INDONESIA LAPORAN KEPADA KOMITE PENGHAPUSAN PEREMPUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDONESIA LAPORAN KEPADA KOMITE PENGHAPUSAN PEREMPUAN"

Transkripsi

1 INDONESIA Publikasi Amnesty Internasional Dipublikasikan pertama kali pada 2012 oleh Publikasi Amnesty International International Secretariat Peter Benenson House 1 Easton Street London PBB WC1X0DW TENTANG United Kingdom LAPORAN KEPADA KOMITE Publikasi Amnesty International 2012 Indeks: ASA 21/022/2012 Bahasa asli: Inggris Dicetak DISKRIMINASI oleh Amnesty International, International TERHADAP Secretariat, United Kingdom PEREMPUAN SIDANG KE-52 JULI 2012

2 Publikasi Amnesty Internasional Dipublikasikan pertama kali pada 2012 oleh Publikasi Amnesty International International Secretariat Peter Benenson House 1 Easton Street London WC1X0DW United Kingdom Publikasi Amnesty International 2012 Indeks: ASA 21/022/2012 Bahasa asli: Inggris Dicetak oleh Amnesty International, International Secretariat, United Kingdom Semua hak dilindungi. Publikasi ini dilindungi hak cipta, namun boleh direproduksi dengan metode apapun tanpa biaya untuk kepentingan advokasi, kampanya dan pengajaran, namun tidak untuk dijual ulang. Pemegang hak cipta meminta penggunaan semacam itu agar didaftarkan dengan mereka untuk tujuan peninjauan dampak. Untuk penyalinan di keadaan lain atau penggunaan ulang di publikasi lain, atau untuk terjemahan atau adaptasi, harus mendapatkan izin tertulis terdahulu dari penerbit, dan biaya mungkin harus dibayar. Untuk permohonan izin, atau pertanyaan lainnya, mohon kontak copyright@amnesty.org Amnesty International adalah gerakan global 3 juta orang di lebih dari 150 negara dan wilayah, yang melakukan kampanye untuk hak asasi manusia (HAM). Visi kami adalah setiap orang bisa menikmati semua hak-hak yang diabadikan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal dan instrumen HAM internasional lainnya. Kami melakukan riset, kampanye, advokasi dan memobilisasi guna mengakhiri pelanggaran HAM. Amnesty International merupakan organisasi independen dari pemerintah, ideologi politik, kepentingan ekonomi atau agama apa pun. Pekerjaan kami sebagian besar didanai kontribusi dari para anggota kami dan sumbangansumbangan.

3 DAFTAR IS Pendahuluan Penstereotipean jender dan praktik-praktik yang berbahaya bagi perempuan (Pasal 2, 5, 12 dan 16) Mutilasi kelamin perempuan (Pasal 2(f), 5(a), dan 12) Penstereotipean jender atas perkawinan dan pengandungan anak (Pasal 5(a) dan 16) Diskriminasi berbasis jender dan desentralisasi Aturan berpakaian (Pasal 5) Implementasi hukum Syariah di Aceh Hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (Pasal 5, 10, 12 dan 16) Diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan yang tidak menikah (Pasal 5(a), 10 dan 12) Rintangan terhadap pilihan reproduksi perempuan dan anak perempuan yang sudah menikah (Pasal 5, 12 dan 16) Informasi atas hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi (Pasal 5, 10 Dan 12) Aborsi yang tidak aman dan ancaman pemidanaan (Pasal 5 dan 12) Pembantu rumah tangga (PRT) perempuan dan anak perempuan (Pasal 5, 6, 10, 11, 12 dan 15; rekomendasi umum 19 dan 26) Pekerja rumah tangga di Indonesia Kurangnya perlindungan hukum sebagai pekerja (Pasal 5(a), 11 dan 15; rekomendasi umum 19) Kekerasan berbasis jender dan kurangnya akses atas pendidikan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi (Pasal 10 dan 12) Dampak kegagalan melindungi hak-hak pekerja (Pasal 11 dan 12) Pekerja rumah tangga migran (Pasal 6 dan 11; rekomendasi umum 26) Kekerasan berbasis jender dan sistem hukum pidana (Pasal 2; rekomendasi umum 19).24

4 4.1 Kekerasan berbasis jender dan hukum Polisi: Unit pelayanan perempuan dan anak Prosedur pidana sensitif jender untuk kejahatan-kejahatan kekerasan berbasis jender Pelecehan seksual perempuan pada masa penangkapan dan penahanan Perempuan dan konflik: Keadilan, kebenaran dan reparasi kejahatan masa lalu terhadap perempuan (Pasal 2 dan 12) Inisiatif-Inisiatif nasional terhadap keadilan, kebenaran dan reparasi Studi kasus Aceh Catatan akhir... 35

5 Indonesia 5 PENDAHULUAN Pada bulan Juli 2012, Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (selanjutnya akan disebut sebagai Komite) akan meninjau laporan berkala gabungan Indonesia yang keenam dan ketujuh, yang dikirim oleh pemerintah Indonesia pada 7 Januari Peninjauan ini membuka kesempatan untuk meninjau kemajuan Indonesia sejak peninjauan terakhirnya pada tahun 2007 dalam hal kepatuhan, baik dari segi hukum dan praktik, berdasarkan ketentuan-ketentuan Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (selanjutnya akan disebut sebagai Konvensi). Amnesty International menyambut baik langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai negara pihak dalam konvensi ini, termasuk dengan mengirimkan laporan berkala gabungan yang keenam dan ketujuh kepada komite. Walau pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah positif untuk memenuhi ikrarnya untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan dan menghapuskan prasangka terhadap perempuan, Amnesty International khawatir perempuan dan anak perempuan di Indonesia terus menghadapi rintangan-rintangan dalam menikmati secara penuh hak asasi manusia mereka dalam hukum, kebijakan, dan praktik. Dalam laporan ini Amnesty International menekankan lima area yang perlu diperhatikan. Hal ini termasuk penstereotipean jender serta praktik-praktik tradisional, keagamaan dan budaya yang membahayakan perempuan, akses yang diskriminatif terhadap hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi, pelecehan terhadap pekerja rumah tangga perempuan dan anak perempuan baik di Indonesia maupun sebagai pekerja rumah tangga migran; kekerasan berbasis jender dan sistem hukum pidana; dan akses atas keadilan, kebenaran dan reparasi untuk pelanggaran masa lalu di wilayah konflik bersenjata. Namun perlu diingat bahwa kekhawatiran-kekhawatiran yang terdaftar disini belum mencakup semua masalah yang ada. Dalam laporan ini Amnesty International menyediakan informasi tentang implementasi konvensi oleh Indonesia, serta akan memberikan arahan agar pemerintah Indonesia bisa lebih baik memenuhi kewajibannya berdasarkan konvensi. Dokumentasi ini disusun berdasarkan program riset Amnesty International yang sedang berjalan mengenai Indonesia. Riset ini melibatkan kontak yang rutin dengan organisasi non-pemerintah lokal dan internasional, korban dan para keluarganya, pengacara, pejabat pemerintah, dan individuindividu lainnya. Riset ini juga mengandalkan pemantauan media secara harian, dan studi dokumen yang ekstensif dari publikasi akademik dan publikasi yang bisa diandalkan lainnya tentang Indonesia. Amnesty International mengirim informasi berikut ini sebagai bahan pertimbangan pendahuluan bagi komite dalam peninjauannya terhadap laporan gabungan berkala keenam dan ketujuh berdasarkan pasal 18 Konvensi. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

6 6 Indonesia 1. PENSTEREOTIPEAN JENDER DAN PRAKTIK-PRAKTIK YANG BERBAHAYA BAGI PEREMPUAN (PASAL 2, 5, 12 DAN 16) Pensetereotipean jender di ranah hubungan keluarga sangat terasa di Indonesia dengan perempuan dan anak perempuan berada dalam tekanan untuk menyesuaikan perilakunya. Hal ini merefleksikan stereotipe sempit seksualitas perempuan. Situasi ini, yang sering didukung dan tidak mendapat tantangang dari hukum-hukum dan kebijakan yang diskriminatif, memaparkan perempuan dan anak perempuan pada diskriminasi dan pelecehan atas HAM mereka. Hal ini juga menghambat kemampuan mereka membuat keputusan yang bebas atas hidup mereka. 1.1 MUTILASI KELAMIN PEREMPUAN (PASAL 2(F), 5(A), DAN 12) Pada bulan November 2010 Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri No. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. 1 Peraturan ini melegitimasi praktik mutilasi kelamin perempuan dan memberi wewenang pada pekerja medis tertentu, seperti dokter, bidan, dan suster, untuk menjalankan tindakan tersebut (Pasal 2). Pasal 1.1 mendefinisikan praktik ini sebagai tindakan menggores kulit yang menutupi kulit bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Prosedur ini mencakup lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum clitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai (Pasal 4.2 (g)). Menurut peraturan ini, tindakan sunat perempuan hanya bisa dilakukan atas permintaan dan persetujuan orang yang akan disunat, orang tua, dan/atau walinya (Pasal 3.1). 2 Peraturan ini melanggar serangkaian hukum Indonesia 3 dan bertentangan dengan surat edaran pemerintah tahun 2006, No. HK a, yang ditandatangani oleh Direktur Jendral Kesehatan Masyarakat, yang secara khusus memperingatkan tentang efek negatif kesehatan dari mutilasi kelamin perempuan pada perempuan. Sebuah penelitian tahun 2003 yang dilakukan oleh Population Council di Jakarta dengan dukungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, menyimpulkan bahwa Upaya untuk menjadikan sunat perempuan sebagai tindakan medis telah berlangsung secara ekstensif di beberapa wilayah dan juga berjalan di wilayah lainnya. 4 Kesimpulan ini didukung oleh survei luas tahun 2009 di Indonesia tentang mutilasi kelamin perempuan, yang dipublikasikan oleh Institut Studi Populasi dan Jender, Universitas Yarsi, Jakarta, yang menemukan bahwa medikalisasi mutilasi kelamin perempuan terus berlangsung hingga kini tanpa menunjukkan tanda-tanda penurunan tren. 5 Penelitian tahun 2009 ini, yang memeriksa praktik mutilasi kelamin perempuan oleh institusi kesehatan (rumah sakit umum, rumah sakit perempuan dan anak, dan klinik kebidanan) dan organisasi-organisasi pekerja kesehatan, menemukan sebanyak 18 persen mempraktikkan mutilasi kelamin perempuan. 6 Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

7 Indonesia 7 Dari sebanyak itu, 56 persen mengatakan prosedur tersebut sebagai simbolis dan tidak memotong bagian apapun dari alat kelamin dan 44 persen sisanya mengakui memotong sebagian dari kelamin perempuan. 7 Pada saat melakukan penelitian di bulan Maret 2010, 8 Amnesty International diberitahu oleh banyak perempuan dan anak perempuan mereka memilih melakukan mutilasi kelamin perempuan untuk bayi perempuan mereka dalam beberapa tahun belakangan. Praktik ini secara umum dilakukan oleh bidan tradisional dalam jangka waktu enam minggu setelah bayi perempuan mereka lahir. Para perempuan mengatakan mereka meminta mutilasi kelamin perempuan terhadap bayi perempuan mereka karena alasan keagamaan. Alasan lain yang didapat beragam dari ingin menjamin kebersihan (bagian luar kelamin perempuan dinilai kotor) dan menghindari penyakit; hingga menjaga praktik lokal atau budaya; atau berusaha untuk mengatur atau mengurangi dorongan aktivitas seksual pada perempuan ketika dewasa. Beberapa perempuan menjelaskan bila tindakan tersebut hanya semata goresan simbolis, sementara dalam kasus-kasus lain mereka mengatakan tindakan tersebut melibatkan pemotongan sebagian kecil dari klitoris. Banyak perempuan yang diwawancara setuju akan ada pendarahan sebagai akibatnya. Amnesty International memandang bila pihak berwenang Indonesia harus: Secepatnya mencabut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/MENKES/ PER/XI/2010 tentang sunat perempuan; dan Menempatkan rencana komprehensif jangka panjang dengan menteri-menteri yang relevan, entitas pemerintah lainnya, serta organisasi masyarakat sipil dengan tujuan memberantas praktik mutilasi kelamin perempuan. Rencana tersebut perlu memasukkan: 1. Penerapan legislasi khusus yang melarang mutilasi kelamin perempuan, dan menyediakan hukuman yang pantas bagi mereka yang menjalankan tindakan mutilasi kelamin perempuan; 2. Mempublikasikan dan mendiseminasikan Surat Edaran Pemerintah taun 2006, No. HK a, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, yang secara khusus memperingatkan tentang efek negatif kesehatan dari mutilasi kelamin perempuan terhadap perempuan; dan 3. Penerapan kampanye meningkatkan kesadaran masyarakat pada tataran masyarakat dan dalam institusi kesehatan itu sendiri untuk mengubah persepsipersepsi kebudayaan yang berkaitan dengan mutilasi kelamin perempuan. 1.2 PENSTEREOTIPEAN JENDER ATAS PERKAWINAN DAN PENGANDUNGAN ANAK (PASAL 5(A) DAN 16) Peran dan status perempuan di Indonesia sebagian besar dilihat terkait dengan perkawinan dan peran sebagai ibu: semua perempuan seharusnya menikah dan mempunyai anak, dan perempuan yang mempunyai anak sudah seharusnya menikah. 9 Penstereotipean peran perempuan- dan juga laki-laki- tertulis dalam Undang-Undang. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

8 8 Indonesia Undang-Undang Perkawinan (No. 1/1974) menyatakan bahwa Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga (Pasal 31.3). [S]uami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (Pasal 34.1), sementara istri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaikbaiknya. (Pasal 34.2). Undang-undang Perkawinan menyatakan usia minimum legal perkawinan di Indonesia adalah 16 untuk perempuan, dan 19 untuk laki-laki (Pasal 7). Undang-undang Perkawinan membolehkan poligami. 10 Menurut Pasal 4.1 dan 4.2, laki-laki bisa memiliki lebih dari satu istri dengan syarat (a) istri mereka tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau (c) istri mereka tidak dapat melahirkan keturunan. Ketentuan yang berkaitan dengan poligami mendukung penstereotipean jender dan perbedaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki. Misalnya, persyaratan yang tercantum di Pasal 4(c) mendukung pandangan penstereotipean jender bahwa peran utama perempuan adalah untuk mengandung anak. Ketentuan ini menyiratkan perempuan yang harus disalahkan bila pasangan menikah tidak mempunyai anak asumsi medis yang tidak berdasar. Hal ini menstigmatisasi perempuan dan anak perempuan yang sudah menikah yang tidak bisa melahirkan keturunan, yang memilih untuk tidak memiliki keturunan atau yang mau menunda kehamilan. Lalu, hal ini memperkuat asumsi bahwa pernikahan dilakukan untuk tujuan memberikan keturunan dan karenanya menstigmatisasi pasangan yang tidak bisa atau memutuskan tidak menjadi orang tua, baik sementara atau selamanya. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah gagal memprioritaskan revisi Undang-Undang Perkawinan walau sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak Penstereotipean jender adalah satu faktor yang mengakibatkan lazimnya pernikahan dini di Indonesia. Walau menurun, pernikahan dini pada usia yang sangat muda masih cukup meluas, terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh. 11 Penelitian tahun 2010 oleh Kementerian Kesehatan menemukan bawa 41,9 persen pernikahan pertama melibatkan perempuan dan anak perempuan yang berusia antara tahun sementara 4,8 persen antara usia Pada saat melakukan wawancara pada Maret 2010, Amnesty International bertemu banyak perempuan dan anak perempuan yang menikah pada saat mereka masih anak-anak, 13 terkadang dari usia 13. Walau berusia muda, banyak yang memiliki anak pertama sesaat setelah menikah. Menikah muda yang mengarah pada kehamilan muda bisa meningkatkan risiko kematian bagi perempuan atau mengalami permasalahan kesehatan yang serius dan jangka panjang akibat mengandung dan persalinan. Juga ada kekhawatiran karena pengadilan agama di Indonesia terus memberikan dispensasi sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Perkawinan membolehkan anak perempuan, biasanya mereka yang menjadi hamil dibawah usia 16, untuk menikah atas permintaan orangtua/ wali (Pasal 7.2). 14 Menurut kelompok-kelompok perempuan, hakim dalam pengadilan agama jarang merujuk pada Undang-Undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak ketika membuat keputusan atas permintaan dispensasi. Hukum memandang anak sebagai berusia dibawah 18 tahun (Pasal 1) dan menjadi kewajiban dan tanggungjawab orang tua/wali untuk mencegah pernikahan dini (Pasal 26.c). 15 Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

9 Indonesia 9 Amnesty International memandang bahwa pihak berwenang Indonesia harus: Meninjau dan mengamendemen Undang-Undang Perkawinan (No. 1/1974) untuk menghapus ketentuan-ketentuan yang mendiskriminasi perempuan, termasuk usia perkawinan dan poligami, atau yang melanggengkan stereotipe jender; Memastikan pengadilan agama mematuhi Undang-Undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan kewajiban berdasarkan konvensi untuk mencegah pernikahan dini; dan Melakukan kampanye pendidikan masyarakat yang dirancang untuk menghapus stereotipe jender dan meningkatkan kesadaran atas risiko yang terkait dengan pernikahan dini. 1.3 DISKRIMINASI BERBASIS JENDER DAN DESENTRALISASI Sebagai bagian dari proses desentralisasi yang dimulai pada tahun , dan paket otonomi khusus bagi provinsi tertentu di Indonesia, telah ada peningkatan penerapan peraturan dan hukum lokal pada serangkaian isu, seperti kesehatan, pendidikan, dan urusan keluarga. Beberapa dari Undang-Undang dan peraturan itu tidak selaras dengan hukum dan standar internasional, juga tidak menghormati ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi Indonesia dan Undang-Undang HAM (No. 39/1999). Sebuah penelitian tahun 2009 yang dipublikasikan oleh Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Peremuan (Komnas Perempuan) mencatat ada 60 peraturan lokal yang mendiskriminasi perempuan ATURAN BERPAKAIAN (PASAL 5) Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia telah mengidentifikasi 21 peraturan daerah tentang aturan berpakaian yang secara langsung mendiskriminasi perempuan dalam niat maupun dampak. 17 Komisi itu juga menyebutkan bahwa aturan berpakaian juga mendiskriminasi kelompok-kelompok minoritas. 18 Menurut Komisi, pelangggaran aturan berpakaian disalahgunakan untuk membiarkan kejahatan, melanggengkan impunitas para pelaku tindak kriminal karena korban perempuan dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam kekerasan seksual yang mereka alami. 19 Dalam sebuah wawancara di tahun 2010, Bupati Aceh Barat, yang memiliki peraturan lokal yang membatasi cara berpakaian perempuan muslim, mengatakan ketika perempuan tidak berpakaian sesuai hukum (Syariah), mereka minta untuk diperkosa. 20 Hukuman bagi perempuan yang tidak mematuhi ketentuan berpakaian beragam dari sanksi pendisiplinan bagi pegawai negeri sipil hingga sanksi sosial, termasuk dipermalukan di depan masyarakat. Pejabat pemerintah bisa menolak memberikan pelayanan kepada mereka yang dianggap tidak patuh. 21 Di Provinsi Aceh, polisi syariah (disebut Wilayatul Hisbah), dan dalam beberapa kasus, warga masyarakat melakukan razia untuk menjamin perempuan patuh; ketidakpatuhan akan mendapatkan peringatan atau tahanan sementara. 22 Pada bulan Mei 2012 koran lokal melaporkan 62 perempuan di Bireuen ditahan karena menggunakan pakaian ketat. 23 Aturan berpakaian bisa merupakan manifestasi perilaku diskriminasi dan merefleksikan kehendak untuk mengendalikan seksualitas perempuan, menempatkan perempuan sebagai objek dan menyangkal kebebasan pribadi mereka. Amnesty International khawatir Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

10 10 Indonesia pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan pemerintah melanggengkan perilaku diskriminatif itu. Sebagai contoh, pada bulan Maret 2012, juru bicara DPR, Marzuki Alie mengumumkan rencana untuk melarang politisi perempuan dan anggota staf mengenakan rok mini. Laporan berita mengutip ia mengatakan banyak kasus-kasus perkosaan dan tindakan tak bermoral belakangan ini terjadi karena perempuan tidak mengenakan pakaian yang pantas dan tahu sendiri laki-laki seperti apa. Pakaian provokatif akan membuat mereka melakukan macam-macam. 24 Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memastikan setiap hak individu untuk mengekspresikan kepercayaan, pendapat pribadi atau identitasnya. Mereka harus menciptakan lingkungan yang setiap orang bisa membuat pilihan itu bebas dari paksaan. Amnesty International memandang bahwa pihak berwenang Indonesia harus: Mencabut peraturan yang mensyaratkan seseorang untuk berpakaian atau tidak berpakaian dengan cara tertentu, dan Mengambil tindakan efektif untuk melindungi perempuan dari kekerasan, ancaman, atau paksaan oleh petugas penegak hukum yang ingin memaksa mereka mengenakan pakaian dengan bentuk tertentu IMPLEMENTASI HUKUM SYARIAH DI ACEH Di Aceh peraturan daerah tentang khalwat, yang diterapkan pada tahun 2003 (No. 14/2003), 25 melarang berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan pasangan menikahnya atau keluarga, dengan hukum cambuk sebagai hukuman. 26 Pada bulan April 2012 sepasang perempuan dan laki-laki masing-masing dicambuk sembilan kali di Langsa, Kabupaten Aceh Timur, setelah dinyatakan bersalah oleh pengadilan Syariah lokal. 27 Hukum cambuk termasuk perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat yang termasuk sebagai penyiksaan. Pada bulan September 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meloloskan hukum pidana Aceh (Qanun Hukum Jinayat), yang mengkriminalkan serangkaian tindakan, termasuk pasangan orang dewasa yang berdua-duaan di tempat sepi (khalwat); hubungan seksual konsensual yang melibatkan seorang yang sudah menikah (zina); hubungan intim antara pasangan yang belum menikah seperti berciuman (ikhtilath), dan homoseksualitas (termasuk lesbianisme). Amnesty International dan organisas non-pemerintah lain telah mengekspresikan kekhawatiran yang mendalam atas peraturan ini, khususnya ketentuan hukum rajam dengan batu hingga mati untuk zinah dan hukum cambuk 100 kali bagi homoseksualitas. Peraturan ini belum diimplementasikan, dan sekarang sedang direvisi oleh DPR Aceh. Perempuan dan anak perempuan sering secara tidak proporsional terpengaruhi oleh hukum semacam ini, karena pandangan stereotipe jender atas seksualitas, misalnya, kehamilan diluar pernikahan bisa diinterpretasikan sebagai bukti seorang perempuan melakukan pelanggaran. Lebih lanjut, peraturan syariah di Aceh memiliki efek yang menakutkan terhadap aktivis HAM yang membela hak-hak perempuan. Banyak dari mereka mengekspresikan ketakutan dijadikan target oleh kelompok keagamaan dan masyarakat secara luas, tanpa perlindungan Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

11 Indonesia 11 yang memadai dari pihak berwenang lokal, jika mereka membahas secara terbuka isu-isu seputar aturan berpakaian, khalwat, dan hukum cambuk. 28 Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Melakukan peninjauan ulang atas semua undang-undang dan peraturan lokal di seluruh Indonesia yang mendiskriminasikan perempuan secara hukum, kebijakan dan praktik, termasuk memastikan mereka selaras dengan kewajiban Indonesia berdasarkan Konvensi; Secepatnya mengambil tindakan untuk memastikan peraturan daerah syariah Aceh, yang mengandung pencambukan sebagai bentuk hukuman serta peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan, seperti peraturan tentang khalwat dan Hukum Pidana Aceh (Qanun Hukum Jinayat), agar dicabut secepat mungkin; dan Mengambil tindakan efektif untuk menjamin semua petugas pemerintah nasional dan lokal serta para anggota parlemen sensitf atas kewajiban Indonesia berdasarkan Konvensi untuk memastikan proses desentralisasi tidak membuat Indonesia melanggar kewajiban konvensinya. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

12 12 Indonesia 2. HAK-HAK KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI (PASAL 5, 10, 12 DAN 16) Perempuan dan anak perempuan di seantero Indonesia terus menghadapi rintangan serius dalam hukum, kebijakan dan praktik, untuk memenuhi hak-hak seksual dan reproduksi mereka, rintangan yang mengakar dari diskriminasi jender. Rintangan-rintangan ini termasuk dalam pelanggaran kewajiban HAM Indonesia untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak perempuan atas kesehatan, terutama kesehatan seksual dan reproduksi. 29 Kegagalan menjamin perempuan dan anak perempuan agar bisa merealisasikan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi mereka bebas dari diskriminasi, paksaan dan pemidanaan turut menghambat kemampuan Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals (MDGs)) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), dan terutama tujuan nomor tiga tentang persamaan jender dan tujuan nomor lima tentang memperbaiki kesehatan ibu. 2.1 DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN YANG TIDAK MENIKAH (PASAL 5(A), 10 DAN 12) Baik Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (No. 52/2009) dan Undang-Undang Kesehatan (No. 36/2009) menyatakan akses pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi hanya bisa diberikan kepada pasangan yang sudah menikah secara legal, sehingga mengecualikan semua orang yang tidak terikat pernikahan dari layanan ini. Bidan dan dokter pemerintah yang diwawancara oleh Amnesty International pada Maret 2010 mengkonfirmasi bila mereka pada umumnya tidak memberikan layanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi dan perencanaan keluarga, kepada perempuan dan anak perempuan yang tidak terikat pernikahan. 30 Petugas kesehatan daerah dan pegawai pemerintah lain mengatakan pada Amnesty International pada Maret 2010 bahwa kontrasepsi dan layanan perencanaan keluarga ditujukan hanya pada pasangan yang terikat pernikahan sesuai dengan Undang-Undang dan kebijakan. Situasi ini mengakibatkan perempuan dan anak perempuan yang tidak terikat pernikahan dalam risiko kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, dan pelanggaran HAM. Misalnya, remaja yang tidak terikat pernikahan dan menjadi hamil sering dipaksa berhenti sekolah. Untuk menghindari risiko penolakan dari masyarakat luas, banyak perempuan dan anak perempuan memutuskan- atau dipaksa- menikah ketika mereka hamil, atau mencari aborsi yang tidak aman sehingga menghadapkan mereka pada risiko besar kesehatan dan kematian ibu. 31 Bagi perempuan dan anak perempuan yang ini melanjutkan kehamilan, tetap tidak jelas bagaimana mereka bisa mengakses layanan kesehatan reproduksi pada masa kehamilan dan Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

13 Indonesia 13 pada saat persalinan, tanpa menikah terlebih dahulu. Penelitian Amnesty International menemukan bahwa ketakutan atas stigmatisasi bisa menghambat perempuan dan anak perempuan hamil yang tidak terikat pernikahan, terutama yang dari komunitas miskin dan termarjinalkan, dari mencari layanan sebelum dan sesudah kelahiran. Perempuan dan anak perempuan yang tidak terikat perkawinan yang menjadi korban perkosaan juga tidak dapat mengakses layanan kesehatan reproduksi, baik karena mereka tidak tahu mereka berhak menerimanya atau karena takut akan stigmatisasi. Anak perempuan hamil yang tidak terikat pernikahan menghadapi ancaman penghentian dari sekolah atau perilaku diskriminasi lainnya. Pada September-November 2010, ada upayaupaya untuk memperkenalkan uji keperawanan sebagai bagian dari persyaratan untuk sekolah, 32 dan akhir-akhir ini ada beberapa upaya untuk menghambat siswi-siswi hamil dari mengambil ujian nasional di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. 33 Tes dan pengecualian semacam itu bukan hanya intrusif dan merendahkan, namun juga diskriminatif, karena tidak ada laki-laki dan anak laki-laki yang menjadi subjek ujian moral yang sepadan tersebut. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Memastikan tidak ada fasilitas pendidikan yang mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan, termasuk memastikan mereka tidak memiliki persyaratan, seperti kehamilan, yang menghambat perempuan dan anak perempuan dari akses atas pendidikan, dan Memastikan semua prosedur yang merendahkan dan diskriminatif seperti uji keperawanan dilarang. 2.2 RINTANGAN TERHADAP PILIHAN REPRODUKSI PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN YANG SUDAH MENIKAH (PASAL 5, 12 DAN 16) Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, tingkat kebutuhan informasi dan layanan perencanaan keluarga dan kontrasepsi yang belum terpenuhi diantara perempuan dan anak perempuan tetap tinggi, terutama bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. 34 Ada rintangan signifikan pada akses layanan dan informasi keluarga berencana bagi perempuan dan anak perempuan yang sudah menikah. Hal ini sebagian karena keharusan mendapatkan persetujuan suami: dalam Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keputusan tentang perencanaan keluarga harus diambil bersama antara kedua pasangan nikah. 35 Wawancara dengan pekerja kesehatan mengkonfirmasi bahwa persetujuan suami diperlukan untuk mengakses beberapa metode kontrasepsi (misalnya, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ Intrauterine Device (IUD)). Melebihi interpretasi Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang mensyaratkan persetujuan suami, penelitian Amnesty International juga menemukan para pekerja kesehatan sering membatasi akses kepada alat kontrasepsi terhadap perempuan dan anak perempuan yang sudah menikah namun belum mempunyai anak. Hasil wawancara Amnesty International dengan pekerja kesehatan menemukan bahwa mereka takut dipersalahkan jika perempuan itu tidak bisa menghasilkan keturunan setelah diberikan metode kontrasepsi. Seorang bidan di Aceh menjelaskan walau dia tidak percaya alat kontrasepsi mengakibatkan ketidaksuburan, ia lebih memilih untuk tidak menyediakan Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

14 14 Indonesia perempuan yang belum punya keturunan dengan akses ke metode kontrasepsi modern karena ia tidak ingin menentang kepercayaan budaya lokal yang diyakini masyarakat lokal dan akan diminta pertanggungjawaban untuk kegagalan menghasilkan keturunan secara terus menerus. 2.3 INFORMASI ATAS HAK-HAK KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI (PASAL 5, 10 DAN 12) Pemerintah telah mempunyai program-program informasi yang bervariasi 36 tentang kesehatan reproduksi bagi remaja; 37 namun, ada kelemahan besar atas apa yang dicakup dalam program-program ini. Kelemahan ini sampai titik tertentu, merefleksikan perilaku budaya dan rintangan hukum atas akses terhadap kesehatan reproduksi bagi pasangan yang tidak menikah, dan dalam menyediakan informasi tentang seksualitas dan reproduksi. Pada khususnya, tampaknya ada keengganan besar untuk memasukan informasi soal kontrasepsi, seperti kondom, sebagai bagian dari program kesehatan reproduksi yang menargetkan remaja karena takut dianggap mempromosikan seks bebas. Walau beberapa sekolah menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja, dampak program ini masih sangat terbatas. Akses terhadap program pemerintah tentang pendidikan seks sangatlah sulit bagi remaja yang telah meninggalkan sistem pendidikan, terlepas adanya batasan atas informasi yang tersedia bagi remaja dalam sistem pendidikan. Organisasi non-pemerintah (Ornop) lokal yang menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja telah mengekspresikan kekhawatirannya bila program kesehatan reproduksi pemerintah tidak dirancang sesuai kebutuhan remaja. Program tersebut menjelaskan sistem reproduksi laki-laki dan perempuan namun gagal menjawab kebutuhan remaja atas informasi tentang hubungan seksual dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, termasuk dengan penggunaan alat kontrasepsi. 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengandung ketentuan hukum yang mengkriminalkan pemberian informasi ke masyarakat terkait pencegahan dan interupsi atas kehamilan (lihat Pasal 534, 535 dan juga 283). 39 Hukumannya bervariasi dari dua hingga sembilan bulan penjara. Lebih lanjut, Pasal 299 KUHP memberikan ancaman empat tahun penjara bagi orang yang memberikan bantuan bagi seorang perempuan yang mengakibatkan penghentian kehamilan atau yang membuatnya percaya hal itu bertujuan untuk menyebabkan penghentian kehamillan (hal ini bisa diterapkan, misalnya pada kontrasepsi darurat). Walau Amnesty International tidak mengetahui akan adanya individu yang dihukum penjara karena melanggar ketentuan hukum diatas, fakta bahwa hal ini masih menjadi bagian dari hukum Indonesia memberikan efek yang menakuti pemberi informasi. Beberapa aktivis hakhak kesehatan seksual dan reproduksi pada Maret 2010 mengekspresikan kekhawatiran mereka atas Undang-Undang Pornografi (No. 44/2008) dan mengatakan mereka merasakan risiko akan ditangkap karena menyediakan informasi tentang alat kontrasepsi modern seperti kondom. Undang-Undang tersebut mendefinisikan pornografi secara luas. Hal ini memasukkan unsur yang bertentangan dengan norma moralitas masyarakat, dan memberikan hukuman empat hingga 15 tahun penjara bagi mereka yang memproduksi, menyebar, mendanai atau menggunakan material seperti itu. 40 Aktivis mengatakan pada Amnesty International mereka takut undang-undang ini akan digunakan untuk mencegah mereka menyebarkan informasi tentang pendidikan seks yang bebas dari ancaman Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

15 Indonesia 15 pemidanaan. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Meninjau dan mengubah Undang-Undang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga (No. 52/2009) dan Undang-Undang Kesehatan (No. 36/2009) agar mereka selaras dengan hukum dan standar HAM internasional. Khususnya ketentuan hukum yang diskriminatif berdasarkan status perkawinan (misalnya akses terhadap layanan perencanaan keluarga dan layanan kesehatan reproduksi) harus diubah dan ketentuan soal persetujuan suami harus dicabut; Mencabut ketentuan hukum yang mempidanakan penyebaran informasi pencegahan kehamilan dalam KUHP, dan merevisi Undang-Undang Pornografi (No. 44/2008) untuk memastikan mereka konsisten sepenuhnya dengan standar HAM internasional; Secara terbuka mendukung pekerjaan aktivis HAM, yang mempromosikan dan menyediakan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi (misalnya kontrasepsi) dan memastikan mereka bisa bekerja dengan bebas dari ancaman pemidanaan; Memastikan bahwa program pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif dimasukkan dalam kurikulum nasional sekolah, dan siswa yang hamil tidak dikeluarkan dari sekolah. Materi tersebut harus dirancang agar remaja, terlepas dari tingkat pendidikan atau status perkawinannya, bisa mengakses penuh informasi pencegahan kehamilan dini yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Materi tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar tidak diskriminatif dan tidak memperkuat stereotipe peran perempuan dan laki-laki; serta Mengambil langkah-langkah untuk memastikan pejabat pemerintah, pekerja kesehatan dan jasa pelayanan lainnya memberikan kepada perempuan dan anak perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, informasi sensitif usia dan layanan program kesehatan reproduksi. Mekanisme pengawasan perlu dibangun untuk memastikan program kesehatan reproduksi diimplementasikan bebas dari diskriminasi. 2.4 ABORSI YANG TIDAK AMAN DAN ANCAMAN PEMIDANAAN (PASAL 5 DAN 12) Aborsi dipidanakan dalam kebanyakan kasus di Indonesia. Seorang perempuan atau anak perempuan yang berusaha melakukan aborsi bisa dihukum hingga empat tahun penjara dan pekerja kesehatan yang menyediakan layanan itu bisa dihukum hingga sepuluh tahun penjara. Akibat peraturan ini, aborsi di Indonesia sering dilakukan secara tersembunyi dalam kondisi yang tidak aman. Berdasarkan angka resmi dari pemerintah, aborsi yang tidak aman menyumbang lima hingga sebelas persen dari kematian ibu di Indonesia. 41 Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan baru yang diloloskan pada 2009, ada dua pengecualian dalam hukum Indonesia ketika perempuan bisa secara legal melakukan aborsi dan pekerja kesehatan menjalankannya: jika kesehatan ibu atau janin terancam atau dalam kondisi kehamilan akibat perkosaan. Seorang perempuan yang hamil akibat perkosaan, atau perempuan yang menghadapi komplikasi yang mengancam jiwa akibat kehamilan, harus memenuhi beberapa kriteria untuk mengakses layanan aborsi. 42 Beberapa dari kriteria ini sangat sulit dipenuhi dalam praktiknya, terutama bagi perempuan dan anak perempuan yang Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

16 16 Indonesia tinggal di daerah terpencil dan memiliki akses yang terbatas ke layanan kesehatan karena jarak dan atau faktor sosial-ekonomi dan budaya lainnya. Untuk mengakses layanan aborsi legal dalam situasi kehamilan yang mengancam nyawa ibu atau janin, Undang-Undang Kesehatan mensyaratkan persetujuan suami (Pasal 76(d)). Bagi perempuan dan anak perempuan yang terikat pernikahan, persyaratan akses ini berisiko menyangkal mereka akses terhadap pelayanan medis yang bisa menyelamatkan nyawa dan kesehatan untuk alasan yang tidak bisa dibenarkan secara medis. Perempuan dan anak perempuan yang tidak terikat pernikahan disangkal aksesnya dengan cara yang jelas-jelas diskriminatif. Ketentuan aborsi legal bagi korban perkosaan hanya diperbolehkan dalam batas enam minggu pertama kehamilan. 43 Keterbatasan waktu ini berarti korban perkosaan bisa tidak mendapatkan akses ke aborsi aman dalam batas waktu yang ditentukan karena mereka mungkin belum sadar jika mereka hamil pada saat itu. Menyusul lolosnya Undang-Undang Kesehatan 2009, sebuah peraturan pemerintah harusnya dikeluarkan untuk menyediakan petunjuk lebih lanjut bagi dokter dan pekerja kesehatan tentang penyediaan jasa aborsi dalam situasi jiwa terancam dan korban perkosaan. 44 Walau Amnesty International mengetahui pihak berwenang Indonesia sedang bekerja mempersiapkan peraturan implementasi, peraturan itu belum juga dikeluarkan, hampir tiga tahun setelah Undang-Undang itu diloloskan, banyak dokter dan pekerja kesehatan merasa tidak yakin jika mereka boleh menyediakan layanan itu. Ada kurangnya pengetahuan antara perempuan dan anak perempuan dari komunitas miskin dan termarjinalkan tentang ketentuan yang berkaitan dengan perkosaan dalam Undang- Undang Kesehatan, dan tentang pengecualian hukum dari pemidanaan aborsi secara umum. Lebih jauh lagi, pekerja kesehatan yang diwawancara oleh Amnesty International pada Maret 2010 hanya mengetahui satu kasus ketika aborsi diperbolehkan secara legal, yaitu ketika ada komplikasi terkait dengan kesehatan ibu dan janin. Secara umum mereka tidak tahu pengecualian terkait korban perkosaan. Kebanyakan pegawai pemerintah yang diwawancara oleh Amnesty International juga tidak mengetahui ketentuan baru ini. 45 Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Mendekriminalisasi aborsi dalam semua keadaan dalam rangka memerangi tingginya angka aborsi tidak aman yang dijalankan secara tersembunyi. Dalam kasus-kasus ketika perempuan dan anak perempuan berada dalam kehamilan yang tidak diinginkan akibat perkosaan, atau ketika kehamilan mengancam nyawa atau kesehatan ibu, pihak berwenang harus memastikan mereka memiliki akses ke jasa aborsi aman yang berjalan; Merevisi Undang-Undang Kesehatan, terutama: 1. Mencabut ketentuan hukum terkait dengan persetujuan suami untuk tindakan medis apa pun; 2. Memanjangkan batas waktu terkait akses jasa aborsi legal bagi korban perkosaan; dan Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

17 Indonesia Merevisi ketentuan legal dalam Undang-Undang Kesehatan untuk memastikan semua perempuan yang menderita komplikasi akibat aborsi memiliki hak untuk menerima pelayanan jasa paska aborsi terlepas aborsi itu dilakukan secara legal atau tidak. Memastikan setiap perempuan yang memiliki komplikasi terkait dengan prosedur aborsi menerima pelayanan darurat secara tepat waktu; Memastikan perempuan dan anak perempuan memiliki akses terhadap informasi layanan aborsi legal; dan Pekerja kesehatan harus menyediakan layanan aborsi aman yang sensitif usia terlepas dari keyakinan pribadi atau agama mereka. Mekanisme pemantauan harus didirikan untuk menjamin pekerja kesehatan benar-benar menyediakan jasa ini. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

18 18 Indonesia 3. PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN (PASAL 5, 6, 10, 11, 12 DAN 15; REKOMENDASI UMUM 19 DAN 26) Dalam laporannya kepada komite pada tahun 2007, Amnesty International menekankan kurangnya perlindungan terhadap PRT perempuan dan anak perempuan dari kekerasan berbasis jender dan diskriminasi dalam hal lapangan pekerjaan, kesehatan dan pendidikan. 46 Lima tahun berlalu dan banyak dari kekhawatiran ini tetap relevan, mengakibatkan PRT rentan terhadap eksploitasi dan penganiayaan serta kegagalan Indonesia dalam memenuhi kewajibannya. 3.1 PEKERJA RUMAH TANGGA DI INDONESIA Permasalahan yang besar adalah kurangnya informasi tentang PRT dan situasi mereka di Indonesia. Hasil penelitian Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization-ILO) tahun 2002 menyimpulkan ada sekitar 2,6 juta PRT di Indonesia; 47 namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala-PRT) menemukan ada sekitar 10.7 juta PRT di Indonesia pada tahun Menurut penelitian ILO tahun 2002, mayoritas PRT adalah perempuan dan anak perempuan, dengan sekitar sepertiganya adalah anak perempuan berusia dibawah Sensus kependudukan dan perumahan Indonesia yang dilakukan secara nasional pada tahun 2010 tidak memasukkan pertanyaan khusus yang bertujuan mendapatkan data tentang PRT dalam tiap rumah tangga. 50 Kurangnya angka yang komprehensif tentang jumlah pekerja rumah tangga yang bekerja di Indonesia dan data yang terpilah tentang jender, usia, asal, latar belakang sosial-ekonomi dan kondisi kerja mereka, membuat upaya untuk menentukan besarnya permasalahan pelecehan dan eksploitasi, dan upaya menentukan kebijakan untuk mengatasinya, menjadi sangat sulit KURANGNYA PERLINDUNGAN HUKUM SEBAGAI PEKERJA (PASAL 5(A), 11 DAN 15; REKOMENDASI UMUM 19) PRT di Indonesia tidak terlindungi oleh Undang-Undang yang melindungi hak-hak pekerja, membuat mereka rentan atas eksploitasi ekonomi dan penyangkalan hak-hak atas kondisi kerja, kesehatan dan pendidikan yang layak. Legislasi domestik yang ada terutama UU Ketenagakerjaan (No.13/2003) mendiskriminasi PRT karena tidak memberikan perlindungan yang sama dengan pekerja lain yang berada dibawah naungan ketentuannya, misalnya pembatasan jam kerja yang layak, remunerasi yang memadai untuk kehidupan yang bermartabat, dan standar pemberian waktu istirahat dan hari libur. Kurangnya perlindungan hukum ini secara tidak proporsional Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

19 Indonesia 19 mempengaruhi perempuan dan anak perempuan karena sebagian besar PRT di Indonesia adalah perempuan. Ada beberapa perkembangan positif terkait perlindungan PRT, termasuk adanya Rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang dimasukkan di agenda DPR sejak Namun hingga kini, perkembangannya dalam pembahasan dan pengesahan RUU tersebut berjalan sangat lamban. Pada Januari 2012 Komisi DPR urusan Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kependudukan (Komisi IX), yang bertanggungjawab atas proses perancangan, membentuk kelompok kerja untuk meninjau rancangan RUU dari pasal ke pasal dan untuk melakukan konsultasi dengan organisasi masyarakat sipil. RUU tersebut mengandung beberapa elemen positif. RUU itu memasukkan ketentuan larangan mempekerjakan PRT anak berusia dibawah 15 tahun (Pasal 7); menyediakan perjanjian kerja secara tertulis (Pasal 16); kondisi-kondisi untuk pemberhentian kerja (Pasal 23), dan hak untuk bergabung dengan serikat pekerja (Pasal 28g). Pelanggaran ketentuan tertentu dalam RUU ini bisa dikenakan sanksi administratif dan pidana (Pasal 43 49). 52 Walau menyambut baik pembahasan RUU tersebut di DPR, Amnesty International tetap khawatir karena RUU itu dalam kondisi tersebut tidak memenuhi kewajiban Indonesia berdasarkan konvensi. Beberapa ketentuannya juga kurang menguntungkan dibanding ketentuan yang ada dalam UU Ketenagakerjaan tahun 2003, sehingga melanggengkan diskriminasi terhadap PRT. Ketentuan yang terkait dengan upah saat cuti sakit, periode waktu istirahat harian dan mingguan yang jelas, dan jatah cuti yang jelas tidak ada dalam RUU tersebut. 53 Lebih lanjut, tidak ada ketentuan yang terkait dengan kebutuhan khusus perempuan misalnya perlindungan pekerja perempuan sebelum dan sesudah kehamilanwalau sebagian besar PRT di Indonesia adalah perempuan dan anak perempuan. 54 Kecuali RUU itu diubah agar selaras dengan kewajiban Indonesia berdasarkan Konvensi dan diterapkan dalam kesempatan terdekat, PRT Indonesia akan tetap rentan terhadap eksploitasi dan pelecehan KEKERASAN BERBASIS JENDER DAN KURANGNYA AKSES ATAS PENDIDIKAN DAN INFORMASI KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI (PASAL 10 DAN 12) PRT perempuan dan anak perempuan rentan terhadap kekerasan berbasis jender termasuk perkosaan dan pelecehan seksual, akibat isolasi di tempat mereka tinggal, juga dengan status sosial mereka yang rendah. 55 Walaupun kekerasan terhadap PRT diancam pidana berdasarkan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tahun 2004, banyak PRT yang belum mengetahui hukum ini karena rendahnya pendidikan dan akses ke informasi. Lebih lanjut, ketakutan kehilangan pekerjaan membuat PRT tidak bersedia membuat pengaduan. PRT perempuan dan anak perempuan di Indonesia biasanya meninggalkan bangku sekolah lebih awal. Ini besar pengaruhnya terhadap kesempatan pendidikan dan lapangan kerja di masa depan. Hal ini juga berarti mereka memiliki akses yang lebih kecil atas informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi dibanding mereka yang menyelesaikan sekolah (Lihat 2.3 Informasi tentang hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi). Pada bulan Maret 2010 Amnesty International bertemu banyak PRT anak dibawah umur yang berhenti sekolah ketika mereka berusia dibawah 15 tahun, membatasi akses atas sumber informasi publik tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi. Akses atas informasi semacam ini juga semakin terhambat bagi PRT karena mereka tinggal di rumah majikan mereka, dan sering tidak terikat pernikahan. Mereka mungkin tidak bisa bebas bergerak di luar rumah, atau tidak Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

20 20 Indonesia bisa mengakses sumber informasi publik secara bebas dari dalam rumah (misalnya televisi dan radio). 56 Sangat penting bila informasi tentang UU KDRT, serta kesehatan seksual dan reproduksi, tersedia bagi korban pelecehan seksual agar mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan bantuan lainnya. PRT juga seharusnya mempunyai akses penuh atas informasi dan jasa perencanaan keluarga, perkawinan paksa, pernikahan dini, kehamilan dan pencegahan HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya DAMPAK KEGAGALAN MELINDUNGI HAK-HAK PEKERJA (PASAL 11 DAN 12) Kurangnya perlindungan hukum sebagai pekerja memiliki dampak besar dalam upaya menikmati HAM mereka. Laporan Amnesty International tahun 2007 tentang PRT mendokumentasi bagaimana PRT sering mengalami jam kerja yang panjang dan mendapat istirahat sedikit atau tidak sama sekali. 57 Mereka yang diwawancara sebagai bagian dari laporan ini mengaku bekerja sekitar 70 jam perminggu, tapi banyak yang bekerja lebih lama lagi. Selama masa penelitian yang dilakukan pada Maret 2010, Amnesty International juga bertemu dengan PRT dengan jam kerja yang sangat panjang tanpa istirahat. PRT yang menjaga anak majikan khususnya rentan mengalami jam kerja panjang karena mereka diminta untuk menjaga anak pada malam hari, terutama jika mereka sakit, terlepas sudah melakukan jam kerja yang panjang di siang hari. 58 Ketentuan-ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang menjamin perlindungan khusus bagi pekerja perempuan tidak berlaku bagi PRT, ini berarti perlakuan terhadap mereka misalnya pada masa kehamilan dan kelahiran bergantung sepenuhnya pada kebaikan hati majikan mereka. Wawancara dengan PRT yang dilakukan oleh Amnesty International pada Maret 2010 menemukan bahwa PRT yang hamil berisiko kehilangan pekerjaan mereka akibat kehamilan, tanpa kompensasi dalam bentuk apapun. Yang lain bisa dipaksa untuk menjalani jam kerja yang panjang tanpa waktu istirahat yang memadai jika mereka ingin mempertahankan pekerjaan mereka. 59 Beberapa dari PRT mengatakan pada Amnesty International jika mereka dipaksa bekerja bahkan ketika mereka merasa tidak sehat atau mereka merasa pekerjaannya terlalu berat bagi kondisi mereka dan membuat kesehatan dan kehamilan mereka berada dalam risiko. 60 Temuan-temuan ini selaras dengan laporan Amnesty International tahun 2007 yang menemukan walau beberapa PRT diberikan waktu istirahat yang memadai ketika sakit, yang lain harus tetap bekerja walau merasa tidak sehat. 61 Secara keseluruhan Amnesty International menemukan PRT perempuan biasanya berhenti bekerja pada masa awal kehamilan dibanding terus bekerja, terkadang dalam kondisi buruk. Banyak PRT mengatakan pada Amnesty International jika seorang PRT hamil ia akan kehilangan pekerjaannya atau tidak dibayar bila ia memutuskan mengambil cuti hamil. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Mengesahkan Undang-Undang khusus yang mengatur hak-hak kerja PRT sesuai dengan standar dan hukum internasional, terutama: 1. Ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang itu tidak boleh Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

21 Indonesia 21 menjadi kurang menguntungkan dibanding dengan hak-hak dalam UU Ketenagakerjaan; 2. RUU Perlindungan PRT harus diubah agar secara eksplisit memasukkan ketentuan hukum berkaitan dengan kebutuhan khusus perempuan, terutama pada masa dan setelah kehamilan, termasuk persyaratan yang dijabarkan dalam pasal 11.2 konvensi, seperti pelarangan pemberhentian hubungan kerja atau sanksi lain dengan alasan kehamilan, ketentuan perlindungan khusus bagi perempuan hamil dan memperkenalkan cuti hamil tanpa hilangnya pekerjaan. Ketika pemberi kerja ditemukan melanggar kewajiban ini, mereka harus diberi sanksi selayaknya pemberi kerja lainnya; dan 3. RUU Perlindungan PRT harus menjamin PRT menikmati kebebasan bergerak dan berkomunikasi serta mengakses informasi. Meratifikasi Konvensi Pekerja Rumah Tangga ILO (No. 189) dan Konvensi Perlindungan Ibu (No.183) dan memasukkan ketentuan-ketentuannya dalam hukum domestik serta mengimplementasikannya dalam kebijakan dan praktik; Secepat mungkin melakukan survei menyeluruh untuk menghitung jumlah PRT di tiap provinsi di Indonesia. Survei ini harus mengumpulkan data jender, usia, asal, latar belakang sosial-ekonomi dan kondisi hidup dan pekerjaan mereka. Semua data yang dikumpulkan harus diperlakukan secara rahasia dengan standar perlindungan data yang layak; Mempublikasikan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan layanan relevan lainnya kepada PRT, majikan dan agen rekrutmen mereka, termasuk melalui media massa; serta Memastikan PRT memiliki akses atas informasi dan pelayanan kesehatan terkait hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi. 3.2 PEKERJA RUMAH TANGGA MIGRAN (PASAL 6 DAN 11; REKOMENDASI UMUM 26) Amnesty International menyambut baik ratifikasi Konvensi Internasional tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya oleh Indonesia pada 31 Mei Amnesty International juga menyambut baik upaya memperbaiki perlindungan buruh migran dengan membentuk Satuan Tugas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Juli Menurut ILO, sekitar 700,000 pekerja migran Indonesia bermigrasi keluar negeri secara resmi untuk bekerja. Sekitar 75 persen buruh migran resmi adalah perempuan, yang sebagian besar dipekerjakan sebagai pekerja domestik, dengan negara tujuan utama di Asia dan negara-negara Timur Tengah. ILO mengakui kebutuhan PRT migran akan perlindungan hukum yang memadai di Indonesia dan luar negeri, belum dipenuhi secara memadai oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya, PRT terpapar dengan perdagangan orang yang terinstitusionalisasi dan praktik kerja paksa di seluruh siklus migrasi. 62 Berdasarkan UU No. 39/2004 (Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

22 22 Indonesia Luar Negeri), pekerja migran Indonesia harus melalui agen rekrutmen resmi untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri (Pasal 12). Setelah pekerja migran menandatangani perjanjian penempatan kerja, mereka wajib mengikuti orientasi pelatihan pra-keberangkatan di pusat pelatihan yang dikelola oleh agen. Pekerja migran dilatih dengan bahasa yang relevan, budaya, memasak, kemampuan membersihkan, perawatan anak, dan perawatan orang lanjut usia. Sumber yang dapat dipercaya mengindikasikan beberapa fasilitas pelatihan berada dalam kondisi buruk dan tidak memadai, rintangan atas kebebasan bergerak sangat umum terjadi (misalnya, memerlukan jaminan uang atau sertifikat kepemilikan barang untuk bisa meninggalkan lokasi), masa tinggal yang sewenang-wenang, biasanya berkisar antara tiga hingga tujuh bulan. 63 Sedikit usaha yang dilakukan oleh para pembina untuk memberitahu pekerja migran hak-haknya dan cara mengakses bantuan, sebagaimana juga mekanisme pengaduan dan kompensasi. Lebih jauh lagi, ada kekhawatiran para peserta pelatihan ternyata bekerja, dalam kedok pelatihan, tanpa remunerasi. 64 Sebelum berangkat, PRT migran sering diminta menandatangani dokumen, termasuk kontrak kerja mereka, namun tidak diperbolehkan membaca atau memegang salinannya. Agen rekrutmen tenaga kerja juga menipu pekerja migran soal persyaratan dan kondisi kerja mereka, termasuk upah minimum dan jatah hari libur, dan sebagai akibatnya banyak pekerja migran terjebak dalam perdagangan orang. 65 Terjebak dalam hutang yang besar menjadi sangat umum diantara PRT migran akibat besarnya biaya rekrutmen. Mereka sering membayar biaya rekrutmen tenaga kerja diatas biaya maksimum yang diperbolehkan berdasarkan hukum Indonesia. 66 Akibatnya, tidak heran bila banyak PRT migran yang menyerahkan sebagian besar upah mereka kepada agen rekrutmen selama enam hingga lima belas bulan pertama mereka, membuat mereka hanya memiliki sedikit dana untuk kehidupan sehari-hari. Hutang sering memaksa pekerja menerima eksploitasi dan pelecehan di tempat kerja. 67 Misalnya di Hong Kong, PRT migran diharuskan membayar biaya rekrutmen sebesar HK$21,000-30,000 (US$2,700-3,900). Karena biaya ini melampaui batas maksimum di Hong Kong, 68 agen penempatan sering memaksa PRT migran untuk menandatangani dokumen pinjaman uang palsu dan menginstruksikan pemberi kerja mereka untuk mentransfer sebagian besar upah bulanan mereka ke instansi keuangan. 69 Hanya ketika sampai di negara tujuan, sebagian besar PRT migran mengetahui kondisi sebenarnya dari pekerjaan mereka. Mereka juga menghadapi penyitaan dokumen identitas, ketidaksesuaian kontrak (upah lebih rendah, tidak ada cuti); akomodasi dan makanan yang tidak memadai; pelecehan psikologis; kekerasan fisik dan seksual serta ancaman kekerasan; serta penahanan fisik. Pada saat pekerja migran menemukan kebenarannya, sudah telat bagi mereka untuk melakukan sesuatu karena mereka sudah terjebak hutang besar dan harus memulai membayar pinjaman ke agen penyalur. 70 Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Mengubah UU No. 39/2004 (Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri) dengan memasukkan kewajiban pemerintah terhadap pekerja migran, memastikan perlindungan semua pihak, dan memasukkan perspektif jender. Terutama menjamin pekerja migran, Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

23 Indonesia 23 termasuk PRT, agar tidak perlu disalurkan melalui agen rekrutmen dan penempatan untuk mendapatkan pekerjaan di luar negara, dan memperbolehkan dipekerjakan secara langsung; Proses rekrutmen dan penempatan harus transparan dan harus ada batas biaya maksimum yang bisa dikenakan oleh agen penyalur Indonesia terhadap PRT migran berdasarkan konsultasi tripartit (pemerintah, asosiasi rekrutmen dan serikat pekerja migran/prt). Agen rekrutmen harus dicegah dari meminta tambahan biaya melampaui batas tersebut (seperti biaya pelatihan dan asuransi wajib); Memperkuat pengawasan rekrutmen dan pelatihan PRT, dan menerapkan hukuman yang memadai bagi mereka yang melanggar hukum. Memastikan formulasi kebijakan, implementasi, pengawasan dan evaluasi atas proses pelatihan berdasarkan skema tripartit (pemerintah, asosiasi rekrutmen dan serikat pekerja migran/prt); Memastikan pelarangan pemaksaan kerja atau kerja wajib yang ilegal ditegakkan secara ketat dalam hukum dengan hukuman yang sesuai dan ditegakkan dengan tegas, seusai dengan kewajiban berdasarkan Pasal 25 dari Konvensi Kerja Paksa ILO (No. 29); Memasukkan ketentuan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya ke dalam hukum domestik dan mengimplementasikannya dalam kebijakan dan praktik; serta Meratifikasi dan menerapkan secara penuh Konvensi Pekerja Rumah Tangga ILO (No. 189), memasukkan semua ketentuannya ke dalam hukum domestik dan mengimplementasikannya dalam kebijakan dan praktik. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

24 24 Indonesia 4. KEKERASAN BERBASIS JENDER DAN SISTEM HUKUM PIDANA (PASAL 2; REKOMENDASI UMUM 19) Amnesty International menyambut baik langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk memenuhi ikrarnya memerangi kekerasan terhadap perempuan termasuk langkah mengimplementasikan UU No.23/2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pembentukan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) di kantor polisi serta Peraturan Menteri No.1/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 71 Namun kekerasan terhadap perempuan tetap besar di seantero negeri. Pada tahun 2011, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendokumentasikan kasus kekerasan terhadap perempuan. 72 Pemantauan yang dilakukan oleh Komisi itu selama masa 13 tahun ( ) mendemonstrasikan hampir seperempat kasus kekerasan terhadap perempuan di masa itu adalah kasus kekerasan seksual. Dari total kasus yang dilaporkan tentang kekerasan terhadap perempuan, melibatkan kekerasan seksual. Kasus perkosaan mencakup 50 persen dari total kasus-kasus kekerasan seksual KEKERASAN BERBASIS JENDER DAN HUKUM Perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia terus menghadapi serangkaian hambatan secara hukum dan praktik ketika mereka melapor ke polisi. Definisi yang merujuk ke perkosaan dan kekerasan seksual, yang terkandung dalam UU KDRT dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kurang jelas. Definisinya sempit dan tidak konsisten dalam dua UU yang terpisah, sehingga mengakibatkan ketidakpastian tentang apa yang termasuk dan tidak termasuk dalam pelanggaran pidana. Walaupun UU KDRT 2004 mempidanakan kekerasan seksual dalam konteks rumah tangga, dan mengancam hingga 12 tahun hukum penjara dalam kasus suami melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya- atau sebaliknya (Pasal 46 dan 53) definisi yang dicantumkan tidak cukup komprehensif. Dalam UU KDRT, kekerasan seksual didefinisikan sebagai pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam Iingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, (Pasal 8). KUHP mengadopsi definisi yang mirip tentang perkosaan, yang didefinisikan sebagai barang siapa yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan (Pasal 285). Seseorang yang melanggar pasal ini bisa dikenakan paling banyak dua belas tahun penjara. Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

25 Indonesia 25 Hukum internasional mensyaratkan definisi perkosaan seharusnya tidak fokus pada kekerasan atau ancaman menggunakan kekerasan, namun juga pelanggaran hak otonomi seksual, misalnya, definisi yang digunakan dalam Elemen-Elemen Kejahatan Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC). 74 Definisi ICC tentang perkosaan mendefinisikan perkosaaan dengan menyebut korban dan pelaku secara netral jender, dan merujuk ke penetrasi ke bagian tubuh korban manapun dengan benda atau bagian tubuh pelaku dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau juga tanpa kesepakatan. Amnesty International juga khawatir perkosaan dalam perkawinan belum dipidanakan dalam KUHP, dan UU KDRT merujuk ke kekerasan seksual tapi bukan spesifik soal perkosaan. Lebih lanjut, ada permasalahan dalam penerapan UU KDRT. Misalnya penelitian tahun 2009 oleh organisasi non-pemerintah, Rifka Annsia, mengungkapkan polisi cenderung meminta sertifikat perkawinan sipil dari korban kekerasan domestik yang melaporkan kekerasan pasangannya, ini secara praktik mengecualikan perempuan dan anak perempuan yang tidak terikat pernikahan atau tidak memiliki sertifikat perkawinan sipil (misalnya perkawinan tidak resmi yang dilakukan di masyarakat, nikah siri). 75 Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Mengubah UU KDRT dan KUHP agar konsisten dengan hukum dan standar internasional dan agar menyesuaikan dengan definisi kekerasan seksual yang komprehensif, seperti definisi perkosaan yang digunakan dalam Eleman-Elemen Kejahatan Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional; Mengubah KUHP untuk memastikan perkosaan dalam perkawinan dipidanakan; dan Memastikan polisi melakukan investigasi yang cepat, imparsial dan efektif atas semua dugaan kekerasan rumah tangga, menuntut dan menghukum pelaku, terlepas status perkawinan atau lainnya dari pelapor/korban, dan memastikan korban menerima reparasi. Memastikan polisi sadar sertifikat perkawinan tidak diperlukan untuk membuktikan terjadinya kekerasan rumah tangga. 4.2 POLISI: UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK Pada tahun 2007 Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mengeluarkan peraturan yang membentuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) atau unit kerja perempuan di kantor polisi tingkat provinsi, kota dan kecamatan. 76 Amnesty International memahami Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengelola lebih dari 300 UPPA di seantero Indonesia 77 yang mana petugas polisi perempuan menerima pengaduan dari korban pelecehan seksual atau perdagangan orang dari perempuan dan anak serta tempat korban bisa menemukan penampungan sementara. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak berada dibawah wewenang Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Walaupun begitu, dampak UPPA tetap terbatas. Tidak seperti di tingkat Provinsi, polisi di tingkat kecamatan mengalami kekurangan sumber daya dan personel yang berkualitas. Kelompok perempuan telah menginformasikan Amnesty International bahwa beberapa Unit Kerja Perempuan ini terletak di ruang yang terbuka dalam sebuah kantor polisi di tempat yang sama dengan terduga pidana dan korban lainnya. Beberapa korban mengalami Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

26 26 Indonesia hambatan dalam mengakses UPPA karena mereka sebelumnya harus berurusan dengan Sentral Pelayanan Kepolisian (SPK) di depan kantor polisi yang biasanya di jaga oleh polisi laki-laki. 78 Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Memastikan UPPA terpublikasikan, mendapat cukup sumber daya, terletak di ruang yang mana perempuan merasa aman untuk mendekati mereka dan tersedia di seantero negeri, serta Memastikan semua unit kepolisian lainnya menawarkan pelayanan menyeluruh bagi perempuan korban kejahatan. 4.3 PROSEDUR PIDANA SENSITIF JENDER UNTUK KEJAHATAN-KEJAHATAN KEKERASAN BERBASIS JENDER Perlindungan hukum yang tersedia bagi korban dan saksi telah meningkat pesat sejak diterapkannya UU Perlindungan Saksi dan Korban (UU No. 13/2006), dan UU KDRT. UU KDRT secara panjang lebar menjabarkan perlindungan dan pelayanan yang disediakan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. UU Perlindungan Saksi dan Korban dan UU KDRT bisa digunakan secara berkaitan satu sama lain. 79 Namun, ada banyak kekurangan dalam hukum di Indonesia terkait tantangan menginvestigasi kejahatan berbasis jender, termasuk kejahatan yang melibatkan kekerasan seksual. Walau memiliki komitmen yang kuat, DPR Indonesia belum juga membahas dan mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga saat itu, Undang-Undang yang lama tetap berlaku. Amnesty International khawatir KUHAP yang sekarang mensyaratkan korban atau saksi untuk hadir di pengadilan menyampaikan kesaksian mereka, bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban. UU Perlindungan Saksi dan Korban tetap berlaku walau ada keganjilan ini, namun sangat penting agar KUHAP diubah untuk menghindari kontradiksi dan kebingungan antara dua Undang-Undang. Khususnya, revisi KUHAP harus mengikuti UU Perlindungan Saksi dan Korban dalam memperbolehkan korban atau saksi, ketika pengadilan memutuskan demi perlindungan mereka atau alasan sah lainnya, termasuk dalam kasuskasus kekerasan seksual, memberikan pembuktian mereka di hadapan kamera melalui sarana video atau audio dalam kondisi yang memenuhi semua hak tertuduh dalam sebuah peradilan yang adil. Sebagai tambahan, KUHAP kurang ketentuan-ketentuan yang memadai untuk mengatasi tantangan investigasi kejahatan berbasis jender, termasuk kejahatan yang melibatkan kekerasan seksual. Misalnya, revisi KUHAP harus memasukkan ketentuan yang melarang pengadilan menarik kesimpulan tentang kredibilitas, karakter atau kecendurangan hingga kesediaan seksual korban berdasarkan perilaku seksual korban sebelum atau sesudahnya. Revisi harus memasukkan ketentuan yang mengatur pemasukkan pembuktian terkait dengan kesediaan atau kurangnya ketidakbersediaan korban dalam kejahatan kekerasan seksual. Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

27 Indonesia 27 Sidang tertutup untuk mempertimbangkan diterimanya relevansi alat bukti harus tersedia sebagai sebuah hak. 80 KUHAP menyatakan seorang hakim bisa menjatuhkan hukuman pidana bagi seseorang bila ia memenuhi dua unsur pembuktian. Hal ini bisa kesaksian seorang saksi (termasuk korban), terdakwa, keterangan ahli, keterangan surat, atau petunjuk (Pasal ). Dalam praktik kebanyakan kasus membutuhkan bukti sperma melalui catatan medis (visum et repertum). Menurut Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan ketentuan hukum itu secara praktis memustahilkan perempuan korban perkosaan dan kejahatan seksual lainnya untuk memperoleh keadilan melalui pengadilan. 81 UU KDRT juga mengharuskan setidaknya dua elemen pembuktian dalam kasus-kasus kekerasan seksual (Pasal 54 dan 55), berdasarkan daftar elemen pembuktian dalam pasal 184 KUHP. 82 Persyaratan agar kesaksian korban dikoroborasi bisa sangat sulit dipenuhi dalam kasus-kasus yang melibatkan kekerasan seksual, yang sering terjadi di ruang sepi tanpa saksi. Walaupun Amnesty International setuju seorang terdakwa hanya bisa dipidana pelanggaran kriminal hanya jika terbukti tanpa keraguan sama sekali jika ia telah melakukan pelanggaran, persyaratan formal jika sebuah putusan harus berdasarkan dua alat bukti yang sah akan beroperasi secara diskriminatif dalam kasus yang melibatkan kekerasan seksual. Jika seorang hakim merasa puas terdakwa bersalah tanpa keraguan, berdasarkan satu elemen pembuktian, seharusnya tidak ada halangan formal untuk menjatuhi putusan. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Memastikan pengadilan menggunakan semua ketentuan relevan yang tersedia dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban dan UU KDRT untuk meminimalisir trauma dan ketakutan yang dialami oleh korban dan saksi, dan untuk menyediakan perlindungan yang memadai bagi korban dan saksi, termasuk memperbolehkan korban atau saksi untuk memberikan kesaksian dihadapan kamera atau melalui tautan video dan audio ketika hal ini diperlukan demi melindungi mereka atau menghindari traumatisasi ulang; KUHAP harus melarang pengadilan menarik kesimpulan tentang kredibilitas, karakter atau kecenderungan hingga kesediaan seksual berdasarkan perilaku seksual korban sebelum dan sesudahnya. Hal ini harus sesuai praktik terbaik seperti Peraturan 70 dan 71 dari Peraturan Pembuktian dan Prosedur Pengadilan Pidana Internasional (ICC); dan Mempertimbangkan implikasi diskriminasi persyaratan koroborasi dalam kasus kekerasan seksual, KUHP harus menyatakan secara jelas, walau pengadilan tidak boleh menjatuhkan hukuman pada terdakwa kecuali yakin tanpa keraguan sedikit pun, koroborasi tidak diperlukan untuk kejahatan, terutama kejahatan kekerasan seksual. 4.4 PELECEHAN SEKSUAL PEREMPUAN PADA MASA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN Pada laporan tahun 2009 berjudul Urusan yang Belum Selesai: Akuntabilitas Polisi di Indonesia, 83 Amnesty International mengangkat pengaduan-pengaduan yang terus berlangsung tentang pelanggaran HAM oleh polisi terhadap tersangka pidana, khususnya mereka yang tinggal di komunitas miskin dan termarjinalkan. Amnesty International juga mendokumentasikan kurangnya mekanisme akuntabilitas internal dan eksternal di Indonesia. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

28 28 Indonesia Penelitian Amnesty International menemukan bila pekerja seks perempuan berada dalam risiko khusus kekerasan berbasis jender, termasuk pelecehan seksual dan serangan seksual oleh polisi. Pekerja seks perempuan melaporkan bahwa mereka harus membayar uang perlindungan bulanan ke berbagai oknum polisi termasuk anggota polisi lalu lintas, departmen urusan internal, dan reserse kriminal. Namun sogokan ini tidak melindungi mereka dari pelecehan lainnya oleh polisi. 84 Ada laporan tentang pelecehan seksual tahanan perempuan di tahanan polisi. Di Provinsi Papua, tiga polisi memaksa tahanan perempuan untuk melakukan oral seks kepada mereka di tahanan polisi Jayapura selama tiga bulan dari November 2010 hingga Januari Ketiga polisi tersebut dilaporkan hanya diberikan hukuman indisipliner 21 hari masa tahanan dan penundaan kenaikan pangkat. 85 Komnas Perempuan melaporkan ketika korban sedang ditahan di tahanan polisi Jayapura, petugas polisi sering tidur didalam sel tahanan perempuan dan melecehkan mereka secara seksual ketika mereka tidur. Toilet khusus perempuan juga tidak disediakan dalam lokasi yang sama sehingga tahanan perempuan, terpaksa menggunakan toilet laki-laki, membuat mereka rentan terhadap kekerasan seksual. 86 Tidak ada ketentuan dalam KUHAP yang dirancang khusus untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan saat penangkapan dan penahanan. Bertentangan dengan standar internasional, 87 tidak ada persyaratan untuk menghadirkan staf perempuan untuk hadir pada saat interogasi tahanan perempuan atau tidak ada ketentuan bahwa hanya staf perempuan yang boleh melakukan penggeladahan fisik terhadap tersangka atau terdakwa perempuan. Walau Amnesty International memahami dalam praktik tahanan laki-laki dan perempuan ditahan terpisah, namun tidak ada persyaratan formal dalam KUHAP yang mengharuskan mereka dipisah. 88 Hal ini membatasi perlindungan terhadap perempuan dari risiko lebih lanjut dilecehkan oleh polisi dan tahanan laki-laki lainnya. Amnesty International telah menerima banyak laporan sulitnya mengadukan pelanggaran polisi. Korban pelecehan polisi biasanya tidak tahu kemana harus mengajukan pengaduan dan jika mereka mencobanya, mereka justru menjadi subjek pelecehan, intimidasi atau gangguan lebih lanjut. Investigasi atas laporan pelecehan oleh polisi jarang dilakukan. Mekanisme pendisiplinan internal polisi sekarang ini tidak memadai untuk menghadapi pelanggaran kriminal yang mengarah pada pelanggaran HAM dan umumnya tidak diketahui publik. Lebih lanjut, badan yang mengawasi polisi secara eksternal tidak memiliki wewenang yang cukup untuk membawa kehadapan hukum mereka yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Memastikan tahanan perempuan selalu ditahan secara terpisah dari tahanan laki-laki di penjara, kantor polisi atau tempat penahanan lainnya, agar fasilitas ini diberikan sumber daya yang memadai sehingga perempuan tidak perlu berbagi dengan fasilitas laki-laki seperti toilet, dan agar fasilitas tahanan perempuan hanya diisi oleh pegawai perempuan; Memastikan staf perempuan hadir dalam keseluruhan proses interogasi tahanan perempuan dan hanya staf perempuan yang bertanggungjawab melakukan penggeledahan terhadap tersangka dan tahanan perempuan; Memastikan perempuan bisa melakukan pengaduan pelanggaran terhadap polisi, Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

29 Indonesia 29 termasuk kekerasan seksual, intimidasi atau gangguan, dan ini diinvestigasi secara cepat, independen dan imparsial. Khususnya, terduga pelanggaran kriminal yang mencakup pelanggaran HAM harus diproses dengan sistem hukum pidana, bukan hanya secara internal atau dengan tuduhan pelanggaran disiplin saja; dan Meninjau sistem akuntabilitas yang ada dalam mengadapi dugaan pelanggaran HAM oleh petugas polisi dan membentuk mekanisme pengaduan polisi independen yang bisa menerima dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Mekanisme ini juga harus mempunyai wewenang untuk mengirimkan temuannya ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

30 30 Indonesia 5. PEREMPUAN DAN KONFLIK: KEADILAN, KEBENARAN DAN REPARASI KEJAHATAN MASA LALU TERHADAP PEREMPUAN (PASAL 2 DAN 12) Pemerintah Indoensia hanya membuat kemajuan kecil dalam memberikan keadilan, kebenaran dan reparasi bagi korban pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi pada masa kekuasaan Suharto dan pada masa reformasi (dari 1998) termasuk pada masa insiden , 89 kerusuhan Mei 1998, 90 dan konflik di Aceh, Papua dan Timor-Leste. Kejahatan ini termasuk pembunuhan di luar hukum, perkosaan dan kejahatan seksual lainnya, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya. Amnesty International mencatat pemerintah Indonesia tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Komite terkait langkah yang diambil guna menyediakan akses ke keadilan, reparasi dan rehabilitasi korban/mereka yang selamat (survivors) dari kekerasan seksual pada masa konflik masa lalu ketika merespon daftar isu tahun Pelanggaran HAM, termasuk perkosaan dan kekerasan seksual lainnya, dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia pada konflik masa lalu telah didokumentasikan dengan baik oleh Amnesty International dan organisasi lainnya. 92 Budaya mendiamkan yang menyelubungi kekerasan seksual dan berbasis jender, yang dipicu oleh stereotipe jender, perasaan malu, dan status rendah perempuan di masyarakat, juga sulitnya membahas pelanggaran ini, berarti banyak kasus yang tidak dilaporkan. 93 Banyak perempuan dan anak perempuan tidak diberikan pelayanan atau layanan kesehatan medis, psikologis, seksual, reproduksi dan jiwa baik pada masa konflik mau pun setelah konflik berakhir. Perempuan dan anak perempuan tidak hanya menderita sebagai korban pelanggaran HAM, namun juga secara tidak langsung sebagai anggota keluarga mereka yang dibunuh dan dihilangkan. Banyak yang dipaksa mengambil peran pemenuh kebutuhan ekonomi dan menjadi tulang punggung keluarga, ini memiliki konsekuensi jangka panjang bagi perempuan dan keluarga mereka, misalnya dalam hal akses ke pendidikan dan kesehatan. Perempuan dan anak perempuan yang anggota keluarganya dihilangkan merupakan pelanggaran HAM yang masih berlangsung karena nasib dan keberadaan yang mereka cintai masih tetap belum diketahui. 5.1 INISIATIF-INISIATIF NASIONAL TERHADAP KEADILAN, KEBENARAN DAN REPARASI Pada tingkat nasional, pihak berwenang Indonesia telah berusah membangun serangkaian mekanisme untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Namun, lemahnya legislasi, Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

31 Indonesia 31 kegagalan dalam implementasi dan kurangnya niat politik membuat keadilan, kebenaran dan reparasi bagi korban tetap sulit tercapai. Kegagalan-kegagalan tersebut membuat perempuan dan anak perempuan beserta pengalaman konflik mereka semakin termarjinalkan, sehingga harus diatasi sebagai prioritas utama. UU Pengadilan HAM (No. 26/2000), dibentuk untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran berat HAM, namun hingga kini terbukti tidak bisa menjalankan tugas tersebut secara efektif, karena lemahnya legislasi. UU tersebut memiliki cakupan yang terbatas dan belum diimplementasikan secara layak. 94 Lebih lanjut, UU itu hanya mempunyai yurisdiksi atas tindakan genosida dan kejahatan atas kemanusiaan, sehingga kejahatan perang dan kejahatan dibawah hukum internasional jatuh di luar wewenangnya. 95 Dari beberapa kasus yang dibawa keadapan Pengadilan HAM, Amnesty International tidak mengetahui adanya kasus yang terkait dengan kekerasan seksual. Pada tahun 2004, DPR Indonesia mengesahkan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (No. 27/2004), yang menjadi dasar pembentukan komisi kebenaran nasional dengan kewenangan menerima pengaduan, menginvestigasi pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu dan membuat rekomendasi untuk kompensasi dan/atau rehabilitasi korban. Pada tahun 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU tersebut setelah menetapkan ketentuan pemberian reparasi pada korban hanya bisa terjadi bila mereka setuju memberikan amnesti kepada para pelaku, dianggap inkonstitusional. 96 Sebuah UU baru sedang dirancang dan direncanakan untuk dibahas di DPR pada periode , namun hingga kini tidak ada kemajuan. Hingga kini tetap tidak ada program reparasi nasional dan Indonesia masih gagal menyediakan reparasi kepada korban-korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukannya di Timor-Leste, yang bertanggungjawab atas kekerasan berbasis jender secara luas, termasuk perkosaan, perbudakan seksual, penyiksaan seksual dan kejahatan seksual lainnya. 97 Berdasarkan hukum internasional pemerintah Indonesia memiliki kewajiban menyediakan reparasi penuh dan efektif bagi korban. 98 Upaya yang dilakukan harus mencakup restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan dan penjaminan ketidakberulangan yang diakui dan didefinisikan dalam Prinsip dan Panduan Dasar PBB atas Pemulihan dan Reparasi yang Efektif bagi Korban Pelanggaran HAM Berat Hukum HAM internasional dan Pelanggaran Serius Hukum Humaniter Internasional. 99 Upaya tersebut selayaknya memiliki potensi transformatif, seperti diungkapkan oleh Pelapor Khusus Kekerasan terhadap Perempuan, penyebab dan akibatnya, (Special Rapporteur on violence against women, its causes and consequences), untuk memastikan hal itu tidak melanggengkan diskriminasi yang terjadi. 100 Upaya tersebut harus dirancang dengan berkonsultasi dengan korban dan harus mempertimbangkan pengalaman berbeda antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki, yang mengalami konflik secara berbeda. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Membentuk program nasional penyediaan reparasi (termasuk restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan, dan jaminan ketidakberulangan) kepada semua korban pelanggaran HAM masa lalu. Program tersebut harus dirancang dengan berkonsultasi dengan korban dan harus mempertimbangkan pengalaman yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki, yang mengalami konflik secara berbeda; Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

32 32 Indonesia Menyediakan reparasi penuh dan efektif pada korban pelanggaran HAM di Timor-Leste antara 1975 dan 1999 yang menyandang tanggungjawab. Khususnya, dukungan dana dengan membentuk dana perwalian (trust fund) khusus demi ketersediaan program reparasi komprehensif bagi korban kejahatan masa lalu; Membahas, mengesahkan dan mengimplementasikan dalam kesempatan terdekat UU baru tentang komisi kebenaran yang selaras dengan hukum dan standar internasional, memastikan kejahatan terhadap perempuan bisa diatasi secara memadai; Memastikan semua kejahatan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kejahatan kekerasan seksual bisa diinvestigasi dan dituntut secara efektif. Hingga kini pemerintah Indonesia belum merevisi UU Pengadilan HAM untuk memperluas wewenangnya hingga memasukkan kejahatan perang dan kejahatan lain berdasarkan hukum internasional serta meratifikasi Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional pada kesempatan terdekat, memasukkan ketentuan-ketentuannya dalam hukum domestik serta mengimplementasikannya dalam kebijakan dan praktik; serta Memastikan adanya mekanisme komprehensif untuk menentukan situasi hukum orang hilang, terutama mereka yang nasibnya belum menentu. Hal ini harus membuat keluarga dan tanggungan orang hilang, antara lain, berhak atas bantuan keuangan dan jaminan sosial sesuai kebutuhannya. Pihak berwenang Indonesia harus secepatnya meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada kesempatan terdekat, memasukkan ketentuan-ketentuannya dalam hukum domestik dan mengimplementasikannya dalam kebijakan dan praktik. 5.2 STUDI KASUS ACEH Di Aceh, Amnesty International tidak mengetahui adanya pengadilan bagi ribuan kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk perkosaan dan kejahatan seksual lainnya, yang dipercaya terjadi antara 1989 hingga 1998 ketika provinsi tersebut berada dalam kondisi Darurat Operasi Militer (DOM). Amnesty International hanya mengetahui dua peristiwa di Aceh yang diinvestigasi dan diadili antara 1998 dan Mei 2003, 101 dan hanya beberapa kasus pelanggaran berat HAM yang diproses yang berlangsung pada periode Darurat Militer dan Darurat Sipil (Mei 2003 Agustus 2005). 102 Upaya untuk membawa pelaku kejahatan perkosaan dan kejahatan seksual lainnya ke hadapan pengadilan berlangsung secara tidak layak. Pengadilan yang diketahui berkaitan dengan kejahatan seksual pada periode ini berakhir dengan putusan bersalah tiga petugas militer berpangkat rendah untuk perkosaan empat perempuan di Aceh Utara. Mereka dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer antara dua setengah dan tiga setengah tahun penjara dari maksimal 12 tahun. 103 Perjanjian damai 2005 antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 104 tidak secara spesifik merujuk pada perempuan- baik terkait partisipasi mereka dalam proses damai atau kebutuhan paska konflik mereka. Walau perjanjiannya dan UU Pemerintahan Aceh (No. 11/2006), berisi ketentuan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi cabang Aceh, badan semacam itu belum dibangun. Masih tidak jelas apakah keputusan Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006 mempengaruhi program komisi kebenaran di Aceh karena UU Pemerintahan Aceh menyatakan Komisi Kebenaran Aceh merupakan bagian tidak terpisahkan dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. 105 Beberapa organisasi berpendapat tidak perlu ada cabang nasional yang terbentuk terlebih Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

33 Indonesia 33 dahulu agar cabang di Aceh bisa berfungsi. 106 Organisasi Non-Pemerintah di Aceh telah mengirim rancangan qanun ke DPR Daerah Aceh untuk dipertimbangkan, dan hingga awal Mei 2012, konsultasi telah berjalan antara DPRD dan kelompok masyarakat sipil. 107 Ketidakpastian ini secara tidak penting memperlambat akses perempuan atas kebenaran, keadilan dan reparasi, melanggengkan trauma yang terjadi pada masa konflik, dan bagi beberapa korban, terjadi satu dekade lalu. 108 Program reintegrasi paska konflik di Aceh yang dijalankan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) sebagai bagian dari perjanjian damai berwenang menyediakan fasilitasi ekonomi 109 untuk pihak yang terpengaruh, termsuk semua warga sipil yang mengalami kerugian besar. 110 Korban kekerasan seksual pada masa konflik tidak secara spesifik dan eksplisit dimasukkan dalam program bantuan BRA dan banyak belum menerima bantuan dana apapun dan perawatan atau bantuan medis. Menurut kelompok-kelompok masyarakat sipil, perempuan enggan mengakses skema bantuan BRA karena proses pendaftarannya tidak dirahasiakan, ini membutuhkan persetujuan pemerintah lokal dan petugas keamanan, serta mekanisme verifikasi korban tidak sensitif jender. Hal ini bisa mengarah pada traumatisasi ulang, stigamatisasi dan perasaan malu. Korban perempuan yang diwawancara pada Mei 2012 menjelaskan pada Amnesty International bahwa bantuan keuangan jangka pendek tidak efektif membantu mereka membangun ulang kehidupan mereka dan reparasi penuh, termasuk program jangka panjang untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan, akses ke kesempatan pekerjaan, pendidikan dan layanan konseling, ketika dibutuhkan. UU Pemerintahan Aceh, yang disahkan DPR pada Juli 2006, menjadi dasar untuk pembentukan Pengadilan HAM di Aceh (sesuai dengan ketentuan yang tertuang di perjanjian damai 111 ) untuk mengadili pelaku kejahatan di masa depan (Pasal 178(3)). Namun, tidak mengandung ketentuan untuk membawa ke pengadilan para pelaku pelanggaran masa lalu, membuatnya tidak efektif dalam memberikan akuntabilitas kejahatan masa lalu. Mekanisme yudisial yang ada, seperti UU Pengadilan HAM (No. 26/2000) dan pengadilan pidana, tetap menjadi mekanisme utama untuk menjalankan investigasi dan penuntutan pidana pada kejahatan masa lalu di Aceh. Amnesty International memandang pihak berwenang Indonesia harus: Memastikan komisi kebenaran dibentuk di Aceh pada kesempatan terdekat. Komisi kebenaran harus selaras dengan standar dan hukum internasional, menjamin kejahatan terhadap perempuan bisa diatasi secara memadai; Menginvestigasi semua kejahatan yang dituduh dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia dan menuntut, ketika ada bukti cukup yang tersedia, mereka yang disangka melakukan kejahatan ke hadapan pengadilan nasional yang memenuhi standar adil internasional dan tidak menerapkan hukuman mati. Memastikan sistem hukum menginvestigasi dan menuntut semua kasus kekerasan seksual dan memiliki kapasitas dan sumber daya penuh untuk melakukannya secara cepat, imparsial dan efektif; Secepatnya membangun dan mengimplementasikan program bagi korban kekerasan seksual perempuan dan anak perempuan dalam konflik dan setelahnya, yang harus Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

34 34 Indonesia mengidentifikasi dan merespon kebutuhan korban. Program tersebut harus dirancang dengan melibatkan korban yang selamat dan organisasi non-pemerintah yang mewakili dan atau bekerja bersama mereka. Program tersebut juga harus memasukkan ketentuan menjamin, mereka yang membutuhkannya, akses atas pelayanan kesehatan, bantuan psikologis dan dukungan lainnya. Informasi yang diberikan oleh korban yang selamat harus diperlakukan secara rahasia untuk menghindari traumatisasi ulang dan penderitaan lebih lanjut; dan Menyediakan reparasi yang penuh, efektif dan transformatif kepada korban pelanggaran HAM yang dilakukan di Aceh dan mengambil tindakan khusus untuk memastikan perempuan bisa mengakses reparasi yang efektif, termasuk upaya yang dirancang untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi yang dialami korban kekerasan seksual dan penstereotipean jender yang menjadi dasar kekerasan terhadap perempuan. Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

35 Indonesia 35 CATATAN AKHIR 1 Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan, 15 November 2010, ditetapkan di Jakarta pada 28 Desember Komentar berdasarkan terjemahan tidak resmi, dokumen ada pada Amnesty International. 3 Misalnya UU No. 7/1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women- CEDAW); UU No. 5/1998 tentang ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment -CAT); Keputusan Presiden No. 36/1990 tentang ratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child-CRC); UU No. 39/1999 tentang HAM; UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak; UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT); dan UU No. 23/2009 tentang Kesehatan. 4 Population Council, Female Circumcision in Indonesia: Extent, Implications and Possible Interventions to Uphold Women s Health Rights, Jakarta, September 2003, hal Uddin, Prof Dr. Jurnalis et al, Female Circumcision: A Social, Cultural, Health and Religious Perspective, Institute of Population and Gender Studies, Yarsi University, Jakarta (Jakarta: Yarsi University Press, 2010), (Uddin et al, 2010), hal Uddin et al, 2010, Supra No5, hal Uddin et al, 2010, Supra No5, hal Amnesty International, Tak Ada Pilihan: Rintangan atas Kesehatan Reproduktif di Indonesia (Indeks: ASA 21/013/2010), (Tak Ada Pilihan). Salinan laporan ini dikirim ke sesi pendahuluan kelompok kerja komite pada September Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, hal Poligami juga disebut dalam ketentuan hukum lainnya. Misalnya dalam Peraturan Pemerintah No. 10/1983, yang kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah No. 45/1990, yang menyebutkan seorang pegawai negeri laki-laki bisa menikah dengan lebih dari satu perempuan setelah meminta izin atasannya. Peraturan ini juga menyebutkan izin hanya bisa diberikan jika istri pegawai negeri memenuhi satu dari tiga kriteria antara lain ia tidak bisa memenuhi tugasnya sebagai istri; memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan; atau tidak bisa memberikan keturunan. Di The Jakarta Post, Police Chief Responds To Polygamy Claims, 12 Mei Laman Web: diakses pada 11 Mei Lihat Laporan gabungan berkala periode keempat dan kelima Negara anggota: Indonesia, UN Doc. CEDAW/C/IDN/4-5, 27 Juli 2005, (Laporan gabungan periode berkala keempat dan kelima Negara anggota: Indonesia), para 163. Lihat juga World Health Organization (WHO), Using Human Rights for Maternal and Neonatal Health A tool for strengthening laws, policies and standards of care, 2006, hal Lihat Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Indonesia 2010 (Riskada), hal.159. Tautan web: Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

36 36 Indonesia 13 Konvensi Hak Hak Anak mendefiniskan anak sebagai orang dibawah usia delapan belas tahun (Pasal 1). 14 Menurut data yang dikumpulkan oleh Aisyiyah (organisasi sayap perempuan Muhammadiyah) dari Pengadilan Agama Bantul di Provinsi Yogyakarta, ada sepuluh permintaan dispensasi usia pada tahun 2000, namun ada 115 di tahun Lihat the Jakarta Globe, The Thinker: Let s talk about sex, 17 Mei Tautan web: diakses pada 11 Mei 2012 dan Rifka Annisa Pernikahan Usia Muda dan Dampaknya, 1 Desember Tautan web: diakses pada 11 May Wawancara telepon Amnesty International dengan organisasi non pemerintah (Ornop) di Yogyakarta, Mei Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Atas Nama Otonomi Daerah: Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa, 2009, (Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah). 17 Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah, Supra No16, hal Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah, Supra No16, hal Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah, Supra No16, hal The Jakarta Globe, West Aceh District Chief Says Shariah Law Needed or There Will Be Hell to Pay, 18 Agustus Tautan web: diakses 11 Mei Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah, Supra No16, pp Pasal 23, Qanun 11/2002 tentang implementasi Syariah Islam di Provinsi Aceh. Pasal 14(3) memberikan wewenang pada Wilayatul Hisbah untuk pertama memperingatkan terduga pelanggar dan ketika perilaku mereka tidak berubah, Pasal 14(4) memberikan wewenang pada Wilayatul Hisbah untuk menyerahkan mereka pada polisi atau badan penyelidik lainnya. 23 The Jakarta Post, 62 women in tight clothing detained in Bireuen, 9 Mei Tautan web: diakses 11 Mei Lihat Agence France-Presse, Indonesia to ban female MPs from wearing miniskirts, 6 Maret Kemudian pada bulan itu, Menteri Urusan Agama, yang merupakan bagian dari Gugus Tugas Pencegahan dan Manajemen Pornografi Nasional yang bertugas menegakkan UU Pornografi tahun 2008 (No. 44/2008), mengusulkan peraturan yang mengatur rok perempuan ketika rapat dengan anggota DPR. Gugus tugas itu diminta mengidentifikasi kriteria yang termasuk dalam pornografi. Lihat The Jakarta Globe, Indonesia's Anti-Pornography Task Force Considers Short-Skirt Ban, 29 Maret Tautan web: diakses 11 Mei Walau peraturan daerah tersebut tidak lagi berlaku semenjak berlakunya UU Pemerintahan Aceh pada tahun 2006, Komnas Perempuan telah mendokumentasikan beberapa peraturan daerah yang disahkan pada awal tahun 2000 masih berlaku. Walaupun kemudian UU No. 18 Tahun 2001 [tentang Otonomi Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

37 Indonesia 37 Khusus Daerah Istimewa Aceh] dinyatakan batal (setelah pengesahan UU No.11 Tahun 2006), Qanun- Qanun yang dikeluarkan berdasarkan UU No.18 terus berlaku hingga sekarang, dalam Komnas Perempuan, Atas nama Otonomi Daerah, Supra No Dalam peraturan daerah tentang khalwat, khalwat didefiniskan sebagai: bersamaan dalam keadaan sepi antara dua mukallaf [orang dewasa] atau lebih dari kelamin yang berbeda namun bukan muhrim [kerabat dekat] atau tanpa ikatan pernikahan. Setiap Muslim di Aceh yang ditemukan bersalah melakukan khalwat bisa dihukum tiga hingga sembilan kali cambukan atau denda antara 2,5 hingga 10 juta Rupiah (antara 276 dan 1, USD). Lihat Amnesty International, Pemerintah Indonesia harus mencabut peraturan daerah tentang hukum cambuk di Aceh, 22 Mei Lihat Serambi Indonesia, 11 Pelanggar Syariat Dihukum Cambuk, 20 April Tautan web: diakses 11 Mei Wawancara Amnesty International dengan aktivis HAM, Aceh, Mei Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8. 30 Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, hal Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, al The Jakarta Globe, Students at Indonesian Vocational School Forced to Take Pregnancy Tests, 11 November Tautan web: diakses 11 Mei The Jakarta Post, Councilors mull virginity as criteria for enrolment, 22 September Tautan web: diakses 11 Mei Antara Virginity test proposal in Jambi opposed by various parties, 27 September Tautan web: diakses 11 Mei Lihat juga Agence Franc-Presse Indonesia Rejects Proposal to Subject Girls to Virginity Tests, 28 September The Jakarta Globe, Pregnant Student Exam Ban Provokes Outrage, 14 April Tautan web: diakses 11 May Lihat juga The Jakarta Post, NTT high schools keep pregnant students away from national exam, 17 April Tautan web: diakses 11 Mei Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, 12,7 persen perempuan yang menikah berasal seperlima kesejahteraan terendah memiliki kebutuhan keluarga berencana yang tidak terpenuhi (baik untuk penjedaan atau untuk pembatasan) dibanding antara 7,3 persen dan 8.9 persen dari seperlima lapisan lainnya, Lihat Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statisti ( BPS), Desember 2008, hal Hal ini sudah menjadi persoalan dalam UU Kependudukan (No. 10/1992) lama. Komentar penjelasan Pasal 19 menyatakan suami dan istri memiliki tanggungjawab bersama untuk menegosiasikan perjanjian antara pemilihan waktu dan penjedaan anak dan pilhian yang akan mereka buat. 36 Pada tahun 1996, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) dalam rangka menyiapkan pelayanan kesehatan reproduksi anak remaja, yang termasuk jasa kesehatan reproduksi, termasuk perencanaan keluarga, kesehatan ibu, kesehatan anak dan HIV/AIDs dalam Puskesmas, (Pusat Kesehatan Masyarakat). Pada tahun 1998, Kementerian Kesehatan Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

38 38 Indonesia mengeluarkan petunjuk pengelolaan pelayanan kesehatan reproduksi esensial untuk Puskesmas dan kebijakan untuk memperluas informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Sejak 2000, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab pada program Perlindungan Pasangan Remaja, Pusat Informasi & Konselling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR), dan Penyadaran AIDS pada Keluarga. Dari 2001, Kementerian Pendidikan memperkenalkan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Lihat Asian-Pacific Resource and Research Centre for Women (ARROW), A Report of Indonesia field Test Analysis and Rights and Realities: Monitoring Reports on the Status of Indonesian women s Sexual and Reproductive Health and Rights, 2006, hal.136. Lihat juga Laporan gabungan periode keempat dan kelima Negara anggota: Indonesia, Supra No11, paragraf 129, 135 dan 139; Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Urusan Sosial,BKKBN, UNFPA, WHO, Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Jakarta, 2005; dan Bab 2 A.2 Panduan Pengelolaan Pusat Informasi & Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Jakarta, 2008, hal Organisasi Kesehatan Dunia (The World Health Organization) dan Kementerian Kesehatan di Indonesia mendefinisikan remaja sebagai mereka yang berusia antara 10 dan 19 tahun. Namun, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia mendefinisikan remaja sebagai mereka diantara 10 dan 24 tahun. Lalu, Survei Kesehatan Reproduksi Orang Dewasa Muda tahun 2007 mengandalkan wawancara dengan remaja yang belum pernah menikah berusia antara tahun dengan fokus pada tahun, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinisasi Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan, dan Macro International, Survei Kesehatan Reproduksi Orang Dewasa Muda tahun 2007, Desember Wawancara Amnesty International dengan Ornop, Yogyakarta, 5 Maret Pasal 534 menyatakan bahwa Barangsiapa dengan terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa di dapat, sarana atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan. Pasal 535 menyatakan bahwa Barangsiapa terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan pidana. Pasal 283 menyatakan Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya. 40 UU Pornografi (No. 44/2008) mendefinisikan pornografi sebagai Gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.. 41 Angka resmi dari pemerintah bervariasi. Angka terbaru menunjukkan aborsi menyumbang lima persen angka kematian ibu di Indonesia Indonesia, Lihat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), A roadmap to accelerate achievement of the MDGs in Indonesia, 2010, hal Namun, angka terdahulu mengindikasikan aborsi menyumbang 11 persen angka kematian ibu di Indonesia, Lihat Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

39 Indonesia 39 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Report on the Achievement of Millennium Development Goals Indonesia 2007, 2007, hal.52. Laman Web: diakses pada 11 Mei Pasal 75 dan 76 UU Kesehatan menyatakan aborsi hanya bisa dilakukan secara legal pada dua kasus dengan kondisi sebagai berikut: (i) Mengikuti anjuran konseling dan/atau penasehatan sebelum dan sesudah intervensi medis, dari mereka yang kompeten dan memiliki kewenangan; (ii) sebelum enam minggu pertama terhitung dari hari pertama menstruasi perempuan, kecuali dalam keadaan darurat medis; (iii) oleh pekerja kesehatan yang memiliki kemampuan dan perizinan dari Kementerian Kesehatan yang mengakui kemampuannya; (iv) dengan persetujuan perempuan; (v) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan (vi) Menyediakan jasa yang memenuhi persyaratan dari Kementerian Kesehatan. Perempuan harus memenuhi lima dari enam kriteria untuk bisa mengakses pelayanan aborsi. 43 Pasal 76(a) UU Kesehatan Pasal 74(2) (4) UU Kesehatan 2009 menyatakan Peraturan lebih lanjut terkait indikasi darurat medis dan perkosaan sebagaimana tercantum dalam sub-bagian (2)dan sub-bagian (3) akan diatur denga peraturan pemerintah. 45 Amnesty International juga menemukan kurangnya pengetahuan tentang pengecualian dalam UU Kesehatan bagi korban perkosaan untuk mengakses pelayanan aborsi ketika berinteraksi dengan pegawai pemerintah di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan tahun Amnesty International, Indonesia: Briefing to the UN Committee on the Elimination of Discrimination against Women: Women and girls domestic workers (Indeks: ASA 21/007/2007) dan Amnesty International, Exploitation and abuse: the plight of women domestic workers (Indeks: ASA 21/001/2007), (Exploitation and abuse). 47 ILO, Bunga-bunga di Atas Padas: Fenomena Pekerja Rumah Tangga Anak Di Indonesia, [Flowers on the Rock: Phenomenon of Child Domestic Workers in Indonesia], (ILO, Bunga-bunga di Atas Padas), Lihat Suarasurabaya.net, Solidaritas PRT Cuci Kotoran Republik 15 Februari 2012, Tautan web: diakses 14 Mei Persentase PRT laki-laki tetap marjinal. Menurut perkiraan ILO, mereka terdiri dari lima persen dari keseluruhan PRT di Indonesia. Survei ILO dilakukan tahun 2002 oleh Universitas Indonesia dan Program Internasional ILO untuk Penghapusan Buruh Anak (ILO International Programme on the Elimination of Child Labour -IPEC). Perkiraan ILO didasarkan pada metode ekstrapolasi, dalam ILO, Bunga-bunga di Atas Padas, Supra No47, hal Korespondensi , 8 Juli 2010; dan wawancara Amnesty International, Jakarta, 9 dan 12 Maret Lihat Laporan Gabungan Periode Keenam dan Ketujuh Negara anggota: Indonesia, UN Doc. CEDAW/C/IDM/6-7, 7 Januari 2011, (Laporan Gabungan Periode Keenam dan Ketujuh Negara anggota: Indonesia), para Berdasarkan Rancangan Undang-Undang yang diterima Amnesty International pada November Berkas ada pada Amnesty International. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

40 40 Indonesia 53 Walau Pasal 16 (2) dari RUU menyatakan syarat dan kondisi kerja harus menyertakan jam kerja; istirahat mingguan; hak cuti; waktu istirahat pada waktu jam kerja dan santunan liburan, hal ini belum didefinisikan secara jelas. Bertentangan dengan Pasal 79 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan istirahat dan cuti untuk memasukkan: Periode istirahat antara jam kerja setidaknya satu jam setelah bekerja empat jam secara berturut-turut dan masa ini tidak termasuk jam kerja; Istirahat mingguan adalah satu hari setelah enam hari kerja seminggu atau dua hari setelah lima hari kerja seminggu, dan periode istiraat tahunan adalah 12 hari setelah bekerja 12 bulan berturut-turut. 54 Bertentangan dengannya, berdasarkan UU Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak atas cuti hamil, mulai dari satu setengah bulan sebelum kelahiran dan berakhir satu setengah bulan setelah keamilan, dengan total 12 minggu cuti hamil (Pasal 82.1). Lebih lanjut, pekerja perempuan yang mengalami keguguran berhak atas satu setengah bulan istirahat sesuai dengan surat pernyataan medis yang dikeluarkan oleh ahli kandungan atau bidan (Pasal 82.2). Pekerja perempuan yang berhak atas cuti sesuai Pasal 82 tetap menerima upah penuh (Pasal 84). 55 Lihat Laporan Gabungan Berkala Periode Keenam dan Ketujuh Negara anggota: Indonesia, Supra No51, para 102. Lihat secara umum Exploitation and abuse, Supra No46. Lihat juga kasus Latifah, Tak Ada Pilihan, Supra No8, hal Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, pp39-40; dan Exploitation and abuse, Supra No46, hal Lihat Exploitation and abuse, Supra No Lihat misalnya kasus Lenny, Tak Ada Pilihan, Supra No8, hal Lihat Exploitation and abuse, Supra No Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, Bab 5: Studi Kasus PRT Sebagai Kelompok Rentan. 61 Beberapa merasa mereka dicurigai ketika mereka sakit dan walau mereka ingin istirahat mereka terpaksa terus bekerja. Lebih lanjut, hanya sedikit PRT yang terlatih menggunakan material berbahaya walau laporan mengindikasikan PRT berisiko cedera dalam rumah tangga. Lihat Exploitation and abuse, Supra No ILO, Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers. Tautan web: diakses pada 11 Mei Amnesty International, Trapped: The exploitation of migrant workers in Malaysia (Indeks: ASA 28/002/2010), (Trapped: The exploitation of migrant workers in Malaysia); BSR, Step Up: Improving recruitment of migrant workers in Indonesia, Juli 2011; CARAM Asia, Reality Check! Rights & Legislation for Migrant Domestic Workers across Asia, 2011, (CARAM Asia, Reality Check!), hal.16-23; HOME, Shadow Report to the 49th Session of CEDAW (Singapore), Juli 2011, HOME, Shadow Report to the 49th Session of CEDAW (Singapore); Human Rights Watch, Slow Reform: Protection of migrant domestic workers in Asia and the Middle East, April 2010; Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Exploitation on Indonesian Domestic Workers on the Rise (pernyataan pers), 26 Desember 2010; Hong Kong Coalition of Indonesian Migrant Workers Organization (KOTKIHO), Fees for Nothing: Exploitation of Indonesian Migrant Workers in Hong Kong, Agustus 2009, (KOTKIHO, Fees for Nothing); dan Peggy W.Y. Lee and Carole J. Petersen, Forced Labour and Debt Bondage in Hong Kong: A Study of Indonesian and Filipina Migrant Domestic Workers, Centre for Comparative and Public Law, Faculty of Law, University of Hong Kong, Mei 2006, (Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong). Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

41 Indonesia Berdasarkan wawancara Amnesty International dengen 15 PRT migran Indonesia di Hong Kong 30 Mei-21 Juni 2012, dan survey yang dilakukan oleh IMWU dari Juli hingga September 2011 dari 930 PRT migran Indonesia di Hong Kong. Lihat juga Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong, Supra No Berdasarkan wawancara Amnesty International 30 Mei-21 Juni 2012, dan survey yang dilakukan oleh IMWU dari Juli hingga September 2011 dari 930 PRT Indonesia di Hong Kong. Lihat juga: CARAM Asia, Reality Check! Supra No63, hal.16-23; HOME, Shadow Report to the 49th Session of CEDAW (Singapore), Juli 2011, (HOME, Shadow Report (Singapore)), Supra No63; serta Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong, Supra No Ada aturan terpisah di Indonesia tentang biaya rekrutmen maksimum yang diperbolehkan untuk tujuan utama. Lihat CARAM Asia, Reality Check! Supra No63, hal Berdasarkan wawancara Amnesty International, 30 Mei-21 Juni Lihat juga Trapped: The exploitation of migrant workers in Malaysia, Supra No63; CARAM Asia, Reality Check! Supra No63, pp16-23; HOME, Shadow Report (Singapore)), Supra No63; serta Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong, Supra No Berdasarkan peraturan Agen Penyalur Tenaga Kerja, Cap. 57A, Undang-Undang Hong Kong (1974) Peraturan 10 (bagian II dari hal 2): Komisi maksimum yang bisa diterima oleh agen penyalur tenaga kerja antara lain - (a) dari setiap orang yang mendaftar ke agen penyalur tenaga kerja untuk pekerjaan, kerja atau dibayar untuk jasanya, jumlah yang tidak melebihi sepuluh persen upah bulan pertama yang diterima orang tersebut setelah ia, mendapat penempatan kerja dari agen. Tidak lebih dari 10 persen upah bulan pertama bisa ditagih sebagai biaya agen. 69 Berdasarkan wawancara Amnesty International, 30 Mei-21 Juni Lihat juga KOTKIHO, Fees for Nothing, Supra No63 serta Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong, Supra No Berdasarkan wawancara Amnesty International, 30 Mei-21 Juni Lihat juga: Trapped: The exploitation of migrant workers in Malaysia, Supra No63; CARAM Asia, Reality Check! Supra No63, hal.16-23; HOME, Shadow Report (Singapore), Supra No63; serta Lee dan Petersen, Forced Labour and debt bondage in Hong Kong, Supra No Standar Pelayanan Minimum menetapkan lima pelayanan bagi perempuan dan anak korban perkosaan: penanganan pengaduan; pelayanan kesehatan; rehabilitasi sosial; bantuan hukum dan penegakkan hukum; serta repatriasi dan reintegrasi sosial. 72 Pernyataan Pers Komnas Perempuan, Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2011: Stagnansi Sistem Hukum Menggantung Asa Perempuan Korban, 7 Maret Tautan web: diakses pada 11 Mei Pernyataan Pers Komnas Perempuan, 16 Days of Activism Against Gender Violence Sexual Violence: IDENTIFICATION and HANDLING 24 November Tautan web: diakses pada 11 Mei Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

42 42 Indonesia 74 Definisi perkosaan dalam Elemen-Elemen Kejahatan mengandung aspek sebagai berikut: (1) Pelaku melanggar badan seseorang dengan penetrasi, sesedikit apapun, pada badan korban atau pelaku dengan organ seksual, atau pada bukaan anus atau kelamin korban dengan benda atau bagian badan lainnya, dan (2) Invasi tersebut dilakukan dengan paksaan, atau dengan ancaman penggunaan kekuatan atau paksaan, sebagaimana diakibatkan oleh ketakutan akibat kekerasan, kelelahan, penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan wewenang, terhadap seseorang yang tidak bisa memberikan persetujuan sebenar-benarnya. dalam Report of the Preparatory Commission for the International Criminal Court,Elemen-Elemen kejahatan, Pasal 8 (2) (e) (vi) 1, UN Doc. PCNICC/2000/1/Add.2, 2 November Lihat Penelitian Rifka Annisa, Pemantauan Implementasi Undang-Undang Penghapusan Dalam Rumah Tangga di enam Propinsi Di Indonesia, 2009, hal.42 49). 76 Peraturan Kepala Kepolisan Republik Indonesia No.10/2007 tentang Organisasi dan Administrasi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak dalam Kepolisian Republik Indonesia. 77 Lihat Laporan Gabungan Berkala Periode Keenam dan Ketujuh Negara anggota: Indonesia, UN Doc. CEDAW/C/IDM/6-7, 7 Januari 2011, (Laporan Gabungan Berkala Periode Keenam dan Ketujuh Negara anggota: Indonesia), para Wawancara Amnesty International, Makassar, April Mei Jika mereka saling bertentangan, UU yang paling spesifik atas kejahatan itu akan menjadi acuan utama. 80 Amnesty International, Indonesia: Briefing to the UN Committee against Torture (Indeks: ASA 21/003/2008), (Indonesia: Briefing to the UN Committee against Torture ), hal Komnas Perempuan, Indonesia s Compliance with the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman and Degrading Treatment or Punishment: Issues for Discussion with the Committee Against Torture, April 2008, hal Lihat Tak Ada Pilihan, Supra No8, hal Lihat Amnesty International, Urusan yang Belum Selesai: Akuntabilitas Polisi di Indonesia (Indeks: ASA 21/013/2009), (Urusan yang Belum Selesai). 84 Urusan yang Belum Selesai, Supra No83, hal Jakarta Globe, Papua Cops Get 21 Days In Forced Sex Case, 28 Februari Tautan web: diakses 11 Mei Komnas Perempuan, Visit to Female Prisoners who are Victims of Sexual Violence in Papua, 5 Agustus Tautan web: diakses pada 11 Mei Komite Hak Asasi Manusia, Komentar Umum 16, Pasal 17 (Sesi sidang ketiga puluh dua, 1988), Compilation of General Comments and General Recommendations Adopted by Human Rights Treaty Bodies, UN Doc. HRI\GEN\1\Rev.1 at 142 (1994), para Amnesty International, Indonesia: Komentar atas Rancangan Revisi KUHAP (Indeks: ASA 21/005/2006), hal.14. Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

43 Indonesia Pegawai pemerintah diduga terlibat dalam persekusi sistematis atas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan terduga simpatisan komunis menyusul kudeta 1965 yang gagal. Perempuan mengalami penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual dan kejahatan kekerasan seksual lainnya pada masa ini dan sesudahnya. Lihat Komnas Perempuan, Gender Based Crimes against Humanity: Listening to the Voice of Women Survivors of 1965, Dalam kurun waktu tiga hari di Mei 1998, kerusuhan anti pemerintah yang mengarah pada pengunduran diri Presiden Suharto mengakibatkan hilangnya lebih dari 1000 nyawa, Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk oleh pemerintah menemukan kekerasan seksual secara meluas terjadi pada masa kerusuhan dan korbannya mayoritas perempuan keturunan Tionghoa. Lihat International Center for Transitional Justice (ICTJ) dan KontraS (The Commission for the Disappeared and Victims of Violence), Derailed: Transitional Justice in Indonesia since the Fall of Soeharto, April Lihat List of issues and questions with regard to the consideration of periodic reports: Indonesia, UN Doc. CEDAW/C/IDN/Q/6-7, 1 November 2011, para 21; dan Responses to the list of issues and questions with regard to the consideration of the combined sixth and seventh periodic report: Indonesia, UN Doc. CEDAW/C/IDN/Q/6-7/Add.1, 19 Januari 2012, paras Lihat misalnya, di Aceh, Komnas Perempuan, Pengalaman Perempuan Aceh Mencari dan Meniti Keadilan, Januari 2007; Amnesty International, Indonesia: The impact of impunity on women in Aceh (Indeks: ASA 21/060/2000); Amnesty International, Indonesia: A cycle of violence for Aceh's children (Indeks: ASA 21/059/2000); Amnesty International, Indonesia: "Shock therapy": Restoring order in Aceh (Indeks: ASA 21/007/1993). Di Papua, Amnesty International, Indonesia: Grave human rights violations in Wasior, Papua (Indeks: ASA 21/032/2002); Amnesty International, Indonesia: Impunity and human rights violations in Papua (Indeks: ASA 21/015/2002). Di Timor-Leste Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (Commission for Reception, Truth and Reconciliation- CAVR), Chega!, Lihat juga Amnesty International, Indonesia: Women in Indonesia and East Timor: standing against repression, (Indeks: ASA 21/051/1995). 93 Sebuah laporan tahun 2007 tentang Aceh oleh Komnas Perempuan) menemukan 103 kasus kekerasan terhadap perempuan dari periode operasi militer hingga penandatanganan nota kesepahaman Helsinki 2008 mengakui hal ini hanya sebagian kecil kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan disana. Lihat Komnas Perempuan, Pengalaman Perempuan Aceh Mencari dan Meniti Keadilan, Januari 2007, hal.5. Mirip dengannya, laporan akhir Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor- Timur (Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação, CAVR), menyimpulkan walau tercatat ada 853 kejadian pelanggaran seksual mereka mewakili hanya sebagian dari keseluruhan korban yang tidak melapor karena tekanan sosial atau personal atau ketidakmampuan membicarakan pengalaman mereka akibat trauma terkait dengan pelanggaran tersebut. Lihat laporan CAVR, Chega!, 2005, Bab 7: Kekerasan Seksual. 94 Pasal 45 UU Pengadilan HAM No.26/2000 mengharuskan pemerintah membentuk empat pengadilan HAM permanen di Makassar, Surabaya, Jakarta dan Medan. Namun, hingga sekarang, hanya dua dari empat pengadilan sudah terbentuk. Pengadilan HAM juga belum dibentuk di Aceh dan Papua sebagaimana dimandatkan oleh UU Pemerintahan Aceh tahun 2006 dan UU Otonomi Khusus Papua tahun Lihat Amnesty International, Comments on the Law on Human Rights Courts (Law No.26/2000) (Indeks: ASA 21/005/2001). Dalam kasus-kasus yang telah diadili dalam pengadilan HAM, mereka yang dituduh dinyatakan tidak bersalah atau dibebaskan pada masa banding. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

44 44 Indonesia 96 Mahkamah Konstitusi Indonesia, Keputusan atas Petisi Peninjauan Yudisial tentang UU nomor 27 tahun 2004 terkait Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia, Nomor 006/PUU-IV-2006, 8 Desember Pasal 27 UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menyatakan: Kompensasi dan rehabilitasi bisa diberikan ketika permohonan amnesti dikabulkan. 97 Lihat laporan CAVR, Chega!, 2005, Bab 7: Kekerasan Seksual. Laporan tersebut menyebutkan bahwa perempuan menjadi korban pelanggaran spesifik tertentu, terkait dengan status rendah mereka dan stereotip seksual yang diterapkan pada mereka, para 2. Laporan itu juga menemukan pasukan keamanan Indonesia menggunakan perkosaan sebagai bentuk kekerasan proksi ketika pihak berwenang Indonesia dan sekutunya mentargetkan perempuan anggota keluarga aktivisi prokemerdekaan, para 37. Korban kekerasan seksual mengalami diskriminasi berlapis karena mereka sering distigmatiasi, terisolasi dari keluarga dan akses terbatas terhadap pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan reproduksi (Lihat bagian umum 7.7.5: Dampak kekerasan seksual terhadap korban). Lihat juga Amnesty International, Remembering the Past: Recommendations to effectively establish the National Reparations Programme and Public Memory Institute (Indeks: ASA 57/001/2012). 98 Lihat, misalnya,rancangan Komisi Hukum Internasional, pasal tentang Kewajiban Negara atas Tindakan Kesalahan Internasional (Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts), Pasal 1, Setiap kesalahan internasional suatu Negara merupakan kewajiban internasional Negara tersebut ; dan Pasal 31 (1), Negara yang berkewajiban memiliki tanggungjawab memberikan reparasi penuh atas cedera yang diakibatkan kesalahan tindakan internasional. Lihat juga Prinsip dan Panduan Dasar PBB tentang Hak atas Pemulihan dan Reparasi yang efektif bagi Korban Pelanggaran Berat HAM dan pelanggaran serius atas Hukum Humaniter Internasional, UN document A/RES/60/147, diadopsi dan diumumkan oleh resolusi 601/147 Majelis Umum pada 16 Desember Prinsip 18-23, Prinsip dan Panduan Dasar PBB tentang Hak atas Pemulihan dan Reparasi yang efektif bagi Korban Pelanggaran Berat HAM dan pelanggaran serius atas Hukum Humaniter Internasional. 100 Laporan Pelapor Khusus PBB tentang kekerasan terhadap perempuan, penyebab dan akibatnya, Rashida Manjoo kepada Dewan HAM, UN Doc A/HRC/14/22, 2010, para Lima tentara dihukum oleh pengadilan militer antara dua hingga enam setengah tahun penjara karena memukuli hingga mati lima tahanan di Lhokseumawe, Aceh Utara pada awal Dua puluh empat anggota militer dan sipil dijatuhi hukuman oleh pengadilan koneksitas dengan penjara antara delapan setengah hingga sepuluh tahun penjara karena keterlibatan pembunuhan di luar hukum seorang Ulama Muslim, Teungku Bantaqiah dan lebih dari 50 pengikutnya di Aceh Barat pada Juli Lihat Amnesty International, Indonesia: Laporan kepada Komite PBB menentang Penyiksaan, Supra No80, Bab 7.3.1: Pengadilan Sipil dan Militer. 103 Lesley McCulloch, Aceh: Then and Now, Minority Rights Group International, 2005, hal.21. Tautan web: diakses pada 17 Mei Lihat juga The Jakarta Post Soldiers sentenced in Aceh rape cases, 20 Juli Tautan web: news/2003/07/20/soldiers-sentenced-aceh-rape-cases.html, diakses 18 Juni Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, ditandantangani di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

45 Indonesia Lihat Pasal 229(2) UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. 106 Lihat International Centre for Transitional Justice (ICTJ), Considering victims, the Aceh Peace Process from a Transitional Justice Perspective, Januari Korespondensi Amnesty International, Mei Konflik di Aceh berlangsung antara 1976 hingga Pelanggaran HAM menjadi lebih akut antara 1989 hingga 1998 ketika Provinsi tersebut diterapkan sebagai zona Darurat Operasi Militer (DOM) dan pada masa Darurat Sipil dan Militer antara Mei 2003 dan Agustus Pasal Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Helsinki MoU), Agustus 15, Pasal 3.2.5c dari Helsinki MoU. 111 Pasal 2.2 dari Helsinki MOU menyatakan: Pengadilan HAM akan dibentuk di Aceh. Indeks: ASA 21/022/2012 Amnesty International Juni 2012

46 46 Indonesia Amnesty International Juni 2012 Indeks: ASA 21/022/2012

47

48 Amnesty International International Secretariat Peter Benenson House 1 Easton Street London WC1X 0DW

TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF

TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF TAK ADA PILIHAN RINTANGAN ATAS KESEHATAN REPRODUKTIF DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF Amnesty International Publications Pertama diterbitkan pada tahun 2010 oleh Amnesty International Publications Sekretariat

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk Kekerasan Seksual Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

HAL: SURAT TERBUKA KEPADA MENTERI KESEHATAN MENGENAI UU KESEHATAN BARU DI INDONESIA

HAL: SURAT TERBUKA KEPADA MENTERI KESEHATAN MENGENAI UU KESEHATAN BARU DI INDONESIA FEDERASI LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN Jl. Raya Tengah No.16 Rt. 01/09, Kramatjati, Jakarta Timur 13540 T: +62 (0)21 87797289 F.: +62 (0)21 87793300 E: apiknet@centrin.net.id,

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K187 Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1 K187 - Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ISBN 978-92-2-xxxxxx-x Cetakan Pertama, 2010

Lebih terperinci

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 2 K-173 Konvensi Perlindungan Klaim Pekerja (Kepailitan Pengusaha), 1992 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

Penyebab dan Akar Masalah

Penyebab dan Akar Masalah Membedah Angka Kematian Ibu: Penyebab dan Akar Masalah Tingginya Angka Kematian Ibu Konferensi INFID, 26-27 November 2013 Institut KAPAL Perempuan Jl. Kalibata Timur Raya No.5 Jakarta Selatan Telp/Fax:

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 1 R184 - Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 2 R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) Rekomendasi mengenai Kerja Rumahan Adopsi: Jenewa, ILC

Lebih terperinci

9 Kebutuhan dan Rekomendasi Utama Orang Muda (Young People) Indonesia terkait ICPD PoA

9 Kebutuhan dan Rekomendasi Utama Orang Muda (Young People) Indonesia terkait ICPD PoA 9 Kebutuhan dan Rekomendasi Utama Orang Muda (Young People) Indonesia terkait ICPD PoA Yayasan Aliansi Remaja Independen (ARI), sebuah lembaga non-profit yang dibentuk dan dijalankan oleh orang muda di

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Komperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah disidangkan di Jeneva oleh

Lebih terperinci

URUSAN YANG BELUM SELESAI: AKUNTABILITAS POLISI DI INDONESIA

URUSAN YANG BELUM SELESAI: AKUNTABILITAS POLISI DI INDONESIA URUSAN YANG BELUM SELESAI: AKUNTABILITAS POLISI DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF Amnesty International Publications Pertama diterbitkan tahun 2009 oleh Amnesty International Publications International

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan Bentuk 1 Desain oleh : Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menetapkan konsep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA 1 K-88 Lembaga Pelayanan Penempatan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.182 CONCEMING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial K102 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial 1 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial Copyright Organisasi Perburuhan Internasional

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK Yang Disetujui Oleh Konferensi Ketenagakerjaan Internasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA Organisasi Perburuhan Internasional Agenda Kerja Layak ILO untuk Pekerja Rumah Tangga Penyusunan Standar untuk Pekerja Rumah Tangga 2 I. DASAR

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan KODE ETIK PEMASOK Kode Etik Pemasok Pendahuluan Sebagai peritel busana internasional yang terkemuka dan berkembang, Primark berkomitmen untuk membeli produk berkualitas tinggi dari berbagai negara dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201

Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201 Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201 KERJA LAYAK bagi PEKERJA RUMAH TANGGA Irham Ali Saifuddin Capacity Building Specialist ILO Jakarta PROMOTE Project 1 DASAR PEMIKIRAN Pengakuan nilai sosial dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Situasi Global dan Nasional

Situasi Global dan Nasional Pekerja Rumah Tangga (PRT) Situasi Global dan Nasional A r u m R a t n a w a t i K e p a l a P e n a s e h a t T e k n i s N a s i o n a l P R O M O T E I L O J A K A R T A 1 Pekerja Rumah Tangga: Angkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci