EVALUASI KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN PENAMBANGAN BATUPASIR TUFAAN DI KEC. PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, KAB. SLEMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN PENAMBANGAN BATUPASIR TUFAAN DI KEC. PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, KAB. SLEMAN"

Transkripsi

1 J.Tek.Ling Edisi Khusus Hal Jakarta, Juli 2006 ISSN X EVALUASI KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN PENAMBANGAN BATUPASIR TUFAAN DI KEC. PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, KAB. SLEMAN Mardi Wibowo Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstrak Sleman regency is located at southern part of Merapi Volcano. This regency has big potential in mining sector, espicially sand, pebble-boulder stone, tuffaceous sandstone (white stone), clay material (for roof), andesit (for building material, etc. Along with increase of population and residence area, the necessity building material is increasing too. In one other side, mining activity has positive impact (like as develop economic matter of community and income local government); in other hand has negative impact (like as environment quality degradation). Base on state environment degradation model, generally environmental condition atundulating area in Prambanan district is classified medium damage (7 location) and classified damage (3 location). In order to mining activity isn t degrade quality environment, we must more pay attention in soil management and land reclamation. Keyword : environment degradation, tuffaceous sandstone 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sleman sebagian besar secara morfologi terletak di lereng selatan G. Merapi. G. Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, sehingga lereng G. Merapi dikenal sebagai kawasan yang beresiko tinggi terhadap bencana alam letusan volkanis baik berupa awan panas, aliran lava maupun lahar. Selain sebagai kawasan yang rawan bencana, kawasan ini juga mempunyai potensi yang sangat besar di sektor pertambangan, pertanian, perkebunan dan pariwisata disamping secara alami berfungsi sebagai kawasan konservasi daerah resapan air untuk sebagaian besar kawasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Khusus dalam sektor pertambangan lereng G. Merapi sangat berpotensi untuk bahan tambang galian golongan C yaitu pasir dan batu (baik pasir dan batu yang ada di alur sungai maupun pasir batu berlapis yang berada di daratan). Selain bahan galian pasir-batu masih ada bahan galian lain yang sangat penting yaitu batupasir tufaan yang oleh para penduduk sering disebut sebagai batuputih. Secara geologi bahan galian ini tergolong dalam batupasir tufan dan breksi pumisan yang tersebar di 148 Mardi Wibowo. 2006

2 perbukitan sekitar an dan sebagian kecil di Kec. Brebah, dengan perkiraan potensi total mencapai 2.645,79 m 3 (Rahutama, A, 2005). Kegiatan penambangan di satu sisi berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat setempat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetapi di sisi lain berdampak negative terhadap masalah lingkungan. Padahal sampai saat ini sektor penambangan masih menjadi mata pencaharian yang utama bagi sebagian besar penduduk di sekitar lahan penambangan. Dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2004, kerusakan lingkungan akibat penambangan bahan galian golongan C merupakan isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Sleman pada Tahun Kerusakan lingkungan yang terjadi pada bekas lokasi penambangan pada umumnya berupa : a. Hilangnya lapisan tanah yang subur (top soil) bagi tumbuh dan berkembangnya tanaman tegakan; b. Perubahan kapasitas infiltrasi tanah untuk memasok air bawah tanah karena pemadatan dan hilangnya vegetasi. c. Berpotensi terjadi longsor pada dinding-dinding tambang; d. Kerusakan lingkungan jalan dan permukiman di sekitar penambangan Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini adalah mengidentifkasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan kegiatan penambangan bahan galian C. 2. METODOLOGI Pada dasarnya kegiatan ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan sistem penskoran dan pembobotan untuk parameter yang ada dengan tujuan untuk lebih mempermudah dalam analisis data, meskipun masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki, terutama pada tahap pengkuantifikasiannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan tahapan sebagai berikut (Gambar 1) : 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengembangan Konsep Model Penilaian Status Kerusakan Lingkungan Untuk tahap analisis kuantitatif perlu dilakukan sistem penskoran dan pembobotan parameter yang ada dengan tujuan untuk lebih mempermudah dalam analisis data, meskipun masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki, terutama pada tahap pengkuantifikasiannya. Model kuantifikasi yang dikembangkan untuk analisis di wilayah Kab. Sleman ini seperti diuraikan di bawah ini. Perlu diperhatikan disini bahwa parameter dan pengklasifikasian yang dipakai adalah sesuai (dengan modifikasi) dengan Keputusan Gubernur DIY No. 63 Tahun 2003 ttg Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Bahan Gaian Gol. C di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam proses pembobotan tiap unsur (parameter) yang berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap kerusakan lingkungan. Semakin besar pengaruhnya semakin tinggi bobot yang diberikan. Dalam model ini pembobotan digolongkan menjadi empat golongan seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Evaluasi Kerusakan J. Tek. Ling.PTL-BPPT. Edisi Khusus:

3 Tabel 1. Penggolongan Bobot No. Keterangan Bobot Sangat Berpengaruh Berpengaruh Agak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Sedangkan untuk pemberian skor tiap variabel dalam suatu parameter tertentu, dilakukan dengan memberi nilai 1, 2 dan 3, dimana semakin tinggi nilainya maka tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkannya akan semakin besar. Bobot dari tiap parameter dan skor untuk tiap variabel dalam tiap parameter secara lengkap terlihat pada tabel yang terlampir. Berdasarkan bobot parameter dan skor tiap variabel kemudian dilakukan penilaian kondisi lingkungan pada tiap lokasi penambangan dan bekas penambangan dengan cara, sebagai berikut : SkorTotalTiapLokasi = Bobot Par(a) x skor + Bobot Par(b) x skor + Bobot Par(c) x skor + dst Tabel 2. Pengkelasan Tingkat Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Batupasir Tufaan Berdasarkan Skor Total No Kelas Kerusakan Jumlah Skor 1 Baik Sedang Rusak Setelah semua lokasi diperoleh skor totalnya kemudian berdasarkan skor total terendah dan tertinggi, dilakukan pengkelasan tingkat kerusakan lingkungan lokasi penambangan maupun bekas penambangan dengan klasifikasi seperti terlihat pada Tabel Status Kerusakan Lingkungan Lahan Penambangan Batupasir Tufaan Penambangan batupasir tuffan ini keseluruhannya berada di lahan perbukitan yang bergelombang. Terutama batupasir tufaan ini dimanfaatkan untuk batu giring (hias) dan batu bangunan seperti yang ada di Kec. Prambanan dan sebagian di Kec. Berbah dan sebagian kecil terutama yang keras dan sulit untuk dibentuk dijadikan batu pecah sebagai bahan bangunan baik untuk pondasi maupun dinding bangunan. Topografi awal lokasi penambangan batuan ini di lahan perbukitan berdasarkan analisis peta topografi mempunyai kemiringan lahan o atau 16 33%. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang ada sekarang, terlihat adanya perubahan morfologi yang sangat mencolok setelah proses penambangan, yaitu berupa tebing terjal dengan kemiringan antara o atau % dan dengan ketinggian tebing antara 3 15 m. Morfologi seperti tersebut di atas sangat membahayakan baik bagi penambang maupun lingkungan di sekitarnya. Proses penambangan pada umumnya menghasilkan kenampakan tebing-tebing yang terkelupas dengan kelerengan yang curam serta lubang-lubang galian yang relatif tidak beraturan. Umumnya kedalaman dasar galian masih jauh di atas permukaan tanah tertinggi sehingga tidak terjadi genangan air karena resapan dari air tanah. Lahan bekas penambangan umumnya tersusun atas material sisa penambangan terutama berupa serpihan dan pecahan dari bahan galian dan hanya sedikit lahan bekas penambangan yang telah dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan model penilaian status kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan seperti diuraikan pada bagian 3.1, dapat diketahui bahwa pada umumnya status kerusakan lingkungan akibat penambangan di lahan perbukitan/ 150 Mardi Wibowo. 2006

4 bergelombang tergolong rusak sedang (7 lokasi pengamatan) dan rusak (3 lokasi pengamatan), secara lengkap lihat Tabel 3 yang terlampir dan Gambar Arahan Penataan Lahan Berdasarakan kondisi lapangan dan hasil penilaian ststus kerusakan lingkungan akibat kebiatan penambangan bahan galian C di Kab. Sleman, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar kondisinya menjadi semakin baik, yaitu antara lain : a. Pengelolaan Tanah Penutup Lahan Di sebagian besar lokasi penambangan, tanah hasi pengupasan lahan tidak dimanfaatkan dengan baik bahkan banyak yang dijual sebagai tanah urug, dimana hal ini akan sangat merusak lingkungan. Karena pada dasarnya tanah merupakan media yang baik bagi media tumbuh tanaman dan dapat memperbesar kapasitas infiltrai (resapan air) yang sangat penting untuk mempertahankan kawasan Merapi sebagai kawasan konservasi air tanah. Pengembangan model yg pernah ada Tahap Persiapan o Koordinasi dengan instansi terkait o Kompilasi landasan teori Kompilasi data sekunder (laporan, data statistik, dll) o Menyiapkan Peta Topografi o Menyiapkan Peta Geologi o Mencari Peta Digital Penyusunan Konsep Model Penggolongan lokasi tambang Penentuan parameter tiap jenis lokasi tambang Pembobotan tiap parameter Pemberian skor pada tiap parameter untuk tiap lokasi pengamatan Survei Lapangan o Pengamatan lokasi o Pengukuran parameter-parameter o Wawancara dengan penambang dan masyarakat sekitarnya Pengolahan Data dan Aplikasi Model Validasi Model Status Kerusakan Lingkungan di Lahan Penambangan dan Bekas Penambangan Galian C Evaluasi dan Rekomendasi Arahan Penataan Lingkungan Pertambangan Cross Check Hasil Penelitian Lain Gambar 1. Skema Tahapan Penelitian Evaluasi Kerusakan J. Tek. Ling.PTL-BPPT. Edisi Khusus:

5 Gambar 2. Peta digital dan database SIG kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan galian C - Sebaiknya kegiatan reklamasi Rekomendasi : dilakukan bersama-sama dengan proses penambangan. - Penanaman tanaman yang disesuaikan dengan kondisi setempat (dicari tanaman lokal). - Sebaiknya kegiatan reklamasi direncanakan dari awal terutama berkaitan dengan penataan lahannya. - Tanah hasil pengupasan lahan harus dikelola dengan baik dan pada pentupan tambang harus dikembalikan dan dilarang untuk dijual sebagai tanah urug. - b. Pelaksanaan reklamasi Secara umum proses reklamasi belum dilakukan karena proses penambangan saat ini masih berlangsung. Tetapi ada beberapa lokasi yang sudah melakukannya meskipun sebenarnya bersifat sementara dan spontanitas dari penambang dan masyarakat di sekitarnya. Rekomendasi : 4. Penutup a. Kab. Sleman yang terletak di lereng selatan G. Merapi mempunyai potensi yang sangat besar di sektor petambangan bahan galian C terutama batupasir tufaan untuk bahan bangunan dan batu hias. b. Kegiatan penambangan di satu sisi berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat setempat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi di sisi lain 152 Mardi Wibowo. 2006

6 apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak negative terhadap masalah lingkungan. c. Berdasarkan model penilaian status kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan seperti diuraikan pada bagian 3.1, dapat diketahui bahwa pada umumnya status kerusakan lingkungan akibat penambangan di lahan perbukitan/ bergelombang tergolong rusak sedang (7 lokasi pengamatan) dan rusak (3 lokasi pengamatan). d. Agar kegiatan penambangan berwawasan lingkungan ada beberapa hal yang harus diperhatikan terutama masalah pengelolaan tanah dan masalah pelaksanaan reklamasi. e. Beberapa saran untuk masa yang akan datang, adalah : update data dan penyempurnaan (verifikasi) konsep model perlu terus dilakukan, khususnya untuk pemberian nilai bobot tiap parameter. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1996, Evaluasi Lingkungan Kawasan Lereng Merapi, Proyek Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan-BPPT. Anonim, 1996, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996, tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Gol. C Jenis Lepas di Daratan Anonim, 2003, Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 63 Tahun 2003, tentang Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan penambangan Bahan Galian Golongan C di Wilayah Propini DI Yogyakarta. Anonim, 2003, Keputusan Direrktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral No. 079.K/42.04/DJG/2003 tentang Pedoman Teknis Penambangan Bahan galian Golongan C di Daerah Rawan Bencana Gunung Merapi Anonim, 2004, Laporan Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman, Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Anonim, 2004, Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman, Tahun 2004, Pemerintah Kab. Sleman, Yogyakarta. Anonim, 2005, situs Pemerintah Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Mc. Donald and Partners, 1984, Groundwater Appedices, Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study, Overseas Development Administratition, London - Grroundwater development Project, Indonesia, Dir. General of Water Resources Development, Jakarta. Rahutama, A., 2005, Analisis Geologi Untuk Evaluasi Kerusakan Lahan Penambangan di daerah Sambirejo,, Kab. Sleman, Propinsi DI Yogyakarta, Skripsi di Jurusan Teknik Geologi-UGM, (tidak diterbitkan). Evaluasi Kerusakan J. Tek. Ling.PTL-BPPT. Edisi Khusus:

7 Tabel 3. Survei dan Penilaian Kerusakan Lingkungan Utk Kegiatan Penambangan Galian C No Lokasi Waktu Pra Penambanga n Batas Tepi Galian Kedalaman dr Permk. Awal Penambangan Relief Dasar Lereng Galian dr Topo. Tebing Terendah Galian Tinggi Dinding Galian Pengangkutan galian Kondisi Jalan Pasca Tambang Keterangan Bobot Jumlah Skor 1 Marangan Ds. Bokoharjo 2 Gunungsari- Groyogan Ds. Sambirejo 3 Gunungsari Ds. Sambirejo 1-2 m 5 m 2 3 m o m Truk double Kelas 3 Rusak Sedang Serpihan untuk menutupi lubang galian - Batu pecah - Sepanjang tebing m dng + 15 org Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 3 46 (Sedang) 2 3 m 6 8 m 5 7 m 90 o 8 10 m Truk double Kelas 2 Jalan Bagus - Serpihan untuk menutupi lubang - Pisang dan ketela - Soil + 50 cm - Batu giring - Sepanjang tebing + 500m org Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 2 = 6 45 (Sedang) 2 4 m + 4 m 4 5 m o 6 15 m Truk double Kelas 3 Jalan masuk rusak berat - Tanaman semak rapat - Soil 0,5 1 m - Batu pecah - Sepanjang tebing + 300m truk/hari Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 3 = 3 3 x 2 = 6 46 (Sedang) 4 Lemahbang Ds. Gayamharjo 2 3 m > 8 m 5 8 m 90 o 5 m Truk double Jalan aspal desa rusak - Serpihan untuk menutupi lubang - Pisang dan ketela - Batu giring - Luasan 5 x 10 m - 3 org Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 6 46 (Sedang) 5 Losari Ds. Wukirharjo 1 m > 8 m > 5 m 90 o 5 8 m Truk double Aspal desa rusak sedang - Ditanami pisang, singkong, empon, rumput (tnman rapat) - Luasan 60 x 10 m - Batu hias/ giring - 10 org 154 Mardi Wibowo. 2006

8 No Lokasi Waktu Pra Penambanga n Batas Tepi Galian Kedalaman dr Permk. Awal Penambangan Relief Dasar Lereng Galian dr Topo. Tebing Terendah Galian Tinggi Dinding Galian Pengangkutan galian Kondisi Jalan Pasca Tambang Keterangan Bobot Jumlah Skor Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 6 46 (Sedang) 6 Nawungan Ds. Gayamharjo 1-2 m > 10 m > 5 m 90 o > 6 m Truk double Jl desa rusak sedang - Batu hias - Luasan 6 x 5 m org 7 Gambirsawit Ds. Gayamharjo Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 3 = 9 49 (Rusak) 2-3 m > 7 m > 8 m o 5 8 m Truk double Aspal sedikit rusak - 5 lokasi (@ +25 m 2 ) - Batu hias + 4 org Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 3 = 9 49 (Rusak) 8 G. Cilik, Klumprit Ds. Wukirharjo 3 4 m > 10 m 5 10 m o 4 10 m Truk double Bagus - Pecahan besar utk teras - Serpihan utk tutup lubang - Utk Batu pecah - Hampir satu bukit (500 x 200 m) org Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 2 = 6 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 2 = 6 41 (Sedang) 9 Mlakan Ds. Sambirejo - > 8 m 8 10 m o + 7 m Truk double Tepi jalan raya Losari Sambirejo (bagus) - Batu pecah - Luasan 30 m 2 Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 3 = 9 47 (Sedang) 10 Mlakan 2 Ds. Sambirejo - > 7 m 8 m o m Truk double Aspal bagus, jalan setapak rusak - Batu pecah - Sepanjang tebing m Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 3 = 9 48 (Rusak) Evaluasi Kerusakan J. Tek. Ling.PTL-BPPT. Edisi Khusus:

PEMODELAN VULNERABILITAS AIR TANAH DANGKAL DI PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL- YOGYAKARTA

PEMODELAN VULNERABILITAS AIR TANAH DANGKAL DI PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL- YOGYAKARTA J.Tek.Ling Vol.7 No. 2 Hal. 145-151 Jakarta, Mei 2006 ISSN 1441 318X PEMODELAN VULNERABILITAS AIR TANAH DANGKAL DI PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL- YOGYAKARTA Mardi Wibowo Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan,

Lebih terperinci

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Agung Dwi Sutrisno Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Agung Dwi Sutrisno, Ag. Isjudarto Jurusan Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh bahan dari alam yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh bahan dari alam yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penambangan adalah salah satu aktivitas yang dilakukan manusia guna memperoleh bahan dari alam yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan manusia, seperti menjadi

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)

MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) MENAMBANG TANPA MERUSAK LINGKUNGAN Oleh : Adang P. Kusuma (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) SARI Indonesia memiliki deposit berbagai jenis bahan tambang yang cukup melimpah yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR PETA... ix INTISARI.... x ABSTRACT.... xi BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

Perencanaan Tambang Dan Perencanaan Teknis Reklamasi Pasca Tambang Pada Tambang Batuan Di Dusun Srumbung, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY Sarwo Edy Lewier 1, Muh. Fathin Firaz

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto

Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-36 Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto Linda Purba Ningrum, Ardy Maulidy Navastara

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP

Kementerian Lingkungan Hidup LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 43/MENLH/10/1996 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DATARAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negeri Indonesia beberapa tahun kebelakang yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negeri Indonesia beberapa tahun kebelakang yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan pulihnya keadaan perekonomian dari krisis global yang menerpa perekonomian negeri Indonesia beberapa tahun kebelakang yang menyebabkan perubahan perubahan dalam

Lebih terperinci

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi telah menghasilkan sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang

Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang 1 Thaariq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Sumedang, terletak sekitar 45 km Timur Laut kota Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh : Yetti

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

TINGKAT KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PENAMBANGAN BATUGAMPING DAN PRIORITAS REKLAMASI LAHAN DESA PACAREJO KAB GUNUNGKIDUL DIY

TINGKAT KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PENAMBANGAN BATUGAMPING DAN PRIORITAS REKLAMASI LAHAN DESA PACAREJO KAB GUNUNGKIDUL DIY TINGKAT KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PENAMBANGAN BATUGAMPING DAN PRIORITAS REKLAMASI LAHAN DESA PACAREJO KAB GUNUNGKIDUL DIY Wisnu Ariyanto wisnuariyanto27@yahoo.co.id Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015 PENENTUAN ZONASI PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BLORA BAGIAN SELATAN PROVINSI JAWA TENGAH Dody Bagus Widodo, Budiarto, Abdul Rauf Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.201 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah merupakan modal dasar pembangunan nasional dalam hal pengembangan wisata alam dan devisa Negara dari sektor

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU 1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Tujuan... 1.3. Kerangka Pikir Studi... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Perencanaan Lanskap... 2.2. Gempa Bumi...

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI

KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Oleh : PRAMUDANU ANDITYAPUTRA 112100054 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana transportasi darat harus selalu dalam kondisi yang baik, hal ini adalah untuk kelancaran lalu lintas yang berada diatasnya, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di Kecamatan Salaman mencapai 68.656 jiwa dengan kepadatan penduduk 997 jiwa/km 2. Jumlah

Lebih terperinci

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006 LANDSLIDE OCCURRENCE, 4 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA 6 Maret 4, Tinggi Moncong, Gowa, Sulawesi Selatan juta m debris, orang meninggal, rumah rusak, Ha lahan pertanian rusak

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu 1. Penelitian ini menghasilkan peta rencana jalur evakuasi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk perumahan

Lebih terperinci

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG Abstrak Rizka Maria 1, Hilda Lestiana 1, dan Sukristiyanti 1 1 Puslit Geoteknologi LIPI,

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

Analisis Kerusakan Lingkungan Fisik Akibat Penambangan Pasir Dan Batu Di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisis Kerusakan Lingkungan Fisik Akibat Penambangan Pasir Dan Batu Di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Analisis Kerusakan Lingkungan Fisik Akibat Penambangan Pasir Dan Batu Di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (Analysis of the Physical Environment Damage Due Sand And Stone Mining In Sleman Special

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral tentang alam, panas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap banjir. Penentuan kelas kerentanan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci