BAB 3 PENGATURAN PEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DAN BADAN HUKUM ASING DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 PENGATURAN PEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DAN BADAN HUKUM ASING DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB 3 PENGATURAN PEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DAN BADAN HUKUM ASING DI INDONESIA Di Indonesia, secara konstitusional, pengaturan hukum tanah (sebagai bagian dari sumber daya alam) ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang mengatur tentang bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam pasal ini terdapat dua kata yang menentukan yaitu dikuasai dan dipergunakan. Perkataan dikuasai sebagai dasar wewenang Negara. Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia biasa. Perkataan dipergunakan mengandung suatu perintah kepada Negara untuk mempergunakan bagi sebesarbesar kemakmuran rakyat. Perintah berisikan keadaan berbuat, berkehendak agar sesuai dengan tujuannya. 81 Keterkaitan antara kaidak hak menguasai negara dengan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, akan menimbulkan kewajiban Negara, sebagai berikut: Segala bentuk pemanfaatan bumi, air, ruang angksa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, harus secara nyata dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; 2. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam dan di atas bumi, air, dan ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat; 81 Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara.., Op.Cit.,, hal Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip PembaruanAgraria:Perspektif Hukum, (Jakarta: PT.Rajawali Pers, 2009), hal

2 41 3. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan akses terhadap bumi, air, ruang angksas dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. UUPA Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa Bumi, Air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara. Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut di atas, perkataan dikuasai dalam pasal ini bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk tingkatan tertinggi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; 2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Terkait dengan kebutuhan hidup sebagai bagian dari kegiatan perekonomian secara mikro dan makro dalam pengertian negara mau tidak mau harus memperhitungkan suasana globalisasi. Tujuannya tidak lain agar kita dapat menari selaras dengan irama kalau globalisasi itu boleh kita sebut suatu orkestra pengiring. Sebab kalau tidak kita tidak akan terlihat aneh oleh pelaku-pelaku lain dalam irama globalisasi dunia ini. Kebutuhan hidup yang termasuk primer bagi kita adalah tanah. Jenis Hak Atas Tanah yang memiliki prospek di masa mendatang adalah tanah Hak Pakai yang menurut hukum dapat dimiliki (tidak dalam pengertian hanya memakai, menggunakan seperti pengertian kabanyakan orang awam) tidak saja oleh warga negara dan badan hukum Indonesia tapi juga oleh pihak asing, baik perorangan maupun badan hukum asing Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah : Seri Hukum Harta Kekayaan, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2008), Hal Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran: Seputar, Op.cit., hal.99

3 Pengaturan Pemilikan Tanah dan Bangunan Oleh WNA dan BHA Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 42 dan 43, dan diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dan peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 dan kemudian diganti dengan Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, tidak lain adalah untuk memberikan kemudahan yang diciptakan oleh pemerintah tersebut diharapkan akan dapat menciptakan suasana kondusif bagi pelaku-pelaku ekonomi, agar tidak ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia. Mereka akan dijamin dan mendapatkan kepastian memiliki Hak Atas Tanah dengan Hak Pakai atau Hak Sewa untuk kebutuhan tanah sebagai kantor atau membangun rumah tinggalnya. 85 Jadi, kepemilikan orang asing atas tanah di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah dengan status Hak Pakai dan Hak Sewa Untuk Bangunan. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Pokok Agraria pasal 41 ayat (1), Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini. Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 42 mengatur bahwa yang dapat mempunyai hak pakai adalah: Warga negara Indonesia; 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 85 Ibid., hal UUPA Pasal 42

4 43 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah, Pasal 39 mengatur tentang subyek hak pakai adalah: 1. Warga Negara Indonesia; 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 3. Depertemen, Lembaga Pemerintahan Non Departemen dan Pemerintah Daerah; 4. Badan-badan keagamaan dan sosial; 5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan international; Kemudian, Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah, Pasal 41 mengatur tentang obyek hak pakai, yaitu tanah negara, tanah hak pengelolaan, tanah hak milik. Hak Pakai atas Tanah Negara: A. jika pemegang haknya adalah : 1. Departemen, Lembaga Pemerintah Non departemen dan pemerintahan daerah; 2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; 3. Badan Keagamaan dan badan sosial; Hak pakai tersebut dapat diberikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas;

5 44 B. Jika pemegang haknya adalah selain tersebut di atas, yaitu: 1. Warga negara Indonesia; 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia; 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia Maka jangka waktu pemberian hak pakainya untuk petama kali paling lama 25 tahun dan perpanjangannya 20 tahun. Terjadinya hak pakai, diatur PP Nomor 40 Tahun 1996 pasal 42 ayat (1) yang mengatur tentang Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, ayat (2) Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Pasal 44 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996 mengatur bahwa hak pakai dapat terjadi karena pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jadi Hak Pakai dapat terjadi atas Tanah Negara atau Hak Milik. Pasal 50 PP 40 tahun 1996, memberikan kewajiban kepada pemegang Hak pakai, yaitu: Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atas tanah dalam perjanjian pemberian hak pakai; 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas Tanah Milik; 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; 87 Supriadi, Hukum Agraria, Cet.4, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2010), hal. 122.

6 45 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus; 5. Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan Hapusnya Hak Pakai diatur dalam Pasal 55 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996, hapusnya Hak Pakai karena berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. Maksud dari jangka waktu adalah sesuai dengan ketentuan pasal 45 ayat (1) yaitu Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Namun demikian, selama tanah tersebut dipakai untuk keperluan yang berkaitan dengan kepentingan subyek hak pakai, maka jangka waktunya tidak terbatas, artinya jangka waktu tersebut akan berakhir jika sudah tidak digunakan untuk kepentingan subyek Hak Pakai tersebut dan dengan sendirinya Hak Pakai tersebut hapus. 88 Hak Guna Bangunan merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang bersifat primer, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai atas Tanah. Perkembangan Hak Guna Bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peranan penting kedua, setelah Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan merupakan pendukung sarana pembangunan perumahan yang sementara ini berkembang pesat. Pentingnya pengaturan Hak Guna Bangunan ini, seiring dengan semakin pesatnya pembangunan perumahan untuk memenuhi keinginan masyarakat Indonesia dan warga negara asing, sehingga pemerintah berupaya secara maksimal untuk menyempurnakan jangka waktu Hak Guna Bangunan. Dengan semakin berkembang dan maraknya pembangunan perumahan atau gedung yang semakin meningkat akhir-akhir ini, objek tanah yang dijadikan sasaran ada tiga, 88 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, HP Atas Tanah, Pasal 45

7 46 yaitu Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah Hak Milik 89 Salah satu hal yang paling mendasar dalam pemberian Hak Guna Bangunan adalah menyangkut adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu pemberiannya. Sehubungan dengan pemberian perpanjangan jangka waktu apabila Hak Guna Bangunan telah berakhir, maka Hak Guna Bangunan atas tanah negara atas permintaan pemegang haknya dapat diperpanjang atau diperbarui, dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur pasasl 26 PP 40 Tahun 1996, yaitu: 1. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut; 2. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; 3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 19; 4. tanah terabit masih sesuai dengan Rencana Tata ruang Wilayah yang bersangkutan Berkaitan dengan perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut, maka kewajiban pemegang Hak Guna bangunan atas pemberian Hak atas tanah dan bangunan tersbut, diatur dalam PP 40 tahun 1996 Pasal 30, yaitu: 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan tata cara pembayarannya ditetapkan dengan keputusan pemberian haknya; 2. Menggunakan tanah sesuai daengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan pemberian perjanjian haknya; 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; 89 Supriadi, Hukum Agraria.,Op.Cit.,hal Lihat juga PP 40 Tahun 1996 Pasal 21.

8 47 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna bangunan itu hapus; 5. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Pertanahan. Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat menguasai tanah dengan Hak Pakai atau Hak Sewa Untuk Bangunan dan memiliki bangunan yang didirikan di atasnya. Menurut UUPA Pasal 44 Ayat (1) seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sewa sebagai sewa, Ayat (2) pembayaran uang sewa dapat dilakukan (a) satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu; (b) sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan, Ayat (3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksud dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan. Hak sewa untuk bangunan hanya dapat terjadi di atas tanah Hak Milik, sebab sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah Nasional, hanya Hak Milik yang dapat menjadi induk hak atas tanah yang lain, karena dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, Hak Milik bersifat turun-temurun yang juga merupakan hak terkuat dan terpenuh, sehingga mempunyai kualifikasi dapat menjadi dasar untuk pemberian hak atas tanah lain, yakni HGB, HP, Hak Sewa Untuk Bangunan. 90 Undang-Undang Pokok Agraria, Pasal 43 ayat (1) mengatur bahwa sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka Hak Pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang dan ayat (2) mengatur tentang Hak Pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Jadi pada dasarnya pemberian Hak Pakai ini adalah bersifat personal, dan karenanya pada prinsipnya tidak dapat dialihkan. Hal ini berbeda dari ketentuan mengenai Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha yang sama sekali 90 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hal.177.

9 48 tidak mengandung unsur pembatasan dalam pengalihannya. Sifat personal dari Hak Pakai ini, jika kita bandingkan dengan asas personal dalam hukum perikatan, maka jelas bahwa terhadap hak pakai ini memang ditujukan untuk kepentingan dari orang terhadap siapa Hak Pakai telah diberikan. 91 Undang-Undang Pokok Agraria mengatur bahwa orang asing dapat mempunyai hak atas tanah dengan status hak milik, dan dalam jangka waktu satu (1) tahun harus dialihkan atau dilepaskan kepada pihak lain, jika dalam jangka waktu tersebut tidak dialihkan atau dilepaskan maka hak tersebut hapus karena hukum. Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21 Ayat (3) mengatur bahwa orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. 92 Ada satu hal yang cukup menarik mengenai hak pakai ini, yang tidak dapat ditemukan pengaturannya dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang berbeda dari pengaturan mengenai Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha. Dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai Hak Pakai tidak ditemukan pengaturan mengenai kewajiban pendaftaran Hak Pakai, sebagaimana halnya Hak Milik di atur dalam pasal 23 Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria, dan Hak Guna Usaha diatur dalam pasal 32 UUPA Ibid., hal Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21 Ayat (3) 93 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah,Op.Cit., Hal.

10 49 Dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian untuk orang asing, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Selanjutnya, ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing dan diganti dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing (selanjutnya disingkat Permen Agraria Nomor 8 Tahun 1996), Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor tentang Pelaksanaan PP 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Peraturan menteri di atas memuat antara lain: Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional adalah orang asing yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia. 2. Pemilikan rumah dengan sarana perolehan hak atas tanah untuk orang asing dapat dilakukan dengan membeli atau membangun rumah di atas tanah hak pakai, tanah negara atau hak pakai diatas tanah hak milik, membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pakai Tanah Negara, membeli atau membangun rumah diatas hak pakai atau hak sewa untuk membangun atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik tanah yang bersangkutan; 3. Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang asing adalah rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana; 94 Maria S.W. Sumardjono, Pengaturan Hak Atas Tanah op.cit., hal.11.

11 50 4. Selama tidak dipergunakan oleh pemiliknya, rumah tersebut dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian anatara orang asing pemilik rumah dengan perusahaan tersebut; 5. Orang asing yang memiliki rumah di Indonesia tidak lagi memenuhi syarat berkedudukan di Indonesia, jika yang bersangkutan tidak lagi memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia. UUPA telah didesain sedemikian rupa, sehingga setelah 50 (lima puluh) tahun dilaksanakan, undang-undang ini telah memberikan ruang buat warga negara asing dan badan hukum asing, mempunyai sesuatu hak atas tanah di Indonesia, yang disebut Hak Pakai. Ruang tersebut ditegaskan kembali dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (selanjutnya disingkat UU Rumah Susun). Undang-undang ini merupakan terobosan yang dilakukan pemerintahan orde baru dalam menentukan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan hunian secara vertikal. Dengan demikian, telah terjadi pergeseran pemilikan rumah dan pembangunan rumah menjadi vertikal karena tanah untuk pembangunan hunian sudah mulai terbatas, khususnya di kota-kota besar dan zona ekonomi khusus. Adapun tujuan pengaturan tentang peraturan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia antara lain adalah untuk mengakomodasikan dan memberikan kemudahan bagi orang asing untuk memenuhi kebutuhannya akan tempat hunian atau bukan tempat hunian/perkantoran guna mendukung kegiatan dan usaha permodalannya di Indonesia, selain itu tentunya juga untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai kemungkinan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

12 51 tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah-bersama. 95 UU Rumah Susun Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ayat (2) mengatur bahwa Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan. 96 Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, pasal 38 ayat (1) mengatur bahwa Hak atas tanah dari suatu lingkungan di mana rumah susun akan dibangun dapat berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan. Pasal 8 ayat (1) mengatur tentang satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Maksud dari hak atas tanah adalah hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan sebagainya. Hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh orang asing dan/atau badan hukum asing adalah hak pakai, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UUPA. Konsep rumah susun yang dianut UU Rumah Susun adalah pemilik satuan rumah susun merupakan pemilik tanah bersama 97 sehingga untuk orang asing, tanah bersama juga harus atas hak pakai. Hak pakai diberikan dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 20 (dua puluh) tahun, sehingga jangka waktu hak pakai adalah 45 (empat puluh lima) tahun. 95 Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, LN. No. 75 Tahun 1985,TLN No. 3318, Pasal 1 ayat (1). 96 Ibid., Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2). 97 Ibid., Pasal 1 ayat (5) mengatur bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.

13 52 Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 10 Maret 1992, telah menerbitkan Undang-Undang tentang Perumahan dan Pemukiman yaitu Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (selanjutnya disingkat UU Perumahan dan Pemukiman). Dalam penjelasan umum disebutkan bahwa Perumahan dan Pemukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih dari itu, yang merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menempatkan jati dirinya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangn. 98 Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat Indonesia, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan untuk menciptakan kepastian hukum dalam pemanfaatannya dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang Persyaratan Pemilikan Tanah dan Bangunan bagi WNA dan BHA di Indonesia Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 tentang Hak Guna usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Selanjutnya, ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing (disingkat Permen Agraria Nomor 7 Tahun 1996), diganti dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing (disingkat Permen Agraria Nomor 8 Tahun 1996), memuat 98 Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Pemukiman dan Perumahan, LN.Nomor 23, Tahun 1992, TLN.No.3469, Penjelasan Umum.

14 53 ketentuan yang mengatur cara perolehan rumah hunian dan tempat tinggal oleh orang asing yang mencakup: persyararan orang asing yang dapat mempunyai rumah di Indonesia; 2. cara Perolehan rumah; 3. batasan rumah yang dapat dimiliki orang asing. Peraturan menteri di atas, diikuti oleh Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor tentang Pelaksanaan PP 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, tertanggal 8 oktober 1996, yang menjelaskan: 1. Mengenai pokok materi Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Dalam rangka pemilikan rumah oleh orang asing menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, dapat dipastikan bahwa akan dilakukan perbuatan-perbuatan hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah beserta rumah oleh orang asing yang bersangkutan. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan perbuatan hukum termaksud di atas, baik mengenai subyek hukumnya (orang asing), mengenai cara memperoleh hak/rumah maupun mengenai batasan rumah/hak yang akan diperoleh. 2. Mengenai orang asing yang dapat mempunyai rumah di Indonesia. Orang asing yang dapat memiliki rumah di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indoensia dengna investasinya untuk memiliki rumah tempat tinggal/hunian di Indonesia. 99 Ari S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran:Seputar., Op.cit., hal.103.

15 54 Orang asing ini dari segi kehadirannya di Indoensia, dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: a. Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia); b. Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap, melainkan hanya seaktu-waktu berada di Indonesia. Perbedaan dalam 2 golongan tersebut berhubungan dengan dokumen yang harus ditunjukkannya pada waktu melakukan perbuatan hukum memperoleh rumah, sebagai berikut: a. Bagi orang asing penetap; izin tinggal tetap, dan b. Bagi orang asing lainnya:izin kunjungan atau izinkeimigrasiaan lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasiaan lainnya yang dimiliki oleh orang asing yang bersangkutan. 3. Mengenai cara memperoleh rumah. Cara memperoleh rumah tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak atas tanah tempat rumah tersebut berdiri. Untuk memperoleh rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 7 tahun 1996 dapat dilakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagai berikut; a. Orang asing dapat membeli Hak Pakai atas Tanah Negara atau Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau, membeli hak pakai atas tanah negara atau atas tanah hak pakai dan kemudian membangun rumah di atasnya. Pembelian Hak Pakai terabit dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu dengan Akata PPAT dan kemudian mendaftarkan pada kantor pertanahan. Demikian juga persyaratan pembangunan rumah harus mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya mengenai Izin Mendirikan Bangunan;

16 55 b. Orang asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik dan memperoleh atau membangun rumah di atasnya.prosedur pemberian Hak Pakai, Hak Sewa Untuk Bangunan atau persetujuan penggunaan dalam bentuk lain, wajib mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku; c. Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara. Berbagai alternatif yang dapat dilakukan dalam memperoleh rumah hunian atau tempat tinggal bagi orang asing di atas disediakan untuk dipilih oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak penyedia tanah/rumah maupun orang asing yang bersangkutan. 4. Mengenai batasan rumah yang dapat dipunyai oleh orang asing. PP 41 Tahun 1996 membatasi bahwa rumah yang boleh dimiliki oleh orang asing hanya satu buah. Untuk memastikan hal ini kepada warga negara asing yang akan membeli rumah di Indonesia hendaknya diminta untuk membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas. Selain itu, Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Pasal 2 ayat (2) memberi batasan mengenai rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, yaitu sebatas pada rumah yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana dan rumah sangat sederhana. Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, diganti dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor

17 56 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, dan Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor tentang Pelaksanaan PP 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, disebutkan bahwa orang asing hanya dapat memiliki satu rumah 100, dengan demikian orang asing harus membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum untuk memperoleh rumah tempat tinggal tersebut. 101 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia Pasal 2 ayat (1) dan (2) mengatur tentang persyaratan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing adalah sebagai berikut: 1. Hak Pakai atas tanah negara; 2. Yang dikuasai dengan pemegang hak atas tanah; Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, maka sedikit demi sedikit telah membuka celah bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya sebagai akibat dari desakan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia yang telah menglobal dan tanpa batas. Sebagai konsekuensi dari asas pemisahan horizontal, yaitu pemilikan bangunan yang terpisah dari pengusaan tanahnya, maka terhadap warga negara asing dan badan hukum asing dapat diberikan Hak Pakai. Pada prinsipnya, orang asing yang berkedudukan di Indonesia diperkenankan memiliki satu rumah untuk tempat tinggal, baik berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah susun, sepanjang rumah tersebut dibangun di atas Hak Pakai Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia, LN. No. 59 Tahun 1996, TLN No. 3644, Pasal 1 ayat (1). 101 Surat Edaran (SE)Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996, Pasal Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hal.171.

18 57 UUPA pasal 41 ayat (1) mengatur bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, pasal 45 ayat (1) mengatur bahwa Hak pakai sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Pengaturan kepemilikan satuan rumah susun oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Atau Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan Di Indonesia. PP Nomor 41 Tahun 1996 pasal 1 ayat (2) mengatur bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia yang dapat memiliki sebuah hunian adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa orang asing dan/atau badan hukum asing yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia hanya dapat memiliki satuan rumah susun di Indonesia yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang asing dan/atau badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan status hak pakai atas tanah Negara dengan syarat dan jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Hal ini telah membuka jalan satu-satunya kemungkinan bagi warga negara asing untuk memiliki satuan rumah susun di atas tanah Hak Pakai. Pada tahun1996 juga, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat

19 58 Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan peraturan ini, penduduk yang berkewarganegaraan asing di Indonesia, perusahaan asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia, perwakilan negara asing (kantor kedutaan atau konsulat) dan perwakilan organisasi Internasional adalah termasuk pihak-pihak yang dapat memperoleh hak pakai. Pengertian penduduk asing di Indonesia, menurut peraturan ini adalah orang asing yang keberadaannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional. Kiranya definisi ini terlampau luas dan untuk ketegasannya diperlukan criteria yang jelas tentang keberadaan dan memberi manfaat tersebut yang tentunya harus meliputi dipenuhinya syarat-syarat keimigrasian, di samping syarat-syarat penentu utama tersebut. 103 Menyadari bahwa proses perolehan hak atas tanah dalam beberapa hal membatasi masuknya investasi asing, di sisi lain pemerintah menyadari adanya kompetisi untuk menarik investasi asing di negara berkembang, maka pemerintah telah meningkatkan dan mempermudah proses perolehan hak atas tanah bagi investor asing dengan mengeluarkan peraturan menteri, yaitu Peraturan Menteri Negara Urusan Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, untuk memperoleh tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka suatu perusahaan harus diberikan suatu Izin Lokasi yang sah sebagai suatu pengalihan atas tanah. Reformasi telah bergulir selama lebih dari dua belas (12) tahun, pembaharuan hukum masih akan terus diperlukan guna mencapai cita-cita bangsa, yaitu kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembaharuan hukum adalah sebagai rangkaian upaya untuk mengganti produkproduk hukum lama yang telah ketinggalan zaman dengan produk-produk hukum yang baru ataupun untuk membuat dan membentuk produk-produk hukum baru 103 Ibid., hal.172.

20 59 untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan mengantisipasi kebutuhan di masa depan. 104 Dalam era globalisasi yang tanpa batas, kepemilikan properti bagi warga negara asing diwacanakan kembali dalam hal pengaturan hak pakainya. Menteri Perumahan Rakyat ikut andil dalam mewacanakan pemilikan properti asing, untuk lebih diberikan hak pakai yang lebih lama, agar warga negara asing dapat berinvestasi lebih banyak lagi, yang dengan sendirinya akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan negara. Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Inddonesia (REI) Teguh Satria, tidak kurang dari US$5 miliar-us$6 miliar aliran dana investasi asing diprediksi akan masuk melalui kepemilikan properti oleh orang asing. Jumlah ini belum termasuk potensi multiplier effect lain, seperti serapan tenaga kerja dan penerimaan pajak. 105 Teguh Satria menghitung pendapatan yang bisa diperoleh negara dari pajak penjualan apartemen untuk orang asing itu. Kalau harga rata-rata apartemen untuk orang asing misalnya, dollar AS per unit, transaksi dalam setahun bisa mencapai Rp 25 triliun. Pajak yang bisa diraup dari transaksi tersebut sebesar Rp 5 triliun per tahun. Jenis pajak itu antara lain terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen, serta Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 5 persen. Belum lagi kalau pemerintah menerapkan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk apartemen, maka pendapatan pajak yang diperoleh negara dari transaksi penjualan properti untuk orang asing akan lebih besar lagi. Kalau dari hasil pajak yang berjumlah Rp 5 triliun itu dipakai untuk membangun rumah sederhana sehat (RSH), maka bisa dibangun unit RSH atau unit rumah susun sederhana milik (rusunami). Menurut Suharso Monoarfa, banyak potensi pajak yang bisa diperoleh Negara dari sektor properti, seperti penerimaan Pajak Penghasilan, Pajak 104 Fatmawati, Struktur Dan Fungsi Legislasi Parlemen Dengan Sistem Multikameral :Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara, (Jakarta:UI Press, 2010), hal Teguh Satria, Kepemilikan Asing di Properti Mampu Tingkatkan Devisa, hal. 1. Diakses dari tanggal 25 Juli 2010

21 60 Pertambahan Nilai dan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, 106 dan menghasilkan devisa, menggerakkan sektor properti dan perbankan nasional, penerimaan negara dari hak pakai atau hak sewa untuk bangunan tanah Negara. Pemerintah tidak hanya mendapatkan pajak dan pengembang memperoleh dana segar, namun pembangunan proyek-proyek properti akan dapat menciptakan lapangan kerja. Ini akan menghidupkan sektor industri lainnya seperti baja, listrik, furnitur dan banyak lagi. Makin banyak properti dibangun, makin hidup industri properti, makin banyak lapangan kerja tercipta. Selanjutnya, Suharso Monoarfa menyatakan: The 1996 government regulation on foreign ownership of property was made in the past when Indonesia did not adhere to an open economic system. Now, with the advent of the free trade era, the regulation had become obsolete or useless, he said. The new regulation will only apply to condominiums in big cities such as Jakarta or special economic zones such as Batam Island. 107 Hal senada disampaikan oleh Bayu Utomo, business development director at PT Procon International, yang menyatakan: The revision to the regulation would greatly boost Indonesia's condominium market as it already highly competitive in terms of price. Apart from the new regulation, being more friendly, foreigners are attracted to the price of property in Indonesia, which is relatively cheaper than Singapore or Malaysia. 108 Manfaat lainnya yakni mendukung penciptaan image Indonesia yang aman untuk dikunjungi. Manfaat bagi pemerintah daerah adalah peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak daerah dan retribusi daerah, 106 Suharso Monoarfa, Menpera Usulkan Pembelian Properti oleh WNA di Atas 1 M, hal. 2. Diakses dari tanggal 24 Juni Suharso Monoarfa, Hopes up for condo market liberalization, hal.2. Diakses dari tanggal 24 September Ibid., hal.3.

22 61 peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan penggunaan bahan bangunan lokal, dan menggerakkan industri pendukung/kreatif di daerah. Wacana yang berkembang, ditanggapi berbagai macam kalangan, diantaranya Ketua Kamar Dagang dan Industri (periode ) M.S.Hidayat mengatakan bahwa, Kamar Dagang dan Industri sepenuhnya mendukung keinginan Menteri Perumahan Rakyat yang akan memberikan hak guna pakai properti bagi warga negara asing di Indonesia selama 70 tahun, yang selama ini hanya 25 tahun. 109 Saat ini, ada sekitar unit apartemen di Jakarta, yang isinya banyak dihuni oleh orang asing. 110 Menurut Presiden Direktur PT.Bakrieland Development Hiramsyah Thaib, ini merupakan potensi pasar yang besar. Saya memperkirakan, dari jumlah itu potensi permintaannya sekitar unit apartemen per tahun. 111 Namun demikian, untuk memiliki suatu apartemen, warga negara asing hanya bisa memilikinya setelah lantai 25 ke atas dan pembatasan harga pembeliannya di atas satu (1) Milyar. Selanjutnya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (periode ) Agung Laksono mengatakan, untuk menggairahkan iklim investasi, salah satunya dengan cara adalah memperpanjang hak pakai izin properti untuk warga negara asing. Menurut data dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, investasi asing yang telah masuk Indonesia pada tahun 2010 sebesar Rp. 160 Triliun. 109 M.S.Hidayat, Pemberian Izin Kepemilikan Properti Bagi Warga Negara Asing, hal.1. Diakses dari tanggal 25 Juli Ibid., hal Hiramsyah Thaib..,op.cit.,, hal.2.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sudah sewajarnya jika setiap manusia mempunyai tempat tinggal yang layak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

PEMILIKAN HUNIAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Eugenie Vita Paulina Kaseger 2

PEMILIKAN HUNIAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Eugenie Vita Paulina Kaseger 2 PEMILIKAN HUNIAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Eugenie Vita Paulina Kaseger 2 ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bagaimana aturan-aturan tentang penanaman modal asing di Indonesia kaitannya

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA Mira Novana Ardani miranovana@yahoo.com ABSTRAK Orang asing yang berkedudukan di Indonesia memerlukan tanah yang akan dijadikan tempat tinggal mereka

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN *9928 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 1997 (21/1997) TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA A. Kepastian hukum dalam pemilikan satuan rumah susun bagi warga negara asing di Indonesia Menurut Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE Mohammad Anis Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan sesuatu yang bernilai dan mempunyai fungsi yang tinggi dalam kehidupan manusia. Manusia tinggal dan mendirikan bangunan untuk tempat tinggalnya

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960

HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 Oleh Kadek Rita Listyanti Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18. 9 BAB 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK ATAS TANAH DALAM HAL PENGAJUAN PERMOHONAN HAK ATAS TANAH (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 138/G/2007/PTUN.JKT) 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Hak- Hak Atas

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing 1. Tinjauan Umum

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK Agus Sekarmadji Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: agussekarmadji_unair@yahoo.com Abstract Land Law in Indonesia does not clearly specify the political

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menjadikan batas-batas antar negara semakin dekat. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara warga negara semakin

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih. BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH A. Hak Milik 1. Pengertiannya Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Kata-kata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas telah menjadikan persoalan tanah sebagai salah satu persoalan yang paling urgen di antara persoalan

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? Status Tanah Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) Pertanyaan: Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? 04 Februari 2016 Ringkasan Analisa Jawaban: 1. Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah :

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah : 0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang singkatan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L. ANALISIS YURIDIS STATUS KEPEMILIKAN TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Chintya L. Langi 2 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 502 TAHUN : 2001 SERI : D Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ; PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang : a. Bahwa kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, seiring

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI KEPEMILIKAN HAK PAKAI ATAS TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI oleh : I Putu Indra Mandhala Putra A.A. Sagung Wiratni Darmadi A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Negara 2.1.1 Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960

PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing dengan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee) di Wilayah... PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING DENGAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DI WILAYAH INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi

Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi 1 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Istilah Penting dalam UU BPHTB ( Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000) 1. Bea perolehan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah sebagai tempat manusia hidup dan tinggal serta memperoleh pangan. Mengingat pentingnya tanah maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota Baru Bandar Kemayoran atau lebih dikenal sebagai Kemayoran adalah suatu kawasan yang terletak di pusat kota Jakarta yang semula dikenal karena fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UMUM Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

PROSPEKTIF KEBIJAKAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI WARGANEGARA ASING DI INDONESIA. Widyarini Indriasti W. * ABSTRACT

PROSPEKTIF KEBIJAKAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI WARGANEGARA ASING DI INDONESIA. Widyarini Indriasti W. * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PROSPEKTIF KEBIJAKAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH 1 BAGI WARGANEGARA ASING DI INDONESIA Widyarini Indriasti W. * ABSTRACT The regulation of land ownership had already existed and stipulated

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG Oleh: Vita Natalia Tambing I Gusti Ayu Putri Kartika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PERALIHAN DAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH (JUAL BELI) DALAM MEWUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN

JURNAL PELAKSANAAN PERALIHAN DAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH (JUAL BELI) DALAM MEWUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN JURNAL PELAKSANAAN PERALIHAN DAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH (JUAL BELI) DALAM MEWUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN TORAJA UTARA Disusun oleh: Melita Ma dika Ambarura N

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari bangsa Indonesia yang berupa: atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa; 1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari bangsa Indonesia yang berupa: atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa; 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa merupakan

Lebih terperinci