BAB III PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU"

Transkripsi

1 BAB III PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU Perjanjian kawin merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan perkawinan menurut adat Dayak Ngaju, yang dalam pelaksanaanya tidak lepas dari organisasi kemasyarakatan yaitu Lembaga Kedamangan. Sebab itu, untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, maka bagian ini terlebih dahulu akan membahas tentang gambaran umum kehidupan Suku Dayak Ngaju di kota Palangka Raya, Kelembagaan Adat Dayak Ngaju sebagai lembaga yang terkait, Perkawinan dan Perjanjian Perkawinan menurut adat Dayak Ngaju. Penelitian ini dilakukan di kota Palangka Raya. 1. Gambaran Umum Kota Palangka Raya 1.1. Kondisi Geografis Palangka Raya adalah ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi ini secara geografis berbatasan di bagian utara, yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sebelah Selatan dengan Laut Jawa, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Timur di sebelah Timur. 87 Luas Provinsi Kalimantan Tengah secara keseluruhan sekitar km2, 88 terdiri dari hutan belantara, rawa-rawa, sungai, danau, sawah dan ladang. Dari Kekayaan hutan belantara itu, Kalimantan Tengah menghasilkan kayu meranti, kayu agatis, rotan, damar dan kayu hutan lainnya. Sedangkan dibidang pertambangan menghasilkan: 87 Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun; Alam dan Kebudayaan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1993), Ibid., 55

2 minyak bumi, emas, tembaga, kecubung dan intan. Kesemuanya ini merupakan sumber pendapatan bagi daerah maupun sumber pemasukan devisa bagi negara. 89 Palangka Raya ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah dengan Undang-undang no. 27 tahun 1959 L.N. No. 72 tahun 1959, dan diresmikan sebagai Kotamadya Otonom pada tanggal 17 Juni 1965 oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun Palangka Raya artinya tempat yang Suci, yang Mulia dan Besar. 91 Secara administratif kota Palangka Raya terdiri dari lima daerah kecamatan yaitu: Kecamatan Pahandut, Kecamatan Sebangau, Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Rakumpit. 92 Kecamatan Jekan Raya, Selanjutnya, kota Palangka Raya berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten Gunung Mas, sebelah Timur dengan Kabupaten Pulang Pisau, sebelah selatan dengan Kabupaten Pulang Pisau dan sebelah Barat Kabupaten Katingan. Penduduk asli kota Palangka Raya adalah suku Dayak yang menggunakan bahasa Dayak Ngaju. Namun, selain suku Dayak ada pula suku -suku lain yang mendiami kota Palangka Raya, seperti suku Jawa, suku Batak, suku Banjar, suku Bugis dan suku-suku lainnya. Suku Dayak Ngaju umumnya peramah, mau bergaul dengan siapa saja. Mereka saling percaya satu sama lain. Orang Dayak selalu bersikap apa adanya dan sulit untuk berpura-pura. Sikap yang selalu waspada, tegas, spontan, cekatan dan tidak mudah terpengaruh tercermin dalam gaya hidup masyarakat Dayak. Karakter ini turut dipengaruhi oleh situasi alam yang harus dihadapi oleh orang Dayak sehari-hari. Hidup di sungai-sungai yang besar dan 89 Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun..., Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur, penyunting Nila Riwut, (Palangka Raya: PUSAKALIMA, 2003), Ibid., Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dalam buku Seksi Desiminasi dan Pelayanan Statistik, Kalimantan Tengah Dalam Angka 2008 (BPS Provinsi Kalimantan Tengah), 5

3 berarus deras, serta riam-riam yang tersebar di sana-sini, menuntut mereka untuk bertindak gesit dan cekatan menghadapinya. Belum lagi ketika harus berjalan di hutan belantara yang dihuni oleh binatang-binatang buas, mereka harus waspada dan harus berusaha melawan serangan dari binatang buas bila ingin bertahan hidup. Dalam berinteraksi dengan orang lain, masyarakat Dayak tetap memegang teguh kebiasaan dan hukum yang berlaku di lingkungannya. Mereka sulit menyimpang dari keadaan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat adatnya. Hal ini dikarenakan adanya peranan dan pengaruh dari Kepala Adat Sistem Kepercayaan Pada umumnya, orang Dayak percaya bahwa manusia memiliki hubungan yang erat dengan kosmos. Setiap perubahan yang terjadi dalam kosmos, menunjukkan suatu tanda bahwa telah terjadi ketidakseimbangan kosmos. Terganggunya keseimbangan kosmos disebabkan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap adat istiadat. Sebagai contoh, ketika orang Dayak yang tinggal di daerah pedalaman masuk hutan rimba yang lebat dan berbahaya, ada perasaan takut kepada sesuatu yang dianggap sebagai pemilik atau penjaga hutan tersebut. Sejalan dengan kepercayaan tersebut, maka ada hutan yang dianggap angker, yang tidak boleh dijadikan tempat untuk berladang atau ditebang. Jika pohon-pohon di daerah tersebut ditebang atau dirusak, maka orang yang melakukannya akan mendapat malapetaka. Kepercayaan akan adanya penjaga atau penunggu suatu tempat, membuat manusia tidak sembarangan menebang pohon. Dan jika mereka membutuhkan pohon tertentu dari hutan itu, maka biasanya mereka memberikan sesaji sebagai tanda permisi. Sikap orang Dayak ini sering dianggap oleh orang luar sebagai sikap menyembah kepada pohon atau mahluk tertentu, padahal sebenarnya sikap ini merupakan wujud dari 93 Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak di Kota Palangka Raya, 21 Mei 2011

4 belom bahadat, yaitu norma kesopanan dan saling menghargai sebagai sesama ciptaan. Karena bagi orang Dayak hanya Raying Hatalla Langit yang patut disembah. Begitu pula dengan hewan-hewan di hutan tertentu tidak boleh diburu atau dibunuh sekehendak hati. Hewan-hewan tersebut dianggap ada yang memiliki. Kalau mau diambil atau diburu harus meminta ijin dahulu kepada yang punya dengan cara memberikan sesajian kepadanya dan harus mengutarakan hewan apa yang ingin diburu, dan berapa banyak yang diinginkan. Sistem kepercayaan yang demikian telah memungkinkan daerah hutan di Kalimantan tetap utuh/lestari. Alam maupun hewanhewan terlindungi dari kemusnahan dan keseimbangan ekologis tidak terganggu. 94 Dalam kehidupan masyarakat Dayak sehari-hari, ada juga larangan-larangan tertentu yang harus ditaati yang disebut pali (tabu). Peranan pali atau tabu sangat penting, karena pali membatasi keinginan dan kepentingan pribadi seseorang. Pali sebenarnya larangan yang ditaati oleh setiap orang, karena jika dilanggar akan membuat diri sendiri, keluarga bahkan masyarakat celaka. Pelanggaran terhadap pali hanya dapat diperbaiki atau dinetralisir dengan cara-cara tertentu sesuai dengan petunjuk/ketentuan dan keputusan para orang tua yang ahli dalam kepercayaan asli suku Dayak. Dalam kehidupan sehari-hari, penerapan pengertian pali terdapat pada pantang memakan jenis hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan tertentu. Biasanya jenis pali semacam ini kalau dilanggar hanya berakibat pada pribadi yang bersangkutan. Jenis pali yang berat adalah jenis pali yang kalau dilanggar mengakibatkan malapetaka bagi banyak orang. Malapetaka yang dimaksud adalah banjir besar yang mengakibatkan panen gagal, penyakit menular yang menyebabkan banyak kematian. Sebab itu pali harus ditaati untuk menjaga keseimbangan dan keserasian kosmos. 94 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Tengah, (Palangka Raya: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979), 14-15

5 Adat istiadat maupun sistem kepercayaan orang Dayak ini, sangat dipengaruhi oleh kepercayaan agama helo (agama jaman dulu) atau yang kemudian disebut agama Kaharingan. Sebagaimana agama asli yang terdapat pada daerahdaerah lain yang ada di Indonesia, demikian juga kaharingan merupakan salah satu agama asli nusantara yang sampai sekarang masih bertahan dan dipelihara oleh pemeluk-pemeluknya. Kepercayaan Kaharingan disebut agama asli suku Dayak, karena memang sebelum masuknya agama-agama dunia, kepercayaan ini sudah ada terlebih dahulu di Kalimantan. Ia lahir dan tumbuh dari tempat atau daerahnya sendiri di pulau Kalimantan. Menurut Hermogenes Ugang, secara etimologi istilah Kaharingan berasal dari bahasa Sangen (Dayak Kuno), yaitu dari akar kata haringyang artinya ada dari diri sendiri, tanpa ada orang yang mengadakannya, hidup dengan sendirinya tanpa ditanam dan dipelihara. 95 Agama Kaharingan percaya kepada Raying Hattala Langit, Raja Tuntung Matan Andau, Tuhan Tambing Kabunteran Bulan, Jatha Balawang Bulau Kanaruhan Bapager Hintan, artinya: Tuhan yang berkuasa di Langit, yang menciptakan matahari, bulan (alam semesta), Zat yang Maha Suci di tempat yang Maha Mulia. 96 Raying diyakini mempunyai otoritas tertinggi karena Dialah yang menciptakan alam semesta, yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam kehidupan manusia. Dalam perjalanannya, agama Kaharingan terus bertahan ditengah-tengah keberadaan agama-agama resmi yang ada di Indonesia. Keberadaannya yang tidak diakui sebagai agama resmi pada masa orde baru ini terpaksa bernaung di salah satu agama besar di Indonesia yaitu agama Hindu Dharma. Setelah berintegrasi dengan Hindu Dharma, maka dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Agama Republik 95 Hermogenes Ugang, Menelusuri Jalur-jalur Keluhuran, Wawancara dengan Parada L. KDR (Bp. Ria), Basir di kota Palangka Raya, tanggal 01 Juli 2011

6 Indonesia Nomor H/37/SK/1990 tertanggal 19 April Dengan integrasi tersebut maka, agama Kaharingan menjadi Hindu Kaharingan. Walau pun Kaharingan telah berintegrasi dengan Hindu dharma, namun dalam pelaksanaanya Kaharingan tetap menjalankan apa yang sudah menjadi kepercayaan yang telah berakar dalam suku Dayak Ngaju. Hindu Dharma merupakan payung bagi Kaharingan, 98 sehingga sesuai dengan arti namanya (haring=hidup dengan sendirinya), Kaharingan betul-betul tetap hidup dan berkembang ditengah-tengah arus globalisasi yang terus melanda kota Palangka Raya. Selain agama asli suku Dayak, di kota Palangka Raya terdapat juga agamaagama dunia, antara lain: agama Islam yang masuk di Kalimantan melalui para pedagang Melayu pada abad 17. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama Islam. Sebagian suku Dayak yang menerima ajaran Islam, memeluk agama Islam. Orang Dayak yang telah memeluk agama Islam disebut orang Melayu atau orang Banjar. Tempat-tempat dimana agama Islam berkembang sekarang adalah Kotawaringin di Kalimantan Tengah, pesisir sungai Barito (suku Bakumpai) dan wilayah Kalimantan Selatan. Sementara itu, Agama Kristen pertama kali masuk di Banjarmasin sekitar tahun 1835 oleh misionaris/zending. Mulanya keberadaan mereka tidak diterima dengan baik, bahkan banyak para pendeta dan misionaris yang dibunuh, karena mereka diidentikkan dengan pemerintah kolonial Belanda sebelumnya, yang samasama berkulit putih. Namun kemudian para misionaris dapat meyakinkan orang Dayak bahwa mereka tidak sama dengan orang-orang Belanda yang menjajah 97 Y. Nathan Ilon, Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang: Sebuah Konsepsi Memanusiakan Manusia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, (Palangka Raya: PBP DATI I Kalimantan Tengah, 1991), 7 98 Wawancara dengan Parada L. KDR., KDR (Bp. Ria), Basir di kota Palangka Raya, tanggal 01 Juli 2011

7 mereka dulu. Mereka mendekati orang Dayak dengan menghargai adat istiadat mereka. Para zending mendirikan sekolah guru (seminari) di Banjarmasin, balaibalai pengobatan dan mendidik pendeta-pendeta Dayak untuk mengadakan penyebaran Injil. Tahun 1926 berdirilah Pakat Guru Kristen Dayak, yang merupakan salah satu faktor pendorong lahirnya Gereja Dayak. Dalam perkembangan selanjutnya, nama Gereja Dayak berubah menjadi Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) yang pengelolaannya dilakukan oleh orang Dayak sendiri. 99 Pada masa sekarang, masyarakat Dayak Ngaju memeluk berbagai agama. Baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu maupun Katolik. Adanya kemudahan dalam hal sarana dan prasarana dibidang transportasi maupun komunikasi menyebabkan masyarakat kota Palangka Raya semakin heterogen. Sekalipun masyarakat Dayak telah memeluk berbagai agama, bukan berarti pengaruh tradisi lama dari kepercayaan agama helo sudah hilang. Kepercayaan itu tetap mempengaruhi perilaku orang Dayak secara umum di Kalimantan Tengah Sistem Sosial kemasyarakatan Nilai-nilai kehidupan masyarakat Dayak Ngaju yang hingga saat ini masih nampak dan tetap dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari adalah solidaritas sosial dalam kelompok. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktivitas sosial seperti: mendirikan rumah (mampendeng huma), menanam padi (manugal), menuai padi 99 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Daerah, Lihat Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun ; Fridolin Ukur, Tantang Djawab Suku Dayak, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 52.

8 (manggetem parei), pesta perkawinan atau peristiwa kematian. Semua dilakukan secara bergotong royong (sama hakadohop, handep). 101 Bentuk kerjasama yang diberikan bervarisai, sesuai dengan kemampuan masingmasing. Ada yang memberikan bantuan berupa tenaga, material maupun perhatian dalam bentuk lainnya. Kesemuanya dilakukan secara bersama-sama berdasarkan falsafah budaya betang (rumah besar, yang dapat ditempati oleh orang). Hal yang mendasar dalam budaya betang adalah norma kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip kebersamaan, kekeluargaan, kesetaraan dalam masyarakat Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial masyarakat Dayak Ngaju sudah tidak seketat jaman dulu, dan sudah mengalami banyak perubahan di dalamnya. Budaya jipen hajipen (perbudakan) dan hajual hapili jipen (jual-beli budak) mulai dihapuskan sejak Rapat Besar Perdamaian di Tumbang Anoi tahun Semua pihak yang hadir dalam pertemuan ini sepakat untuk berdamai dan menempatkan sesama manusia sebagai mahluk Tuhan yang memiliki kesamaan hak dan kedudukan. Secara umum, masyarakat Dayak mengenal sistem stratifikasi sosial antara lain: Golongan atas (utus gantung) adalah kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan finansial yang baik (oloh tatau). Kelebihan yang mereka miliki dibandingkan kelompok yang lain adalah harta pusaka dan barang-barang berharga berupa mandau, tombak, gong, kangkanong, guci dan sebagainya. Kelompok ini menempati posisi yang paling tinggi dalam kehidupan masyarakat, dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bahkan menentukan 101 Wawancara dengan Marli G. Matan (Bapa Erni), Mantir Adat Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya, 16 Juni Y. Nathan Ilon, Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing Tim Peneliti dan Pencatat Kebudayaan Daerah Kalimantan Tengah, Adat Istiadat Kalimantan Tengah. (Palangka Raya: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978),

9 dalam berbagai aktivitas sosial. Dari segi keturunan, yang termasuk dalam golongan ini adalah keturunan langsung dari Tamanggung, 104 Dambung (orang yang dihormati dalam masyarakat), Pangkalima (Panglima), Damang 105, dan Mantir Adat (membantu Damang dalam menyelesaikan tugasnya). 2. Golongan bawah (utus randah) adalah orang-orang biasa yang hidup sederhana, mencukupi kebutuhan sehari-hari dari usahanya sendiri. Ukuran untuk menyatakan bahwa seseorang itu termasuk utus randah adalah terletak pada harta benda yang dimiliki. Mereka tidak memiliki barang-barang berharga seperti yang dimiliki oleh utus gantung. 3. Golongan budak (utus jipen). Para jipen, sama sekali tidak memiliki harta benda. Mereka dipelihara oleh majikannya dan wajib bekerja untuk kepentingan majikannya itu. Biasanya yang menjadi jipen adalah orang-orang yang kalah dalam peperangan atau perkelahian dan tidak sanggup membayar utang, bisa juga karena melanggar hukum adat dan tidak mampu membayar denda (sanksi). Mereka akan menjadi orang bebas, jika mereka mampu melunasi hutang. Tetapi jika mereka tidak dapat melunasi hutang, maka seumur hidup anak keturunannya akan tetap menjadi jipen dan dikenal sebagai utus jipen. Yang juga termasuk dalam golongan ini adalah: jipen kabalik yaitu budak tawanan perang. Mereka dipandang lebih hina dan dianggap dia barega atau tidak memiliki nilai sama sekali dibanding jipen 104 Orang yang memiliki kekayaan, karisma sebagai pemimpin sehingga sangat dihormati oleh masyarakat. 105 Kepala adat yang mempunyai fungsi elit lokal yang menentukan hukum-hukum adat dan peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan hidup bermasyarakat.

10 karena utang. Mereka juga tidak memiliki kesempatan untuk hidup bebas, bahkan bisa dibunuh kapan saja oleh majikannya Sistem Kekerabatan Suku Dayak yang tinggal di pulau Kalimantan umumnya menganut sistem kekerabatan bilateral yaitu, sistem keturunan atau kekeluargaan yang menarik garis keturunan dari dua sisi, yaitu dari pihak ayah dan pihak ibu. 107 Setelah perkawinan, si suami dianggap sebagai anggota keluarga istri, sebaliknya si istri dianggap sebagai anggota keluarga suaminya. Sebab itu, biasanya setelah perkawinan si istri maupun suami bebas untuk memilih bertempat tinggal di lingkungan keluarga suami atau di lingkungan keluarga istri, sampai mereka memiliki tempat tinggal sendiri. Dalam hal hak dan kedudukan, suami dan istri dalam masyarakat Dayak Ngaju memiliki derajat yang seimbang. Tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah, masing-masing saling mengisi dan saling bekerja sama. Istri menghormati suami, demikian juga suami menghargai istri. Anak laki-laki maupun anak perempuan juga memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dalam keluarga maupun masyarakat. Masing-masing mempunyai hak untuk mewarisi warisan dari orang tua mereka. Dalam sistem kekerabatan pada suku Dayak Ngaju, yang masih dianggap sebagai keluarga dekat adalah sampai kepada keturunan ketiga (hanjenan), sepupu dua kali. Sedangkan keturunan keempat sudah dikatakan diluar keluarga inti. Itulah sebabnya, para orang tua umumnya cenderung menganjurkan anaknya untuk 106 Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dantokoh Masyarakat Adat Dayak di kota Palangka Raya, 21 Mei Lihat, Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980), 125

11 menikah dengan keturunan keempat agar hubungan keluarga kembali dekat. 108 Selain itu, diharapkan warisan keluarga berupa tanah, kebun rotan, kebun karet maupun benda-benda pusaka yang berharga dapat dipertahankan. Perkawinan yang demikian dianggap sebagai perkawinan yang ideal. 2. Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah Perkawinan memiliki kedudukan yang sedemikian penting dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju. Karena itu, adat perkawinan tersebut diatur dengan baik agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap terpelihara. Sehubungan dengan itu maka pemerintah daerah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah. Peraturan Daerah ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor: 14 tahun 1998 tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan Otonomi Daerah. 109 Kelembagaan Adat Dayak adalah organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan sejarah Masyarakat Adat Dayak dengan wilayah hukum adatnya. Lembaga ini memiliki hak dan wewenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan masalah yang terjadi dalam masyarakat dengan mengacu kepada adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum adat Dayak. 110 Pengaturan Kelembagaan Adat Dayak merupakan upaya pemerintah agar lembaga ini dapat diberdayakan sebagai wadah untuk membentuk karakter 108 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Daerah Kalimantan Tengah, (Palangka Raya: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978), Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Sekretariat Daerah Biro Hukum, 2008, Ibid, 4

12 masyarakat adat Dayak melalui pelestarian, pengembangan, pemberdayaan adat istiadat dan penegakkan hukum dalam masyarakat, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat serta menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan Hirarki Kelembangaan Adat Dayak Kalimantan Tengah Hirarki Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, sesuai Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 16 Tahun 2008 Pasal 4, sebagai berikut: Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) adalah Lembaga Adat tingkat Nasional yang bertugas sebagai lembaga koordinasi, sinkronisasi, komunikasi, pelayanan, pengkajian, wadah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan semua tingkat Lembaga Adat Dayak; - Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah merupakan Lembaga Adat Dayak tingkat Provinsi, bertugas melaksanakan program kerja dari MADN, menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi terhadap seluruh Dewan Adat Dayak tingkat Kabupaten/Kota di wilayah Kalimantan Tengah; - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten/Kota adalah Lembaga Adat Dayak tingkat Kabupaten/Kota, bertugas melaksanakan program kerja dari Dewan Adat Dayak Provinsi, menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi terhadap seluruh Dewan Adat Dayak tingkat Kecamatan dam Lembaga Kedamangan di wilayahnya. - Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan adalah Lembaga Adat Dayak tingkat kecamatan, bertugas melaksanakan program kerja Dewan Adat Dayak 111 Ibid, Ibid, 7-8

13 Kabupaten/Kota, menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi terhadap seluruh Dewan Adat Dayak tingkat Desa/Kelurahan; Kedamangan dipimpin oleh Damang Kepala Adat sekaligus sebagai Ketua Kerapatan Mantir/Let Pwerdamaian Adat tingkat Kecamatan. - Dewan Adat Dayak (DAD) Desa/Kelurahan adalah Lembaga Adat Dayak tingkat Desa/Kelurahan, bertugas melaksanakan program kerja DAD tingkat Kecamatan; Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat Desa/Kelurahan. Berikut ini merupakan Hubungan hirarki dan Bagan Kelembagaan Adat Dayak Kalimantan Tengah: PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2008, TANGGAL 18 DESEMBER 2008 BAGAN KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH MAJELIS ADAT DAYAK NASIONAL (MADN) DEWAN ADAT DAYAK (DAD) Povinsi Kalimantan Tengah DEWAN ADAT DAYAK (DAD) Kabupaten/Kota DEWAN ADAT DAYAK (DAD) Kecamatan Kedamangan dan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Kecamatan DEWAN ADAT DAYAK (DAD) Desa/Kelurahan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Desa/Kelurahan

14 Keterangan: Hubungan Hirarki Hubungan Koordinasi 2.2. Lembaga Kedamangan Salah satu Lembaga Adat Dayak yang diberdayakan oleh pemerintah adalah Lembaga Kedamangan yang dipimpin oleh seorang Damang Kepala Adat yang berkedudukan di tingkat kecamatan. Damang merupakan mitra Camat dan mitra DAD Kecamatan yang bertugas dalam bidang pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan, adat istiadat dan berfungsi sebagai penegak hukum adat Dayak dalam wilayah Kedamangan bersangkutan. Dalam menjalankan tugasnya, Damang Kepala Adat dibantu oleh Mantir Adat selaku DAD tingkat Desa/Kelurahan. 113 Sebelum adanya rapat besar Perdamaian Tumbang Anoi 114, peranan Damang Kepala Adat sangat penting dalam masyarakat. Ia berkewajiban untuk memberikan petunjuk serta pemecahannya jika terjadi masalah dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam pelaksanaan penyelesaian suatu perkara selalu mengedepankan cara-cara damai. Keputusan-keputusan yang diambil oleh Damang sangat dihargai 113 Ibid, Rapat Besar Perdamaian Tumbang Anoi dilaksanakan selama 60 hari, pada tanggal 22 Mei-24 Juli Rapat besar ini dilaksanakan di Tumbang Anoi yang terletak di Kahayan Hulu Utara Kalimantan Tengah. Para utusan yang hadir berasal dari seluruh suku Dayak di Kalimantan, para pejabat pemerintahan Hindia Belanda, dan tokoh-tokoh pribumi. Peristiwa ini sebagai suatu prestasi dari generasi pendahulu dalam merintis semangat persatuan dan kesatuan, maupun pembaharuan dibidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan keamanan. Butir-butir kesepakatan Rapat Besar Perdamaian ini antara lain: pengakuan pemerintah atas lembaga kedemangan (istilah waktu itu), penyempurnaan dan penyeragaman 96 pasal Hukum Adat warisan leluhur, penghapusan sistem perbudakan, menghentikan kegiatan asang maasang (perang antar suku) dan bunu habunu (bunuh membunuh sebagai balas dendam) serta kayau mengayau (kebiasaan berburu kepala manusia), dan penyelesaian sengketa antar perorangan maupun kelompok melalui pengadilan yang tuntas, sampai pada perdamaian. Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah bagi Kalimantan dan persiapan mendasar untuk tahap perjuangan selanjutnya. Lihat: Y. Nathan Ilon, Sekitar Perdamaian Tumbang Anoi, dalam Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing... (Palangka Raya: PBP DATI I Kalimantan Tengah, 1991),

15 dan dihormati oleh masyarakat adat, karena tiap keputusannya dianggap sebagai keputusan yang mencerminkan kehendak masyarakat serta menunjukkan keadilan bagi semua. 115 Demikian juga, sebelum adanya pasal-pasal tertulis tentang hukum Adat Dayak, secara alami Damang Kepala Adat telah menjalankan hukum-hukum itu. Keputusan yang diambil sangat bijaksana dan hati-hati sekali, mempertimbangkan kebenaran berdasarkan fakta yang terjadi, dan juga berdasarkan pengalamanpengalaman sebelumnya. Semua masalah dibahas dalam kerapatan adat Dayak, yang dihadiri oleh tua-tua adat dan para mantir adat. 116 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lembaga adat atau lembaga kedamangan yang ada di Kalimantan Tengah maupun yang ada di seluruh Kalimantan merupakan lembaga warisan asli daerah. Artinya, lembaga ini tidak hanya sebagai lembaga adat biasa, melainkan sebagai persekutuan masyarakat hukum adat Dayak, yang sudah ada jauh sebelum kehadiran pemerintah kolonial Belanda ada di daerah ini Tugas Damang Kepala Adat Seorang Damang Kepala Adat yang bertugas di Lembaga Kedamangan memiliki tugas antara lain: menegakkan hukum adat dan menjaga wibawa lembaga adat kedamangan, menyelesaikan perselisihan atau pelanggaran adat, membantu pemerintah daerah dalam mengusahakan kelancaran pelaksanaan pembangunan di 115 Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak di Kota Palangka Raya, 03 Agustus Ibid. 117 Sejak meletusnya perang Banjar tahun 1859, semangat melawan penjajah berkobar di mana-mana, termasuk di Kalimantan Tengah. Suasana perang Belanda dengan Barandar (pasukan prajurit yang didukung oleh para Damang, Pahlawan Banjar dan tokoh-tokoh masyarakat) menjadi keprihatinan para tokoh tua, sehingga mereka memutuskan untuk menandaskan gagasan damai yang diajukan pihak Belanda, dengan syarat Lembaga Kademangan tetap tegak, lembaga adat harus tetap dihargai. Lihat Y. Nathan Ilon, Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang,...52, 108

16 segala bidang, terutama bidang adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum adat, menetapkan besarnya uang sidang, uang meja, uang komisi, uang jalan, dan lap tunggal dalam rangka pelayanan /penyelesaian kasus dan atau sengketa oleh Kerapatan Mantir Perdamaian Adat, baik tingkat kecamatan maupun tingkat desa/kelurahan. 118 Dalam menyelesaikan suatu perkara, khususnya di kota Palangkaraya terdapat suatu mekanisme tertentu untuk mencegah timbulnya konflik-konflik terbuka yang diketahui publik. Suatu perkara yang diajukan kepada Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat, 119 baik tingkat Desa/Kelurahan maupun pada tingkat Kecamatan, wajib diterima, diproses sesuai dengan asas kerukunan, kepatutan dan keselarasan yang berlaku dalam masyarakat. Tata cara penyelesaian perkara dan tata cara menjatuhkan sanksi adat oleh Damang Kepala Adat melalui Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat, dilakukan sesuai dengan hukum adat Dayak yang berlaku di wilayah kedamangan masing-masing. Sehubungan dengan perkawinan, seorang Damang Kepala Adat ataupun Mantir adat berperan sebagai mediator atau pemandu dalam melaksanakan perkawinan secara adat, membantu untuk merumuskan perjanjian-perjanjian menurut adat, menerbitkan dan mengesahkan surat keterangan perkawinan secara adat, mengeluarkan surat keterangan perceraian secara adat dan surat-surat lainnya 118 Perda No. 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, pasal Istilah Let berarti wadah, tempat atau forum. Yang dimaksud Let Perdamaian Adat adalah suatu wadah bagi tetua adat, mantir adat yang biasanya diikut sertakan oleh Damang Kepala Adat dalam persidangan-persidangan adat, guna menegakan norma-norma adat dalam menyelesaikan suatu perkara. Mereka ini disebut sebagai Let Adat, karena mereka adalah tokoh masyarakat yang dianggap banyak mengetahui soal adat dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat. Peranan lain dari Let adat adalah sebagai pembantu Damang Kepala Adat dalam bidang penegakan, penuntutan, dan peradilan adat. Lihat Arma Diansyah, Damang sebagai Hakim Perdamaian Adat pada Masyakarat Suku Dayak di Palangka Raya. (Tesis, Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2011); lihat Perda, 4.

17 yang berkaitan dengan hukum adat sepanjang diminta oleh pihak-pihak yang berkepentingan Perkawinan Adat Dayak Ngaju Sistem perkawinan yang berlaku pada masyarakat Dayak Ngaju adalah sistem perkawinan Eleutherogami, 121 yaitu sistem perkawinan yang memberikan kebebasan kepada seorang laki-laki maupun seorang perempuan untuk memilih pasangan hidupnya, baik dari dalam suku sendiri atau di luar suku. Bagi masyarakat Dayak Ngaju, perkawinan adalah sesuatu yang luhur dan suci, yang mempunyai arti, makna serta kedudukan yang sama pentingnya dengan peristiwa kelahiran dan kematian. Perkawinan merupakan salah satu bagian hidup masyarakat Dayak Ngaju yang dianggap sakral karena berhubungan dengan kepercayaan mereka terhadap leluhur, yaitu Raja Bunu. 122 Perkawinan juga merupakan suatu peristiwa yang berlangsung seumur hidup, sampai maut yang memisahkan. Hal ini terlihat jelas dalam ungkapan hakambelom sampai hentang tulang artinya: hidup bersama sampai menggendong tulang. 123 Dari ungkapan ini terlihat jelas bahwa bagi orang Dayak Ngaju perkawinan harus dihormati, dan harus tetap dipertahankan sampai salah satu pihak meninggal. Penghormatan dan kesetiaaan terhadap perkawinan merupakan sesuatu yang harus selalu dijunjung tinggi oleh orang Dayak. Jika salah satu suami/istri meninggal terlebih dahulu, maka kewajiban bagi pasangan yang ditinggal itu adalah menggendong tulang yang meninggal untuk dibawa masuk ke 120 Lihat Perda Pasal 10 ayat 1e. 121 Bdk. Abdurrahman, Masalah-masalah Hukum Perkawinan di Indonesia,..., Wawancara dengan Bajik R. Simpei Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak di Kota Palangka Raya, 21 Mei Ibid.

18 sandung, 124 pada waktu upacara tiwah 125. Karena itu, jika terjadi pencemaran terhadap hakekat perkawinan, berarti telah mengotori keluhuran dan kesuciannya, maka adat akan memberikan sanksi atau hukuman tertentu bagi yang telah mencemarkannya Tujuan perkawinan dalam Masyarakat Dayak Ngaju. Dalam masyarakat Dayak Ngaju, istilah perkawinan adalah mangarangka pambelom artinya merencanakan kehidupan atau mendirikan rumah tangga sendiri. Perkawinan secara adat bertujuan untuk mengatur hidup dan perilaku belom bahadat, mengatur hubungan manusia berlainan jenis kelamin guna terpeliharanya ketertiban masyarakat agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak tercela. Hubungan seks di luar pernikahan merupakan sikap yang tidak terpuji karena dapat mengganggu keseimbangan kosmos. Jika hal itu terjadi, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi adat. Perkawinan juga bertujuan untuk mendapatkan keturunan, anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Tujuan ini terlihat sejak upacara Hakumbang auh (penjajakan), maja misek (meminang) sampai pelaksanaan perkawinan adat, selalu dikatakan: ikei toh dumah handak manggau petak ayun keton hetoh dan amun aton angat ikei tau mimbul hong hete. Artinya, kami datang hendak mencari tanah kepunyaan kalian dan kalau ada supaya kami boleh menanam disitu. Dari ungkapan ini tersirat bahwa laki-laki diibaratkan bibit tanaman yang mencari tanah tempat menanam. Sedangkan wanita diibaratkan tanah tempat menanam bibit itu. Diharapkan bibit yang ditanam itu dapat tumbuh dan menghasilkan buah. Buah 124 Sandung adalah sebuah bangunan kecil, khusus dibangun sebagai tempat menyimpan tulang mereka yang telah ditiwah. 125 Tiwah adalah upacara mengantar arwah ke Lewu Tataw yaitu dunia yang penuh dengan kesenangan, kekayaan dan kemakmuran. 126 Wawancara dengan Basel Abangkan, Kepala Adat Kedamangan Sabangau di kota Palangka Raya, 06 Juni 2011.

19 dari perkawinan adalah anak-anak. Jadi, salah tujuan perkawinan adalah mendapatkan keturunan yang sehat jasmani dan rohani serta menata garis keturunan yang teratur guna menjamin kelangsungan hidup suku. Seseorang yang telah kawin biasanya memiliki hak dan kesempatan untuk jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat, dibandingkan mereka yang belum kawin. Dengan demikian perkawinan juga mempunyai tujuan untuk mendapatkan status sosial dalam masyarakat Bentuk-bentuk Perkawinan dalam Masyarakat Dayak Ngaju Perkawinan yang tidak lazim Bentuk perkawinan ini merupakan bentuk yang dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan tatanan Adat Dayak. Umumnya bentuk perkawinan ini sangat dihindari oleh masyarakat Dayak Ngaju, karena sangat memalukan bagi keluarga, kerabat dan juga masyarakat setempat. Dan akibat perkawinan ini, pihak yang bersalah akan mendapatkan sanksi adat (singer tekap bau mata = denda penutup muka dan mata), sebagai penutup malu atau penutup aib pihak keluarga korban. - Kawin hatamput 128 Kawin Hatamput artinya kawin lari. Perkawinan ini terjadi atas kesepakatan bersama antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk melarikan diri dan hidup bersama sebagai suami isteri. Perkawinan ini dilakukan tanpa sepengetahuan orangtua mereka. Biasanya hal ini terjadi karena orangtua salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak menyetujui rencana perkawinan mereka. Bisa juga karena pihak laki-laki tidak mampu memenuhi tuntutan adat terutama palaku (mas kawin) yang diminta oleh orangtua perempuan atau pihak laki-laki tidak mampu membiayai pelaksanaan upacara perkawinan yang terlalu mahal. 127 Ibid. 128 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Bagian Proyek Pengajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Kalimantan Tengah, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Kalimantan Tengah, 1994/1995, 61-62

20 - Kawin Pahinje Arep 129 Pahinje Arep artinya menyatukan diri, dalam hal ini pihak laki-laki maupun pihak perempuan bersatu/hidup bersama atas kemauan sendiri. Perkawinan ini biasanya terjadi karena pihak laki-laki tidak mampu memenuhi syarat-syarat adat dan membiayai pesta perkawinan. Cara ini juga sering dilakukan untuk memaksa orangtua agar merestui perkawinan mereka. - Kawin Manyakei 130 Kata Manyakei berarti memanjat; menaiki, dalam hal ini pihak laki-laki atau perempuan nekat pergi dari rumah orang tuanya, ke rumah pemuda atau gadis yang dicintainya, dan tidak akan pulang ke rumah orangtuanya sampai mereka dinikahkan secara resmi menurut adat. Kawin manyakei umumnya terjadi karena beberapa faktor antara lain: orangtua tidak menyetujui pilihan hati anaknya, janji yang pernah diucapkan kepada orang yang manyakei tetapi tidak segera ditepati Perkawinan Tulah: Mandai Balai Sumbang Pelaksanaan upacara perkawinan ini dilakukan jika telah terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang lazim berlaku di dalam masyarakat. Bentuk pelanggaran ini berupa kesalahan dalam silsilah keluarga (sala hurui), misalnya antara paman dengan keponakan atau bibi dengan keponakan dan juga antara kakek dengan cucu atau nenek dengan cucu, walaupun dari segi usia mereka dari generasi yang sama. Hal ini merupakan aib bagi seluruh keluarga. Menurut adat, pasangan yang telah melakukan pelanggaran tersebut harus dikawinkan dengan upacara Mandai Balai Sumbang atau kawin tulah dimana mereka harus makan di tempat dulang bawui (tempat makanan babi). Perkawinan ini sangat memalukan karena martabat keduanya direndahkan menjadi setingkat dengan binatang. 131 Upacara kawin tulah dilakukan untuk menghindari ketidakseimbangan kosmos yang dapat mengakibatkan malapetaka bagi manusia, binatang juga alam sekitar. 129 Adat Istiadat Dayak Ngaju, (Kalimantan Tengah: LSM Pusat Budaya Betang, 2003), Ibid. 131 Pranata, Sarana dan Pelaksanaan Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharibgan di Kabupaten Barito Selatan, Jurnal Agama Hindu Tampung Penyang Vol. III, No. 2, (Agustus 2006),

21 Perkawinan yang lazim:kawin hisek Perkawinan yang sesuai dengan ketentuan adat Dayak Ngaju adalah kawin Hisek. Perkawinan ini memiliki tahap-tahap sebagai berikut: 1.) Pra Perkawinan Tahap ini merupakan tahap awal menuju kepada perkawinan. Beberapa tahap yang harus dilalui adalah: a. Bisik kurik, Hakumbang Auh (Penjajakan) Bisik kurik (bisikan kecil) merupakan bisikan yang ada dalam hati seorang laki-laki untuk melamar perempuan yang menjadi kekasih hatinya. Maksud hati itu disampaikan kepada orang tuanya untuk kemudian ditindak lanjuti. Untuk menyampaikan bisikan hati itu kepada pihak perempuan, maka pihak laki-laki meminta bantuan salah seorang kerabat dekat, yang dalam tatanan adat dayak disebut Luang, artinya juru runding atau kurir. Melalui kurir inilah pihak laki-laki menyerahkan selembar uang sebagai tanda kesungguhan hati. 132 Penyerahan selembar uang ini dinamakan Hakumbang auh. Besarnya jumlah uang yang disampaikan dalam rangka Hakumbang Auh tidak ditentukan. Biasanya uang yang disampaikan hanya selembar, misalnya Rp ,- (lima ribu rupiah), Rp ,- (sepuluh ribu rupiah), Rp ,- (dua puluh ribu rupiah), Rp ,0 (lima puluh ribu rupiah) atau Rp ,- (seratus ribu rupiah). Uang yang telah diberikan tersebut menjadi pegangan bagi pihak perempuan untuk mengadakan perundingan dengan sanak keluarga. Dalam perundingan itu, diperhatikan pula tentang larangan-larangan perkawinan, 132 Wawancara dengan Basel Abangkan, Damang Kepala Adat Kecamatan Sabangau di Kota Palangka Raya, tanggal 06 Juni 2011

22 jangan sampai diantara mereka terjadi sala hurui atau kekerabatan yang tidak sederajat menurut adat. 133 Apabila ada keluarga yang keberatan, maka uang itu akan dikembalikan melalui luang yang menyampaikan duit kumbang tersebut. Namun, jika tidak ada yang berkeberatan, maka duit kumbang diterima. Dan melalui luang pula disampaikan pesan kepada pihak laki-laki bahwa maksud hati mereka telah diterima. Selanjutnya orang tua pihak lakilaki diminta datang ke tempat keluarga perempuan untuk membicarakan tentang pelaksanaan acara Mamanggul. b. Meminang: Mamanggul (Kajan Hatue) Tahap ini merupakan kelanjutan dari Hakumbang Auh yaitu cara meminta si gadis secara resmi setelah pihak keluarga laki-laki mengetahui bahwa keinginan hati mereka diterima oleh pihak perempuan. Acara Mamanggul merupakan pertemuan yang tidak hanya melibatkan keluarga kedua belah pihak, namun juga masyarakat sekitar. Acara ini dilakukan jika waktu pelaksanaan perkawinan lebih dari setahun. Dalam acara ini, pihak laki-laki memberikan Tanda Panggul kepada sang gadis berupa kain, seperangkat alat mandi, minyak wangi dan sejumlah uang. Dan sebagai pengikat janji, kedua belah pihak memberikan duit turus berupa duit receh yang dibagi-bagikan kepada orang-orang yang hadir. Duit receh ini dinamakan Turus Panggul maksudnya orang-orang yang telah menerima duit receh tersebut sebagi saksi dari ikatan itu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Bagian Proyek Pengajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Kalimantan Tengah, Adat dan Upacara Perkawinan, Wawancara dengan Basel Abangkan, Kepala Adat Kedamangan Sabangau di kota Palangka Raya, 06 Juni 2011.

23 Hal-hal yang dibahas dalam acara Mamanggul adalah Jalan Hadat, yaitu barang-barang adat yang harus diberikan oleh pihak laki-laki pada saat pelaksanaan perkawinan kepada pihak perempuan sesuai dengan ketentuan adat perkawinan. Adapun barang-barang adat tersebut adalah: 135 Palaku, Saput, Pakaian Sinde Mendeng, Garantung Kolok Pelek, Lamiang Turus Pelek, Bulau Singah Pelek, Lapik Luang, Sinjang Entang, Tutup Uwan, Lapik Ruji, Timbuk Tangga, Pinggan Pananan Pahinjean Kuman, Rapin Tuak, Bulau Ngandung/Panginan Jandau, Jangkut Amak, Turus Kawin dan Batu Kaja. Selanjutnya dibicarakan pula masalah besarnya denda yang harus dibayar oleh pihak yang melanggar perjanjian mamanggul tersebut. Semua perjanjian yang telah disepakati bersama, dituang dalam Surat Perjanjian Mamanggul yang ditanda tangani oleh keluarga dekat dan saksi-saksi dari kedua belah pihak. Acara ini diakhiri dengan makan bersama. c. Pertunangan: Maja Misek (Kajan Bawi) 136 Acara Maja Misek tidak jauh berbeda dengan Mamanggul. Berdasarkan kesepakatan bersama, kedua belah pihak menetapkan hari, bulan dan tanggal Maja Misek (pertunangan). Disebarlah undangan kepada seluruh kerabat dan masyarakat sekitar untuk bersama-sama menyaksikan peresmian pertunangan anak-anak mereka. Maja dalam bahasa Dayak Ngaju adalah bertamu atau bertandang, sedangkan Misek artinya bertanya. Jadi, dalam tatanan adat perkawinan 135 Mengenai barang-barang hadat ini, terdapat dalam Surat Perjanjian Perkawinan Menurut Adat dayak Ngaju, dan makna dari barang-barang tersebut akan dibahas dalam Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju. 136 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Bagian Proyek Pengajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Kalimantan Tengah, Adat dan Upacara Perkawinan, 69

24 Dayak Ngaju, acara Maja Misek berarti suatu tahap dimana pihak laki-laki bertamu untuk menanyakan kepada pihak perempuan tentang kelanjutan dari perjanjian yang telah dibuat bersama pada acara Mamanggul. Pada acara Maja Misek ini, rombongan keluarga pihak laki-laki datang dengan membawa Ramun Paisek (barang-barang syarat pertunangan) berupa Pakaian Sinde Mendeng (satu stel pakaian lengkap), seperangkat alat untuk mandi dan seperangkat barang untuk merias diri serta dua buah cincin pertunangan. Barang-barang ini dibawa dalam Sangku yang digendong dengan menggunakan bahalai (kain panjang) oleh bibi atau nenek calon mempelai laki-laki. Acara dimulai dengan dialog tentang maksud kunjungan rombongan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, dilanjutkan pembahasan mengenai penetapan hari, bulan dan tahun pelaksanaan perkawinan. Dalam menentukan waktu pelaksanaan perkawinan, biasanya sedapat mungkin dihindari: bulan tapas (bulan yang tidak genap 30 hari), bulan mahutus (saatsaat pergantian bulan), bulan kakalah (kira-kira satu minggu setelah purnama), bulan awan (gerhana bulan). Waktu pelaksanaan yang dianggap baik adalah bulan lembut (bulan baru timbul) atau sering disebut juga bulan belum (bulan hidup) sampai bulan bunter (bulan penuh, bulat). 137 Masyarakat Dayak Ngaju memahami bahwa waktu pelaksanaan perkawinan yang baik akan mempengaruhi perkawinan, antara lain: membawa kebahagiaan, kelanggengan, kemakmuran dalam hidup, jauh dari segala sakit penyakit dan kesialan. Sebaliknya jika waktu pelaksanaan dianggap tidak 137 Wawancara dengan Helmina, salah satu masyarakat di kota Palangka Raya yang sering mengikuti acara perkawinan Adat Dayak Ngaju, tanggal 20 Juni 2011.

25 baik, maka perkawinan itu akan dirundung kesedihan, kekecewaan, kesialan dan hal-hal negatif lainnya. 138 Hal-hal lain yang tidak kalah penting untuk dimusyawarahkan dalam acara ini adalah: syarat-syarat perkawinan atau Jalan Hadat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut adat maupun tradisi yang berlaku dalam keluarga pihak perempuan; besarnya pembayaran Palaku yang harus diserahkan, Bulau Ngandung/Panginan Jandau (biaya pesta perkawinan) dan Danda Adat (sanksi adat) apabila terjadi pelanggaran perjanjian pertunangan yang menyebabkan batalnya perkawinan. Semua hal yang telah dimusyawarahkan dan disepakati tersebut, ditulis dalam Surat Janji Hisek (Surat Perjanjian Pertunangan), yang ditanda tangani oleh orang tua kedua belah pihak, dua orang saksi masing-masing pihak dan juga oleh Damang Kepala Adat setempat, 139 untuk menguatkan ikatan janji pertunangan tersebut. Selanjutnya penyerahan Ramun Paisek kepada pihak perempuan. Acara dilanjutkan dengan Meteng Manas. 140 Pelaksanaan acara ini dilakukan sesuai dengan agama yang dianut oleh kedua calon mempelai. Pada agama Kaharingan, acara ini dipimpin oleh Basir atau tokoh adat Kaharingan (tua-tua adat), dimana yang memimpin acara ini memasang gelang manik kepada pasangan yang bertunangan, kemudian dilanjutkan dengan Tampung Tawar (memercikan air yang diisi bunga segar dan harum, atau bisa juga air diberi bunga dan parfum) oleh orang tua, kerabat dekat juga 138 Ibid 139 Format Surat Janji Hisek hampir sama dengan Surat Perjanjian Mamanggul, yang berbeda hanyalah kop suratnya, Wawancara dengan Bajik R. Simpei, 21 Mei Acara Meteng Manas adalah acara mengikat tali kayu yang terbuat dari serat kayu Tengang, yang telah dipasang Manas (manik) oleh Basir atau tokoh adat Kaharingan.

26 tokoh masyarakat yang hadir. Sedangkan dalam agama Kristen, setelah penyerahan ramun pisek, acara dilanjutkan dengan ibadah yang dipimpin oleh Pendeta. Dalam acara ini dilaksanakan acara tukar cincin pertunangan. Kemudian, acara diakhiri dengan makan bersama. Pada masa sekarang, acara mamanggul bisa langsung menjadi acara maja misek, jika jarak pelaksanaan perkawinan tidak lebih dari satu tahun. Mengingat waktu dan juga biaya yang dikeluarkan tidak sedikit untuk kedua acara tersebut. Manas 2.) Pelaksanaan Perkawinan Sesuai dengan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan, maka dilaksanakanlah upacara perkawinan, yang dimulai dengan acara: a. Panganten Haguet/Mandai Acara Panganten Haguet/Mandai adalah acara dimana pihak calon pengantin laki-laki beserta seluruh keluarga haguet (berangkat) menuju ke rumah calon pengantin perempuan. Biasanya dirumah calon pengantin laki-

27 laki diadakan jamuan sederhana dan juga telah disiapkan sangku yang berisi beras, ramun pisek berupa handuk, sabun, bedak dan sebagainya. Keberangkatan rombongan calon pengantin laki-laki diiringi dengan bunyi-bunyian dari gendang dan gong. Setiba di halaman rumah calon pengantin perempuan, rombongan tidak dapat masuk karena dihalangi oleh Pantar Lawai 141 atau Lawang Sakepeng 142 yaitu semacam pintu gerbang yang dibuat dari pelepah kelapa yang dihiasi dengan benang bersusun tiga yang dibentangkan menghalangi jalan masuk. Agar rombongan dapat masuk maka benang yang merintangi tersebut harus diputuskan. Untuk itu masing-masing pesilat dari kedua belah pihak saling berhadapan dan saling berjabat tangan sebagai suatu bentuk pernyataan bahwa mereka hanya melakukan pertunjukkan, untuk memeriahkan kedatangan calon pengantin laki-laki. Kedua pemain itu akan mempertunjukkan kebolehannya. Pesilat dari pihak pengantin perempuan berusaha bertahan agar pesilat dari pihak laki-laki tidak dapat menerobos masuk, tetapi pesilat dari pihak laki-laki terus mendesak masuk, sehingga satu persatu tali perintang putus. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi seorang laki-laki untuk mendapatkan seorang wanita menjadi istrinya. Banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi, namun semua itu dapat diatasi. 141 Tim Khusus Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, Perkawinan Menurut Adat Dayak Kalimantan Tengah..., Adat Istiadat Dayak Ngaju, 33-34

28 Lawang Sakepeng b. Haluang 143 Acara haluang dilakukan oleh juru bicara dari kedua belah pihak, terdiri dari tiga, lima atau tujuh orang, sesuai dengan kesepakatan. Acara ini dipandu oleh seorang luang yang duduk diantara kedua belah pihak. Kedua belah pihak saling berdialog. Pihak pengantin perempuan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan rombongan pengantin laki-laki, dengan menggunakan bahasa humor dan bahasa kiasan. Pihak pengantin laki-laki pun akan menjawab dengan bahasa yang sama, sehingga suasana menjadi ramai dan menarik. Dalam acara ini ada aturannya, yaitu: barang siapa dalam dialog melakukan kesalahan bicara, maka yang bersangkutan dikenakan "denda" yaitu minum satu seloki tuak atau sejenis minuman beralkohol yang khusus disediakan untuk acara tersebut, sehingga acara berlangsung hangat dan gembira. Setelah acara dialog selesai, dilanjutkan dengan penyerahan barang - barang perkawinan adat. Sebelumnya dilakukan persiapan-persiapan antara lain ibu kandung mempelai perempuan beserta seorang kerabat dekat 143 Wawancara dengan Marli G. Matan, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya, 16 Juni 2011.

29 menyiapkan sebuah sangku yang diisi dengan beras sekitar setengah dan diberi alas dengan lipatan kain batik panjang. Selanjutnya ibu kandung mempelai laki-laki dan mempelai perempuan saling memberi sedikit beras dari sangku masing-masing sebagai perlambang niat untuk mengikat kesatuan dan persatuan kedua keluarga. Sebelum penyerahan syarat-syarat perkawinan, pihak keluarga mempelai laki-laki meminta agar mempelai perempuan dihadirkan ditengahtengah keluarga kedua belah pihak dan para undangan yang hadir. Selanjutnya, pembawa acara membacakan satu persatu persyaratan adat tersebut, sementara ibu kandung mempelai laki-laki menyerahkan persyaratan adat dimaksud kepada ibu kandung mempelai perempuan. Setelah diperiksa dan diperlihatkan kepada yang hadir, lalu dimasukkan didalam sangku. Selanjutnya, Damang Kepala Adat mengangkat sangku, mengucapkan doa dengan menggunakan Bahasa Dayak Ngaju, sebagai berikut 144 : Inggatangku ikau toh sangku uka rahian andau hagatang kea sewut saritan ewen toh, mangat mambelom arep ewen, tatau, sanang, pintar-harati tuntang baumur panjang. (kuangkat engkau sangku agar kelak terangkat pula nama dan kemasyhuran mereka, hidup senang, kaya, pandai dan bijaksana serta memperoleh umur panjang). i-ayunku ikau toh sangku akan hila pambelep, uka belep kea kare dahiang baya, nupi kampa ije papa, belep kea kare kapaut kabantah, palus lembut kapakat kabulat atei uka belum untung batuah. (kuayunkan engkau sangku kearah barat agar ikut terbenam pula firasat dan mimpi buruk, terbenam pula segala bentuk perselisihan dan silang sengketa sehingga muncullah rasa kebersamaan/kesehatian agar hidup beruntung). i-ayunku lnganjungku ikau toh sangku akan hila pambelum, maka kilau toh belom aseng nyaman ewen belom kea tiruk itung, pikir-akal dan belom kea isi daha. 144 Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak di Palangka Raya, 03 Agustus 2011

GLOSARY Agama Helo: Amun: Andau: Angkat Pahari: Atei: Baduruh dahae: Bahalai: Bahasa sangen: Balanga atau tajau Basir: Batuah: Batu kaja:

GLOSARY Agama Helo: Amun: Andau: Angkat Pahari: Atei: Baduruh dahae: Bahalai: Bahasa sangen: Balanga atau tajau Basir: Batuah: Batu kaja: GLOSARY Agama Helo: Agama jaman dulu, agama kepercayaan nenek moyang Dayak Ngaju sebelum agama Hindu Kaharingan. Amun: jika; kalau Andau:hari Angkat Pahari: menjadikan saudara Atei: hati Baduruh dahae:

Lebih terperinci

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran Seperti pada kebanyakan suku bangsa lain di dunia, suku Dayak di Kalimantan juga memiliki siklus hidup yang kesemuanya terangkai dalam ritual-ritual adat

Lebih terperinci

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: 96 Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: Pimpinan adat dan Ketua Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan yang

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU

BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU 1. Pementasan Ulang Kehidupan Leluhur Perjanjian perkawinan merupakan bagian dari perkawinan yang sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri dimanapun kita berada dan hidup di suatu tempat tertentu kita selalu dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita tinggal tersebut. Lingkungan

Lebih terperinci

TAHUN 2002 NOMOR 03 SERI D BUPATI BARITO UTARA

TAHUN 2002 NOMOR 03 SERI D BUPATI BARITO UTARA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA TAHUN 2002 NOMOR 03 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 01 TAHUN 2002 T E N T A N G PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN DAN PEMBERDAYAAN ADAT DAYAK Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV. Gambaran Umum Wilayah Penelitian. 4.1 Gambaran Umum Kota Palangka Raya

BAB IV. Gambaran Umum Wilayah Penelitian. 4.1 Gambaran Umum Kota Palangka Raya BAB IV Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1 Gambaran Umum Kota Palangka Raya Palangka Raya adalah kota yang menjadi Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis, Kota Palangka Raya terletak pada

Lebih terperinci

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI (IRINGAN TARIAN NGALINDAP PUNEI) Di susun oleh : LILIS MANIQ CITRA BUDAYA SANGGAR SENI BELAJAR KESENIAN TRADISIONAL KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN DAN PEMBERDAYAAN ADAT DAYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak umumnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak umumnya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan sub-sub suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen keempat. Sebagai negara hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KABUPATEN KAPUAS

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KABUPATEN KAPUAS SALINANN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

Lebih terperinci

dan Pertunangan Pernikahan

dan Pertunangan Pernikahan Pertunangan dan Pernikahan Biasanya sebelum orang memulaikan suatu perkongsian di dunia bisnis banyak perencanaan dan persiapan terjadi Sebelum kontrak atau persetujuan terakhir ditandatangani, mereka

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *) SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *) PENDAHULUAN Dalam masyarakat hukum adat dayak masih ada yang memegang teguh adat istiadat leluhurnya dalam melaksanakan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO SELATAN,

Lebih terperinci

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH TARI MANDAU TALAWANG Di susun oleh : DAYA SAKTI SANGGAR BETANG TATU HIYANG KALIMANTAN TENGAH Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Aula KNPI Kota Palangka Raya Contact : 085249164999 085651304442 085252479944 KATA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR No. : 7, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KELEMBAGAAN ADAT DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang : a. bahwa Lembaga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Koto Tuo Barat adalah Desa yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa sebagai Pelaksanaan Pasal 42 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan Sumber: ibnulkhattab.blogspot.com Gambar 4.3 Masyarakat yang sedang Melakukan Kegiatan Musyawarah untuk Menentukan Suatu Peraturan. 2. Macam-Macam Norma a. Norma Kesusilaan Ketika seseorang akan berbohong,

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr A. Analisis terhadap proses penyelesaian wali adhal di Pengadilan Agama Singaraja Nomor.

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

HUKUM ADAT SEBAGAI NILAI TATA BUDAYA MASYARAKAT DAYAK KALIMANTAN TENGAH. Oleh : I Made Kastama *

HUKUM ADAT SEBAGAI NILAI TATA BUDAYA MASYARAKAT DAYAK KALIMANTAN TENGAH. Oleh : I Made Kastama * ISSN: 1907-0144 HUKUM ADAT SEBAGAI NILAI TATA BUDAYA MASYARAKAT DAYAK KALIMANTAN TENGAH Oleh : I Made Kastama * Abstrak Aktivitas sosial masyarakat Dayak yang diharapkan terjadi adalah suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa lembaga adat yang berkembang dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG BARAT Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu: PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG N0M0R 13 TAHUN 2005 SERI D ==================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN

Lebih terperinci

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah

Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Panduan Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah 2 Daftar Isi Pengantar Sekretaris Daerah Provinsi

Lebih terperinci

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM -1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2006 BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2006 BUPATI SUKAMARA, SUKAMARA SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sebagai perwujudan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013

Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013 Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013 Kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat secara drastis, baik dalam angka, frekuensi maupun tingkat kekejamannya. Beberapa berita mengejutkan antara lain: Seorang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci