BAB II. Biasanya sebelum calon penanam modal investor akan menanamkan. perhatian negara calon investor. Beberapa hal yang menjadi perhatian bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Biasanya sebelum calon penanam modal investor akan menanamkan. perhatian negara calon investor. Beberapa hal yang menjadi perhatian bagi"

Transkripsi

1 BAB II PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UU NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA A. Pengertian Prinsip Keterbukaan Biasanya sebelum calon penanam modal investor akan menanamkan modalnya di suatu negara, termasuk di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi perhatian negara calon investor. Beberapa hal yang menjadi perhatian bagi investor agar mereka dapat meminimalisasi resiko dalam berinvestasi, antara lainnya adanya prinsip keterbukaan atau transparency, yaitu kejelasan mengenai peraturan perundang-undangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta kebijakan investasi. 56 Transparansi merupakan tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan saat ini, dan akan terus berlangsung selama para Chief Executive Officer (CEO) dan pihak eksekutif lainnya tidak mau melakukan pendekatan kepemimpinan yang berbasis nilai. Transparansi adalah salah satu cara mengelola bisnis yang penting. Transparansi bukanlah strategi dan bukan sesuatu yang bisa diajarkan konsultan. 57 Seorang profesor dari Belanda bernama Deirdre Curtin menyatakan keterbukaan telah berkembang sebagai fitur yang mendefinisikan hak Uni Eropa dan hak kewarganegaraan dan bukan merupakan masalah yang menyembunyikan pembuatan aturan internal. Keterbukaan adalah sebuah konsep konstitusional yang mencakup dua hal penting yaitu akses ke dokumen dan informasi publik, dan partisipasi warga negara dalam mengakses dokumen yang bersifat kolektif serta 56 Asmin Nasution, Transparansi Dalam Penanaman Modal (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm Ibid., hlm 124.

2 hak demokrasi untuk mengakses informasi yang terbuka untuk semua warga negara. Hal ini merupakan hak yang paling fundamental daripada hukum administrasi yang berlaku bagi individu tertentu dalam mendapatkan akses pribadi yang bersifat khusus misalnya pihak pengusaha atau para eksekutif. Pendapat tersebut dapat disimak bahwasannya dalam zaman yang sudah serba canggih ini dimana informasi sudah mudah diakses darimana dan kapan saja, demi hak konstitusi kewarnegaraan yang adil dan terbuka, informasi publik yang dapat diakses melalui media elektronik internet seharusnya tetap dikelola dan dikembangkan (up-to-date) oleh pihak pemerintah. 58 Pada hakekatnya dapat dikemukakan bahwa kehadiran Undang-Undang No.25 Tahun 2007 merupakan terobosan baru yang sangat positif untuk mengundang investor, karena mengandung asas keterbukaan (transparansi). Namun demikian, sebagian kalangan beranggapan bahwa kehadiran Undang- Undang tersebut justru bertentangan dengan dasar hukum Indonesia yaitu UUD 1945, sehingga terdapat beberapa lembaga swadaya masyarakat yang telah mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tersebut, di antaranya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Neo-Kolonialisme dan Imperialisme alias Gerak Lawan. Bahwa selain bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang No.25 Tahun 2007 dianggap hanya sekedar untuk membuka pintu masuk liberalisasi ekonomi Indonesia. 59 Pada tanggal 25 Maret 2008, keputusan yang diambil Mahkamah Konstitusi (MK) RI dalam judicial review UU No.25 Tahun 2007 adalah hanya 58 Deirdre Curtin, The Fundamental Principle of Openness in EU: Nature and Implications, University of Amsterdam, Amsterdam, April 2011, hlm Asmin Nasution, Op.Cit., hlm 126.

3 mengabulkan sebagian dari gugatan rakyat yang tergabung dalam Gerak Lawan. Materi gugatan yang dikabulkan hanya terhadap pasal 22, yang membahas tentang pemberian fasilitas tanah kepada penanam modal. Menurut UUPM, pasal 22 menjamin pemodal untuk mendapatkan dan memperpanjang di muka sekaligus Hak Guna Usaha (HGU) hingga 95 tahun, Hak Guna Bangunan (HGB) hingga 80 tahun dan Hak Pakai (HP) hingga 70 tahun. Pada amar putusan, MK menganggap pasal tersebut inkonstitusional. Alasannya, pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang menjelaskan tentang hak menguasai negara dan prinsip ekonomi kerakyatan. Akhirnya, kata-kata yang menyangkut perpanjangan fasilitas tanah kepada penanam modal di muka sekaligus dihapuskan. Namun, HGU, HGB dan HP tetap bisa diperpanjang oleh pemodal dengan merujuk pada pasal berikutnya. Sedangkan untuk permohonan pasal lainnya yang subtansial mengenai asas perlakuan sama antara pemodal asing dan dalam negeri, kriteria usaha tertutup dan terbuka untuk modal, repatriasi (penarikan asset oleh pemodal asing), dan perburuhan, semuanya ditolak mentah-mentah oleh MK. 60 Sepanjang sejarah, pemerintah telah mengenakan beragam kendala pada kegiatan ekonomi. Kendala tersebut, meskipun kadang-kadang dikenakan dalam nama kesetaraan atau beberapa tujuan masyarakat mulia lainnya, yang pada kenyataannya yang paling sering dikenakan adalah untuk kepentingan masyarakat elit atau yang mempunyai kemampuan ekonomi yang mapan dan minat khusus dalam berinvestasi secara skala besar, dan kendala tersebut dipandang lumayan membebankan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah secara menyeluruh. Dengan mensubstitusi hukum dengan keputusan politik bagi 60 Serikat Petani Indonesia, Hanya Mengabulkan Sebagian Dari Gugatan Judicial Review, MK Mengecewakan Rakyat, (diakses pada tanggal 18 Desember 2015).

4 keadaan pasar, pemerintah mengalihkan sumber daya alam berupa sektor listrik, pertambangan, minyak dan gas yang dapat diolah dan energi dari aktifitas produktif menjadi bentuk usaha yang terbuka bagi pengusaha yang mampu menjadi rekan investor demi mencari manfaat ekonomis tanpa memperdulikan hak penguasaan sumber daya oleh pihak asing. 61 Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO (World Trade Organization) yang mencakup persetujuan Trade Related on Intellectual Property Rights(TRIPs) dengan Undang-Undang No.7 Tahun WTO sebagai suatu lembaga yang mengadministrasikan dan memantau pelaksanaan, kesepakatan, Putaran Uruguay jelas akan tidak mampu memantau seluruh peraturan atau kebijaksanaan perdagangan antara anggota yang jumlahnya lebih dari seratus negara. 63 Prinsip-prinsip keterbukaan dalam rangka pasar bebas perdagangan internasional pertama kali dikembangkan di laporan OECD tahun 1997 pada pembaharuan perundang-undangan dan kembali menegaskannya dalam prinsip OECD 2005 untuk peraturan kualitas dan kinerja. Prinsip-prinsip ini mencerminkan prinsip-prinsip dasar yang mendasari sistem perdagangan multilateral, yang dimana sudah banyak negara-negara yang telah mengikatkan dirinya dalam memenuhi kewajiban tertentu di WTO dan maupun yang berhubungan dengan konteks lainnya. Enam prinsip keterbukaan ini tidak boleh dilihat sebagai penilaian standar kesesuaian WTO (World Trade Organization), 61 Terry Miller dan Anthony B.Kim, Principles of Economic Freedom, (diakses pada tanggal 25 Oktober 2015). 62 Agus Kretarto, Investor Relations Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan Berbasis Kepatuhan (Jakarta: Grafiti Press, 2001), hlm Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan dalam Perjanjian Investasi Multilateral (Sumatera Utara, Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2008), hlm

5 tetapi sebagai pendukung lingkungan bisnis yang memungkinkan negara-negara untuk menuai keuntungan dari globalisasi dan kompetisi internasional. Prinsipprinsip ini adalah antara lain: Transparansi dan keterbukaan dari proses pengaturan perundang-undangan bagi pihak yang tertarik dalam menanamkan modalnya di host country, termasuk pihak asing (prinsip transparansi). Akses yang mudah dan luas dalam mengakses peraturan-peraturan mengurangi ketidakpastian atas persyaratan yang berlaku dan memungkinkan perusahaan untuk memperkirakan biaya dan hasil imbal produksi dan aktivitas perdagangan mereka. Konsultasi publik yang melibatkan pemangku kepentingan dalam proses pembuatan peraturan membantu meningkatkan kualitas dan pelaksanaan dalam menyesuaikan dan menaati peraturan serta efisiensi dari kegiatan ekonomi. Karena inovasi merupakan faktor yang telah turuntemurun yang berisiko dengan hasil yang tidak menentu, keterbukaan yang dimaksud harus mudah diprediksi dan keterlibatan yang diperbolehkan mesti dapat mendorong kapasitas dalam berinovasi dengan menjaga sektor bisnis yang lebih dinamis dan menghindari risiko yang lebih sedikit. 2. Kesetaraan peluang-peluang yang kompetitif yang efektif antara pengadaan barang dan jasa (prinsip non-diskriminasi). Perlakuan diskriminatif yang bersifat eksplisit atau implisit terhadap barang atau jasa asal luar negeri bertindak sebagai suatu tindakan yang mendukung disincentive serius terhadap inovasi suatu bisnis. Dengan mematikan keunggulan kompetitif inovatif barang dan jasa, proses produksi, pemasaran dan metode organisasi akan mengurangi pesaing yang kreatif dan inovatif. 3. Menghindari pembatasan efek perdagangan yang melampaui batas kewajaran yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan peraturan yang pasti. Prinsip ini menggunakan fungsionalitas pendekatan berbasis kinerja daripada desain atau peraturan yang bersifat deskriptif, dan untuk memperbaiki prioritas masalah hambatan peraturan dalam perdagangan dan investasi yang timbul dari persyaratan yang terkesan mengulangngulang dan peraturan lama yang telah di non-aktifkan atau tidak diberlakukan lagi. Peluang bagi perusahaan dalam menggapai syaratsyarat tujuan regulasi dengan cara apapun yang mencapai hasil yang maksimal dan efektif tanpa dijelaskan bagaimana mereka harus melakukannya memungkinkan mereka untuk mengembangkan kreativitas dan gagasan pemikiran yang bersifat inovatif, teknis. Komponen, bahan, produksi, standar, proses organisasi dan, termasuk yang mungkin dapat diberlakukan di pasar yang berbeda. Revisi persyaratan pada peraturanperaturan yang bersifat mengulang-ngulang dan usang (outdated) serta penyederhanaan beban administrasi menurunkan biaya dalam berbisnis, dengan demikian membebaskan sumber daya untuk hanya fokus kepada pengembangan perekonomian yang inovatif. 64 OECD, OECD Market Openness Principles, OECD Innovation Policy Platform, (diakses pada tanggal 25 Oktober 2015).

6 4. penggunaan tindakan hukum yang bersifat internasional sesuai standar peraturan internasional (prinsip keselarasan); dan 5. pengakuan kesetaraan tindakan regulasi negara lain,prosedur hukum, dan hasil penilaian kesesuaian (prinsip saling pengakuan). Perusahaanperusahaan yang beroperasi di lebih dari satu pasar perlu menyesuaikan dan menanggung biaya tambahan yang berbeda yang dihasilkan persyaratan peraturan standar nasional. Menyesuaikan persyaratan yang dihasilkan hukum negara asing dengan langkah-langkah internasional dan menerima persyaratan host country sebagai standar dengan persyaratan domestik dalam menggapai tujuan hukum yang sama juga berperan penting dalam menangani setiap biaya yang tidak perlu dikeluarkan dari hasil disharmonisasi perbedaan peraturan. Keselarasan dan kepercayaan sesama pihak asing dengan host country dalam berinovasi memungkinkan perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan dan meminimalisasi hambatan perdagangan perbatasan negara serta mengefektifkan persaingan usaha pasar internasional. 6. penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha dalam perspektif internasional. Penegakan hukum persaingan usaha dan regulasi dalam sektor promosi kompetisi dan liberalisasi perdagangan harus dikoordinasikan untuk memastikan konsistensi dan keefektifan persaingan usaha pasar internasional, untuk mendorong kinerja yang bersifat inovatif ataupun besar-besaran. Dalam perundingan perdagangan Multilateral Uruguay disepakati tahapan proses negosiasi di bidang investasi yang lebih dikenal dengan sebagai Trade Related Investment Measure (TRIM s), yang terdiri atas tahap awal negoisasi dan tahap negoisasi lanjutan. Dalam tahap awal negoisasi, hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan mempelajari pelaksanaan artikel-artikel GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang berhubungan dengan trade distorting effects dari tindakan di bidang investasi berdasarkan masukan peserta negosiasi. Dalam tahap negosiasi selanjutnya mengidentifikasi area-area dimana perundingan mungkin diperlukan untuk menghindarkan akibat yang menghambat dan menganggu dari tindakan investasi pada perdagangan berdasarkan usulanusulan peserta negosiasi, selain itu negosiasi atas dasar yang telah ditetapkan sebelumnya.

7 Secara tradisional, GATT memusatkan diri kepada kebijaksanaan yang menghambat arus barang antarnegara (cross border measures). Sedangkan perjanjian tentang Trade Related Investment Measures (TRIM s) merupakan perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut perdagangan. 65 Masuknya modal asing dalam perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik. Penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional seperti pinjaman luar negeri. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan ekonomi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya suplai teknologi dari investor baik dari bentuk proses produksi maupun permesinan dan penciptaan lapangan kerja. 66 Jika ditelusuri dengan seksama sistem perdagangan multilateral, pelaksanaan keterbukaan seperti yang dituntut oleh Agreement on TRIMs sebenarnya bukanlah hal yang baru. GATT 1947 telah menghasilkan ketentuan yang demikian. Hanya saja transparansi dalam GATT ditujukan untuk seluruh publikasi-publikasi yang mengandung hambatan-hambatan perdagangan. Dengan demikian ketentuan transparansi dalam Agreement on TRIMs hanya mempersempit atau menjadikan ketentuan transparansi dalam GATT 1947 bersifat lebih spesifik saja. 67 Di sektor jasa, GATS menetapkan ketentuan transparansi dan notifikasi. Article III.1 GATS memerintahkan kepada semua negara anggota untuk segera 65 Rosyidah Rakhmawati, Op.Cit, hlm Lusiana, Op.Cit., hlm Mahmul Siregar, Op.Cit., hlm 101.

8 menerbitkan semua perundang-undangan, peraturan, pedoman pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak terhadap pelaksanaan perjanjian (GATS). Pemerintah negara anggota harus menjamin bahwa informasi-informasi dalam peraturan-peraturan tersebut tersedia secara umum. Hal ini untuk mengantisipasi jika pemerintah tidak atau melakukan publikasi. 68 Notifikasi terhadap peraturan-peraturan yang bertentangan dengan GATS berbeda dengan Agreement on TRIMs. Notifikasi dalam GATS lebih fleksibel karena hanya diwajibkan terhadap peraturan-peraturan atau perubahan peraturan yang terkait dengan schedule of commitment yang ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Dengan demikian, meskipun ditemukan peraturan penanaman modal sektor jasa yang tidak konsisten dengan GATS, tidak wajib dinotifikasi apabila peraturan tersebut tidak termasuk sektor yang menjadi komitmen dari negara yang bersangkutan. 69 Selain kualitas informasi mengenai ketentuan perjanjian internasional antara GATS dan TRIMs dengan negara yang berkomitmen menyesuaikan peraturan domestik dengan standar yang telah disusun sedemikian oleh organisasi internasional yang bergerak dalam bidang perdagangan tersebut, prinsip-prinsip corporate governance yang disusun oleh OECD juga memuat pedoman umum untuk memastikan bahwa pengungkapan secara akurat dan tepat waktu dilaksanakan terhadap semua informasi material yang berhubungan dengan 68 Ibid., hlm Ibid., hlm 102.

9 perusahaan, yang meliputi kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, serta governance di perusahaan, sebagai berikut: Pengungkapan informasi harus meliputi, tapi tidak terbatas pada informasi material tentang : a) Keuangan dan hasil operasi perusahaan; b) Tujuan-tujuan perusahaan; c) Kepemilikan saham mayoritas dan hak-hak suara; d) Masalah-masalah material yang berhubungan dengan para karyawan dan para pihak yang berkepentingan lainnya; e) Struktur dan kebijakan governance perusahaan. 2. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar-standar kualitas yang tinggi di bidang akuntansi, pengungkapan keuangan dan nonkeuangan, serta audit. 3. Pemeriksaan tahunan harus dilaksanakan oleh auditor independen untuk menyediakan jaminan eksternal yang objektif tentang cara penyiapan dan penyajian laporan keuangan. 4. Saluran-saluran untuk penyampaian informasi harus disiapkan untuk memungkinkan akses informasi yang wajar, tepat waktu, dan dengan biaya yang efisien. B. Tujuan Diadakannya Prinsip Keterbukaan dalam Kegiatan Penanaman Modal Bagi Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan belum terkelola secara maksimal dan memadai, bukanlah perkara mudah untuk melakukannya. Pengelolaan potensi ekonomi menjadi ekonomi riil berupa 70 Agus Kretarto, Op.Cit., hlm 43.

10 pengadaan barang dan jasa tidak hanya memerlukan modal yang besar tetapi juga membutuhkan teknologi, keterampilan (skill) dan manajemen yang kesemua itu bisa diperoleh melalui kegiatan penananaman modal khususnya penanaman modal asing. Bisa saja pemerintah melakukan hal tersebut, namun karena adanya keterbatasan modal, teknologi kemampuan (skill) dan manajemen sehingga secara rasional penanaman modal dapat dilibatkan untuk mendukung dan membantu dalam pengelolaan tersebut. 71 Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan investasi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, antara lain: Wilayah yang luas dan subur dengan kekayaan alam yang melimpah, 2. Upah buruh yang relatif rendah, 3. Pasar yang sangat besar, 4. Lokasi yang strategis, 5. Adanya upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mendorong iklim investasi yang sehat, 6. Tidak adanya pembatasan atas arus devisa, termasuk atas modal dan keuntungan, dan lain-lain. Namun di samping potensi yang sangat besar tersebut, juga terdapat beberapa kelemahan yang dapat menjadi kendala dalam menarik investasi (khususnya investasi asing) yang mencakup hal-hal seperti : Kurangnya keterampilan tenaga kerja yang ada, 2. Birokrasi yang kadang-kadang terlalu panjang dan dapat membengkakkan biaya awal dan operasional, 71 Aminuddin Ilmar,Op.Cit., hlm Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, Cek.Kedua (Jakarta: Sinar Grafika Offset,2011), hlm Ibid., hlm 56.

11 3. Stabilitas keamanan yang agak kurang stabil sejak beberapa tahun yang lalu (sejak tahun 1998), 4. Kebijakan yang seringkali berubah-ubah, 5. Kurang adanya kepastian hukum, 6. Mekanisme penyelesaian sengketa yang kurang credible sehingga kurang menguntungkan investor, 7. Kurang adanya transparansi, dan lain-lain. Pada masa-masa sebelum krisis merebak (pra-1998), iklim penanaman modal di Indonesia dipandang cukup menarik bagi investor asing maupun dalam negeri karena lingkungan politik yang relatif stabil, meskipun stabilitas tersebut semu. Untuk Indonesia dapat memperbaiki perekonomian negara dari pasca krisis, dirumuskanlah kebijakan-kebijakan yang membuat Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia umumnya dan negara-negara tetangga di ASEAN pada khususnya, terutama dalam menarik investasi asing. 74 Kekuatan globalisasi telah membantu menghasilkan prestasi ekonomi yang mengesankan di ASEAN dari tahun 1970 hingga 1996, baik dari segi kuantitas dan kualitas. Selama masa itu, Produk Nasional Bruto (PNB) negaranegara ASEAN tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata sebesar 6,6 persen, membuat ASEAN salah satu wilayah yang paling cepat berkembang di dunia. Hal ini sangat luar biasa karena negara-negara berkembang lainnya mencapai tingkat pertumbuhan moderat tiga persen pada periode yang sama. Tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan tinggi ASEAN telah tercermin dalam peningkatan GNP total negara yang kemudian membentuk ASEAN dari hanya US$ 21 miliar pada tahun 1961 untuk US$ 120 miliar dan pada tahun 1979, US$ 172 miliar pada tahun Ibid., hlm 57.

12 dan US$ 269 miliar pada tahun Diperkirakan bahwa pada tahun 2000 ASEAN GNP gabungan telah melebihi US$ 500 milyar. 75 Pelajaran yang juga dapat diambil selama periode pasca krisis adalah volatilitas nilai tukar sangat dipengaruhi oleh premi risiko yang bersumber dari berbagai ketidakpastian (risiko) yang dimana ditimbulkan oleh kurangnya penerapan prinsip keterbukaan, baik ketidakpastian di bidang sosial politik, maupun ketidakpastian di bidang ekonomi dan keuangan. Sejak krisis ekonomi berlangsung, fluktuasi nilai tukar rupiah secara persistent telah diwarnai oleh ketidakpastian situasi sosial politik,yang pada gilirannya menjadi sumber utama terjadinya lingkaran permasalahan ekonomi (vicious circle) selama ini. 76 Untuk menyatukan antara kepentingan investor dengan negara penerimapenerima modal harus disadari tidak mudah. Artinya, apabila negara penerima modal (dalam hal ini yaitu host country) terlalu ketat dalam menentukan syarat penanaman modal investor, mungkin saja para investor tidak akan datang lagi bahkan bagi investor yang sudah ada pun bisa jadi akan merelokasi perusahaannya. Disebut demikian, karena di era globalisasi ini, para pemilik modal sangat leluasa dalam menentukan tempat berinvestasi yang tidak terlalu dibatasi ruang geraknya. Untuk itu dalam menyikapi arus globalisasi yang terus merambah ke berbagai bidang tersebut, peraturan perundang-undangan investasi 75 Ngyuen Phuong Binh, Southeast Asian Security: A Vietnamese Perspective, Institute of Defense and Strategic Studies, Singapore, May 2001, hlm Rowland B.F Pasaribu, Pertumbuhan Ekonomi Dalam Konsep Pembangunan Berkelanjutan, an_berkelanjutan_420, (diakses pada tanggal 26 Oktober 2015), hlm 432.

13 asing (FDI) di berbagai negara pun terus diperbarui sesuai dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin mengglobal. 77 Transparansi yang sah terjadi, ketika sasaran organisasi benar-benar dijalankan dengan pelaksanaannya, tetapi sulit untuk memastikan dan terkadang sulit ditentukan. Kebenaran biasanya muncul dengan sendirinya dalam bagaimana neraca keuangan suatu perusahaan dilihat dari waktu ke waktu. 78 Ada 2 (dua) jenis yang biasanya muncul dalam praktik transparansi pada kegiatan perusahaan, yaitu: Transparansi sejati; transparansi yang lebih dari sekedar menyampaikan informasi atau memamerkan wajah baik perusahaan pada konsumen (consumer), bersifat mendalam dan mendorong seluruh industri agar memeriksa praktik bisnis mereka. Transparansi sejati membuat industri farmasi mengambil tindakan keras terhadap hal-hal seperti obat tiruan atau produksi obat-obatan yang dapat mencederai konsumen. Transparansi sejati akan menciptakan undang-undang bagi produk yang aman untuk anak-anak, melindungi customer dari hal-hal seperti bahaya asbes, mengikuti aturan pelaporan keuangan dan melaksanakan standar untuk melindungi konsumen. Transparansi sejati memiliki daya tahan dan terjalin dalam cara karyawan berinteraksi, berpikir dan hidup setiap hari. Itulah satu-satunya jenis transparansi yang memberi dampak yang langgeng dalam mengubah suatu perusahaan menjadi lebih baik. hlm Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Cet.Pertama (Jakarta: Sinar Grafika,2010), 78 Asmin Nasution, Op.Cit., hlm Ibid., hlm 129.

14 2. Transparansi situasional; yaitu transparansi yang terjadi ketika pemimpin atau perusahaan bereaksi secara terbuka dan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan nilai dasar perusahaan. Ini tidak tulus, itu adalah dendam terhadap situasi atau kecaman, dan tidak memiliki daya tahan jika tidak berakar pada nilai dasar. Artinya jika seluruh kultur perusahaan bukan sesuatu yang karyawan ketahui konsekuensinya seperti kebenaran setengah-setengah, kualitas produk buruk, atau perilaku apa untungnya bagi saya, maka kultur perusahaan itu tidak transparan. Tidak kalah pentingnya juga, ikut andil dalam perubahan kebijakan investasi asing adalah pesatnya perkembangan teknologi di berbagai sektor, khususnya di sektor informasi. Hal ini telah menimbulkan ekspansi perusahaanperusahaan multinasional terutama di bidang jasa keuangan. Menyikapi hal ini, maka sejumlah negara pun melakukan kebijakan liberalisasi di bidang investasi, antara lain membuka seluas-luasnya bidang usaha yang dapat dimasuki oleh investor asing yang sebelumnya tertutup. Selain itu prosedur untuk berinvestasi pun disederhanakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gregorius Chandra: 80 Era Globalisasi dan liberalisasi perdagangan mewarnai millenium baru (abad Ke-21). Dunia usaha terasa ibarat sebuah dusun global (global village). Adanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, telekomunikasi, teknologi informasi, jaringan transportasi, dan sektorsektor kehidupan lainnya menyebabkan arus informasi semakin mudah dan lancar mengalir antarindividu atau kelompok. Batas-batas geografis maupun negara sudah tidak signifikan lagi. Akibatnya konsumen semakin terdidik dan banyak menuntut. Tuntutan konsumen ini antara lain: 1. Produk berkualitas tinggi (high quality). 2. Harga yang wajar (fair price) disertai dengan cara pembayaran yang lunak dan alternatif pembayaran yang mudah (e-commerce). 3. Penyerahan produk yang cepat (fast delivery). 4. Layanan khusus (special service). 5. Produk yang memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi (high flexibility). 80 Hendrik Budi Untung, Op.Cit., hlm 6.

15 6. Akrab dengan pemakai (user-friendly). Washington Post dalam artikelnya menyebutkan kurangnya sistem hukum yang pasti di Indonesia merupakan faktor utama mengapa investor pergi. Kurangnya kepercayaan investor membuat perginya modal asing yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang belum pulih akibat krisis finansial Asia tahun Investor asing juga sering mengeluh bahwa mereka sering kali dijadikan subjek tuntutan sewenang-wenang oleh pejabat pemerintah, petugas pajak, dan mitra lokal. Secara garis besar, kepastian hukum merupakan suatu tolak ukur dalam menghitung resiko. Bagaimana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap resiko. Jika penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat dipastikan investor akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. 81 Sebenarnya resiko politik dan resiko ekonomi suatu negara tidak akan menyurutkan minat investasi, jika ada kompensasi terhadap resiko bentuk return yang lebih tinggi. Dengan paket kebijakan yang bisa memberikan return yang tinggi kepada investor, diharapkan aliran modal yang masuk dapat segera mempercepat pemulihan ekonomi nasional. 82 Jadi untuk menarik atau meningkatkan arus masuknya modal asing ke dalam suatu negara sehingga dapat menguntungkan aliran investasi suatu negara, paling tidak diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Mempertahankan secara terus-menerus keuntungan ekonomi yang dapat diambil para investor atau dengan kata lain, penanam modal asing yang 81 Lusiana. Op.Cit., hlm Hendrik Budi Untung, Op.Cit., hlm 53.

16 mempunyai kesempatan ekonomi, sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan investasinya Perlu diciptakan adanya kepastian hukum yang mencerminkan nilai kebenaran dan keadilan serta tidak bersifat diskriminatif. Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Terkadang peraturan ditentukan tidak boleh berlaku surut, namun kenyataannya kebijakan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dibuat berlaku surut, tidak sesuai UUD 45 yang merupakan hierarki perundang-undangan yang paling tinggi atau undang-undang lainnya dalam aspek substansi hukum, mulai dari undang-undang sampai dengan peraturan-peraturan daerah dan putusan-putusan pengadilan serta proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten dan tidak transparan. Semua hal tersebut membuat pengusaha atau investor merasa berada di persimpangan jalan, menimbulkan perasaan tidak adanya kepastian hukum dan kepastian usaha Untuk menjamin keberlangsungan investasi asing, diperlukan adanya stabilitas politik dan harus dihindari munculnya konflik vertikal (antara elite politik) dan konflik horizontal (konflik antara kelompok masyarakat). 85 C. Penerapan Prinsip Keterbukaan dalam Kegiatan Penanaman Modal Berdasarkan UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pelaksanaannya Pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah dan/ atau pemerintah daerah untuk menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan 83 Ibid., hlm Lusiana, Op.Cit., hlm Hendrik Budi Untung, Loc.Cit., hlm 53.

17 penanaman modal. Untuk menjamin kepastian, dan keamanan itu, perlu diatur peraturan pelaksanaan terkait kewenangan pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penanaman modal. 86 Pendelegasian pembuatan peraturan pelaksanaan memiliki beberapa manfaat, yakni menghindari salah satu cabang kekuasaan (eksekutif atau legislatif) mendominasi kekuasaan sehingga tidak menciptakan prinsip checks and balances kekuasaan. Apabila peraturan pelaksanaan didominasi oleh legislatif, dalam arti peraturan pelaksanaan dibuat oleh legislatif, secara praktis dapat menghambat pelaksanaan suatu undang-undang oleh eksekutif mengingat legislatif tidak mengetahui praktik pelaksanaan secara detail dan pengaturan lokal. Sebaliknya apabila peraturan pelaksanaan dibuat secara penuh oleh eksekutif, maka akan berpotensi kekuasaan legislatif akan diambil alih oleh eksekutif. Selain itu, mencegah eksekutif menyelenggarakan pemerintahan secara tidak terkendali. Adanya delegasi kewenangan dari legislatif kepada eksekutif akan mencegah eksekutif melakukan improvisasi yang tidak tepat dalam menyelanggarakan pemerintahan. 87 Setiap penanam modal dari negara asal manapun termasuk warga negara Indonesia sendiri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia berhak menerima perlakuan yang sama dari pihak pemerintah. 88 Perlakuan yang tidak membeda-bedakan hak yang didapat oleh investor, kecuali kepada investor asing yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia yaitu hak-hak yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, 86 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Mengapa Undang-Undang Memerlukan Peraturan Pelaksanaan, (diakses pada tanggal 26 November 2015). 88 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Op.Cit., hlm 59.

18 pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal. 89 Sebaliknya juga kepada setiap penanam modal wajib untuk bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan penanaman modal. Yaitu dengan cara yang telah ditentukan oleh UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, antara lain: 90 a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan; b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara; d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraaan pekerja; dan f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 14 UU No.25 Tahun 2007 disebutkan setiap penanam modal berhak mendapat: Lihat bagian penjelasan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 90 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab IX Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab IX Pasal 14.

19 a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada kenyataannya, tidak semua investor dapat menikmati fasilitasfasilitas kemudahan yang telah ditetapkan. Hanya kepada para investor yang telah memenuhi kriteria tertentu yang sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun Ada sepuluh kriteria dari investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi: Menyerap banyak tenaga Kerja; 2. termasuk skala prioritas tinggi; 3. termasuk pembangunan infrastruktur; 4. melakukan alih teknologi; 5. melakukan industri pionir; 6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan atau daerah yang ditentukan dalam undang-undang bila perlu; 7. menjaga kelestarian lingkungan hidup; 8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; 9. bermitra dengan UKM atau koperasi; 10. industri yang menggunakan barang modal atau peralatan yang diproduksi dalam negeri. 92 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 273.

20 Apabila hanya salah satu saja dari kriteria di atas telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini: Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto. 2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. 3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu. 4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor barang modal. 5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB. 7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah. 9. Fasilitas pelayanan keimigrasian. 10. Fasilitas perizinan impor. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selaku Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang berhak mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal juga telah menetapkan bahwa kemudahan yang dapat dinikmati oleh investor sesuai pengawasan BKPM dalam rangka PTSP 93 Ibid., hlm 274.

21 (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang mencakupi perizinan kegiatan penanaman modal adalah layanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal. 94 Berdasarkan Pasal 13 Perpres No.27 tahun 2009 tentang PTSP di bidang penanaman modal, apabila Kepala BKPM dalam memperoleh pelimpahan kewenangan dari Menteri Teknis/Kepala LPND disertai dengan pemberian hak substitusi, maka dalam penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah Daerah (pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota), Kepala BKPM berdasarkan hak substitusi yang diperolehnya dapat memberikan pelimpahan kewenangan kepada gubernur atau memberi penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota didasarkan atas kualifikasi PTSP di bidang penanaman modal tersebut. 95 Untuk meningkatkan pelayanan kepada investor, dalam Pasal 25 ayat (5) UUPM secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu dalam satu pintu. Apa yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut, cukup ideal yakni untuk mengurus berbagai perizinan dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal, para calon investor tidak perlu mendatangi ke berbagai instansi pemberi izin. Sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 26 ayat (1), pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Jika dilihat dari tataran normatif tentu hal ini cukup menggembirakan bagi caloncalon penanam modal. Disebut demikian, karena segala sesuatu yang menjadi 94 Lihat Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. 95 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), Ed. Pertama, hlm 50.

22 kebutuhan penanam modal dapat dijelaskan secara komprehensif oleh petugas yang telah diberi kewenangan untuk itu. 96 Penjabaran lebih lanjut perihal pelayanan terpadu satu pintu diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang Penanaman Modal (Perpres No.27/2009 PTSP). Selanjutnya dalam Pasal 3 dijelaskan PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membangun penanaman modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan non perizinan. 97 Kemudian tolak ukur tujuan dari PTSP dijelaskan pada Pasal 5 ayat (1) dan (2), yakni sebagai berikut: 98 Pasal 5 (1) Pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal harus menghasilkan mutu pelayanan prima yang diukur dengan indikator kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum. (2) PTSP di bidang Penanaman Modal harus didukung ketersediaan: a. Sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang handal; b. Tempat, sarana dan prasarana kerja, dan media informasi; c. Mekanisme kerja dalam bentuk petunjuk pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal yang jelas, mudah dipahami dan mudah diakses oleh Penanam Modal; d. Layanan pengaduan (help desk) Penanam Modal; dan e. SPIPISE. 96 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm Ibid., hlm Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bab III Pasal 5 ayat (1) dan (2).

23 Pasal 1 angka 16 Perpres No.27 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan Perizinan dan NonPerizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan. 99 Implementasi SPIPISE diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal serta peraturan Kepala BKPM No.14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan dan Perizinan investasi secara Elektronik. SPIPISE pada hakikatnya adalah sistem elektronik pelayanan perizinan investasi yang terintegrasi antara BKPM dengan daerah (dalam hal ini adalah BPMPPT), sehingga proses pelayanan perizinan investasi yang diselenggarakan oleh BPMPPT langsung dapat diakses dan terpantau oleh pemerintah. 100 Layanan Perizinan yang diselenggarakan oleh penyelenggara PTSP di bidang Penanaman Modal, terdiri atas: 101 a. Izin Prinsip Penanaman Modal; b. izin Usaha untuk berbagai sektor usaha; c. izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. izin Usaha Perluasan untuk berbagai sektor usaha; e. izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal; f. izin usaha Perubahan untuk berbagai sektor usaha; g. izin usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal; 99 Sentosa Sembiring, Loc.Cit., hlm Wikipedia, (diakses pada tanggal 10 November 2015). 101 Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, Bab V Pasal 12 ayat (1).

24 h. izin usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal untuk berbagai sektor usaha; i. izin Pembukaan Kantor Cabang; j. izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA); dan k. surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A). Untuk Layanan Nonperizinan yang diselenggarakan oleh penyelenggara PTSP di bidang penanaman modal, terdiri atas: 102 a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin; b. fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan; c. usulan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; d. angka Pengenal Importir Produsen (API-P); e. angka Pengenal Importir Umum (API-U); f. rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); g. rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan h. izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2) UU Penanaman Modal dikatakan bahwa pelayanan terpadu satu pintu tersebut dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/ kota Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, Bab V Pasal 12 ayat (2). 103 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Op.Cit., hlm 95.

25 Sebagaimana yang dimuat dalam Peraturan kepala BKPM No.5 Tahun 2013, Penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota. Kemudian pemerintah mendelegasikan wewenang dalam bentuk penyerahan tugas, hak, kewajiban dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan termasuk penandatanganannya kepada penyelenggara PTSP di bidang Penanaman Modal, antara lain: 104 a. Kepala BKPM dari Menteri Teknis/ Kepala Lembaga pemerintah Non Kementerian (LPNK); b. Kepala PDPPM (Perangkat Daerah Provinsi di bidang Penanaman Modal) dari Gubernur; c. Kepala PDKPM (Perangkat Daerah Kabupaten di bidang Penanaman Modal) dari Bupati/Walikota; d. Kepala Badan Pengusahaan KPBPB (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas) dari Menteri Teknis/LPNK, Gubernur dan Bupati/Walikota; e. Administrator KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dari Menteri Teknis/ LPNK, Gubernur dan Bupati/ Walikota. Keragaman dalam iklim investasi yang dihadapi oleh perusahaan di seluruh daerah di indonesia telah menjadi kepentingan negara menyusul adanya kebijakan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi pemerintah daerah melapisi pemerintah daerah dengan kekuasaan dan tanggung jawab ekstra dalam pembangunan daerah yang terkait.secara langsung sejak ketentuan desentralisasi dibuat, kabupaten kota aktif ikut bertanggung jawab untuk menjadi penyedia 104 Lihat dan perhatikan Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal.

26 layanan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya, dan diberi kewajiban serta tanggung jawab untuk secara resmi menyetujui penanaman modal asing dan dalam negeri yang sebelumnya sangat bersifat kepusatan (sentralistik) melalui bantuan BKPM. Banyak pemerintah daerah yang telah setuju mencoba untuk menaati kewenangan otonom yang baru, dan mencari cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan menarik minat investasi masyarakat. Melalui administrasi daerah dan penyediaan layanan infrastruktur dan lingkungan lokal, mereka dapat mempertahankan perusahaan yang sedang melalui tahap perkembangan dan produksi, dan menarik minta investor baru yang tertarik untuk membuat perusahaan yang baru. Tapi mereka juga dapat mengkatalisasi lebih banyak investasi secara tidak langsung; contohnya, demi menjamin lingkungan yang baik untuk layanan tambahan. 105 Sejak perubahan regulasi pada bidang penanaman modal yang memuat ketentuan perundang-undangan penanaman modal yang baru dan beberapa peraturan pemerintah lainnya seperti Peraturan Presiden No.90 Tahun 2007 tentang BKPM dan Peraturan pemerintah No.77 Tahun 2007 tentang bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, sehingga investor merasa yakin dan percaya serta nyaman berinvestasi di Indonesia, Indonesia mulai memiliki neraca pembayaran yang kuat, dengan ekspor yang mencatat rekor, dan mencapai kelebihan saldo saat ini senilai US$ 12,7 miliar pada tahun Hal ini telah menghasilkan akumulasi cadangan devisa resmi yang besar, mencapai US$ 60 miliar di pertengahan tahun 2008, memberikan Indonesia perlindungan terhadap goncangan-goncangan dari luar. 105 The World Bank, Raising Investment In Indonesia: A Second Generation of Reforms, East Asia Prem, Report No ID, February 24,2005, Page 51.

27 Dengan konsolidasi fiskal, investasi publik telah meningkat secara tetap selama lima tahun terakhir. Investasi swasta pulih kembali dan meskipun masih berada di bawah tingkat prakrisis, investasi tersebut meningkat pesat. Setelah krisis, angka investasi jatuh dari 30 persen sebelum krisis menjadi serendah 19 persen dari PDB pada tahun Pada tahun 2007, angka investasi Indonesia telah mencapai 25 persen dari PDB. 106 Pada tahun , Indonesia mampu mengatasi krisis ekonomi dengan baik, hal ini disebabkan karena reformasi struktural yang signifikan dan berhasil diimplementasikan pasca akibat dari krisis keuangan Asia. Sejak memuncak pada tahun 2005, tingkat pengangguran di Indonesia telah berkurang banyak dan berada di 8,4% di tahun Kekhawatiran tentang inflasi juga telah berkurang, dengan tingkat inflasi berada pada 4,4% dari persentase tahun ke tahun bulan Oktober Indonesia menjalankan surplus rekening giro sederhana sebagai bagian dari PDB, dan pertumbuhan dan investasi telah berangsur kuat. 107 Kemudian pada babak pertama 2011, pertumbuhan PDB rata-rata 6.5% karena dorongan investasi yang kuat, hal ini berlaku juga dalam konsumsi swasta dan kinerja ekspor. Selain itu, rencana pembangunan ekonomi jangka pendek menunjukkan tingkat pertumbuhan sekitar 6 % untuk tahun 2011 dan Namun, Indonesia belum benar benar pulih untuk menyamakan kedudukan dalam pertumbuhan negara-negara anggota ASEAN lainnya yang dimana tingkat pertumbuhan krisis keuangan Indonesia pada tahun 2010 adalah 2% di bawah 106 The World Bank, Strategi Kemitraan Negara Untuk Indonesia TA :Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan, International Finance Corporation World Bank Group, Desember 2012, hlm OECD (2012), OECD Reviews of Regulatory Reform : Indonesia 2012 Strengthening Co-ordination and Connecting Markets, OECD Publishing. (diakses pada tanggal 2 November 2015).

28 rata-rata, sehingga hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus tetap melakukan usaha lebih lanjut untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan tidak merata tersebar di seluruh daerah, dengan kontribusi pulau Jawa hampir 60 % dari total pertumbuhan Indonesia tahun Beberapa persyaratan penanaman modal yang diterapkan dalam UU No.25 Tahun 2007 tidak bertentangan dengan perjanjian internasional seperti Agreement on TRIMs, GATS maupun Domestic Regulations. Meskipun beberapa dari persyaratan tersebut masih membedakan perlakuan antara asing dan domestik, namun tidak berarti persyaratan tersebut bertentangan dengan GATS. Keberlakuan GATS dibatasi oleh Specific of commitment yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dan perlakuan sama dalam konteks GATS yang tierapkan pada fase post establishment stage (tahap dimana perusahaan sudah berdiri). Oleh karena itu, persyaratan penanaman modal yang diskriminatif tersebut diterapkan oleh UU No.25 Tahun 2007 pada fase entry approval (tahap dimana perusahaan belum berdiri), maka persyaratan yang demikian tidak bertentangan dengan GATS. 109 Domestic Regulations pada dasarnya adalah seperangkat kaidah hasil perundingan yang ditujukan untuk menyokong terwujudnya internalisasi modal. Sasaran yang ingin dituju oleh Domestic Regulations adalah harmonisasi persyaratan-persyaratan penanaman modal dalam ketentuan domestik (domestic regulations) dari negara-negara anggota. Agar tidak terdapat syarat-syarat penanaman modal dalam peraturan nasional yang tidak rasional dan menghambat pergerakan arus modal secara internasional. Undang-undang No.25 Tahun Ibid. 109 Asmin Nasution, Op.Cit., hlm 143.

29 sejalan dengan tujuan Domestic Regulations. Undang-undang cukup mengakomodir ketentuan Domestic Regulations. Hal ini dapat dibuktikan dengan diaturnya secara pasti dalam undang-undang tersebut mengenai: 110 a. Penetapan bidang usaha dan persyaratan yang lebih transparan dan lebih membuka kesempatan yang lebih besar. b. Sistem perizinan yang lebih sederhana. c. Perlakuan yang sama sebagai kebijakan dasar penanaman modal di Indonesia. d. Transparansi melalui kewajiban penyusunan laporan kegiatan penanaman modal. e. Mengeliminir pembedaan perlakuan antara asing dan domestik dengan mengakhiri ada dua undang-undang penanaman modal yang berbeda (UUPMA dan UUPMDN). 110 Ibid., hlm 144.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, H. Zainuddin. Metode Penelitian Hukum Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika

DAFTAR PUSTAKA. Ali, H. Zainuddin. Metode Penelitian Hukum Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku: Ali, H. Zainuddin. Metode Penelitian Hukum Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum Cet. Kelima. Jakarta: Rineka Cipta. 2007. H.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.507, 2009 BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 21 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BAUBAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. c. WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p - 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) oleh : Ni Made Wulan Kesuma Wardani Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.221, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pelayanan Terpadu. Satu Pintu. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 22 BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal atau yang biasa disingkat

Lebih terperinci

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci