ANATOMI PERINEUM DAN ANOREKTUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANATOMI PERINEUM DAN ANOREKTUM"

Transkripsi

1 ANATOMI PERINEUM DAN ANOREKTUM Dr. Budi Iman Santoso, SpOG Divi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

2 Anatomi Perineum Menurut para ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet di ujung diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di bagian depan ligament sacro tuberous di belakang. Pelvic outletnya di bagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.

3 Segitiga Urogenital 1 Otot-otot di wilayah ini dikategorikan de dalam kelompok superficial (dangkal) dan dalam bergantung pada membrane perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melingtang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang dangkal. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian belakang, sebagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superficial transverse perineal (otot melintang contralateral di permukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter).

4 Segitiga Urogenital 2 Kelenjar Bartholin merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian ductnya membuka introitus jus di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora. Pada wanita, otot perineal dalam melintang antara bagian depan dan belakang fascia membrane perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan; karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Di bagian yang sama terletak juga otot cincin external uretra.

5 Segitiga Anal Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.

6 Badan Perineal Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva dan anus. Dalam badan perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar. Di atas bagian ini terdapat otot dubur membujurdan serat tengah otot puborectalis. Karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani bergantung pada keseluruan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus.

7 Anatomi Anorektum Anorektum merupakan bagian paling jauh dari traktus gastrointesninalis dan terdiri dari dua bagian : kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak di bawah persambungan anorectal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneous/bawah kulit), superficial (permukaan) dan bagian dalam dan tidak bias dipisahkan dari bagian permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebal otot halus rektum yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot penyambung yang membujur yang merupakan kelanjutan dari otot halus membujur rektum.

8 FISIOLOGI ANOREKTAL Definisi Studi respon reflex atau respon terpelajari pada bagian panggul dan otot cincin anus dalam hubungannya dengan rangsangan kolon (usus besar) dan rektum menghasilkan pembatasan (makan) dan pengeluaran feses. Luka abnormal luka regangan pada N. Pudendus

9 ii) Manometri anus Mengukur lama tekanan, dan tekanan anus saat istirahat dan kontraksi IAS memberikan tekanan sampai 70% saat istirahat. EAS memberikan tekanan sampai 30% saat istirahat dan sebagian besar tekanan saat kontraksi tetapi harus relaksasi selama regangan

10 iii) Recto-anal inhibitory reflex (RAIR) Menggunakan balon yang dihubungkan dengan syringe IAS secara normal relaksasi dengan tegangan rektum Tidak terdapat pada penyakit Hirschsprung

11 iv) Pudendal nerve terminal motor latency ( PNTML) Mengukur hantaran serat nervus pudendus Abnormalitas tidal selalu sama pada neuropati Dalam beberapa penelitian peningkatan PNTML berhubungan dengan keluaran yang suboptimal setelah repair sekunder sfingter ani

12 v) Studi EMG Merekam kerja kontraksi serat otot secara umum Perubahan dapat terjadi jika terdapat penyakit pada serat otot atau perubahan [ada inervasi Tidak dapat mengukur denervasi secara langsung dan oleh karena itu re inervasi diukur

13 vi) Elektrosensitivitas mukosa Mengunakan plat elektroda yang diletakan di folleys catheter Reflek sensitivitas anus yang terlambat merusak serat-serat kecil nervus pudendus Gangguan reflek autonomic sensititas yang terlambat ( parasimpatetik)

14 vii) Endosonografi anus Membutuhkan gambaran interpretasi yang dinamik Saat ini merupakan baku emas dalam mendiagnosis defek sfingter ani Defek histopatologi membuktikan adanya fibrosis

15 Kesimpulan Respon fisiologi anorektal adalah komplek Tidak ada satu tes tunggal untuk menegakan diagnosis definitif Berbagai tes sangat dibutuhkan dan saling mendukung Endosonografi anus dan manometri merupakan tes yang esensial.

16 Latar belakang masalah

17 Ruptur sfingter ani obstetri akut 1 Robekan m. sfingter ani saat persalinan diketahui merupakan penyebab mayor inkontinensia fekal dalam perkembangannya. Walaupun demikian repair sfingter primer secara konvensional pada kerusakan obstetri akut inkontinensia dilaporkan 20 sampai 59% wanita (Sultan 2002). Sehingga Kamm (1994) menyatakan repair robekan perineum derajat tiga yang inadekuat adalah normal dan bukan merupakan suatu malpraktek. Alasan dari keluaran yang kurang ini dapat disebabkam operator yang kurang berpengalaman atau teknik yang jelek.

18 Ruptur sfingter ani obstetri akut 2 Sultan dkk (1995) mewawancarai 75 dokter yang melakukan praktik obstetri minimal 6 bulan dan mencatat bahwa sangat sdikitnya pengetahuan tentang anatomi perineum dan sfingter ani.lebih jauh lagi hanya 6% yang mendapat pelatihan yang adekuat saat pertama kali memperbaiki sfingter.. Lebih baru lagi, Dalam banyak studi yang melibatkan konsultan obsteri di Inggris, hanya sepertiganya yang merasa mendapat pelatihan yang baik dalam repair sfingter ani. ( Fernando dkk 2002).Pelatihan yang inadekuat dapat disebabkan kurangnya kejadian robekan m sfingter ani. Di Inggris (dimana episiotomi mediolateral dilakukan ) insiden robekan m. sfingter 1% dibandingkan 11% di Amerika dimana episiotomi mediana lebih sering dilakukan (Sultan 1997).

19 Ruptur sfingter ani obstetri akut 3 Teknik repair primer sfingter ani secara konvensional yang dilakukan oleh ahli obstetri adalah dengan pendekatan end to end pinggir luka sfingter dengan jahitan satu-satu atau jahitan angka 8. Ahli bedah kolorektal melakukan repair sekunder sfingter ani pada inkontinensia fekal, lebih sering dengan teknik overlapdengan tindak lanjut perbaikan pada 76% pasien (Jorge dan Wexnr 1993). Oleh karena hasil yang tidak memuaskan dengan teknik end to end, Sultan dkk(1999) mencoba melakukan teknik overlap dalam repair primer 27 wanita dan juga pada robekan sfingter interna. Mereka menemukan bahwa pada teknik ini kejadian inkontinensia berkurang dari 41% menjadi 8% dan defek m. sfingter ani persisten berkurang dari 85% menjadi 15% jika dibandingkan dengan teknik end to end pada studi lain( Sultan dkk 1994). Walaupun ini bukan merupakan suatu RCT hasil yang baik dapat mempengaruhi operator.. Walau demikian studi menunjukan bahwa teknik overlap memungkin menjadi prosedur primer dalam situasi akut dan juga menentang pernyataan Kamm.Fizpatrick dkk( 2000) melakukan RCT antara teknik overlap dengan end to end pada 112 primpara dam melaporkan tidak ada perbedaan dalam keluaran, walau terdapat kecenderungan teknik overlap lebih baik ( inkontenensia anus 58% vs 49%, fekal soiling 9% vs 4%, urgensi 30% vs 20%, defek EAS yang besar 11% vs 5%, aparania 11% vs 25%).

20 Ruptur sfingter ani obstetri akut 4 Terdapat beberapa perbedaan metode antara deskripsi oleh Sultan yang mendeskripsikan dengan tidak menidentifikasi sfingter ani secara terpisah, penggunaan laxative (codeine phosphate) yang diberikan tiga hari setelah perinerafi dan penggunaan benang Maxon 2.0. Fernando dkk 2004, melakukan penelitian secara random pada 64 pasien dan di follow up selama 12 bulan didapat 24 % dari end-to-end group mengeluh faecal incontinensia dibandingkan dengan overlap group tidak didapat keluhan. (P= 0,01). Hal ini digambarkan dari kuesioner yang dikirimkan ke konsultan obstetri dan traini dimana separuhnya menggunakan teknik overlap dan sebagian besar bedah kolorektal mengunakan teknik ini ( Fernando dkk2002). Tujuan kursus ini adalah mendemonstasi dan mengajarkan anatomi dan teknik repair sfingter keduanya.

21 Kejadian trauma sfingter ani 1 Hinggga digunakannya ultrasonogarfi anus, perkembangan inkontinensia ani dihubungkan dengan neuropati pelvis. Walaupun studi prospektif sebelum dan sesudah bayi lahir menunjukan hingga sepertiga wanita tidak mengetahui kerusakan sfingter saat persalinan. (Donellly dkk 1998), Sultan dkk 1993). Walau hanya sepertiga wanita yang memiliki defek yang simptomatik dalam waktu singkat, hal ini menunjukan bahwa wanita ini akan meiliki risiko yang tingggi untuk terjadinya inkontinensia di kemudian hari.

22 Kejadian trauma sfingter ani 2 Yang lebih penting lagi defek ini terjadi tanpa disadari atau terlewatkan karena dokter atau bidan tidak mendapat pelatihan untuk memdeteksi kerusakan sfingter.bahwa hanya 16% dokter dan 39% bidan yang merasa mendapat pelatihan yang adekuat untuk mengidentifikasi robekan sfingter (Sultan 1995). Dengan kata lain mungkin saja robekan diketahui namun diklasifikasi dalam robekan derajat dua.. Dalam kuesioner yang dikirimkan ke konsultan di inggris (Fernando dkkk 2002) dan traini (Sultan dkk 1995) menunjukan 40% masih mengklasisifikasikan robekan parsial atau komplit sfingter ani ke derajat dua. Alasan kejadian ini adalah pengajaran sebelumnyua (Sultan & Thakar 2002), dan oeh karena itu demi klarifikasi dan konsistensi Sultan (1999) mengajukan klasifikasi yang komprehensif ( saat ini telah diterima RCOG dan WHO ) :

23 Kejadian trauma sfingter ani 3 Derajat satu : robekan hanya mengenai epitel vagina dan kulit Derajat dua : robekan sampai otot perineum tapi tidak sfingter ani Derajat tiga : robekan sampai sfingter ani : 3a. < 50 % ketebalan sfingter ani 3b. > 50 % ketebalan sfingter ani 3c. hingga sfingter interna Derajat empat: robekan hingga epitel anus Robekan mukosa rektum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.

24 EPISIOTOMI 1 Episiotomi merupakan tindakan yang paling sering dilakukan di bidang obstetri (setelah pemotongan tali pusat) dan masih belum banyak bukti yang menunjukkan kegunaannya bila dilakukan secara rutin. (Woolley, 1995). Saat ini terdapat bukti yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut berhubungan dengan peningkatan risiko trauma pada kompartemen posterior termasuk ruptur sfingter ani. Namun pencegahan ruptur sfingter ani merupakan alasan yang sering digunakan untuk melakukan episiotomi. Terdapat data observasi yang menunjukkan bahwa mengurangi tindakan episiotomi tidak berhubungan dengan peningkatan angka ruptur sfingter ani (Woolley, 1995).

25 EPISIOTOMI 2 Namun terdapat dua keadaan dimana umumnya dokter dan bidan melakukan episiotomi. Pertama, untuk mempercepat proses persalinan, seperti gawat janin dan distosia bahu; kedua, untuk meminimalkan robekan multipel yang dapat timbul saat crowning kepala pada perineum yang tebal dan kaku. Dokter pada umumnya melakukan episiotomi saat persalinan dengan forcep walau beberapa mempertanyakan manfaatnya. Indikasi lain yang umum termasuk malpresentasi seperti presentasi bokong, presentasi ganda dan malposisi seperti oksiput posterior persisten.

26 EPISIOTOMI 3 Keputusan untuk melakukan tindakan episiotomi ini sangat bergantung pada tenaga penolong persalinan. Henrikssen et al (1992, 1994) melakukan penelitian pada bidan yang sebelumnya memiliki angka episiotomi yang tinggi dan kemudian menguranginya, prevalensi RSA juga berkurang. Namun hal ini tidak berlaku pada bidan yang telah memiliki angka episiotomi yang rendah dan kemudian menguranginya lagi. Berdasarkan bukti ini, angka ideal untuk tindakan episiotomi adalah antara 20 30%. Hanya masalah waktu yang menentukan sebelum seluruh dokter dan bidan yang melakukan episiotomi membutuhkan persetujuan tertulis dan alasan yang jelas.

27 PERSALINAN DENGAN INSTRUMEN 1 Persalinan dengan instrumen berhubungan dengan risiko yang lebih besar untuk terjadinya trauma perineum. Walau hanya 4% wanita yang melahirkan dengan forcep mengalami robekan derajat 3 / 4, sampai 50% yang mengalami robekan ini melakukan persalinan dengan instrumen (Sultan et al 1994a). MacArthur et al (1997) menunjukkan bahwa persalinan dengan instrumen merupakan satu-satunya faktor risiko independen dalam timbulnya inkontinensia fekal. Mereka melaporkan 33% wanita yang baru mengalami inkontinensia fekal memiliki riwayat persalinan dengan instrumen dibanding 14% yang tidak memiliki riwayat ini. Ekstraksi vakum berhubungan dengan angka robekan derajat 3 / 4 yang lebih rendah dibanding forceps dan pandangan ini didukung oleh 2 penelitian besar yang dilakukan acak. Penelitian pertama dilakukan di Inggris (Johansen et al, 1993) dengan melakukan episiotomi mediolateral dan dilaporkan bahwa laserasi vagina yang parah didapatkan sebanyak 17% untuk forceps dibanding 11% untuk vakum. Penelitian kedua dilakukan di Kanada (Bofill et al 1996) dengan melakukan episiotomi mediana dan dilaporkan robekan derajat 3 / 4 pada 29% yang dengan forceps dibanding 12% pada vakum.

