UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 REKOMENDASI DAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS BERSIFAT KOLEGIAL (STUDI KASUS : PUTUSAN MAJELIS PUSAT NOMOR : 05/B/MJ.PPN/XI/2010 DAN AKTA PERDAMAIAN NOMOR 89/PDT/G/2010/PN.Jkt.Ut TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan SONIA ALINI ASMARANI FAKULTAS HUKUM PROGRAM KENOTARIATAN JAKARTA JULI 2012

2

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., MH. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran di tengah kesibukan beliau untuk mengarahkan penulis dalam menyusun tesis ini. Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada para penguji lainnya yaitu Bapak Akhmad Budi Cahyono S.H, MH dan Bapak Pieter Latumeten S.H, MH, atas berbagai masukan berharga yang telah diberikan dalam penyempurnaan tesis ini. Dalam kesempatan ini pula Penulis mengucapkan terima kasih, kepada: (1) Para Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalankan studi di Magister kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. (2) Seluruh Staf Akademik dan Administrasi pada Program Magister Kenotariatan yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi maupun bantuan tenaga (3) Orang tua penulis yang telah memberikan doa dan kasih sayang yang tanpa batas selama penulis menyelesaikan studi ini. (4) Suami serta putri penulis yang telah bersabar memberikan kelonggaran waktu dan selalu memberikan dukungan juga kasih sayang kepada penulis. (5) Sahabat-sahabat Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2009 yang selalu saling memberikan semangat. iv

5 (6) Teman-teman Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2009 yang yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum, terutama praktek Notaris untuk masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini mungkin masih terdapat kekurangankekurangan, kekhilafan maupun kekeliruan, untuk itu semua penulis mohon dimaafkan dan dengan senang hati mengharapkan masukan yang berguna bagi penyempurnaan tesis ini. Depok, 16 Juli 2011 Sonia Alini Asmarani S.H. v

6

7 ABSTRAK Nama : Sonia Alini Asmarani Program Studi : Magister Kenotariatan Judul : Rekomendasi Dan Putusan Majelis Pengawas Merupakan Tanggung Jawab Kolegial (Studi Kasus : Putusan Majelis Pengawas Pusat Nomor : 05/B/Mj. PPN/XI/2010 dan Akta Perdamaian Nomor 89/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Ut) Kewenangan Majelis Pengawas Notaris tidak hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris, tetapi juga berwenang untuk menjatuhkan sanksi tertentu terhadap Notaris yang telah terbukti melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, jika putusan Majelis Pengawas tidak memuaskan notaris yang bersangkutan. Notaris dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri Sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertamatama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Akta perdamaian dibuat karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : Apakah dampak yang timbul dari pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas yang bersifat kolegial dan Mengapa akta perdamaian yang dibuat di pengadilan dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang bersengketa. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif yaitu Penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 1 ) Dalam suatu kewenangan Majelis Pengawas terdapat asas kolegial dimana masing masing anggota Majelis bertanggung jawab tanggung menanggung atas tindakan Ketua atau Wakil Ketua dalam hal terjadi Perbuatan Melawan Hukum; 2) Akta perdamaian memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak yang bersengketa dalam rangka mencapai win-win solution. Kata Kunci : Majelis Pengawas Notaris, Akta Perdamaian

8 ABSTRACT Name : Sonia Alini Asmarani Study Program : Master of Notary Title : Recommendation and Decision of the Supervisory Board is Collegial Responsibilities (Case Study: The verdict of the Council Supervisory Center Number: 05/B/Mj. PPN/XI/2010 and Deed Regulation No.89/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Ut) Notary Supervisory Authority of the Assembly not only do the supervision and examination of the notary, but also the authority to impose certain sanctions against the notary who has been convicted of breach of duty Notary office, if the decision of the Supervisory Board does not satisfy the notary in question. Notaries may file a civil lawsuit in state court lawsuit before the implementation of basic examination by the presiding judge, the judge must first reconcile the litigants. Deed of peace was made as desired by the parties concerned to ensure the rights and obligations of the parties and legal protection for interested parties. Based on these two issues to be examined in this study is: What is the impact arising from the exercise of the Supervisory Board that is collegial and Why deed made peace at the court to accommodate the interests of the parties to the dispute. The research method is Normative Juridical, which refers to the legal norms contained in the legislation and court decisions and legal norms that exist in society. The study concluded that 1) the authority of the Board of Trustees have a collegial principle where each Council member is responsible to bear the responsibility for the actions of the Chairman or Vice Chairman in the event of any act against the law, 2) Deed of peace to guarantee legal certainty for the parties to the dispute in order achieve a win-win solution. Key Word : Notary Supervision Board, Deed Regulation.

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH... iv ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 9 D. Metode Penelitian... 9 E. Sistematika Penulisan BAB II. PENGATURAN PENGAWASAN NOTARIS DALAM MENJALANKAN JABATANNYA A. Sejarah dan Perkembangan Majelis Pengawas Notaris B. Kewenangan Majelis Pengawas Notaris C. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan Tata Usaha Negara dan Jabatan Tata Usaha Negara D. Mekanisme Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Notaris E. Upaya Hukum Notaris Yang Dijatuhi Sanksi BAB III. STUDI KASUS A. Tinjauan Mengenai Perdamaian B. Hukum Acara Menghendaki Perdamaian C. Analisa Putusan Kasus Posisi Analisa Hukum D. Dampak Yang Timbul Dari Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Yang Bersifat Kolegial... 66

10 E. Akta Perdamaian yang Dibuat Dihadapan Pengadilan Mampu Mengakomidir Kepentingan Para Pihak Yang Bersengketa BAB IV PENUTUP KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

11 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hal ini tentunya menuntut bahwa di dalam lalu lintas hukum diperlukan adanya alat bukti dalam menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia sendiri munculnya lembaga notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat bukti saksi, hal ini dapat dilihat dari keberadaan notaris yang berfungsi untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti mengenai hubungan hukum antara individu dengan individu lainnya. Secara kebahasaan notaris berasal dari kata notarius untuk tunggal dan notarii untuk jamak. Notarius merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Romawi untuk menamai mereka yang melakukan pekerjaan menulis. Namun fungsi notarius pada zaman tersebut berbeda dengan fungsi notaris pada saat ini. Terdapat pendapat lain mengatakan bahwa nama notarius aslinya berasal dari nota literia yang artinya menyatakan suatu perkataan. 1 Nusantara sebagai bagian dari tanah jajahan Nederlands sebelum dilakukan pengaturan melalui perundang-undangan yang mengatur tentang notariat ternyata telah ada apa yang disebut notaris. Pada permulaan abad ketujuh belas notaris telah dibawa oleh orang-orang Belanda dan seiring dengan didirikannya VOC (Vereenigde Oostindiche Compagnie) atau Persatuan Maskapai-Maskapai Dagang Belanda, yatitu pada tanggal 20 Maret Tercatat sebagai orang yang pertama kali diangkat sebagai notaris (pada waktu itu disebut Nederlandsch Oost Indie), yakni tanggal 27 Agustus 1620, adalah Melchior Kerchem yang merupakan sekretaris College Van Schepenen. Melchior diangkat untuk menjadi notaris di Jacatra (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Artinya pengangkatan tersebut hanya beberapa bulan sejak didirikannya Jacatra 1 Abdul Ghofur Anshori, Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Press,2009), hal 8.

12 2 sevagai kota perdagangan, yang menurut surat perintah dari penguasa negeri Belanda (Heren Zeventien) pada waktu itu tertanggal 4 Maret 1621 diberi nama Batavia (Betawi). 2 Bahwa pada tahun 1860 pemerintah Belanda melakukan penyesuaian regulasi mengenai jabatan notaris di Nusantara dengan mengeluarkan Stb. No. 3 yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli Dengan diundangkannya Notaris Reglement tersebut maka telah diletakkanlah fudamen sebagai landasan perlembagaan notaris di Indonesia 3 Sejak lama telah terdapat perarturan perundang-undangan yang menyangkut ketentuanketentuan tentang pengawasan terhadap notaris seperti Notaris seperti Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia (LN 1847 No. 23 jo 1848 No. 57), Rechtsreglement buitengewesten (LN 1927 No. 227), Peraturan Jabatan Notaris (LN 1860 No. 3) dan sejak pada tanggal 6 Oktober 2004, maka diberlakukan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Tahun 2004 diundangkan Undang- Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober Undang Undang Jabatan Notaris merupakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang undang yang mengatur tentang jabatan Notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Salah satu contoh pembaharuan yang dilakukan yaitu tidak lagi memberikan atribut (sebutan) kepada Notaris sebagai satu satunya Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik (Pasal 1 ayat(1) UUJN).. Hal ini berbeda dengan Pasal 1 PJN yang menegaskan bahwa Notaris adalah satu satunya Pejabat Umum yang berwenang (uitslui bevoedg) membuat akta otentik. 4 Pembaharuan lainnya yang juga dilakukan yaitu mengenai sanksi terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya jika melanggar pasal 2 Ibid, Ibid, Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik (Bandung:PT Refika Aditama,2008), hal 6.

13 3 pasal tertentu dalam UUJN dan Pengawasa terhadap Notaris yang dilakukan oleh suatu Majelis Pengawas yang terdiri dari unsur Notaris, Pemerintah (dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan Akademisi (dari Fakultas Hukum). Dalam UUJN, ada 2 (dua) bentuk sanksi, yaitu : 5 1. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, pasal 51, Pasal 52. Jika ketentuan sebagaimana dalam pasal tersebut di atas tidak dipenuhi maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, dan hal tersebut dapat dijadikan alasan bagi para pihak (para penghadap) yang tercantum dalam akta yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. Sanksi untuk memberikan ganti rugi, biaya dan bunga seperti dalam pasal 84 UUJN dapat dikategorikan sebagai Sanksi Perdata. 2. Sebagaimana yang tersebut dalam pasal 85 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63 maka Notaris akan dijatuhi sanksi berupa : a. Teguran Lisan; b. Teguran Tertulis; c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat; e. Pemberhentian tidak hormat; Sanksi yang terdapat dalam Pasal 85 UUJN dapat dikategorikan sebagai Sanksi Administratif. Sanksi Administratif yang tercantum dalam Pasal 85 UUJN dapat dilaksanakan jika notaris melanggar pasal-pasal yang 5 Habib Adjie, loc.cit.

14 4 tersebut dalam Pasal 85 UUJN. Sanksi sanksi tersebut merupakan sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Majelis Pengawas, jika Notaris melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu yang disebut dalam pasal 85 UUJN. 6 Pejabat atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 67 ayat (1) UUJN). Dalam pelaksanaan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (2) UUJN). Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari : 7 a. Majelis Pengawas Daerah; b. Majelis Pengawas Wilayah; c. Majelis Pengawas Pusat. Tiap Majelis tersebut mempunyai tempat kedudukan yang berbeda untuk Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69 ayat (1) UUJN), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) berkedudukan di ibukota Propinsi (Pasal 72 ayat(1) UUJN) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) berkedudukan di ibukota negara (Pasal 76 ayat 1) UUJN). Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup atau berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat(1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b UUJN). Dibentuknya Majelis Pengawas Notaris di tiap kota atau kabupaten dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasa Notaris. Karena pada faktanya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang banyak dilakukan oleh Notaris dalam melaksanakan kewenangan dan jabatannya mulai dari penyimpanganpenyimpangan yang bersifat administratif maupun penyimpanganpenyimpangan yang mengakibatkan kerugian materiil pada masyarakat pengguna jasa Notaris. 6 Ibid, hal Ibid, hal 11.

15 5 Adapun fungsi pengawasan yang diemban oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris meliputi : 8 1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; 2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 3. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; 4. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Majelis Pengawas Notaris dapat membentuk Majelis Pemeriksa dengan kewenangan untuk memeriksa menerima laporan yang diterima dari masyarakat atau sesama Notaris. Dalam pasal 31 ayat (1) dan (2) Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 02.PR Tahun 2004 ditemukan pengaturan bahwa Majelis Pemeriksa Notaris (Wilayah dan Pusat) yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Notaris ((Wilayah dan Pusat), jika dalam melakukan pemeriksaan Notaris terbukti bahwa yang bersangkutan melanggar pelaksanaan tugas jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Majelis Pemeriksa Wilayah atau Pusat dapat menjatuhkan sanksi, berupa : 9 a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat, dan; e. Pemberhentian dengan tidak hormat. Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tertentu hanya ada pada MPW dan MPP berdasarkan UUJN, tapi di sisi lain Majelis Pemeriksa (Wilayah dan Pusat) berwenang pula untuk menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana tersebut di atas. Menurut Pasal 33 Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 8 Habib Adjie,Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara (Bandung:PT. Refika Aditama, 2011), hal Ibid, hal 52..

16 6 2004, bahwa notaris yang dijatuhi sanksi oleh Majelis Pemeriksa Wilayah dapat melakukan banding ke MPP, dan putusan Majelis Pemeriksa Pusat final dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali putusan tentang pengusulan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri (Pasal 35 ayat (2)) Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004). 10 Putusan Majelis Pemeriksa Pusat tersebut dilaporkan kepada MPP untuk diteruskan kepada Menteri (Pasal 35 ayat (3) dan (4) Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004). Di dalam melaksanakan fungsi pengawasannya dan wewenangnya menjatuhkan sanksi administratif, Majelis Pengawas Pusat pada faktanya menghadapi berbagai macam kendala yang disebabkan disinkronisasi pengaturan sanksi administratif yang tercantum dalam UUJN dengan Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 tersebut dari segi kewenangan dan pengawasan. Kewenangan Majelis Pengawas Notaris tidak hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris, tetapi juga berwenang untuk menjatuhkan sanksi tertentu terhadap Notaris yang telah terbukti melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas tersebut, Notaris diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Majelis Pengawas yang menjatuhkan sanksi kepadanya, jika tidak puas dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi, dan gugatan pengadilan tata usaha negara, jika putusan Majelis Pengawas tetap tidak memuaskan notaris yang bersangkutan. Notaris dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri jika dirasa oleh notaris adanya perbuatan melawan hukum dalam proses pemeriksaan dalam pelanggaran jabatan notaris oleh Majelis Pengawas Notaris, akan tetapi dalam sidang perkara perdata, sebelum 10 Ibid, hal 52.

17 7 dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertamatama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Upaya tersebut dilakukan oleh hakim sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No : 1 Tahun 2002 sebagai berikut : 1. Agar semua hakim yang menyidangkan suatu perkara dengan sungguh sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, LN No. 8 Pasal 130 HIR/RBg, tidak hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian. 2. Hakim yang ditunjuk dapat sebagai fasilitator yang membantu para pihak baik dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data serta argumentasi para pihak dalam rangka ke arah perdamaian. 3. Pada tahap selanjutnya apabila di kehendaki para pihak yang berperkara, hakim atau pihak lain yang ditunjuk dapat bertindak sebagai mediator yang akan mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang disengketakan, dan berdasarkan informasi yang diperoleh serta keinginan masing-masing pihak dalam rangka perdamaian, mencoba menyusun proposal perdamaian yang kemudian di konsultasikan dengan para pihak untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan. 4. Hakim yang ditunjuk sebagai fasilitator atau mediator oleh para pihak tidak dapat menjadi hakim majelis pada perkara yang bersangkutan, untuk menjaga obyektifitas. 5. Untuk pelaksanaan tugas sebagai fasilitator maupun mediator kepada hakim yang bersangkutan diberikan waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan, dan dapat diberikan perpanjangan apabila ada alasan untuk itu dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, dan waktu tersebut tidak termasuk waktu penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud dalam SEMA No. 6 Tahun Persetujuan para pihak dituangkan dalam persetujuan tertulis dan di tanda tangani, kemudian dibuatkan akta perdamaian atau dading,

18 8 agar dengan akta perdamaian itu para pihak menepati apa yang telah disepakati tersebut. 7. Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamaian, dapat dijadikan penilaian bagi hakim yang menjadi fasilitator. 8. Apabila usaha usaha yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak berhasil, hakim yang bersangkutan melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan oleh majelis hakim dengan tidak menutup peluang bagi para pihak, untuk berdamai selama proses pemeriksaan berlangsung. 9. Hakim yang menjadi fasilitator atau mediator wajib membuat laporan kepada Ketua Pengadilan secara teratur. 10.Apabila terjadi proses perdamaian, maka proses perdamaian tersebut dapat dijadikan sebagai alasan penyelesaian perkara melebihi ketentuan 6 bulan. 11 Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kedudukan serta tanggung jawab kolegial dari Majelis Pengawas Notaris menjadi alasan yang kuat dan mendorong penulis untuk melakukan penulisan tesis dengan judul : Rekomendasi Dan Putusan Majelis Pengawas Merupakan Tanggung Jawab Kolegial (Studi Kasus : Putusan Majelis Pengawas Pusat Nomor : 05/B/Mj. PPN/XI/2010 dan Akta Perdamaian Nomor 89/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Ut) B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan diangkat adalah Rekomendasi Dan Putusan Majelis Pengawas Merupakan Tanggung Jawab Kolegial (Studi Kasus : Putusan Majelis Pengawas Pusat Nomor : 05/B/Mj. PPN/XI/2010 dan Akta Perdamaian Nomor 89/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Ut) Secara lebih terperinci, penulis akan mengemukakan perumusan masalah sebagai berikut : 11 Puslitbang Hukum dan Peradilan, Naskah Akademis Mengenai Court Dispute Resolution, (Jakarta : Puslitbang Hukum dan Peradilan MARI, 2003), hal

19 9 1. Apakah dampak yang timbul dari pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas yang bersifat kolegial? 2. Mengapa akta perdamaian yang dibuat di pengadilan dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang bersengketa? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ialah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui dampak yang timbul dari pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas yang bersifat kolegial. 2. Untuk mengetahui suatu akta perdamaian yang dibuat di pengadilan mampu mengakomodir kepentingan para pihak yang bersengketa. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum baik yang berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan khususnya UU Jabatan Notaris dan peraturan pelaksanannya dan ketentuan hukum yang terkait. Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan data primer yang bertujuan untuk menemukan korelasi antara beberapa gejala yang ditelaah. 12 Metode penelitian tersebut digunakan dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundangundangan, yaitu hubungan antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. Tipe penelitian yang dipergunakan adalah tipe penelitian explanatoris, khususnya peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan yang menyangkut dengan kedudukan dari Majelis Pengawas Pusat. 12 Soeryono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3. (Jakarta: UI- Press, 1986), Hal. 53.

20 10 Jenis data yang digunakan adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan. Jenis Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu berupa bahan hukum yang mengikat, yaitu peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini antara lain mencakup hasil penelitian, rancangan undang-undang, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia, dan sebagainya. 13 Metode Analisis Data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada data-data yang diperoleh penulis dari buku-buku, artikel, penulis juga menekankan pada peraturan perundang-undangan. Bentuk Hasil Penelitian yang penulis lakukan adalah bentuk normatif kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak pada penelitian terhadap peraturan perundang-undangan serta pandangan hukum para ahli. Kualitatif karena analisa data berasal dari perilaku sikap dan pandangan dalam praktek dalam rangka menerapkan peraturan perundang-undangan. E. Sistematika Penulisan Untuk mencapai tujuan penelitian, maka penulisan tesis ini disusun secara sistematis terbagi atas tiga bab. Pembagian ini dibuat agar dalam pengembangannya dapat lebih sistematis dan terarah pada apa yang menjadi pokok permasalahan serta dapat dihindarinya penyimpangan dari yang sudah digariskan. Secara garis besar sistematika penulisan tesis ini sebagai berikut: 13 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hal 13 et seq.

21 11 Bab 1 berisi pendahuluan yang memuat dibagi menjadi lima sub bab. Pertama, yaitu Latar Belakang dimana akan menceritakan uraian peristiwa yang menyebabkan penulis memilih topik penelitian dan mengapa hal itu dipersolakan oleh penulis. Kedua, adalah Perumusan Masalah yang berisikan permasalahan hukum apa saja yang menjadi titik tolak penelitian. Ketiga, adalah Tujuan Penelitian, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dalam perumusan masalah. Keempat, adalah Metode Penelitian dan terakhir adalah sub bab Kelima berisikan Sistematika Penulisan. Bab 2 berisi tinjauan secara yuridis tentang putusan yaitu uraian sistematis yang dikumpulkan dari bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan judul dan perumusan masalah untuk mencapai tujuan penelitian. Tinjauan pustaka terdiri dari lima sub bab, yakni Sejarah dan Perkembangan Majelis Pengawas Notaris, Kewenangan Majelis Pengawas Notaris, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara, Mekanisme Pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris serta Upya hukum Notaris yang dijatuhi sanksi. Bab 3 berisi tentang Studi Kasus terdiri dari empat sub bab yaitu Tinjauan mengenai perdamaian,hukum acara menghendaki perdamaian, analisa putusan terhadap kasus dengan 2 (dua) pin yaitu Kasus Posisi dan Analisa Hukum,Dampak yang timbul dari pelaksanaan kewenangan majelis pengawas yang bersifat kolegial, dan sub bab terakhir ialah akta perdamaian yang dibuat dihadapan pengadilan mampu mengakomidir kepentingan para pihak yang bersengketa. Bab 4 berisi tentang Kesimpulan dan saran atas permasalahan yang terjadi.

22 12 BAB II PENGATURAN PENGAWASAN NOTARIS DALAM MENJALANKAN JABATANNYA A. Sejarah Dan Perkembangan Majelis Pengawas Notaris Sebelum berlakunya UUJN, pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtlijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl No. 23) Pasal 96 Reglement Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50 Perarturan Jabatan Notaris. Kemudian Pengawasan terhadap Notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KNA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasal 54 Undang Undang Nomor 8 Tahun Dalam kaitan tersebut di atas, meskipun Notaris diangkat oleh pemerintah (Dahulu oleh Menteri Kehakiman, sekarang oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) mengenai pengawasannya dilakukan oleh badan peradilan, hal ini dapat dipahami pada waktu itu kekuasaan kehakiman ada pada Departemen Kehakiman. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dengan amandemen tersebut telah pula merubah Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam 14 Habib Adjie, op.cit, hal. 1

23 Mahkamah Agung berdasarkan aturan hukum tersebut hanya 13 lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sebagai tindak lanjut dari perubahan tersebut dibuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku salah satu kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD mempunyai kewenangan dalam bidang peradilan saja, sedangkan dari segi organisasi, administrasi, dan finansial menjadi kewenangan Departemen Kehakiman Pada tahun 2004 dibuat Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 dalam pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sejak pengalihan kewenangan tersebut, notaris yang diangkat oleh Pemerintah (menteri) tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh instansi lain dalam hal ini Badan Peradilan, karena Menteri sudah tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap badan peradilan. Kemudian tentang pengawasan terhadap notaris yang diatur dalam pasal 54 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 dicabut oleh pasal 91 Undang Undang Jabatan Notaris. Setelah berlakunya Undang Undang Jabatan Notaris, badan peradilan tidak lagi melakukan pengawasan pemeriksaan, dan penjatuhan terhadap sangsi notaris, tugas tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. B. Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Majelis pengawas Notaris sebagai satu-satunya instansi yang berwenang melakukan pengawasan pemeriksaaan, dan menjatuhkan sanksi 15 Ibid, hal 2.

24 14 terhadap notaris, tiap jenjang majelis pengawas (MPD MPW dan MPP) mempunyai wewenang masing-masing sebagai berikut : Majelis Pengawas Daerah (MPD) Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004, dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.39-PW Tahun Dalam Pasal 66 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan : i. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan MPD berwenang: a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris. b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. ii. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan MPD dapat tidak menyetujui penyidik, penuntut umum atau hakim untuk : a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Sepanjang tata cara dan prosedur pembuatan akta telah dipenuhi oleh Notaris yang bersangkutan, meskipun hal ini tidak diatur dalam UUJN. Ketentuan Pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak dipunyai oleh MPW maupun MPP. Substansi Pasal 66 UUJN 16 Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat...,Op.Cit, hal 8.

25 15 imperatif dilakukan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang Notaris digugat perdata maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena hak setiap orang mengajukan gugatan jika ada hak haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris. Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan, penyidik atau penuntut umum atau hakim artinya MPD harus akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para pihak, bukan objek pemeriksaan sehingga tata cara prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik dari unsur Notaris, pemerintahan dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur maupun subtansinya. Tanpa ada izin dari MPD, penyidik,penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau memeinta Notaris dalam suatu perkara pidana. Pasal 70 Undang Undang Jabatan Notaris mengatur wewenang Majelis Pengawas Daerah yang berkaitan dengan : a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris. b. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala satu kali dalam satu tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu. c. Memberikan ijin cuti untuk sampai dengan 6 (enam) bulan d. Menetapkan notaris penggaanti dengan memperhatikan usul notaris yang bersangkutan.

26 16 e. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saaat serah terima protokol notaris telah berumur 25 tahun atau lebih. f. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara protokol notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 4. g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang undang ini. h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan g kepada Majelis Pengawas Wilayah. Kemudian Pasal 71 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan : 17 a. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Pusat c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya. e. Menerima laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris 17 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Admisnistratif..., op.cit, hal 137

27 17 f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. Wewenang MPD juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik IndonesiaNomor M.02.PR Tahun 2004 seperti dalam Pasal 13 ayat 1 dan 2 yang menegaskan bahwa kewenangan MPD yang bersifat administratif dilaksanakan oleh ketua,wakil ketua atau salah satu anggota yang diberi wewenang berdasarkan keputusan rapat MPD yaitu mengenai : a. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6(enam) bulan. b. Menetapkan Notaris pengganti. c. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih. d. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang. e. Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat dibawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan dan daftar surat lain yang diwajibkan secara undang-undang. f. Menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan, dan daftar surat dibawah tangan yang dibukukan yang telah disahkannya yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya, yang memuat sekurang-kurangnya nomor, tanggal dan judul akta. Wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10

28 18 Tahun 2004 mengatur mengenai pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh sebuah Tim Pemeriksa, yaitu : a. Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas 3 (tiga) orang anggota dari masingmasing unsur yang dibentuk oleh Majelis Pengawas daerah yang dibantu oleh 1(satu) orang sekretaris. b. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis lurus ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris. c. Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Majelis Pengawas Daerah menunjuk penggantinya. Hasil pemeriksaan Tim pemeriksa sebagaimana tersebut diatas wajib dibuat Berita Acara dan dilaporkan kepada MPW,pengurus organisasi jabatan Notaris dan MPW, hal ini berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004, yaitu : a. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dituangkan dalan berita acara pemeriksaan yang ditanda tangani oleh Ketua Tim pemeriksa dan Notaris yang diperiksa b. Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat. Wewenang MPD juga diatur dalam Keputusan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-

29 19 PW Tahun 2004 seperti tersebut dalam angka 1 butir 2 mengenai Tugas Majelis Pengawas Notaris, yaitu melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70,71 UUJN,Pasal 12 ayat (2), Pasal 14,15,16 dan 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 dan kewenangan lain, yaitu : a. Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah tanggapan Majelis Pengawas Daerah berkenaan dengan keberatan atas putusan penolakan cuti. b. Memberitahukan kepada Majelis Pengawas Wilayah adanya dugaan unsur pidana yang ditemukan oleh Majelis Pemeriksa Daerah atas laporan yang disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah. c. Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti. d. Menandatangani dan memberi paraf Buku Daftar Akta dan Buku Khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat di bawah tangan dan untuk membukukan surat dibawah tangan. e. Menerima dan menatausahakan Berita Acara Penyerahan Protokol f. Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah: i. Laporan berkala setiap 6(enam) bulan sekali atau pada bulan Juli dan januari ii. Laporan insidentil setiap 15 (lima belas) hari setelah pemberian izin cuti. 2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Wewenang MPW di samping diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW Tahun Dalam pasal 73 ayat 1 Undang Undang Jabatan Notaris diatur

30 20 mengenai wewenang Majelis Pengawas Wilayah yang berkaitan dengan : 18 a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah. b. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Memberikan ijin cuti lebih dari enam bulan sampai satu tahun d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang memberikan sangsi berupa teguran lisan atau tertulis e. Mengusulkan pemberikan sanksi terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa : (1) Pemberhentian sementara tiga bulan sampai dengan enam bulan (2) Pemberhentian dengan tidak hormat f. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sangsi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f. Menurut Pasal 73 ayat (2) UUJN,Keputusan Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara (Pasal 73 ayat (3) UUJN). Wewenang MPW menurut Pasal 26 Peraturan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh MPW yaitu : 1) Majelis Pemeriksa Wilayah memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Daerah. 18 Ibid, hal 12.

31 21 2) Majelis Pemeriksa Wilayah mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan Majelis Pengawas daerah dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima. 3) Majelis Pemeriksa Wilayah berwenang memanggil Pelapor dan Terlapor untuk didengar keterangannya. 4) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berkas diterima. Dalam angka 2 butir 1 Keputusan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW Tahun 2004 mengenai Tugas Majelis Pengawas menegaskan bahwa Majelis Pengawas Wilayah berwenang untuk menjatuhkan sanksi yang tersebut dalam Pasal 73,85 Undang Undang Jabatan Notaris dan Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004, kemudian angka 2 butir 2 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW tahun 2004 mengatur pula mengenai kewenangan Majelis Pengawas Wilayah, yaitu : 1) Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat. 2) Memeriksa dan memutus keberatan atas putusan penolakan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah. 3) Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti. 4) Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsur pidana yang diberitahukan oleh Majelis Pengawas Daerah. Atas laporan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat. 5) Menyampaikan laporan kepada Majelis Pengawas Pusat, yaitu: a. Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dalam bulan Agustus dan Pebruari.

32 22 b. Laporan insidentil paling lambat 15 (lima belas) hari setelah putusan Majelis Pemeriksa. 3. Majelis Pengawas Pusat (MPP) Wewenang Majelis Pengawas Pusat di samping diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris, juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR tahun 2004 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39- PW Tahun Dalam pasal 77 Undang Undang Jabatan Notaris diatur mengenai wewenang Majelis Pengawas Pusaat yang berkaitan dengan : 19 a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sangsi dan penolakan cuti. b. memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a c. menjatuhkan sangsi pemberhentian sementara d. mengusulkan pemberhentian sangsi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada menteri. Selanjutnya wewenang Majelis Pengawas Pusat diatur juga dalam Pasal 29 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 yang berkaitan dengan pemeriksaan lebih lanjut yang diterima dari Majelis Pengawas Wilayah, yaitu : 1) Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa permohonan banding atas putusan Majelis Pemeriksa Wilayah. 2) Majelis Pemeriksa Pusat mulai melakukan pemeriksaan terhadap berkas permohonan banding dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima. 19 Ibid, hal 14.

33 23 3) Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memanggil Pelapor dan Terlapor untuk dilakukan pemeriksaan guna didengar keterangannya. 4) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak berkas diterima. 5) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup, yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan. 6) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh Ketua, Anggota dan Sekretaris Majelis Pemeriksa Pusat. 7) Putusan Majelis Pemeriksa Pusat disampaikan kepada Menteri dan salinanya disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pegawas Wilayah dan Pengurus Pusat lkatan Notaris Indonesia, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan. Dalam angka 3 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW Tahun 2004 mengenai Tugas Majelis Pengawas,bahwa Majelis Pengawas Pusat berwenang untuk melaksanakan ketentuan yang tersebut dalam Pasal 77, 84 Undang Undang Jabatan Notaris dan 85 Undang Undang Jabatan Notaris dan kewenangan lain, yaitu : 1) Memberikan izin cuti lebih dari 1 (satu) tahun dan mencatat izin cuti dalam sertifikat cuti. 2) Mengusulkan kepada Menteri pemberhentian sanksi pemberhentian sementara. 3) Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat. 4) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap

34 24 penjatuhan sanksi, kecuali sanksi berupa teguran lisan dan tertulis. 5) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap penolakan cuti dan putusan tersebut bersifat final. Majelis Pengawas merupakan suatu badan (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004) dengan parameter seperti ini dikaitkan denganpasal 1 angka 24 KUHAP bahwa yang dapat menjadi Pelapor adalah subjek hukum berupa orang, bukan majelis atau badan, dan berkaitan dengan Keputusan Menteri Kehakiman nomor M.01.PW Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 1 dan Pasal 7 ayat(1) disebutkan bahwa, Penyelidik dan Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laopran atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. Sybstansi pasal ini menegaskan bahwa Penyelidik atau penyidik hanya menerima pengaduan atau laporan dari orang. Dengan demikian tidak tepat Majelis Pengawas bertindak sebagai Pelapor tindak pidana, karena Majelis Pengawas bukan subjek hukum berupa orang. Pasal 1 angka 24 KUHAP menentukan bahwa hak atau kewajiban melaporkan suatu tindak pidana harus berdasarkan undang-undang, maka dengan demikian Majelis Pengawas tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai Pelapor berdasarkan undang undang. Pelapor harus subjek hukum-orang atau perorangan, bukan badan,majelis atau lembaga. Dengan demikian telah ada ketidaksinkronan secara vertikal Pasal 1 angka 24 KUHAP dengan Pasal 32 ayat(1) dan(2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004 tidak berlaku. Wewenang MPW seperti tersebut di atas tidak diatur dalam Undang Undang Jabatan, tapi diatur atau

35 25 disebutkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun Dengan demikian berdasarkan uraian diatas Majelis Pengawas Notaris berwenang dalam melakukan : 1. Pengawasan 2. Pemeriksaan 3. Menjatuhkan sanksi C. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara Pada dasarnya yang mempunyai wewenang 20 yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah dibidang hukum dan hak asasi manusia. 21 Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang pengawasan tersebut. Ada dua cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintah yaitu atribut dan delegasi. 22 Mandat juga ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang, namun apabila dikaitkan dengan gugatan ke pengadilan tata usaha negara, mandat tidak ditempatkan secara tersendiri karena penerima mandat tidak bisa menjadi tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. 20 Dalam tesis ini dengan mengambil pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa istilah wewenang atau kewenangan yang disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam konsep hukum publik. Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang atas (sekurang-kurangnya) tiga komponen, yaitu: (1) pengaruh bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum; (2) dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan (3) konformitas hukum, bahwa mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu standar umum (semua jenis wewenang), dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu), Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuursbevoegdheid) Pro Justitia Tahun XVI Nomor 1 Januari 1998, (Bandung :Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, 1998), hlm Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia 22 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Admisnistratif..., op.cit, hal 131.

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TIM PENELITI Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Tinjauan Yuridis Permasalahan Dan Akibat Hukumnya... (Andri Swasono) * TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D 101 07 404 ABSTRAK Notaris dihadirkan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA Herianto Sinaga 1 ABSTRACT Notary public officials prosecuted as responsible for the deed he had done, even though the notary protocol

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DALAM MELAKSANAKAN JABATAN DAN PEKERJAANNYA

PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DALAM MELAKSANAKAN JABATAN DAN PEKERJAANNYA PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DALAM MELAKSANAKAN JABATAN DAN PEKERJAANNYA IMPLEMENTATION GUIDANCE AND SUPERVISION BY THE BOARD OF SUPERVISORS OF NOTARY IN IMPLEMENTING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Figur itu juga harus seseorang yang tanda tangannya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika pembangunan nasional salah satunya adalah dengan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di Indonesia pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2015 KEMENKUMHAM. Anggota Majelis Pengawas. Organisasi. Pengangkatan. Penggantian. Pencabutan PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

TESIS TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS

TESIS TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS TESIS TANGGUNG GUGAT MAJELIS PENGAWAS NOTARIS Oleh : ONNY BUNGA NOVASARI, S.H. NIM : 031042028 N PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012 i TANGGUNG GUGAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS

BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS A. Dasar Hukum Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Notaris Pasal 1 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA 30 BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA A. Ketentuan Hukum Proses Penyidikan Terhadap Notaris Sebagai Saksi dan Tersangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS POSITION AND AUTHORITY OF THE HONORARY COUNCIL OF NOTARY IN GUIDANCE OF NOTARIES Evi Apita Maya Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012 Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono Perdata Agraria ABSTRAK Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 37-49. KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN THE AUTHORITY OF HONOUR BOARD OF NOTARY IN REGARD WITH CRIMINAL IN THE FIELD OF

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan notaris dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman sekarang ini kebutuhan alat bukti tertulis yang bersifat otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari :

BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari : 32 BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA A. Majelis Pengawas Notaris Pejabat atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan

Lebih terperinci