BAB II KAJIAN TEORI. Pada mulanya, istilah filologi (philologia) lahir dan berkembang di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. Pada mulanya, istilah filologi (philologia) lahir dan berkembang di"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Filologi 1. Pengertian Filologi Pada mulanya, istilah filologi (philologia) lahir dan berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu kota Iskandariyah. Pada saat itu filologi diartikan sebagai suatu keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan berupa tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya (Baroroh- Baried, 1985: 1). Salah satu tujuan dari diadakannya pengkajian terhadap teks yang ada di dalam naskah lama pada saat itu adalah untuk menemukan bentuk teks yang asli serta untuk mengetahui maksud dari pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang arti asliya kegemaran berbincang-bincang. Makna filologi berkembang lagi menjadi cinta kepada kata sebagai pengejawantahan pikiran, kemudian menjadi perhatian terhadap sastra dan akhirnya studi ilmu sastra (Wagenvoort,1947: 41 dalam Sulastin-Sutrisno, 1981: 1). Menurut Saputra (2008: 79), pengertian kata pada cinta kepada kata dapat diperluas lagi menjadi bahasa dan berkembang lagi menjadi kebudayaan, sehingga studi filologi berarti studi tentang kebudayaan masa lalu melalui naskah dan teks. Dalam Kamus Istilah Filologi, filologi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya (Sulastin- Sutrisno, 1981: 7). Webster s New International Dictionary memberikan batasan 16

2 17 sesuai dengan arti kata philogia yang diperluas dengan pengertian: ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama (Sulastin-Sutrisno, 1981: 8). Kemudian Darusuprapta (1990: 3) menambahkan pengertian filologi, yaitu suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaannya. Boeckh (dalam Wellek dan Warren, 1956: 27) mendefinisikan filologi sebagai knowledge of the known, artinya bahwa filologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang. Pendapat tersebut berarti bahwa pengkajian terhadap teks-teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dapat disebut sebagai pintu gerbang untuk mengungkapkan khazanah masa lampau. Sebagai suatu disiplin ilmu, filologi lahir disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Baroroh-Baried (1994: 2), faktor-faktor penyebab lahirnya filologi sebagai disiplin ilmu adalah sebagai berikut. a. Munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan. b. Anggapan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau masih relevan dengan kehidupan sekarang ini. c. Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang. d. Faktor sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar sosial budaya pembacanya masa kini. e. Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filologi merupakan salah satu disiplin ilmu atau keahlian yang mengkaji dan mempelajari tentang hasil budaya dalam arti luas (bahasa, sejarah, sastra, dan

3 18 kebudayaan) yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dengan tujuan untuk mengungkapkan khazanah budaya serta perkembangan kerohanian suatu bangsa dalam segi kebudayaannya dalam arti yang luas. Oleh karena itu, filologi dapat digolongkan sebagai disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya manusia pada masa lampau yang termuat di dalam naskah dan teks lama. 2. Objek Penelitian Filologi Setiap kajian ilmu mempunyai objek penelitian. Kajian ilmu filologi juga mempunyai objek sebagai sasaran untuk penelitiannya. Objek dari penelitian filologi berupa naskah dan teks. a. Naskah Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pemikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau (Baroroh- Baried, 1985: 54). Pendapat tersebut kemudian diperkuat dengan pendapat yang dinyatakan oleh Suyami (1996: 220), yaitu naskah merupakan salah satu saksi dari suatu dunia berbudaya dan tradisi peradaban yang menginformasikan budaya manusia pada masanya. Naskah juga didefinisikan sebagai karangan tulisan tangan baik asli maupun salinannya, yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu (Onions dalam Darusuprapta, 1984: 1). Kemudian, Baroroh-Baried (1985: 55) menyebut naskah lama yang berupa tulisan tangan dengan istilah handschrift dan manuskrip. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa naskah dapat didefinisikan sebagai karangan tulisan tangan yang asli maupun salinannya dan

4 19 merupakan salah satu saksi dari dunia berbudaya serta tradisi peradaban yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata sebagai hasil ungkapan pemikiran dan perasaan budaya masa lampau. Ungkapan pemikiran dan perasaan tersebut dapat berupa ide-ide dan gagasan-gagasan nenek moyang yang bernilai dan dapat digali untuk diterapkan dalam kehidupan masa kini. Naskah lama merupakan produk budaya masa lampau yang ditulis dalam berbagai aksara yang berkembang pada saat itu. Aksara-aksara yang digunakan untuk menulis naskah di antaranya adalah aksara Jawa, aksara Arab Pegon, dan aksara Latin. Aksara Jawa masih dapat dibedakan menjadi beberapa ragam sesuai dengan gaya penulisannya. Ismaun (1966: 7) menyatakan bahwa ragam aksara Jawa dapat dibedakan menjadi empat. Keempat ragam aksara yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Mbata sarimbag bentuk aksaranya menyerupai rimbag, yaitu cetakan batu merah yang berbentuk persegi mirip dengan batu bata merah. 2. Ngetumbar, cirinya adalah bentuk setengah bulat menyerupai biji ketumbar pada sudut-sudutnya tidak lagi berupa sudut siku ataupun sudut lain. 3. Mucuk eri, bentuk aksara Jawa pada bagian tertentu berupa sudut lancip seperti eri (duri). 4. Ragam kombinasi, aksaranya merupakan kombinasi dari ketiga ragam yang telah disebutkan di atas. Kombinasi tidak hanya terjadi pada tiap-tiap aksara, tetapi juga dapat terjadi pada tiap baris, alenia, bahkan pada tiap halaman. Naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå adalah produk masa lampau yang mengandung ungkapan pemikiran dan perasaan nenek moyang yang ditulis tangan dengan menggunakan aksara Jawa. Kemudian, ragam aksara yang digunakan adalah ragam kombinasi antara ragam aksara ngêtumbar dan mucuk êri. Akan tetapi, ragam aksara yang digunakan tersebut lebih terdominasi oleh ragam aksara ngêtumbar.

5 20 b. Teks Teks artinya kandungan naskah, sesuatu yang abstrak, dan hanya dapat dibayangkan saja (Baroroh-Baried, 1985: 56). Onions (1974: 913 dalam Darusuprapta, 1984: 1), mendefinisikan teks sebagai rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu. Pendapat lain diungkapkan oleh Istanti (2010: 14) bahwa teks adalah informasi-informasi yang terkandung di dalam naskah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teks merupakan bagian yang abstrak dari suatu naskah. Teks hanya dapat dibayangkan saja dan dapat diketahui isinya jika sudah dibaca. Isi dari teks adalah berupa ide-ide, informasi, pesan atau amanat yang akan disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Menurut de Han (1993 dalam Baroroh-Baried, 1985: 57), terjadinya teks diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu (1) aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang, (2) aslinya adalah teks tertulis, yaitu berupa kerangka yang masih memerlukan kebebasan seni, dan (3) aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urut-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer. Kemudian, untuk mengetahui kandungan teks dan seluk beluk teks dapat dilakukan penelitian lebih mendalam dengan tekstologi. Tekstologi, yaitu ilmu yang meneliti tentang penjelmaan dan penurunan teks serta penafsiran dan pemahaman tentang teks. Teks Widjåjåkoesoemå adalah salah satu kandungan/muatan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå. Isi dari teks Widjåjåkoesoemå berupa piwulang laku yang

6 21 dijalankan oleh para abdi dalêm untuk mengambil/memetik bunga wijayakusuma di Pulau Bandung, Nusakambangan, Donan, Cilacap bersamaan pada waktu penobatan Raja Paku Buwono VIII. 3. Tujuan Filologi Filologi mempunyai tujuan tertentu. Tujuan filologi menurut Djamaris (2002: 9) adalah sebagai berikut. a. Mentransliterasikan teks dengan tugas utama menjaga keaslian/ciri khusus penulisan kata dan menterjemahkan teks yang ditulis dalam bahasa daerah ke bahasa Indonesia. b. Menyunting teks dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf kapital, tanda-tanda baca, penyusunan alinea, dan bagian-bagian cerita. c. Mendeskripsikan kedudukan dan fungsi naskah dan teks yang diteliti supaya dapat diketahui tempat karya sastra yang diteliti itu dalam kelompok atau jenis sastra yang mana dan apa manfaat dan gunanya karya sastra itu. d. Sebagai tambahan, tujuan kritik teks adalah membersihkan teks dari kesalahan yang terjadi selama penyalinan berulang kali itu; merekontruksi isi naskah, sehingga naskah telah tersusun kembali seperti semula; dan menjelaskan bagian-bagian cerita yang kurang jelas sehingga seluruh teks dapat dipahami. Menurut Baried-Baroroh (1985: 5), tujuan filologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dan tujuan khusus yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Tujuan umum filologi a) memahami kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis. b) memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya. c) mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. b. Tujuan khusus filologi a) menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya. b) mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya. c) mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya. Tujuan filologi dalam penelitian ini, yaitu menjadikan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå terutama teks Widjåjåkoesoemå terbaca, tersunting, teredit

7 22 (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Tujuan lain dari penelitian filologi ini adalah mengungkapkan kandungan produk budaya masa lampau sehingga dapat disampaikan kepada masyarakat. 4. Cara Kerja Penelitian Filologi Cara kerja atau langkah kerja penelitian filologi adalah tahapan kerja dalam penelitian filologi yang memiliki keterkaitan antartahapannya. Adapun cara kerja atau langkah kerja dari penelitian filologi secara berurutan adalah sebagai berikut. a. Pengumpulan Data atau Inventarisasi Naskah Tahap pertama yang harus dilakukan dalam penelitian filologi adalah pengumpulan data yang berupa inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai keberadaan naskah-naskah yang mengandung teks sekorpus. Naskah-naskah yang mengandung teks sekorpus, yaitu naskah-naskah yang mengandung teks sejudul, yang dapat tercantum pada sampul naskah luar atau sampul dalam naskah. Meskipun demikian, menurut Saputra (2008: 81) tidak berarti bahwa naskah-naskah yang mengandung teks sejudul berarti mengandung teks sekorpus atau sebaliknya ada kemungkinan naskah-naskah yang tidak sama judulnya tetapi mengandung teks sekorpus. Sebelum melakukan inventarisasi naskah, langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan teks atau naskah yang akan diteliti. Kemudian, teks dan naskah yang akan ditentukan untuk diteliti perlu dipertimbangkan dari berbagai segi. Menurut Surono (tanpa tahun: 5), penting tidaknya suatu naskah digarap perlu dipertimbangkan dari berbagai segi di antaranya adalah naskah

8 23 dipertimbangkan dari segi bobot ilmiah, manfaat bagi pembangunan bangsa, dan sebagainya. Pengumpulan data atau inventarisasi naskah dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode studi pustaka dan metode studi lapangan (field research). Metode studi pustaka menggunakan sumber data berupa katalogus naskah yang berada di berbagai perpustakaan dan museum. Katalog adalah buku yang memuat daftar naskah Jawa yang ditulis tangan ataupun cetak yang menguraikan tentang keadaan naskah atau teks dengan ringkas (Mulyani, 2009a: 2). Di dalam katalog (Behrend, 1990) disebutkan bahwa jenis isi naskah Jawa beraneka macam, yaitu jenis (1) sejarah, (2) sarasilah, (3) hukum, (4) wayang, (5) sastra wayang, (6) sastra, (7) piwulang, (8) Islam, (9) primbon, (10) bahasa, (11) musik, (12) tari-tarian, (13) adat-istiadat, dan (14) lain-lain, yaitu teks-teks yang tidak dapat digolongkan ke dalam ketiga belas jenis tersebut dimasukkan ke dalam jenis teks lain-lain. Dalam metode studi pustaka, sumber yang digunakan sebagai acuan tidak hanya mengacu pada satu sumber. Sumber lain yang dapat digunakan selain katalog adalah berupa buku-buku atau daftar naskah yang terdapat di perpustakaan, museum, dan instansi lain yang menaruh perhatian terhadap naskah lama. Seperti telah disebutkan di atas bahwa kegiatan inventarisasi naskah selain dapat dilakukan dengan metode studi pustaka, juga dapat dilakukan dengan metode studi lapangan (field research). Metode studi lapangan (field research) merupakan kegiatan inventarisasi naskah yang dilakukan dengan mengadakan

9 24 pelacakan keberadaan naskah di tempat penyimpanan, yaitu sebagai koleksi dari museum, perpustakaan, maupun koleksi pribadi perseorangan. Beberapa hal yang perlu diketahui terlebih dahulu dalam melakukan studi lapangan adalah tempattempat yang menyimpan naskah, sehingga diperlukan instrumen penelitian yang berupa kuisioner yang antara lain berisi pertanyaan tentang asal-usul naskah, pemilik naskah, fungsi naskah, dan kedudukan naskah tersebut. Hasil dari pengumpulan data atau inventarisasi naskah adalah berupa daftar mengenai sejumlah naskah (sekorpus) yang akan menjadi sumber data penelitian, yaitu judul naskah, nomor koleksi, tempat penyimpanan, pemilik naskah, dan sebagainya. Saputra (2008: 82) berpendapat bahwa hasil dari inventarisasi naskah sekaligus memungkinkan dapat menentukan eliminasi naskah (pencoretan naskah dari daftar naskah-naskah yang akan diteliti karena berbagai alasan pada tahap awal). b. Deskripsi Naskah dan Teks Deskripsi naskah adalah penyajian informasi mengenai kondisi fisik naskah-naskah yang menjadi objek penelitian (Saputra, 2008: 83). Selain melakukan deskripsi naskah, sebaiknya juga melakukan deskripsi teks, hal tersebut disebabkan karena yang menjadi objek dari penelitian filologi adalah naskah dan teks. Deskripsi teks adalah penjelasan untuk menggambarkan keadaan teks untuk memberikan keterangan bagaimana cara mengkaji teks yang akan diteliti (Mulyani, 2009a: 9). Deskripsi naskah secara terperinci dapat dilakukan setelah memperoleh naskah melalui inventarisasi naskah.

10 25 Metode yang digunakan dalam deskripsi naskah adalah metode deskriptif. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, garis besar isi cerita, dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan tahap penelitian selanjutnya, yaitu berupa pertimbangan (recentio) dan pengguguran (eliminatio). Kemudian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan deskripsi naskah (Mulyani, 2009b: 31-32) adalah sebagai berikut. 1) Koleksi siapa, disimpan di mana, nomor kodeks berapa. 2) Judul bagaimana, berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama, atau berdasarkan keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama. 3) Pengantar (manggala dan doksologi), uraian pada bagian awal di luar isi teks: waktu mulai penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan penulis, pujaan kepada Dewa Pelindung atau Tuhan Yang Maha Esa, pujian kepada penguasa pemberi perintah atau nabi-nabi. 4) Penutup (kolofon), uraian pada bagian akhir di luar isi teks: waktu menyelesaikan penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan penulis. 5) Ukuran teks: lebar x panjang teks, jumlah halaman teks, sisa halaman kosong. 6) Ukuran naskah: lebar x panjang naskah, tebal naskah, jenis bahan naskah, (lontar, bambu, dluwang, kertas), tanda air. 7) Isi; lengkap atau kurang, terputus atau hanya fragmen, hiasan gambar, prosa atau puisi, jika prosa berapa rata-rata jumlah baris tiap halaman, berapa ratarata jumlah kata tiap halaman, jika puisi berapa jumlah pupuh, apa saja nama tembangnya, berapa jumlah bait pada tiap pupuhnya. 8) Termasuk ke dalam golongan jenis naskah apa, bagaimanakah ciri-ciri jenis itu (harus diakui belum ada pembagian jenis naskah yang seragam). 9) Tulisan: jenis aksara/huruf : Jawa/Jawi/Bali/Latin/Bugis/Lampung bentuk aksara/huruf : persegi/bulat ukuran aksara/huruf : besar/kecil/sedang sikap aksara/huruf : tegak/miring goresan aksara/huruf : tebal/tipis warna tinta : hitam/coklat goresan tinta : jelas/kabur 10) Bahasa : baku, dialek, campuran, pengaruh lain. 11) Catatan oleh tangan lain : di dalam teks : halaman berapa, di mana, bagaimana di luar teks pada pias tepi: halaman berapa, di mana, bagaimana 12) Catatan di tempat lain : dibicarakan dalam daftar naskah/katalogus/artikel

11 26 mana saja, bagaimana hubungannya satu dengan yang lain, kesan tentang mutu masing-masing. Menurut Saputra (2008: 84), ada dua model deskripsi yang dapat digunakan, yaitu model tabel dan model paparan. Keduanya masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu, kedua model deskripsi tersebut apabila diterapkan secara bersamaan akan saling melengkapi. Seperti telah disebutkan di atas bahwa deskripsi yang disajikan dalam bentuk tabel dan paparan, masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dari deskripsi yang disajikan dengan model tabel, yaitu deskripsi naskah dan teks menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh pembaca sedangkan kelemahannya, yaitu deskripsi naskah dan teks yang disajikan kepada pembaca kurang dapat membawa pembaca berimajinasi terhadap naskah yang dideskripsikan. Saputra (2008: 88) menjelaskan bahwa deskripsi naskah yang disajikan dengan model paparan, secara teknis lebih mudah diterapkan dan juga, lebih memberikan informasi yang luas mengenai segala hal yang berkaitan dengan naskah dan segala hal yang ditemui secara inderawi pada setiap halaman naskah. Adapun kelemahan dari deskripsi model paparan, yaitu pembaca tidak dapat secara langsung mengetahui rincian informasi mengenai keadaan naskah yang dideskripsikan karena pembaca harus membaca deskripsi yang disajikan dengan paparan tersebut secara keseluruhan. Model deskripsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model tabel dan paparan. Model tabel digunakan dengan tujuan agar deskripsi naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan teks Widjåjåkoesoemå menjadi lebih jelas dan mudah

12 27 dipahami. Selanjutnya, hasil deskripsi naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan teks Widjåjåkoesoemå yang dibuat dalam bentuk/model tabel diperluas dengan deskripsi model paparan. c. Alih Tulis Teks Salah satu tujuan dari penelitian filologi adalah pengalihtulisan atau pengalihaksaraan suatu teks. Artinya, dengan adanya alih tulis pembaca dapat dengan leluasa membaca teks-teks lama peninggalan nenek moyang dengan bahasa yang dimengerti oleh pembaca masa kini. Menurut Mulyani (2009b: 20), suatu teks supaya dapat dibaca dan dipahami hendaknya teks itu (1) ditulis dengan aksara yang masih berlaku, (2) sudah dibersihkan dari tulisan yang rusak (korup), dan (3) disajikan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat masa kini. Tahap alih tulis teks terdiri atas transliterasi teks, suntingan teks, dan penyajian aparat kritik. Penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga langkah kerja tersebut adalah sebagai berikut. a) Transliterasi teks Transliterasi teks merupakan salah satu tahap atau langkah dalam penyuntingan teks yang berupa penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Djamaris, 1977: 29). Misalnya, teks yang ditulis dengan huruf atau aksara Jawa dan Arab Pegon dialihtulis atau diganti ke huruf atau aksara Latin. Mulyani (2009a: 13) mendefinisikan transliterasi sebagai alih tulis yang disajikan dengan jenis tulisan yang berbeda dengan tulisan yang digunakan dalam naskah yang disalin.

13 28 Sifat aksara pada naskah yang ditransliterasikan berbeda dengan aksara Latin. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan transliterasi teks. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam transliterasi teks (Mulyani, 2009b: 21) adalah sebagai berikut: 1) tata tulis aksara yang digunakan dalam naskah dan sifat aksara yang akan digunakan untuk mengalihtuliskannya, 2) sifat aksara dalam naskah dan sifat aksara yang akan digunakan untuk mengalihtuliskannya (dalam hal pemisahan kata), 3) ejaan, yaitu untuk mempertahankan variasi ejaan naskah, pengejaan kata pinjaman terutama dalam teks yang berbentuk puisi, dan 4) pungtuasi, yaitu tanda baca yang berfungsi sebagai tanda penuturan kalimat (koma, titik koma, titik, titik dua, tanda tanya, tanda seru, dan tanda petik) serta tanda metra yang berfungsi sebagai tanda pembagian puisi, yaitu pembatas larik, pembatas bait, dan tembang. Pada tahap transliterasi teks, seorang filolog mempunyai dua tugas pokok yang harus dilakukan. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya dengan penulisan kata menurut EYD dengan tujuan agar bahasa lama dalam naskah tidak hilang. Kedua, menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ciri bahasa lama yang disebutkan dalam tugas pertama di atas (Djamaris, 2002: 19-21). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ada dua metode transliterasi yang dapat digunakan agar tugas filolog dapat tercapai, yaitu transliterasi diplomatik dan transliterasi standar. Transliterasi diplomatik, yaitu alih tulis dari aksara teks ke dalam aksara sasaran dengan tidak mengadakan perubahan pada teks yang disalin atau sesuai apa adanya, sehingga kemurnian teks dapat terjaga dengan mempertahankan bentuk aslinya dan tidak disesuaikan dengan pedoman Ejaan yang Disempurnakan

14 29 (EYD). Wiryamartana (1990: 30) menambahkan bahwa tujuan transliterasi dengan terbitan diplomatik, yaitu agar pembaca dapat mengikuti teks, seperti yang termuat dalam naskah sumber. Tujuan lain dari adanya transliterasi dengan terbitan diplomatik disebutkan oleh Suyami (2001: 28), yaitu untuk memberikan deskripsi atau gambaran yang lebih jelas mengenai keseluruhan isi teks dengan apa adanya. Transliterasi standar adalah alih tulis yang merupakan pengulangan dari transliterasi diplomatik dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan untuk pemahaman teks (Wiryamartana, 1990: 32). Artinya, agar suatu teks dapat dipahami oleh pembaca maka teks dialihaksarakan dari aksara yang digunakan dalam teksnya ke dalam aksara sasaran dengan membetulkan teks-teks yang salah disesuaikan dengan suatu sistem ejaan yang benar atau disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Pada penelitian ini, metode transliterasi yang digunakan untuk mentransliterasi teks Widjåjåkoesoemå adalah metode transliterasi standar. Transliterasi standar digunakan untuk mengalihaksarakan teks Widjåjåkoesoemå dari aksara Jawa ke dalam aksara Latin yang kemudian disesuaikan dengan sistem ejaan yang berlaku tanpa mengubah bentuk/ciri khas bahasa lama yang terdapat dalam teks Widjåjåkoesoemå. Hasil dari transliterasi standar tersebut merupakan dasar untuk melakukan suntingan teks agar teks yang dihasilkan bersih dari bacaan yang korup, sehingga dapat memudahkan pembacaan isi naskah bagi pembaca yang kurang paham terhadap huruf/aksara daerah dan untuk mempercepat pemahaman isi naskah dalam kepentingan penelitian naskah.

15 30 b) Suntingan teks Setelah teks ditransliterasikan, langkah selanjutnya adalah mengadakan suntingan teks. Darusuprapta (1984: 5) mendefinisikan suntingan teks sebagai suatu cara yang dilakukan dalam langkah kerja penelitian filologi dengan mengadakan pembetulan-pembetulan, perubahan, penambahan, maupun pengurangan dengan harapan teks yang dihasilkan bersih dari segala kekeliruan. Menurut Baroroh-Baried (1985: 69), suntingan teks dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu suntingan teks edisi diplomatik dan suntingan teks edisi standar. Suntingan teks diplomatik memperlihatkan secara tepat cara mengeja kata-kata dari naskah tesebut yang merupakan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu dan tempat tertentu dan juga, memperlihatkan cara penggunaan tanda baca yang tepat di dalam teks tersebut (Robson, 1988: 20). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suntingan edisi diplomatik dilakukan dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui teks dari naskah sumber. Suntingan teks edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan serta ejaannya disesuaikan dengan sistem ejaan yang berlaku. Di dalam suntingan teks edisi standar diadakan pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf kapital, pungtuasi, dan juga diberikan komentar mengenai kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam teks (Baroroh-Baried, 1985: 69). Suntingan teks dengan melakukan perbaikan bacaan terdapat campur tangan peneliti dengan tujuan agar teks dapat dimengerti dan dipahami isinya oleh pembaca.

16 31 Pada penelitian ini, suntingan teks yang digunakan adalah suntingan teks edisi standar. Suntingan teks edisi standar dilakukan dengan mengadakan perbaikan pada bacaan yang korup ataupun tidak ajeg yang disesuaikan dengan sistem ejaan yang berlaku pada masa kini. c) Penyajian aparat kritik Penyajian kritik teks dalam penelitian ini disertai dengan adanya aparat kritik (aparatus criticus). Menurut Mulyani (2009b: 29) aparat kritik (aparatus criticus) adalah pertanggungjawaban ilmiah dari kritik teks yang berisi kelainan bacaan (variae lectiones atau varian) yang ada dalam suntingan teks atau penyajian teks yang sudah bersih dari korup. Oleh karena itu, aparat kritik digunakan untuk menjelaskan segala perubahan, pengurangan, dan penambahan yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiah dalam suatu penelitian naskah. Jadi, apabila dalam suatu penelitian diadakan perubahan, penambahan, maupun pengurangan maka dicatat dalam aparat kritik. Penyajian aparat kritik dalam suntingan disebutkan oleh Mulyani (2009b: 29-30) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) dicantumkan di bawah teks sebagai catatan kaki atau (2) dilampirkan di belakang suntingan teks sebagai catatan halaman. d. Terjemahan Teks Terjemahan adalah pemindahan arti dari bahasa satu ke bahasa lain atau pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Terjemahan teks dilakukan dengan tujuan agar masyarakat yang tidak paham dengan bahasa teks dapat memahami isi teksnya, sehingga amanat atau pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami oleh pembaca.

17 32 Proses pemindahan bahasa saat melakukan terjemahan teks harus dilakukan secara teliti dan jelas agar didapatkan hasil terjemahan teks yang baik. Menurut Darusuprapta (1984: 9), keberhasilan terjemahan teks bergantung kepada beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut. a) Pemahaman yang sebaik-baiknya terhadap bahasa sumber, yaitu bahasa yang diterjemahkan. b) Penguasaan yang sempurna terhadap bahasa sasaran, yaitu bahasa yang digunakan untuk menterjemahkan. c) Pengenalan latar belakang penulisan, baik tentang diri penulisnya maupun masyarakat bahasanya. Metode terjemahan teks terdiri atas bermacam-macam metode. Menurut Darusuprapta (1984: 9), metode terjemahan teks tersebut dapat diringkas hanya menjadi tiga. Ketiga metode terjemahan teks yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Terjemahan harfiah, yaitu terjemahan kata demi kata, dekat dengan aslinya, berguna untuk membandingkan segi-segi ketatabahasaan. 2) Terjemahan isi atau makna, yaitu kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang sepadan. 3) Terjemahan bebas, yaitu keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa sasaran secara bebas. Terjemahan teks pada penelitian ini dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan ketiga metode terjemahan teks. Ketiga metode terjemahan teks yang dimaksud adalah terjemahan harfiah, terjemahan isi/makna, dan terjemahan bebas. B. Pandangan Hidup Orang Jawa Orang Jawa didefinisikan sebagai mereka yang benar-benar trah (keturunan) Jawa (Santosa, 2011: 9). Maksudnya, baik secara pribadi maupun

18 33 sosial masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan Jawa, meskipun tidak menetap di Pulau Jawa, tetapi memiliki kesadaran kognitif, afektif, dan psikomotorik terhadap nilai kebudayaan Jawa dan berperan secara aktif melestarikan adat dan budaya Jawa. Pendapat yang berbeda mengenai definisi orang Jawa disebutkan oleh Suseno (dalam Haq, 2011: 4) bahwa orang Jawa adalah orang yang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Salah satu ciri masyarakat Jawa adalah masyarakat Jawa memiliki kepercayaan yang mengakar, yaitu kepercayaan terhadap sesuatu kekuatan di luar alam yang mengatasi orang-orang Jawa. Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan. Pandangan orang Jawa yang demikian menurut Haq (2011: 5) dapat disebut dengan kawulå (hamba) dan Gusti (Tuhan), yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah untuk mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir untuk itulah manusia harus menyerahkan diri secara total selaku kawulå (hamba) terhadap Gusti-nya (Tuhan). Dengan adanya kapercayaan yang mengakar tersebut, sehingga menumbuhkan suatu pandangan hidup masyarakat Jawa. Pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah suatu ide, gagasan, cita-cita, pola pikir, paham, kepercayaan, atau kumpulan konsep yang dijadikan pedoman pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap untuk menentukan tujuan hidup, moral, serta perilaku seseorang maupun masyarakat (Santosa, 2011: 9).

19 34 Pandangan hidup juga dapat diartikan sebagai pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat berkembang menjadi suatu sikap terhadap kehidupannya. Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa meyakini bahwa kehidupan di dunia sudah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kedudukan manusia sebagai hamba yang wajib menjalankan segala sesuatu yang telah digariskan tersebut. Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini hakikatnya merupakan satu kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu berhubungan erat dalam kosmos raya. Menurut pandangan hidup orang Jawa, kehidupan manusia dirumuskan berada pada dua kosmos (alam), yaitu makrokosmos (jagad gêdhé) dan mikrokosmos (jagad cilik). Makrokosmos dalam alam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos. Pandangan hidup orang Jawa yang meyakini tentang adanya keseimbangan yang harmonis antara mikrokosmos dan makrokosmos, dapat

20 35 dilihat dari beberapa perilaku orang Jawa dalam kehidupannya. Menurut Santosa (2011: 10-21), realitas keseharian hidup orang Jawa yang mencerminkan pandangan hidup orang Jawa, misalnya: 1) tradisi slamêtan (selamatan), 2) kebiasaan mempunyai kalangênan (kesenangan terhadap sesuatu), 3) puasa, dan 4) keyakinan mengenai båndhå donyå mung sadêrmå anggadhuh pêparingé Gusti Kang Akaryå Jagad, yaitu harta benda merupakan anugerah dan titipan dari Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan 5) kematian, orang Jawa meyakini bahwa setiap perbuatan akan berpengaruh terhadap kematian seseorang. C. Laku Manusia Jawa dalam Naskah Jawa Dari latar belakang pandangan manusia Jawa terhadap kehidupan, menimbulkan orientasi manusia Jawa dalam segi kehidupannya. Adapun beberapa orientasi hidup manusia Jawa (Santosa, 2011: 22-25) adalah sebagai berikut. 1. Menjadi manusia unggul, yaitu memilki kemampuan melebihi orang lain memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, dan memiliki budi yang luhur, bijaksana, dan berwibawa. 2. Hidup tenteram dan berkecukupan, yaitu kehidupan yang harmonis, seimbang, tenteram lahir dan batin. 3. Patêmbayatan hidup, yaitu meliputi kecukupan materi yang harus diusahakan dengan kerja keras, tolong menolong, bahu-membahu, dan membalas budi baik orang lain. 4. Kesempurnaan batin, yaitu memiliki semangat yang tinggi dalam ngudi kasampurnaning batin (berusaha mencapai kesempurnaan batin). 5. Mencari surga, yaitu orientasi manusia Jawa di dunia adalah berbuat amalan yang baik dan benar sebagai bekal kehidupan di akhirat. Kelima pandangan hidup manusia Jawa di atas saling berhubungan satu sama lain. Kelima pandangan hidup tersebut adalah sebagai pandangan hidup primer manusia Jawa yang kemudian akan menurunkan pandangan-pandangan hidup sekunder manusia Jawa.

21 36 Dengan adanya pandangan hidup kemudian melahirkan orientasi atau citacita hidup orang Jawa, misalnya orientasi untuk hidup sukses di dunia. Untuk dapat mencapai orientasi hidup tersebut, manusia Jawa berusaha dengan menjalankan berbagai laku. Laku yang dijalankan tersebut adalah laku yang berdasarkan pada keyakinan manusia Jawa dalam berbagai segi kehidupannya. Laku tersebut kemudian mengakar sebagai suatu bentuk laku kejawen yang mentradisi. a. Tåpå atau sêmadi Definisi tåpå dalam arti sempit adalah suatu laku atau jalan hidup untuk menggapai anugerah Tuhan (wahyu) atau dalam rangka mencapai tujuan mêmayu hayuning bawånå (menjaga ketenteraman, kesejahteraan, dan keseimbangan dunia). Pelaku tåpå hanya mencakup pada raja-raja atau orang-orang tertentu. Kemudian, tåpå diartikan secara luas, yaitu sebagai suatu usaha manusia untuk mengendalikan diri dari nafsu-nafsu duniawi yang berpengaruh negatif terhadap diri seseorang. Laku tåpå biasanya dijalankan bersamaan dengan sêmadi. Sêmadi berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu samadhi yang berarti maju ke depan untuk mencapai kesempurnaan, memperoleh keyakinan, dan mengatasi kesukaran dalam kehidupan. Sêmadi juga dapat diartikan sebagai suatu situasi yang sunyi dengan memusatkan pikiran serta hati nurani dan berkontemplasi. Laku tåpå sering dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu. Menurut Santosa (2011: 135), laku tåpå juga dilakukan oleh Panembahan Senapati seperti yang tercantum dalam Sêrat Wedhåtåmå, yaitu terdapat pada Pupuh Sinom.

22 37 nuladå laku utamå / tumraping wong tanah Jawi / wong agung ing Ngêksigåndå / Panêmbahan Sénåpati / kepati amarsudi / sudanên håwå lan napsu / pinêsu tåpå bråtå / tanapi ing siyang ratri / amamangun karyå nak tyasing sasåmå // Terjemahan Tirulah tindakan atau pekerti utama bagi orang Jawa, yaitu orang besar dari Mataram, Panembahan Senapati. Beliau selalu berdaya upaya mencegah keinginan hawa nafsu, dengan disertai laku prihatin bertapa. Di samping itu, setiap hari selalu membuat orang lain senang. b. Puasa Seperti telah disebutkan di atas bahwa puasa biasanya dilakukan oleh orang Jawa bersamaan dengan tåpå. Selain itu, puasa juga dilakukan oleh orang Jawa ketika akan menyambut hari-hari keagamaan seperti puasa di bulan Ramadhan. Di dalam masyarakat Jawa, juga banyak dijumpai orang-orang Jawa yang melakukan puasa karena adat kepercayaan mereka, misalnya puasa mutih, puasa wêton, puasa Sênèn Kêmis, dan sebagainya. Puasa yang dilakukan tersebut mempunyai makna yang penting bagi orang Jawa. Makna puasa yang dilakukan oleh orang Jawa, yaitu puasa sebagai suatu bentuk ibadah, puasa digunakan sebagai sarana penguatan batin, dan puasa digunakan sebagai upaya penyucian batin untuk mencapai kesempurnaan rohani. Laku puasa sudah ada sejak dahulu dan dicontohkan oleh para leluhur orang Jawa. Ajaran untuk menjalankan laku puasa tersebut seperti tercantum dalam kutipan Sêrat Wulangrèh, yaitu pada Pupuh Kinanthi (Widyawati, 2009: tanpa halaman). pådhå gulangên ing kalbu / ing sasmita amrih lantip / åjå pijêr mangan néndrå / kaprawiran kang dèn èsthi / pesunên sarirå nirå / sudanên dhahar lan guling //

23 38 dadiå lakunirèku / cêgah dhahar lawan guling / lan åjå kasukan-sukan / anganggoå sawatawis / ålå watêké wong sukå / nyudå prayitnå ing batin // Maksud kedua bait Pupuh Kinanthi di atas adalah piwulang untuk menahan nafsu yang dapat dilakukan dengan cara menjalankan puasa, yaitu dengan cara mengurangi makan, minum, tidur, dan berpenampilan apa adanya. Laku tersebut tidak hanya memiliki tujuan yang berdampak bagi dirinya sendiri, melainkan untuk dapat mempertahankan keseimbangan batin dan untuk dapat berkelakuan sesuai dengan tuntutan keselarasan sosial. c. Menyepi Menyepi adalah suatu upaya menjalani kesendirian, meninggalkan keramaian, keluarga, dan pekerjaan dalam waktu-waktu tertentu, dalam rangka melakukan perenungan, olah batin, sêmadi, dan sebagainya. Menyepi juga dapat diartikan sebagai laku tåpå yang dilakukan karena didasari oleh suatu tujuan, misalnya untuk mendapatkan wahyu, untuk merenungi segala perilaku yang pernah dilakukan, dan sebagainya. Laku nyepi juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan guna mengasah hati untuk menjadi manusia utama. Hal tersebut tercermin dalam petikan Sêrat Wédhåtåmå pada Pupuh Sinom (Hadiatmaja, 2010: 73). mangkono janmå utåmå / tuman tumanêming sêpi / ing sabên rikålå mångså / masah amêmasuh budi / lairé anêtêpi / ing rèh kasatriyanipun / susilå anor rågå / wignyå mêt tyasing sasami / yéka aran wong bérag agåmå // Terjemahan: Begitulah manusia utama. Gemar membiasakan diri berada di alam sepi (menyingkir dari dunia ramai). Pada saat-saat tertentu mengasah hati membersihkan jiwanya. Manifestasinya dengan cara berpegang teguh pada

24 39 kedudukan sebagai ksatria, bertingkah laku yang baik, pandai membuat senang orang lain. Kesemuanya itu, adalah gambaran orang yang serba baik dalam menjalankan agama. d. Menghormati arwah leluhur Orang Jawa selain percaya kepada Tuhan sebagai Dzat yang paling tinggi, mereka juga percaya terhadap adanya roh-roh leluhur. Kepercayaan tersebut kemudian diaplikasikan dengan adanya bentuk penghormatan di makam para leluhur dengan cara memberikan sajèn, membakar kemenyan, atau dupa, dan menabur bunga. Pada zaman sekarang ritus menghormati arwah leluhur seperti itu disebut dengan ziarah. Para peziarah tersebut biasanya membacakan doa-doa dan tahlil. Selain dengan ziarah, untuk menghormati arwah leluhur juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan slamêtan. Slamêtan merupakan unsur penting yang sering dijumpai dalam setiap bentuk upacara yang ada di dalam tatanan hidup orang Jawa baik upacara kehamilan, kelahiran, pernikahan, maupun kematian. Adapun tujuan dari diadakannya slamêtan tidak hanya untuk memelihara solidaritas masyarakat, tetapi juga dalam rangka memelihara hubungan baik dengan arwah nenek moyang. e. Memperbaiki akhlak, moral, dan perilaku Orang Jawa dituntut untuk berlaku jujur, baik dalam perilaku maupun tutur kata. Ritualisasi laku tersebut banyak diajarkan oleh nenek moyang yang tertulis dalam naskah Jawa. Menurut Sêrat Darmo Wasito (Haq, 2011: 82), ada beberapa hal yang harus dilakukan agar kehidupan seseorang dapat mencapai

25 40 kesuksesan, yaitu dengan bertindak dan berperilaku yang baik di antaranya luruh (sabar), trapsilå (sopan santun), mardåwå (lembut/halus), manut mring caraning bångså (patuh dengan tata cara negara), andhap asor (sopan santun), mênêng (diam), prasåjå (sederhana), têpå salirå (tenggang rasa/saling tolong-menolong), éling (sadar), dan ulah batin (olah batin). D. Penelitian yang Relevan Ada dua judul penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan penelitian yang relevan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Amri (2010) dengan judul Tinjauan Filologi Teks Serat Wulang Bratasunu dan penelitian yang dilakukan oleh Istikomah (2012) dengan judul Tinjauan Filologi Serat Darmawirayat. Kedua penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini dalam beberapa hal, yaitu kesamaan dalam sumber data penelitian yang digunakan dan kesamaan dalam metode penelitian yang digunakan. Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa naskah lama yang termasuk jenis naskah piwulang yang ditulis dengan menggunakan aksara Jawa dan bahasa pada teksnya menggunakan bahasa Jawa Baru. Begitu juga dengan sumber data penelitian yang digunakan oleh Amri (2010) dan Istikomah (2012), keduanya menggunakan naskah lama yang dikategorikan sebagai naskah jenis piwulang, ditulis dengan aksara Jawa, dan menggunakan bahasa Jawa Baru. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Amri (2010) maupun Istikomah (ini. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan isi dari kandungan teks setelah teks tersebut digarap dengan

26 41 metode penelitian filologi. Adapun langkah kerja penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Amri (2010) dan Istikomah (2012), juga mempunyai kesamaan. Langkah kerja penelitian filologi yang dimaksud, meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi teks, suntingan teks dengan penyajian aparat kritik, dan terjemahan teks. Selain memiliki kesamaan, kedua penelitian di atas juga memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini. Adapun perbedaannya, yaitu bentuk teks dari naskah yang diteliti dan kajian terhadap kandungan teksnya. Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2010) maupun Istikomah (2010) menggunakan teks yang digubah dalam bentuk tembang måcåpat, sedangkan teks yang digunakan dalam penelitian ini digubah dalam bentuk gancaran. Perbedaan lainnya adalah terletak pada kajian terhadap kandungan teksnya. Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2010) maupun Istikomah (2010) mengkaji tentang nilainilai moral sedangkan penelitian ini mengkaji tentang beberapa laku yang dijalankan oleh para abdi dalêm ketika diperintah oleh raja untuk mengambil bunga wijayakusuma di Pulau Bandung, Nusakambangan, Donan, Cilacap. Meskipun demikian, kedua penelitian tersebut tetap dapat dijadikan sebagai salah satu acuan atau sumber tertulis dalam penelitian ini. Hal tersebut berdasarkan pada persamaan-persamaan antara kedua penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian ini, yaitu mendukung penelitian ini dari segi metode penelitian (langkah-langkah penelitian) dan teori yang digunakan. 2012), yaitu metode penelitian deskriptif filologis. Metode penelitian deskriptif filologis, juga digunakan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Filologi 1. Pengertian Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Dengan demikian, kata filologi membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Filologi 1. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (Djamaris, 1977: 20). Filologi berasal dari kata Yunani philos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM SERAT AMBEK SANGA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI??? MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI??? Peninggalan suatu kebudayaan yang berupa puing bangunan besar, semarak tapi belum cukup. Gambaran pikiran dan perasaan tersebut dapat dipahami lewat dokumen tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Oleh: Sugeng Triwibowo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Miftah1919@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam pemerintahan. Seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan di Indonesia yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Nur Jannah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan teks Widjåjåkoesoemå telah diuraikan dalam bab IV. Berdasarkan uraian dari bab IV tersebut, dapat diambil simpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:3). Dalam sebuah penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Aspek-aspek religiusitas..., Dhanang 1 Pramudito, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Aspek-aspek religiusitas..., Dhanang 1 Pramudito, FIB UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koentjaraningrat (1990:2) menyebutkan, bahwa dalam kebudayaan Jawa terdapat 7 unsur kebudayaan universal, unsur-unsur kebudayaan tersebut ialah:1. sistem religi dan

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI Diajukan pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi 1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 29 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah

Lebih terperinci

MANFAAT STUDI FILOLOGI

MANFAAT STUDI FILOLOGI MANFAAT STUDI FILOLOGI Manfaat Studi Filologi Manfaat studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu manfaat umum dan manfaat khusus. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu,

Lebih terperinci

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan. PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan tulisan tangan berupa benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa

Lebih terperinci

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo KAJIAN FILOLOGI SERAT-SERAT ANGGITAN DALEM KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA IV JILID I (WANAGIRI JAMAN KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA III) Wahyu Aris Aprillianto Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI

TINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI TINJAUAN FILOLOGI DAN ISI SERAT PRIMBON SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang

Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang PENGANTAR FILOLOGI PENGERTIAN FILOLOGI Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti teman dan logos yang berarti pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang dimiliki yaitu kebudayaan.koentjaraningrat (1985) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari tujuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian terdahulu pernah meneliti tentang Fitoterapi yang sedang dibahas melalui skripsi ini. Penelitian yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah yang beragam banyaknya. Bahasa daerah yang beragam digunakan sebagai alat komunikasi oleh

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK

KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK KAJIAN STRUKTURAL DALAM SERAT PARARATON: KEN ANGROK Oleh : Diana Prastika program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa diana_prastika@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita banyak dipengaruhi oleh kepustakaan. 1988: 40). Kebenaran bahwa SC dikarang oleh Raden

BAB I PENDAHULUAN. Karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita banyak dipengaruhi oleh kepustakaan. 1988: 40). Kebenaran bahwa SC dikarang oleh Raden BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sêrat Cêcangkriman yang selanjutnya disingkat SC termasukk jenis teks wirid karena isinya memuat ajaran tasawuf atau mistik (Marsono, 1991: 559). SC dikarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi

Lebih terperinci

STANDAR ISI KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SMP/SMPLB/MTs PROVINSI JAWA TENGAH

STANDAR ISI KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SMP/SMPLB/MTs PROVINSI JAWA TENGAH STANDAR ISI KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA SMP/SMPLB/MTs PROVINSI JAWA TENGAH A. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspek-aspek laku..., Lulus Listuhayu, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspek-aspek laku..., Lulus Listuhayu, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan hasil pikiran dari kehidupan manusia. Selain itu kebudayaan melatarbelakangi segala aspek kehidupan dan karenanya tidak dapat dipisahkan satu

Lebih terperinci

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

Etimologi Istilah Filologi

Etimologi Istilah Filologi Modul 1 Etimologi Istilah Filologi E PENDAHULUAN Dr. Kun Zachrun Istanti, S.U. timologi adalah sebuah istilah dalam bidang linguistik yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna.

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK DIDAKTIS DALAM NASKAH SERAT WEWULANG KARYA PAKUBUWANA IX SKRIPSI

ASPEK-ASPEK DIDAKTIS DALAM NASKAH SERAT WEWULANG KARYA PAKUBUWANA IX SKRIPSI ASPEK-ASPEK DIDAKTIS DALAM NASKAH SERAT WEWULANG KARYA PAKUBUWANA IX SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI DALAM SÊRAT KAWRUH GRIYÅ SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI DALAM SÊRAT KAWRUH GRIYÅ SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI DAN ISI DALAM SÊRAT KAWRUH GRIYÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Kekayaan yang dimiliki Indonesia sangat beragam, di antaranya berupa karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah naskah Masaaila Aqiidatu `l-islam ( MAI ) hasil pemikiran Abu Laits As-Samarqandi. Data atau objek penelitian ini adalah teks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa karya sastra lama. Nilai-nilai budaya suatu bangsa yang dalam kurun waktu tertentu sangat dapat

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan baik, informasi-informasi

Lebih terperinci

lease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN

lease purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN 124 BAB 4 KESIMPULAN Masyarakat Jawa yang kaya akan nilai-nilai budaya memiliki banyak cara untuk mengapresiasi dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ungkapan, falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Keterangan Kelas 1 1. Mendengarkan Mampu mendengarkan dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia mempunyai dokumentasi sastra lama yang. berkualitas setara dengan hasil sastra peradaban lain. Semua sastra daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia mempunyai dokumentasi sastra lama yang. berkualitas setara dengan hasil sastra peradaban lain. Semua sastra daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1LatarBelakangMasalah Bangsa Indonesia mempunyai dokumentasi sastra lama yang berkualitas setara dengan hasil sastra peradaban lain. Semua sastra daerah merupakan rekaman kebudayaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

METODE EDISI: STEMMA

METODE EDISI: STEMMA METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

ISSN: METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan. Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya

ISSN: METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan. Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya ISSN: 2085-5079 METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya Abstrak Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci