INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D"

Transkripsi

1 INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Mesin pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Disusun oleh: VINSENSIUS TIARA PUTRA NIM PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

2 INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D Disusun oleh: Vinsensius Tiara Putra NIM: Telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi: Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II A. Prasetyadi, S.Si., M.Si. Stefan Mardikus, S.T., M.T. ii

3 INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D Vinsensius Tiara Putra NIM: Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 25 Juli 2016 Susunan Dewan Penguji Ketua Penguji : RB. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Si.... Sekertaris Penguji : D. Doddy Purwadianto, S.T., M.T.... Anggota I : A. Prasetyadi, S.Si., M.Si.... Anggota II : Stefan Mardikus, S.T., M.T.... Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Yogyakarta, 25 Juli 2016 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Sudi Mungkasi, Ph.D. iii

4 ABSTRAK INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D VINSENSIUS TIARA PUTRA NIM Fin tube heat exchanger (FTHE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan kalor. Performa FTHE perlu ditingkatkan karena kecilnya harga perpindahan kalor pada air side. Kecilnya harga perpindahan kalor disebabkan oleh adanya udara yang terjebak di dalam FTHE karena terjadinya wake di belakang setiap tube. Wake dapat dikurangi dengan menggunakan vortex generator. Vortex generator juga berfungsi sebagai perluasan permukaan perpindahan kalor sekaligus memicu terbentuknya longitudinal vortices yang berguna meningkatkan pencampuran udara di dalam FTHE. Pada penelitian ini digunakan metode simulasi 3D untuk mengetahui pengaruh penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada plain FTHE. Simulasi dilakukan menggunakan variasi bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800 dan 900. Vortex generator memiliki tebal sama dengan tebal fin, attack angle 15 dan diposisikan sejajar dengan tube. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan harga perpindahan kalor tertinggi sebesar 75% didapatkan dengan menggunakan RWPs. Nilai pressure drop terendah sebesar 48% didapatkan pada penggunaan DWPs. Performa CWPs dan TWPs berada di antara RWPs dan DWPs. Performa TWPs dapat dikatakan lebih baik daripada CWPs karena memiliki nilai pressure drop yang lebih rendah, yaitu 74% - 77% pada TWPs dan 93% - 99% pada CWPs. Kata kunci: vortex generator, wake, longitudinal vortices dan simulasi 3D. iv

5 ABSTRACT INVESTIGATION OF VORTEX GENERATORS FLUID FLOW ON HEAT TRASNFER PERFORMANCE USING 3D SIMULATION VINSENSIUS TIARA PUTRA SN Fin tube heat exchanger (FTHE) is a device that can be used to transfer heat. Performance of the plain FTHE need to be increased because of the low heat transfer coefficient on the air side. Low heat transfer coefficient is caused by trapped air inside the FTHE. Air could be trapped inside the FTHE because wakes are formed in every downstream of the tube. Wakes could be decreased by using vortex generators. Vortex generators also used to enlarge the heat transfer surface area and form longitudinal vortices that can increase the air mixing inside the FTHE. In this research, 3D simulation method was performed to investigate the effect of applying RWPs, DWPs, CWPs and TWPs vortex generators in plain FTHE. Variation of the Reynolds number of 500, 600, 700, 800 and 900 was used in the simulation. The vortex generators angle of attack is 15, the thicknes is as same as the fin thicknes and it is located beside every tube. The result of this research shows that RWPs give the highest heat transfer coefficient, about 75% better then plain FTHE. The lower pressure drop about 48% above plain FTHE was achieved by using DWPs. The performance of CWPs and TWPs took place between RWPs and DWPs. TWPs performance was better than CWPs because of the lower increase of the pressure drop, which is 74% - 77% for TWPs and 93% - 99% for CWPs. Keywords: vortex generators, wake, longitudinal vortices and 3D simulation. v

6 PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi ini adalah karya ilmiah yang belum pernah diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi manapun. Beberapa karya ilmiah yang digunakan sebagai referensi pendukung penulisan Skripsi ini telah dituliskan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 25 Juli 2016 Vinsensius Tiara Putra vi

7 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Vinsensius Tiara Putra NIM : Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya namun memberikan royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 25 Juli 2016 Vinsensius Tiara Putra vii

8 To my family and my friends For The Glory of The LORD viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan perkenanannya yang dianugrahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang merupakan tahap akhir dari proses memperoleh gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin Univesitas Sanata Dharma. Keberhasilan penulis dalam menjalani studi tidak lepas dari orang orang yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dengan segenap hati secara moral maupun material. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terimakasih kepada: 1. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ir. PK. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin. 3. A. Prasetyadi, M.Si. selaku dosen pembimbing utama sekaligus dosen pembimbing akademik dari penulis, yang telah membimbing penulis sejak pertama masuk kuliah di Universitas Sanata Dharma. 4. Stefan Mardikus, M.T., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan segenap hati. 5. Papa Iman, mama Iin dan nonik Nasya selaku keluarga terkasih dari penulis yang telah memberikan dukungan yang sangat luar biasa kepada penulis. 6. Teman teman mahasiswa S1, kursus EEC dan teman teman gereja yang telah memberi dukungan semangat, sharing pengalaman hidup dan menjadi saluran berkat dari Tuhan kepada penulis. Penulis menyadari dalam Skripsi ini terdapat kekurangan dan keterbatasan. Penulis berharap Skripsi ini dapat menjadi karya tulis yang bermanfaat sekaligus menjadi berkat bagi pembaca. Yogyakarta, 25 Juli 2016 Penulis ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v LEMBAR PERNYATAAN... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii HALAMAN PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR LAMPIRAN... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Rumusan Masalah Batasan Masalah Manfaat Penelitian Originalitas Penelitian... 6 BAB II DASAR TEORI Heat Exchanger Vortex Generator Klasifikasi Aliran Aliran Viscous dan Inviscid Fully Developed Flow Aliran Laminar dan Turbulen Aliran Internal dan Eksternal Performa Heat Exchanger x

11 2.7.1 Bilangan Reynolds Fanning Friction Factor dan Pressure Drop Koefisien Perpindahan Kalor Bilangan Nusselt Colburn Factor Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor Kesetimbangan Massa Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen Fluida Persamaan Momentum Tiga Dimensi Persamaan Energi Tiga Dimensi Metode Solusi Pressure Based Pressure Based Segregated Algorithm Pressure Based Coupled Algorithm Metode Solusi Density Based Model Turbulen k-ε BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Diagram Alir Proses Simulasi Variabel Penelitian Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator Computational Domain Penggenerasian Mesh Karakteristik Fluida Boundary Condition Solution Control Convergence Criteria BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop Pengaruh Vortex Generator Terhadap Colburn Factor xi

12 4.4 Pengaruh Geometri Vortex Generator terhadap Friction Factor Kontur Kecepatan Aliran Kontur Kecepatan pada Plain FTHE Kontur Kecepatan pada Penggunaan RWPs Kontur Kecepatan pada Penggunaan DWPs Kontur Kecepatan pada Penggunaan CWPs Kontur Kecepatan pada Penggunaan TWPs Perbandingan Kontur Kecepatan pada Variasi Vortex Generator Menggunakan Bilangan Reynolds Kontur Distribusi Temperatur Kontur Distribusi Temperatur pada Plain FTHE Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan RWPs Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan DWPs Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan CWPs Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan TWPs Perbandingan Kontur Distribusi Temperatur pada Variasi Vortex Generator Menggunakan Bilangan Reynolds BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Tabel boundary condition yang digunakan pada simulasi Lampiran B.1 Data bilangan Nusselt dan Colburn factor dari hasil simulasi. 98 Lampiran B.2 Data pressure drop dan friction factor dari hasil simulasi xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 (a) Individually fined tube; (b) flat fined tube... 7 Gambar 2.2 Vortex generator jenis wing dan winglet Gambar 2.3 Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang, Gambar 2.4 Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator Gambar 2.5 Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator Gambar 2.6 Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan (B) menggunakan vortex generator Gambar 2.7 Bagan klasifikasi aliran secara umum Gambar 2.8 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds rendah Gambar 2.9 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds tinggi Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada fluida yang mengalir melalui sebuah silinder pejal Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen fluida Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap permukaan dari satu elemen fluida Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux xiv

15 Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based segregated algorithm Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based coupled algorithm Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode solusi density based Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Gambar 3.2 Diagram alir simulasi Gambar 3.3 Skema FTHE isometric view Gambar 3.4 Skema FTHE top view Gambar 3.5 Skema FTHE front view Gambar 3.6 Skema plain FTHE Gambar 3.7 Skema top view vortex generator Gambar 3.8 Skema RWPs vortex generator Gambar 3.9 Skema DWPs vortex generator Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator Gambar 3.12 Computational domain Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat Gambar 3.15 Solusi yang telah converged pada kasus plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds Gambar 4.1 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap bilangan Nusselt dengan variasi bilangan Reynolds Gambar 4.2 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap pressure drop dengan variasi bilangan Reynolds Gambar 4.3 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap Colburn factor dengan variasi bilangan Reynolds Gambar 4.4 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap friction factor dengan variasi bilangan Reynolds Gambar 4.5 Skala kontur kecepatan aliran pada Plain FTHE xv

16 Gambar 4.6 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re Gambar 4.7 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re Gambar 4.8 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re Gambar 4.9 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re Gambar 4.10 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re Gambar 4.11 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan RWPs Gambar 4.12 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.13 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.14 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.15 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.16 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.17 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan DWPs Gambar 4.18 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.19 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.20 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.21 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.22 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.23 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan CWPs Gambar 4.24 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.25 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.26 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.27 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.28 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.29 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan TWPs Gambar 4.30 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.31 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.32 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.33 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.34 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.35 Skala kontur kecepatan aliran Gambar 4.36 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re xvi

17 Gambar 4.37 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.38 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.39 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.40 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.41 Skala kontur temperatur pada plain FTHE Gambar 4.42 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.43 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.44 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.45 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.46 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.47 Skala kontur temperatur pada penggunaan RWPs Gambar 4.48 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.49 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.50 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.51 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.52 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re Gambar 4.53 Skala kontur temperatur pada penggunaan DWPs Gambar 4.54 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.55 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.56 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.57 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.58 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re Gambar 4.59 Skala kontur temperatur pada penggunaan CWPs Gambar 4.60 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.61 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.62 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.63 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.64 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re Gambar 4.65 Skala kontur temperatur pada penggunaan TWPs Gambar 4.66 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.67 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re xvii

18 Gambar 4.68 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.69 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.70 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re Gambar 4.71 Skala kontur temperatur Gambar 4.72 Kontur temperatur plain FTHE pada Re Gambar 4.73 Kontur temperatur RWPs vortex generator pada Re Gambar 4.74 Kontur temperatur DWPs vortex generator pada Re Gambar 4.75 Kontur temperatur CWPs vortex generator pada Re Gambar 4.76 Kontur temperatur TWPs vortex generator pada Re xviii

19 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan L e pada aliran turbulen Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk Tabel 3.1 Karakteristik fluida kerja Tabel 3.2 Tipe yang digunakan pada setiap descretization Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk setiap Residual xix

20 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG Singkatan Kepanjangan Pemakaian pertama pada halaman FTHE Fin Tube Heat Exchanger 1 CWPs Combine Winglet Pairs 5 RWPs Rectangular Winglet Pairs 5 TWPs Trapezoid Winglet Pairs 5 DWPs Delta Winglet Pairs 5 xx

21 Lambang Arti Satuan Pemakaian pertama pada halaman A Luas m 2 15 c p Kalor spesifik J kg -1 K D h Hydraulic diameter m 19 d Diameter m 16 E Energi J 33 f Fanning friction factor Dimensionless 20 g Gravitasi m s h Koefisien perpindahan kalor W m -2 K j Colburn factor Dimensionless 22 k Konduktifitas termal fluida W m -1 K L Panjang atau jarak m 13 Le Length Enterance m 15 Nu Bilangan nusselt Dimensionless 21 P Tekanan Pa 20 Pr Bilangan Prandtl Dimensionless 22 p Tegangan normal Pa 30 Q Debit m 3 s q Heat flux W m Re Bilangan Reynolds Dimensionless 2 r Jari jari m 15 St Bilangan Stanton Dimensionless 22 T Temperatur K 21 t Waktu s 24 U Kecepatan fluida m s u Kecepatan pada arah x m s V Kecepatan m s v Kecepatan pada arah y m s xxi

22 Lambang Arti Satuan Pemakaian pertama pada halaman w Kecepatan pada arah z m s x Koordinat kartesian m 15 y Koordinat kartesian m 24 z Koordinat kartesian m 24 δ Tebal boundary layer m 13 ε Disipasi J 45 ρ Densitas kg m µ Viskositas dinamik Pa s 13 τ Tegangan viscous Pa 30 xxii

23 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi termal atau entalpi antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Penggunaan heat exchanger bertujuan untuk memanaskan, mendinginkan atau mempertahankan temperatur. Beberapa contoh penggunaan heat exchanter adalah pemanas air, sistem pendingin alat elektronik, radiator kendaraan, sistem refrigerasi dan sistem air conditioner. Berdasarkan konstruksinya, heat exchanger dibagi menjadi tubular, plate-type, extended surface dan regenerators heat exchanger [Shah, 2003]. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan dari extended surface heat exchanger yaitu fin and tube heat exchanger (FTHE). Jenis tersebut dipilih karena memiliki performa perpindahan kalor yang tinggi. Hal itu dapat dicapai karena terdapat extended surface atau perluasan permukaan perpindahan kalor yang mampu meningkatkan koefisien perpindahan kalor sebesar dua sampai empat kali lipat [Shah, 2003]. Walaupun memiliki performa perpindahan kalor yang tinggi, dalam pengaplikasiannya masih terdapat beberapa masalah. Contoh masalah yang sering dihadapi adalah keterbatasan ruang atau material untuk melakukan perluasan permukaan perpindahan kalor. Contoh kasus yang lain adalah pada saat menggunakan dua fluida kerja dengan fase yang berbeda, koefisien perpindahan kalor FTHE pada air side, yaitu bagian yang mengalami kontak dengan udara dan biasanya memiliki peranan paling besar, lebih rendah daripada liquid side, yaitu bagian yang mengalami kontak dengan fluida cair. Masalah lain yang dihadapi adalah terbentuknya wake region di setiap bagian belakang tube. Wake region adalah daerah aliran fluida yang terjebak dan terisolasi dari aliran utama karena terjadinya fluid separation, sehingga fluida tidak dapat mengalir keluar dari daerah tersebut. Oleh karena itu wake region dapat 1

24 2 mengakibatkan FTHE memiliki performa perpindahan kalor yang rendah. Pada penelitian ini akan diteliti fenomena aliran dan perpindahan kalor pada bagian air side dari sebuah pendingin ruangan. Pendingin ruangan bekerja dengan menyerap kalor pada udara di ruangan tersebut. Untuk meningkatkan proses penyerapan kalor atau harga perpindahan kalor, cara yang terbaik adalah melakukan rekayasa fenomena aliran udara. Tujuan dari rekayasa aliran udara adalah meningkatkan pencampuran udara agar distribusi temperatur menjadi lebih merata. Rekayasa fenomena aliran dapat dilakukan dengan mengubah geometri FTHE. Pada dasarnya fenomena aliran pada FTHE bergantung pada bentuk geometri saluran yang dilewati oleh aliran tersebut [Shah, 2003]. Telah dilakukan penelitian oleh para peneliti sebelumnya dengan mengubah geometri FTHE menggunakan wavy fin, louvered fin, oval tube dan flat tube [He et al., 2012]. Walaupun telah didapatkan peningkatan perpindahan kalor dengan menggunakan beberapa cara tersebut, para peneliti beranggapan performa heat exchanger dapat ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, beberapa peneliti mulai meneliti metode baru untuk meningkatkan harga perpindahan kalor, yaitu dengan menggunakan vortex generator. Salah satu pengembangan terbaru yang dilakukan untuk meningkatkan performa FTHE adalah dengan menggunakan vortex generator. Vortex generator adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk longitudinal vortices atau pusaran pusaran udara dengan arah parallel terhadap aliran utama [He et al., 2012]. Longitudinal vortices yang terbentuk berguna meningkatkan intensitas pencampuran aliran udara. Dengan intensitas pencampuran udara yang tinggi maka distribusi temperatur menjadi lebih merata. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan vortex generator. Penelitian numerik yang dilakukan oleh Biswas et al., 1994 menunjukkan, dengan menggunakan bilangan Reynolds 500 dan 1000 pada pengaplikasian winglet type longitudinal vortex generator yang ditempatkan di bagian downstream dapat meningkatkan perpindahan kalor pada bagian tersebut sampai dengan 250%. Eksperimen yang dilakukan oleh Gentry dan Jacobi, 1997 menunjukkan terjadi peningkatan perpindahan kalor sebesar 50% sampai dengan 60% dengan

25 3 menggunakan delta-wing vortex generator pada Re rendah. Chen et al., 1998 menunjukkan delta winglet vortex generator dapat memberikan rasio besarnya heat transfer enhancement terhadap flow loss penalty pada penggunaan satu, dua, dan tiga pasang adalah 1,04; 1,01; dan 0,97. Torii et al., 2002 meneliti konfigurasi common flow up pada FTHE with winglet type vortex generator. Penelitian mereka menunjukkan, konfigurasi tersebut dapat meningkatkan perpindahan kalor serta menurunkan pressure loss pada susunan stagerred maupun in-line FTHE. Tiwari et al., 2002 menunjukkan dalam penelitiannya, dengan menggunakan multiple delta winglets dapat mengurangi ukuran heat exchanger. Tidak jauh berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh O Brien et al., 2004 dengan menggunakan vortex generator, rata rata perpindahan kalor dapat meningkat sampai dengan 38%. Dengan melakukan eksperimen dan simulasi 3D turbulence analysis, Leu et al., 2004 menunjukkan block shape vortex generator dapat meningkatkan performa heat exchanger dengan optimal pada span angle 45. Hal tersebut juga dapat mereduksi ukuran fin sampai dengan 25% pada Re 500. Perhitungan numerik yang dilakukan oleh Hiravennavar et al., 2007 menunjukkan heat transfer enhancement dapat meningkat sampai dengan 33% dengan menggunakan satu buah winglet dan 67% saat menggunakan sepasang winglet. Tian et al., 2009 menunjukka delta winglet vortex generator dengan konfigurasi in-line dapat meningkatkan Colburn factor dan friction factor sebesar 13,1% dan 7,0% sedangkan pada konfigurasi staggered dapat meningkatkan sebesar 15,4% dan 10,5%. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Jordar dan Jacobi, 2004, 2007, 2008 menunjukkan pengaplikasian delta winglet vortex generator menggunakan berbagai konfigurasi dapat meningkatkan performa FTHE dengan siknifikan. Heat transfer enhancement dengan menggunakan delta winglet vortex generator dilakukan oleh Li et al., 2013 pada attack angle 30 menghasilkan heat transfer enhancement yang jauh lebih baik dan pressure drop yang lebih rendah pada Re yang rendah. Penelitian yang dilakukan Saha et al., 2014 menunjukkan secondary flow yang dihasilkan oleh vortex generator dapat meningkatkan percampuran fluida di daerah pusat heat exchanger. Mereka juga menunjukkan dengan performance analysis, didapatkan heat transfer enhancement yang lebih

26 4 siknifikan dari penggunaan rectangular winglet pair vortex generator daripada menggunakan delta winglet pair vortex generator. Li et al., 2014 menunjukkan penggunaan radiantly arranged delta winglet vortex generator plain FTHE dengan konfigurasi lima tube memiliki performa yang sama dan pressuse drop yang lebih rendah daripada wavy-fin and tube heat exchanger dengan konfigurasi enam tube. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, masih terdapat beberapa variasi geometri yang belum banyak diteliti. Salah satunya adalah menggabungkan dua bentuk dasar vortex generator yaitu RWPs dan DWPs vortex generator menjadi CWPs vortex generator seperti yang telah diteliti oleh Mardikus dan Putra, Hasil penelitian mereka menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator dapat menghasilkan pressure drop yang lebih rendah daripada menggunakan RWPs vortex generator sekaligus memiliki heat transfer coefficient yang lebih tinggi daripada menggunakan DWPs vortex generator. Terdapat juga peneliti yang menggabungkan dua bentuk dasar vortex generator tersebut menjadi TWPs vortex generator yang memiliki karakteristik hampir sama dengan CWPs vortex generator. Beberapa peneliti yang telah meneliti TWPs vortex generator adalah Zhou et al., 2012, 2014 dan Lotfi et al., Karena masih sedikitnya penelitian mengenai CWPs dan TWPs vortex generator maka penelitian ini dilakukan investigasi karakteristik penggunaan CWPs dan TWPs vortex generator. Pada penelitian ini akan digunakan metode computational fluid dynamic untuk mendapatkan analisa pressure drop, bilangan Nusselt, Colburn factor, friction factor, kontur distribusi temperatur dan kontur aliran fluida. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada fin and tube heat exchanger sehingga dapat diketahui karakteristik masing masing vortex generator. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui karakterisik penggunaan vortex generator pada fin and tube heat exchanger adalah:

27 5 a. Nilai bilangan Nusselt dan Colburn factor b. Nilai pressure drop c. Nilai friction factor d. Kontur kecepatan e. Kontur temperatur 1.3 Rumusan Masalah Performa perpindahan kalor FTHE pada bagian air-side memiliki nilai yang lebih rendah daripada bagian liquid-side. Selain itu, terbentuknya wake region pada setiap bagian belakang dari tube membuat FTHE memiliki performa perpindahan kalor yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan rekayasa fenomena aliran menggunakan vortex generator untuk meningkatkan performa perpindahan kalor pada bagian air-side dari FTHE sekaligus mengurangi ukuran wake region. 1.4 Batasan Masalah Dari latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka pada penelitian ini ditentukan batasan masalah sebagai berikut: a. Simulasi dilakukan pada aliran steady. b. Jennis aliran yang digunakan adalah aliran laminar. c. Analisa dilakukan pada satu baris geometri in-line FTHE. d. Digunakan vortex generator jenis RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs. e. Fluida yang digunakan adalah udara bebas. f. Model turbulen yang digunakan adalah k-ε. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat pengetahuan yang lebih mendalam mengenai penggunaan vortex generator pada FTHE. Beberapa manfaat yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan dituliskan sebagai berikut:

28 6 a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai literature pertimbangan pembuatan heat exchanger. b. Hasil penelitian dapat menunjukkan karakteristik masing masing penggunaan vortex generator pada FTHE. c. Hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vortex generator. 1.6 Originalitas Penelitian Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Zhou et al., 2012 dan Mardikus dan Putra, 2015, maka penelitian ini dilakukan berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan karakteristik CWPs dan TWPs vortex generator serta digunakan DWPs dan RWPs sebagai acuan awalnya. Pengambilan data dilakukan pada aliran laminar dengan bilangan Reynold 500, 600, 700, 800 dan 900. Vortex generator diaplikasikan sejajar dengan tube dengan attack angle 30 terhadap arah aliran udara.

29 BAB II DASAR TEORI 2.1 Heat Exchanger Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi termal (entalpi) antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Pada dasarnya HE digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida dan melakukan proses evaporasi atau kondensasi dari satu aliran fluida atau lebih. Penggunaan yang lain adalah untuk menyimpan atau membuang kalor, sterilisasi, pasteurisasi, fraksinasi, destilasi, pembuatan konsentrat, kristalisasi dan melakukan kontrol pada suatu proses fluida. Proses perpindahan kalor pada kebanyakan HE terjadi secara indirect contact. Perpindahan panas terjadi melalui dinding pemisah dan idealnya tidak terjadi pencampuran fluida sedikitpun. Beberapa contoh HE yang sering digunakan adalah shell-and-tube eexchanger, radioator kendaraan, kondensor, evaporator, pemanas air dan cooling tower. (a) Gambar 2.1 (a) Individually fined tube; (b) flat fined tube [Shah, 2003]. (b) 7

30 8 Berdasarkan konstruksinya HE dibagi menjadi tubular, plate-type, extended surface dan regenerative. Dari keempat jenis tersebut, extended surface HE memiliki performa yang paling tinggi. Extended surface adalah penambahan permukaan perpindahan kalor (fins) sebanyak 5 sampai 12 kali permukaan utama tergantung pada designnya. Design extended surface HE yang paling sering digunakan adalah fin and tube heat exchanger. Berdasarkan jenis sirip yang digunakan, dapat dilihat pada Gambar 2.1, FTHE dibagi menjadi dua jenis, yaitu individually fined tube dan flat fined tube. Pembuatan individually fined tube biasanya lebih rumit daripada pembuatan flat fined tube, oleh karena itu sering kali pembuatan flat finned tube membutuhkan biaya produksi yang relative lebih rendah. Pada FTHE biasanya perpindahan kalor terjadi antara dua fluida melalui proses konduksi melalui tube dan fin. Pada dasarnya kerapatan fin bermacam macam mulai dari 250 sampai dengan 800 fins per meter, ketebalannya mulai dari 0,08 sampai dengan 0,25 mm dan jarak aliran mulai dari 25 sampai dengan 250 mm. FTHE digunakan saat salah satu aliran fluida memiliki tekanan yang lebih tinggi atau pada salah satu fluida memiliki koefisien perpindahan kalor yang lebih tinggi. Oleh karena itu, FTHE banyak digunakan sebagai kondensor pada pembangkit listrik, air-cooled exchanger pada kegiatan industry, pendingin oli pada propulsive power plant dan kondensor dan evaporator pada air conditioning dan refrigeration system. 2.2 Vortex Generator Vortex generator adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk vortices dengan arah parallel terhadap aliran utama. Vortices terbentuk karena adanya strong swirling dari secondary flow, yang diakibatkan oleh flow separation dan gesekan pada fluida. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi flow separation dan gesekan adalah adanya pengurangan tebal boundary layer, aliran yang tidak stabil dan peningkatan gradien temperature di sekitar permukaan perpindahan kalor [He et al, 2012]. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan beberapa jenis vortex generator yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya.

31 9 Gambar 2.2 Vortex generator jenis wing dan winglet [He dan Zhang, 2012]. Pada penelitian ini vortex generator dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis wing dan jenis winglet. Jenis wing adalah vortex generator yang diposisikan tegak lurus dengan arah aliran, sedangkan jenis winglet adalah vortex generator yang diposisikan dengan sudut tertentu pada garis yang sejajar dengan arah aliran. Belum ada klasifikasi yang benar benar jelas mengenai jenis jenis vortex generator. Masih banyak penelitian dilakukan untuk semakin mendalami karakteristik masing masing vortex generator. Biasanya pada penelitian penelitian sebelumnya, vortex genenerator digolongkan berdasarkan nama, kemiripan bentuk geometri dan kemiripan karakteristik kerjanya. Pada bagian ini hanya dibahas mengenai vortex generator jenis winglet karena penelitian ini hanya dilakukan pada lingkup vortex generator jenis winglet. Penggunaan vortex generator dapat memicu terbentuknya vortex dan secondary flow. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan, vortex dan secondary flow terbentuk karena perbedaan tekanan antara fluida sebelum melewati delta winglet dan setelah fluida melewati delta winglet. Vortex dapat menngintervensi aliran fluida dan mengurangi tebal boundary layer. Gambar 2.4 menunjukkan vector kecepatan pada penampang tanpa dan dengan vortex generator. Terlihat jelas terjadi resirkulasi aliran yang luas di belakang tube yang berdampak pada menurunnya performa perpindahan kalor. Dengan menggunakan vortex generator, terdapat ruang seperti nozzle antara tube dan vortex generator. Kecepatan fluida

32 10 meningkat pada daerah tersebut dan menunda terjadinya separasi aliran. Dengan begitu ukuran daerah wake dan drag yang terbentuk semakin berkurang. Dapat dikatakan, penggunaan vortex generator tidak hanya memicu terbentuknya longitudinal vortex tetapi juga memicu terbentuknya nozzle-like acceleration zone yang dapat mengurangi ukuran wake di belakang tube. Gambar 2.3 Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang, Gambar 2.4 Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012]. Gambar 2.5 menunjukkan distribusi temperatur yang simetri pada plain fin dan asimetri pada penggunaan vortex generator. Bentuk asimetri diakibatkan oleh terbentuknya swirling flow yang dapat merubah distribusi temperature pada

33 11 fluida. Terjadi peningkatan gradien temperatur pada penggunaan vortex generator dan menghasilkan temperatur outlet yang lebih tinggi daripada plain fin. Dapat dikatakan terjadi peningkatan perbedaan temperature antara inlet dan outlet. Dengan begitu nilai perpindahan kalor yang terjadi pada penggunaan vortex generator lebih tinggi daripada plain fin. Gambar 2.5 Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin dan (B) dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012]. Gambar 2.6 Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan (B) menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].

34 12 Gambar 2.6 menunjukkan distribusi temperature pada permukaan fin. Gradien temperatur di belakang tube pada penggunaan vortex generator lebih tinggi daripada plain fin. Pada lokasi yang sama, temperatur lokal dengan penggunaan vortex generator lebih rendah daripada plain fin. Temperatur rata rata fin juga lebih rendah karena penggunaan vortex generator. Dapat disimpulkan, penggunaan vortex generator dapat meningkatkan besarnya perpindahan kalor dan koefisien perpindahan kalor yang berdampak pada meningkatnya performa perpindahan kalor. 2.3 Klasifikasi Aliran Dalam analisa aliran fluida, densitas merupakan poin yang terpenting untuk diperhitungkan dan fluida diasumsikan sebagai partikel yang terus bergerak terhadap ruang dan waktu. Dengan begitu fluida dapat dikatakan sebagai continuum, yaitu asumsi bahwa terdapat jarak antar molekul yang sangat jauh jika dibandingkan dengan ukuran molekulnya tetapi tidak akan mempengaruhi sifat molekulnya secara signifikan [Atkins, 2013]. Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Aliran Fluida Viscous Inviscid Laminar Turbulent Internal External Compressible Incompressible Gambar 2.7 Bagan klasifikasi aliran secara umum [White, 2003].

35 Aliran Viscous dan Inviscid Pada dasarnya setiap fluida memiliki viskositas tertentu, tetapi utnuk beberapa kasus, viskositas fluida dapat diabaikan. Aliran yang diperhitungkan dengan mengabaikan viskositasnya 0 adalah aliran non-viskos. Untuk aliran dengan viskositas yang diperhitungkan disebut aliran viskos. Viskositas sendiri adalah nilai besarnya resistensi fluida trhadap aliran [White, 2011]. Viskositas menentukan besarnya regangan yang terjadi pada fluida akibat tegangan geser yang diterima. Gambar 2.8 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds rendah [White,2011]. Gambar 2.9 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate menggunakan bilangan Reynolds tinggi [White, 2011].

36 14 Dari Gambar 2.8 dan 2.9 berlaku: Rex x Rex laminar turbulen Re Re x x 10 6 (2.1) Untuk memperhitungkan pengaruh viskos fluida dapat digunakan analisa lapisan batas atau biasa disebut boundary layer analysis. Pada Gambar 2.8, aliran U UL v bergerak parallel menuju plate sepanjang L. Jika bilangan Reynolds sebesar termasuk dalam bilangan Reynold rendah, maka daerah viskos menjadi sangat luas sampai pada ujung belakang plate. Plate mengurangi laju aliran dengan siknifikan dan perubahan kecil pada parameter aliran menyebabkan perubahan yang besar pada distribusi tekanan yang diterima plate. Tidak terdapat teori sederhana untuk analisa aliran eksternal pada bilangan Reynolds 1 sampai Untuk mempelajari fenomena pergeseran lapisan aliran yang tebal dilakukan melalui eksperimen atau pemodelan numerik dari aliran fluida menggunakan computer. Pada aliran dengan bilangan Reynolds tinggi, lapisan viskos laminar maupun turbulen menjadi sangat tipis, lebih tipis dari yang digambarkan pada Gambar 2.9. Tebal lapisan batas sebagai daerah dengan kecepatan u parallel terhadap plate mencapai 99 persen dari seluruh kecepatan aliran fluida U. 2.4 Fully Developed Flow Pengaruh viskos pada aliran fluida akan semakin meningkat secara perlahan lahan sampai seluruh aliran menjadi aliran viskos atau bisa disebut fully developed flow. Pada awalnya aliran inviscid mengalir melalui entrance region. Pada entrance region terjadi peningkatan viscous boundary layer, berakibat menghambat aliran aksial u yang bergesekan dengan dinding dan berdampak pada meningkatnya kecepatan aliran pada bagian center-core aliran sesuai dengan syarat kontinuitas incompressible.

37 15 Q u da const (2.2) Setelah melalui entrance region aliran menjadi fully developed flow. Dapat dilihat pada Gambar 2.4.1, pada daerah aliran tersebut kecepatan aksial berubah sampai pada x L e tidak berubah terhadap x dan u u r. Pada bagian x L e kecepatan menjadi konstan, tegangan geser pada dinding menjadi konstan dan pressure drop menjadi linear terhadap x. Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow [White, 2011]. Dimensional analysis menunjukkan bilangan Reynold adalah satu satunya parameter yang mempengaruhi panjangnya L e. Jika

38 16 L e f d,v,, dengan Q V A (2.3) L e Vd maka, g gre d (2.4) Untuk aliran laminar, korelasi yang dapat diterima adalah L e 0.06 Re d laminar (2.5) Entrance length maksimal untuk aliran laminar pada Re d, 2300 adalah L e 138d. Pada aliran turbulen, boundary layer terbentuk dengan lebih cepat dan L e relatif lebih pendek, tergantung pada kekasaran permukaan dindingnya crit L e Re turbulen (2.6) d d Beberapa perhitungan L e pada aliran turbulen adalah sebagai berikut Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan L e pada aliran turbulen Re d L e d Jika L e sampai dengan 44 kali diameter maka dapat menjadi terlalu panjang, tetapi pada pengaplikasiannya besarnya L e d dapat mencapai 1000 bahkan lebih. Untuk beberapa kasus, pengaruh entrance dapat diabaikan dan analisa yang lebih sederhana dapat diaplikasikan untuk fully developed flow. Hal tersebut dapat

39 17 diaplikasikan pada aliran laminar maupun turbulen, termasuk dinding yang kasar dan penampang yang tidak circular. 2.5 Aliran Laminar dan Turbulen Bentuk aliran fluida dapat berubah sesuai dengan parameter yang mempengaruhinya. Aliran yang halus dan teratur disebut aliran laminar, sedangkan saat aliran berfluktuasi disebut aliran turbulen. Kondisi aliran saat mulai berubah dari laminar ke turbulen atau sebaliknya disebut aliran transisi. Perubahan aliran terjadi dikarenakan beberapa faktor, misalnya kekasaran dinding atau fluktuasi pada bagian inlet. Aliran dengan bilangan Reynolds rendah adalah aliran yang halus dan laminar, dengan bagian tengah aliran bergerak lebih cepat dan lebih lambat pada bagian dinding. Aliran dengan bilangan Reynolds tinggi adalah aliran turbulen yang tidak steady dan acak, tetapi pada saat aliran turbulen telah membentuk pola tertentu maka dapat dikatakan steady dan dapat diprediksi. Parameter utama yang mempengaruhi bentuk aliran adalah bilangan Reynolds. Jika Re UL v, dengan U adalah kecepatan rata rata aliran dan L adalah lebar aliran atau transverse thicness dari shear layer, maka range bilangan Reynolds dapat digolongkan sebagai berikut: 0 < Re < 1 : laminar highly viscous creeping motion 1 < Re < 100 : laminar, strong Re dependence 100 < Re < 10 3 : laminar, teori boundary layer dapat digunakan 10 3 < Re < 10 4 : tansisi menuju turbulen 10 4 < Re < 10 6 : turbulen, moderate Re dependence 10 6 < Re < : turbulen, slight Re dependence 2.6 Aliran Internal dan Eksternal Aliran laminar dan turbulen dapat terjadi pada aliran internal maupun eksternal. Aliran internal adalah aliran yang dibatasi oleh dinding dan memiliki pengaruh viscous yang dapat terus meningkat sampai mempengaruhi seluruh aliran. Pada bagian 2.4 telah dibahas lebih lengkap mengenai aliran internal dan pada bagian 2.3 telah sedikit dibahas mengenai aliran eksternal. Aliran eksternal

40 18 adalah aliran yang tidak terbatas oleh dinding apapun, ruang lingkupnya dapat terus bertambah tanpa batasan peningkatan tebal viscous layer. Walaupun teori boundary layer dapat membantu dalam melakukan perhitungan aliran eksternal, tetapi untuk beberapa kasus dengan geometri yang kompleks dibutuhkan data eksperimental dari gaya dan momentum yang disebabkan oleh aliran tersebut. Aliran eksternal sering ditemui pada bidang aerodinamika, hidrodinamika, transportasi, wind engineering dan ocean engineering. Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada fluida yang mengalir melalui sebuah silinder pejal [White, 2011]. Pada Gambar 2.11, walaupun menggunakan bilangan Reynold tinggi masih terdapat ketidaksesuaian pada konsep viscous-inviscid yang telah dibahas. Prediksi aliran ideal dengan skema pada Gambar 2.11 (a), jika menggunakan bilangan Reynolds tinggi maka terdapat boundary layer yang tipis di sekitar silinder dan terdapat boundary layer yang sempit di bagian belakang. Setelah dilakukan eksperimen, didapatkan skema aliran yang sebenarnya yaitu sesuai dengan Gambar 2.11 (b), yang menunjukkan terbentuknya boundary layer tipis di

41 19 bagian depan sampai dengan bagian samping silinder. Pressure drop terjadi selama aliran melewati permukaan silinder, tetapi di bagian belakang, boundary layer mengalami peningkatan tekanan yang berakibat terpecahnya aliran dan memicu terbentuknya wake. Aliran utama mengalami defleksi karena adanya wake, maka dari itu aliran eksternal berbeda dari prediksi menggunakan teori inviscid [White, 2011]. 2.7 Performa Heat Exchanger Untuk melakukan analisa performa heat exchanger diperlukan beberapa parameter yang merepresentasikan karakteristiknya. Analisa aliran fluida pada heat exchanger dilakukan menggunakan parameter bilangan Reynolds, pressure drop dan friction factor, sedangkan analisa perpindahan kalor dilakukan menggunakan parameter harga perpindahan kalor, bilangan Nusselt dan Colburn factor Bilangan Reynolds Bilangan Reynolds adalah bilangan tak berdimensi yang menjadi parameter utama pada perhitungan karakteristik viscous seluruh fluida newtonian. Bilangan Reynolds menyatakan rasio gaya inersia terhada gaya viscous pada fluida yang dapat dituliskan: u m Dh Re (2.7) dengan adalah massa jenis fluida dalam kg/m 3, u m adalah kecepatan rata rata fluida dalam m/s, viskositas dinamis fluida dalam Pa s. D h adalah hydraulic diameter dalam meter dan adalah Pada bilangan Reynolds tinggi, gaya inersia relatif lebih besar dari gaya viscous, oleh karena itu, gaya viscous tidak dapat menahan fluktuasi yang terjadi secara cepat dan acak, yang disebabkan oleh besarnya gaya inersia, maka

42 20 terbentuklah aliran turbulen. Pada bilangan Reynolds rendah, gaya viscous lebih besar daripada gaya inersia, dengan begitu gaya inersia tidak dapat memicu terjadinya fluktuasi karena tertahan oleh adanya gaya viscous yang lebih besar dan terbentuklah aliran laminar. Bilangan Reynolds pada saat aliran berubah menjadi turbulen disebut bilangan Reynolds kritis. Nilai bilangan Reynolds kritis berbeda beda sesuai dengan geometrinya. Pada dasarnya nilai bilangan Reynolds kritis dapat berubah sesuai dengan tingkat turbulensi pada bagian free stream Fanning friction factor dan pressure drop Fanning friction factor adalah rasio tegangan geser pada dinding terhadap energi kinetik aliran fluida per satuan volume. Fanning friction factor merepresentasikan gesekan pada permukaan dinding, bersangkutan dengan perpindahan kalor konveksi yang terjadi pada suatu permukaan. Friction factor berbanding terbalik dengan bilangan Reynolds pada fully developed flow [Shah, 2003]. Fanning friction factor dapat dituliskan dengan persamaan berikut: f P (2.8) 2 Vm AT 2 A min Notasi P adalah pressure drop dalam satuan pascal, besarnya pressure drop yang terjadi dihitung berdasarkan selisih tekanan inlet dengan tekanan outlet atau dapat dituliskan: P P inlet P outlet (2.9) Notasi adalah densitas fluida dalam satuan kg/m 3, rata pada bagian inlet dalam satuan m/s, kalor dalam satuan m 2 dan satuan m 2. V m adalah kecepatan rata A T adalah luas permukaan perpindahan A min adalah luas penampang pada bagian inlet dalam

43 Koefisien perpindahan kalor Koefisien perpindahan kalor menyatakan besarnya kalor yang dapat diterima fluida atau convective heat flux (q ) per satuan perbedaan temperatur antara temperatur wall dan temperature fluida (Tw Tm). Besarnya koefisien perpindahan kalor dapat dituliskan sebagai berikut: q h (2.10) ( T w Tm) dengan q dalam satuan T 2 W m dan w T m dalam satuan kelvin. Fenomena perpindahan kalor dan aliran yang kompleks untuk suatu permukaan yang mengalami perpindahan kalor mengacu pada harga h, maka dari itu besarnya harga koefisien perpindahan kalor akan dipengaruhi oleh berbagai variabel atau kondisi kerjanya. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi harga h adalah fase fluida (single-phase, multiphase, kondensasi, evaporasi), bentuk aliran (laminar, transisi, turbulent), geometri aliran fluida, karakteristik fluida (jenis fluida yang digunakan), flow and thermal boundary condition, tipe konfeksi (free atau forced), heat transfer rate, perbedaan temperature wall pada luasan penampang aliran tertentu, viscous dissipation, dan parameter atau variable yang lain sesuai dengan jenis alirannya Bilangan Nusselt Bilangan Nusselt adalah rasio harga perpindahan kalor konveksi (h) dengan harga konduksi termal suatu molekul pada hydraulic diameter tertentu (k/dh). Persamaan bilangan Nusselt dapat dituliskan sebagai berikut: h Nu (2.11) k D h

44 22 dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W m 2 K, k adalah konduktivitas termal fluida dalam W m K dan D h adalah hydraulic diameter dalam meter. Pada aliran laminar, thermal boundary condition dan geometri aliran fluida sangat berpengaruh terhadap besarnya bilangan Nusselt, tetapi parameter tersebut hanya memberi pengaruh kecil pada aliran turbulen. Bilangan nusselt memiliki nilai yang konstan pada fully developed laminar flow. Pada fully developed turbulent flow, bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Dengan memperhitungkan thermal boundary condition, geometri aliran dan jenis aliran, besarnya bilangan Nusselt juga dapat dipengaruhi oleh fase fluida, sifat fisis fluida dan tipe konveksinya Colburn factor Colburn factor adalah modifikasi dari bilangan Stanton yang dipergunakan untuk memperhitungkan bilangan Prandtl pada fluida. Berbeda dengan bilangan Stanton yang bergantung pada besarnya bilangan Prandtl fluida, Colburn factor j bersifat lebih independen untuk fluida dengan 0,5 Pr 10 untuk aliran laminar dan turbulen. Hasil data j vs Re dari perhitungan heat exchanger yang menggunakan udara dapat digunakan untuk memperhitungkan heat exchanger yang menggunakan air pada beberapa kasus tertentu. Colburn factor dapat didefinisikan sebagai berikut: 2 3 j (2.12) St Pr dengan St adalah bilangan Stanton tak berdimensi dan Pr adalah bilangan Prandtl tak berdimensi. Bilangan Stanton merepresentasikan koefisien perpindahan kalor dengan nilai yang tidak berdimensi. Bilangan Stanton didefinisikan sebagai berikut:

45 23 h St V (2.13) m c p dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W m 2 K, adalah densitas fluida dalam satuan kg/m 3, V m adalah kecepatan rata rata pada bagian inlet dalam satuan m/s dan c p adalah kalor spesifik dalam J kg K. Bilangan Stanton juga dapat dikatakan sebagai rasio perpindahan kalor konveksi terhadap perubahan entalpi pada fluida kerja. Bilangan Prandtl menyatakan rasio difusivitas momentum terhadap difusivitas termal fluida. Bilangan Prandtl dapat dituliskan sebagai berikut: Pr c p k (2.14) dengan adalah viskositas dinamis fluida dalam Pa s, c p adalah kalor spesifik dalam J kg K dan k adalah konduktivitas termal fluida dalam W m K. 2.8 Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor Persamaan aliran fluida merepresentasikan pernyataan matematika dari hukum kesetimbangan. Massa fluida adalah tetap, besarnya perubahan momentum sama dengan jumlah total gaya pada partikel fluida (hukum ke dua Newton) dan perubahan energi sama dengan jumlah total kalor yang ditambahkan dan kerja yang dilakukan oleh partikel fluida (hukum pertama termodinamika). Fluida akan dianggap sebagai satu kesatuan atau satu rangkaian. Pada analisa aliran fluida secara makroskopis ( 1 µm), struktur molekul fluida dapat diabaikan [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Karakteristik fluida secara makroskopis dapat ditentukan melalui kecepatan, tekanan, densitas dan temperature, dan turunan ruang dan waktu.

46 24 Suatu elemen fluida dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Karena ukuran elemen fluida sangat kecil maka karakteristik fluida pada permukaannya dapat di perhitungkan dengan cukup akurat. Misalnya saja tekanan pada permukaan E dan W, yang jaraknya 1/2δx dari pusat elemen dapat dituliskan p 1 p 1 dengan p x dan p x. x 2 x Kesetimbangan Massa Langkah pertama dalam menderivasikan persamaan kesetimbangan massa adalah menuliskan kesetimbangan massa fluida, yaitu meningkatnya massa elemen fluida sama dengan neto aliran massa ke elemen fluida. Besarnya peningkatan massa elemen fluida adalah ( xyz) xyz (2.15) t t Selanjutnya perlu dituliskan laju aliran massa yang melewati permukaan elemen fluida yaitu produk dari komponen densitas, luasan dan kecepatan tegak lurus dengan permukaan.

47 25 Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Dari Gambar 2.13 dapat dituliskan aliran massa yang melalui satu elemen fluida adalah sebagai berikut: y x z z w w y x z z w w z x y y v v z x y y v v z y x x u u z y x x u u Aliran yang masuk ke elemen fluida menghasilkan peningkatan massa dan diberi tanda positif sedangkan aliran yang meninggalkan elemen fluida diberi tanda negatif. Besarnya peningkatan jumlah massa di dalam elemen (2.15) diperhitungkan bersama dengan besarnya neto aliran massa yang masuk ke elemen fluida melalui permukaannya. Dengan menuliskan hasil kesetimbangan massa di sebelah kiri tanda sama dengan dan dibagi dengan volume elemen fluida z y x maka didapatkan persamaan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48 26 p t x u v w y z 0 (2.16) dalam notasi vektor yang lebih singkat dapat dituliskan: div t u 0 (2.17) Persamaan (2.17) adalah untuk aliran unsteady, three-dimensional mass conservation or continuity equation di satu titik pada fluida compressible. Notasi t adalah perubahan densitas per satuan waktu (massa per satuan volume) dan notasi fluida. div u mendeskripsikan neto aliran massa yang keluar dari elemen Untuk fluida incompressible nilai densitas besarnya konstan, maka persamaan (2.17) menjadi div u 0 (2.18) dalam bentuk yang lebih panjang dapat dituliskan u v w 0 x y z (2.19) Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen Fluida Hukum kekekalan momentum dan energi berhubungan dengan perubahan karakteristik partikel fluida. Karakteristik suatu partikel fluida dinyatakan dengan fungsi posisi (x, y, z) dan waktu t dari partikel itu sendiri. Nilai karakteristik per satuan massa dinotasikan sebagai. Turunan terhadap waktu pada satu partikel fluida dituliskan sebagai berikut

49 27 D dx dy dz Dt t x t y t z t (2.20) Suatu partikel fluida akan mengikuti alirannya, maka dx/ dt u dz / dt w. Maka dari itu turunan sebenarnya dari adalah, dy/ dt v, dan D u v w u. grad (2.21) Dt t x y z t D Dt mendefinisikan perubahan karakteristik per satuan massa. Tidak hanya per satuan massa, perubahan karakteristik dapat dinyatakan per satuan volume. Besarnya perubahan karakteristik per satuan volume untuk suatu partikel fluida dapat dihitung dari produk D Dt dan densitas yang dapat dituliskan: D u. grad (2.22) Dt t volume Pada persamaan kekekalan massa terdapat perhitungan massa per satuan yang memiliki kuantitas tertentu. Jumlah total besarnya perubahan densitas dalam persamaan kesetimbangan massa (2.17) untuk satu elemen fluida t adalah div u ubah dapat dituliskan dengan. Secara umum, karakteristik tertentu yang dapat berubah divu t yang mendefinisikan besarnya perubahan per satuan volume ditambah neto aliran yang keluar dari elemen fluida per satuan volume. Dapat ditulis kembali untuk mengilustrasikan hubungannya dengan turunan substantif dari adalah t div D u t t (2.23) Dt u grad divu

50 28 Hasil dari perhitungan t divu sama dengan nol dikarenakan hukum kekekalan massa. Dapat dituliskan bahwa relasi (2.23) menyatakan Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Untuk mebangun tiga komponen persamaan momentum dan energi, nilai input yang relevan untuk dan besarnya perubahan per satuan volume yang dituliskan pada persamaan (2.22) dan (2.23) adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk [Versteeg dan Malalasekera, 1995] x-momentum y-momentum z-momentum Energy U V W E Du Dt Dv Dt Dw Dt DE Dt u t v t w t E t div uu div vu div wu div Eu Seluruh bentuk konservatif dan non-konservatif dari besarnya perubahan yang terjadi dapat digunakan untuk menyatakan kesetimbangan kuantitas secara fisis.

51 Persamaan Momentum Tiga Dimensi Hukum newton yang ke dua menyatakan besarnya perubahan momentum dari satu partikel fluida sama dengan jumlah total gaya yang diterima partikel tersebut. Besarnya peningkatan momentum x, y, dan z per satuan volume dituliskan dengan Du, Dt dibedakan menjadi dua tipe: Dv dan Dt Dw Dt. Gaya pada partikel fluida dapat 1. Surface forces a. Gaya tekan b. Gaya viscous 2. Body forces a. Gaya gravitasi b. Gaya sentrifugal c. Gaya Coriolis d. Gaya elektromagnetik Pada Gambar 2.15, tegangan yang dialami elemen fluida didefinisikan sebagai tekanan dan sembilan komponen tegangan viscous. Tekanan adalah tegangan normal yang dinotasikan dengan p dan tegangan viscous dinotasikan dengan τ. Notasi τ ij digunakan untuk mengindikasikan arah dari tegangan viscous. Akhiran i dan j pada τ ij mengindikasikan komponen tegangan tersebut bekerja dengan arah j dan tegak lurus dengan arah i.

52 30 Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap permukaan dari satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. komponen Dengan melihat Gambar 2.16, dapat diperhitungkan gaya pada x berdasarkan tekanan p dan komponen tegangan Besarnya resultan gaya dari tegangan permukaan adalah produk dari perhitungan tegangan dan luasan tertentu. Gaya gaya sejajar dan searah dengan sumbu koordinat mendapat tanda positif dan yang sebaliknya mendapat tanda negatif. Neto gaya pada arah fluida dengan arah x. x τ xx, τ yx dan adalah jumlah total komponen yang bekerja pada elemen τ zx. Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x [Versteeg dan Malalasekera, 1995].

53 31 Pada sepasang permukaan ), ( W E didapatkan z y x x x p z y x x x x p p z y x x x x p p xx xx xx xx xx (2.24a) Neto gaya sejajar arah x pada sepasang permukaan ), ( S N adalah z y x y z x y y z x y y yx yx yx yx yx (2.24b) Neto gaya sejajar arah x pada permukaan T dan B dapat dituliskan z y x z y x z z y x z z zx zx zx zx zx (2.24c) Total gaya per satuan volume pada fluida berdasarkan gaya gaya permukaannya adalah sama besarnya dengan jumlah total persamaan (2.24a), (2.24b) dan (2.24c) dibagi dengan volume z y x yang dapat dituliskan dengan z y x p zx yx xx. Dengan mengabaikan gaya bidang yang ada, maka pengaruh secara keseluruhan dapat ditambahkan dengan menentukan sumber momentum x Mx S per satuan volume per satuan waktu. Komponen x dari persamaan momentum adalah besarnya perubahan momentum x partikel fluida sama dengan total gaya arah x pada elemen berdasarkan gaya permukaan dan ditambah besarnya peningkatan momentum x berdasarkan sumbernya: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54 32 Du Dt p xx yx zx S Mx (2.25a) x y z Untuk komponen y dari persamaan momentum dapat dituliskan Dv xy p yy zy S My (2.25b) Dt x y z Untuk komponen z dari persamaan momentum adalah Dw Dt p z xz yz zz S Mz (2.25c) x y Tanda disesuaikan dengan keadaan tekanan yang arahnya berkebalikan dari arah tegangan viscous normal. Hal tersebut dikarenakan tanda yang biasanya digunakan untuk tegangan tarik adalah tegangan normal positif, jadi tekanan yang didefinisikan sebagai tegangan normal tekan memiliki tanda negatif [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Pengaruh tegangan permukaan dihitung secara eksplisit. Nilai S Mx, S My dan S Mz pada persamaan (2.25a-c) dihitung berdasarkan gaya bidang saja. Sebagai contoh, gaya bidang berdasarkan gravitasi dapat dimodelkan menggunakan nilai S 0, S 0 dan g. Mx My S Mz Persamaan Energi Tiga Dimensi Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan besarnya perubahan energi dari partikel fluida sama dengan besarnya kalor yang ditambahkan ke partikel fluida ditambah dengan besarnya kerja yang dilakukan pada partikel fluida.

55 33 Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. Derivasi dari persamaan yang menyatakan besarnya peningkatan energi pada partikel fluida per satuan volume dapat dituliskan dengan DE Dt Kerja yang Dilakukan oleh Gaya Gaya Permukaan Besarnya kerja yang dilakukan pada partikel fluida di dalam elemen oleh gaya permukaan sama dengan produk dari komponen gaya dan kecepatan sesuai dengan arah gaya. Contoh kerja dilakukan oleh gaya gaya pada persamaan (2.24a-c) yang semua bekerja pada arah x dapat dituliskan dengan: pu x pu x yxu zxu pu 1 u x xxu 2 pu 1 u x xxu 2 u u yx y u 1 u zx z xx x xx x 1 y yxu 2 z zxu 2 1 x 2 1 xyz 2 yx y zx z 1 y xz 2 1 z xy 2 Neto besarnya kerja yang dilakukan oleh gaya gaya permukaan pada arah dapat dituliskan dengan u p u yx u x partikel fluida juga bersal dari komponen tegangan permukaan arah xx y z zx xyz. Kerja pada y dan x z

56 34 yang dapat dituliskan dengan w w yz w p x xz y z zz v v p v x xy y yy z zy xyz dan xyz. Pengulangan dari proses sebelumnya dapat memberikan kerja tambahan pada partikel fluida berdasarkan kerja dari gaya gaya permukaan. Total kerja yang dilakukan per satuan volume pada partikel fluida oleh semua gaya permukaan adalah jumlah total dari neto besarnya gaya gaya permukaan pada arah x, y dan z dibagi dengan volume xyz. Tekanan dapat diperhitungkan bersama dengan persamaan tersebut dan dapat dituliskan dalam bentuk vektor yang lebih sederhana, yaitu up vp wp divpu. x y z Persamaan tersebut turut mempengaruhi total kerja pada partikel fluida oleh gaya gaya permukaan, yang dituliskan dengan: div pu u u yx u v xy v v w y x yy xx z zy y w x xz z zx y yz x w z zz Energi Flux Berdasarkan Konduksi Elemen Fluida Heat flux vektor q memiliki tiga komponen q x, q y dan q z. Neto besarnya perpindahan kalor pada partikel fluida berdasarkan aliran kalor pada arah diperhitungkan berdasarkan perbedaan kalor yang masuk pada permukaan W dan kalor yang keluar melalui permukaan E : x q x q x x 1 x q 2 x q x x 1 q x xyz xyz 2 x (2.26)

57 35 Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux [Versteeg dan Malalasekera, 1995]. y dan Neto besarnya perpindahan kalor pada fluida berdasarkan aliran kalor arah z q y q adalah x y z dan z x y z. Total besarnya kalor yang y z masuk pada partikel fluida per satuan volume berdasarkan aliran fluida yang melewatinya adalah jumlah total dari neto besarnya perpindahan kalor pada arah x, y dan z dibagi dengan volume xyz. Bentuk persamaan dari pernyataan tersebut dapat dituliskan dengan: q q x y q z div q (2.27) x y z Hukum Fourier pada konduksi yang menghubungkan heat flux dengan local temperature gradient q x dalam bentuk vektor menjadi: T k, x q y T k dan y q z T k dapat dituliskan z q k grad T (2.28)

58 36 Dengan menggabungkan (2.27) dan (2.28) didapatkan bentuk akhir persamaan besarnya kalor yang masuk pada partikel fluida berdasarkan konduksi kalor: div q div k grad T (2.29) Persamaan Energi Kesetimbangan energi partikel fluida diperhitungkan dari besarnya perubahan energi partikel fluida yang digunakan untuk menjumlahkan neto besarnya kerja pada partikel fluida, neto besarnya kalor yang ditambahkan ke fluida (2.29) dan besarnya peningkatan energi berdasarkan sumbernya. Persamaan energi dapat dituliskan senbagai berikut: DE Dt divpu u u yx u u xy u yy u zy u u yz u z x x xz xx y y z z zz zx div x y k grad T S E (2.30) Pada persamaan (2.30) terdapat E i u v w dalam dan u v w 2 energi dalam i 2. Dengan i adalah energi adalah energi kinetik. Untuk mendapatkan persamaan atau temperatur T, dapat diambil besarnya perubahan energi kinetik pada persamaan (2.30). Perhitungan energi kinetik pada persamaan energi didapatkan dari mengalikan persamaan momentum x (2.25a) dengan komponen kecepatan u, persamaan momentum y (2.25b) dengan komponen kecepatan persamaan momentum z (2.25c) dengan komponen kecepatan w dan menjumlahkan hasilnya. v,

59 D u v w 2 Dt xx yx zx u. grad p u x y z xy yy zy xz yz v w x y z x y z zz u. S M (2.31) Dengan mengambil (2.31) dari (2.30) dan menuliskan variabel yang baru S u. S didapatkan persamaan energi internal: i S E M Di Dt p div u div k grad T xy v x yy v y zy v z xx xz u x w x yx yz u y w y zx zz u z w S z i (2.32) Pada kasus kusus fluida incompressible nilai i ct, dengan c adalah kalor spesifik dan div u 0. Maka persamaan (2.32) dapat dituliskan kembali menjadi: Di Dt div k grad T xy v x yy xx v y u x zy yx v z u y xz zx w x u z yz w y zz w S z i (2.33) Untuk aliran compressible, persamaan (2.30) dapat dirombak kembali untuk memperhitungkan entalpi. Entalpi spesifik dari fluida didefinisikan sebagai h h dan total entalpi spesifik i p dan h0 h u v w. 2 Dengan menyatukan dua definisi tersebut dan energi spesifik didapatkan: E h 0, maka

60 38 h 0 i p u v w E p (2.34) Dengan subtitusi (2.34) ke persamaan (2.30) dan dilakukan sedikit perubahan didapatkan persamaan entalpi total h t 0 div h u divk grad T 0 v v v x xy w w yz w x xz p t y yy y u u yx u x z xx zy z zz y S h z zx (2.35) Persamaan (2.32), (2.33) dan (2.35) adalah bentuk alternatif yang didapatkan dari persamaan energi (2.30). 2.9 Metode Solusi Pressure Based Solusi pressure based bekerja menggunakan prinsip umum algoritma yang disebut metode proyeksi. Dengan menggunakan metode proyeksi, kontinuitas dari kecepatan didapatkan dari pemecahan persamaan tekanan atau persamaan koreksi tekanan. Persamaan tekanan diderivasikan dari persamaan kontinuitas dan momentum, maka dari itu, dengan kecepatan yang diperhitungkan kembali menggunakan persamaan tekanan, didapatkan perhitungan kontinuitas yang lebih presisi. Karena persamaan yang digunakan bukan persamaan linear dan saling dihubungkan satu dengan yang lain, maka proses perhitungannya membutuhkan iterasi sampai semua persamaan yang digunakan berada pada kondisi konvergen. Pada ANSYS Fluent terdapat dua solusi pressure based, yaitu segregated algorithm dan coupled algorithm.

61 Pressure Based Segregated Algorithm Dengan menggunakan metode pressure based segregated algorithm, persamaan persamaan yang digunakan diselesaikan satu persatu. Saat satu persamaan sedang diperhitungkan, persamaan tersebut dipisahkan dari persamaan yang lain sesuai dengan nama persamaan tersebut. Metode segregated algorithm adalah metode yang efisien dalam penggunaan memori, dikarenakan persamaan yang telah ditentukan hanya disimpan sebanyak satu kali pada satu waktu. Metode ini relatif lambat, dikarenakan penyelesaian setiap persamaan yang dilakukan secara terpisah. Langkah iterasi dengan menggunakan segregated algorithm dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.19 dan secara garis besar dapat dituliskan sebagai berikut: Update properties Penyelesaian sekuensial Uvel Vvel Wvel Menyelesaikan persamaan koreksi tekanan (kontinuitas) Update tekanan, kecepatan dan fluktuasi massa Menyelesaikan persaamaan energi, turbulen, dan skalar yang lain No Converged? Yes Stop Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based segregated algorithm [ANSYS, Inc., 2013].

62 40 1. Melakukan update sifat sifat fluida, misalnya densitas, viskositas dan kalor spesifik, termasuk viskositas turbulen atau difusifitasnya berdasarkan solusi yang didapatkan pada saat itu. 2. Menyelesaikan persamaan momentum secara satu persatu menggunakan nilai yang didapatkan dari update terbaru tekanan dan fluktuasi massa. 3. Menyelesaikan persamaan koreksi tekanan menggunakan nilai kecepatan dan fluktuasi masa yang terbaru. 4. Mengkoreksi tekanan, kecepatan dan fluktuasi massa menggunakan koreksi tekanan yang didapatkan dari langkah Menyelesaikan persamaan dari besaran skalar tambahan, jika ada, misalnya kuantitas turbulen, energi dan intensitas radiasi, menggunakan harga saat itu dari variabel solusi. 6. Melakukan update pada sumber yang diperhitungkan terhadap perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi karena adanya fase yang berbeda. Contohnya melakukan penyesuaian dari kondisi awal yang telah ditentukan terhadap perubahan yang terjadi akibat perhitungan yang dilakukan. 7. Melihat kembali kondisi konvergen dari persamaan yang diperhitungkan Pressure Based Coupled Algorithm Pressure based coupled algorithm menyelesaikan beberapa persamaan sekaligus, yang didalamnya terdapat persamaan momentum dan pressure based kontinuitas. Pada coupled algorithm, langkah 2 dan langkah 3 yang terdapat pada segregated algorithm digantikan dengan satu langkah penyelesaian dari persamaan persamaan yang disatukan. Persamaan yang lainnya diselesaikan secara terpisah sama seperti pada metode segregated algorithm. Besarnya solusi konvergen dapat meningkat jika dibandingkan dengan segregated algorithm. Peningkatan tersebut dikarenakan persamaan momentum

63 41 dan kontinuitas yang diselesaikan secara bersamaan. Penggunaan memori pada metode coupled algorithm dapat mencapai 1,5 2 kali lipat daripada menggunakan metode segregated algorithm. Besarnya penggunaan memori dikarenakan semua persamaan momentum dan pressure based kontinuitas harus disimpan pada memori secara bersamaan saat melakukan perhitungan kecepatan dan tekanan. Pada Gambar 2.20 dapat dilihat diagram alir metode pressure based coupled algorithm. Update properties Penyelesaian simultan: sistem persamaan momentum dan pressure based kontinuitas Update fluktuasi massa Menyelesaikan persaamaan energi, turbulen, dan skalar yang lain No Converged? Yes Stop Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based coupled algorithm [ANSYS, Inc., 2013] Metode Solusi Density Based Solusi density based menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum, dan energi secara simultan. Persamaan untuk memperhitungkan skalar yang lain akan diselesaikan kemudian dan dilakukan secara satu persatu. Karena persamaan persamaan tersebut bukanlah persamaan linear, maka perlu dilakukan beberapa

64 42 iterasi sebelum solusi konvergen didapatkan. Pada Gambar 2.21 ditunjukkan diagram alir dari iterasi yang dilakukan dan langkah langkahnya dituliskan sebagai berikut: 1. Melakukan update sifat sifat fluida berdasarkan hasil perhitungan yang terakhir dilakukan. Pada perhitungan yang pertama, karakteristik fluida yang digunakan adalah karakteristik saat dilakukan inisialisasi. 2. Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan energi simultaneously. 3. Saat dibutuhkan, untuk menyelesaikan persamaan skalar yang lain seperti misalnya turbulensi dan radiasi, digunakan nilai terbaru dari variabel variabel yang lain. 4. Saat perhitungan antar fase dilakukan secara bersamaan, dilakukan update karakteristik awal pada persamaan continuous phase yang sesuai dengan perhitungan diskret dari perubahan karakteristik fase fluida. 5. Melihat kembali kriteria konvergen dari persamaan yang digunakan. Update properties Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan energi Menyelesaikan persamaan turbulensi dan skalar yang lain No Converged? Yes Stop Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode solusi density based [ANSYS, Inc., 2013]

65 43 Langkah langkah tersebut dilakukan berulang kali sampai hasil perhitungan telah sesuai dengan kriteria konvergen yang ditentukan. Pada metode solusi density based, coupled system dari persamaan persamaan yang digunakan dapat diselesaikan menggunakan formulasi couple implicit atau couple explicit. Pada formulasi couple implicit, nilai yang belum diketahui dari setiap sel diperhitungkan berdasarkan relasi seluruh sel yang diketahui maupun yang tidak diketahui nilainya. Walaupun nilai yang tidak diketahui muncul lebih dari satu kali, tetapi dengan penyelesaian secara simultan, maka sedikit demi sedikit setiap sel dapat diketahui nilainya. Jika menggunakan formulasi couple explicit, maka setiap sel yang belum diketahui nilainya diperhitungkan hanya dengan nilai yang sudah diketahui. Maka dari itu, setiap sel yang belum diketahui nilainya hanya muncul pada satu persamaan, dan persamaan persamaan untuk menghitung nilai pada setiap sel tersebut diselesaikan secara satu per satu pada setiap waktunya. Pada metode density based, persamaan yang tidak linear dijadikan persamaan linear agar dapat menghasilkan sebuah sistem dari persamaan persamaan yang digunakan untuk memperhitungkan variabel terikat di setiap sel. Resultan dari system linear selanjutnya diselesaikan perhitungannya agar dapat menghasilkan update terbaru dari solusi perhitungan fenomena aliran. Cara kerja metode implicit pada solusi density based adalah melinierkan setiap persamaan yang disatukan dari persamaan persamaan yang digunakan dengan memperhitungkan semua variabel terikat dalam setiap rangkaian perhitungannya. Hasilnya adalah sistem persamaan linear sebanyak N persamaan. Oleh karena pada setiap sel memiliki persamaan persamaan sebanyak N, maka sistem persamaan ini dapat disebut juga sistem persamaan block. Solusi persamaan implicit linear digunakan sebagai penghubung pada metode algebraic multigrid untuk mendapatkan resultan sistem block dari persamaan persamaan yang digunakan untuk semua variabel terikat di setiap sel sebanyak N. Sebagai contoh, melinierkan persamaan kontinuitas, momentum x, y, z dan energi yang digabungkan dapat menghasilkan sistem persamaan p, u, v, w dan T yang belum diketahui nilainya. Solusi simultan dari system persamaan tersebut dapat

66 44 menghasilkan update tekanan, kecepatan u, v, w dan temperature yang tadinya belum diketahui. Solusi couple implicit menyelesaikan semua perhitungan variabel p, u, v, w dan T pada semua sel pada waktu yang bersamaan. Pilihan perhitungan secara couple explicit pada solusi density based berarti semua persamaan gabungan dilinearkan secara explicit. Metode ini menghasilkan persamaan sebanyak N pada setiap sel dan semua variabel terikat melakukan update secara bersamaan. Sistem persamaan ini bekerja secara explicit pada setiap variabel terikat yang belum diketahui. Contohnya, persamaan momentum pada arah x ditulis sebagai update dari kecepatan pada arah x, yaitu fungsi dari variabel yang telah diketahui nilainya. Oleh karena itu, solusi persamaan linear tidak dibutuhkan, update dilakukan menggunakan solusi multistage dan terdapat pilihan lain yang dapat dilakukan dengan menggunakan full approximation storage multigrid scheme untuk mempercepat solusi multi-stage. Dapat dikatakan solusi density based yang dilakukan secara explicit menyelesaikan perhitungan semua variabel p, u, v, w dan T sebanyak satu sel pada setiap waktunya Model Turbulen k-ε Dengan menggunakan model turbulen k-ε maka dapat ditentukan jarak turbulen dan rentang waktunya dengan menyelesaikan dua persamaan transport secara terpisah. Model turbulen k-ε dirumuskan berdasarkan persamaan turbulensi energi kinetik k dan besarnya disipasi ε. Persamaan k diturunkan dari persamaan eksak, sedangkan persamaan ε didapatkan dari analisa fisis dan sifat matematisnya. Pada derivasi model k-ε, seluruh aliran diasumsikan sebagai aliran turbulen dan pengaruh viskositas molekul diabaikan. Energi kinetik turbulen k dan besarnya disipasi ε didapatkan dari dua persamaan berikut: t k xi x (2.36) j k x j t k kui Gk Gb YM Sk

67 45 dan t x u i i x j C t x j 1 k 2 k G k C3 Gb C2 S (2.37) Pada persamaan tersebut, G k merepresentasikan energi kinetik turbulen berdasarkan gradien kecepatan rata ratanya dan G b merepresentasikan energi kinetik turbulen berdasarkan gaya apungnya. Notasi Y M merepresentasikan kontribusi dari dilatasi yang berfluktuasi pada turbulensi compressible terhadap keseluruhan rentang disipasi. Notasi C 1, C 2 dan C 3 adalah konstanta. Notasi k dan adalah bilangan Prandtl turbulen untuk k dan ε. Notasi S k dan S adalah variabel yang ditentukan oleh pengguna. Viskositas turbulen t menjadi saru persamaan sebagai berikut: diperhitungkan dengan menggabungkan k dan ε 2 k t C (2.38) dengan C adalah sebuah konstanta. Untuk konstanta pada persamaan (2.36) sampai dengan (2.38), yaitu C 1, C 2, C, k dan memiliki nilai secara berturut turut 1,44; 1,92; 0,09; 1,0 dan 1,3. Semua nilai tersebut didapatkan berdasarkan eksperimen aliran turbulen, termasuk eksperimen perhitungan pergeseran aliran pada boundary layers, mixing layers dan jets dengan menguraikan isotropic grid turbulence. Konstanta konstanta tersebut dapat bekerja dengan cukup baik pada wall-bounded dan free share flow. Jika dibutuhkan, konstanta konstanta tersebut dapat diubah dan disesuaikan dengan perhitungan yang dilakukan. L

68 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Langkah langkah dari penelitian yang dilakukan dituliskan pada Gambar 3.1 berikut ini: START Studi pustaka dan perencanaan kasus simulasi Konsultasi kasus simulasi kepada pembimbing No Disetujui No Yes Yes Melakukan pemodelan menggunakan Solid Works dan simulasi menggunakan ANSYS Fluent Pengambilan data hasil simulasi sekaligus mengolahnya menjadi grafik, visualisasi kontur kecepatan dan kontur temperatur Analisa dan pembahasan Kesimpulan END Gambar 3.1 Diagram alir penelitian. 46

69 Diagram Alir Proses Simulasi Simulasi dilakukan dengan langkah langkah berikut ini: START Data geometri, sifat material dan boundary condition dari kasus yang disimuasikan Pemodelan menggunakan Solid Works dan ANSYS Design Modeler Penggenerasian mesh dan pendefinisian boundary condition menggunakan ANSYS Meshing Menentukan model solver, persamaan energi dan kondisi viscous turbulent k-ε pada ANSYS Fluent Melakukan input data sifat material dan penentuan boundary condition Melakukan solution initialization Iterasi No Kriteria konvergen (Tabel 3.3) No Yes END Yes Gambar 3.2 Diagram alir simulasi.

70 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini dipilih variabel bebas dan variabel terikat sesuai dengan referensi penelitian - penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel bebas: 1. Bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800, Temperatur fluida kerja udara 310,6 K 3. Temperatur dinding heat exchanger 291,77 K 4. Penggunaan jenis - jenis vortex generator pada FTHE Variabel terikat: 1. Nilai bilangan Nusselt dan Nilai Colburn factor 2. Nilai pressure drop 3. Nilai friction factor 4. Kontur kecepatan 5. Kontur temperatur 3.4 Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator Dalam simulasi ini dibutuhkan pembuatan geometri dari kasus yang diteliti. Geometri tersebut digunakan dalam perhitungan menggunakan program simulasi ANSYS Fluent. Berikut disajikan skema FTHE dan vortex generator yang diteliti: Gambar 3.3 Skema FTHE isometric view.

71 49 Gambar 3.4 Skema FTHE top view. Gambar 3.5 Skema FTHE front view. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggunakan beberapa jenis vortex generator dengan plain FTHE sebagai patokan awalnya. Vortex generator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rectangular winglet pairs vortex generator (RWPs) 2. Delta winglet pairs vortex generator (DWPs) 3. Combine winglet pairs vortex generator (CWPs) 4. Trapezoid winglet pairs vortex generator (TWPs)

72 50 Gambar 3.6 Skema plain FTHE. Gambar 3.7 Skema top view vortex generator. Gambar 3.8 Skema RWPs vortex generator.

73 51 Gambar 3.9 Skema DWPs vortex generator. Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator. Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator. Pada penelitian ini setiap vortex generator diaplikasikan pada setiap sisi tube. Posisi penempatan vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan skema untuk masing masing vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.8 sampai dengan Gambar Computational Domain Computational domain pada peneltian ini dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian awal adalah upstream extanded region. Bagian ini berfungsi menjadikan fluida kerja memiliki aliran fully developed. Bagian selanjutnya adalah bagian fluida kerja yang melewati heat exchanger. Pada bagian akhir terdapat downstream extanded region yang fungsinya sama seperti bagian awal. Berikut adalah computational domain pada penelitian ini:

74 52 Gambar 3.12 Computational domain. 3.6 Penggenerasian Mesh Pada penelitian ini penggenerasian mesh dilakukan menggunakan ANSYS Meshing. Penggenerasian mesh dilakukan menggunakan jenis maped face meshing agar meshing yang terbntuk lebih terstruktur. Ukuran mesh pada bagian bagian fluida yang melewati tube dibuat lebih kecil daripada extanded region. Ukuran mesh yang lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan akurasi perhitungan pada bagian tersebut. Perbedaan meshing tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.13 dan Gambar Pada Gambar 3.14 dilakukan visualisasi dengan jarak yang lebih dekat untuk memperjelas bentuk meshing. Pada gambar tersebut terlihat jelas bagian extanded region, bagian kiri bawah, memiliki ukuran yang lebih besar daripada bagian fluida yang melewati tube, bagian tengah. Pada bagian di sekitar tube, bagian kanan atas, dilakukan perlakuan kusus dengan memberi inflasi pada meshing yang digenerasikan. Inflasi bertujuan semakin mengecilkan bagian tepi meshing aliran fluida pada daerah pertemuan tube dengan fin yang diharapkan dapat meningkatkan akurasi perhitungan yang dilakukan.

75 53 Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain. Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat.

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-174

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-174 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-174 Studi Numerik Pengaruh Variasi Sudut Peletakan Rectangular Obstacle dengan l/d Sebesar 0,2 Terhadap Karakteristik Aliran

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. Dosen Pembimbing : SENJA FRISCA R.J 2111105002 Dr. Eng.

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Astu Pudjanarsa Laborotorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH TERHADAP PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN LOUVERED STRIP INSERT SUSUNAN BACKWARD SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Numerik Pengaruh Penambahan Rectangular Obstacle Terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Staggered

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL EKSPERIMEN 4.1 Data Penelitian Pada metode ini, udara digunakan sebagai fluida kerja, dengan spesifikasi sebagai berikut: Asumsi aliran steady dan incompressible. Temperatur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir.

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir. STUDI NUMERIK PENGARUH KELENGKUNGAN SEGMEN KONTUR BAGIAN DEPAN TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI AIRFOIL TIDAK SIMETRIS ( DENGAN ANGLE OF ATTACK = 0, 4, 8, dan 12 ) Dosen Pembimbing Dr. Ir.

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks

Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-180 Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks Hastama Arinta

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Posisi Sudut Obstacle Berbentuk Rectangular terhadap Perpindahan Panas pada Tube Banks Staggered

Studi Numerik Pengaruh Posisi Sudut Obstacle Berbentuk Rectangular terhadap Perpindahan Panas pada Tube Banks Staggered JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-186 Studi Numerik Pengaruh Posisi Sudut Obstacle Berbentuk Rectangular terhadap Perpindahan Panas pada Tube Banks Staggered

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PANJANG RECTANGULAR OBSTACLE TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA STAGGERED TUBE BANKS

STUDI NUMERIK PENGARUH PANJANG RECTANGULAR OBSTACLE TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA STAGGERED TUBE BANKS 1 STUDI NUMERIK PENGARUH PANJANG RECTANGULAR OBSTACLE TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA STAGGERED TUBE BANKS Hastama Arinta Fanny dan Prabowo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT GLADHI DWI SAPUTRA 2111 030 013 DOSEN PEMBIMBING DEDY ZULHIDAYAT NOOR, ST, MT, PhD PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN BODI PENGGANGGU TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI SILINDER UTAMA

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN BODI PENGGANGGU TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI SILINDER UTAMA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN BODI PENGGANGGU TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI SILINDER UTAMA Studi Kasus: Pengaruh penambahan

Lebih terperinci

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform 4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar Aliran laminer dan turbulen melintasi pelat datar dapat disimulasikan dengan mengalirkan uniform flow sepanjang pelat (Gambar 4.15). Boundary Layer

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. Santika Department of Mechanical Engineering, Bali State Polytechnic,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA 0012-34 SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR ZEVO PRIORY SIBERO L2E 006 096 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT

STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT STUDI KOMPUTASIONAL NACA 2412 PADA VARIASI SUDUT PENGGUNAAN SINGLE SLOTTED FLAP DAN FIXED SLOT DENGAN SOFTWARE FLUENT 6.2.16 Skripsi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun

Lebih terperinci

Seminar NasionalInovasi Dan AplikasiTeknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

Seminar NasionalInovasi Dan AplikasiTeknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017 STUDI NUMERIK 2-D PENGARUH TURBULENSI ALIRAN BEBAS (FREE STREAM TUBULENCE) TERHADAP PERPINDAHAN PANAS ALIRAN CROSSFLOW SILINDER SIRKULAR TUNGGAL DAN TANDEM Arif Kurniawan 1) 1) Jurusan Teknik Mesin Institut

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas Aliran Lube Oil (Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait)

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN CONCAVE DELTA WINGLET VORTEX GENERATORS DI DALAM PENUKAR KALOR JENIS FIN-AND-TUBE

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN CONCAVE DELTA WINGLET VORTEX GENERATORS DI DALAM PENUKAR KALOR JENIS FIN-AND-TUBE SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN CONCAVE DELTA WINGLET VORTEX GENERATORS DI DALAM PENUKAR KALOR JENIS FIN-AND-TUBE Syaiful 1*, Abdul Rohman Salam 2 Teknik Mesin Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR DENGAN RECTANGULAR- CUT TWISTED TAPE INSERT

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR DENGAN RECTANGULAR- CUT TWISTED TAPE INSERT SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR DENGAN RECTANGULAR- CUT TWISTED TAPE INSERT SKRIPSI Diajukan sebagai slah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : FIRGO

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR Oleh : DEKY PUTRA 04 04 22 013 3 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: F-92

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: F-92 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-92 Studi Eksperimen Aliran Melintasi Silinder Sirkular Tunggal dengan Bodi Pengganggu Berbentuk Silinder yang Tersusun Tandem dalam Saluran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Heat exchanger (alat penukar kalor) adalah sebuah alat yang digunakan untuk memfasilitasi perpindahan kalor antara dua fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure R. Djailani, Prabowo Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa

Lebih terperinci

Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator

Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Studi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Airfoil NASA LS-0417 yang Dimodifikasi dengan Vortex Generator Nafiatun Nisa dan Sutardi

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Kompresor Aksial Kompresor aksial merupakan salah satu tipe kompresor yang tergolong dalam rotodynamic compressor, dimana proses kompresi di dalamnya dihasilkan dari efek dinamik

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) B-182

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) B-182 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-182 Studi Numerik Pengaruh Convergency Promoters (CPs) terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas dengan l/d = 0.25,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-198 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe U Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan Panas

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 B-169 Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine yang Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO TUGAS SARJANA. Disusun oleh:

UNIVERSITAS DIPONEGORO TUGAS SARJANA. Disusun oleh: UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGUJIAN EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR MULTI FLAT PLATE HEAT EXCHANGER ALUMINIUM DENGAN ALIRAN CROSS FLOW TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu tugas dan syarat Untuk memperoleh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data mentah berupa temperatur kerja fluida pada saat pengujian, perbedaan head tekanan, dan waktu

Lebih terperinci

182 ROTASI Vol. 17, No. 4, Oktober 2015:

182 ROTASI Vol. 17, No. 4, Oktober 2015: Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi KARAKTERISTIK TERMAL HIDRODINAMIK UNTUK ALIRAN DAN TURBULEN DI DALAM PIPA DENGAN BERBAGAI BENTUK SISIPAN PLAT BERGALUR *Syaiful,

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK VARIASI TURBULENSI MODEL PADA ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER)

STUDI NUMERIK VARIASI TURBULENSI MODEL PADA ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK VARIASI TURBULENSI MODEL PADA ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) Syaiful Rizal 2112105036 Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SIMULASI PENGARUH KEMIRINGAN BAFFLES TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS DAN EFEKTIVITAS PADA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE MENGGUNAKAN SOLIDWORKS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 PENGARUHCOOLANT BERBAHAN DASAR AIR DENGAN ETILEN GLIKOL TERHADAP UNJUK KERJA PERPINDAHAN PANAS DAN PENURUNAN TEKANAN RADIATOR OTOMOTIF SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGARUH PENGGUNAANMEDIABAHANPENGISI( FILLER) PVC DENGANTINGGI45CM DAN DIAMETER 70CM TERHADAPKINERJAMENARAPENDINGINJENIS INDUCED- DRAFT COUNTERFLOW SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

Losses in Bends and Fittings (Kerugian energi pada belokan dan sambungan)

Losses in Bends and Fittings (Kerugian energi pada belokan dan sambungan) Panduan Praktikum Fenomena Dasar 010 A. Tujuan Percobaan: Percobaan 5 Losses in Bends and Fittings (Kerugian energi pada belokan dan sambungan) 1. Mengamati kerugian tekanan aliran melalui elbow dan sambungan.

Lebih terperinci

tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a = 12/12, 5/12, 4/12, 3/12, 2/12, 1/12, 0/12 dengan Re = 3 x 10 4.

tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a = 12/12, 5/12, 4/12, 3/12, 2/12, 1/12, 0/12 dengan Re = 3 x 10 4. TUGAS AKHIR (KONVERSI ENERGI) TM 091486 STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELINTASI PRISMA TERPANCUNG Dengan PANJANG CHORD (L/A) = 4 tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Data Uncertainty Dalam setiap penelitian, pengambilan data merupakan hal yang penting. Namun yang namanya kesalahan pengambilan data selalu ada. Kesalahan tersebut

Lebih terperinci

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml KERUGIAN JATUH TEKAN (PRESSURE DROP) PIPA MULUS ACRYLIC Ø 10MM Muhammmad Haikal Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ABSTRAK Kerugian jatuh tekanan (pressure drop) memiliki kaitan dengan koefisien

Lebih terperinci

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate. ANALISA PRESSURE DROP PADA HEAT-SINK JENIS LARGE EXTRUDE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA DAN LEBAR SALURAN IMPINGEMENT MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC) Muchammad 1) Abstrak Pressure drop merupakan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN REGULARLY SPACED HELICAL SCREW TAPE INSERT

STUDI EKSPERIMENTAL PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN REGULARLY SPACED HELICAL SCREW TAPE INSERT STUDI EKSPERIMENTAL PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN REGULARLY SPACED HELICAL SCREW TAPE INSERT Dosen Pembimbing I : Agung Tri Wjayanta, ST, M.Eng, Ph.D Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi. Nama : Ria Mahmudah NRP : 2109100703 Dosen pembimbing : Prof.Dr.Ir.Djatmiko Ichsani, M.Eng 1 Latar

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HERTO

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B36

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B36 B36 Simulasi Numerik Aliran Tiga Dimensi Melalui Rectangular Duct dengan Variasi Bukaan Damper Edo Edgar Santosa Putra dan Wawan Aries Widodo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR Bayu Kusuma Wardhana ), Vivien Suphandani Djanali 2) Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) Analisis Numerik Pengaruh Pitch Ratio Longitudinal (SL/2a) dan Transversal (ST/2b) 1, 1.25 dan 1.5 terhadap Karakteristik Aliran Fluida dan Perpindahan Panas Melintasi Staggered Elliptical Tube Banks Nazilah

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh: INDRA WIJAYA NIM. I

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh: INDRA WIJAYA NIM. I PENGUJIAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS DAN FAKTOR GESEKAN PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK SALURAN ANNULAR DENGAN TWISTED TAPE INSERT WITH CENTRE WINGS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Panduan Praktikum 2012

Panduan Praktikum 2012 Percobaan 4 HEAD LOSS (KEHILANGAN ENERGI PADA PIPA LURUS) A. Tujuan Percobaan: 1. Mengukur kerugian tekanan (Pv). Mengukur Head Loss (hv) B. Alat-alat yang digunakan 1. Fluid Friction Demonstrator. Stopwatch

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh: INDRA SETYAWAN NIM. I

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh: INDRA SETYAWAN NIM. I STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SLANT ANGLE TERHADAP PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN LOUVERED STRIP INSERT SUSUNAN FORWARD SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN DAN NUMERIK TENTANG ALIRAN BOUNDARY LAYER YANG MELINTASI BUMP DENGAN RADIUS KELENGKUNGAN YANG KECIL

STUDI EKSPERIMEN DAN NUMERIK TENTANG ALIRAN BOUNDARY LAYER YANG MELINTASI BUMP DENGAN RADIUS KELENGKUNGAN YANG KECIL Proposal Tugas Akhir Konversi Energi STUDI EKSPERIMEN DAN NUMERIK TENTANG ALIRAN BOUNDARY LAYER YANG MELINTASI BUMP DENGAN RADIUS KELENGKUNGAN YANG KECIL Disusun Oleh : Herry Sufyan Hadi 2107100081 Dosen

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS SIRIP- SIRIP PIN ELLIPS SUSUNAN SELANG-SELING DENGAN PENDEKATAN CFD

STUDI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS SIRIP- SIRIP PIN ELLIPS SUSUNAN SELANG-SELING DENGAN PENDEKATAN CFD STUDI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS SIRIP- SIRIP PIN ELLIPS SUSUNAN SELANG-SELING DENGAN PENDEKATAN CFD TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS ABSTRAK ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS Juari NRP: 1321025 Pembimbing: Robby Yussac Tallar, Ph.D. ABSTRAK Hidraulika merupakan ilmu dasar dalam bidang teknik sipil yang menjelaskan perilaku fluida atau

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-659 Rancang Bangun dan Studi Eksperimen Alat Penukar Panas untuk Memanfaatkan Energi Refrigerant Keluar Kompresor AC sebagai Pemanas

Lebih terperinci

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number Siti Duratun Nasiqiati Rosady 1), Bambang Arip Dwiyantoro 2) 1) Program Studi Pascasarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 4.1 DATA Selama penelitian berlangsung, penulis mengumpulkan data-data yang mendukung penelitian serta pengolahan data selanjutnya. Beberapa data yang telah terkumpul

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 2, No. 2, Oktober 2: 86 9 Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Shell-and-Tube Heat Exchanger Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci