KEMAMPUAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA PEMBELAJARAN SAINS SD RAMDHAN WITARSA 1 YULI NURUL FAUZIAH 2
|
|
- Susanti Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEMAMPUAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA PEMBELAJARAN SAINS SD RAMDHAN WITARSA 1 YULI NURUL FAUZIAH 2 Pendahuluan Pelajaran sains sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa sehingga terwujud manusia seutuhnya. Sebagai bagian dari proses pendidikan nasional, pembelajaran sains di SD sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) agar dapat menumbuhkan kemampuan berpikir (BSNP, 2006). Dalam inkuiri, siswa diharapkan bisa kritis menemukan masalah dalam kehidupan dan mencari penyelesaian secara kreatif sebab banyak macam keterampilan proses sains seperti mengamati, menginterpretasi atau membuat hipotesis yang bisa dikuasai jika disertai dengan keterampilan berpikir. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran sains, siswa perlu mendapatkan pembinaan atau latihan dalam berpikir, baik berpikir kritis, kreatif, logis atau cara berpikir yang lain. Oleh karena itu, diperlukan transformasi pendidikan sains yaitu dari belajar dengan menghafal menjadi belajar berpikir atau dari belajar yang dangkal menjadi mendalam atau kompleks (Suastra, 2008). Siswa harus diperkenalkan dengan sains sebagai mata pelajaran yang menarik karena bisa membantu untuk memahami tentang dunia dan diri sendiri dimana guru harus bisa merancang dan melaksanakan pembelajaran sains yang bisa meningkatkan daya imaginasi, kreatif, dan logis dalam berpikir. Pengembangan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa dalam Rencana Pembelajaran, Pelaksanaan, dan Tugas Pembelajaran Guru Salah satu keterampilan dasar yang perlu dikuasai siswa adalah keterampilan berpikir. Mengajarkan keterampilan berpikir kepada siswa bisa dilakukan dengan cara memadukannya dengan materi pembelajaran (kurikulum) agar dapat membantu siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif (Sutrisno, 2008). Micheolis (1988 dalam Samion, 2002) membagi keterampilan berpikir (thinking skill) menjadi the lower dan the higher. Yang termasuk the lower adalah perception, association, dan concept attainment, sedangkan yang termasuk the higher adalah problem solving, critical thinking, dan creative thinking. Sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi, keterampilan berpikir kreatif tidak bisa dikuasai dengan tiba-tiba. Berdasarkan analisis faktor, Guilford (dalam Supriadi, 1994) menemukan ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan 1 Ramdhan Witarsa adalah Dosen Luar Biasa di Jurusan Pedagogik FIP UPI Bandung dan juga seorang praktisi pendidikan. 2 Yuli Nurul Fauziah adalah Dosen Luar Biasa di Jurusan Pedagogik FIP UPI Bandung dan juga seorang praktisi pendidikan. 48
2 DP. Jilid 11, Bil. 2/2011 Pendidikan Sains kembali (redefinition). Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Orisinalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang banyak. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menemukan hubungan baru, melihat subjek dari perspektif yang baru dan membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran (Evans, 1991). Siswa yang kreatif bisa menunjukkan hal-hal inovatif dalam mengajukan ide dan kelak bisa menjadi sumber daya yang bisa menciptakan suatu kreasi yang inovatif dan bisa bersaing dalam masyarakat teknologi (Ward,et.al, 2006). Rhodes (dalam Munandar, 2009) menyebutkan empat jenis definisi kreativitas sebagai Four P s of Creativity yaitu person, process, product, and press. Kaitan dari keempat P ini adalah pribadi yang kreatif akan menghasilkan produk yang kreatif melalui proses yang kreatif pula dan dengan dibantu oleh dorongan. Pentingnya kreativitas dalam pendidikan tercermin dalam tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 11 Pasal 3 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain adalah menghasilkan siswa yang kreatif. Selain itu dalam pasal 40 dinyatakan bahwa Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Pembelajaran yang kreatif adalah pembelajaran yang mendorong siswanya untuk mengembangkan gagasan yang ada dengan menggunakan sumber belajar yang ada (Indrawati dan Setiawan, 2009). Munandar (1993 dalam Mariati, 2006) menjelaskan bahwa ada beberapa teknik yang dapat dikembangkan di sekolah untuk meningkatkan kreativitas seperti teknik sumbang saran (brainstorming), mengajukan pertanyaan divergen yang memacu gagasan dan bermain peran. Brainstorming adalah salah satu teknik yang paling populer untuk membangkitkan ide (Evans, 1991). Teknik ini berguna untuk membangun pola berpikir sehingga bisa melihat sesuatu dengan cara lain. Brainstorming bisa dilakukan secara berkelompok atau secara individual. Jika dilakukan secara berkelompok, maka ide salah satu anggota kelompok bisa merangsang ide dari anggota kelompok lain untuk melangkah ke tahap selanjutnya sehingga ide yang dibangun bisa lebih mendalam ( Tetapi jika dilakukan secara individual, maka jangkauan ide bisa diperluas tanpa harus khawatir dengan ego atau pendapat orang lain sehingga proses kreatif bisa lebih bebas. Tujuan pembelajaran sains tidak sekedar agar siswa menguasai konten atau materi sains tetapi juga harus bisa menjadi wahana untuk mendidik anak agar menjadi manusia seutuhnya (Firman dan Widodo, 2008). Sikap ilmiah yang ditekankan dalam pembelajaran sains sangat penting untuk dikuasai siswa agar bisa membekali dirinya untuk menjadi manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Agar tujuan pembelajaran sains tercapai maka yang ditekankan dalam pembelajaran bukanlah belajar apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt) melainkan belajar bagaimana belajar (learn how to learn). Berpikir berarti proses mental tingkat tinggi seperti memecahkan masalah, menjelaskan, berkreasi, menemukan konsep, mengingat, mengklasifikasikan, membuat simbol atau merencanakan (Siegler dan Alibali, 2005). Siswa SD kelas V yang berusia 49
3 antara 10 dan 12 tahun, memiliki tahap perkembangan berpikir antara periode operasional konkrit dan periode operasional formal. Menurut Piaget (dalam Siegler dan Anibali, 2005), karakteristik berpikir anak pada periode operasional konkrit yaitu yang berusia antara 6 atau 7 sampai 11 atau 12 adalah bisa mengambil poin lain dari suatu masalah, bisa secara simultan menemukan perspektif lain dan bisa secara akurat menampilkan transformasi sebagaimana halnya situasi yang statis. Sedangkan anak pada periode operasional formal memiliki karakteristik berpikir yaitu bisa menjelaskan alasan suatu teori atau abstraksi sebaik realitas konkrit. Luasnya perspektif ini potensial untuk menyelesaikan macam-macam masalah. Kemampuan berpikir siswa SD kelas V diatas biasa menjadi modal untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif yaitu keterampilan berpikir yang memiliki ciri bisa mengajukan macam-macam solusi suatu permasalahan serta lancar mengajukan banyak ide yang sifatnya original secara individu. Pengembangan keterampilan berpikir kreatif melalui pembelajaran sains tidak bisa lepas dari kemampuan kognitif siswa secara umum dalam tahap usianya. Oleh karena itu, upaya-upaya dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif ini harus disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Tidak seperti pelajaran seni dimana kreativitas dikembangkan secara bebas, dalam sains siswa harus menguasai konsep terlebih dahulu sebelum kreativitasnya dikembangkan (Tapilouw, 1997). Jika konsep sudah dipahami, maka ide-ide kreatif bisa muncul dari siswa asalkan mendapatkan bimbingan yang tepat. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, ternyata pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif menemui banyak faktor baik yang menghambat maupun yang mendorong. Munandar (1999, dalam Rachmawati dan Kurniati, 2003) mengemukakan faktor penghambat pertumbuhan kreativitas siswa di sekolah antara lain: a. Sikap guru yang terlalu banyak mengontrol. b. Belajar dengan hapalan mekanis. c. Ketidakmampuan guru membantu siswa memahami dan menafsirkan kegagalan. d. Tekanan akan konformitas. Pengembangan keterampilan berpikir dalam pembelajaran tergantung kepada kreativitas guru. Dalam proses pembelajaran, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar (Sanjaya, 2009). Hal ini berdasarkan asumsi bahwa guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas sehingga rendahnya prestasi siswa menggambarkan rendahnya kualitas guru di Indonesia (Jalal,et.al, 2009). Kemampuan guru dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran dipengaruhi faktor-faktor antara lain: 1. Profesionalisme guru. Guru yang memiliki kemampuan dan motivasi untuk mengajarkan keterampilan berpikir kreatif bisa dikatakan bahwa guru tersebut adalah seorang yang kreatif. Guru seperti ini memiliki wawasan ke depan dengan mempersiapkan siswanya untuk bisa lebih menghadapai kehidupannya di masa depan yang semakin kompetitif. Guru memiliki banyak peran dalam tugasnya. Selain sebagai pengajar, guru juga harus bisa menjadi fasilitator, pendidik, penyampai informasi, model bagi siswanya, evaluator atau pengayom. Agar dapat menjalankan multiperannya itu, guru harus dibekali dengan pendidikan yang memadai disertai dengan akhlak yang baik. Guru 50
4 DP. Jilid 11, Bil. 2/2011 Pendidikan Sains harus memiliki profesionalisme sebagai guru. Rochintaniawati (2010) menjelaskan lima aspek yang perlu dimiliki oleh guru untuk dapat dikatakan profesional, yaitu: pemahaman terhadap kurikulum (curriculum knowledge), pemahaman terhadap konten (content knowledge), pemahaman terhadap pedagogi (pedagogical knowledge), pemahaman terhadap konten pedagogi (pedagogical content knowledge) dan pemahaman terhadap siswa (knowing of learner). Kelima aspek profesionalisme guru tersebut bisa menjadikan guru sebagai pribadi yang secara profesional paham untuk menjadikan siswanya sebagai peserta didik yang kreatif seperti yang ada dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 11 Pasal 3 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain adalah menghasilkan peserta didik yang kreatif. 2. Dorongan bagi guru agar bisa mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Dalam melakukan tugasnya mengembangkan keterampilan berpikir kreatif, guru yang kreatif memerlukan dorongan. Dorongan bisa secara instrinsik berupa motivasi internal maupun ekstrinsik yang berasal dari lingkungan. Motivasi guru tidak bisa dipaksakan ada tetapi dengan iklim sekolah yang menunjang maka motivasi guru akan timbul. Begitu pula dengan siswa, agar motivasi kreatif siswa muncul maka guru harus menciptakan iklim kelas yang menunjang. Iklim kelas yang bisa diciptakan guru antara lain: a. Sikap guru. Guru harus lebih bersikap menumbuhkan motivasi dengan memberikan instruksi dengan mengarahkan daripada memberi instruksi langsung yang meminta siswa melakukan sesuatu yang diinginkan guru. b. Pengaturan ruang kelas. Kelas diatur dengan gaya terbuka yang memiliki struktur yang tidak kaku, tidak menekan kinerja siswa dan lebih banyak perhatian pada individu (Munandar, 2009). Kelas hendaknya merangsang visual dengan menampilkan hasil karya siswa dan boleh menggantinya dengan sesuai keinginan. Dalam kelas hendaknya ada pusat sains atau pusat bahasa yang akan mendorong siswa untuk bereksperimen dan membaca buku atau artikel yang menunjang. Guru yang memiliki kemampuan dan motivasi untuk mengajarkan keterampilan berpikir kreatif bisa dikatakan bahwa guru tersebut adalah seorang yang kreatif. Beberapa hal yang bisa menumbuhkan kreativitas mengajar dikalangan guru seperti yang dijelaskan oleh Samion (2002) antara lain: a. Iklim mengajar yang memungkinkan guru meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam aktivitasnya. b. Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya positif untuk meningkatkan prestasi mengajar guru. c. Kerjasama yang cukup baik antara guru untuk memecahkan masalah mengajar. d. Perbedaan status yang tidak terlalu tajam diantara guru sehingga terjalin hubungan yang lebih harmonis. e. Pemberian kepercayaan kepada guru untuk meningkatkan diri dan menunjukkan karya atau gagasan kreatifnya. f. Memberikan kewenangan kepada guru dalam proses pembelajaran di kelas. Melalui hal-hal di atas, maka diharapkan motivasi guru untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa akan meningkat. Kepala sekolah juga harus menghargai 51
5 usaha guru dalam setiap tindakan kreatifnya yang positif dengan memberi kesempatan kepada setiap guru untuk berkreasi tanpa harus dituntut untuk melakukan suatu program dengan cara yang sama. Namun jika kurikulum sekolah terlalu padat maka guru tidak akan terlalu berpeluang untuk berkreasi. Dalam perencanaan pembelajaran, secara umum guru menggunakan metode ceramah, diskusi, percobaan, demonstrasi, penugasan, dan presentasi. Namun dari banyak metode yang digunakan tidak ditegaskan kegiatan yang bisa mengembangkan keterampilan berpikir kreatif kecuali hanya sebagian kecil saja. Sehingga memang guru tidak merencanakan secara khusus untuk melaksanakan pembelajaran yang akan mengembangkan keterampilan berpikir khususnya berpikir kreatif. Meskipun demikian, kedua guru mengakui bahwa keterampilan berpikir kreatif perlu diajarkan kepada siswa karena siswa akan lebih senang mengerjakan sesuatu dengan hasil lebih baik dan siswa akan bertambah luas wawasannya. Dalam setiap kegiatan pembelajarannya, terdapat penurunan frekuensi kemunculan aspek keterampilan berpikir kreatif yang dikembangkan guru. Aspek kelancaran (fluency) ternyata merupakan aspek paling dominan yang dikembangkan guru dalam setiap pembelajaran. Sedangkan pengembangan keterampilan berpikir kreatif siswa selama pembelajaran sains berlangsung yang dilakukan guru memiliki frekuensi terbesar pada pembelajaran selanjutnya. Pengembangan aspek kelancaran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendorong siswa untuk mengeluarkan ide, gagasan atau jawaban sebanyak-banyaknya. Pengembangan aspek ini paling banyak dilakukan oleh guru dengan cara mengajukan pertanyaan. Kemampuan guru dalam mengajukan pertanyaan merupakan kemampuan dasar guru dan mudah untuk dilakukan. Hampir sebagian besar guru menggunakan pertanyaan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif. Hanya sebagian kecil saja guru menunjukkan suatu kondisi yang harus ditanggapi siswa. Aspek keluwesan dan keaslian memerlukan kemampuan lebih dari guru untuk mengembangkannya. Untuk mengembangkan aspek keluwesan guru harus mampu membuat analogi-analogi atas suatu peristiwa untuk mendorong siswa membuat alternatif ide, jawaban atau gagasan. Jika kelancaran dan keluwesan dapat dikembangkan dengan baik, maka keaslian akan mengikuti. Sebab jika siswa lancar dan luwes mengemukakan ide maka dari sekian banyak ide akan muncul keaslian. Untuk mengembangkan aspek merinci, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide sendiri dari awal. Kemudian siswa diminta untuk menjelaskan mengapa dia mengeluarkan ide tersebut atau lebih memperkaya ideidenya dengan informasi lain yang dimilikinya agar lebih jelas dan lebih baik. Sementara ini kesempatan yang diberikan guru agar siswa menjelaskan hasil diskusi atau percobaan, tidak dipergunakan untuk menjelaskan jawaban lebih rinci melainkan untuk memberitahu jawaban pertanyaan LKS atau menjelaskan hasil diskusi atau percobaan tanpa menjelaskan sebab akibat dari jawaban tersebut. Potensi siswa yang sesuai dalam tahap perkembangannya menurut Piaget (dalam Siegler dan Anibali, 2005) sudah bisa mengambil poin lain dari suatu masalah, bisa secara simultan menemukan perspektif lain, bisa secara akurat menampilkan transformasi sebagaimana halnya situasi yang statis dan bisa menjelaskan alasan suatu teori atau abstraksi sebaik realitas konkrit kurang dikembangkan. Walaupun guru berusaha melaksanakan inkuiri dalam pembelajarannya namun yang dilakukan bukan untuk menemukan melainkan untuk membuktikan suatu konsep. Siswa diberi informasi 52
6 DP. Jilid 11, Bil. 2/2011 Pendidikan Sains tentang suatu konsep dan dalam kondisi kurang paham harus membuktikan konsep tersebut dalam percobaan atau demonstrasi. Lembar kerja siswa dalam pembelajaran lebih merupakan petunjuk kerja dibandingkan untuk melatih berpikir. Langkah-langkah kerja serta alat dan bahan sudah tersusun, siswa tinggal membaca, dan melakukan kemudian mengisi soal-soal yang sifatnya bukan untuk membahas proses melainkan untuk menguji ingatan. Cara belajar seperti ini tidak akan mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena menurut Mariati (2006), pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan harus dua arah dimana siswa belajar aktif (active learning approach) dalam berpikir, merencanakan, dan bertindak. Salah satu hambatan pengembangan keterampilan berpikir kreatif adalah sarana dan prasarana dalam pembelajaran sains adalah praktikum. Dukungan kepada guru dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran ternyata bisa juga menjadi pendorong. Pemberian penghargaan yang tulus dari pimpinan atau rekan kerja dapat menjadi stimulus bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Guru menjelaskan bahwa dukungan pimpinan sekolah dan orang tua siswa menjadi kendala dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini bisa menjadi alasan bahwa bagaimanapun pembelajaran yang dilakukan guru tetap saja tidak ada bedanya bagi guru sehingga guru tidak termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. Kegiatan guru di luar sekolah seperti KKG ternyata tidak memberikan masukan yang berarti untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Sebab walaupun guru aktif dalam KKG namun pola pembelajaran yang dilakukan sama saja yaitu pola pembelajaran yang teacher centered. Khusus untuk keterampilan berpikir kreatif, walaupun guru menganggap penting, namun tidak menjadikan keterampilan berpikir sebagai prioritas. Hal ini terlihat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan yaitu guru menjelaskan kemudian memberi LKS untuk dikerjakan siswa yang isinya tidak melatih kemampuan berpikir kecuali untuk menghapal. Kegiatan pembelajaran seperti ini akan membosankan bagi siswa sehingga minat siswa untuk belajar akan kurang. Dalam pemberian tugas pembelajaran, hanya guru memberi tugas kepada siswa untuk mengembangkan aspek fluency yaitu memberi tugas untuk menjelaskan hasil percobaan dengan pendapat sendiri dan tugas untuk mengembangkan aspek fluency dan flexibility yaitu siswa ditugaskan untuk membuat periskop dengan alat dan bahan yang dikreasikan sendiri. Pemberian tugas pembelajaran yang mengembangkan keterampilan berpikir kreatif ternyata berbanding lurus dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tugas pembelajaran yang dominan baik dari guru berupa mengerjakan petunjuk kegiatan LKS yang sudah jadi dan dibuat guru. Adapun tugas pembelajaran kreatif yang diberikan guru merupakan ide spontan karena tidak ada dalam rencana pembelajaran. Penutup Pengembangan aspek keterampilan berpikir kreatif yaitu kelancaran dan elaborasi ada dalam rencana pembelajaran guru. Namun aspek keluwesan direncanakan guru dalam pembelajaran pertama, sedangkan aspek keaslian sama sekali tidak ada dalam rencana pembelajaran guru. Pengembangan keterampilan berpikir kreatif dalam pelaksanaan tiga kali pembelajaran oleh guru didapatkan rata-rata hanya sekitar 11 menit dan guru lainnya rata-rata hanya sekitar empat menit dari dua jam pelajaran yang dilakukan. Tugas pembelajaran dari guru dalam pembelajaran sains yang mengembangkan keterampilan berpikir kreatif hanya diberikan oleh guru. Latar belakang pendidikan guru, kegiatan guru di luar sekolah dan sertifikasi guru tidak 53
7 mempengaruhi kegiatan pembelajaran guru dalam mengembangkan keterampilan berpikir kreatif. Daftar Pustaka BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Doni, Hendrawan. (2008). Penerapan Model Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Pencapaian Kompetensi Belajar Siswa. Tesis Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Lampung: Tidak diterbitkan. Gunawan W, S. (2009). Analisis Kesesuaian RPP yamg Dibuat Guru SD dengan Pelaksanaan Pembelajaran Sains. Tesis pada Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Haury, D.L. (1993) Teaching Science Through Inquiry. Tersedia: CSMEE Diges (march.ed) [15 April 2008]. Hinrichsen, J., & Jarrett, D. (1999). Science Inqury for the Classroom: a Literature Review. Portland: Northwest Regional Educational Laboratory. Hendracipta, N. (2008). Analisis Kemunculan Aspek Inkuiri pada Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran IPA. Tesis SPs UPI: tidak diterbitkan. National Research Council. (2000). National Science Educations Standards. Washington DC: National Academy Press NSTA & AETS. (1998). Standars for Science Teacher Association Preparation. America. 54
Keywords: kemampuan inkuiri, guru yang tersertifikasi.
ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI GURU YANG SUDAH TERSERTIFIKASI DAN BELUM TERSERTIFIKASI DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD Oleh: Ramdhan Witarsa ABSTRAK Pembelajaran sains yang sesuai dengan tuntutan kurikulum adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk, proses, sikap dan teknologi. Dalam IPA selain mempelajari prinsip, konsep atau teori,
Lebih terperinciEdisi Khusus No. 2, Agustus 2011
ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (Studi Komparatif Pada Guru Sekolah Dasar Kelas V Di Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.
Lebih terperinciKEMAMPUAN GURU SD DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA PELAJARAN IPA
KEMAMPUAN GURU SD DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF PADA PELAJARAN IPA Yuli Nurul Fauziah Wahyu Sopandi Mubiar Agustin Prodi Pendidikan Dasar, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills) yang menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan di indonesia senantiasa tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Bahkan tak jarang setelah satu masalah terpecahkan akan muncul masalah baru. Hal ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat; meliputi struktur,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
Lebih terperinciPEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH
PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas
Lebih terperinciPENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : LAKSMI PUSPITASARI K4308019
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah dengan terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan perkembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) karena sesungguhnya IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
Lebih terperinciinteraksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
Lebih terperincipembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan.
134 BAB V ANALISA Pembelajaran dengan model GIL adalah pembelajaran yang bersifat mandiri yang dilakukan sendiri oleh siswa dalam melakukan suatu eksperimen. Adapun subjek pembelajaran pada pembelajaran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA NEGERI 2 BIREUEN PADA MATERI KALOR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN - ENDED PROBLEM
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA NEGERI 2 BIREUEN PADA MATERI KALOR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN - ENDED PROBLEM (MASALAH TERBUKA) Fatimah 1*) 1 Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciPuspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani,
Lebih terperincibenar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata, namun memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, ketua pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mata pelajaran biologi pada Sekolah Menengah Atas berdasarkan Standar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran biologi pada Sekolah Menengah Atas berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) bertujuan antara lain agar peserta didik dapat menunjukkan kemampuan berpikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Peranan pendidikan adalah menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik dari generasi sekarang. Harus disadari bersama, bahwa kita saat ini berada di era globalisasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu setiap manusia memiliki tingkat kemampuan berpikir yang berbeda-beda dan tidak ada yang sama persis baik dari tingkat berpikir kreatif secara keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendididikan dasar dan menengah, Geografi merupakan cabang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi peserta didik untuk menghadapi masa depannya. Pendidikan sekolah merupakan suatu proses kompleks yang mencakup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut BSNP, pelajaran Biologi termasuk dalam rumpun ilmu IPA yang umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya di dalam menghasilkan peserta
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK
7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga pendidikan sebagai titik acuan untuk meningkatkan keberhasilan
BAB I PENDAHULUAN A.) Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting bagi peserta didik karena sifatnya yang kompleks sehingga pendidikan sebagai titik acuan untuk meningkatkan keberhasilan
Lebih terperinci2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya sebagai kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009:
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan usaha memperoleh perubahan tingkah laku, ini mengandung makna ciri proses belajar adalah perubahan- perubahan tingkah laku dalam diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika seharusnya berpusat pada siswa, bukan pada guru. Belajar matematika merupakan proses mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia yang diperlukan dalam menjalani kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu mempersiapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sekarang ini sedang mengalami berbagai macam permasalahan, terutama yang erat kaitannya dengan sumber daya manusia yakni guru dan siswa. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki individu di era globalisasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Munandar (2009: 7) bahwa kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang. Banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap manusia. Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan menurut hakikatnya memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu diajarkan di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak terlepas dari peran matematika sebagai salah ilmu dasar. Perkembangan yang sangat cepat itu sebanding
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran a. Pengertian Model pembelajaran Menurut Muhaimin dalam Yatim Riyanto (2010: 131) Pembelajaran adalah upaya membelajarkan
Lebih terperinciKreativitas. MIF Baihaqi
Kreativitas Disampaikan pada acara Seminar bertema GURU SENIOR vs GURU MUDA: Pengkaderan Tenaga Didik, Realita dan Tantangan & Pelatihan bertema: Menggali Kreativitas Tenaga Didik yang diadakan oleh Forum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Peradaban manusia akan sangat diwarnai oleh tingkat penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam kehidupan sehingga dapat dikatakan bahwa IPA bukan hanya konsep-konsep atau prinsip-prinsip.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains pada sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fenomena-fenomena alam dan yang terjadi di alam. Secara umum istilah sains memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia, dimana berbagai permasalahan hanya dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkualitas dan satu satunya wadah yang berfungsi sebagai alat untuk. membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya yang tepat untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan satu satunya wadah yang berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang bermutu tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di setiap kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan sampai kepada masalah yang sulit untuk didapatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan di setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan di setiap negara. Menurut undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang SIKDIKNAS, pendidikan adalah
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan dan persaingan global tersebut. Adanya sumber daya. masyarakat luas, khususnya di dunia pekerjaan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan IPTEK pada abad 21 berimbas pada tantangan dan persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya Indonesia. Terciptanya sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, para pendidik di samping dituntut menguasai bahan atau materi ajar, tentu seorang pendidik haruslah berbagai pendekatan-pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada manusia yang hidup tanpa mengalami masalah dan rintangan yang harus dicari jalan keluarnya. Sama halnya dalam dunia pendidikan yang selalu berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, setiap perusahaan bersaing dengan sangat ketat untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nina Indriani, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan guru dalam kegitan belajar mengajar siswa adalah untuk mencapai kompetensi-kompetensi matematika yang dituangkan dalam draft paduan KTSP pelajaran matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya
Lebih terperinci2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan pelajaran penting, karena memberikan lebih banyak pengalaman untuk menjelaskan fenomena yang dekat dengan kehidupan sekaligus mencari solusi
Lebih terperinci