BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Emosi 1.1 Pengertian Emosi Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan Walgito (1994, dalam Safaria, 2009).

2 Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian. 1.2 Macam-macam Emosi Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates, JB Watson dan Daniel Goleman. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), Hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan), sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Mayer (1990, dalam Goleman, 2002) menyebutkan bahwa orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia. 1.3 Proses Terjadinya Emosi

3 Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak. Kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan darah kita. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika kita menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih positif. 1.4 Teori Emosi

4 Para ahli mengemukakan beberapa teori dalam upaya menjelaskan timbulnya gejala emosi. Beberapa teori emosi tersebut antara lain : a. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja seperti hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah. Jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi idaman, emosi yang timbul dinamakan senang, sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan misalnya melihat ular berbisa emosi yang timbul dinamakan takut. b. Teori Emosi James-Lange Teori ini menjelaskan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara. Respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Rasa takut timbul oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut. c. Teori Emosi Emergency Cannon Teori ini menyatakan emosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik. Teori Cannon kemudian diperkuat oleh Philip Bard, sehingga kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori emergency. Teori ini mengatakan pula bahwa

5 emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi darurat atau emergency. Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa ada antagonisme antara sarafsaraf simpatis dengan cabang-cabang cranial dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatif aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya. 2. Kecerdasan Emosional 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut Emotional Quotion (EQ) sebagai: Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan (Shapiro, 1998). Goleman (2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional mencakup kemempuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik, yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan Inteligence Quotion (IQ). Banyak orang yang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi

6 tidak mempunyai kecerdasan emosi. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro, 1998). Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar- On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000). Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional. Gardner (1993, dalam Goleman, 2000) mengungkapkan bahwa kecerdasan pribadi terdiri dari: kecerdasan antarpribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan, sedangkan kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah

7 kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif (Goleman, 2002). Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (1990, dalam Goleman, 2000) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (sosial) dengan orang lain. Goleman (2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (sosial) dengan orang lain.

8 2.2 Komponen Kecerdasan Emosional Goleman (2002) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima kemmapuan utama, yaitu: a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Hal ini menyebabkan individu menyadari emosi yang sedang dialami serta mengetahui penyebab emosi tersebut terjadi serta memahami kuantitas, intensitas, dan durasi emosi yang sedang berlangsung. Kesadaran akan intensitas emosi memberi informasi mengenai besarnya pengaruh kejadian tersebut pada individu. Intensitas yang tinggi cenderung memotivasi individu untuk bereaksi sedangkan intensitas emosi yang rendah tidak banyak mempengaruhi individu secara sadar. Kesadaran akan durasi emosi yang berlangsung membuat individu dapat berpikir dan mengambil keputusan yang selaras dalam mengungkapkan emosinya. Kemampuan mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Mayer (Goleman, 2002) mengatakan bahwa kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan., sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah (Mutadin, 2002). Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan

9 emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Individu dapat mengungkapkan emosinya dengan kadar yang tepat pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat (Aristoteles dalam Goleman 2004). Tujuan pengendalian diri adalah keseimbangan emosi bukan menekan emosi, karena setiap perasaan memiliki nilai dan makna tersendiri. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri ketika ditimpa kesedihan, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan (Goleman, 1996). c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis dan keyakinan diri. Keterampilan memotivasi diri

10 memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih jauh produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan (Goleman, 1996). d. Mengenali Emosi Orang Lain (Empati) Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Empati adalah dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang (Setrianingsih, 2006). Empati dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain, sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. Goleman (2002) mengatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apaapa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa

11 frustasi (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. e. Membina Hubungan (Sosial) Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana perawat mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian perawat berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Apabila individu tidak memiliki keterampilan-keterampilan semacam ini dapat menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.

12 Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional. 2.3 Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja Aturan bekerja saat ini telah berubah. Kita dinilai berdasarkan tolak ukur yang baru yaitu tidak hanya dinilai berdasarkan tingkat kepandaian, atau berdasarkan pelatihan dan pengalaman, tetapi juga berdasarkan kemampuan kita mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain yang disebut cerdas secara emosional. Keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif (Goleman, 1999). Martin (2003) mengatakan dalam konteks pekerjaan, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang kita dan orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksud adalah bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan, sering kali kita tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi. Di dunia kerja, kelebihan orang-orang ber-eq tinggi dibandingkan dengan orang lain tercermin dari fakta berikut :

13 a. Pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, mereka lebih sukses bekerja. Terutama karena mereka lebih berempati, komunikatif, lebih tinggi rasa humornya dan lebih peka akan kebutuhan orang lain. b. Mereka lebih bisa menyeimbangkan rasio dan emosi. Tidak terlalu sensitif dan emosional, namun juga tidak dingin dan terlalu rasional. Pendapat mereka dianggap selalu objektif dan penuh pertimbangan. c. Mereka menanggung stres yang lebih kecil karena biasa dengan leluasa mengungkapkan perasaan, bukan memendamnya. d. Berbekal kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang tinggi, mereka selalu mudah menyesuaikan diri dan mudah beradaptasi. e. Saat yang lainnya menyerah, mereka tidak putus asa dan frustasi, justru menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi nyata, maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk. Emosi di kantor dapat dikatakan baik atau buruk hanya tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Tantangan menonjol bagi pekerja saat ini terutama adalah bertambahnya jam kerja serta keharusan untuk mengelola hal-hal berpotensi stres dan berfungsi efektif di tengah kompleksitas bisnis. Pekerja juga dituntut untuk mampu menempatkan kehidupan kerja dan keluarga selalu dalam posisi seimbang. Tantangan pekerjaan juga terletak pada kemampuan berempati, misalnya para perawat, ketika menghadapi keluhan pasien, perawat membutuhkan ketabahan emosi

14 dan juga mempunyai kemampuan melihat hal tersebut dari perspektif pasien. Perawat dalam berkata, bertindak, dan mengambil keputusan, membutuhkan kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga mampu melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat harus bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu bayi yang baru lahir sampai lanjut usia. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien, hal ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar perawatan lebih efektif (Bharata, 2008 ). Emosi menjadi penting karena ekspresi emosi yang dapat terbukti bisa melenyapkan stres pekerjaan. Semakin tepat kita mengkomunikasikan perasaan, semakin nyaman perasaan kita. Keterampilan manajemen emosi memungkinkan kita menjadi lebih akrab dan mampu bersahabat, berkomunikasi dengan tulus dan terbuka kepada orang lain. 3. Kinerja 3.1 Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja

15 memberi kontribusi kepada perusahaan antara lain kuantitas, output, kualitas output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (Mathis & Jackson, 2002). Banyak ahli mengemukakan tentang pengertian kinerja, antara lain Stoner (1978, dalam Tika, 2006) mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Sedangkan Bernadin dan Russel (1993, dalam Tika, 2006) mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsifungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Prawiro Suntoro (1999, dalam Tika, 2006) mengemukakan bahwa bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksud adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawab dalam suatu organisasi (Tika, 2006). 3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Tika (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaan atau prestasi kerja seseorang atau kelompok, terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi kinerja karyawan atau kelompok

16 terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi, peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja, sedangkan faktor ekstern antara lain berupa peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar. Gibson (1987) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi, dan faktor organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial, dan demografi seseorang. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu sedangkan variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Variabel tersebut banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). 3.3 Sistem Penilaian Kinerja Setiap pimpinan harus dapat melakukan penilaian objektif terhadap kinerja karyawan sehingga perlu dikembangkan instrumen penilaian kinerja. Penilaian

17 kinerja dalam organisasi adalah proses organisasi mengevaluasi hasil kerja atau prestasi kerja para pemegang jabatan. Beberapa alasan dan pertimbangan mengapa kinerja harus dinilai yaitu : 1. Penilaian kinerja memberikan informasi bagi pertimbangan pemberian promosi dan penetapan gaji 2. Penilaian kinerja memberikan umpan balik bagi para manajer maupun karyawan untuk melakukan instrospeksi dan meninjau kembali perilaku selama ini, baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dirumuskan kembali sebagai yang mendukung tumbuh kembangnya budaya organisasi secara keseluruhan. 3. Penilaian kinerja diperlukan untuk pertimbangan pelatihan dan pelatihan kembali (retraining) serta pengembangan (Soeroso, 2003). Keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan turut menentukan mutu pelayanan kesehatan. Untuk mendukung dan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang bermutu tinggi, profesionalisme dan kinerja tenaga kesehatan termasuk perawat perlu ditingkatkan kapasitasnya. Langkah-langkah strategis dan aplikatif diperlukan agar perawat dapat berperan dan siap bersaing di tatanan dunia kesehatan regional, nasional dan global. Langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja antara lain: 1. Dorong pelayanan lebih memuaskan dan ciptakan agar individu atau tim kerja meningkatkan mutu proses secara terus menerus. 2. Tingkatkan hasil kerja dan implementasikan rencana untuk peningkatan mutu.

18 3. Temukan strategi agar pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien dengan cara memberikan pelayanan lebih cepat, lebih mudah, lebih simpel, dengan biaya lebih rendah tanpa mengurangi hasil. 4. Kaji dan tingkatkan kualitas dokumentasi yang prima, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran untuk meningkatkan mutu kinerja selanjutnya. 5. Komunikasikan hasil-hasil yang telah dicapai kepada staf atau tim kerja. 3.4 Indikator Kinerja Indikator terdiri dari dua kata yaitu indikator dan kinerja. Banyak defenisi yang dikemukakan para pakar tentang indikator dan kinerja, salah satunya dari World Health Organization (WHO, 1981) menyatakan bahwa indikator adalah variabel untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung; kinerja adalah catatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi atau kegiatan tertentu dalam kurun waktu tertentu (Benardin dan Russel, 1993). Kinerja sinonim dengan mutu, juga sama dengan akuntabilitas. Garvin menyatakan kinerja adalah karakteristik operasional utama dari suatu produk pelayanan. Menurut Prajawanto (2009) indikator kinerja adalah indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya. Dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk melihat dan menilai tingkat kinerja yang

19 baik. Beberapa syarat yang berlaku untuk semua kelompok kinerja. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1. Spesifik dan jelas sehingga mudah dipahami dan tidak ada kesalahan interpretasi. 2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama. 3. Relevan, indikator kerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan. 4. Penting atau terpilih, dapat dicapai dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak setiap proses. Indikator kinerja juga mempunyai beberapa fungsi antara lain : 1. Memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan. 2. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi dalam penilaian kinerja staf, tim dan kinerja instansi/ organisasi. 3. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/ unit kerja. 4. Harus fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. 5. Efektif, data atau informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. 3.5 Kinerja Perawat

20 Kusnanto (2004) mengemukakan bahwa kinerja seorang perawat merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, bentuk pelayanan biopsikososialspiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun yang sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerja perawat untuk menilai sejauh mana perawat telah menjalankan tanggung jawab dan untuk memberikan umpan balik bagi perawat. Kinerja Perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masingmasing, tidak melanggar hukum, aturan serta sesuai moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Depkes, 1994). Selain aktivitas perawat tersebut terkait dengan kinerja perawat dapat dilihat dari pelayanan kesehatan yang diberikan perawat kepada pasiennya (Tanjary, 2009). Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indikator kinerja (Prajawanto, 2009). Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. 3.6 Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat Menurut Asa ad (2000, dalam Tanjary, 2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat adalah karakteristik, motivasi, kemampuan, keterampilan, persepsi, sikap serta lingkungan kerja. Adapun yang termasuk dalam

21 karakteristik perawat meliputi umur, pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, serta status. Umur berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin berumur seorang perawat memiliki tanggung jawab moral dan loyal terhadap pekerjaan serta lebih terampil karena lama bekerja menjadi perawat. Pendidikan perawat berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, semakin banyak ilmu pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh perawat. Masa kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin lama masa kerja seorang perawat semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Status pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja perawat karena semakin tinggi jabatan yang diembannya maka semakin tinggi motivasi dalam pekerjaannya sehingga akan dapat meningkatkan kinerja perawat (Tanjary, 2009). Motivasi juga mempengaruhi kinerja seseorang. Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk mencoba cara baru dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu penghargaan psikis dalam hal ini sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan (Bachtiar & Suarly, 2009). 3.7 Penilaian Kinerja Perawat Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara

22 efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas yang tinggi. Perawat perlu mengetahui adanya pembagian tugas (job description) dalam melakukan pelayanan keperawatan. Hal ini akan mempermudah perawat untuk berfungsi sesuai dengan tugas dan tahu apa yang diharapkan dan tidak diharapkan. Uraian tugas (job description) perawat di ruang rawat adalah sebagai berikut : 1. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungan. 2. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. 3. Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai. 4. Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnose keperawatan, sesuai batas kewenangannya 5. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya. 6. Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya, antara lain: 1) Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan 2) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya 7. Melatih/membantu pasien untuk melakukan latihan gerak 8. Melakukan tindakan darurat kepada pasien (antara lain panas tinggi, kolaps, perdarahan, keracunan, henti nafas & henti jantung), sesuai Protap yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada dokter ruang rawat/ dokter jaga 9. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya.

23 10. Mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut, sesuai batas kemampuannya. 11. Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan. 12. Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai jadwal dinas. 13. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh Kepala Ruang Rawat. 14. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang keperawatan, antara lain melalui pertemuan ilmiah dan penataran atas izin/persetujuan atasan. 15. Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai Standar Ashukan Keperawatan. 16. Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis, pada saat penggantian dinas. 17. Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien, mengenai: a) Program Diet b) Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara penggunaannya c) Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit, puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan lain d) Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan yang bergizi atau bahan pengganti sesuai dengan keadaan sosial ekonomi. 18. Melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan, seperti:

24 a) Rollstoel b) Tongkat penyangga c) Protesa 19. Melatih pasien untuk melaksanakan tindakan keperawatan di rumah sakit, misalnya : a) Merawat luka b) Melatih anggota gerak 20. Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi: 1) Menyediakan formulir untuk menyelesaian administrasi, seperti: a) Surat izin pulang b) Surat keterangan istirahat sakit c) Petunjuk diet d) Resep obat untuk di rumah, jika diperlukan e) Surat rujukan atau pemeriksaan ulang 4. Hubungan kecerdasan emosional perawat dengan kinerja perawat menurut persepsi pasien Perawat merupakan sebuah profesi yang berorientasi kepada pelayanan dalam bentuk jasa. Pelayanan diberikan kepada klien yang mencakup individu, keluarga dan masyarakat. Perawat memerlukan suatu keterampilan manajemen emosi agar pelayanan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Keterampilan tersebut lebih dikenal dengan istilah kecerdasan emosional. Kecerdasan perawat bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat dimensi tunggal semata, yang hanya bisa diukur dari satu sisi dimensi saja (dimensi IQ). Kesuksesan perawat

25 di dalam kinerjanya, ternyata lebih terkait dengan jenis kecerdasan selain IQ. Goleman (2000) melalui penelitiannya, setidaknya 75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya (EQ) dan hanya 25% yang ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya (IQ). IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap kinerja perawat, namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Alam diciptakan dalam keseimbangan, demikian pula kecerdasan perawat perlu dikelola secara seimbang. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan (Goleman, 2002). Pendidikan di keperawatan bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami mahasiswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence mahasiswa. Kecerdasan emosional penting dalam dunia kerja, karena dengan kecerdasan emosional seseorang bisa mengadakan hubungan yang baik dengan atasan, rekan sejawat maupun bawahan atau juga pelanggan (Dio, 2003). Pendapat tersebut diperkuat lagi oleh penelitian yang pernah dilakukan Boyatzis pada tahun 1999 (dalam Martin, 2000) memberikan hasil bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh positif terhadap hasil kerja dan kinerja seseorang. Bagi seorang perawat, kecerdasan emosional merupakan syarat mutlak. Para perawat dalam pekerjaan sehari-hari hampir selalu melibatkan perasaan dan emosi, sehingga setiap memberikan perawatan dituntut untuk memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Rosalina (2008) mengatakan bahwa kecerdasan emosional perawat sangat menentukan perilaku melayani konsumen atau

26 pasien. Jika perawat memiliki kecerdasan emosional baik, maka perilaku perawat dalam memberikan layanan kepada pasien pun akan baik. Perawat yang memiliki kecerdasan emosional yang baik dapat mengontrol emosi-emosinya pada saat berinteraksi langsung dengan pasien atau keluarga pasien Realitas menunjukkan bahwa perawat tidak mampu menangani masalah masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita, akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi. Kecerdasan emosional ini jelas sangat dibutuhkan oleh perawat sebab perawat selalu berhubungan dan berinteraksi dengan klien yang latar belakang budaya dan sifatnya berbeda. Perbedaan ini menuntut perawat untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang lain dalam hal ini klien dan keluarganya. Sehingga perawat secara profesional akan bersifat asertif. Asertif yaitu terampil menyampaikan pikiran dan perasaan dengan baik, lugas, dan jelas tanpa harus membuat orang lain tersinggung. Perawat yang cerdas secara emosional adalah orang yang memahami kondisi dirinya, emosi-emosi yang terjadi, serta mengambil tindakan yang tepat. Orang tersebut juga secara sosial mampu mengenali dan berempati terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan menanggapinya secara proporsional. Seorang perawat yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan dapat dikenali melalui lima komponen dasar, yaitu sebagai berikut (Bharata, 2008) : 1. Self-awarenes (mengenali emosi diri) yaitu mampu mengenali emosi dan penyebab dari pemicu emosi tersebut, mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan mendapatkan informasi untuk melakukan suatu tindakan, mampu untuk

27 mengenal dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut. 2. Self-regulation (mengelola diri). Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hatihati. Dia juga akan berusaha untuk tidak impulsif. Perlu diingat, hal ini bukan berarti bahwa orang tersebut menyembunyikan emosinya melainkan memilih untuk tidak diatur oleh emosinya. 3. Self-motivation (motivasi diri), ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya Apa yang salah dengan saya atau kita?, sebaliknya ia bertanya Apa yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?. 4. Empathy (empati) yaitu kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut. Perawat dengan kemampuan empati maka perawat memiliki kemampuan untuk menghayati perasaan pasien. Kemampuan empati seorang perawat dipengaruhi oleh kondisi perawat itu sendiri. Perawat perlu menjaga kondisi kesehatan fisik dan psikis, karena keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. 5. Effective Relationship (hubungan yang efektif). Keempat kemampuan tersebut jika dimiliki oleh seorang perawat maka seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang

28 sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi mempunyai tujuan yang konstruktif dalam pikirannya. Kecerdasan emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari keterampilan perawat di tengah masyarakat dan mempengaruhi semua aspek yang berhubungan dengan pelayanan perawat, sehingga akan membuat seluruh potensi dapat berkembang secara lebih optimal. Idealnya seorang perawat dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial emosional.

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KECERDASAN EMOSIONAL Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer pada Tahun 1990 (dalam Shapiro, 2001: 8), mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional ialah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emosi 2.1.1 Definisi Emosi Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KECERDASAN EMOSI a. Definisi Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjaun Pustaka Untuk mendukung penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Caring 1. Pengertian Perilaku Caring Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Proyek Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting. Dalam organisasi suatu proyek terdapat makna usaha, kerjasama, dan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan atau hambatan akan muncul dan mempengaruhi suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. tantangan atau hambatan akan muncul dan mempengaruhi suatu organisasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era pengetahuan saat ini menimbulkan berbagai dampak baik secara positif maupun negatif terhadap suatu organisasi atau perusahaan. Dalam kondisi tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau selalu membutuhkan orang lain dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (2009: 168) bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (2009: 168) bahwa BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan besar menentukan pelayanan kesehatan. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengambilan Keputusan 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang, juga dalam hal ini termasuk bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017 Triwik Sri Mulati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Emotional Intelligence,

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Guru Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Caring merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan yang diperlukan antara pemberi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang. Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang. Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://id.wikipedia.org/wiki/rumah_sakit/oktober2010) diselenggarakan pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (http://id.wikipedia.org/wiki/rumah_sakit/oktober2010) diselenggarakan pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung menganggap bahwa Intelligence Quotient (IQ) yang sangat berpengaruh penting dalam prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki 5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukanlah merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa kita kenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan aset penting dan mempunyai peran utama dalam menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek pelaksanaan operasional (Mulyadi,

Lebih terperinci

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7 EMOSI & PERASAAN PERTEMUAN KE- 7 aprilia_tinalidyasari@yahoo.com Pengertian Emosi Suatu kondisi biologis, psikologis an fisiologi dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak Emosi bersifat lebih intens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

SELF-EFFICACY DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

SELF-EFFICACY DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Widiyanti, Self-Efficacy dan Kecerdasan Emosional Siswa,... 71 SELF-EFFICACY DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Oleh: Widiyanti Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prestasi Belajar. dilakukan dan diharapkan). Dari definisi tersebut maka prestasi belajar adalah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prestasi Belajar. dilakukan dan diharapkan). Dari definisi tersebut maka prestasi belajar adalah BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Belajar 1. Pengertian prestasi belajar Belajar merupakan kebutuhan semua orang, sebab dengan belajar seseorang dapat memahami atau menguasai sesuatu sehingga kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan tidak

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20 DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA Purwati 19, Nurhasanah 20 Abstrak. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk memahami diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan

Lebih terperinci

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA Jurnal LINK, 13 (1), 2017, 1-7 http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA Akbar Yuli Setianto *) ; Puji Hastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang semakin maju dan berkembang.kondisi tersebut menuntut masyarakat pada setiap tahap rentang kehidupannya untuk meneruskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang dipekerjakan dalam suatu badan tertentu, baik pada lembaga pemerintah maupun badan usaha merupakan seorang pegawai (A.W. Widjaja, 2006). Pegawai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sempurna perkembangan akal budinya (untuk berfikir, dan kemampuan mengolah tingkah laku dengan pola-pola baru sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sempurna perkembangan akal budinya (untuk berfikir, dan kemampuan mengolah tingkah laku dengan pola-pola baru sehingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Emosi dan Kecerdasan Emosi Kecerdasan secara harafiah berasal dari kata cerdas yang berarti sempurna perkembangan akal budinya (untuk berfikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia,

BAB I PENDAHULUAN. Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia, namun ia mampu menorehkan prestasi di berbagai ajang festival menyanyi internasional. Selain

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

URAIAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP URAIAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP A. IDENTITAS 1. Nama : 2. Unit Kerja : 3. Jabatan : 4. Kualifikasi : B. PENGERTIAN Seorang tenaga perawat yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi sekarang ini, pelayanan prima. merupakan elemen utama yang harus diperhatikan oleh unit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi sekarang ini, pelayanan prima. merupakan elemen utama yang harus diperhatikan oleh unit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi sekarang ini, pelayanan prima merupakan elemen utama yang harus diperhatikan oleh unit pelayanan kesehatan, salah satunya adalah rumah sakit. Pelayanan

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Psikologi Pendidikan Pengindraan (sensasi) dan Persepsi O Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR 0 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Lulu endar wati (lulu endarwati@yahoo.co.id)¹ Di bawah bimbingan Yusmansyah² Ratna widiastuti³ ABSTRACT The purpose of this study was to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 07 Dra. Fakultas FIKOM Interpersonal Communication Skill Kecerdasan Emosi Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Emotional Equotion (Kecerdasan Emosi) Selama ini, yang namanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun

Lebih terperinci

dapat dalam bentuk berlari, bertanya, melompat, menangis, memukul, bahkan mendorong. Untuk itu seorang guru Taman Kanak-kanak harus memiliki kepekaan

dapat dalam bentuk berlari, bertanya, melompat, menangis, memukul, bahkan mendorong. Untuk itu seorang guru Taman Kanak-kanak harus memiliki kepekaan Kecerdasan Emosional Pada Guru Taman Kanak-kanak (Studi Deskriptif) Laila Fitriani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Kecerdasan emosional merupakan komponen yang dapat membuat seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan. tugas teknis operasional (Depkes, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan. tugas teknis operasional (Depkes, 2001). 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Puskesmas a. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial, yang mana saling membutuhkan satu sama lain. Manusia terlahir ke dunia ini dituntut agar dapat hidup berorganisasi. Dalam kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Work-Life Balance Work-Life Balance didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tangung jawab kerja dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terpadu. UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. secara terpadu. UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan mampu membangun integritas kepribadian manusia Indonesia seutuhnya dengan mengembangkan berbagai potensi secara terpadu. UU RI No.20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, suatu perusahaan dituntut untuk selalu bekerja keras dalam menyelesaikan segala tantangan baik yang sudah ada maupun yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Supervisi 1. Pengertian Supervisi Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Para manajer memiliki peran strategis dalam suatu organisasi. Peran manajer dalam organisasi merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak

Lebih terperinci