28 PERSALINAN DENGAN INSTRUMEN 2 Tidak terdapat perbedaan bermakna pada morbiditas neonatal jangka pendek antara penggunaan keduanya walau terdapat lebih banyak laserasi fasial pada grup forceps dan lebih banyak perdarahan retina dan sefalhematoma pada grup vakum. Namun jumlah yang memerlukan fototerapi tidak berbeda untuk keduanya. Trauma yang tidak terlihat juga ditemukan lebih sering pada persalinan dengan forceps sampai dengan 80% (Sultan et al 1993). Hal ini sesuai dengan penelitian acak kecil yang menunjukkan bahwa defek sfingter ani tersembunyi pada 79% untuk forceps dibanding 40% pada vakum (Sultan et al 1998). Pada salah satu pusat dari beberapa penelitian acak yang dilakukan sebelumnya untuk persalinan forceps dan vakum dengan melakukan follow up selama 5 tahun pada anak menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perkembangan neurologis dan ketepatan visual anak antara persalinan dengan kedua alat tersebut (Johanson et al 1999). Hal ini meringankan bagi ibu dan dokter yang mungkin merasa khawatir akan gejala sisa neurologis jangka panjang akan adanya sefalhematoma setelah persalinan dengan vakum. MAYDAY HEALTHCARE NHS TRUST PETUNJUK KAMAR BERSALIN

29 PENATALAKSANAAN ROBEKAN PERINEUM GRADE 3 ATAU 4

30 Pasca prosedur 1. Ketidaknyamanan perineum yang berat terutama setelah persalinan instrumenal adalah penyebab yang diketahui sebagai penyebab retensio urin dan setelah anestesi regional dapat sampai 12 jam sebelum sensasi vesika kembali. Oleh karenanya kateter folley seharusnya digunakan sekurangnya 24 jam. 1. Antibiotic intravena (Cefuroxime 1,5 g dan Metronidazol 500 mg) harus diberikan intraoperatif dan diteruskan secara oeral selama 1 minggu. 1. Semua wanita harus diberikan pelunak feses (laktulose 15 cc bd) dan agen penggumpal (Fybogel 1 sachet bd) selama 2 minggu, karena mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat merusak jahitan. Hal ini perlu dijelaskan kepada pasien dan ia tidak boleh dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali normal. Karena kerusakan sfingter ani dapat mempunyai konsekuensi litigasi (tuntutan), pencatatan medik yang hati-hati dan lengkap adalah sangat penting. Diagram yang menunjukkan sejauh mana cidera dan teknik penjahitan akan membantu menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan secara cermat telah dilakukan. Kamera instant tersedia di kamar bersalin untuk pengambilan gambar. 1. Para wanita harus diberikan penjelasan yang mendetail tentang trauma tersebut dan diberitahukan bahwa bila ada masalah seperti infeksi atau control BAB yang sulit, mereka sesegera mungkin menemui bidan atau dokter umum yang kemudian dapat merujuk ke rumah sakit bila diperlukan.

31 Penatalaksanaan persalinan pada riwayat robekan derajat 3 atau 4 Telah disetujui oleh semua konsultan bahwa pada semua wanita yang mempunyai riwayat robekan derajat 3 atau 4 harus dirujuk ke klinik perineum untuk follow up dan penatalksanaan pada persalinan berikutnya. Seluruh wanita tersebut akan dilakukan USG anus dan manometri di klinik perineum Secara umum, wanita yang kontinen dan tidak terbukti memiliki kerusakan sfingter ani, diperbolehkan partus pervaginam dengan bidan senior atau dokter. Pada wanita dengan inkontinensia fekal ringan dengan bukti kerusakan sfingter ani akan diberikan konseling dan ditawarkan untuk operasi SC. Pada wanita dengan inkontinensia fekal yang bermakna perlu diberikan konseling mengenai risiko persalinan normal (Risiko 5% robekan berulang) setelah penjahitan sfingter ani sekunder Tidak ada bukti literatur yang menunjukkan bahwa episiotomi profilaksis akan mencegah kejadian ruptur sfingter ani berulang dan oleh karenanya episiotomi hanya dilakukan bila ada faktor predisposisi seperti bayi besar, posisi oksiput posterior, distosisa bahu, tali fibrosis atau perineum yang tidak elastis.

32 Klasifikasi luka perineum: Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 : laserasi pada epitel vagina atau pada kulit perineum. : termasuk yang terkena epitel vagina kulit perineum, otot, dan fasia, tetapi tidak mengenai sfingter ani. : kerusakan pada epitel vagina, kulit perineum, perinel body, dan otot sfingter ani, lebih lanjut dibagi dalam tiga bagian : 3a: luka perieum mengenai m. sfingter ani eksternal sampai dengan ketebalan < 50 % 3b. luka perieum mengenai m. sfingter ani eksternal sampai dengan seluruh ketebalan 3c: luka perieum mengenai m. sfingter ani internal tingkat 4 : luka tingkat tiga dengan kerusakan epitel anal note : luka pada mukiosa rektum tanpoa diikuti kerusakan pada sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.

33 Peran Bidan Semua tindakan dilakukan di kamar operasi Harus mendapat persetujuan tindakan Diperlukan anastesi spinal dan epidural yang efektif Perlu dukungan emosional untuk ibu selama tindakan dan perwatan, sumai dapat memilih mendampingi atau tidak. Yakinkan analgesia diberikan adekuat Tindakan harus tercatat dalam bukub register kamar operasi dan buku luka perineum.

34 Prinsip tindakan Tindakan harus dilakukan oleh orang sudah berpengalaman dan terdaftar, jika ragu dapat konsultasi ke konsultan, dengan melakukan jahitan situasi berupa jahitan satu-satu sampai konsultan datang. Semua tindakan dilakukan dikamar operasi yang memiliki pencahayaan yang baik, peralatan yang lengkap dan kondisi yang asepiik. Gunakan paket perineorafi untuk menunjang tindakan aseptik. Semua tindakan dilakukan dalam anestesi regional dan umum, ini penting untuk repair m. sfingter ani agar otot relaksasi.

35 Prosedur Lakukan pemeriksaan vagina dan rektal pada posisi litotomi, pastikan klasifikasi luka perineum. Luka epitel anus harus dijahit dengan jahitan satu-satu dengan benang vicryl 3.0 dengan ikatan pada lumen anus. Luka sfingter ani diperbaiki secara terpisah dengan cara end-toend aproksimasi dengan jahitan satu-satu denagn benang PDS 3.0, benang ini adalah benang monofilamen untuk mengurangi terjadinya infeksi dibanding benang polifilamen. Jika m. sfingter ani < 50% jahitan end to end dilakukan dengan jahitan matras, jika komplit lakukan jahitan overlap. Ujung otot harus dapat identifikasi dan dipegang dengan benar.

36 Repair Obstetric anal aphincter injuries ( OASIS) 1. Tindakan repair OASIS harus dilakukan oleh orang sudah berpengalaman dan terdaftar, jika ragu dapat konsultasi ke konsultan, dengan melakukan jahitan situasi berupa jahitan satusatu sampai konsultan datang. 2. Semua tindakan dilakukan dikamar operasi yang memiliki pencahayaan yang baik, peralatan yang lengkap dan kondisi yang asepik.gunakan paket perineorafi untuk menunjang tindakan aseptik. 3. Semua tindakan dilakukan dalam anestesi regional dan umum, ini penting untuk repair m. sfingter ani agar otot relaksasi. 4. Lakukan pemeriksaan vagina dan rektal pada posisi litotomi, pastikan klasifikasi luka perineum.

37 1. Luka epitel anus harus dijahit dengan jahitan satu-satu dengan benang vicryl 3.0 dengan ikatan pada lumen anus. 1. Luka sfingter ani diperbaiki secara terpisah dengan cara end-toend aproksimasi dengan jahitan satu-satu denagn benang PDS 3.0, benang ini adalah benang monofilamen untuk mengurangi terjadinya infeksi dibanding benang polifilamen. 1. Jika m. sfingter ani < 50% jahitan end to end dilakukan dengan jahitan matras, jika komplit lakukan jahitan overlap. 1. Ujung otot harus dapat identifikasi dan dipegang dengan benar

38 1. Ujung robekan pada sfingter ani eksterna diidentifikasi dan dipegang dengan pinset jaringan Allis. Dalam melakukan penumpang tindihan, otot perlu dimobilisasi dengan cara diseksi untuk memisahkan dengan jaringan lemak iskio anal ke lateral dengan menggunakan gunting Mcindoe. Pada waktu melakukan penjahitan teknik overlap, sfingter eksterna harus dipegang menggunakan pinset Allis dan ditarik menyilang untuk ditumpangtindihkan dengan cara double breast. Ujung robekan sfingter eksterna dapat dijahit tumpangtindih dengan benang PDS 3/0 (Ethicon). Teknik tumpang tindih yang benar hanya dapat dilakukan bila panjang penuh dari ujung robekan sfingter ani eksterna telah diidentifikasi. Teknik tumpang tindih akan memberikan area kontak permukaan yang lebih luas di antara otot. Secara kontras teknik jahitan ujung-ujung dapat dilakukan tanpa identifikasi penuh keseluruhan panjang sfingter ani eksterna yang akan memungkinkan terjadinya penyambungan tidak sempurna. Sebagai akibatnya pasien akan kontinen tetapi akan mempunyai risiko untuk terjadinya inkontinensia fekal di belakang hari pada kehidupannya. Panjang anal dilaporkan lebih pendek merupakan predictor terbaik untuk terjadinya inkontinensia fekal setelah pembedahan sfingter sekunder. Tidak seperti pada teknik ujung-ujung, apabila terjadi penarikan pada ujung otot pada teknik tumpangtindih, sangat memungkinkan kontinuitas otot akan bertahan. Bagaimanapun bila ahli bedah tidak biasa dengan teknik tumpang tindih atau bila sfingter ani eksterna hanya robek sebagian (derajat 3b), teknik penjahitan ujung-ujung seharusnya dilakukan. Jahitan sebaiknya dilakukan dengan 2 atau 3 jahitan matras, dan bukan dengan jahitan hemostasis angka 8.

39 1. Setelah penjahitan sfingter, otot perineum harus dijahit untuk membentuk rekonstruksi badan perineum. Perineum yang pendek akan mengakibatkan sfingter ani lebih rentan terhadap trauma pada proses persalinan pervaginam berikutnya. Akhirnya kulit vagina dijahit dengan teknik subkutikular menggunakan Vicryl 3/0. 2. Pemeriksaan vagina dan rektum harus dilakukan untuk mengkonfirmasi penjahitan yang lengkap dan meyakinkan semua tampon dan kasa telah dikeluarkan. 3. Antibiotik spektrum luas seperti Cefuroxim 1,5 g dan Metronidazol 500 mg IV dimulai intraoperatif dan kami lebih memilih meneruskan dengan antibiotik oral selama 5 sampai 7 hari. Walaupun tidak ada data RCT untuk mendasari kebiasaan ini, tetapi infeksi akan mengakibatkan kerusakan hasil dan inkontinensia serta pembentukan fistula. 4. Ketidaknyamanan perineum berat, terutama yang mengikuti persalinan dengan instrumen merupakan penyebab utama retensio urin dan setelah anesthesia regional, sensasi pada vesika baru diharapkan pulih sampai sekitar 12 jam. Kateter folley harus dimasukkan sekitar 24 jam kecuali staf perawat dapat meyakinkan bahwa pasien akan berkemih sekurangnya setiap 3 jam.

40 1. Catatan medik harus tercatat lengkap tentang temuan dan proses penjahitan. Gambar yang representatif akan robekan terbukti merupakan bukti yang berguna saat status diperiksa untuk keperluan komplikasi, audit atau penuntutan. 1. Bolus feses yang keras melalui luka akan menyebabkan risiko kerusakan jahitan dan pelunak feses (lactulose 15 mg bd) dan agen penggumpal seperti Fybogel (Ispahula Husk) 1 sachet bd, diberikan sekurangnya 10 sampai 14 hai post operatif. Pengeluaran isi usus juga dilakukan oleh beberapa klinisi yang merasa khawatir akan pembentukan feses akan merusak jahitan epital anal dan otot sfingter yang masih beru. Walaupun demikian sebuah uji prospektif dan acak, ahli bedah yang tertutup (n=54) menunjukkan hasil akhir operasi anorektal rekonstruksi tidak dipengaruhi oleh pengabaian proses pengeluaran isi usus dan diasosiasikan dengan episode impaksi feses yang lebih sedikit. 1. Sangatlah penting bagi wanita untuk mengerti implikasi meneruskan OASIS dan harus diberitahu bagaimana mencari pertolongan apabila terdapat gejala infeksi atau inkontinensia. 1. Idealnya para wanita tersebut dilakukan follow up di klinik khusus perineum oleh tim yang mempunyai minat pada OASIS. Semua wanita harus diberikan nasihat tentang latihan dasar panggul dan pada wanita tertentu dengan kontraksi sfingter ani yang minimal, mungkin akan diperlukan stimulasi elektrik.

41 Pada wanita yang menderita cedera sfingter anal, diperlukan suatu konseling yang baik mengenai tatalaksana pada kehamilan berikutnya. Diketahui bahwa angka risiko cedera sfingter ani berulang pada pusatpusat yang mempunyai praktek standar episiotomi mediolateral, adalah 4,4 % (Harkin et al 2003). Oleh karena itu pada wanita asimptomatik yang tidak mempunyai tanda fungsi sfingter ani yang berkurang (idealnya dikonfirmasi dengan USG dan manonetri anus) seharusnya dianjurkan untuk rencana partus pervaginam pada kehamilan berikutnya. Karena seksio sesarea diasosiasikan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dianjurkan operasi ini hanya dilakukan pada wanita yang simptomatik dan pada mereka yang telah menjalani operasi sfingter ani sekunder untuk inkontinensia fekal.

42 MAYDAY PERINEAL REPAIR PACK Instrumen Retractor Weislander s Forceps gigi (fine & strong) Needle holder (small and large) Forceps Allis (4) Forceps arteri (6) Gunting McIndoe Gunting pemotong jahitan Spekulum Sims Retraktor dinding samping dalam vagina Forceps pemegang kasa Tampon Kapas besar Diatermi

43 Benang jahit Anal epithelium Ethicon Vicryl 3-0, 26 mm round bodies needle W9120 Internal Anal Sfingter Ethicon PDS 3-0, 26 mm round bodies needle W9124T External Anal Sfingter Ethicon PDS 3-0, 26 mm round bodies needle W9124T Perineal Muscles Ethicon Vicryl rapide 2-0, 35 mm tappercut needle W9124 Perineal skin Ethicon Vicryl rapide 2-0, 35 mm tappercut needle W9124 (dapat digunakan untuk subkutikuler atau jahitan interrupted).

44 PENCEGAHAN TRAUMA PERINEUM Trauma perineum pada proses persalinan sering terjadi dan dapat mempunyai konsekuensi berat. Sayangnya banyak wanita yang menderita tapi berdiam saja, sehingga dalam pencatatan tidak terlaporkan semua. Trauma perineum dapat diasosiasikan dengan angka morbiditas jangka pendek dan lama. Komplikasi lain yang terkait termasuk infeksi perineum, fistula dan endometriosis di luka perineum. Aktivitas maternal dan proses menyusui dapat terpengaruh oleh hal ini. Oleh karenanya pencegahan, walaupun hanya sebagian, akan memberikan keuntungan bagi banyak wanita. Hal ini juga akan mempengaruhi penghematan biaya, dengan mempengaruhi jumlah obat, benang dan penatalaksanaan yang lebih sedikit dan juga waktu yang diberikan oleh penyedia jasa kesehatan dalam membantu para ibu dalam menghadapi kendala pada masalah trauma ini.

45 Walaupun pencegahan trauma perineum diketahui sangat penting tetapi bagaimana melakukannya masih belum terlalu jelas. Beberapa faktor risiko antenatal seperti status nutrisi, indeks berat tubuh, etnis dan berat lahir tidak dapat diubah pada saat persalinan, tetapi hal tersebut diketahui modifikasi terhadap penatalaksanaan perlu diterapkan. Usaha-usaha antenatal untuk mengubah letak sungsang ke presentasi kepala dan oksipito posterior ke oksipito anterior dapat secara tidak langsung menurunkan angka trauma perineum. Sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat dikontral pada saat persalinan adalah episiotomi, robekan perineum sebelumnya, persalinan instrumenal, posisi maternal, cara persalinan, dan gaya saat meneran. Rekomendasi untuk pencegahan trauma perineum

46 STRATEGI PENCEGAHAN PRIMER Seksio Sesarea Elektif STRATEGI PENCEGAHAN SEKUNDER

47 Modifikasi faktor risiko obstetri Persalinan spontan daripada persalinan dengan instrumen Ekstraksi vakum daripada ekstraksi forcep Episiotomi mediolateral daripaa episiotomi mediana Mengurangi tindakan episiotomi Posisi persalinan Teknik persalinan Malposisi Anestesi epidural Cara mengedan Partus kala II memanjang Identifikasi dan reparasi luka obstetri pada sfingter ani

48 Metode lainnya Masase perineum Persalinan di air Persalinan di rumah STRATEGI PENCEGAHAN TERSIER Cara persalinan pada kehamilan berikutnya : Seksio sesarea pada wanita dengan riwayat perineorafi Seksio sesarea pada wanita dengan defek pada sfingter ani

49 KLINIK PERINEUM DAN TATALAKSANA KEHAMILAN BERIKUTNYA 1 Sementara banyak kemajuan yang didapat pada penanganan antenatal dan intrapartum, morbiditas maternal postnatal masih tetap banyak diabaikan. Permasalahan yang tidak diduga setelah persalinan dapat membuat seorang wanita merasa terganggu dan tidak adekuat. Karena masalah ini bersifat sensitif, idealnya seorang wanita sebaiknya melakukan kontrol ke klinik khusus dibandingkan ke klinik umum lainnya. Selanjutnya lingkungan khusus tersebut akan memfasilitasi pengasuhan anak dan menyusui. Karenanya dibuat sebuah one-stop clinic untuk menangani masalah postpartum yang disebut sebagai klinik perineum.

50 KLINIK PERINEUM DAN TATALAKSANA KEHAMILAN BERIKUTNYA 2 Klinik perineum memiliki staf yang terdiri dari konsulen uroginekologi (terlatih untuk anal manometry dan ultrasonografi), bidan/perawat terlatih dan rekan peneliti dari bidang klinikus. Terdapat kemudahan untuk menghubungi spesialis perawat kontinensia, spesialis perawat kolorektal, ahli bedah kolorektal dan konselor psikoseksual. Klinik ini juga dilengkapi dengan scan endoanal dan fasilitas manometri. Rujukan primer dan sekunder dilakukan langsung oleh bidan, dokter umum dan spesialis obstetri. Rujukan tersier dilakukan oleh dokter spesialis dari bidang lain. Klinik ini terbatas pada masalah yang berkaitan dengan persalinan sampai dengan 16 minggu postpartum dan termasuk di dalamnya dispareuni, nyeri perineum, infeksi, prolaps, inkontinensia urin dan anal, dan luka yang terbuka kembali. Wanita yang mengalami luka obstetric sfingter ani melakukan kontrol dalam waktu tiga bulan postpartum. Selain itu, dilakukan evaluasi dan konseling pada wanita dengan riwayat luka obstetri sfingter ani mengenai cara persalinan.

51 KLINIK PERINEUM DAN TATALAKSANA KEHAMILAN BERIKUTNYA 3 Hanya ada 2 publikasi dari klinik perineum pada literatur di Inggris. Fitzpatrick et al melakukan ulasan wanita dengan masalah postpartum dan inkontinensia anal untuk seluruh pasien (rentang usia tahun). Pretlove et al membatasi klinik perineum mereka untuk wanita dengan luka obstetri sfingter ani primer dan inkontinensia anal yang berhubungan dengan persalinan. Sebaliknya, klinik perineum kami dibuat bagi yang memiliki masalah perineum dan dasar panggul postpartum sampai dengan 16 minggu. Wanita yang memiliki gejala setelah 16 minggu postpartum melakukan kontrol pada klinik dasar panggul kombinasi (uroginekologi dan kolorektal).

52 Follow up dan penanganan kehamilan selanjutnya 1 Semua wanita harus diberitahu akan kemungkinan gejala sisa dari luka pada sfingter ani dan idealnya melakukan kontrol setelah 6 12 minggu postpartum serta melakukan tes fisiologi dan ultrasonografi anus (Sultan dan Thakar 2002). Wanita asimptomatik dengan tekanan pendorongan yang rendah dan defek yang melebihi ¼ kuadran memiliki peningkatan risiko terjadinya inkontinensia anal pada persalinan pervaginam berikutnya (Fynes 1999) dan untuk itu pada konseling sebaiknya disertakan pilihan untuk melakukan seksio sesarea. Bila manometri dan ultrasonografi anal tidak tersedia di daerah setempat maka semua wanita dengan gejala harus dirujuk kepada pusat spesialistik untuk pemeriksaan tersebut. Pada wanita yang asimptomatik dan tanpa gejala klinis adanya defek perineum atau penurunan tonus anal, dibolehkan untuk melakukan persalinan pervaginam yang ditolong oleh dokter atau bidan senior. Tindakan episiotomi profilaksis yang tidak terbukti memberikan manfaat untuk mencegah robekan lain, hanya dilakukan atas indikasi klinis yang jelas seperti perineum yang tebal dan kaku.

53 Follow up dan penanganan kehamilan selanjutnya 2 Wanita simptomatik dengan luka yang parah sebaiknya ditawarkan untuk dilakukan repair sekunder sfingter dan pada kehamilan selanjutnya sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Wanita dengan gejala ringan sebaiknya ditatalaksana dengan mengatur jenis makanan dan menghindari makanan yang memproduksi gas, pengaturan aktivitas usus, bulking agents, zat yang memiliki khasiat konstipasi seperti loperamide dan kodein fosfat, dan biofeedback. Wanita grup ini memiliki risiko yang meningkat pada persalinan pervaginam berikutnya dan sebaiknya ditawarkan untuk dilakukan seksio. Risiko terjadinya robekan derajat 3 yang berulang sebanyak 3 kali rendah, namun tidak terdapat penelitian acak yang telah dilakukan untuk mengevaluasi keuntungan dari tindakan seksio sesarea secara rutin.

54 Morbiditas dan mortalitas maternal lebih tinggi pada persalinan pervaginam walau dibandingkan dengan kehamilan risiko rendah dan seksio sesarea elektif (Sultan & Stanton, 1996). Dengan seksio sesarea terjadi peningkatan risiko adenomiosis, plasenta previa, plasenta akreta dan histerektomi obstetri, trombosis vena dalam dan emboli paru, yang sebaiknya juga dicantumkan dalam melakukan konseling. Saat ini harus terdapat kesadaran untuk membuat persalinan pervaginam lebih aman dengan memusatkan pada tindakan pelatihan dan edukasi, kecenderungan penggunaan vakum, membatasi tindakan episiotomi, perbaikan teknik persalinan pervaginam dan seksio sesarea yang lebih selektif.

55

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rupture Perineum 2.1.1 Pengertian Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

Lebih terperinci

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS MODUL : RUPTUR PERINEUM GRADE III-IV Oleh : Dr.H. Ariadi,SpOG Diterbitkan Oleh: BagianObstetridanGinekologi FakultasKedokteranUniversitasAndalas

Lebih terperinci

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W AMNIOTOMI Diadjeng Setya W Definisi Membuat robekan pada selaput amnion Hal Penting! Dilakukan selang antara kontraksi untuk mencegah air ketuban menyemprot. EPISIOTOMI DEFINISI Episiotomi adalah insisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot. dasar panggul (Mongan, 2007, hlm 178).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot. dasar panggul (Mongan, 2007, hlm 178). 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemijatan Perenium 1. Pengertian Pijat perineum adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perineum merupakan bagian penting pada saat proses persalinan yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan pada saat proses persalinan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Seksual menurut World Health Organization (WHO), adalah suatu keadaan fisik, emosional,mental dan kesejahteraan sosial yang stabil yang berkaitan dengan seksualitas,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat

KATA PENGANTAR. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Persalinan Sungsang dengan lancar. Dalam pembuatan referat ini, penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tindakan Teori tindakan adalah teori perilaku manusia dan disengaja bagi perantara merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Persalinan Seksio Sesaria 2.1.1.1. Definisi Seksio Sesaria seksio sesaria adalah persalinan janin, plasenta, dan selaput melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hamil saat proses melahirkan adalah episiotomi. Episiotomi yaitu tindakan bedah

BAB I PENDAHULUAN. hamil saat proses melahirkan adalah episiotomi. Episiotomi yaitu tindakan bedah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melahirkan merupakan perjalanan hidup yang akan dilakukan oleh seorang perempuan, akan tetapi persalinan sering membuat takut para ibu yang akan mengalami proses persalinan.

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN ASUHAN INTRANATAL ASUHAN INTRANATAL Standar pelayanan kebidanan Persiapan bidan Persiapan rumah dan lingkungan Persiapan alat/bidan kit Persiapan ibu dan keluarga Manajemen ibu intranatal STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organizatin (WHO) dinegara berkembang, kematian maternal berkisar antara per kelahiran hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organizatin (WHO) dinegara berkembang, kematian maternal berkisar antara per kelahiran hidup, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organizatin (WHO) dinegara berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan Negara maju,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Anatomi Perineum Wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Anatomi Perineum Wanita BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ruptur Perineum a. Anatomi Perineum Wanita Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Saat persalinan, tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kerangka Pemikiran Penyembuhan luka adalah suatu proses upaya perbaikan jaringan. Proses penyembuhan luka dapat kita kelompokkan dalam 3 fase; fase inflamasi, fase proliferasi

Lebih terperinci

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Pendahuluan Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 99 persen kasus kematian ibu terjadi di negara berkembang. Hal ini terungkap

BAB I PENDAHULUAN. 99 persen kasus kematian ibu terjadi di negara berkembang. Hal ini terungkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pudiastuti (2011:24), mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di Negara berkembang. Diperkirakan setiap tahunnya 300.000

Lebih terperinci

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1 NAMA : LAUREN LITANI NIM : 09033 SEMESTER : 1 ANGKATAN : XII Setelah saya melihat dan mempelajari hasil yang dikerjakan oleh Triana Wahyuning Pratiwi dari kelompok 7 pada nomor 4, menurut saya pekerjaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar panggul adalah diafragma muskular yang memisahkan cavum pelvis di sebelah atas dengan ruang perineum di sebelah bawah. Sekat ini dibentuk oleh m. Levator ani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Episiotomi 1. Definisi Episiotomi Menurut Sarwono (2007), episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu. kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu. kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang mendefinisikan sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu dipertimbangkan, terutama pada ibu pasca persalinan. Persalinan sering kali mengakibatkan robekan jalan

Lebih terperinci

PENGARUH DERAJAT LASERASI PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU POST PARTUM

PENGARUH DERAJAT LASERASI PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU POST PARTUM PENGARUH DERAJAT LASERASI PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU POST PARTUM Triwik Sri Mulati Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Kebidanan ABSTRAK Sebagian ibu post partum mengalami laserasi/robekan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan Negara Negara

PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan Negara Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Hal ini merupakan suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab 2 ini akan diuraikan tentang konsep terkait dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab 2 ini akan diuraikan tentang konsep terkait dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini akan diuraikan tentang konsep terkait dengan permasalahan yang diteliti sebagai berikut. 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual dalam rentang sakit sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan hormonal paska kehamilan (Djamhoer, 2005; Alan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan hormonal paska kehamilan (Djamhoer, 2005; Alan, 2007). digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Baby blues atau three days blues yaitu gangguan suasana hati yang menyertai persalinan dalam jangka waktu dua minggu dan biasanya muncul pada

Lebih terperinci

ID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila :

ID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila : 4 Oksigen / Cairan & Elektrolit / Nutrisi / Eliminasi / Rekreasi / Aman & 5 Promotif / Preventif/ Kuratif/Rehabilitatif 6 Pengkajian/Penentuan Diagnosis/Perencanaan/ Implementasi/Evaluasi/Lainlain 7 Maternitas/Anak/KMB/Gadar/Jiwa/Keluarga/Komunitas/Gerontik/Manajemen

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU POST PARTUM. Nur Hasana* dan Irma Damayanti** ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU POST PARTUM. Nur Hasana* dan Irma Damayanti** ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU POST PARTUM Nur Hasana* dan Irma Damayanti** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh 1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Persalinan Dan APN Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui janin lahir atau

Lebih terperinci

PIMPINAN PERSALINAN BY: ADE. R. SST

PIMPINAN PERSALINAN BY: ADE. R. SST PIMPINAN PERSALINAN BY: ADE. R. SST PIMPINAN PERSALINAN KALA I Pada kala I dilakukan pengawasan pada wanita inpartu, dan persiapan untuk persalinan. Memberikan obat atau tindakan bila ada indikasi. Pada

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

HUBUNGAN SENAM HAMIL DENGAN TERJADINYA ROBEKAN PERINEUM SPONTAN DI BPM WIWIK AZIZAH SAID DESA DURIWETAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN SENAM HAMIL DENGAN TERJADINYA ROBEKAN PERINEUM SPONTAN DI BPM WIWIK AZIZAH SAID DESA DURIWETAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN HUBUNGAN SENAM HAMIL DENGAN TERJADINYA ROBEKAN PERINEUM SPONTAN DI BPM WIWIK AZIZAH SAID DESA DURIWETAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN Lilin Turlina*, Wirantika** Dosen Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin Stella Pasiowan 1, Anita Lontaan 2, Maria Rantung 3 1. RSJ.Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado 2,3, Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plasenta Previa Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta

Lebih terperinci

Distosia. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Distosia. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Distosia Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Distosia adalah Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. Persalinan lama memiliki definisi

Lebih terperinci

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG Mekanisme Persalinan Normal Dr. Iskandar Syahrizal SpOG Mekanisme Persalinan dan Kemajuan Persalinan Persalinan / Partus Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari kelahiran prematur dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang signifikan.

Lebih terperinci

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: a. Menentukan diagnosa kehamilan dan kunjungan ulang. b. Memonitori secara akurat dan cermat tentang kemajuan

Lebih terperinci

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya

Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya Kewenangan bidan dalam pemberian obat pada kehamilan dan proses kelahiran dan aspek hukumnya A. Wewenang bidan Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Bidan dalam menjalankan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Plasenta Previa 2

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Plasenta Previa 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum.

Lebih terperinci

Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) OUTLINE: Tujuan Pendahuluan Tulang dan ligamen Otot-otot dasar panggul Jaringan Penyambung Viseral DeLancey Level Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas ke berbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lain, dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki,

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses persalinan hampir 90% yang mengalami robekan perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan perineum ini akan sembuh bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh :

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh : HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA Oleh : Ita Rahmawati, S. SIT, M..Kes (Dosen AKBID ISLAM AL HIKMAH JEPARA) ABSTRAK Perdarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruptur Perineum 1. Pengertian Ruptur Perineum Ruptur perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau

Lebih terperinci

KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA

KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA Shehla Noor, Ali Fawwad *, Ruqqia Sultana, Rubina Bashir, Qurat-ul-ain, Huma Jalil, Nazia Suleman, Alia Khan Departemen Ginekologi, * Patologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh kesehatan ibu dan anak. Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan berdasarkan angka kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Paska Persalinan Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah 6 minggu. Walaupun relatif tidak kompleks dibandingkan

Lebih terperinci

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007). A. Latar Belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di suatu negara, di Indonesia ternyata masih tergolong tinggi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di suatu negara, di Indonesia ternyata masih tergolong tinggi yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) yang menjadi indikator kualitas kesehatan masyarakat di suatu negara, di Indonesia ternyata masih tergolong tinggi yaitu 307 dari 100.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di mulai dari kehamilan, persalinan bayi baru lahir dan nifas yaang secara berurutan berlangsung secara fisisologis dan diharapkan ibu pasca melahirkan menggunakan

Lebih terperinci

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV ) PERSALINAN NORMAL ( KALA IV ) Pengertian Bagian kebidanan dan kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo masih mengenal kala IV, yaitu satu jam setelah placenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, maka tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

Kompresi Bimanual. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Kompresi Bimanual. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Kompresi Bimanual Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Persiapan pasien 1. Persiapan tindakan medik (informed consent) Beritahu pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan bidang kesehatan modern mencakup berbagai macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah sectio caesaria. Di negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan kebidanan meliputi Kehamilan dan persalinan adalah peristiwa yang alamiah atau natural bagi perempuan. Meskipun alamiah, kehamilan, persalinan dan masa setelah

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp

KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp ASUHAN KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp TANDA PERSALINAN : KELUAR LENDIR BERCAMPUR DARAH (BLOODY SHOW) TERDAPAT HIS YANG ADEKUAT DAN TERATUR TERDAPAT PEMBUKAAN/DILATASI

Lebih terperinci

PENGARUH DERAJAT ROBEKAN PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU NIFAS DI KABUPATEN WONOGIRI

PENGARUH DERAJAT ROBEKAN PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU NIFAS DI KABUPATEN WONOGIRI PENGARUH DERAJAT ROBEKAN PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU NIFAS DI KABUPATEN WONOGIRI Triwik Sri Mulati, Dewi Susilowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ketuban keluar dari uterus ibu (Gulardiet al. 2008; h. 39). Dasar

BAB II TINJAUAN TEORI. ketuban keluar dari uterus ibu (Gulardiet al. 2008; h. 39). Dasar BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori Medis 1. Persalinan a. Pengertian Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu (Gulardiet al. 2008; h. 39). Dasar asuhan

Lebih terperinci

NORMAL DELIVERY LEOPOLD MANUEVER. Dr.Cut Meurah Yeni, SpOG Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unsyiah/RSUD-ZA

NORMAL DELIVERY LEOPOLD MANUEVER. Dr.Cut Meurah Yeni, SpOG Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unsyiah/RSUD-ZA NORMAL DELIVERY LEOPOLD MANUEVER Dr.Cut Meurah Yeni, SpOG Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unsyiah/RSUD-ZA PERSALINAN NORMAL 3 faktor yang menentukan prognosis persalinan, yaitu : Jalan lahir (passage)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan, ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, dan membahas asuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin melalui insisi di

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PRIMIPARA DI BPS BENIS JAYANTO TAHUN 2012

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PRIMIPARA DI BPS BENIS JAYANTO TAHUN 2012 HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PRIMIPARA DI BPS BENIS JAYANTO TAHUN 2012 Susi Sutarmi, Sri Kustiyati, Lely Firrahmawati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan dalam tujuan ke-5 pembangunan

Lebih terperinci

Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas tentang Perawatan Luka Perineum

Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas tentang Perawatan Luka Perineum GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN LUKA PERINEUM DI RUANG NIFAS RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN Rina Purnamawati*, Istiqomah 1, Siti Hateriah 2 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

Mata Kuliah Askeb II

Mata Kuliah Askeb II No Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok/Sub Pokok Bahasan Waktu Sumber T P K Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat : - Menjelaskan konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan. Konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini, angka seksio sesarea di dunia telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada awal 1970, angka seksio sesarea di negara maju hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP dr. Kariadi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP dr. Kariadi 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginelkologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 06.45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah tinggnya Angka Kematian Ibu.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah tinggnya Angka Kematian Ibu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan indikator yang menjadi acuan suatu negara. Bila suatu Negara berhasil mengatasi masalah yang terjadi khususnya dibidang kesehatan maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan normal, ternyata juga bisa dilakukan perabdominal, yang disebut sectio

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan normal, ternyata juga bisa dilakukan perabdominal, yang disebut sectio 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli banyak menemukan berbagai penemuan baru, khususnya dibidang kesehatan. Seperti halnya cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan

Lebih terperinci

1. ATONIA UTERI. A. Pengertian

1. ATONIA UTERI. A. Pengertian 1. ATONIA UTERI A. Pengertian Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah Kehamilan aterm aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum sewaktu proses persalinan. Persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstraksi vakum, versi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terbanyak mempunyai kelompok umur tahun yaitu sebanyak 37

BAB V PEMBAHASAN. terbanyak mempunyai kelompok umur tahun yaitu sebanyak 37 24 BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Usia Responden Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa primigravida terbanyak mempunyai kelompok umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 37 responden (92,5%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun

Lebih terperinci

Patologi persalinan (2)

Patologi persalinan (2) Patologi persalinan (2) Mampu membuat diagnosis klinis, terapi pendahuluan, dan merujuk pada kasus-kasus terkait patologi persalinan Dapat menentukan diagnosis banding dan mengusulkan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth Selama tahun 1960, peneliti Soviet Igor Charkovsky melakukan penelitian yang cukup besar ke keselamatan dan manfaat yang mungkin lahir air di Uni Soviet Pada akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kelima. Indonesia berada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kelima. Indonesia berada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka kematian ibu merupakan salah satu target yang akan diturunkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kelima. Indonesia berada pada peringkat ketiga tertinggi

Lebih terperinci

PENDIRIAN KLINIK PERINEUM UNTUK PENANGANAN MASALAH POSTPARTUM. dr. A A N Anantasika, SpOG (K)

PENDIRIAN KLINIK PERINEUM UNTUK PENANGANAN MASALAH POSTPARTUM. dr. A A N Anantasika, SpOG (K) PENDIRIAN KLINIK PERINEUM UNTUK PENANGANAN MASALAH POSTPARTUM dr. A A N Anantasika, SpOG (K) BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2013 i BAB I PENDAHULUAN Secara global dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator di bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator di bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan sistem pelayanan kesehatan suatu negara. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator di bidang kesehatan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. STIKES Widyagama Husada Malang

1. Pendahuluan. STIKES Widyagama Husada Malang Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 PENGARUH POSISI LITHOTOMI DAN POSISI DORSAL RECUMBENT TERHADAP DERAJAD ROBEKAN PERINEUM PADA IBU BERSALIN PRIMI GRAVIDA

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL Stefania Dai Doni 1, Ina Kuswanti 2, Rista Novitasari 2 Prodi D-III Kebidanan Stikes Yogyakarta inna.nugroho@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci