ARTIKEL PENELITIAN. Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. NIDN :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL PENELITIAN. Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. NIDN :"

Transkripsi

1 ARTIKEL PENELITIAN PURELY VALUE STOCKS & TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM : EFISIEN ATAU OVER-REACTION? STUDI BERDASARKAN FUNDAMENTAL PERUSAHAAN PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. NIDN : Penelitian ini akan dilaksanakan atas dana bantuan dari Universitas PGRI Yogyakarta melalui Anggaran LPPM Tahun 2016 PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA JUNI 2016 i

2 PURELY VALUE STOCKS & TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM : EFISIEN ATAU OVER-REACTION? STUDI BERDASARKAN FUNDAMENTAL PERUSAHAAN PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE Ahsan Sumantika, S.E.,M.Si. Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi UPY INTISARI Value stocks merupakan saham-saham yang dihargai murah karena mencerminkan pesimisme. Sedangkan growth stocks merupakan saham-saham yang dihargai mahal karena mencerminkan optimisme. Berdasarkan penelitian- penelitian terdahulu menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks. Bond dan Thaler (1985) menjelaskan bahwa terjadinya overreaction menyebabkan harga saham dihargai terlalu tinggi dan terlalu rendah yang mengakibatkan terjadinya reversal (pembalikan harga) pada periode selanjutnya. Dengan setting yang berbeda, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi kendati tetap didapati kinerja keuangan yang buruk pada periode berikutnya. Kontrol yang digunakan adalah earning growth pada t+1. Populasi yang digunakan dalam peneitian ini adalah seluruh saham di Bursa Efek Indonesia periode Total observasi sampel sebanyak 1935 untuk saham-saham value stocks dan growth stocks yang dipecah menjadi 290 sampel untuk purely value stocks dan 355 sampel untuk purely growth stocks. Teknik statistika yang digunakan adalah uji beda independen samplet-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka satu tahun ke depan saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks dengan tingkat signifikansi 0,06. Akan tetapi setelah disesuaikan dengan perubahan fundamental (perubahan laba), saham-saham growth stocks dengan kinerja baik (purely growth stocks) menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham value stocks yang berkinerja buruk (purely value stocks) dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,01. Kata kunci : value stocks, growth stocks, fundamental, earning growth, tingkat pengembalian saham. ii

3 ABSTRCT Value stocks are stocks that less valued because reflect pessimism. While growth stocks are expensive stocks because reflect optimism. Based on the previous researchs showed that that value stocks generate higher return than growth stocks. According to Bond and Thaler (1985), over-reaction cause stock priced overvalued or undervalued which resulted in the reversal to the next period. With different settings, this study aims to determine whether value stocks generate higher returns despite still suffer poor financial performance in next period. Control used is earning growth at t+1. Population used in this study is all stocks in the Indonesian Stock Exchange period Total sample is 1935 for both value stocks and growth wich is devided into 290 samples for purely value stocks and 355 samples for purely growth stocks growth. Statistical techniques used is independent samplet-test. The results showed that in one year testing, value stocks generate higher return than growth stocks with level of significance at 0,06. But after adjusting fundamental changes (changes in earnings), growth stocks with good performance (purely growth Stocks) generate higher return than the underperforming value stocks (purely value Stocks) with level of significance less than Keywords : value stocks, growth stocks, fundamental, earning growth, stock return. iii

4 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian-penelitian terdahulu (Basu, 1977; Bouman, 1998; Capaul et al., 1993; Fama dan French, 1992, 1995, 1998, 2008; Lakonishok et al.,1994, 2004) mengungkap bahwa value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks.. Value stocks adalah saham-saham yang dihargai lebih rendah karena mencerminkan kinerja yang buruk. Sedangkan growth stocks merupakan saham yang dihargai lebih tinggi karena mencerminkan prospek yang bagus. Pertanyaanya adalah apakah pasar saham tidak efisien? Dalam sudut pandang value investing, pasar saham dinilai kurang efisien. Adanya miss pricing valuation menyebabkan harga saham dihargai terlalu mahal dan terlalu murah. Value investor percaya bahwa sahamsaham value stocks dalam posisi undervalued dan akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pada periode berikutnya. Yeh dan Hsu (2014) mengatakan bahwa sahamsaham value stocks dan growth stocks mengalami over-reaction dan mengakibatkan harga saham dihargai terlalu murah dan terlalu mahal terhadap fundamentalnya. Lakonishok et al. (1997) mengatakan bahwa saham-saham value stocks mengungguli growth stocks terutama ketika terjadi kejutan positif (earning surprise) dalam hal pendapatan. Piotroski (2000) juga mengatakan bahwa kinerja kuat (return) pada value stocks jika terjadi perubahan dalam hal arus kas perusahaan. Saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi terutama jika terjadi kejutan dalam hal earning pada saham-saham value stocks (Yan dan Zhao, 2011). Saham-saham tersebut disebut dengan undervalued value stocks. Dengan mengambil setting yang berbeda, pertanyaannya adalah apakah saham-saham purely value stocks akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely growth stocks kendati perusahaan tetap mengalami penurunan kinerja pada periode berikutnya? Jika dilihat berdasarkan fundamentalnya, saham-saham value stocks dengan kinerja buruk disebut dengan purely value stocks. Sedangkan saham-saham growth stocks dengan kinerja baik disebut dengan purely growth stocks. Identifikasi Masalah 1. Konsep pasar efisien mengatakan bahwa setiap informasi yang relevan akan terserap secara cepat dalam harga saham. Jika kinerja perusahaan memburuk maka saham juga dihargai lebih rendah. Akan tetapi berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, justru 1

5 saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-sahm growth stocks. 2. Sebagian besar penelitian-penelitian terdahulu sebagian besar mendefinisikan value stocks hanya sebagai saham yang dihargai rendah karena kinerja buruk di masa lalu tanpa memperhatikan perubahan kinerja yang terjadi di masa depan. Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini hanya berfokus pada saham-saham value stocks dengan kinerja buruk (purely value stock). Saham-saham undervalued value stocks tidak diikutkan dalam pengujian. Undervalued value stocks adalah saham-saham value stocks yang mengalami perbaikan kinerja. 2. Faktor fundamental yang digunakan hanya tingkat pertumbuhan laba. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini yakni apakah saham-saham value stocks dengan kinerja yang paling buruk (purely value stocks) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks dengan kinerja yang paling baik (purely growth stocks). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah saham-saham value stocks dengan kinerja yang paling buruk (purely value stocks) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks dengan kinerja yang paling baik (purely growth stocks). Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini, kita dapat mengetahui cross section antara faktor fundamental (faktor rasional) dengan valuasi (behavioral). Apabila didapati saham-saham purely value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely growth stocks maka ditengarai terjadi gejala over-reaction (harga suatu saham dihargai terlalu mahal atau murah) yang mengakibatkan terjadinya koreksi pada periode. Akan tetapi jika menunjukkan hal yang sebaliknya maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam kondisi efisien dimana informasi yang masuk mencerminkan harga saham yang sebenarya dan saham-saham value stocks tersebut menghasilkan tingkat keuntungan yang rendah. 2

6 KAJIAN PUSTAKA Value Stocks dan Growth Stocks Growth stocks merupakan saham-saham perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan pendapatan dan laba yang tinggi (Zarowin, 1990) dan mencerminkan optimisme (Piotroski dan Eric, 2012) sedangkan sehingga dihargai lebih mahal. Value stocks merupakan saham-saham perusahaan yang memiliki pertumbuhan pendapatan dan laba yang rendah pada masa lalu (Lakonishok et al., 1994) serta mengalami masalah dengan kinerja keuangan (Fama dan French, 1992) sehingga dihargai lebih murah.. Secara umum ada terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengategorikan saham menjadi value stocks dan growth stocks. Akan tetapi dua Indikator yang sering digunakan adalah PBV dan PER. Berikut ini beberapa jenis indikator valuasi saham : 1. Price to book value (PBV) Price to book value sering kali disebut dengan market to book (M/B) atau dibalik menjadi B/M. Price to book value (PBV) merupakan rasio yang menunjukkan seberapa mahal saham tersebut dihargai berdasarkan nilai buku per lembar saham (book value per share). Nilai buku per lembar saham menunjukkan ekuitas yang tercatat berdasarkan jumlah lembar saham yang beredar. Perusahaan yang mempunyai nilai PBV sama dengan 1 menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai sama dengan kekayaan bersihnya (ekuitas).. 2. Price to earning ratio (PER) Price to earning sering kali disingkat menjadi P/E atau dibalik menjadi E/P. PER merupakan rasio yang menunjukkan seberapa mahal saham tersebut dihargai berdasarkan tingkat laba per lembar sahamnya (earning per share). Saham dengan nilai PER yang tinggi (growth stock) menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai oleh investor lebih mahal dibandingkan laba per lembar sahamnya (growth stock). Sedangkan saham dengan nilai PER yang rendah (value stock) menunjukkan bahwa saham tersebut dihargai oleh investor lebih murah dibandingkan laba per lembar sahamnya. Value Stocks, Growth Stocks & Literatur Terdahulu Terdapat banyak literatur-literratur terdahulu yang mengatakan bahwa value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding value stocks. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan dalam penelitiannya bahwa saham-saham underperformed (loser) pada periode 5 tahun sebelumnya akan mengungguli tingkat pengembalian (return) sahamsaham winner pada periode selanjutnya. 3

7 Capaul et al. (1993) melakukan penelitian pada enam negara (Prancis, Jerman, Swiss, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat) pada periode Januari 1981-Juni 1992 dengan menggunakan market to book (M/B). Hasilnya menunjukkan bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (return) saham-saham growth stocks pada setiap negara setelah melakukan penyesuaian atas faktor risiko. Lakonishok et al. (1997) dalam penelitiannya di bursa efek di NYSE, AMEX dan NASDAQ pada periode mengatakan bahwa superior return pada value stocks bertahan dalam jangka panjang yakni pada 5 tahun setelah pembentukan portofolio. Fama dan French (1998) juga mengatakan dalam penelitiannya pada 13 pasar saham utama dan 16 pasar saham di negara-negara berkembang bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) saham-saham growth stocks pada periode Bouman et al. (1998) menggunakan 4 indikator valuasi harga saham (P/E, P/CF, P/B dan D/Y) pada 21 negara pada periode Hasilnya menunjukkan bahwa value stocks mengungguli growth stocks secara keseluruhan baik dari segi risiko dan return. Athanassakos dan Ivey (2009) melakukan pengujian pada pasar saham di Kanada. Hasilnya terdapat value premium yang kuat pada periode baik ketika pasar saham dalam kondisi bearish, bullish, dan pada berbagai kondisi ekonomi. Athanassakos dan Ivey (2009) juga mengatakan bahwa value premium tidak terjadi pada industri tertentu tetapi pada semua industri. Santos dan Motezano (2011) juga melakukan penelitian di bursa efek di Brazil menunjukkan bahwa value stocks tidak lebih berisiko daripada growth stocks baik yang diukur dengan menggunakan standard deviation, beta dan pada kondisi ekonomi yang berbeda. Cordeiro dan Machado (2013) menguji cross sectional antara value stocks dan growth stocks di bursa efek Brazil dengan menggunakan book to market (B/M), price to earning (PER) dan price to cash flow (PCF). Hasilnya menunjukkan bahwa growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding value stocks. Cordeiro dan Machado (2013) juga mengatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya di Brazil yang mengatakan bahwa value stocks mengungguli growth stocks terjadi kesalahan uji dan karena penggunaan jangka waktu yang pendek. Pada negara-negara berkembang, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sahamsaham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) growth stocks. Marjo dan Pitkanen (2011) mengatakan bahwa terdapat value premium pada 12 negara berkembang yakni Brazil, Chile, China, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Filipina, Polandia, Afrika 4

8 Selatan, Taiwan dan Turki terutama dalam penelitian yang dilakukan pada periode Hasil lain dikemukakan oleh Beneda (2003). Beneda (2003) mengatakan bahwa pada jangka panjang, saham-saham growth stocks ternyata justru mengungguli saham-saham value stocks terutama pada jangka waktu 14 tahun tahun. Value stocks menghasilkan return yang lebih tinggi dibanding growth stocks hanya pada periode periode 5 tahun setelah pembentukan portofolio. Value Stocks, Growth Stocks & Prespektif Teori Terdapat beberapa penjelasan mengapa kinerja (return) value stocks mengungguli kinerja (return) growth stocks. 1. Fama dan French (1992, 1995) mengatakan bahwa value stocks mengungguli kinerja (return) growth stocks karena saham-saham value stocks tersebut lebih berisiko dibanding saham-saham growth stocks. Saham-saham value stocks merupakan perusahaan yang mengalami masalah dengan kinerja keuangan perusahaan (financial distress). 2. Lakonishok et al., 1994 mengatakan bahwa value stocks mengungguli growth stocks karena investor bereaksi berlebihan (over-reaction) terhadap suatu informasi. Lakonishok et al. (1994) mengatakan bahwa investor kadang terlalu optimis terhadap kinerja perusahaan pada masa lalu. Menurut Bondt dan Thaler (1985), jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). 3. Scott et al. (1999) mengatakan dalam prospect theory bahwa orang akan cenderung untuk bertaruh akan suatu risiko. Investor akan menahan saham ketika loss dengan ekspektasi bahwa harga saham akan kembali normal dan terjadi revisi pada periode selanjutnya. Fundamental Perusahaan Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fundamental perusahaan. Piotroski (2000) menggunakan tiga faktor utama yakni faktor profitabilitas (ROA, perubahan ROA dan CFO), perubahan leverage dan likuiditas (perubahan leverage, perubahan likuiditas dan issuance) serta perubahan dalam efisiensi operasional (perubahan margin dan perubahan turnover). Faktor fundamental lain yang dapat digunakan adalah tingkat pertumbuhan laba. Fama dan French (2002) dalam penelitiannya pada tahun 1951 sampai 2000 mengatakan bahwa tingkat pengembalian suatu saham (return) dapat diperkirakan besarnya berdasarkan 5

9 dividend dan tingkat pertumbuhan laba. Drechler (2011) juga mengatakan bahwa pertumbuhan laba merupakan faktor kuat yang dapat mempengaruhi harga saham. Dalam penelitiannya, saham-saham dengan tingkat pertumbuhan laba yang tinggi pada Indeks S&P500 menghasilkan tingkat pengembalian (return) delapan kali lipat lebih tinggi dari saham dengan tingkat pertumbuhan laba yang rendah selama periode Value Stocks & Growth Stocks Berdasarkan Fundamental Perusahaan Valuasi saham dibagi dua yakni value stocks (dihargai murah) dan growth stocks (dihargai mahal). Sedangkan berdasarkan fundamentalnya, diabgi menjadi saham dengan dengan fundamental yang baik dan buruk yang ditunjukkan dengan rasio-rasio keuangan seperti return on equity, return on asset, sales growth, earning growth dan lain sebagainya. Lintner dan Glauber (1967) mengatakan bahwa kinerja perusahaan bergerak secara random. Saham-saham value stocks yang mempunyai kinerja buruk pada periode sebelumnya menjadi undervalued jika ternyata didapati laporan keuangan yang lebih baik atau terjadi earning surprise dibanding periode sebelumnya. Oleh karena itu saham-saham value stocks dengan fundametal yang baik disebut dengan undervaled value stocks (Chahine, 2008). Di sisi lain saham-saham value stocks dengan fundametal yang buruk disebut dengan purely value stocks (Chahine, 2008). Sedangkan saham-saham growth stocks dengan fundamental yang baik disebut dengan purely growth stocks. Saham-saham growth stocks dengan fundamental yang buruk disebut dengan overvalued growth stocks. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan hubungan antara valuasi saham dengan fundamentalnya. Tabel 1 Hubungan Antara Valuasi Saham Dengan Fundamental High Earning Low Earning Value Stock Undervalued value stock Purely value stock Growth Stock Purely growth stock Overvalued growth stock Perumusan Hipotesis Sebagian besar penelitian-penelitian terdahulu menguji tingkat pengembalian value stocks tanpa membedakan perubahan kinerja keuangan di masa depan. Piotroski dan Eric (2012) mengatakan jika growth stocks mencerminkan optimisme dan value stocks mencerminkan pesimisme, maka harus terjadi kecocokan antara value stocks dan growth stocks dengan fundamental perusahaan. Dalam konsep pasar yang efisien, harga saham merupakan cerminan dari informasi terkait yang masuk dan mempengaruhi harga saham. 6

10 Harga saham akan naik jika terdapat informasi yang bagus. Di sisi lain harga saham harga saham akan turun ketika terdapat informasi yang tidak diharapkan atau karena faktor lain. Lakonishok et al. (1997) mengatakan bahwa saham-saham value stocks mengungguli growth stocks terutama ketika terjadi kejutan positif (earning surprise) dalam hal pendapatan. Scott et al. (1999) juga mengatakan bahwa saham-saham dengan PER rendah (value stock) dan earning growth yang tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi. Dengan setting yang berbeda, pertanyaan yang muncul adalah apakah saham-saham value stocks yang tetap mengalami penurunan kinerja (pada periode selanjutnya) akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stock? Dengan kata lain apakah : 1. Saham-saham purely value stock tersebut akan mengalami koreksi positif. 2. Saham-saham purely value stock tersebut akan terus turun (negatif). Sebagian besar literatur-literatur terdahulu menunjukkan bahwa saham-saham value stocks mengungguli kinerja (tingkat pengembalian) saham-saham growth stocks. (Basu, 1977; Bouman, 1998; Capaul et al., 1993; Fama dan French, 1992, 1995, 1998, 2008; Lakonishok et al.,1994, 2004). Bondt dan Thaler (1985) jugamengatakan bahwa jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). Berdasarkan literatur dan kajian teeori maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Hipotesis Purely Value stocks mengungguli tingkat pengembalian purely growth stocks METODE PENELITIAN Sampel, Data dan Variabel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh saham di Bursa Efek Indonesia. Portofolio dibentuk setiap tahun dengan metoda annual rebalancing. Pembentukan portofolio dilakukan pada t-1 yang dimulai dari tahun 2002 sampai Sedangkan pengujian dilakukan pada t+1 yang dimulai dari tahun Data berasal dari pusat data Osiris. Data yang digunakan antara lain stocks return, market return, fundamental perusahaan (earning grwoth) serta valuasi saham (PER). Peneliti hanya menggunakan PER sebagai valuasi saham karena PER merupakan valuasi saham yang paling sering digunakan. Perhitungan earning growth digunakan perhitungan rumus absolut. Berikut ini adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 7

11 1. Stocks return Stocks return merupakan tingkat pengembalian saham yang dihitung berdasarkan selisih antara harga saham pada tahun t dengan harga saham pada tahun t Fundamental Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan earning growth yang menunjukkan seberapa besar tingkat pertumbuhan laba perusahaan pada tahun t dibandingkan dengan tahun sebelumnya (t-1). Perhitungan earning growth digunakan nilai absolute (ABS). untuk mencegah terjadinya kesalahan kalkulasi. Data earning growth yang digunakan adalah data tahunan dari tahun Valuation Valuasi saham yang digunakan yakni price to earning (PER) pada t-1 dari tahun 2002 sampai PER dihitung secara manual dengan membagikan earning (laba bersih) dengan kapitalisasi pasar. Pengujian Hipotesis Saham-saham value stocks ditunjukkan dengan PER paling rendah (persentil ke-30). Sedangkan saham-saham growth stocks ditunjukkan dengan PER paling tinggi (persentil ke- 70). Saham-saham high earning ditunjukkan dengan earning growth yang rendah (persentil ke-30). Sedangkan saham-saham low earning ditunjukkan dengan earning growth yang tinggi (persentil ke-70). Untuk menguji hipotesis, peneliti membentuk portofolio yang merupakan cross sextion antara valuasi saham (value stocks dan growth stocks) dengan perubahan fundamental saham yang terjadi pada t+1 (earning growth) sebagai berikut : 1. Purely value stocks : value stocks dengan low earning. 2. Purely growth stocks : growth stocks dengan high earning. Hipotesis diterima jika saham-saham purely value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan purely growth stocks yang menunjukkan terjadinya over-reaction pada saham-saham value stocks. Akan tetapi apabila hipotesis ditolak, menunjukkan bahwa pasar saham dalam keadaan efisien dimana saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah karena kinerja perusahaan tetap memburuk pada t+1. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda independent sample t-test yang membandingkan tingkat pengembalian (return) purely value stocks dengan purely growth stocks. Secara lengkap berikut ini adalah urutan pengujian dalam penelitian ini : 8

12 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Value Stock & Growth Stocks PER merupakan indikator yang populer dan dapat digunakan untuk menentukan valuasi saham. Saham dengan PER yang rendah menunjukkan bahwa saham dihargai rendah sedangkan saham dengan PER yang tinggi menunjukkan bahwa saham dihargai mahal. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan PER value stocks dan growth stocks : Grafik 1 PER Value Stocks & Growth Stocks Value Stocks Growth Stocks Berdasarkan Gambar di atas saham-saham growth stocks mempunyai PER berkisar antara 7,79 sampai Sedangkan saham-saham value stocks mempunyai PER rata-rata berkisar antara -0,37 sampai Valuasi tertinggi growth stocks terjadi pada tahun 2007 dengan nilai PER sebesar 32,18. Pada value stocks, PER tertiggi dijumpai pada tahun 2007 dengan nilai PER rata-rata sebesar 8,05. Untuk valuasi terendah pada saham-saham growth stocks dijumpai pada tahun 2002 dan tahun 2004 untuk value stocks. Berdasarkan kapitalisasinya, saham-saham growth stocks mempunyai kapitalisasi pasar yang lebih besar dibanding saham-saham value stocks. Kapitalisasi pasar menunjukkan seberapa besar perusahaan tersebut dihargai oleh pasar di pasar modal yang dihitung dari harga saham dikalikan jumlah saham yang beredar. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kapitalisasi pasar dari saham-saham value stocks dan growth stocks pada masing-masing tahun periode : 9

13 . Tabel 2 Karakteristik Value Stocks & Growth Stocks Berdasarkan Kapitalisasi Pasar Tahun Value Stocks Growth Stocks Rata-rata Karakteristik Saham-Saham High Earning & Low Earning High earning adalah saham perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik. Sedangkan low earning adalah saham perusahaan yang mempunyai kinerja yang buruk. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan tingkat pertumbuhan laba perusahaanperusahaan high earning dan low earning. Grafik 2 Net Income Growth High Earning & Low Earning LOW EARNING HIGH EARNING Berdasarkan grafik 2,saham-saham high earning mempunyai rata-rata tingkat pertumbuhan laba sebesar 45% sampai 99% per tahun. Sedangkan saham-saham low earning 10

14 mempunyai tingkat pertumbuhan laba berkisar antara -18% sampai 5% per tahun. Tingkat pertumbuhan laba yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Analisis Data : Value Stock VS Growth Stocks Total sampel yang digunakan untuk saham-saham value stocks sebanyak 959 saham dan total sampel untuk saham-saham growth stocks sebanyak 976 saham. Jumlah sampel tiap tahun berbeda karena disesuaikan dengan jumlah saham yang listing. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan tingkat pengembalian saham value stocks dan growth stocks : Tabel 3 Tingkat Pengembalian Value Stocks & Growth Stocks Periode Tahun Value Stocks Growth Stocks Value Sampel Return Sampel Return Premium Rata-rata Value premium menunjukkan selisih antara tingkat pengembalian value stocks dengan growth stok. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi (39,8%) dibandingkan sahamsaham growth stocks (29,7%) yakni 10 kali dari 12 periode. Value premium tertinggi terjadi pada tahun 2003 yakni sebesar 54,3%. Secara statistic hasil uji beda independen t test dapat diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 4 Independent Samples Test F Sig. T Sig. (2-tailed) Equal variances assumed Equal variances not assumed

15 Hasil uji beda tersebut menunjukkan bahwa sedikit terdapat perbedaaan dengan signifikansi 0,069 (kurang signifikan). Pembahasan dan Penjelasan: Value Stock VS Growth Stocks Dalam berberapa literatur, disebutkan terdapat beberapa alasan yang menjelaskan mengapa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan bahwa investor kadang kala bereaksi berlebihan terhadap informasi yang masuk. Bondt dan Thaler (1985) juga mengatakan bahwa jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa perubahan fundamentalnya (earning). Berdasarkan tabel 2, saham-saham value stocks didominasi oleh saham berkapitalisasi kecil. Sedangkan saham-saham growth stocks didominasi saham berkapitalisasi besar. Dalam beberapa literatur (Bantz, 1981; dan Fama & French, 1992) disebutkan bahwa ternyata saham-saham berkapitalisasi pasar kecil menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham berkapitalisasi pasar besar. Menurut Amihud dan Mendelson (1986), saham-saham berkapitalisasi pasar kecil akan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi karena kompensasi atas risiko yang besar, tingkat likuiditas yang lebih rendah dan karena adanya prospek growth yang lebih tinggi di masa depan. Analisis Data : Purely Value Stoc & Purely Growth Stocks Dengan sudat pandang yang berbeda, peneliti kemudian menguji apakah sahamsaham value stocks tersebut tetap menghasilkan tingkat pengembalian saham yang lebih tinggi dibanding growth stocks kendati tetap mengalami penurunan kinerja pada periode selanjutnya. Peneliti menggunakaan PER sebagai valuasi saham pada periode t-1 dan tingkat pertumbuhan laba pada t+1. Saham-saham value stocks yang dipilih hanyalah saham-saham value stocks yang mengalami penurunan kinerja pada periode t+1.sedangkan saham-saham growth stocks yang dipilih hanyalah saham-saham growth stocks yang mengalami kenaikan kinerja yang baik pada periode t+1. Jumlah sampel untuk purely value stocks sebesar 290 dan purely growth stocks sebesar 255. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan tingkat pengembalian saham sahamsaham value stocks dan growth stocks yang telah disesuaikan dengan perubahan tingkat pertumbuhan laba : 12

16 Tabel 5 Tingkat Pengembalian Value Stocks & Growth Stocks Setelah Disesuaikan Perubahan Laba Periode Tahun Purely Value Purely Growth Stocks Stocks Value Premium Sampel Return Sampel Return Rata-rata Berbeda dengan hasil sebelumnya, tabel 5 di atas menunjukkan bahwa setelah disesuaikan dengan perubahan laba, purely growth stocks justru menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi (45,8%) dibandingkan purely value stocks (purely). Sahamsaham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian saham yang rendah jika sahamsaham perusahaan tersebut kembali mengalami penurunan kinerja pada t+1. Dalam konsep pasar efisien, informasi yang terkait mencerminkan dan mempengaruhi harga saham. Ketika laporan keuangan perusahaan kurang memuaskan maka harga saham akan turun. Lebih jauh berikut ini hasil uji beda independen sample t test yang menunjukkan perbedaan tingkat pengembalian saham (return) antara saham-saham value stocks dengan growth stocks setelah disesuaikan dengan perubahan tingkat laba : Tabel 6 Independen Sample T test F T Sig. (2- tailed) Mean Difference Equal variances assumed Equal variances not assumed Berdasarkan tabel 3.5 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan (0.01) dimana saham-saham growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding dengan saham-saham value stocks setelah dilakukan penyesuaian 13

17 perubahan laba. Lebih jauh lagi, peneliti kemudian membentuk portofolio untuk melihat perbedaanya lebih jauh lagi dengan hanya membentuk saham-saham value stocks yang mempunyai PER negatif (167 dari 290 saham value stocks). Saham dengan PER negatif menunjukkan bahwa perusahaan perusahaan mengalami kerugian (laba negatif). Tabel 7 Tingkat Pengembalian Value Stocks (PER Negatif) & Growth Stocks Setelah Disesuaikan Perubahan Laba Periode Tahun Purely Value Purely Growth Value Sampel Stocks Return Sampel Stocks Return Premium Average Berdasarkan tabel 7 di atas, saham-saham purely value stocks dengan PER negatif menghasilkan rata-rata tingkat pengembalian (10,1% ) lebih kecil dari tingkat pengembalian purely gorwth stocks (45,8%) yang ditunjukkan dengan value premium yang negatif.untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah hasil uji beda : Tabel 8 Independen Sample T test F Sig. t Sig. (2-tailed) Equal variances assumed Equal variances not assumed Berdasarkan tabel 3.7 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan taraf signifikansi kurang dari Saham-saham growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding dengan saham-saham value stocks setelah dilakukan penyesuaian perubahan laba. 14

18 Pembahasan : Purely Value Stock &Purely Growth Stocks Pada pembahasan sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding growth stocks pada t+1 dengan taraf signifikansi 0,06. Bondt dan Thaler (1985) mengatakan jika harga saham secara sistematis over-shoot, maka pembalikan harga saham bisa diprediksi hanya dengan data rata-rata return saham pada masa lalu tanpa melihat fundamentalnya (earning). Dalam penelitiannya, Bondt dan Thaler (1985) menunjukkan bahwa Saham-saham dengan P/E yang rendah akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham dengan P/E yang tinggi. Penjelasan anomali adanya fenomena over-reaction tersebut disebut dengan price to earning hypothesis. Dengan setting yang berbeda, yakni dengan mempertimbangkan perubahan laba pada t+1, tujuan penelitian ini adalah menguji apakah saham-saham value stocks akan menghasilkan tingkat penegembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham growth stocks. Berdasarkan tabel 3.6 dan 3.7 menunjukkan bahwa saham-saham growth stocks mengungguli kinerja saham-saham value stocks. Terdapat penjelasan yang mendasarinya. Menurut Lakonishok et al. (1997), Piotroski (2000), Yan dan Zhao (2011) bahwa saham-saham value stocks tersebut akan menghailkan tingkat pengemblian yang lebih tinggi jika disertai kejutan positif atau perubahan yang positif dalam hal arus kas dan laba perusaahaan. Artinya jika kinerja saham-saham value stocks tersebut tetap memburuk maka tingkat pengembalian yang diterima juga akan rendah. Sesuai dengan konsep pasar efisien menyebutkan bahwa harga saham mencerminkan setiap informasi yang relevan dan terserap secara cepat dalam perubahan harga saham. Artinya ketika kinerja perusahaan memburuk maka tingkat pengembalian yang diterima juga akan rendah. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Saham-saham value stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham-saham growth stocks dengan tingkat signifikansi Dari 12 periode pengujian, portofolio value stocks mengungguli portofolio growth stocks sebanyak 10 kali kecuali pada tahun 2007 dan 2009 dengan value premium sebesar 10,1% tiap tahun. 2. Setelah disesuaikan dengan perubahan perubahan laba menunjukkan hasil yang berbeda. Saham-saham growth stocks dengan kinerja baik (purely growth stocks) menghasilkan 15

19 tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham value stocks yang berkinerja buruk (purely value stocks) dengan tingkat signifikansi di bawah 0.01 dengan value premium sebesar 37,5% tiap tahun. Implikasi Implikasi dari penelitian ini adalah : 1. Bagi investor Investor sebaiknya menghindari saham-saham value stocks dengan kinerja buruk. Setelah disesuaikan dengan perubahan laba pada t+1, hasil pengujian ternyata menunjukkan bahwa saham-saham value stocks menghasiilkan tingkat pengembalian yang lebih rendah dibanding saham-saham growth stocks. 2. Hipotesis over-reaction Jika hipotesis over-reaction terbukti, mengapa justru saham-saham purely growth stocks menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding purely value stocks. Sebagian besar penelitian sebelumnya tidak mengikutsertakan perubahan laba sebagai variabel kontrol. Saham-saham value stocks akan mengalami tingkat pengembalian yang lebih tinggi jika disertai dengan kejutan yang positif dalam hal kinerja perusahaan. Efisiensi pasar mengatakan bahwa pasar menyerap setiap informasi yang relevan dan mempengaruhi harga saham. Jika kinerja perusahaan baik maka akan tercermin dalam perubahan harga saham. Saran Ada beberapa saran dan keterbatasan yang dapat diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya yakni : 1. Peneliti hanya menggunakan satu tahun sebagai jangka waktu pengujian return. Gejala over-reaction bisa terjadi dalam jangka waktu yang lebih pendek yakni 1 bulan, 2 bulan atau pun 3 bulan. Untuk Penelitian selanjutnya perlu diamati perubahan dalam jangka pendek berdasarkan laporan keuangan kuartalan. 2. Peneliti hanya menggunakan PER sebagai valuasi sahamm. Penelitian selanjutnya dapat mengombinasikan beberapa valuasi lain yang dapat digunakan seperti PBV, P/S, PCF dan DY. 3. Tingkat perubahan fundamental yang digunakan hanya perubahan laba tanpa mempertimbangkan faktor lain. Peneliti lain dapat menambahkan faktor-faktor lainnya. 16

20 Faktor-faktor lain dapat berupa perubahan hutang (restrukturisasi hutang), perubahan penjualan, perubahan modal, perubahan likuiditas dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Athanassakos, G. & Ivey, R Value vs. Glamour StocksReturn And the Value Premium : The Canadian Experience Canadian Journal of Administrative Science. Basu, S Investment Performance of Common Stocks in Relation to Their Size-Earnings Ratios : A Test of the Efficient Market Hypothesis. The Journal of Finance, Vol. 32, No. 3. Bauman, W.S. & Miller, R.E Investor Expectations And The Performance Of Value Stocks Versus Growth Stocks. Journal of Portfolio Management. Bauman, W.S., Conover, C.M., & Miller, R.E Growth Versus Value and Large-Cap Versus Small-Cap Stocks in International Markets. Financial Analysts Journal. Beneda, N Growth StocksOutperform Value Stocks over Long Term. Academy of Accounting and Finncial Studies Journal. Bondt, W.F.M.D. & Thaler, R Does the StocksMarket Overreact? The Journal of Finance, Vol. 40, No. 3. Capaul, C., Rowley, I., & Sharpe, W.F International Value and Growth StocksReturn. Financial Analyst Journal. Chahine, S Value Versus Growth Stocksand Earnings Growth in Style Investing Strategues in Euro-Markets. Journal of Assets Management, Chordia, T. & Swaminatan, B Trading Volume and Cross-Autocorrelations in StocksReturns. The Journal of Finance. Vol. LV, No. 2. Drechsler, F.S Yes, Earnings Do Drive Manager/Portfolio Manager. Bob Turner. StocksSizes. Quantitative Research Fama, E.F Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work. Journal of Finance, Volume 25, Issue 2. Fama, E.F. & French. K.R, Random Walks in StocksMarket Prices. Financial Analysis Journal. Fama, E.F. & French, K.R Size and Book-to-Market Factors in Earnings and Returns. The Journal of Finance. Fama, E.F. & French, K.R Value versus Growth: The International Evidence. The Journal of Finance. 17

21 Fama, E.F. & French, K.R The Equity Premium. The Journal of Finance. Fama, E.F. & French, K.R Average Returns, B/M, and Share Issues. The Journal of Finance. Lakonishok, J., Shleiver, A., & Vishny, R.W Contrarian Investment, Extrapolation, and Risk. The Journal of Finance. Lakonishok, J., Porta, R.L, Shleifer, A., Vishny, R Good News For Value Stocks: Further Evidence On Market Efficiency. The Journal of Finance. Leledakis, G. & Davidson, I Are two factors enough? The UK evidence, Financial Analysts Journal 57, Lintner J. and Glauber R. (1967), Higgledy Piggledy Growth in America, Seminar on the Analysis of Security Prices, University of Chicago. Marjo & Pitkanen, R.E Value Investing in Emerging Market. Copenhagen Business School. Finance and Strategic Management. Piotroski, J.D Value investing: The Use of Historical Financial Statement Information To Separate Winners From Losers. Journal of Accounting Research 38:1-41. Piotroski, J.D. & Eric, C Identifying Expectation Errors in Value/Glamour Strategies: A Fundamental Analysis Approach. Forthcoming in the Review of Financial Studies. Santos, L.R. & Montezano, R.M.S Value And Growth Stocks In Brazil: Risks And Return For One- And Two-Dimensional Portfolios Under Different Economic Conditions. Fin. USP, São Paulo, v. 22, n. 56, p , maio/jun./jul./ago. Scott, J., Stumpp, M., & Xu, P Behavioral Bias, Valuation, and Active Management. Financial Analysis Journal. Yan, Z. & Yao, Y When Two Anomalies Meet: The Post-Earnings Announcement Drift And The Value-Glamour Anomaly. Financial Analalysist Journal. Yeh, I.C. & Hsu, T.H Exploring The Dynamic Model Of The Return From Value Stocks And Growth Stocks Using Time Series Mining. Elsevier. Zarowin, P What Determines Earnings-Price Ratios: Revisited. Journal of Auditing, Accounting and Finance, 5(3), SUMBER REFERENSI DARI WEB 18

JURNAL MANAJEMEN Terbit online :

JURNAL MANAJEMEN Terbit online : JURNAL MANAJEMEN Terbit online : http://jurnalfe.ustjogja.ac.id PURELY VALUE STOCKS & TINGKAT PENGEMBALIAN SAHAM : EFISIEN ATAU OVER-REACTION? STUDI BERDASARKAN FUNDAMENTAL PERUSAHAAN PADA BURSA EFEK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investor yang berinvestasi pada saham-saham value stock percaya bahwa saham

BAB I PENDAHULUAN. Investor yang berinvestasi pada saham-saham value stock percaya bahwa saham BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Value dan growth merupakan dua jenis strategi investasi yang berlawanan. Investor yang berinvestasi pada saham-saham value stock percaya bahwa saham tersebut undervalued.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Value Stocks dan Growth Stocks Value investing adalah strategi investasi yang pada dasarnya melingkupi dua hal, yaitu membeli saham perusahaan yang diperdagangkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV di atas dapat disimpulkan bahwa :

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV di atas dapat disimpulkan bahwa : BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab IV di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Saham-saham growth stock menghasilkan tingkat pengembalian yang paling tinggi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai fenomena market

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai fenomena market BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai fenomena market overreaction dan pengaruh firm size dan likuiditas terhadap fenomena price reversal pada indeks sektor manufaktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif dan instrumen

I. PENDAHULUAN. panjang seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif dan instrumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar Modal merupakan wadah yang memberikan peluang pada investor untuk melakukan investasi dengan memperjualbelikan instrumen keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan yang signifikan ditunjukkan dengan kapitalisasi pasar modal mencapai Rp 5.071 triliun (Oktober

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan penting bahwa TFM merupakan sebuah asset pricing model yang valid dan dapat diaplikasikan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dana dari dalam maupun luar negeri. Kehadiran pasar modal menambah banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan yang memberikan informasi mengenai laba (earnings) yang dicapai

BAB I PENDAHULUAN. laporan yang memberikan informasi mengenai laba (earnings) yang dicapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi keuangan yang diberikan oleh perusahaan kepada publik terutama para investor dan kreditur. Salah satu unsur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang bersumber dari masyarakat ke dalam berbagai sektor usaha. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dana yang bersumber dari masyarakat ke dalam berbagai sektor usaha. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu sarana investasi yang mengakumulasikan dana yang bersumber dari masyarakat ke dalam berbagai sektor usaha. Dalam penanaman

Lebih terperinci

BAB6 PENUTUP. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan return momentum

BAB6 PENUTUP. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan return momentum BAB6 PENUTUP BAB6 PENUTUP Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan return momentum berdasarkan winner portfolio pada pasar saham di Indonesia. Return momentum juga tidak ditemukan pada jangka waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh faktor fundamental dan nilai kapitalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh faktor fundamental dan nilai kapitalisasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pengaruh faktor fundamental dan nilai kapitalisasi pasar terhadap return saham telah banyak dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya.

Lebih terperinci

profitabilitas, rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio solvabilitas. Salah satu indikator penting dalam penilaian prospek sebuah perusahaan

profitabilitas, rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio solvabilitas. Salah satu indikator penting dalam penilaian prospek sebuah perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal atau pasar ekuitas (equity market) adalah tempat bertemu antara pembeli dan penjual dengan risiko untung dan rugi. Pasar modal merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini, isu tentang investasi mulai marak di Indonesia.Ahli-ahli investasi sering tampil dalam seminar maupun acara TV.Banyak produk yang menjadi objek dari

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA

ABSTRAK PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA ABSTRAK PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA Para akademisi menemukan bukti bahwa terdapat fenomena value premium di berbagai Negara. Value premium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Tentang Imbal Hasil Saham dan Kinerja Perusahaan 2.1.1 Lamont (1998), Lamont and Owen (1992) Lamont melakukan studi tentang hubungan antara pendapatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Efficient Market Hypothesis merupakan salah satu pilar penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Efficient Market Hypothesis merupakan salah satu pilar penting dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Efficient Market Hypothesis Efficient Market Hypothesis merupakan salah satu pilar penting dalam perkembangan teori keuangan dan merupakan salah satu kerangka

Lebih terperinci

Penilaian Nilai Intrinsik Saham (Valuation)

Penilaian Nilai Intrinsik Saham (Valuation) Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD Penilaian Nilai Intrinsik Saham (Valuation) Ada beragam cara yang digunakan manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengarah pada penelitian tentang hipotesis pasar efisien (efficient market

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengarah pada penelitian tentang hipotesis pasar efisien (efficient market BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal Indonesia sejak kurun waktu satu dekade lalu banyak mengarah pada penelitian tentang hipotesis pasar efisien (efficient market hypotesisia

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: profitability ratio, capital market ratio, Return on Equity, Price Earnings Ratio, and stock price

ABSTRACT. Key words: profitability ratio, capital market ratio, Return on Equity, Price Earnings Ratio, and stock price ABSTRACT Before doing stock investment, individual or organization must ensure that the investment is appropriate. There are many alternative ways to assess whether the selected stocks will provide a positive

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasio Keuangan 2.1.1 Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis untuk menjelaskan hubungan antara elemen satu dengan elemen lain dalam suatu laporan keuangan

Lebih terperinci

PENGARUH OVERREACTION TERHADAP HARGA SAHAM

PENGARUH OVERREACTION TERHADAP HARGA SAHAM PENGARUH OVERREACTION TERHADAP HARGA SAHAM Umi Murtini Yonathan K Widyatmadja Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5-25, Yogyakarta, 55224 umimurtini@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Hasil atau

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Hasil atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi adalah penanaman sejumlah uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Hasil atau keuntungan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya yang meneliti tentang stock split dan akan menjelaskan persamaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya yang meneliti tentang stock split dan akan menjelaskan persamaan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti tentang stock split dan akan menjelaskan persamaan dan perbedaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Sejak dahulu, manusia selalu mencari cara untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. Salah satu cara sederhana yang biasanya dilakukan manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan bagi para pemiliknya. Untuk mencapai tujuannya perusahaan harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan bagi para pemiliknya. Untuk mencapai tujuannya perusahaan harus selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu organisasi yang bertujuan memberikan tambahan kesejahteraan bagi para pemiliknya. Untuk mencapai tujuannya perusahaan harus selalu tumbuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikenal dengan model penilaian harga aset (model asset pricing) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikenal dengan model penilaian harga aset (model asset pricing) dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika seorang investor melakukan investasi dalam suatu aset, maka kemampuan untuk mengestimasi tingkat pengembalian aset menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham.

Lebih terperinci

Analisa Rasio Keuangan

Analisa Rasio Keuangan 1 MODUL 3 Analisa Rasio Keuangan Tujuan Pembelajaran : 1. Bagaimana analisa laporan keuangan dapat membantu menejer untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan 2. Menghitung ratio profitabilitas, likuiditas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor melakukan investasi dengan harapan mendapatkan keuntungan pada masa yang akan datang. Dengan melakukan investasi, berarti investor mengalihkan dana yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Saham Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana yang digunakan oleh para investor untuk kegiatan investasi serta sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain seperti pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal adalah salah satu alternatif sumber dana eksternal bagi perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal adalah salah satu alternatif sumber dana eksternal bagi perusahaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal adalah salah satu alternatif sumber dana eksternal bagi perusahaan, dan juga sebagai salah satu alternatif investasi bagi para investor. Pasar

Lebih terperinci

Nadhira Nur Aulia Topowijono Sri Sulasmiyati Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

Nadhira Nur Aulia Topowijono Sri Sulasmiyati Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang ANALISIS ABNORMAL RETURN SAHAM WINNER DAN SAHAM LOSER UNTUK MENGIDENTIFIKASI PRICE REVERSAL (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Indeks LQ 45 di BEI Periode 2014-2015) Nadhira Nur Aulia Topowijono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham favorit mereka. Seperti pada Reuters dan media lainnya, informasi saham

BAB I PENDAHULUAN. saham favorit mereka. Seperti pada Reuters dan media lainnya, informasi saham BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum menetapkan untuk berinvestasi pada suatu aset, tentunya investor akan mencari informasi mengenai aset tersebut. Investor saham pada umumnya akan membaca koran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertimbangan investor dalam menentukan pilihannya terhadap saham yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertimbangan investor dalam menentukan pilihannya terhadap saham yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertimbangan investor dalam menentukan pilihannya terhadap saham yang menguntungkan dapat dilakukan berdasarkan informasi keuangan dan informasi non keuangan. Informasi

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia.

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia. Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini berbagai sektor korporasi melakukan ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hanafi (2008), pasar modal adalah pasar keuangan di mana

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hanafi (2008), pasar modal adalah pasar keuangan di mana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hanafi (2008), pasar modal adalah pasar keuangan di mana diperdagangkan instrumen keuangan jangka panjang. Pasar modal yang beroperasi di Indonesia adalah Bursa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama investor dalam melakukan investasi adalah untuk memperoleh return

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama investor dalam melakukan investasi adalah untuk memperoleh return BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Uraian Teoritis 2.1.1. Return Saham Investasi merupakan komitmen penempatan sejumlah dana untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, motivasi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri ini akan memiliki prospek yang baik. Dengan pertimbangan ini, saham di

BAB I PENDAHULUAN. industri ini akan memiliki prospek yang baik. Dengan pertimbangan ini, saham di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi saham property dan real estate adalah salah satu pilihan investasi yang menarik. Industri property memiliki supply lahan yang terbatas sementara

Lebih terperinci

ANALISIS OVERREACTION HYPOTHESIS PADA SEKTOR PERUSAHAAN PROPERTI DAN KEUANGAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA

ANALISIS OVERREACTION HYPOTHESIS PADA SEKTOR PERUSAHAAN PROPERTI DAN KEUANGAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA ANALISIS OVERREACTION HYPOTHESIS PADA SEKTOR PERUSAHAAN PROPERTI DAN KEUANGAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA ELLYA YUNITA Email: fei_lie92@yahoo.com ABSTRAK The capital market is a place where

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan diperlukan ukuran-ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investor dalam menanamkan dananya di pasar modal tidak hanya. bertujuan dalam jangka pendek tetapi bertujuan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Investor dalam menanamkan dananya di pasar modal tidak hanya. bertujuan dalam jangka pendek tetapi bertujuan untuk memperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sektor pendukung untuk kelangsungan suatu industri adalah tersedianya dana. Sumber dana murah dapat diperoleh oleh suatu industri adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu hasil yang diharapkan (expected return) dan risiko investasi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu hasil yang diharapkan (expected return) dan risiko investasi. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investor dalam melakukan investasi akan mempertimbangkan dua hal utama, yaitu hasil yang diharapkan (expected return) dan risiko investasi. Pada umumnya investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang tepat agar keuntungan tersebut bisa diraih (Manurung, 2004). Ada

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang tepat agar keuntungan tersebut bisa diraih (Manurung, 2004). Ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini peluang untuk mendapatkan keuntungan investasi di pasar modal semakin terbuka lebar bagi masyarakat luas, sehingga perlu memiliki strategi yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pasar modal merupakan sarana untuk memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan oleh

Lebih terperinci

Analisis Fundamental untuk menentukan nilai intrinsik saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi saham pada PT. Kimia Farma, Tbk.

Analisis Fundamental untuk menentukan nilai intrinsik saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi saham pada PT. Kimia Farma, Tbk. Analisis Fundamental untuk menentukan nilai intrinsik saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi saham pada PT. Kimia Farma, Tbk. BAB I Latar Belakang Dalam mempertimbangkan investasi, para investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS PERUSAHAAN

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS PERUSAHAAN ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS PERUSAHAAN CAKUPAN PEMBAHASAN Overview analisis perusahaan EPS dan laporan keuangan perusahaan Price Earning Ratio Estimasi nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Nilai Perusahaan Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (Salvatore, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat pertumbuhan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari perkembangan pasar modalnya. Pasar modal merupakan suatu wadah atau tempat untuk memperjualbelikan

Lebih terperinci

BAH 7 SIMP ULAN DAN SARAN

BAH 7 SIMP ULAN DAN SARAN BAH 7 SIMP ULAN DAN SARAN BAB7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan anal isis dan pel11bahasan perlllasalahan yang terdapat pada bab sebelulllnya, dapat dial11bil kesilllplilan sebagai berikllt:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati. masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati. masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Saham a. Pengertian Saham Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal. Saham (stock

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pasar modal memiliki peran yang cukup penting dalam suatu perekonomian suatu negara. Dianggap demikian karena pasar modal dapat menjalankan dua

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN Pertemuan ke - : 1 : The Role and Environment of Managerial Finance. Indikator Uraian Materi Perkuliahan Metode dan Media Buku The Role and Environment 1. dapat menjelaskan 1. Finance and Business a,b,e,g,h

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan dana pada satu atau beberapa objek investasi dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa mendatang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang kekurangan modal atau memiliki modal yang terbatas,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang kekurangan modal atau memiliki modal yang terbatas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan yang kekurangan modal atau memiliki modal yang terbatas, membutuhkan sumber pendanaan untuk menunjang kegiatan operasional dan mengembangkan usahanya. Alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar keuangan terbagi menjadi dua jenis segmen pasar yang berbeda yaitu pasar uang dan pasar modal dimana pasar uang merupakan pasar untuk efek utang jangka pendek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal (capital market) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal (capital market) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal mempunyai peranan sangat penting dalam perekonomian suatu negara, sebagai sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan

Lebih terperinci

EVALUASI RETURN DAN RISK ADJUSTED PERFORMANCE PORTOFOLIO VALUE VERSUS GLAMOUR PADA PASAR MODAL INDONESIA

EVALUASI RETURN DAN RISK ADJUSTED PERFORMANCE PORTOFOLIO VALUE VERSUS GLAMOUR PADA PASAR MODAL INDONESIA DIPONEGORO JOURNAL OF MANAGEMENT Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 1-10 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dbr ISSN (Online): 2337-3792 EVALUASI RETURN DAN RISK ADJUSTED PERFORMANCE PORTOFOLIO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang lebih besar. Hal ini erat kaitannya dengan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang lebih besar. Hal ini erat kaitannya dengan informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Tandelilin (2001), investasi merupakan sebuah komitmen yang dilakukan saat ini atas dana maupun sumberdaya lain dengan mengharapkan keuntungan dimasa

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS KINERJA BERDASARKAN MODEL KEMAPANAN. Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi kerja suatu perusahaan di

BAB II ANALISIS KINERJA BERDASARKAN MODEL KEMAPANAN. Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi kerja suatu perusahaan di BAB II ANALISIS KINERJA BERDASARKAN MODEL KEMAPANAN II.1 Kinerja Keuangan II.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi kerja suatu perusahaan di bidang keuangan ( Munawir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini persaingan dalam dunia bisnis semakin tinggi. Semakin banyak perusahaan baru yang muncul untuk bersaing dengan perusahaan lama. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KAPITALISASI PASAR PORTOFOLIO SAHAM WINNER DAN LOSER SAAT TERJADI ANOMALI WINNER-LOSER

PERBANDINGAN KAPITALISASI PASAR PORTOFOLIO SAHAM WINNER DAN LOSER SAAT TERJADI ANOMALI WINNER-LOSER Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No. 2 Mei 2009, hal. 209 227 Terakreditasi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007 KEUANGAN PERBANDINGAN KAPITALISASI PASAR PORTOFOLIO SAHAM WINNER DAN LOSER SAAT TERJADI ANOMALI

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH YOLITA DEPARTEMEN UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI OLEH YOLITA DEPARTEMEN UNIVERSI MEDAN. Universitas Sumatera Utara SKRIPSI ANALISIS STOCK RETURNS PERUSAHAAN PERBANKAN PADAA JAKARTA COMPOSITE INDEX MENGGUNAKAN FAMA-FRENCH THREE-FACTORR MODEL OLEH YOLITA NIM. 110501087 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri. Sementara itu bagi investor, pasar modal merupakan wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri. Sementara itu bagi investor, pasar modal merupakan wahana untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran pasar modal mempunyai pengaruh yang penting dalam menunjang perekonomian suatu negara. Pasar modal merupakan suatu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB 2 STUDI LITERATUR 12 BAB 2 STUDI LITERATUR 2.1 Efisiensi Pasar Modal Konsep efisiensi pasar modal merupakan salah satu teori terpenting dalam bidang riset keuangan, yang diajukan oleh Fama (1970). Efisiensi dalam teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana untuk memobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi.

Lebih terperinci

PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA

PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA ISSN : 2337-3067 E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 6.3 (2017): 909-934 PERBEDAAN RETURN-SESUAIAN RISIKO ANTARA VALUE STOCK DAN GROWTH STOCK DI BURSA EFEK INDONESIA Kadek Hendra Gunawan 1

Lebih terperinci

Management Analysis Journal

Management Analysis Journal Management Analysis Journal 4 (1) (2015) Management Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/maj FENOMENA MARKET OVERREACTION DI BURSA EFEK INDONESIA Santi Maharani, Rini Setyo Witiastuti

Lebih terperinci

ABSTRACT. viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. viii Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT This research aimed to analyze the influence of the merger against the company's financial performance in the companies who listed on the Stock Exchange. Performance of financial corporate is

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a) Pengertian Pasar Modal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a) Pengertian Pasar Modal BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pasar Modal a) Pengertian Pasar Modal Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli. Pasar modal merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal. Untuk mengurangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal. Untuk mengurangi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka teori 1. Teori Pensinyalan (Signalling Theory) Teori sinyal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key Words: Stock Split, Volatility of Stock Prices, ROA, Net Profit Margin, and Profitability. vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Key Words: Stock Split, Volatility of Stock Prices, ROA, Net Profit Margin, and Profitability. vi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT According to signaling theory, stock split usually gives a positive signal to the company. It shows the increasing of companies' condition and a good prospect for the companies in the future.

Lebih terperinci

MARKET OVERREACTION, SIZE EFFECT ATAU LIQUIDITY EFFECT? STUDI PADA BURSA EFEK INDONESIA

MARKET OVERREACTION, SIZE EFFECT ATAU LIQUIDITY EFFECT? STUDI PADA BURSA EFEK INDONESIA Danes Quirira Octavio, Market Overreaction, Size Effect atau... 11 MARKET OVERREACTION, SIZE EFFECT ATAU LIQUIDITY EFFECT? STUDI PADA BURSA EFEK INDONESIA Danes Quirira Octavio (1) I Wayan Nuka Lantara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Dalam bab 4 ini dilakukan pembahasan mengenai valuasi harga saham P.T TELKOM Tbk, dengan menggunakan metode discounted cash flow valuation. Dari beberapa macam metode discounted

Lebih terperinci

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN Prof. DR. H. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW Analisis sekuritas berdasarkan analisis fundamental. Analisis perusahaan merupakan tahap ketiga dari analisis fundamental,

Lebih terperinci

PENILAIAN SAHAM. Nilai nominal Nilai nominal adalah nilai per lembar saham yang berkaitan dengan hukum. Nilai yang tercantum dalam lembar saham.

PENILAIAN SAHAM. Nilai nominal Nilai nominal adalah nilai per lembar saham yang berkaitan dengan hukum. Nilai yang tercantum dalam lembar saham. PENILAIAN SAHAM Tujuan penilaian saham Saham adalah aset finansial yang dapat dijadikan investasi Penilaian saham dilakukan untuk menentukan apakah saham yang akan dibeli/ jual akan memberikan tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana alternative

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemegang saham maupun calon investor sangat berkepentingan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemegang saham maupun calon investor sangat berkepentingan terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pemegang saham maupun calon investor sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang diumumkan secara periodik oleh pihak manajemen. Laporan keuangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun juga bagi suatu perusahaan untuk mengelola uangnya dengan harapan

BAB I PENDAHULUAN. namun juga bagi suatu perusahaan untuk mengelola uangnya dengan harapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan suatu pilihan, tidak hanya bagi masyarakat umum, namun juga bagi suatu perusahaan untuk mengelola uangnya dengan harapan memperoleh hasil yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait penghitungan pajak. Kreditur, misalnya supplier dan pihak bank

BAB I PENDAHULUAN. terkait penghitungan pajak. Kreditur, misalnya supplier dan pihak bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Akuntansi adalah proses dari tiga aktivitas yaitu pengidentifikasian, pencatatan, dan pengkomunikasian transaksi ekonomi dari suatu organisasi (bisnis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kalah baik dari pelaku usaha pendahulunya. Hal ini mendorong para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kalah baik dari pelaku usaha pendahulunya. Hal ini mendorong para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Belakangan ini persaingan dalam dunia ekonomi semakin meningkat karena munculnya berbagai pelaku usaha dalam berbagai segmen industri dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Harga saham a. Pengertian saham Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

Lebih terperinci

CAKUPAN PEMBAHASAN 1/23

CAKUPAN PEMBAHASAN 1/23 http://www.deden08m.wordpress.com Estimasi nilai intrinsik saham Price Earning Ratio EPS dan laporan keuangan perusahaan Overview analisis perusahaan CAKUPAN PEMBAHASAN 1/23 Analisis perusahaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru Indonesia, baik di kota-kota besar maupun didaerah. Pembangunan ini tentunya tidak terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Selain itu juga penanaman modal atau investasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Selain itu juga penanaman modal atau investasi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi atau penanaman modal adalah suatu penanaman modal yang diberikan oleh perseorangan atau perusahaan atau organisasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditebak (Fahmi, 2006:14). Oleh karena itu, saham dikenal dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. ditebak (Fahmi, 2006:14). Oleh karena itu, saham dikenal dengan karakteristik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergerakan harga dipasar saham sangat sulit untuk ditebak sehingga para pakar pasar modal mengatakan bahwa harga suatu saham, pada suatu saat telah mencerminkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Firani (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Earning Per Share pada Emiten Sektor Infrastruktur di Bursa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan cerminan kekuatan ekonomi suatu bangsa. Secara formal, pasar

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan cerminan kekuatan ekonomi suatu bangsa. Secara formal, pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting di dalam kegiatan perekonomian sehingga efektivitas pasar modal seringkali dijadikan cerminan kekuatan ekonomi suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara satu variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu hal yang dapat menunjukkan trend negatif dalam pergerakan saham 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman. DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISTILAH... x

DAFTAR ISI Halaman. DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISTILAH... x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISTILAH... x 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 12 1.3 Tujuan Penelitian... 12 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis market overreaction..., Indra Prakoso, FE UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis market overreaction..., Indra Prakoso, FE UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali jumlah pendapatan yang diterima tidak sama dengan jumlah pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa. Terkadang

Lebih terperinci

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.  CAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN Overview analisis perusahaan EPS dan laporan keuangan perusahaan Price Earning Ratio Estimasi nilai intrinsik saham

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA...

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PERSAMAAN... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sehubungan dengan investasi pada pasar modal, pemerintah Indonesia beranggapan bahwa pasar modal merupakan sarana yang dapat mendukung percepatan pembangunan

Lebih terperinci

Reyner Renata Berliarang dan Harjono Darto. Laporan Teknis. Jakarta, 26 Januari Disetujui: Drs. Harjono Darto, M.Acc

Reyner Renata Berliarang dan Harjono Darto. Laporan Teknis. Jakarta, 26 Januari Disetujui: Drs. Harjono Darto, M.Acc PERBANDINGAN TINGKAT RETURNS ANTARA VALUE STOCKS DAN GROWTH STOCKS DI BEI PERIODE TAHUN 2003-2013 DAN PENGGUNAAN RASIO FINANSIAL UNTUK MEMISAHKAN WINNERS DARI LOSERS Reyner Renata Berliarang dan Harjono

Lebih terperinci

ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO

ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO UNTUK MENILAI KEWAJARAN HARGA SAHAM DAN KEPUTUSAN INVESTASI (Studi Pada Perusahaan Kosmetik dan Barang Keperluan Rumah Tangga yang Listing Di

Lebih terperinci