BAB I PENDAHULUAN. mempergiat usaha dalam menambah hasil produksi serta memperlancar distribusi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mempergiat usaha dalam menambah hasil produksi serta memperlancar distribusi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dari dunia usaha berdampak terjadi persaingan ketat di antara pelaku usaha. Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mempergiat usaha dalam menambah hasil produksi serta memperlancar distribusi sehingga akhirnya tidak hanya menguntungkan bagi pelaku usaha saja, tetapi juga menguntungkan bagi konsumen, masyarakat, bangsa dan Negara. Tetapi apabila persaingan itu sampai pada suatu keadaan dimana pengusaha yang satu berusaha menjatuhkan pengusaha yang lainnya (saingannya) dengan pebuatan-perbuatan melanggar hukum, yaitu melanggar norma-norma dalam lalu lintas perdagangan maka terjadilah persaingan curang. Untuk mengatur dan mengontrolnya diperlukan peraturan-peraturan hukum yang akan memberikan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Sebagai Negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi global di bidang perdagangan dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual 1, pengakuan Rahasia Dagang sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia baru dapat direalisasikan saat Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Republik 1 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003, hlm

2 2 Indonesia Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, sebab sebelumnya apabila terjadi pelanggaran atas rahasia dagang diselesaikan menurut ketentuan Pasal 1365 KUHPer berbunyi: Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian. Disamping itu diatur juga pada Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP. Tetapi pasal-pasal tersebut dinilai tidak memadai lagi dalam memberikan perlindungan terhadap pemegang hak rahasia dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang. Tampaknya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Indonesia merasa telah melaksanakan kewajiban meberikan perlindungan terhadap pemegang hak undisclosed information dari praktek persaingan curang 1. UU Rahasia Dagang ini dibuat dalam rangka memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional, dimana diperlukan adanya jaminan perlindungan terhadap rahasia dagang, terutama dari tindakan persaingan curang 2. Lingkup tujuan diatas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap kepemilikan rahasia dagang. Berbicara tentang perkembangan kebutuhan akan perlindungan Rahasia Dagang yang dimiliki maka tidak lepas dari pengaruh tujuan praktis dan kebijakan utama rahasia dagang itu sendiri. Tujuan praktis yang antara lain: 1. Digunakan untuk perlindungan proses. 1 Insan Budi Maulana, Langkah Awal Mengenal Undang-Undang Rahasia Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 63.

3 3 2. Digunakan untuk sektor yang sangat dinamis. 3. Penggunaannya lebih luas daripada paten (sebab hal-hal yang tidak dapat dipatenkan di dalam rahasia dagang dapat dilindungi). 4. Serta jangka waktu perlindungan lebih lama daripada HKI lainnya seperti misalnya dalam paten (rahasia dagang dilindungi tidak terbatas jangka waktunya, ukuranya adalah sampai dengan rahasia dagang tersebut terbuka atau menjadi milik publik). Kebijakan utama rahasia dagang adalah: 1. Mendorong temuan baru melalui perlindungan atas hasil temuan dari perolehan atau penggunaan secara tidak layak. 2. Memperbaiki efisiensi secara ekonomis dengan cara mengurangi kebutuhan pengamanan yang berlebihan untuk memastikan kerahasiaan sesungguhnya. 3. Meningkatkan tingkat etika dan moralitas komersial dengan cara menghalangi praktek-praktek bisnis yang tidak adil. 4. Mempromosikan penggunaan secara efisien dan pertukaran informasi secara swakarsa di dalam organisasi-organisasi bisnis dan di antara organisasi bisnis dengan cara melindungi informasi dari kepemilikan yang tidak sah. Di samping itu ada keuntungan bagi pemegang rahasia dagang di dalam haknya terhadap rahasia dagang yang dimiliki antara lain: 1. Periode pelindungannya yang tidak terbatas, dalam arti selama informasi tersebut masih memenuhi syarat-syarat sebagai suatu informasi rahasia, maka perlindungannya masih tetap berjalan.

4 4 2. Tidak adanya pendaftaran sehingga biaya lebih murah dan sifat kerahasiaan terjaga serta memperkecil resiko terjadinya kebocoran akibat dari pendaftaran yang dilakukan (sebab akan terjadi kemungkinan terbukanya substansi dari kerahasiaan di dalam proses pendaftaran yang dilakukan), jadi karena sifat kerahasiaannya maka perlindungan hukumnya diperoleh secara otomatis. Selain mempunyai beberapa keuntungan tidak dapat diabaikan pula bahwa apabila rahasia dagang juga mempunyai kelemahan antara lain: 1. Rentan terhadap kebocoran rahasia di luar pemilik informasi. 2. Tidak dapat menghentikan diperolehnya informasi sejenis (yang dirahasiakan) secara mandiri. Dengan begitu rahasia dagang mempunyai arti penting berupa: 1. Berkaitan dengan argument ekonomi yang berkembang dengan pentingnya pemberian insentif dan penghargaan terhadap para investor. 2. Meningkatnya pendaftaran dalam paten dan biaya yang tinggi dalam proses pendaftaran paten sehingga pemilik penemuan berupaya memperoleh perlindungan dengan jalan lain yaitu perlindungan melalui rahasia dagang. Berdasar uraian diatas maka timbul beberapa alasan yang melatarbelakangi pemegang rahasia dagang dalam upaya memakai dan memperoleh perlindungan informasi rahasia yang dipegangnya untuk dapat dimintakan perlindungan dan memenuhi kriteria untuk masuk sebagai Rahasia Dagang. Alasan-alasan tersebut diantaranya:

5 5 1. Penemuan atau informasi teknis tersebut tidak memenuhi kriteria untuk dapat dipatenkan, belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan bukan sepenuhnya informasi yang bisa dengan mudah diperoleh. 2. Melindungi penemuan pada teknologi proses. 3. Siklus usaha bisnis yang berjalan dengan menggunakan teknologi atau informasi tersebut berlangsung lebih lama dibanding dengan jangka waktu perlindungan hak kekayaan intelektual lain (paten misalnya). 4. Kemajuan pengembangan teknologi yang cepat berganti yang pada suatu saat sistem perlindungan HKI lain (paten misalnya) dianggap terlalu lambat dan memakan banyak biaya (mahal) untuk memperoleh perlindungan teknologi tersebut. 5. Lingkup dan perlindungan geografis dalam sistem rahasia dagang yang lebih luas (tidak hanya dibatasi informasi teknis, tetapi dapat digunakan untuk informasi keuangan maupun bisnis). Rahasia Dagang yang dimaksud sebagian besar mencakup penguasaan teknologi oleh perusahaan yang bersangkutan, yaitu terdiri dari formula, senyawa kimia, pola, alat atau kompilasi informasi, proses manufakturing, bahan percobaan dan pengawetan, pola mesin dan alat lain. Rahasia Dagang juga mencakup daftar para pelanggan dan nasabah yang digunakan perusahaan 3. Sebagai contoh dari rahasia dagang adalah takaran formula untuk proses glazur genteng pada perusahaan SKD Sokka di Kabupaten Kebumen. Perusahaan Skd Sokka disamping melakukan pembuatan genteng juga melayani jasa glazur 3 Ambar Setyawicaksana, Rahasia Dagang dan Upaya Perlindungannya. Forum Hukum No.6/V/2000, Universitas Janabadra Yogyakarta tahun 2000, hlm. 93

6 6 terhadap perusahaan lain yang membutuhkan. Genteng berglazur merupakan salah satu dari variasi genteng yang banyak diminati konsumen. Namun tidak semua perusahaan genteng mengetahui takaran formula pada proses glazur genteng agar dapat menghasilkan kualitas yang bagus dengan kuantitas yang banyak, sehingga dapat menghemat bahan baku dan keuntungan yang dihasilkan akan lebih banyak. Kualitas glazur genteng di Kebumen tergantung pada masing-masing pemilik perusahaan, karena setiap pemilik perusahaan mempunyai rahasia dagang tersendiri. Mulai dari campuran bahan untuk membuat formula hingga takaran yang digunakan. Karena, walau campuran yang digunakan untuk membuat formulanya sama, apabila takaran yang digunakan berbeda maka akan berakibat pada kualitas dan kuantitas yang dihasilkan. Perusahaan lain tidak berhak untuk mendapatkan informasi takaran yang digunakan oleh perusahaan SKD Sokka tersebut, misalnya seorang karyawan` dari perusahaan SKD Sokka telah mengetahui bagaimana proses pembuatan glazur pada perusahaan tersebut. Kemudian ia mengundurkan diri dari perusahaan SKD Sokka dan membuat perusahaan jasa glazur genteng sendiri dengan menggunakan takaran dan campuran yang sama dengan perusahaan SKD Sokka. Pelanggaran yang terjadi dari kasus diatas adalah terkait dengan proses produksi. Proses tersebut tentu saja membawa kerawanan-kerawanan karena melibatkan berbagai pihak, diantaranya karyawan. Keterlibatan karyawan pada proses produksi membawa konsekuensi diketahuinya teknik, sistem, formula atau semacamnya oleh para karyawan. Infomasi-infomasi tesebut diperoleh karyawan sebagai pelaksana produksi dari proses yang berjalan secara terus menerus.

7 7 Padahal informasi-informasi tersebut diantaranya ada yang dikategorikan sebagai informasi yang bersifat rahasia oleh perusahaan. Apabila diketahui oleh pesaing tentu saja dapat merugikan secara ekonomi bagi perusahaan. Tak dapat dipungkiri juga bahwa alasan ekonomi menyebabkan seseorang (dalam hal ini karyawan) mengambil jalan pintas. Hal ini tentu saja tidak dapat ditoleransi, mengingat kerugian yang diderita oleh pemilik Rahasia Dagang. Dengan demikian dapat disadari betapa penting suatu pengaturan dan perlindungan hukum terhadap kepemilikan suatu rahasia dagang, sebab dengan adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetapi mendapat perlindungan hukum berlandaskan pada undang-undang rahasia dagang baik dalam rangka kepemilikan, penguasaan maupun pemanfaatannya oleh penemunya, serta diharapkan mampu memajukan industri yang dapat bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional dan tercipta iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat. Mengingat hal-hal tersebut di atas untuk mengetahui langkah menjaga kerahasiaan proses glazur genteng sebagai perlindungan Rahasia Dagang pada perusahaan SKD Sokka maka perlulah diadakan penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya, permasalahan yang diajukan penulis adalah:

8 8 1. Bagaimana langkah menjaga kerahasiaan proses glazur genteng sebagai perlindungan rahasia dagang pada perusahaan SKD Sokka di Kabupaten Kebumen? 2. Apa akibat hukum atas kebocoran informasi glazur genteng terhadap perlindungan rahasia dagang? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui langkah yang dilakukan perusahaan genteng SKD Sokka dalam menjaga kerahasiaan proses glazur genteng sebagai perlindungan rahasia dagang. 2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum atas kebocoran informasi glazur genteng terhadap rahasia dagang. D. Tinjauan Pustaka Rahasia Dagang dalam terminologi asing disebut dengan berbagai istilah, antara lain trade secret, know how, atau undisclosed information. Banyaknya penyebutan istilah rahasia dagang tersebut kerena memang belum adanya satu kesatuan dalam mendefinisikan rahasia dagang, seperti yang diuraikan oleh Francois Dessementet dalam bukunya The Legal Protection of Know How in The Unite State of America yang menyatakan: There is no definition of trade secrets which is unanimously accepted by American Lawyers. Ada beberapa definisi dari Rahasia Dagang. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Rahasia Dagang menyebutkan bahwa: Rahasia Dagang adalah

9 9 informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Ada definisi lain dari Rahasia Dagang (trade secret): Trade Secret : A product, formula, pattern, design, compilation of data, customers list, or other business secrets 4. Di samping itu, dalam Uniform Trade Secret Act (United State) Rahasia Dagang didefinisikan sebagai: Informasi termasuk suatu rumus, pola-pola, kompilasi, program, metode teknik atau proses yang menghasilkan nilai ekonomis secara mandiri, nyata dan potensial. Informasi itu sendiri bukan merupakan informasi yang diketahui oleh umum dan tidak mudah diakses oleh orang lain untuk digunakan sehingga yang bersangkutan mendapat keuntungan ekonomi. Terminologi rahasia dagang dapat juga dilihat dalam Uniform Trade Secret Act (Canada) yang menyatakan bahwa: Suatu rahasia dagang merupakan setiap informasi yang dapat digunakan dalam suatu perdagangan yang tidak merupakan informasi umum dan memiliki nilai ekonomi. Menurut Bernard M. Kalpan, rahasia dagang didefinisikan sebagai: Any confidential information (including a formula, process, pattern, compilation, program, device, method, technique) of actual or potential economic value used in trade or business undercircumstances which indicate that it is intended to be kept secret and not disclosed to and or used by others. Particulary competitors. Dari beberapa definisi tersebut tampak bahwa rahasia dagang yang intinya meliputi pengetahuan teknis maupun kumpulan data, baik data pelanggan maupun data lain. Dari kedua aspek tersebut yang penting adalah baik pengetahuan teknis maupun kumpulan data tersebut potensial atau telah mempunyai nilai ekonomi. 4 Henry R. Cheesemar, Business Law, The Legal, Ethical, and International Environment, Prentice Hall. Inc, A Simon & Schuster Company Upper Saddle River, New Jersey, 1998, hlm.57

10 10 Sesuatu yang membatasi pengetian pengetahuan teknis tersebut adalah bahwa pengetahuan tersebut tidak dapat atau tidak akan dipatenkan 5. Dengan pengidentifikasian secara umum dapat digolongkan informasiinformasi yang tergolong rahasia dagang yang dimiliki perusahaan. Sebab informasi tersebut dapat digolongkan menjadi rahasia dagang karena bernilai ekonomi/komersial dan punya keunggulan komparatif. Macamnya yaitu: 1. Teknologi organisasi a. Produk-produk perawatan kecantikan, seperti krim untuk badan, lipstik, parfum, kain muka, shampo, dan kondisioner. b. Produk-produk rumah tangga seperti sabun, pengharum, dan cairan pengkilat perabotan. c. Resep-resep untuk produk makanan seperti minuman ringan, saos-saos dan bumbu. 2. Teknologi modern/canggih a. Sirkuit terpadu elektronik dalam bentuk kepingan/plat (chips). b. Teknis-teknis pelaksanaan produksi dalam pabrik. c. Proses photography. d. Program (software) komputer. e. Data pengujian produk farmasi. 3. Metode dagang atau bisnis a. Data tentang kalkulasi biaya produksi dan harga. 5 Roger Emei Ners, dalam makalah Ambar Setyawicaksana, Rahasia Dagang dan Upaya Perlindungannya. Forum Hukum No.6/V/2000, Universitas Janabadra Yogyakarta tahun 2000, hlm. 95

11 11 b. Meteri promosi yang belum dipublikasikan. c. Teknik-teknik marketing dan data demografik (kependudukan). d. Proses produksi dan penyiapan untuk dansa ballroom. 4. Daftar pelanggan a. Informasi rute perjalanan dan daerah pemasaran salesman. b. Data order melalui surat-menyurat (mail order). c. Sifat-sifat dan uraian demografis tentang pelanggan. 5. Pengetahuan bisnis a. Waktu dan jadwal untuk pemasukan suku cadang. b. Adanya alternatif pemasok suku cadang. c. Nama-nama pengambil keputusan dalam perusahaan langganannya. 6. Permintaan paten yang belum diumumkan 6. Keberadaan perlindungan rahasia dagang didasarkan atas beberapa teori, yaitu: 1. Teori Hak Milik Teori Hak Milik merupakan salah satu dasar perlindungan rahasia dagang. Rahasia dagang dapat disejajarkan sebagai suatu bentuk hak milik bahkan identik dengan asset atau investasi bagi perorangan atau perusahaan. Kedudukannya sebagai hak milik, rahasia dagang bersifat eksklusif dan dapat dipertahankan terhadap siapapun yang berupaya membujuk atau melakukan penyalahgunaan terhadap rahasia dagang tersebut. Pemilik mempunyai hak yang seluas-luasnya di dalam mempergunakan hak miliknya itu untuk 6 Ambar Setyawicaksana, Rahasia Dagang dan Upaya Perlindungannya. Forum Hukum No.6/V/2000, Universitas Janabadra Yogyakarta tahun 2000, hlm

12 12 kepentingan dirinya maupun perusahaannya. Walaupun demikian sifat eksklusivitasnya atas hak milik untuk benda-benda berwujud tampaknya sudah mengalami pergeseran karena munculnya berbagai norma sosial kemasyarakatan yang membatasi hak milik, HKI pada umumnya, khususnya rahasia dagang pada prinsipnya harus dibatasi apabila bersentuhan dengan kepentingan masyarakat luas. 2. Teori Kontrak Teori kontrak merupakan dasar yang paling sering dikemukakan dalam proses pengadilan mengenai rahasia dagang. Di Indonesia yang mengadopsi sistem hukum Eropa Kontinental, ketentuan tentang prinsip kontrak diatur dalam KUH Perdata dalam pasal 1233 yang berbunyi tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang. Prinsip perlindungan berdasarkan hukum kontrak ini sangat relevan dengan bentuk perlindungan berdasarkan sistem hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan. Hubungan antara pengusaha dan karyawan merupakan masalah penting berkenaan dengan rahasia dagang, dimana keduanya melakukan perbuatanperbuatan dan tindakan yang berkenaan dengan kegiatan menjalankan perusahaan, serta tingkat masuk karyawan dari satu perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain yang tinggi, menyebabkan perlu adanya pengaturan rahasia dagang diintegrasiakan dengan undang-undang ketenagakerjaan. 3. Teori Perbuatan Melawan Hukum Perlindungan atas rahasia dagang juga dapat dilakukan berdasarkan teori perbuatan melawan hukum, ini merupakan salah satu jalan keluar sebagai

13 13 konsekuensi perlindungan atas HKI yang tidak didaftarkan seperti halnya rahasia dagang ini. Prinsip semacam ini banyak diterapkan di berbagai Negara untuk mengatasi kegiatan persaingan curang yang dilakukan oleh kompetitor yang beritikad tidak baik. Prinsip ini di dalam hukum Indonesia diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata. Guna menentukan kualitas suatu informasi, apakah rahasia atau bukan, serta memiliki nilai ekonomi, sehingga perlu dilindungi maka bisa diuji dengan melihat empat kriteria sebagai berikut: 1. Apakah dengan terbukanya informasi itu mengakibatkan pemiliknya memperoleh kerugian. 2. Pemilik informasi itu yakin bahwa informasi itu mempunyai nilai yang perlu dirahasiakan dan tidak semua orang memilikinya. 3. Pemilik informasi tersebut mempunyai alasan tertentu atas kerugiannya maupun keyakinan kerahasiaan informasi tersebut. 4. Informasi rahasia tersebut mempunyai kekususan, dan bermula secara kusus dari dalam praktek perdagangan dan perindustrian 7. Pengertian tentang arti dan ruang lingkup berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang dapat kita temukan dalam Pasal 1 dan Pasal 2, sedangkan pengertian hak Rahasia Dagang dapat kita temui pada tiga pasal Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yaitu ketentuan Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 7. Ketiga pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa pemilik 7 Muhammad Djumhana dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm.175

14 14 rahasia dagang (dalam Pasal 4) dan pemegang rahasia dagang (alam Pasal 6 dan Pasal 7) berhak untuk: 1. Menggunakan sendiri rahasia dagang miliknya. 2. Memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang tersebut. Kusus untuk ketentuan Pasal 4, yang berlaku bagi pemilik rahasia dagang, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2000 memberikan hak kepada pemilik rahasia dagang untuk melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang komersial. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemilik rahasia dagang adalah penemu atau originator dari informasi-informasi yang dirahasiakan tersebut, yang disebut rahasia dagang. Sedangkan pemegang rahasia dagang adalah pemilik rahasia dagang dan pihak yang memperoleh hak lebih lanjut dari pemilik rahasia dagang yang terjadi akibat berlakunya ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang 8. Jangka waktu perlindungan rahasia dagang berbeda dengan bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual yang lain, seperti Paten (masa perlindungannya selama dua puluh tahun sejak tanggal permohonan) dan Hak Desain Industi (jangka waktunya adalah sepuluh tahun sejak tanggal permohonan) yang jangka waktu perlindungannya telah ditentukan, dan akan menjadi milik publik jika jangka waktu perlindungannya telah habis, sedangkan perlindungan hukum rahasia 8 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Rahasia Dagang, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 85.

15 15 dagang tidak ditentukan jangka waktu perlindungannya. Jangka waktu perlindungannya akan abadi apabila pemilik hak rahasia dagang tersebut tetap dapat mempertahankan kerahasiaannya dan rahasia dagang tersebut tetap bernilai ekonomi. Pengalihan rahasia dagang baru memiliki kekuatan hukum atau daya ikat bagi pihak ketiga selama dan setelah pengalihan tersebut dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual dan diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang. Gugatan atas rahasia dagang diajukan terhadap pihak lain yang tanpa hak mengedarkan, mengungkapkan dan melakukan kegiatan yang bertujuan komersial dengan mempergunakan dan memanfaatkan rahasia dagang milik pemegang ataupun pemilik rahasia dagang sehingga berpengaruh terhadap hasil-hasil yang menguntungkan yang diperoleh dari pemanfaatan rahasia dagang yang dimilikinya. Apabila terjadi suatu sengketa yang berkaitan dengan rahasia dagang maka dalam Undang-Undang Rahasia Dagang terdapat tiga cara penyelesaian sengketa rahasia dagang, yaitu: 1. Secara perdata dengan mengajukan kompensasi, penghentian penggunaan atau ganti rugi atas pelanggaran rahasia dagang, termasuk pula tuntutan ganti rugi akibat terjadi wanprestasi dalam perjanjian lisensi tersebut. Menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang, pemegang hak rahasia dagang atau pihak yang menerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan dalam Pasal 1, yaitu

16 16 menggunakan sendiri rahasia dagang dapat dilakukan gugatan ganti rugi di samping perintah menghentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, yaitu menggunakan sendiri rahasia dagang atau memberi lisensi kepada pihak ketiga atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang. Selain itu dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Rahasia Dagang disebutkan bahwa gugatan yang dimaksudkan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang diajukan ke Pengadilan Negeri. 2. Melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa dalam melaksanakan perjanjian yang berkaitan dengan rahasia dagang. Menurut Pasal 12 Undang-Undang Rahasia Dagang bahwa disamping gugatan biasa melalui Pengadilan Negeri dapat juga dijalankan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, seperti mediasi, konsiliasi, dan cara-cara lain yang telah disetujui oleh para pihak. 3. Secara pidana dengan melaporkan adanya tindak pidana terhadap pemegang hak atau penerima lisensi hak rahasia dagang. Dari Pasal 17 ayat (1) Undang- Undang Rahasia Dagang dapat diketahui tindak pidana yang berhubungan dengan rahasia dagang, yaitu: a. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain. b. Melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Rahasia Dagang, yaitu dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, dan mengingkari kesepakatan atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Untuk pembuktian mengenai dengan sengaja dapat dilakukan dengan berbagai macam

17 17 cara, dengan mempertimbangkan akan perjanjian atau kesepakatan antara para pihak, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, kesusilaan, kebiasaan, maupun kepatutan yang berlaku dan ada dalam masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu. c. Melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Rahasia Dagang, yang berbunyi: Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berbeda dengan rumusan Pasal 13 Undang-Undang Rahasia Dagang yang secara tegas menyatakan dengan sengaja, rumusan Pasal 14 Undang-Undang Rahasia Dagang tidak merumuskan perkataan dengan sengaja. Meskipun jika kita perhatikan kata dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku memerlukan suatu proses pembuktian yang tidak sederhana, namun esensi pembuktian hanya dibatasi pada ada tidaknya unsur bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak untuk hal-hal lainnya. Dari Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Rahasia Dagang, tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Rahasia Dagang adalah delik aduan. Ini berarti proses jalannya satu perkara pidana baru berlangsung jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan 9. 9 Ibid hlm

18 18 E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian a) Langkah menjaga kerahasiaan proses glazur genteng sebagai perlindungan rahasia dagang pada perusahaan SKD Sokka di Kabupaten Kebumen. b) Akibat hukum atas kebocoran informasi glazur genteng terhadap perlindungan rahasia dagang. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang penulis teliti adalah Haji Imam Soekadi pemilik perusahaan Genteng SKD Sokka di Kebumen dan Mr. X sebagai mantan karyawan perusahaan SKD yang telah mendirikan tempat pelayanan jasa glazur genteng sendiri. 3. Sumber Data a) Data Primer yaitu data yang diperoleh dari para pihak yang berhubungan atau terkait dengan masalah rahasia dagang. b) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari: 1). Literatur. 2). Jurnal Hukum. 3). Makalah-makalah. c). Dokumen-dokumen yang terkait dengan objek penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data a) Interview yaitu mengadakan wawancara secara langsung kepada Narasumber atau para pihak yang terkait dengan penelitian ini.

19 19 b) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dari literatur-literatur, makalah-makalah, buku-buku, serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual kususnya rahasia dagang. 5. Metode Pendekatan Menggunakan Metode Pendekatan Yuridis yang berarti menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum dan Undang-Undang yang berlaku. 6. Analisa Data Analisa Data Kualitatif yaitu untuk mengolah dan menganalisa data dari penelitian, literatur atau kepustakaan dalam penyelesaian masalah sekaligus untuk menguji permasalahan di lapangan yang berhubungan dengan penelitian tentang rahasia dagang yang dilakukan oleh penulis. F. Kerangka Skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Kerangka Skripsi. BAB II HUKUM RAHASIA DAGANG Bab ini menguraikan tentang Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Dagang, Rahasia Dagang dalam TRIPs-WTO, Pemilik dan Pemegang Rahasia Dagang, Masa Berlaku Rahasia Dagang, Pengalihan Hak dan Lisensi Rahasia Dagang,

20 20 Pelanggaran dan Ganti Rugi Rahasia Dagang, serta Tuntutan Pidana dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang. BAB III LANGKAH MENJAGA KERAHASIAAN PROSES GLAZUR GENTENG SEBAGAI PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG PADA PERUSAHAAN SKD SOKKA ATAS KEBOCORAN INFORMASI RAHASIA DAGANG GLAZUR GENTENG A. Langkah menjaga kerahasiaan proses glazur genteng sebagai perlindungan rahasia dagang pada perusahaan SKD Sokka di Kabupaten Kebumen. B. Akibat hukum atas kebocoran informasi glazur genteng terhadap perlindungan rahasia dagang BAB IV PENUTUP Menguraikan mengenai Kesimpulan dan Saran. DAFTAR PUSTAKA Berisikan tentang Literatur-literatur yang digunakan menjadi bahan acuan dalam Penulisan Skripsi tersebut. LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat diterapkan diberbagai macam aspek kehidupan. yang didalamnya mencakup persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak

BAB I PENDAHULUAN. dapat diterapkan diberbagai macam aspek kehidupan. yang didalamnya mencakup persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat Negara lainnya harus bertindak dan terikat pada aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK RAHASIA DAGANG 1 Oleh : Ghiand Carllo Legrands 2 ABSTRAK Pada era globalisasi sekarang ini, dunia usaha yang penuh persaingan telah mendorong para pelaku bisnis untuk mengembangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya. Teknologi informasi dan komunikasi mendukung perkembangan macammacam merek yang dikenal oleh masyarakat.

Lebih terperinci

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang 1. Penjelasan Rahasia Dagang Rahasia Dagang (Trade Secret) memegang peranan penting dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual. Rahasia Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini Hak atas Kekayaan Intelektual (yang biasa disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI sendiri cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika jaman perdagangan menjadi semakin luas dan persaingan usaha menjadi semakin kuat, merek mempunyai arti yang sangat penting, baik bagi produsen maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI \ Oleh : 1 Lutfi Tri Ages F. 2 M. Arif Hidayatullah 3 M. Yoga Fernanda 4 Ruswanto PROGRAM D-2 TEKNIK INFORMATIKA AKADEMI KOMUNITAS NEGERI LAMONGAN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK

OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL. Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK OPTIMALISASI PERJANJIAN LISENSI PATEN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL Oleh : Thoyyibah B. ABSTRAK Perjanjian Lisensi Paten merupakan salah satu bentuk alih teknologi yang dapat dilakukan guna

Lebih terperinci

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG Nama Kelompok: 1. Pemi wahyu ningseh 2. Resgianto 3. Siti Soffa Putri Setiowati TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI KABUPATEN LAMONGAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat Negara lainnya harus bertindak dan terikat pada aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RAHASIA DAGANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA DAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh : Anastasia E.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RAHASIA DAGANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA DAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh : Anastasia E. Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat Gerungan A.E : Perlindungan Hukum Terhadap... PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RAHASIA DAGANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA DAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : Anastasia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dunia modern saat ini, hak kekayaan intelektual, atau yang disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pada dunia modern saat ini, hak kekayaan intelektual, atau yang disingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dunia modern saat ini, hak kekayaan intelektual, atau yang disingkat sebagai HKI merupakan hal yang sudah diketahui oleh masyarakat indonesia. Dalam perkembangannya

Lebih terperinci

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI RANDY PRASETYO UTOMO NRP : 2100711 Email :randyprasety0@yahoo.com Abstract - Industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang dengan pesat. HKI dari masyarakat tradisional, termasuk ekspresinya, cenderung dijadikan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan bagi kekayaan intelektual merupakan langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu implementasi era pasar

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN MEREK TERKENAL ASING

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN MEREK TERKENAL ASING BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN MEREK TERKENAL ASING Oleh: Gracia Margaretha Simanjuntak Suatra Putrawan Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper in motivated

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL

PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL BAB 2 PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL ANDRI HELMI M, SE., MM. Ilustrasi Dimensi Lingkungan Eksternal Elemen lingkungan politik yang relevan adalah peranan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Undang-undang No. 20 Tahun 2016, Undang-undang No. 19 Tahun 2016

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERKENAL (WELL-KNOWN MARK) BERKAITAN DENGAN PELANGGARAN MEREK

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERKENAL (WELL-KNOWN MARK) BERKAITAN DENGAN PELANGGARAN MEREK PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERKENAL (WELL-KNOWN MARK) BERKAITAN DENGAN PELANGGARAN MEREK Oleh: Kadek Agus Bram Rendrajaya Ida Bagus Raidjaya Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH A. Persamaan Perlindungan Hukum Konsumen Dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat Serta Prosedur Pendaftaran dan Pembatalan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 1. Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, di mana persaingan bisnis berlangsung sengit, para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus berupaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual. yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual. yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merk merupakan bagian dari Hak Milik Intelektual yang dalam dunia perdagangan di negara berkembang, seperti negara Indonesia, permasalahan yang terkait dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 2 tahun ~ paling lama Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat ini di satu sisi membawa dampak positif, tetapi disisi lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini tidak dapat dipungkiri kebutuhan manusia akan teknologi dalam menunjang berbagai kemudahan aktivitas kehidupannya. Melalui perkembangan teknologi yang

Lebih terperinci

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Atas Kekayaan Intelektual Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Kekayaan Intelektual Hasil pemikiran, kreasi dan desain seseorang yang oleh hukum diakui dan diberikan hak

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

Dr. Tb. Maulana Kusuma Web: Gunadarma University

Dr. Tb. Maulana Kusuma   Web:  Gunadarma University Dr. Tb. Maulana Kusuma Email: mkusuma@staff.gunadarma.ac.id Web: http://mkusuma.staff.gunadarma.ac.id Gunadarma University Ruang Lingkup HKI Hak atas Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai suatu perlindungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil data di lapangan yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil data di lapangan yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil data di lapangan yang dilakukan oleh Penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat kesadaran pelaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

Buku Panduan Permohonan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bagi Sivitas Akademika IPB

Buku Panduan Permohonan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bagi Sivitas Akademika IPB Buku Panduan Permohonan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bagi Sivitas Akademika IPB Kantor Hak Kekayaan Intelektual Institut Pertanian Bogor (Kantor HKI-IPB) Gedung Rektorat IPB Lantai 5 Kampus IPB Darmaga,

Lebih terperinci

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*).

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*). KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*). Abstrak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah materi baru dalam bidang Hak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI

AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI Oleh : Indriana Nodwita Sari I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects

Lebih terperinci

Mata Kuliah: Legal Aspek dalam produk TIK Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, S.Kom, MM

Mata Kuliah: Legal Aspek dalam produk TIK Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, S.Kom, MM DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DAN RAHASIA DAGANG Pokok Bahasan: pengertian desain tata letak sirkuit terpadu, objek dan subjek desain tata letak sirkuit terpadu, perolehan hak desain tata letak sirkuit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

KEGIATAN USAHA FOTOKOPI DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA

KEGIATAN USAHA FOTOKOPI DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA KEGIATAN USAHA FOTOKOPI DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA Oleh : Finna Wulandari I Made Udiana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper titled The Business

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong ! 1 BAB I PENDAHULUAN A.! Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA Oleh A.A.Bintang Evitayuni Purnama Putri Edward Thomas Lamury Hadjon Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING Dhevy Nayasari Sastradinata *) *) Dosen Fakultas hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Iklim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 45 BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia Permasalahan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN RAHASIA DAGANG DENGAN PERJANJIAN KERJA. pengertian rahasia dagang dalam pengertian luas terdapat dalam Uniform Secret

BAB II HUBUNGAN RAHASIA DAGANG DENGAN PERJANJIAN KERJA. pengertian rahasia dagang dalam pengertian luas terdapat dalam Uniform Secret 24 BAB II HUBUNGAN RAHASIA DAGANG DENGAN PERJANJIAN KERJA A. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Dagang 1. Pengertian Rahasia Dagang Istilah rahasia dagang berbeda-beda di beberapa negara. Di Amerika Serikat

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak

BAB I PENDAHULUAN. karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI), industri memiliki karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak atas industri diberikan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam No. 301, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Perjanjian. Lisensi Kekayaan Intelektual. Permohonan. Pencatatan. Syarat dan Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, BAB I PENDAHULUAN Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, sehingga dunia usaha dituntut untuk berkembang semakin pesat. Hal ini dimulai dengan perdagangan bebas Asean (AFTA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS Dr. Abdul Atsar, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Lebih terperinci