14 Keterbatasan informasi tentang layanan VCT Subyek sama sekali belum pernah mendapatkan informasi tentang layanan VCT baik dari LSM berbasis komunitas LSL maupun dari media massa maupun internet. Sedangkan teman teman sebaya juga belum pernah mengakses layanan VCT. Pendapat positif tentang adanya layanan VCT Layanan VCT merupakan hal yang penting untuk mengetahui status HIV bagi dirinya dan orang lain. Subyek juga berpikir akan melakukan VCT dengan harapan layanan yang aman, nyaman, terjaga kerahasiaan serta tenaga yang terlatih, adanya shelter untuk ODHA dan adanya fasilitasi dari pihak klinik kepada keluarga ODHA. Resiko penularan yang rendah Subyek menganggap dirinya beresiko dengan perilaku seksnya dan merasa resiko penularan terhadap HIV rendah. Selain itu, ada upaya dalam pencegahan dengan perilaku seks non penetrasi. Golongan ekonomi menengah Dalam hal keuangan, subyek memiliki kondisi yang cukup baik serta adanya rencana di masa depan. Kebiasaan dalam membelanjakan uang Subyek memiliki perencanaan dalam keuangan yang baik dengan menyisihkan uang untuk kebutuhan tabungan masa depan. Kebutuhan akan sosialisasi dengan teman dilakukan secara wajar. Jenjang dan rencana pendidikan Subyek memiliki pendidikan terakhir SMA dan dalam penyelesaian S1 meskipun tidak ada kesesuaian dengan pekerjaannya. Penerimaan diri terhadap orientasi seksual Subyek mengakui bahwa dirinya sebagai biseksual dan merasa nyaman dengan orientasi seksnya maupun hubungan seks dengan sesama jenis. Selain itu, subyek juga merasa nyaman dengan hubungan percintaan dengan lawan jenis dan berani untuk terbuka akan statusnya di social network ataupun internet. Ketakutan akan orientasi seksualnya terbuka di keluarga maupun teman tidak dirasakan oleh subyek. Subyek tidak nyaman bergaul di tempat umum dengan komunitas dalam jumlah banyak. Pandangan negatif terhadap komunitas LSL terbuka Subyek merasa sebagian komunitas LSL memiliki sisi negative sehingga harus menjaga pencitraan dirinya dengan membatasi pergaulan dengan komunitas. Di samping itu,

15 subyek merasa adanya kecemasan dengan terlibat langsung dengan LSM yang berbasis komunitas. Subyek memiliki hubungan emosional yang baik Subyek memiliki pengalaman hubungan dengan masa pacaran yang cukup lama dan lebih melibatkan kualitas emosi serta jumlah pasangan yang pernah dimiliki relatif sedikit. Perilaku Seksual Dilihat dari aktivitas seksual, subyek lebih memilih hubungan seks non penetrasi yaitu ciuman dan oral seks. Sedangkan frekuensi berhubungan seks relative jarang serta tersedianya kondom dalam setiap berhubungan seks. Pengetahuan serta keluhan IMS Pengetahuan subyek minim tentang seputar IMS, jenis maupun gejala karena keterbatasan informasi yang diterima. Subyek juga tidak memiliki riwayat IMS sebelumnya. Akses dan kontak dengan petugas LSM Subyek memiliki keterbatasan informasi terkait HIV dan AIDS/ IMS dari petugas LSM yang berbasis komunitas LSL karena subyek tertutup terhadap keberadaan LSM berbasis komunitas LSL. Inisiatif untuk mengakses informasi mengenai HIV AIDS di media internet atau media massa Subyek belum pernah mendapatkan informasi terkait HIV dan AIDS dari media massa maupun internet. Peran teman dalam pemberian informasi Secara umum, teman sebaya juga memiliki keterbatasan informasi terkait HIV dan AIDS sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap subyek. Persepsi masyarakat terkait isu LSL menurut perspektif Subyek menilai bahwa masyarakat lebih cenderung menilai LSL secara negatif meskipun sebagian ada yang pro terhadap keberadaan LSL tergantung kepada sosialisasi yang dilakukan oleh komunitas LSL. Persepsi keluarga terkait isu LSL Subyek memandang bahwa keluarganya dapat menerima dirinya dengan orientasi seksualnya karena merupakan bagian dari keluarga.

16 Peran pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS Pemerintah dirasa telah berperan aktif dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kegiatan kegiatan sosialisasi yang dilakukan. d. Responden Ardian Informasi dasar yang minim dimililiki subyek Subyek memiliki keterbatasan informasi terkait penularan dan pencegahan HIV dan AIDS secara benar serta perkembangan kasus HIV dan AIDS di Surakarta. Sumber informasi yang diperoleh subyek berasal dari media massa. Keterbatasan pengetahuan tentang layanan VCT Subyek tidak pernah mendapatkan informasi terkait pengertian VCT, prosedur layanan VCT juga lokasi klinik. Subyek hanya mengetahui tentang tes darah untuk mengetahui status HIV. Subyek juga belum pernah melakukan tes HIV karena ada ketakutan akan biaya yang mahal, takut akan hasil tes, takut akan jaminan kerahasiaan atas orientasi seksual oleh petugas klinik juga alasan karena telah melakukan donor darah dan tidak ada pemberitahuan tentang hasil screening darah dari PMI. Sikap positif terhadap layanan VCT Subyek merasa setuju dengan adanya layanan VCT dan memiliki rencana untuk melakukan VCT karena alasan tanpa biaya. Subyek juga berharap layanan VCT yang nyaman dan biaya yang terjangkau. Asumsi resiko rendah Subyek menyadari bahwa resiko dirinya rendah terhadap penularan HIV dan upaya mengurangi resiko dengan menggunakan intuisi kepada orang baru serta penggunaan kondom dan tidak bergonta ganti pasangan. Golongan ekonomi menengah ke bawah Subyek termasuk dalam keluarga dengan golongan ekonomi bawah dengan status mahasiswa. Keuangan subyek dibantu oleh pasangannya. Kebiasaan berkumpul dengan teman Dalam pergaulan dengan komunitas, subyek relative jarang untuk berkumpul untuk bersenang senang. Sosialisasi dilakukan dengan sharing atau ngobrol. Status Pendidikan Subyek dalam kondisi menyelesaikan pendidikan D3 sebagai modal untuk bekerja.

17 Penerimaan diri dan ketakutan terhadap orientasi seksual Subyek memiliki pemahaman yang cukup tentang orientasi seksual serta dapat menerima dirinya sebagai gay. Subyek merasa nyaman dengan berhubungan seks dengan sesama jenis, terbuka di social network khusus LSL, akan tetapi subyek merahasiakan statusnya dari keluargadan teman karena adanya ketakutan akan diskriminasi, kekerasan, penghinaan. Pandangan negatif terhadap komunitas LSL secara umum Subyek memiliki pandangan yang negative terhadap LSL karena berkumpul untuk mencari pasangan seks dan membuang waktu. Sedangkan terkait LSM berbasis komunitas LSL, subyek menyatakan belum pernah mengetahui dan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan kegiatan yang positif. Pengalaman dalam hubungan emosional Subyek memiliki 2 ( dua ) orang pasangan dengan kewarganegaraan asing melalui social network dengan masa pacaran yang cukup lama dengan frekuensi bertemu sedikit. Aktivitas seksual Aktivitas seksual subyek dimulai dari usia 18 tahun baik ciuman, oral seks, maupun anal seks. Subyek menyatakan dirinya selalu menggunakan kondom dan pelicin saat melaukan anal seks. Pengetahuan yang baik mengenai IMS Subyek telah mengetahui IMS beserta jenis jenisnya serta upaya penanggulangan dengan menggunakan kondom serta pemeriksaan genital. Subyek menyatakan tidak memiliki gejal gejala IMS. Akses dan kontak dengan petugas LSM Subyek belum pernah mendapatkan informasi terkait HIV dan AIDS dari petugas lapangan LSM yang berbasis komunitas LSL, tetapi dari penyuluhan remaja yang dilakukan Dinas Kesehatan. Inisiatif untuk mengakses informasi mengenai HIV AIDS di media internet atau media massa Subyek pernah mencari informasi mengenai HIV dan AIDS melalui media internet. Peran teman dalam mendapatkan informasi terkait HIV dan AIDS Subyek pernah berbagi informasi terkait HIV dan AIDS serta layanan VCT dari teman LSL dari luar daerah.

18 Persepsi masyarakat terkait isu LSM Masyarakat memandang negatif terhadap komunitas LSL dengan adanya kasus kasus kekerasan sehingga menimbulkan stigma. Selain itu, factor agama juga memberikan gambaran negatif terhadap LSL. Persepsi keluarga terkait isu LSL Di kalangan keluarga, subyek menilai masih belum toleran terhadap isu LSL. Peran dan kebikan pemerintah terkait isu LSL,HIV dan AIDS Pandangan subyek terhadap pemerintah telah peka akan isu LSL maupun HIV dan AIDS, akan tetapi masih banyak terjadi diskriminasi dan diperlukan strategi yang lebih baik dari pemerintah. e. Responden Risdi ( Nama Samaran ) Pengetahuan subyek masih minim terkait penularan, pencegahan serta perilaku beresiko HIV dan AIDS Subyek belum mengetahui informasi secara detail tentang HIV dan AIDS baik penularan dan pencegahan, resiko penularan, perkembangan kasus HIV. Pengetahuan yang rendah terhadap layanan VCT Subyek belum mengetahui informasi seputar layanan VCT secara benar. Subyek menyatakan belum pernah mengakses layanan VCT karena adanya ketakutan akan terbukanya orientasi seksual kepada petugas klinik serta hasil tes yang kemungkinan positif/ reaktif. Subyek juga merasa dirinya tidak beresiko untuk tertular HIV karena tidak berhubungan seks secara vulgar dapat menahan diri atau control diri. Pendapat positif tentang adanya layanan VCT Subyek memandang pentingnya layanan VCT untuk menekan epidemic laju penularan HIV serta untuk penanganan secara dini. Setelah mengetahui informasi tentang layanan VCT, subyek merasa perlu untuk melakukan tes HIV secara sukarela ( VCT ) dengan harapan adanya pelayanan yang ramah terhadap LSL, dapat menjaga kerahasiaan dan memberikan kenyamanan bagi klien. Kesadaran akan resiko rendah terhadap HIV Karena subyek merasa menggunakan kondom, frekuensi hubungan seks yang jarang serta tidak bergonta ganti pasangan dan tidak sembarangan dalam memilih pasangan, subyek merasa bahwa dirinya memiliki resiko yang rendah tertular HIV.

19 Golongan ekonomi keluarga menengah Subyek tergolong dari keluarga menengah, dengan penghasilan yang relatif kecil dapat mencukupi kebutuhan hidup termasuk saving ( menabung ) Kebiasaan berkumpul dengan teman Subyek dapat membelanjakan uang penghasilannya dengan baik termasuk kebutuhan menabung untuk persiapan pernikahannya. Sehingga Kegiatan berkumpul dengan teman lebih cenderung dilakukan dengan ngobrol di rumah, nongkrong serta kadang kadang dengan menonton film. Pendidikan terakhir Subyek memiliki pendidikan terakhir SMA serta tidak ada rencana untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pemahaman tentang orientasi seksual Subyek menyatakan bahwa dirinya sebagai heteroseksual ( straight ) karena alasan pernikahan, meskipun subyek juga mengatakan dirinya seorang biseks dan nyaman berhubungan seksual dengan laki laki. Subyek memiliki pemahaman tentang perubahan orientasi seksual dari biseksual menjadi heteroseksual. Subyek juga cenderung menutup diri dari komunitas dan social network khusus LSL dan belum terbuka kepada keluarga, teman maupun pasangan. Ketakutan akan orientasi seks dirasakan lebih kepada pasangan lawan jenisnya. Pandangan negatif serta ketakutan terhadap komunitas maupun LSM berbasis komunitas LSL Subyek merasa komunitas LSL terbuka terlalu membuka orientasi seksualnya kepada masyarakat. Pandangan subyek terhadap keberadaan LSM berbasis komunitas LSL juga positif untuk menekan laju epidemi HIV dan AIDS. Akan tetapi subyek merasa enggan terlibat dalam kegiatan kegiatan LSM berbasis komunitas LSL karena takut terbuka orientasi seksnya. Hubungan emosional dengan pasangan Subyek memiliki jumlah pasangan LSL yang relatif sedikit dengan masa pacaran yang cukup lama. Hubungan subyek lebih melibatkan perasaan atau emosi serta adanya komitmen. Perilaku seksual subyek lebih kepada penentratif dan non penetratif seperti ciuman, oral seks dan anal seks dengan menggunakan kondom dan pelicin serta intensitas hubungan seks yang cukup.

20 Pengetahuan yang minim mengenai IMS Subyek memiliki keterbatasan akan informasi seputar IMS beserta gejala gejalanya. Subyek juga tidak memiliki riwyata gejala IMS. Subyek berpandangan bahwa IMS dapat ditanggulangi dengan penggunaan kondom, pengurangan intensitas hubungan seks serta pemeriksaan organ genital. Akses terhadap petugas LSM yang rendah Petugas lapangan dari LSM berbasis komunitas belum pernah memberikan informasi terkait HIV dan AIDS kepada subyek. Inisiatif untuk mengakses informasi mengenai HIV AIDS Subyek mencari informasi HIV dan AIDS melalui buku sedangkan informasi melalui media massa dan internet tidak pernah diakses. Peran teman terhadap penyampaian informasi HIV/AIDS dan layanan VCT Subyek pernah mendapatkan informasi mengenai HIV dan AIDS serta layanan VCT dari teman sebayanya. Persepsi masyarakat negatif terkait isu LSL Menurut pandangan subyek, masyarakat menilai negatif bahwa komunitas LSL merupakan sebuah aib. Persepsi terhadap keluarga terkait isu LSL Subyek tidak mengetahui pandangan keluarganya tentang isu terkail LSL. Peran pemerintah terkait isu LSL,HIV dan AIDS Subyek memandang pemerintah belum secara optimal terlibat dalam penanggulangan HIV dan AIDS juga isu LSL. Sedangkan dari hasil kategorisasi dan coding tema terhadap 5 orang LSL terbuka dapat diuraikan sebagai berikut : a. Responden Bram Pengetahuan subyek seputar HIV/AIDS, IMS juga lokasi klinik Subyek memiliki pengetahuan yang cukup terkait informasi HIV dan AIDS baik penularan, pencegahan, hubungan HIV dengan IMS, jenis IMS serta perilaku beresiko tertular HIV dan AIDS. Subyek juga mengetahui lokasi pemeriksaan IMS di Surakarta.

21 Pengetahuan yang cukup tentang layanan VCT serta lokasi klinik VCT Subyek juga telah mengakses layanan VCT atas ajakan teman yang pernah tes sebelumnya dan melalui brosur. Sehingga subyek telah mengetahui lokasi klinik. Subyek mengakui mendapatkan imbalan dalam bentuk uang setelah melakukan tes VCT. Penilaian yang baik dengan layanan klinik VCT Subyek menilai layanan VCT penting untuk mengetahui status HIV seseorang. Penerimaan diri Subyek termasuk LSL yang telah terbuka di komunitas akan tetapi masih tertutup di keluarga. Terdapat rasa takut apabila orientasi seksnya maupun pekerjaannya terbuka di keluarga. Pendidikan tidak berpengaruh dalam pergaulan subyek dengan komunitas Menurut subyek, penerimaan dari komunitas ditentukan oleh sikap dan perilaku dan tidak dilihat dari jenjang pendidikan. Kebiasaan berkumpul dengan teman Subyek menyatakan senang untuk berkumpul dengan komunitas LSL di tempat nongkrong atau tempat ngumpul komunitas. Subyek merasa berada dari kalangan menengah kebawah dan tidak adanya pengaruh kelas sosial dengan pergaulannya Subyek merasa memiliki pergaulan dengan teman dari berbagai kalangan sosial dan perbedaan itu tidak mempengaruhi dalam pergaulannya. Subyek memiliki pengetahuan yang cukup tentang perilaku seksual Subyek adalah seorang pekerja seks, memiliki intensitas hubungan seks yang cukup tinggi dan memiliki resiko tertular HIV yang cukup tinggi pula meskipun subyek telah memahami tentang perilaku seksual. Subyek menyatakan belum menggunakan kondom secara konsisten. Subyek memiliki pasangan Subyek memiliki hubungan emosional dengan pasangan di luar profesinya sebagai pekerja seks. Subyek secara jelas menyebutkan dirinya sebagai Gay Subyek memiliki pengetahuan yang baik tentang orientasi seksual dan secara sadar telah menerima diri dengan baik sebagai Gay. Adanya riwayat penyakit IMS Subyek menyatakan belum dapat menggunakan kondom secara konsisten meskipun telah terinfeksi IMS.

22 b. Responden Damar ( Nama Samaran ) Subyek memiliki pengetahuan seputar HIV/AIDS/IMS yang cukup Subyek telah mengetahui penularan, pencegahan, resiko penularan secara tepat dan mengetahui perkembangan HIV menjadi AIDS. Subyek memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik tentang layanan VCT Subyek merupakan LSL yang telah terbuka di komunitas serta telah mengetahui layanan VCT di Surakarta dan pernah melakukan VCT untuk mengetahui status HIV dirinya karena subyek merasa beresiko HIV. Subyek bisa menerima orientasi seksualnya Subyek merasa bangga dan menikmati memiliki orientasi seksual sebagai gay. Akan tetapi, subyek masih memiliki rasa takut terbuka orientasi seksualnya kepada orang lain. Subyek memiliki pendidikan yang sedang Subyek memiliki pandangan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pola pikir. kebiasaan bangga akan pasangan di komunitasnya Subyek memiliki kebiasaan senang memamerkan pasangan yang dimiliki kepada komunitasnya. Penerimaan berdasar Kelas sosial Subyek merasa kalangan menengah ke bawah lebih mudah diterima di komunitas. Kesadaran akan resiko dan upaya safe seks Subyek telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang HIV dan AIDS, tetapi subyek berperilaku seks dengan menggunakan kondom hanya saat anal seks dengan non pasangan, sehingga merasa resiko tertular HIV kecil. Hubungan emosional dengan pasangan Dalam memilih pasangan cenderung kepada usia dewasa serta adanya keterlibatan emosi dalam menjalin sebuah hubungan. Pemahaman tentang orientasi seksual Subyek memiliki pemahaman yang baik tentang konsep orientasi seksual serta menyatakan orientasi seksualnya sebagai biseksual dimana subyek merasa nyaman berhubungan seks maupun emosional dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Pemahaman tentang IMS serta resiko dirinya terkena IMS Subyek mengetahui resiko dirinya terkena IMS ( Kutu Kelamin ) karena perilaku seks yang bergonta ganti pasangan.

23 c. Responden Jayen ( Nama Samaran ) Pengetahuan terhadap HIV/AIDS/IMS yang cukup baik Subyek merupakan LSL yang terbuka di komunitas dan telah dijangkau oleh LSM berbasis komunitas di Surakarta. Subyek memiliki pengetahuan yang cukup tentang penularan, pencegahan HIV dan AIDS. Pengetahuan terhadap layanan VCT baik prosedur maupun lokasi klinik Subyek telah mengetahui prosedur, biaya, lokasi klinik VCT serta pernah mengakses layanan VCT di Surakarta. Pandangan tentang pentingnya VCT Subyek menilai layanan VCT dapat menurunkan laju epidemi HIV dan AIDS. Penerimaan diri Secara pribadi subyek merasa menikmati orientasi seksualnya, akan tetapi terdapat ketakutan akan terbuka orientasi seksnya kepada orang lain. Perbedaan cara berpikir terkait pendidikan Subyek menilai bahwa pola pikir seseorang tidak ditentukan oleh pendidikan tetapi cara memandang masalah. Kebiasaan nongkrong di komunitas Subyek bergaul dengan banyak teman di lokasi nongkrong atau tempat berkumpul komunitas LSL. Pengaruh kelas sosial dalam pergaulan Subyek memiliki kelas sosial menengah ke bawah dan menilai kelas sosial dapat mempengaruhi penerimaan sosial seseorang. Frekuensi berhubungan seks yang intens dan beresiko Subyek memiliki intensitas hubungan seks yang tinggi dan memiliki resiko tertular HIV yang tinggi karena perilaku seksnya baik oral maupun anal seks tanpa kondom. Adanya hubungan emosional dengan pasangan ( pacar ) Subyek memiliki jumlah pasangan yang relatif banyak dan melibatkan perasaan alam menjalin hubungan ( pacaran ). Pemahaman tentang orientasi seksual Subyek memahami konsep tentang orientasi seksual dan menyatakan dirinya memiliki orientasi seks sebagai biseksual karena ada ketertarikan kepada sesama jenis dan lawan jenis. Pengetahuan tentang IMS Subyek memiliki pemahaman tentang penularan serta gejala gejala IMS secara detail.

24 d. Responden Rudi ( Nama Samaran ) Pengetahuan terkait HIV dan AIDS/ IMS Subyek belum memiliki pengetahuan yang rendah tentang HIV dan AIDS serta IMS. Pengetahuan tentang layanan VCT Subyek memiliki pemahaman yang cukup tentang prosedur, prinsip layanan dan lokasi layanan VCT. Ketakutan akan terbuka orientasi seksual kepada orang lain Subyek berusaha merahasiakan identitasnya kepada orang lain Tidak adanya perbedaan pola pikir dilihat dari pendidikan. Subyek memiliki pendidikan menengah atas dan menganggap bahwa pola pikir di komunitas cenderung sama. Kelas sosial tidak mempengaruhi pergaulan di komunitas Pergaulan subyek relatif biasa dan tidak membedakan antara satu dengan lainnya. Peran teman terkait informasi klinik VCT Subyek memperoleh informasi terkait layanan VCT melalui teman. Subyek memiliki pemahaman tentang perilaku seksual dan resiko yang rendah Hubungan seks yang dilakukan subyek tanpa adanya paksaan dan beresiko karena tidak menggunakan pengaman ( kondom ). Subyek memiliki pasangan tetap Hubungan seks yang dilakukan subyek relative jarang karena alasan factor intensitas ketemu dan adanya komitmen dalam menjalin hubungan. Penerimaan diri sebagai biseksual Subyek memiliki orientasi seksual sebagai biseksual dimana subyek memiliki ketertarikan dengan sesama jenis dan lawan jenis. Pengetahuan tentang penyakit IMS Subyek tidak memiliki riwayat penyakit IMS meskipun memiliki pengetahuan IMS secara detail. e. Responden Edo ( Nama Samaran ) Pemahaman yang rendah terhadap HIV/AIDS Subyek memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat VCT untuk mengetahui status HIV, prosedur layanan serta telah mengakses layanan 2 kali karena merasa dirinya beresiko. Akan tetapi pengetahuan subyek tentang HIV dan AIDS/ IMS masih rendah.

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua dasa warsa lebih sudah, sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Indonesia tahun 1987 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, respon reaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syindrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di dunia. Di tingkat global,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 1 Outline Paparan Bagaimana Transmisi HIV Terjadi Situasi HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jenis kelamin ada perempuan, laki laki, dan intereseks (seseorang yang terlahir dengan dua jenis kelamin.tanpa memandang jenis kelamin seseorang akan merasa tertarik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah remaja usia 10-19 tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik saat ini mencapai 62 juta jiwa, yang merupakan 28,5%

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN PRGRAM HIV AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian serta pembahasan yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Himpunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 36.700.000 orang hidup dengan HIV termasuk sebanyak 2,25 juta anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh pemerintah dan sebagai salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu bangsa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin lama semakin mengkhawatirkan, baik dari sisi kuantitatif maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah gejala penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) , PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) 322460, Email : kpakabmimika@.yahoo.co.id LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM HIV/AIDS DAN IMS PERIODE JULI S/D SEPTEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Penggunaan pendekatan kualitatif ini bertujuan agar dapat memaparkan secara menyeluruh

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang unik, sangat berbeda dengan makhluk hidup yang lain. Pada manusia dalam memenuhi dorongan biologis atau seksnya tersebut dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kasus HIV/AIDS di Indonesia saat ini tergolong tinggi. Banyak ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang unik, sangat berbeda dengan makhluk hidup yang lain. Pada manusia dalam memenuhi dorongan biologis atau seksnya tersebut dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep dan strategi pembangunan kesehatan telah mengalami pergeseran, yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah berorientasi kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007 1800000 1600000 Proyeksi Kasus HIV/AIDS di Indonesia 1400000 1200000 Jumlah Infeksi 1000000 800000 600000 400000 200000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. fisik seksual. Kondisi seksualitas yang sehat juga menunjukkan gambaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Lingkup seksual bukan sekedar kata seks yang merupakan kegiatan hubungan fisik seksual. Kondisi seksualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut International Cooperation Populatiom and Development (ICPD) 1994 adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kejadian HIV dan AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak 15.589 kasus untuk

Lebih terperinci

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( ) PROPOSAL PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT (PKM) TENTANG PENINGKATAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TABANAN II TAHUN 2012 OLEH A A ISTRI YULAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kondisi sehat individu tidak bisa hanya dilihat dari kondisi fisik saja melainkan juga kondisi mental dan kondisi sosial. Dalam kasus anak-anak yang mengidap HIV/AIDS memperhatikan

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Satiti Retno Pudjiati Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Layanan HIV PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum mendapat pengakuan dari masyarakat. Karena dalam hukum negara Indonesia hanya mengakui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini dilihat dari prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan IMS seperti perubahan demografi,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan secara tertulis hal-hal yang

Lebih terperinci