BAB I PENDAHULUAN. berpedoman pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berpedoman pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggungjawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hukum merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang dalam mengisi kehidupannya terutama pada sistem perekonomian yang memasuki era globalisasi. Kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk produk hukum yang jelas dan mempunyai kepastian hukum serta tindakan penegakan hukum yang tegas dari aparat penegak hukum. 1 Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlidungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dibuat dihadapan pejabat tertentu. Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) didalam menjalankan profesinya harus profesional karena notaris mewakili negara dalam menjalankan tugas dan fungsi 1 A.A. Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, CV. Putra Media Nusantara, Surabaya, hal 11. 1

2 sosialnya di dalam pembuatan akta sebagai alat bukti yang berupa akta autentik. Adanya lembaga notariat disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang terus meningkat baik pada jaman dulu maupun jaman sekarang. Semakin berkembangnya jaman maka semakin berkembang pula hubungan hukum keperdataan yang terjadi pada masyarakat, kesadaran masyarakat terhadap jaminan kepastian hukum semakin tinggi sehingga untuk mendapat jaminan kepastian hukum terhadap hubungan keperdataan yang mereka buat diperlukannya akta autentik. Untuk dapat memiliki suatu akta autentik tersebut harus dibuat oleh pejabat yang berwenang. Sementara itu yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dalam membuat akta autentik di bidang perbuatan hukum keperdataan adalah notaris yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 pada tanggal 6 Oktober 2004 (selanjutnya disebut UUJN) dan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 pada tanggal 15 Januari 2014 (selanjutnya disebut UUJN Perubahan), yang menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Wewenang atau sering disebut dengan istilah kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan,

3 maka setiap dari wewenang itu ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang notaris dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jabatan notaris. Berdasarkan UUJN dan UUJN Perubahan, notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi, karena wewenang tersebut adalah wewenang yang baru diberikan kepada pejabat dalam hal ini notaris berdasarkan UUJN itu sendiri. Wewenang yang diperoleh notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan HAM. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 1 angka 1 UUJN dan notaris juga mempunyai kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJN. Kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam kewenangan yang dimiliki oleh notaris sendiri dalam hal membuat akta autentik dan kewenangan lainnya tidak dapat diberikan kepada pejabatpejabat lainnya, selama kewenangan-kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangankewenangan pejabat lain maka kewenangan tersebut hanya dapat dimiliki oleh Notaris. 2 Menurut Pasal 1868 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa suatu akta autentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Namun dengan keluarnya UUJN Perubahan telah menunjuk Notaris sebagai pejabat umum, mengatur bentuk akta notaris dan kewenangan notaris. 2 Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama,Bandung, (selanjutnya disebut Habib Adjie I), hal 40.

4 Akta sendiri merupakan surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk suatu pembuktian. Untuk dapat digolongkan dalam pengertian akta maka surat harus di tanda tangani, keharusan untuk di tandatanganinya surat itu untuk dapat disebut sebagai akta berasal dari Pasal 1869 KUHPerdata. Berdasarkan ketiga Pasal tersebut diatas maka notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Surat yang bertanda tangan dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat, disebut akta yang dalam KUHPerdata dibedakan menjadi dua jenis akta yaitu, akta autentik dan akta dibawah tangan (Pasal 1868, 1869, 1874 KUHPerdata). Akta autentik merupakan alat bukti kuat, lengkap dan sempurna bagi para pihak yang bersangkutan. Para pihak juga terikat dengan isi dari akta autentik tersebut karena isinya sesuai dengan kesepakatan para pihak dan ikut menandatanganinya, sehingga mereka juga turut bertanggungjawab terhadap isi akta tersebut. Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Dapat dicermati dalam Pasal 1875 KUHPerdata menentukan bahwa: Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta autentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu. Pada hakikatnya akta autentik memuat kebenaran formal yang sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris, sehingga dalam menuangkan

5 kedalam akta notaris mempunyai kewajiban untuk memasukan kedalam akta apa yang sungguh-sungguh dan telah dimengerti serta sesuai dengan kehendak para pihak. Dengan membacakan secara jelas isi akta notaris serta memberikan informasi-informasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak dalam penandatanganan akta. Berdasarkan hal itu maka para pihak memiliki hak untuk menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi dari akta notaris yang akan ditandatanganinya. Penandatanganan suatu dokumen secara umum mepunyai tujuan sebagai berikut : a. Tanda tangan sebagai bukti (evidence) : yaitu suatu tanda tangan mengidentifikasikan penandatangan dengan dokumen yang ditandatanganinya. Pada saat penandatanganan membubuhkan tanda tangan dalam bentuk yang khusus, tulisan tersebut akan mempunyai hubungan (attribute) dengan penandatangan. b. Tanda tangan sebagai ceremony : yaitu penandatanganan suatu dokumen akan berakibat sipenandatangan mengetahui bahwa ia telah melakukan perbuatan hukum, sehingga akan mengeliminasi adanya inconciderate engagement. c. Tanda tangan sebagai persetujuan (approval) : yaitu tanda tangan melambangkan adanya persetujuan atau otorisasi terhadap suatu tulisan. Jadi suatu tulisan yang telah ditanda tangani dan dibenarkan kebenarannya mempunyai kekuatan pembuktian yang sama seperti akta autentik. Eksistensi notaris di kalangan pejabat umum (openbaar ambtenaar) adalah, untuk mengakomodir segala hal yang berkaitan dengan hukum keperdataan. Khususnya kebutuhan masyarakat akan pembuktian dengan dilandasi UUJN juncto UUJN

6 Perubahan. Kewenangan notaris sebagaimana dimaksud UUJN dan UUJN Perubahan dengan profesinya sebagai pembuat akta autentik disertai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang begitu pesat dan dinamis telah meningkatkan intensitas dan kompleksitas hubungan hukum yang tentunya memerlukan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hal inilah yang menjadi landasan filosofis dari terbentuknya UUJN dan UUJN Perubahan melalui produk yang dikeluarkan oleh notaris yaitu akta autentik, guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum setiap pengguna jasa notaris. Notaris merupakan instansi yang dengan akta-aktanya tersebut menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dengan mempunyai sifat autentik. Keautentikan suatu akta sangat ditentukan oleh terpenuhinya unsur-unsur yang ada dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa, Suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu di buatnya. Selain itu, agar suatu akta notariil dapat dikatakan sebagai suatu akta autentik maka harus memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yaitu: 1. Dibuat oleh pejabat umum yang berwenang; 2. Dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang; dan 3. Dibuat di wilayah kewenangan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta tersebut.

7 Keharusan adanya tanda tangan lain bertujuan untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain. Fungsi tanda tangan adalah untuk memberi ciri atau untuk mengindividualisir sebuah akta. Akta yang dibuat oleh A dan B dapat diidentifisir dari tanda tangan yang dibubuhkan pada aktaakta tersebut. Oleh karena itu nama dan tanda tangan sangat dibutuhkan pada akta-akta tersebut. Menurut Abdul Ghofur Anshori, Pejabat umum dalam hal ini notaris harus sedapat mungkin menjalankan tugas jabatannya dengan baik yaitu : 1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan umum. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan para pihak yang berkepentingan. 2. Berdampak positif, artinya akta notaris itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. 3 Mekanisme penandatanganan akta notariil tidak hanya terbatas pada persoalan bahwa akta tersebut harus ditandatangani namun, penandatanganan akta tersebut juga harus dihadapan notaris sebagaimana telah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN Perubahan bahwa, membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit (2) dua orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN dan UUJN Perubahan. 3 Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 90.

8 Membacakan akta sampai pada penandatanganan akta merupakan suatu satu kesatuan dari peresmian akta di mana sebelum akta tersebut ditanda tangani terlebih dahulu akta tersebut dibacakan di depan para pihak yang bersangkutan guna menyampaikan kebenaran isi akta dengan keinginan para pihak kemudian akta tersebut ditandatangani tentunya di hadapan para pihak dan dua (2) orang saksi. Kemudian hal tersebut diatas ditegaskan pula dalam ketentuan Pasal 44 UUJN yang menentukan bahwa : 1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditanda tangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya dengan menyebutkan alasannya; 2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta; 3. Akta sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat (3) ditanda tangani oleh penghadap, notaris, saksi dan penerjemah; 4. Pembacaan, penerjemah atau penjelasan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan pada Pasal 43 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta. Hal diatas merupakan salah satu kewajiban dari seorang notaris sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN dimana jika notaris tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka konsekuensi yang di implementasikan oleh UUJN adalah terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan atau akta tersebut akan kehilangan otentisitasnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN. Hal tersebut akan berdampak pada perlindungan dan kepastian hukum yang merugikan para pihak itu sendiri, dimana akta autentik tersebut tidak lagi menjadi alat bukti yang sempurna melainkan hanya sebagai alat bukti akta di bawah tangan. Penegasan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN telah memberikan penekanan terhadap proses peresmian akta dari pembacaan sampai pada penandatanganan akta,

9 yang harus dilakukan di hadapan notaris. Dalam kenyataannya disinyalir dengan mengingat bahwa dalam hal ini jika seorang notaris memiliki kerjasama dengan beberapa bank, perusahaan, para pengusaha, pengembang, para pejabat dan faktorfaktor eksternal lainnya, maka akan terjadi dan terbentuklah akta di luar kantor notaris. Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keseluhuran serta martabat jabatan notaris harus tetap dijaga, baik ketika menjalankan tugas jabatan maupun perilaku kehidupan notaris sebagai manusia yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi martabat jabatan notaris. 4 Perkembangan di dalam dunia usaha sangat mendorong kebutuhan masyarakat luas dalam hukum keperdataan terutama pada kebutuhan pembuktian tertulis. Para penghadap dalam hal ini, datang kepada notaris dan ke kantor notaris bertujuan untuk menuangkan pikiran, kehendak dan tujuannya dan oleh notaris dapat menuangkan ke dalam sebuah akta autentik yang nantinya dapat digunakan sebagai alat pembuktian yang sempurna. Salah satu peranan notaris dalam menjalankan kewenangan jabatannya yaitu untuk membuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham. Isi dari seluruh berita acara dalam Rapat Umum Pemegang Saham adalah merupakan laporan dan pernyataan dari Notaris terhadap segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya secara langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal, waktu, dan tempat yang telah disebutkan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham. Menurut Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (selanjutnya disebut UUPT), yang diundangkan dalam Lembaran Negara 4 Ibid, hal. 41.

10 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Mengatur mengenai rapat umum pemegang saham (RUPS) melalui media elektronik, namun tidak diatur secara jelas mengenai penandatanganan elektronik yang sah sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 UU ITE menyatakan bahwa : Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Sehingga dapat diketahui bahwa segala perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik dapat dikategorikan sebagai transaksi elektronik. Namun, Pasal 11 angka 1 UU ITE mengatur secara jelas dan tegas syarat mengenai penandatanganan elektronik yang sah. Sebelumnya akan diuraikan secara lengkap isi dari Pasal 77 UUPT sebagai berikut : (1) Selain Penyelenggara RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. (2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Setiap penyelenggara RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

11 Terjadi konflik norma antara ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN Perubahan yang menyatakan bahwa : Dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib, membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) rang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. Berdasarkan kedua Pasal diatas terjadi konflik norma karena UUPT mengijinkan RUPS dilakukan melalui media telekonferensi sehingga para pihak tidak harus hadir dihadapan notaris dan menandatangani akta secara langsung dihadapan notaris, namun UUJN mensyaratkan bahwa notaris wajib untuk membacakan akta dihadapan penghadap dan akta ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. Proses pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang diselenggarakan melalui media telekonferensi, dengan lahirnya kata sepakat dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dinyatakan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende willsverklaring) antara para pihak. Apa yang dikehendaki oleh para pihak yang satu dan pihak yang lainnya meskipun tidak sejurus namun bertimbal balik, kedua kehendak dari para pihak itu bertemu dalam satu sama lain. Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sebelum tercapainya kata sepakat, para kedua belah pihak terlebih dahulu akan melakukan pembicaraan dan penawaran-penawaran yang berkaitan dengan objek perjanjian. Dalam pembicaran dan penawaran yang

12 dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan hal-hal yang dikehendaki oleh pihak tersebut dan dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperbolehkan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak sehingga dapat membentuk suatu perjanjian. Dalam Risalah RUPS (minutes of general meeting) berdasarkan Pasal 90 ayat (1), apabila risalah RUPS tidak dibuat dengan akta notaris maka wajib ditandatangani oleh Ketua rapat, dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunujk oleh peserta RUPS. Menurut penjelasan Pasal 10 ayat (1), maksud penandatanganan oleh Ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS, bertujuan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS. 5 Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 90 ayat (2) risalah RUPS yang dibuat dengan akta notaris, tidak disyaratkan harus ditandatangani Ketua rapat dan 1 (satu) orang pemegang saham. Tanpa ditandatangani, risalah RUPS yang dibuat dengan akta notaris, isi yang terdapat didalamnya dianggap pasti kebenarannya. Hal itu sesuai dengan fungsi yuridis akta notaris sebagai akta autentik. 6 Sesuai ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata, bahwa suatu akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volleding) tentang apa yang dimuat di dalamnya dan mengikat (bindend) kepada para pihak yang membuat serta terhadap orang yang mendapat hak dari mereka. 7 5 Yahya M. Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hal Ibid, hal Sastrawidjaja, Man S., Mantili Rai, 2008, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang, Jilid 1, PT. Alumni, Bandung, hal. 37.

13 Proses RUPS seringkali tidak dilakukan dengan pertemuan langsung secara fisik maupun dengan kontak pembicaraan langsung. Namun dilakukan dengan cara telekonferensi melalui media elektronik, dimana sesuai dengan perkembangan masyarakat dan teknologi khususnya dalam bidang telekomunikasi, informasi dan komputer semakin lama semakin banyak yang menggunakan alat teknologi digital dalam berinteraksi antar sesama. Berdasarkan hal tersebut maka semakin kuat terjadi desakan terhadap hukum khususnya hukum pembuktian, untuk mengatur sejauh mana kekuatan dalam pembuktian dari suatu dokumen elektronik. Suatu penandatanganan elektronik dengan menggunakan alat digital yang dewasa ini sangat banyak digunakan dalam praktek sehari-hari, dan untuk menghadapi kenyataan perkembangan masyarakat yang seperti ini, pembuat undang-undang secara eksplisit dalam penjelasan umum UU ITE juncto Pasal 6 UU ITE Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa : dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Berikut penjelasannya telah menyatakan bahwa dokumen elektronik kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. Penjelasan Pasal 6 UU ITE Tahun 2008 : Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup sistem elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan

14 sebab sistem elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya. 8 Aturan mengenai tanda tangan elektronik ini lebih lanjut dijelaskan dan ditegaskan dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa, Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. Teknologi Informasi yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan sepenuhnya beroperasi secara maya (virtual), juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum. Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan teknologi informasi. Undang-undang tersebut, antara lain memuat substansi tentang tanda tangan elektronik (electronic signature) atau digital signature. 9 Tanda tangan yang dimaksud disini adalah, bukan tanda tangan yang dibubuhkan oleh seseorang dengan tangannya sendiri diatas dokumen-dokumen yang lazimnya dilakukan diatas dokumen kertas. 8 Ibid. 9 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum HAM RI, 2009, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta, hal. 43.

15 Pada dasarnya, suatu tanda tangan elektronik berikut sistem sertifikasi elektroniknya, diselenggarakan memperjelas identitas subyek hukum dan melindungi keamanan serta otentisitas informasi elektronik yang dikomunikasikan melalui sistem elektronik. 10 Fungsi dari tanda tangan elektronik atau digital signature ini sama juga dengan fungsi sidik jari seseorang yang bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti kuat secara hukum dikemudian hari. 11 Bentuk dari tindakan hukum pada umumnya adalah bebas, terkecuali ditentukan lain oleh undang-undang yang mengharuskan adanya bentuk-bentuk tertentu berupa akta dibawah tangan atau akta autentik. Akta yang berfungsi sebagai alat bukti, setidaknya material yang dipakai untuk menerangkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya : Ketahanan akan Jenis Material yang dipergunakan : Hal ini berkaitan dengan, kewajiban bagi notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya tersebut (Pasal 35 jo. Pasal 36 Peraturan Jabatan Notaris S Nomor 3 sekarang Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Tulisan pada kertas thermis yang dipergunakan untuk mesin faximile tidak dapat disimpan untuk masa kurang lebih satu tahun. Pasal 28 ayat (3) Notariswet (S.1999 no. 190) di Netderland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu 10 Edmon Makarim, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronik Notary, Edisi Kedua, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum HAM RI, Op.Cit, hal Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Cetakan ke II, Citra Aditya Bakti, Bandung. (selanjutnya disebut Herlien Budiono I) hal. 217

16 untuk pembuatan akta yang digunakan oleh para notaris di sana. Oleh karena itu, kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpan arsip. 2. Ketahanan terhadap Pemalsuan : Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diatas kertas dapat diketahui dengan kasatmata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum diantara mereka telah dilakukan dengan akta yang menggunakan jenis kartu tertentu. 3. Orisinalitas : Untuk minuta akta hanya ada satu akta aslinya, kecuali untuk akta yang dibuat in originally dibuat dalam beberapa rangkap yang semuanya asli. 4. Publisitas : Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat akta asli atau minta salinan daripadanya. 5. Dapat Segera atau Mudah Dilihat (Waarneembaarheid) : Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya. 6. Mudah Dipindahkan : Kertas dan sejenisnya dapat dengan mudah dipindahkan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi global telah membawa revolusi besar bagi perkembangan hukum nasional, khususnya dalam hukum pembuktian. Diundangkannya undang-undang Informasi Transaksi Elektronik, keautentikan hak dan kewajiban dalam sebuah dokumen elektronik dapat dilakukan dengan tanda tangan elektronik (digital signature). Sebagai alat bukti suatu peristiwa hukum, tanda tangan memiliki setidaknya dua fungsi yaitu : (1) sebagai identitas diri penandatangan (2) sebagai tanda persetujuan hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya.

17 Seperti tanda tangan manuskrip, tanda tangan elektronik juga harus meliputi kedua fungsi tersebut. Menurut UU ITE ini, tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Tanda tangan elektronik sebagai informasi elektronik merupakan satu atau sekumpulan data-data elektronik, yang tidak terbatas dengan tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya. Agar dapat mencapai tujuannya sebagai alat verifikasi dan autentikasi, tanda tangan elektronik harus terikat pada informasi elektronik lainnya yang merupakan substansi dari dokumen elektronik itu sendiri. Sahnya suatu tanda tangan elektronik sebagai sebuah informasi dan dokumen elektronik harus dapat memenuhi syarat minimum baik subyek maupun obyeknya. Syarat subyektif yang dimaksud meliputi, kualitas diri penandatangan. Datadata pembuatan tanda tangan elektronik hanya terkait pada si penandatangan. Dalam proses penandatanganan, data-data tersebut hanya berada dalam kuasa penandatangan. Hal ini membutuhkan sistem proteksi yang baik sehingga pihak lain tidak dapat menggunakannya untuk perbuatan yang bersifat melawan hukum. Tanda tangan elektronik membutuhkan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi keamanannya maupun dari informasi elektronik yang terkait dengannya. Sistem keamanan ini diperlukan kedepannya agar dapat diketahuinya perubahan tanda tangan elektronik maupun informasi elektronik setelah terjadinya penandatanganan. Sistem ini

18 juga diperlukan untuk mengidentifikasi penandatangan agar dapat menentukan hak dan kewajiban subyektif, dan untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik tersebut. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) UU ITE dipastikan bahwa, informasi dan/atau dokumen elektronik berikut dengan hasil cetaknya adalah merupakan alat bukti yang sah. Oleh karena itu kekuatan pembuktian terhadap dokumen elektronik dapat dipersamakan dengan akta autentik, jika dilihat dari Pasal 1 angka 12 UU ITE tentang definisi dari Tanda Tangan Elektronik, bahwa suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang telah ditanda tangani, dilekatkan, teraosiasi atau terkait dengan informasi elektronik tersebut telah diverifikasi dan diautentifikasi. Tanda tangan elektronik dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah maka selain telah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam Pasal 11 UU ITE, maka masih ada syarat yang wajib ditempuh oleh pengguna tanda tangan elektronik sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2) UU ITE yang menyebutkan mengenai pengamanan tanda tangan elektronik sekurangkurangnya meliputi : a. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak; b. penanda tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik; c. penanda tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh penanda tangan dianggap mempercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika : 1. Penanda tangan mengetahui bahwa data pembuat Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau

19 2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan sertifikat elektronik tersebut. Secara umum, penandatanganan suatu dokumen elektronik bertujuan untuk memenuhi keempat unsur di bawah ini yaitu : 1. Bukti, dalam hal ini sebuah tanda tangan mengontetikasikan suatu dokumen dengan mengidentifikasikan penandatangan dengan dokumen yang ditanda tangani. 2. Formalitas, dalam hal ini penandatanganan suatu dokumen memaksa pihak yang menandatangani untuk mengakui pentingnya dokumen tersebut. 3. Persetujuan dalam hal ini, pada beberapa kondisi yang disebutkan dalam hukum, sebuah tanda tangan menyatakan persetujuan pihak yang menandatangani terhadap isi dari dokumen yang ditanda tangani. 4. Efisiensi dalam hal ini, sebuah tanda tangan pada dokumen tertulis sering menyatakan klarifikasi pada suatu transaksi dan menghindari akibat-akibat yang tersirat di luar apa yang telah dituliskan. Untuk dapat mencapai semua tujuan dari penandatanganan suatu dokumen seperti tersebut diatas, maka sebuah tanda tangan harus mempunyai atribut-atribut berikut ini : 1. Autentifikasi penandatanganan adalah, sebuah tanda tangan seharusnya dapat mengidentifikasikan siapa yang menandatangani dokumen tersebut dan sulit untuk dapat ditiru oleh orang lain. (ketahanan terhadap pemalsuan) Herlien Boediono I, Op.Cit, hal. 218.

20 2. Autentifikasi Dokumen adalah, sebuah tanda tangan seharusnya mengidentifikasikan apa yang ditandatangani, membuatnya agar tidak mungkin dipalsukan ataupun diubah (baik dokumen yang ditandatangani maupun tandatangannya) tanpa diketahui. Autentifikasi penandatanganan dan dokumen adalah alat untuk menghindari pemalsuan dan merupakan suatu penerapan konsep nonrepudiation dalam bidang keamanan informasi. Nonrepudiation adalah jaminan dari keaslian ataupun penyampaian dokumen asal untuk menghindari penyangkalan dari penandatanganan dokumen (bahwa dia tidak menandatangani dokumen tersebut), serta penyangkalan dari pengirim dokumen (bahwa ia tidak mengirimkan dokumen tersebut). Tanda Tangan Elektronik berikut sistem sertifikasi elektroniknya, diselenggarakan untuk memperjelas identitas subyek hukum dan melindungi keamanan serta otentisitas informasi elektronik yang dikomunikasikan melalui sistem elektronik. Sementara itu, notaris sebagai pejabat umum berdasarkan UUJN mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam legalitas transaksi di Indonesia, bahkan notaris juga dipahami menjadi pihak ketiga terpercaya (trusted-third-party/ttp). 14 Dengan diundangkannya UUJN Perubahan, memberikan kemudahan bagi notaris dalam menjalankan jabatannya untuk membuat akta autentik. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan yang menyatakan bahwa : Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan menyatakan bahwa : 14 Edmon Makarim, Op.Cit, hal. 6

21 Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf dan hipotek pesawat terbang. Dengan ditetapkannya UUJN Perubahan ini masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan transaksi atau membuat suatu perjanjian. Cukup dengan dokumen elektronik, para pihak dapat menyelesaikan transaksi bisnisnya. cyber notary ini tentunya juga memudahkan dalam hal RUPS harus dilakukan melalui media teleconfrence. Berdasarkan uraian diatas maka, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, sehingga RUPS dapat dilakukan pemegang saham melalui media telekonferensi, video confrence atau media elektronik lainnya. Untuk melihat originalitas suatu penandatanganan, pada dasarnya tanda tangan yang dalam hal ini merupakan tanda tangan elektronik adalah berfungsi sama sebagaimana layaknya suatu tanda tangan di atas kertas. Hal-hal tersebut diatas menarik keinginan penulis untuk mengkaji dalam bentuk Tesis sebagaimana dimaksud dalam proposal ini dengan judul KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI. Terkait dengan permasalahan mengenai kekuatan hukum akta notaris tentang penandatanganan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas (PT) melalui media telekonferensi telah dibahas juga dalam beberapa penelitian. Demikian

22 penelitian yang sebagaimana penulis sebutkan diatas belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti yang lain. Hasil dari penelusuran penelitian yang terkait dengan penandatanganan elektronik adalah sebagai berikut : 1. Tesis milik Grace Wahyuni, S.H (NIM : ), mahasiswa Universitas Indonesia, Tahun 2010 dengan Judul : Keabsahan Tanda Tangan Elektronik RUPS Telekonferensi Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT dan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Rumusan Masalah dalam Tesis ini : 1. Apakah pembuatan Akta RUPS yang akan dilaksanakan secara telekonferensi adalah sah? 2. Apakah Risalah RUPS yang diselenggarakan secara telekonferensi tersebut dapat merukan alat bukti otentik? Secara umum penelitian pada tesis ini membahas mengenai mekanisme pelaksanaan RUPS melalui video konferensi, keabsahan RUPS melalui video konferensi dan peranan notaris dalam RUPS melalui video konferensi. Dengan diakuinya media video konferensi sebagai sarana pendukung pelaksanaan RUPS menimbulkan akibat hukum mulai dari pelaksanaan RUPS melalui video konferensi itu sendiri hingga masalah keabsahan RUPS dan Notulen RUPS melalui media video konferensi. Apabila RUPS tersebut dilakukan melalui media video konferensi maka hasil keputusan rapatnya juga bersifat elektronik dimana dokumen yang merupakan notulen rapat adalah dokumen elektronik. Penggunaan media elektronik seperti teknologi telekonferensi untuk melaksanakan RUPS memang lebih efisien juga efektif. Akan tetapi timbul permasalahan baru dalam hal pengesahan hasil RUPS yang harus dibuat dalam bentuk

23 akta autentik. Hal ini terkait dengan syarat akta notaris yang harus memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Tesis milik I Made Putra Manawa, S.H. (NIM : ) disusun pada tahun 2013, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Udayana, yang berjudul Tanggungjawab Notaris Dalam Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Elektronik Terhadap Ketidaksesuaian Verifikasi Data Diri Pemilik Tanda Tangan Elektronik. Rumusan Masalah dalam Tesis ini adalah : 1. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai Registration Authority dalam lembaga sertifikasi tanda tangan elektronik terhadap ketidaksesuaian data diri pemilik tanda tangan elektronik? 2. Bagaimana akibat hukum dari tanda tangan elektronik yang mengalami ketidaksesuaian data diri pemilik? Secara umum pada penelitian ini membahas mengenai tanggungjawab notaris sebagai registration authority dalam lembaga sertifikasi tanda tangan elektronik terhadap ketidaksesuaian data diri pemilik tanda tangan elektronik dan akibat hukum dari tanda tangan elektronik tersebut yang mengalami ketidaksesuaian data diri pemiliknya. Dimana ketidaksesuaian data diri pemilik tanda tangan elektronik dalam sertifikat tanda tangan elektronik akan mengakibatkan tanda tangan elektronik tersebut tidak memiliki kaitan antara data diri penandatangan dengan tanda tangan elektronik yang dimiliknya. Tanda tangan elektronik tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak dapat memenuhi ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang. Oleh karena itu notaris dalam hal ini bertindak sebagai RA dalam lembaga sertifikasi tanda tangan elektronik

24 bertanggungjawab secara perdata dan pidana, apabila pihak yang merasa dirugikan dapat membuktikan ada prosedur yang tidak sesuai dengan UUJN dan/atau Kode Etik Notaris karena notaris mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai anggota dari perkumpulan notaris. 3. Tesis milik I Putu Suwantara, S.H., (NIM ), disusun pada tahun 2013, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Udayana, yang berjudul Eksistensi dan Pengaturan Hukum Tanda Tangan Elektronik Dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas. Rumusan Masalah dalam Tesis ini adalah : 1. Apakah penggunaan tanda tangan elektronik dapat diakui secara hukum (sah) dalam akta pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas? 2. Bagaimana pengaturan hukum serta peran Notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham dengan menggunakan sistem elektronik? Secara umum dalam penelitian ini membahas mengenai informasi elektronik dan dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang hukum yang sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Alat bukti menurut hukum acara yang dibuat dalam bentuk informasi elektronik/ dokumen elektronik,merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga seluruh transaksi elektronik dengan tanda tangan elektronik yang ada didalam akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas dapat dianggap sebagai akta, bahkan kekuatan pembuktiannya sama dengan akta autentik. Pada penelitian ini mengangkat

25 permasalahan penggunaan tanda tangan elektronik dapat diakui secara hukum (sah) dalam akta pernyataan keputusan rapat Perseroan Terbatas (PT), dan pengaturan hukum serta peran notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham dengan menggunakan sistem elektronik. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa penelitian penulis yang berjudul Kekuatan Hukum Akta Notaris Tentang Penandatanganan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas melalui Media Telekonferensi memiliki orisinalitas. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini penulis membahas mengenai apa yang menjadi dasar hukum notaris untuk menandatangani Akta RUPS Perseroan Terbatas yang ditandatangani oleh anggota RUPS melalui media telekonferensi dan kekuatan pembuktian akta notaris tentang RUPS Perseroan Terbatas yang ditandatangani melalui media telekonferensi. Jadi perbedaan dengan penelitian lainnya adalah dalam pokok pembahasan kekuatan hukum akta notaris tentang tanda tangan elektronik yang dilakukan melalui media telekonferensi Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang selanjutnya akan dibahas lebih mendalam. Adapun rumusan permasalahan-permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta notaris dalam RUPS yang menggunakan tanda tangan secara elektronik melalui media telekonferensi? 2. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta RUPS yang ditandatangani secara elektronik melalui media telekonferensi?

26 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan bersifat khusus, yang akan dijelaskan sebagai berikut : Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk, mengembangkan khazanah pemikiran hukum tentang batasan keautentikan suatu informasi berikut nilai kekuatan pembuktian hukumnya secara elektronik dan agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta notaris dengan menggunakan tanda tangan elektronik melalui media telekonferensi menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 yang mengatur mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu untuk dapat mengetahui dan memahami tentang tanggungjawab notaris terhadap profesi dan jabatan notaris yang melakukan penandatanganan akta dengan tanda tangan elektronik melalui media telekonferensi Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk dapat mendeskripsikan dan melakukan analisa lebih lanjut mengenai bagaimana kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta notaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang menggunakan tanda tangan secara elektronik melalui media telekonferensi

27 2. Untuk dapat lebih memahami dan melakukan analisa lebih lanjut tentang pertanggungjawaban notaris terhadap akta Rapat Umum Pemegang Saham yang ditandatangani secara elektronik melalui media telekonferensi Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang kenotariatan. Manfaat yang dapat diperoleh adalah: Manfaat Teoritis Secara teoritis penulis berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada bidang hukum khususnya pada bidang Kenotariatan. Hal ini terkait tentang kekuatan akta terhadap penandatanganan yang dilakukan dengan cara transaksi elektronik melalui media telekonferensi pada rapat umum pemegang saham Manfaat Praktis Secara praktis penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi notaris, akademisi, dan tentunya bagi diri sendiri. Adapun manfaat-manfaat tersebut antara lain: 1. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penandatanganan akta yang dilakukan dengan cara penandatanganan elektronik dalam RUPS yang dilakukan melalui media

28 telekonferensi, agar kedudukan dan aturan hukumnya teregulasi, sehingga menjadi lebih jelas dan tegas. 2. Bagi notaris, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan terhadap kepastian hukum dari akta notaris yang penandatanganannya dilakukan dengan cara penandatanganan elektronik melalui media telekoferensi. Selain itu beberapa permasalahan hukum yang terkait dengan penyelengaraan kerja notaris secara konvensional selama ini juga akan terselesaikan dengan baik. Tidak hanya dalam sistem pemberkasan yang semakin baik karena electronic filing melainkan juga sistem pencatatan dan standar penyelenggaraan jasa yang semakin efisien dan lingkup peluang transaksi yang semakin global. Notaris juga akan dipermudah dengan fasilitas sistem elektronik yang menunjang bukti-bukti dari dipenuhinya syarat-syarat suatu keautentikan baik terhadap syarat subyektif maupun syarat obyektif. 3. Bagi diri sendiri, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan yang erat kaitannya dengan perkembangan ilmu kenotariatan, dan juga sebagai persyaratan untuk dapat menyelesaikan studi pada pendidikan strata 2 (dua) Magister Kenotariatan Landasan Teoritis Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, dan lain-lain yang selanjutnya dipergunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam penelitian Buku Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2013, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, hal. 53.

29 Teori merupakan suatu proses yang menghasilkan keseluruhan pernyataan yang memiliki keterkaitan dengan suatu objek. Ahli teori yaitu Jan Gijssels dan Mark van Hoccke mengemukakan bahwa Teori adalah segala yang mencakup pernyataanpernyataan, pandangan pandangan dan pengertian pengertian yang memiliki keterkaitan secara logikal dengan suatu bidang kenyataan yang kemudian dirumuskan seemikian rupa sehingga menjadi suatu hal yang mungkin untuk digunakan dalam menjabarkan hipotesis hipotesis sebuah sistem pernyataan pernyataan (klaim-klaim), pandangan pandangan dan pengertian pengertian yang saling berkaitan secara logika berkenaan dengan suatu bidang kenyataan, yang dapat diuji. 16 Dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian tesis ini, teori yang digunakan adalah : Teori Negara Hukum Teori Negara Hukum dicetuskan oleh filsuf besar Yunani Kuno, Plato mengemukakan bahwa ada dua bentuk pemerintahan yang dapat dijalankan dalam suatu negara. Dimana salah satunya adalah pemerintahan dalam suatu Negara yang dibentuk melalui jalan hukum. Berdasarkan hal tersebut maka terkait dengan permasalahan yang penulis ambil maka, dalam hal ini sangat diperlukan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas mengatur agar tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga negara dapat menjamin keadilan bagi warga negaranya. Secara lebih riil, Plato merumuskan teorinya tentang Negara Hukum : (i) hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh situasi Jakarta, hal H. Salim, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,

30 ketidakadilan, (ii) aturan-aturan hukum harus dihimpun dalam satu kitab, supaya tidak muncul kekacauan hukum, (iii) Setiap undang-undang harus didahului preambule tentang motif dan tujuan undang-undang tersebut, Manfaatnya adalah agar rakyat dapat mengetahui dan memahami kegunaan mentaati hukum itu, dan insaf tidak baik menaati (iv) tugas hukum adalah membimbing melalui Undang-undang, (v) orang yang melanggar undang-undang harus dihukum. 17 Oleh karena itu teori Plato pun seolah memberi himbauan kepada yang mempelajari hukum agar faktor manusia (aparat hukum) menjadi bagian integral dalam studi hukum. Eksplanasi teoretis yang dihasilkan dari kajian terhadap faktor aparat itu, tidak hanya bermanfaat secara praktis dalam rangka penegakkan hukum, tetapi juga memberi bobot ilmiah pada kajian hukum Teori Kepastian Hukum Teori Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara. Asas Kepastian Hukum atau disebut juga dengan asas pacta sun servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian. Suatu negara hukum yang memiliki kedudukan tertinggi dalam pelaksanaan pemerintahan dalam hukum. Menurut Gustav Radbruch, hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada 3 hal yaitu: 1. Kepastian Hukum 2. Keadilan 17 Bernard L. Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y. Hage,2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cetakan III, Genta Publishing, Yogyakarta, hal Ibid, hal. 43.

31 3. Daya Guna atau Kemanfaatan 19 Dalam kaitannya dengan permasalahan ini maka dalam prakteknya seorang notaris dalam melakukan tugas-tugasnya adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum adalah melegalkan kepastian hak dan kewajiban, untuk dapat menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya, harus selalu perpegang kepada peraturan perundang-undangan Teori Kewenangan Teori adalah suatu dasar untuk menyederhanakan pemahaman akan suatu hal yang merupakan rangkaian dari berbagai penjelasan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat umum. 20 Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa wewenang (bevoeigdheid) diartikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 21 Jadi teori kewenangan berkaitan dengan kekuasaan hukum dan kemampuan untuk bertindak yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Kewenangan berdasarkan undang-undang dapat diperoleh melalui: Atribusi, adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Hal ini didasarkan pada kewenangan Jabatan Notaris yang langsung diberikan oleh undang-undang yang dalam 19 O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, hal Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, No. 5 & 6 tahun XII, September-Desember, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, hal Lutfi Effendi dan Sri Kustina, 2000, Hukum Administrasi (Administrasi Recht), Biro Konsultan dan Bantuan Hukum, Malang, hal. 109.

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara bertemu langsung, kini bisa dilakukan jarak jauh dan tanpa. bertatapan muka dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara bertemu langsung, kini bisa dilakukan jarak jauh dan tanpa. bertatapan muka dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya membawa manfaat yang luar biasa bagi perkembangan komunikasi. Komunikasi antar individu satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan dan Informasi, edisi no.2 Vol.1, 2005, hlm.34.

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan dan Informasi, edisi no.2 Vol.1, 2005, hlm.34. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berjalan sedemikian rupa sehingga pada saat ini sudah sangat berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu.

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Akhirnya Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undang dua hari lalu. UU ini, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

KEABSAHAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

KEABSAHAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI MEDIA ELEKTRONIK KEABSAHAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI MEDIA ELEKTRONIK Oleh Putu Angga Pratama Ida Bagus Rai Djaja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI TESIS KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI KOMANG FEBRINAYANTI DANTES 1292461007 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanggungjawabaan profesional adalah pertanggungjawabaan kepada diri sendiri dan masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti serorang professional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi yang memudahkan kegiatan kehidupan manusia ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi yang memudahkan kegiatan kehidupan manusia ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi Informasi dan komunikasi yang berkembang pada saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA MEMAHAMI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) DAN PENERAPANNYA PADA DOKUMEN ELEKTRONIK SEPERTI E-TICKETING DI INDONESIA Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM 5540180013 Dosen DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum Positif adalah Jaminan Fidusia. Lembaga jaminan kebendaan fidusia tersebut sudah digunakan di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti saat sekarang ini merupakan wujud dari perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di dalamnya manusia bergerak

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah Di ambang abad ke-21 ditandai dengan bertumbuhnya saling

A. Latar Belakang Masalah Di ambang abad ke-21 ditandai dengan bertumbuhnya saling TELAAH YURIDIS PEMBUATAN WEB BLOG (BLOG) NOTARIS DI INTERNET BERDASARKAN PASAL 4 ANGKA 3 KODE ETIK NOTARIS JO PASAL 18 HURUF d KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM NOMOR: M-01.HT.03.01 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan elektronik merupakan salah satunya. Demikian pula di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan elektronik merupakan salah satunya. Demikian pula di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi sekarang ini dapat dikatakan mengalami perkembangan pesat. Teknologi informasi dan elektronik merupakan salah satunya. Demikian pula di Indonesia, hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat haknya sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. 5 Proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. melekat haknya sejak dilahirkan sampai meninggal dunia. 5 Proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas sebagai badan hukum lahir dan dicipta melalui proses hukum sehingga menurut M. Yahya Harahap perseroan merupakan badan hukum buatan (artificial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

Perseroan Terbatas. Berlakunya asas preferensi hukum Lex Specialis

Perseroan Terbatas. Berlakunya asas preferensi hukum Lex Specialis 60 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kehadirat secara fisik Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat ditinjau secara yuridist memiliki ketidak harmonisasi antara Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mencari pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

Akibat Hukum Penandatangan Perpanjangan Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Notaris Tanpa Menghadirkan Kembali Para Pihak

Akibat Hukum Penandatangan Perpanjangan Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Notaris Tanpa Menghadirkan Kembali Para Pihak Akibat Hukum Penandatangan Perpanjangan Akta Kuasa... (Wiranto) Vol. 4 No. 4 Desember 2017 * ** Akibat Hukum Penandatangan Perpanjangan Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Notaris Tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal yang sangat kompleks karena menyangkut banyak segi kehidupan masyarakat. Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik sebagai tempat tinggal maupun

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci