Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan Teori Keadilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan Teori Keadilan"

Transkripsi

1 Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan Teori Keadilan Mata Kuliah Hukum dan Pembangunan Disusun oleh : Anita Dachlan Dwi Hadya Jayani Eka Primadestia Rainy Mutiara Rizki Dwi Utari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2 Universitas Indonesia 2015 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara hukum. Indonesia memiliki UUD 1945 sebagai sumber hukum. Hukum dibuat untuk mengendalikan atau menertibkan subjek-subjek hukum. Van Apeldoorn mengatakan bahwa hukum bukanlah suatu hal yang mudah untuk didefinisikan secara tepat. Selain sulit untuk didefinisikan, hukum juga memiliki tujuan yang beragam. Hukum merupakan suatu aturan yang muncul dalam masyarakat untuk mengatur jalannya hubungan antarmasyarakat secara umum dan juga secara khusus. Hukum disusun agar sasaran hukum tercapai dengan adanya ketaatan pada hukum yang berlaku. Makalah ini akan membahas mengenai tujuan hukum, ketaatan hukum, dan teori keadilan. Di dalamnya, terdapat penjabaran mengenai tujuan hukum berdasarkan teori etis, utilitas, serta campuran; ketaatan hukum; teori keadilan, dan; hukum dan keadilan.

3 BAB II ISI II.1. Tujuan Hukum Hukum muncul dalam masyarakat sebagai upaya untuk menertibkan dan menciptakan keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Hukum tidak hanya menjabarkan kewajiban seseorang namun juga membahas mengenai hak pribadi dan orang lain. Hukum memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan hukum dijelaskan dalam beberapa teori berikut. II.1.1. Teori Etis Filsuf Aristoteles memperkenalkan teori etis dalam bukunya yang berjudul Rhetorica dan Ethica Nicomachea, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang di katakan oleh Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht yang menyatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil (Mertokusumo, 1996:77). Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum menurut teori etis ini adalah menciptakan keadilan dalam masyarakat. Berbicara tentang keadilan, maka akan muncul pertanyaan. Apakah keadilan itu? Pada hakekatnya, keadilan merupakan penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan yang berpatokan dengan suatu norma yang menurut pandangan subyektif (subyektif untuk kepentingan kelompok, golongan dan sebagainya) melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan, seperti majikan dan buruh, pemerintah dengan warganya, serta ibu dan anaknya. Dalam realitas kehidupan, konsep keadilan kerap kali mengalami dilemma. Dimana pada umumnya keadilan merupakan penilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuannya saja tanpa melihat pihak yang memperlakukan. Contohnya adalah pihak yang kalah dalam suatu perkara menilai sebuah putusan hakim tidak adil, sedangkan pihak yang menerima perlakuan menganggap putusan hakim sebagai kepastian hukum atas dirinya

4 adalah adil. Contoh lain dalam kehidupan sehari-sehari adalah ketika buruh yang diputuskan hubungan kerjanya merasa diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Padahal apabila di kaji lebih lanjut, bisa saja buruh yang diputuskan hubungan kerjanya itu telah melakukan tindakan yang merugikan perusahaan sehingga sang majikan memutuskan untuk memecat buruh tersebut. Apabila kondisinya seperti demikian, apakah sang majikan masih tetap di katakan tidak adil? Dari contoh tersebut, keadilan kiranya tidak harus melihat dari satu pihak saja, melainkan dari kedua belah pihak yang terkait dalam suatu kasus. Bekaitan dengan isi keadilan yang sulit untuk diberikan batasan, Aristoteles membagi keadilan kedalam dua jenis, yaitu: 1. Keadilan Distributif (Justitia Distributia) Keadilan ini adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya (suum cuique tribuere). Dengan kata lain, keadilan ini merupakan keadilan yang memberikan jatah kepada tiap-tiap orang berdasarkan porsinya, tanpa menuntut bagian yang sama atau persamaan untuk setiap orang melainkan perimbangan. Keadilan distributive ini berkaitan dengan tugas pemerintah terhadap warganya dalam menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha bela negara, hal ini bukan berarti bahwa semua warga negara tanpa kecuali dapat menjadi prajurit, tetapi hanya orang-orang yang lulus seleksi penyaringanlah yang dapat menjadi prajurit guna melakukan bela negara. 2. Keadilan Komutatif (Justitia Commutativa) Keadilan ini adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tanpa melihat porsi masing-masing orang. Dalam hal ini yang dituntut adalah kesamaan. Sesuatu dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan. Seperti contoh dalam sebuah barak setiap prajurit mendapatkan jatah makan yang sama.

5 Jika teori etis mengatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan, berarti hukum itu identik dengan keadilan. Padahal tujuan hukum itu sendiri untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta masalah-masalah yang timbul (Soeroso,2007). Hukum tidak hanya mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara ketertiban dan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila terdapat peraturan-peraturan umum. Namun dengan adanya teori etis ini, peraturan-peraturan umum sulit dibuat karena terlalu mengagungkan keadilan. Oleh karena itu, teori etis dapat dikatakan berat sebelah sehingga lahirlah beberapa pandangan lainnya mengenai tujuan hukum. II.1.2. Teori Utilitis (Eudaemonistis) Berbeda dengan teori etis yang terpaku pada ajaran moral ideal atau ajaran moral teoritis, muncul teori utilitis yang menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Dalam hal ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Penanganannya dilakukan berdasarkan falsafah sosial, yaitu setiap warga negara mencari kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya. Inti teori utilitis ini adalah masyarakat yang mencoba memperbesar kebahagiaan dan memperkecil kesengsaraan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya dan kesengsaraan diusahakan sedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya. II.1.3. Teori Campuran Teori campuran menjelaskan banyak pendapat mengenai tujuan hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa tujuan pokok hukum adalah ketertiban, sedangkan Purnadi dan Soekanto mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai suatu kedamaian hidup yang serupa dengan pendapat Apeldoorn bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai (Mertokusumo, 1996:81). Setiap negara memiliki suatu bentuk hukum masing-masing. Soebekti berpendapat bahwa tujuan hukum itu mengabdi pada tujuan negara (Mertokusumo, 1996). Berdasarkan pada pendapat tersebut, maka tujuan

6 hukum di Indonesia merujuk pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk membentuk suatu negara yang melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia. II.2. Ketaatan Hukum Pada dasarnya hukum tidak akan bisa berfungsi dengan baik jika subjek hukum tidak menaati segala aturannya. Oleh karena itu, hukum memiliki sanksi yang mengikat dan bersifat memaksa sehingga manusia sebagai individu ataupun masyarakat menaati aturan-aturan hukum. Beberapa sarjana hukum mengemukakan tinjauannya mengenai hukum bersifat memaksa, seperti: a. Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat (Kan, 2009). b. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan hukum tertentu (Simorangkir). Terlepas daripada adanya sanksi, banyak hal yang melatarbelakangi orang untuk menaati hukum. Menurut Utrecht, orang menaati hukum dikarenakan: a. Karena orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum. Mereka benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut. b. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional (rationeele aanvarding). Penerimaan rasional ini sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran-kesukaran orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum, karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum. c. Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataan banyak orang yang tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum atau bukan. Mereka tidak menghiraukan dan baru dirasakan dan dipikirkan apabila

7 mereka telah melanggar dan dirasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka juga baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh peraturan hukum yang ada. d. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Orang merasa malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar kaidah sosial atau hukum. Dari uraian Utrecht diatas, dapat disimpulkan bahwa peraturan hukum harus mempunyai kekuasaan hukum, dimana kekuasaan hukum merupakan kekuatan yang diterima sesuai dengan perasaan hukum orang yang bersangkutan atau badan yang lebih tinggi dan sebagainya yang diakui sebagai penguasa yang sah (otoritreit). Apabila tidak mempunyai kekuasaan hukum, maka peraturan itu berupa kekuatan, karena hanya berupa paksaan semata-mata. Yang dimaksud dengan paksaan disini adalah tetang perasaan adil tidaknya sesuatu hal dan perlu tidaknya diberi sanksi oleh pemerintah. II.3. Teori Keadilan Teori keadilan Rawls memusatkan perhatian pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang di dalam masyarakat sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat darinya dan secara nyata, serta menanggung beban yang sama. Karenanya, agar menjamin distribusi hak dan kewajiban yang berimbang tersebut, Rawls juga menekankan pentingnya kesepakatan yang fair di antara semua anggota masyarakat. Hanya kesepakatan fair yang mampu mendorong kerja sama sosial. Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang fair demi lahirnya keputusan-keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang fair ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim musyawarah yang memungkinkan lahirnya keputusan yang mampu menjamin distribusi yang fair atas hak dan kewajiban. Rawls menegaskan pentingnya semua pihak, yang terlibat dalam proses musyawarah untuk memilih prinsip-prinsip keadilan, berada dalam suatu kondisi awal yang disebutnya posisi asli (the original position). Yang dimaksudkan dengan original position ialah suatu keadaan awal di mana

8 manusia digambarkan kembali pada sifat-sifat alaminya, dengan bertitik tolak dari posisi asli, orang-orang akan sampai pada suatu persetujuan bersama untuk mewujudkan prinsip-prinsip keadilan. Dengan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai posisi asli tersebut adalah veil of ignorance. Di mana para anggota masyarakat meninggalkan semua pengetahuan partikularnya sehingga tak seorangpun mengerti kedudukannya dan tidak tahu keuntungan dalam pemberian kekayaan dan kompensasi alamiah sehingga tercapai situasi anggota masyarakat berada dalam kedudukan yang sama. Definisi adil oleh Rawls secara sederhana dijelaskan dalam suatu konsep yang disebut Justice as Fairness. Artinya, keadilan tidak berarti kemerataan absolut dalam sebuah masyarakat dengan cara diratakan oleh otoritas yang berdaulat secara penuh. Keadilan bagi Rawls adalah keadilan yang bijak pada setiap individu dalam kondisi asli manusia ketika berada dalam satu garis permulaan yang sama dalam sebuah kompetisi. Keadilan yang setara berarti memberikan kesempatan setara pada setiap individu untuk memberikan kualifikasi terbaiknya dalam masyarakat untuk menghasilkan capaian yang terbaik dari sebuah kompetisi. Prinsip Keadilan dalam teori keadilan menurut Rawls terdiri dari dua hal yaitu : (1) each person is to have an equal right to the most extensive total system of equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all. (2) [a]social and economic inequalities are to be arranged so that they are to the greatest benefit of the least advantaged and [b] are attached to offices and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity. Prinsip pertama menyatakan bahwa setiap orang atau warga negara harus mendapatkan hak yang sama dari keseluruhan sistem sosial dalam mendapatkan kebebasan paling hakiki yang ditawarkan pada manusia. Prinsip pertama ini disebut sebagai prinsip mengenai kebebasan dan hak dasar manusia yang perlu diperoleh dengan setara pada setiap individu. Prinsip ini mencakup hak yang melekat pada tiap individu, seperti kebebasan untuk

9 menyatakan pendapat, kebebasan untuk berbicara, kebebasan berkeyakinan, kebebasan untuk berperan serta dalam sistem politik dan sosial, kebebasan menjadi diri sendiri, hak untuk mempertahankan milik pribadi, serta hal tersebut harus berlaku secara sama pada setiap individu. Prinsip ini sering disebut Prinsip kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya (Principle of Greates Equal Liberty). Prinsip kedua terdiri dari dua bagian yaitu : a). Prinsip Perbedaan (The Difference Principle). Dan b). Prinsip persamaan yang Adil atas Kesempatan (The Principle of Fair Equality of Opportunity). a) Prinsip Perbedaan (The Deffrence Principle) mengandung arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial ekonomi menunjuk pada ketidaksamaan dalam prospek seseorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan wewenang. Sedangkan istilah yang paling kyrang beruntung menunjuk pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang atau kesempatan,dan wewenang. b) Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan (The Principle of Fair Equality of Opportunity) atau mengandung arti bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka jembatan dan kedudukan sosial bagi semua yang ada di bawah kondisi persamaan kesempatan. Orang-orang dengan ketrampilan, kompetensi, dan motivasi, yang sama dapat menikmati kesempatan yang sama pula. II.4. Hukum dan Keadilan Menurut L. J Van Apeldoorn tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan sesuai dengan kenyataannya. Namun, manusia dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari kaidah-kaidah hukum yang ada. Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih didalam kandungan hingga sampai ke liang kubur. Dalam masyarakat banyak anggapan bahwa hukum hanya berlaku

10 untuk orang kecil dan hukum dapat dibeli. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir asumsi masyarakat bahwa hukum tumpul diatas dan runcing kebawah diperlukan partisipasi masyakarat dalam upaya menegakkan hukum yang disertai dengan tanggung jawab bersama dengan penegak hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Namun saat ini sering kali kesadaran masyarakat untuk menegakkan hukum dan mematuhi hukum sangat rendah. Pembinaan kesadaran masyarakat dalam mematuhi hukum perlu dikembangkan dan diteruskan agar mendapat hasil yang terarah antara penegak hukum dan masyarakat. Sebagaimana yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 27 (1) Setiap warga negara bersamaan kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya Hal tersebut mengandung makna bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum tanpa terkecuali dan negara harus melindungi, serta menjamin hak warga negara dihadapan hukum. UUD 1945 Pasal 27 (1) juga mengandung makna dari Teori Keadilan yang dicetuskan oleh John Rawls dimana keadilan memusatkan perhatian pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang didalam masyarakat sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat yang merata. Berdasarkan atas kedaulatan rakyat, maka lembaga negara harus ikut serta menentukan arah perkembangan hukum. Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari pengaruh eksekutif dalam menegakkan keadilan, artinya dalam menegakkan hukum bukan tergantung pada pengaruh eksekutif sehingga peradilan dalam melaksanakan tugasnya demi keadilan yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang fair demi lahirnya keputusan-keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang fair ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim musyawarah yang memungkinkan lahirnya keputusan yang mampu menjamin distribusi yang fair atas hak dan kewajiban. Teori tersebut dapat dilihat dalam hak buruh apabila terjadi dalam UU

11 No. 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan bahwa terdapat perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang mencakup syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua pihak. Jadi, keputusan yang terjadi antara kedua belah pihak berdasarkan musyawarah yang menlahirkan perjanjian yang disepakati bersama sehingga keputusan tersebut dapat diterima secara adil. Makin pesatnya dunia industri maka makin luasnya lapangan pekerjaan yang berarti makin banyak fenomena yang terjadi dalam hukum perburuhan yang harus diselesaikan. Saat ini, kerjasama antara pengusaha dan pekerja/buruh merupakan sebuah partner dalam usaha dimana pekerja/buruh nasibnya tergantung kepada majikan, begitu juga sebaliknya. Namun, walaupun terdapat hubungan yang saling ketergantungan apabila dalam pemutusan hubungan kerja untuk pekerja/buruh, tidak sesulit pemutusan hubungan kerja dengan pegawai negeri karena pegawai negeri dalam pengangkatan maupun pemutusannya harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan buruh hanya berdasarkan perjanjian kedua belah pihak antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Untuk meminimalisir terjadinya pemutusan hubungan kerja, maka dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 151 tertulis : (1) Pengusaha/pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. (2) Dalam segala upaya yang dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat/buruh. (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

12 Salah satu Prinsip Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls dalam Teori Keadilan adalah Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan sesuai dengan Pasal 9 yaitu, dalam meningkatkan kesejahteraan dimana dalam pasal ini kesejahteraan untuk tenaga kerja/pekerja/buruh diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. Hal tersebut memberikan peluang dan kesempatan yang adil kepada pekerja untuk memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja. Pada hakikatnya hukum adalah suatu entitas yang memiliki tujuan untuk mencapai keadilan. Namun baik hukum, maupun keadilan adalah sesuatu yang abstrak. Hanya kaum positivistik dapat mengkonkretkan hukum dan keadilan melalui sekumpulan peraturan perundang-undangan. Sementara kaum Sofis, terutama mazhab hukum alam klasik hanya sampai pada pemahaman bahwa hukum memiliki nilai, yaitu nilai kebaikan, nilai kemanfaatan, dan nilai kebahagian demi pencapaian keadilan. Hubungan hukum dan keadilan pula dapat diamati pada setiap tujuan hukum. Mulai dari tujuan hukum ajaran etis, ajaran prioritas baku hingga ajaran kasusistis. Satupun dari ajaran tersebut tidak ada yang dapat melepaskan diri dari tujuan hukum pada sisi keadilannya. Hanya saja dilengkapi dengan tujuan hukum lain seperi kepastian, kemanfaatan, dan predictability. Termasuk pula bagi pembentuk perundang-undangan sekalipun konsisten untuk melepaskan diri dari sisi keadilan sebagai salah satu tujuan hukum, pada hakikatnya masih dituntut untuk merumuskan teori hukum berdimensi keadilan yang dapat mendukung pentingnya undang-undang tertentu dilembagakan dalam lembaga negara. Di dalam konsideran menimbang tersebut, terdapat pertimbangan filsufis yang mencatat tujuan hukum sebagai keadilan atas pembentukan Undang-Undang itu (Mertokusumo, 2005:78). Hingga sampai pada hakim pengadilan maupun hakim konstistusi yang berfungsi sebagai aparatur penegak hukum, dalam upayanya untuk melakukan penegakan hukum, menjaga sisi keadilan hukum. Hakim diwajibkan pula untuk mengutamakan keadilan dalam melahirkan putusan-putusannya (Sudirman, 2007:51). Hakim diwajibkan menggali nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar hukum tetap konsisten untuk selalu memperjuangkan keadilan. Tentang hukum alam Radbruch mengetengahkan, bahwa hukum itu mengandung beberapa tuntutan dasar, yang selalu harus ditaati. Tuntutan pertama ialah bahwa setiap individu harus diperlakukan menurut keadilan di

13 depan pengadilan. Tuntutan kedua ialah hak-hak azasi manusia yang tidak boleh dilanggar harus diakui. Tuntutan ketiga ialah bahwa harus ada keseimbangan antara pelanggaran dan hukuman. Dengan pernyataan baru ini Radbruch mengakui bahwa keadilan terhadap manusia individual merupakan batu sendi dalam perwujudan keadilan dan hukum (Huijbers, 1993:165).

14 BAB III PENUTUP Penerapan hukum di Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung terciptanya dan tergapainya cita-cita serta tujuan negara berdasarkan UUD Demi tercapainya tujuan negara dan tujuan hukum, maka perlu adanya ketaatan hukum. Penegakkan hukum dapat dilakukan sebagai upaya dalam membangun ketaatan subjek hukum serta memberikan keadilan dan juga menjaga ketertiban serta kedamaian dalam hidup. Hukum bukan berarti hukuman. Pandangan hukum masa lalu dengan saat ini sudah jauh berbeda. Jika dahulu hukum hanya menggambarkan hal yang berkaitan dengan kewajiban yang dipaksakan, maka saat ini hukum berusaha menyeimbangkan antara hak dan kewajiban serta membangun kesadaran subjek hukum atas hukum yang berlaku.

15 DAFTAR PUSTAKA Damanhuri Fattah Teori Keadilan menurut John Rawls. Jurnal TAPIs Vol.9 No. 2. Iskandar Syah, Mudakir Hukum dan Keadilan. Jakarta : Grafindo Utama. Lubis, K. Suhrawardi Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Mertokusumo, Soedikno Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Nursadi, Harsanto Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka. Rawls, John A Theory of Justice. London: Oxford University Press. Soekanto, Soerjono, Purnadi Purbacaraka Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti Perihal Kaedah Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Soeroso Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Seni Grafika. le=teori%20keadi%20lan%20menurut%20john%20rawls [diakses pada: 9 September 2015, 11.23] : Konsep Dasar Ilmu Hukum. [diakses pada: 8 September 2015, 19.54] pada: 9 September 2015, 04.01] [diakses [diakses pada: 9 September 2015, 14.47]

John Rawls dan Konsep Keadilan. Muhammad Luthfi

John Rawls dan Konsep Keadilan. Muhammad Luthfi John Rawls dan Konsep Keadilan Muhammad Luthfi John Rawls adalah salah satu pemikir politik liberal kontemporer yang memberikan warna baru pada spektrum liberalisme global saat ini. Magnum Opus Rawls yang

Lebih terperinci

Nur Ro is, S.H.,M.H.

Nur Ro is, S.H.,M.H. Nur Ro is, S.H.,M.H. Definisi hukum Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dalam De Legibus : Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

PRANATA HUKUM. Mariyani. A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum

PRANATA HUKUM. Mariyani. A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum PRANATA HUKUM Mariyani A. Pengertian Hukum dan Pranata Hukum Hukum dalam perkembangan masyarakat harus mengikuti lajunya /pesatnya kemajuan dan kompleksitas permasalahan-permasalahan yang timbul. Hukum

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo dalam bukunya,

Lebih terperinci

Berikut ini adalah pengertian dan definisi tentang masyarakat menurut beberapa ahli :

Berikut ini adalah pengertian dan definisi tentang masyarakat menurut beberapa ahli : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MASYARAKAT Menurut Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan

Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan Tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai kaitan yg erat dg penegakan keadilan dlm masyarakat umumnya dan bisnis khususnya. Tanggung jawab sosial

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,85

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,85 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum. 1. Makna Perlindungan Hukum. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,85 makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat,

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGERTIAN ETIKA PROFESI

PENGERTIAN ETIKA PROFESI PENGERTIAN ETIKA PROFESI Kuliah ke 1 MK: Etika Profesi Sumber materi: Syailendra Reza IR,. S.Sos; dan Dr. I Wayan S. Wicaksana PENGERTIAN ETIKA Etika merupakan falsafah moral dan pedoman cara hidup yang

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan PENGANTAR ILMU HUKUM Henry Anggoro Djohan Mengatur hubungan antara manusia secara perorangan dengan suatu masyarakat sebagai kelompok manusia. Beberapa definisi hukum dari sarjana hukum 1. E. Utrech memberikan

Lebih terperinci

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH SEBUAH MATA KULIAH PENGANTAR PENGANTAR HUKUM INDONESIA Pengantar Hukum Indonesia HUKUM SEBAGAI PRANATA SOSIAL sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013 MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI NEGARA HUKUM, PERLINDUNGAN HUKUM, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN SERIKAT PEKERJA

BAB II TEORI NEGARA HUKUM, PERLINDUNGAN HUKUM, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN SERIKAT PEKERJA 25 BAB II TEORI NEGARA HUKUM, PERLINDUNGAN HUKUM, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN SERIKAT PEKERJA A. Teori Negara Hukum Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB III ESENSI HUKUM

BAB III ESENSI HUKUM BAB III ESENSI HUKUM A. Tujuan Hukum Pandangan Teleologis yang berasal dari bahasa Yunani telos (τέλος) bahwa segala sesuatu bereksistensi untuk tujuan tertentu. 1 Demikian segala sesuatu pasti memiliki

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

TUJUAN HUKUM. Oleh : Muhammad Anas

TUJUAN HUKUM. Oleh : Muhammad Anas TUJUAN HUKUM Oleh : Muhammad Anas 1503101010202 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2015 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ii ABSTRAK... iii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II PEMBAHASAN. 2 BAB III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar

HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar HUKUM & MASYARAKAT Sebuah Pengantar Dengan sadar atau tidak, manusia dipengaruhi oleh peraturanperaturan hidup bersama yang mengekang kehendak dan mengatur perhubungan antar manusia. Peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

KEADILAN DAN KESENJANGAN belajar dari Amartya Sen. Alois A. Nugroho

KEADILAN DAN KESENJANGAN belajar dari Amartya Sen. Alois A. Nugroho KEADILAN DAN KESENJANGAN belajar dari Amartya Sen Alois A. Nugroho Bertolak dari Teori Keadilan John Rawls A) each person has an equal right to a fully adequate scheme of equal basic liberties which is

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah

Lebih terperinci

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI MUKADIMAH 1. Bahwa untuk meningkatkan profesionalisme industri perbukuan di Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial 15 BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial Pancasila Berdasarkan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum MAKNA KATA HUKUM Asal-usul hukum, kata hukum berasal dari bahasan Arab hukmun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere) yang dapat diartikan

iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere) yang dapat diartikan BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 5 TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM Pembicaraan mengenai tujuan dan fungsi hukum tidak akan pernah ada selesainya, setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing mengena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum Pengantar Ilmu Hukum Tujuan Hukum Sumber Hukum Teori Etis Teori Utilitis Teori Campuran Tujuan Hukum adalah keadilan Keadilan menurut Aristoteles terdiri atas: Justitia distributiva Bahwa setiap orang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA Diterbitkan oleh Yayasan LBH Indonesia Jakarta, 1986 KETETAPAN No. : TAP 01/V/1985/YLBHI T e n

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA 0 PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S,

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Dengan demikian arti polisi tetap ditonjolkan sebagai badan atau lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana

PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Tengku Erwinsyahbana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera E-mail: tengkuerwins@umsu.ac.id

Lebih terperinci

HUKUM DAN KEADILAN Jamal Wiwoho Prasetyo Hadi P Sasmini

HUKUM DAN KEADILAN Jamal Wiwoho Prasetyo Hadi P Sasmini HUKUM DAN KEADILAN Jamal Wiwoho Prasetyo Hadi P Sasmini Hukum dan Keadilan 1 KEADILAN? Keadilan = justice (Inggris) = justitia (Latin) Atributif, Tindakan, Orang Adil (Bhs Indonesia) = al adl (bhs Arab)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia sebagai makhluk budaya mempunyai berbagai ragam kebutuhan. Kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan sempurna apabila berhubungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2.

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2. BAB I. PENDAHULUAN Sebelum kita mempelajari mengenai Hukum, ada baiknya kalau kita melihat terlebih dahulu aturan atau norma-norma yang ada disekitar kita/masyarakat. Sebagai subyek hukum dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri

BAB I PENDAHULUAN. serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Barisan Buruh Indonesia (selanjutnya BBI) lahir pada 15 September 1945 sebuah organisasi massa buruh. BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh

Lebih terperinci

Warganegara dan Negara

Warganegara dan Negara Warganegara dan Negara 5 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menghargai kedudukan dan peranan setip warganegara dalam negara hukum indonesia Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan sebagai suatu badan usaha yang dibuat untuk mencari keuntungan atau laba, dimana setiap perusahaan dibuat berdasar dan mempunyai kekuatan hukum. Di dalam

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 16 Juni 2008 Waktu : 60 Menit DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 PETUNJUK UMUM: 1.

Lebih terperinci