KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara perlu penyempurnaan Sistem Perencanaan Departemen Agama; b. bahwa untuk menjamin kegiatan perencanaan bidang agama dan keagamaan berjalan efektif, efisien, dan berdasarkan sistem penyusunan anggaran terpadu, berbasis kinerja dan penyusunan kerangka menengah, maka diperlukan perencanaan pembangunan bidang agama dan keagamaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286 ); 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Lembaga ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

2 5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 7. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 8. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian Negara Republik Indonesia; 9. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; MEMUTUSKAN : Dengan mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 116 Tahun 1995 tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA. KESATU : Menetapkan Sistem Perencanaan Departemen Agama sebagaimana dimaksud dalam lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. KEDUA : Sistem Perencanaan Departemen Agama sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU merupakan pedoman bagi para pejabat satuan organisasi dan atau satuan kerja di lingkungan Departemen Agama. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 2008 MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, MUHAMMAD M. BASYUNI - 2 -

3 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DEPARTEMEN AGAMA BAB I PENDAHULUAN A. U m u m 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XI Pasal 29 ayat (1) menegaskan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Hal tersebut juga kembali ditegaskan dalam Bab XA Hak Asasi Manusia Pasal 28E ayat (1) di antaranya menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ini menunjukkan, negara mengakui agama-agama yang ada di Indonesia dan mewajibkan setiap warganya menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Selain itu, negara juga menjamin bahwa setiap individu dapat melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama yang diyakininya. Dengan demikian agama memiliki peran strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya sebagai landasan dan sumber nilai-nilai dalam membangun etika, moral dan perilaku bangsa. Hal ini dapat terwujud apabila pemerintah berperan aktif sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator agar masyarakat dapat dengan mudah dan aman melaksanakan ajaran agamanya. Pemerintah juga menjadi mediator untuk menjembatani kesenjangan kehidupan sosial baik intern maupun antar umat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis penuh toleransi dan saling menghormati. 2. Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin dalam suasana kehidupan penuh toleransi, selaras, seimbang dan berkesinambungan. Sejalan dengan itu, pembangunan agama menjadi prioritas dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan di antaranya untuk - 3 -

4 meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kerukunan umat beragama, meningkatkan pelayanan kehidupan beragama, meningkatkan pendidikan agama dan keagamaan, serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional. 3. Pembangunan keagamaan juga memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ditandai dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, infak, sodaqoh, hibah, kolekte, dana punia dan dana keagamaan lainnya dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, pembinaan yatim piatu, bantuan bencana alam dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Demikian juga meningkatnya jaminan produk halal telah memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap kehalalan produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya yang dampaknya dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri terhadap produk impor. 4. Perkembangan kehidupan beragama selama ini relatif menggembirakan, terutama pada tingkat pelaksanaan ritual keagamaan yang didukung oleh meningkatnya penyediaan sarana dan fasilitas keagamaan. Kehidupan keagamaan tampak kian semarak yang terefleksikan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang tumbuh subur di masjid, surau, gereja, pura, vihara dan tempat ibadah lainnya. Umat beragama terlihat begitu giat dan makin bergairah dalam menjalankan dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Pengkajian dan pendalaman agama juga intensif dilakukan, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja perkembangan positif ini patut disyukuri dan harus dipertahankan serta ditingkatkan, agar nilai-nilai agama benar-benar berakar kuat di dalam masyarakat. 5. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama belum menunjukkan hasil yang memuaskan, karena belum optimalnya pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, di antaranya adalah kurangnya jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, kurang tertatanya kurikulum, terbatasnya sarana dan prasarana, dan minimnya fasilitas pendukung lainnya. Pendidikan agama dan keagamaan merupakan hal yang sangat penting dan strategis untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Oleh karena itu, pendidikan agama dan keagamaan di semua jalur, jenis dan jenjang perlu makin dimantapkan dengan cara meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, menata-ulang - 4 -

5 kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, dan menambah fasilitas pendukung yang diperlukan. 6. Lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan walaupun secara nyata telah memberikan kontribusi yang amat besar dalam pelayanan pendidikan bagi masyarakat, namun sebagian besar lembaga-lembaga tersebut belum berhasil memerankan fungsi sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat dan belum mampu mengurangi dampak negatif ekstrimisme yang dapat memicu terjadinya perselisihan antar kelompok baik dalam satu agama maupun dengan agama lain. 7. Sesuai dengan agenda pembangunan nasional arah kebijakan peningkatan kualitas kehidupan beragama mencakup: a. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama Serta Kehidupan Beragama. 1) Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama; 2) Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 3) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia, dan dana paramita, serta meningkatnya profesionalisme tenaga pengelola; 4) Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya; 5) Peningkatan kualitas penataan dan pengelola serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama; 6) Peningkatan penghematan biaya ongkos naik haji, pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap jemaah haji; 7) Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika; 8) Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan 9) Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama

6 b. Peningkatan Kerukunan Intern dan Antar Umat Beragama 1) Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial di dalam kelompokkelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat; 2) Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat yang mengandung sentimen keagamaan dengan mencermati secara responsif dan mengantisipasi secara dini terjadinya konflik; 3) Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui mekanisme resolusi konflik, dengan mengutamakan keadilan dan persamaan hak untuk mendapatkan perdamaian hakiki; dan 4) Pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat pasca konflik melalui penyuluhan dan bimbingan keagamaan. 8. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan kepada masyarakat, terutama peningkatan kualitas pelayanan aparatur yang bersih dan berwibawa, serta penyusunan anggaran dan kegiatan secara terpadu dan berbasis kinerja, maka perlu disusun sistem perencanaan Departemen Agama. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Buku Sistem Perencanaan (Siscan) Departemen Agama ini disusun dengan maksud untuk menjadi acuan dan pedoman tentang tata cara, proses dan mekanisme perencanaan bagi seluruh pejabat perencanaan pada seluruh satuan kerja Departemen Agama baik di pusat maupun daerah. 2. Tujuan Terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi dalam penyusunan perencanaan di lingkungan Departemen Agama. C. A s a s Untuk menjamin tersusunnya program-program pembangunan bidang agama dan keagamaan yang tepat serta dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasil guna, maka penyusunan rencana dilaksanakan dengan beberapa asas antara lain : 1. Asas sasaran obyektif (pencapaian tujuan). Rencana harus disusun mengacu kepada pencapaian tujuan dan misi pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama; - 6 -

7 2. Asas kesederhanaan, logis dan jelas. Kedayagunaan pelaksanaan rencana akan banyak tergantung oleh kepahaman para pelaksana dan mereka yang terkait. Oleh karena itu perencanaan harus jelas, sederhana dan berdasarkan asumsi dan alasan yang logis (memperhatikan logical frame work approach); 3. Asas keterpaduan. Keterpaduan mengandung arti bersifat menyeluruh (comprehensive) dan terkoordinasikan secara baik horisontal dan vertikal. Demikian juga memperhatikan saling terkait antara tugas umum pemerintahan, tugas pembangunan, antara fungsi agama dengan fungsi lain, antar program, termasuk antara kegiatan-kegiatan yang sumber dananya berbeda; 4. Asas partisipasi, penyusunan rencana, selain menekankan kepada penyusunan langkah langkah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dari atas (top down planning), juga harus menampung secara tepat aspirasi dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah yang berbeda (bottom up planning) sesuai jiwa UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Asas prioritas setiap program pembangunan harus ditujukan pada pencapaian nilai manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional dan memperhatikan kepentingan rakyat sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Mengingat kemampuan penyediaan sumber daya yang terbatas maka pendayagunaannya haruslah disusun menurut skala prioritas; 6. Asas pembagian kewenangan dan tanggung jawab. Proses perencanaan disusun secara bertingkat dan selanjutnya dibagi secara jelas kewenangan dan tanggung jawab perencana dan pelaksana pada tiap eselon dan antara satker pusat dengan satker daerah, sehingga dapat dicegah tumpang tindih dan kesimpang siuran proses perencanaan harus dilaksanakan melalui hirarki organisasi dan sesuai dengan kewenangan yang ada; 7. Asas aspiratif, perencanaan harus dapat mememenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat; 8. Asas realistis, perencanaan harus melihat kemampuan anggaran yang tersedia dengan tetap mengutamakan skala prioritas. D. Pengertian-pengertian 1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.; - 7 -

8 2. Perencanaan terpadu adalah suatu sistem perencanaan yang bersifat menyeluruh terkoordinasi, dinamis dan realistis dalam memperhitungkan sumber dana dan daya yang tersebar; 3. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Departemen Agama, yang selanjutnya disebut RKA-KL Departemen Agama adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan Departemen Agama yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Strategis Departemen Agama dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya; 4. Kebijakan adalah suatu keputusan pimpinan yang berisi arah dan prinsipprinsip dalam menentukan langkah lebih lanjut; 5. Pogram adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu perogram dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa; 7. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan; 8. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar; 9. Efisiensi adalah derajat hubungan antara barang/jasa yang dihasilkan melalui suatu program/kegiatan dan sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang /jasa tersebut yang diukur dengan biaya per unit keluaran (output); 10. Efektifitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program/kegiatan mecapai hasil dan manfaat yang diharapkan; - 8 -

9 BAB II TATA CARA DAN PROSES PENYUSUNAN RENCANA Tata cara dan proses penyusunan rencana agar berjalan secara efektif dan efisien dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: A. Tata Cara 1. Penelaahan Tugas dan Fungsi Penelaahan tugas dan fungsi organisasi merupakan acuan dalam penjabaran program dan kegiatan. Hal ini dapat dijabarkan dari Peraturan Menteri Agama tentang organisasi dan tata kerja serta uraian pekerjaan. Ini adalah mandat yang diberikan kepada organisasi oleh lembaga yang berwenang. Penelaahan tugas dan fungsi, juga meliputi penegasan kembali tentang visi dan misi tentang nilainilai yang diyakini dan mempertahankan tujuan sebagai sasaran akhir yang harus dicapai dalam perencanaan. Penelaahan mandat seperti ini sangat penting, karena mandat itulah tujuan akhir organisasi, yang sekaligus akan memberikan bimbingan agar perencanaan tidak melenceng dari tugas dan fungsi organisasi. 2. Penelaahan Kebijakan a. Sumber Penelaahan Kebijakan 1) Rujukan pertama dalam penyusunan rencana adalah kebijakan pemerintah yang sedang berlaku. Berdasarkan sistem pemerintahan negara di Indonesia, urutan hierarkis tingkat-tingkat kebijakan dari yang tertinggi sampai yang terendah, berikut pemegang kewenangan serta produksinya masing-masing adalah sebagai berikut: a) Kebijakan Nasional, ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). b) Kebijakan Umum, ditetapkan oleh Presiden berupa : 1) Undang-undang (UU), ditetapkan bersama DPR 2) Peraturan Pemerintah (PP) 3) Peraturan Presiden 4) Keputusan Presiden (Keppres) 5) Instruksi Presiden (Inpres) c) Kebijakan pelaksanaan ditetapkan oleh Menteri berupa : 1) Peraturan Menteri - 9 -

10 2) Keputusan Menteri 3) Instruksi Menteri 4) Surat Edaran Menteri d) Kebijakan teknis ditetapkan oleh Direktur Jenderal/Pejabat Eselon I sesuai dengan bidangnya. 1) Peraturan Dirjen/Eselon I 2) Keputusan Dirjen/Eselon I 3) Instruksi Dirjen/Eselon I 4) Surat edaran dari pejabat yang bersangkutan. e) Di daerah dengan sendirinya juga harus diperhatikan peraturan daerah, surat keputusan Gubernur/Kepala Daerah, Kebijakan Kanwil DJPB dan surat keputusan Kepala Kanwil, dalam hal yang terkait dengan instansi Departemen Agama. 2) Sumber lain. a) Masukan para pejabat yang berkaitan dengan bidang tugas Departemen Agama, termasuk dari Pemda ; b) Saran-saran, usul-usul dan sumbangan pikiran dari satuan kerja; c) Saran-saran, usul-usul dan sumbang pikir dari masyarakat; d) Informasi-informasi yang berkembang di dalam masyarakat yang antara lain berupa harapan-harapan dan keinginan umat beragama. b. Proses penelaahan kebijakan. Dalam menelaah suatu kebijakan untuk penyusunan rencana di lingkungan unit/ satuan kerja masing-masing, perlu ditempuh beberapa tahapan sebagai berikut : 1) Inventarisasi dan pengumpulan kebijakan/peraturan yang ada. 2) Penelaahan terhadap kebijakan/peraturan tersebut, dengan maksud untuk mengetahui : a) Sejauhmana kebijakan tersebut dapat dilaksanakan; b) Apakah ada kesenjangan antara apa yang ada dalam perumusan dengan yang nampak dalam pelaksanaannya; c) Apakah masih konsisten dengan yang lebih tinggi. Hasil dari penelitian tersebut, akan menentukan apakah kebijakan tersebut dapat dijadikan rujukan utama di dalam perencanaan yang akan disusun. 3) Ikhtisar perumusan kebijakan, yaitu berupa penafsiran berdasarkan kepada ketentuan/peraturan yang ada dan masih berlaku, dengan juga

11 memperhatikan dan memasukkan berbagai norma dan saran di lingkungan unit/satuan kerja masing-masing. Dengan cara ini diharapkan unit/satuan kerja yang bersangkutan mempunyai perumusan tentang mission statement bagi unit/satuan kerja tersebut, secara jelas dan gamblang. Di dalamnya diharapkan sudah tersusun secara konkret tentang: a) Apa yang harus dilakukan b) Apa yang dilarang dilakukan c) Apa yang baik dilakukan d) Apa yang boleh dilakukan e) Nilai (values), filsafat dan visi. Adanya perumusan ikhtisar kebijakan yang jelas ini sangat penting, karena hanya dengan cara ini maka langkah-langkah berikutnya didalam perencanaan, dapat dibuat dengan jelas. Semakin jelas perumusan tentang tugas suatu lembaga unit/satuan kerja, semakin besar kemungkinan berhasilnya pencapaian tugas tersebut. 3. Menetapkan Tujuan a. Tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perencanaan hendaknya dirumuskan secara logis, dengan memperhatikan sebab akibat, mempunyai indikator pengukuran keberhasilan, serta dapat diverifikasi. Juga didalamnya disebutkan suatu asumsi, ialah suatu perkiraan/keyakinan tentang faktor luar yang mendasari keberhasilan pencapaian sesuatu tujuan. Dengan demikian suatu tujuan harus dirumuskan secara SMART (Specific/sangat jelas kualitas tertentu, Measurable atau dapat diukur Agreed upon atau disepakati bersama, Realistis/dan Time and cost framed mengandung perkiraan waktu dan biaya). Prinsip lain dapat dikatakan bahwa suatu tujuan harus mengandung unsur KKWT (Kualitas, Kuantitas, Waktu, Tujuan). b. Jika kebijakan, peraturan, norma, nilai, filsafat dan visi merupakan tugas yang datang dari luar dan merupakan mandat bagi suatu unit/satuan kerja, maka tujuan adalah sasaran yang ingin dicapai untuk suatu jangka waktu tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan, tujuan adalah perumusan tugas yang datangnya dari dalam organisasi/satuan kerja itu sendiri

12 Perumusan tujuan yang jelas akan membantu mengenali permasalahan di sekitar organisasi/unit kerja yang kelak akan menjadi dasar dalam analisa KEKEPAN (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman/SWOT analysis). 4. Analisis Kekepan (SWOT Analysis) Tahap ketiga dari perencanaan adalah melakukan analisis KEKEPAN atau analisis SWOT, yakni menganalisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (KEKEPAN) atau dalam bahasa asing di sebut analisis tentang strength, weaknesses, opportunities dan threats (SWOT). Pelaksanaan analisis ini sangat bergantung kepada tersedianya data, dan untuk itu perlu memberi perhatian akan hal-hal sebagai berikut : a. Tersedianya data berikut analisisnya sangat menentukan dalam ketepatan perumusan perencanaan. Untuk itu setiap unit satuan kerja, terutama di tempat unit perencanaan harus tersedia data analisis data. b. Data dikumpulkan dengan berbagai cara seperti : penelitian, laporan, hasil kegiatan, peninjauan, berita surat kabar/majalah atau bahan yang khusus dikumpulkan. c. Perlu diperhatikan relevansi data. Artinya data yang dikumpulkan hendaknya dibatasi untuk suatu kegunaan tertentu, dalam hal ini perencanaan pada level masing-masing. d. Data dibedakan antara internal dan eksternal. Artinya data dari dalam organisasi satuan kerja (intern) dan data dari luar satuan kerja (ekstern) yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi organisasi itu. e. Data eksternal meliputi : 1) Dilihat dari peluang dan ancaman data eksternal dapat dibedakan : - Ideologi dan Politik - Sosial dan budaya - Ekonomi dan Teknologi - Hankam 2) Berbagai peluang dan ancaman dapat dibedakan dari sisi clients dan mitra kerja 3) Berbagai peluang dan ancaman dari sisi pesaing dan unsur-unsur luar/asing. f. Data internal dibedakan dalam 3 (tiga) hal yaitu : 1) Data masukan (input, sumber-sumber);

13 2) Data proses (kegiatan/strategi); 3) Data hasil (output, outcomes, capaian/kinerja); 4) Data berdasarkan penganggaran (APBN, Non APBN). g. Data masukan meliputi : 1) Data personil/sumber daya manusia (klasifikasi, usia, jumlah, pendidikan formal, pelatihan, gaji, kecakapan) dan lain-lain. 2) Data material meliputi keuangan sarana, meubelair, perlengkapan, ATK, baik dalam hal jumlah, kualitas maupun manfaat; 3) Data sumber informasi dan komunikasi seperti majalah komputer, kendaraan, telepon, formulir, bulletin, buku perpustakaan dan lain-lain, dicatat menurut jumlah dan mutu. 4) Sumber metodologi, dalam hal ini berbagai metode dan teknik yang digunakan dalam melaksanakan tugas. h. Data proses adalah data yang menyangkut langkah-langkah strategi atau kegiatan-kegiatan yang sudah atau sedang berjalan misalnya : training, pembangunan, rehabilitasi, pengadaan, pelayanan, dan lain-lain. Dicatat kualitas, kuantitas, waktu dan tempat (KKWT)nya. i. Data hasil kegiatan dibedakan antara : 1) Hasil langsung yang nampak sebagai akibat kegiatan yang baru berjalan (output) misalnya : murid yang lulus ujian, peserta lulus training, hasil statu seminar atau sarasehan. 2) Hasil lanjutan terhadap sasaran (clients atau stake holders, impact) yaitu pengaruh kepada masyarakat akibat kegiatan yang kita selenggarakan. Misalnya : masyarakat lebih tekun, lebih sosial, lebih aman akibat dibangunnya masjid atau akibat adanya da wah. j. Data berdasarkan penganggaran : 1) APBN Misal : Jumlah madrasah yang dibantu oleh Negara/Departemen Agama melalui APBN 2) Non APBN Misal : Jumlah madrasah swasta yang didanai oleh masyarakat. k. Data ini dikategorikan seperti tersebut di atas dan disusun oleh unit kerja di pusat atau di daerah. Tiap unit kerja, tentu akan mempunyai data yang berlainan untuk masing-masing pengelompokan tersebut di atas, sesuai dengan pembidangannya

14 l. Pengumpulan data dilakukan secara berangsur dengan teknik : 1) Mengikhtisarkan laporan; 2) Meminta informasi khusus melalui surat atau daftar isian (kuisioner) 3) Wawancara 4) Observasi/peninjauan 5) Diskusi 6) Dan lain-lain m. Data yang terkumpul dan dipisahkan dalam 3 (tiga) katagori di atas (input, proses, output/dampak) disusun analisisnya : 1) Untuk unsur eksternal dilihat dari peluang dan gangguan; 2) Untuk unsur internal dilihat dari kekuatan dan kelemahan; 3) Antara 1 dan 2, juga diperhatikan korelasinya (hubungannya). B. Proses Peyusunan Rencana Proses penyusunan rencana dilakukan agar tahapan penyusunan dapat dilaksanakan secara tertib dan teratur sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan. Disamping untuk menetapkan sejumlah alternatif kegiatan yang akan dilaksanakan dan memilih kegiatan prioritas. Kegiatan ini pada dasarnya adalah merumuskan jawaban organisasi/unit atau satuan kerja sehubungan dengan tugas, fungsi, tujuan yang telah ditetapkan dan analisis KEKEPAN yang telah dilakukan. Untuk itu, secara bertahap dilakukan : 1. Inventarisasi kegiatan Inventaisasi kegiatan dapat dilakukan melalui cara-cara a. Curah pendapat, yang dilaksanakan tingkat satuan organisasi dan satuan kerja baik di pusat maupun di daerah; b. Menghimpun hasil seminar, lokakarya, rapat kerja dan penelitian yang dilaksanakan oleh unit Direktorat Jenderal maupun oleh Badan Litbang dan Diklat, IAIN, UIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN; c. Menghimpun usulan-usulan dari unit-unit pelaksana teknis seperti IAIN, UIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN dan madrasah, Lajnah Pentashihan Musha Al-Qur an serta Balai; d. Menerima umpan balik hasil evaluasi pelaksanaan program kerja tahun yang lalu, baik melalui unit kerja yang berada di pusat maupun melalui unit pelaksana teknis di daerah; e. Menerima umpan balik hasil pengawasan, baik pengawasan fungsional maupun pengawasan yang dilakukan melalui masyarakat;

15 f. Menampung saran-saran DPR RI yang disampaikan melalui rapat bersama Menteri Agama dan DPR RI. Hasil dari keenam sumber tersebut kemudian dirangkum menjadi satu, dalam Daftar Pilihan Kegiatan. 2. Penentuan Prioritas Pada tahap ini Daftar Alternatif Kegiatan tersebut dikualifikasi dengan berbagai pertimbangan, sehingga diperoleh suatu daftar urutan prioritas. Daftar urutan prioritas ini dimaksudkan agar kegiatan yang dilakukan pada nomor urut awal akan mendapatkan prioritas untuk diprogramkan pada tahun bersangkutan. Dengan demikian, apabila dalam penjabaran rencana tahunan harus diadakan pengurangan kegiatan, maka kegiatan pada nomornomor urut akhir akan ditunda dari rencana tahun bersangkutan. Penentuan prioritas ini perlu dilakukan, mengingat bahwa tidak mungkin seluruh kegiatan yang menjadi tugas dan fungsi satuan organisasi tersebut dapat dilaksanakan serentak dalam waktu satu tahun atau waktu tertentu, karena keterbatasan sumber dana. Pedoman yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan prioritas antara lain adalah sebagai berikut : a. Urgensi suatu kegiatan. Kegiatan yang dinilai mendesak untuk dilaksanakan, harus mendapatkan prioritas utama dalam penyusunan program. Dalam kaitannya dengan kebijakan pejabat eselon I akan dilihat sejauhmana beberapa kegiatan yang tidak terkait langsung dengan anggaran, tetapi mendapatkan perhatian besar dalam kebijakannya dan kegiatan tersebut memang dapat dilaksanakan. Beberapa kegiatan dalam rangka pembinaan organisasi dan tatalaksana, walaupun tidak disediakan anggarannya secara langsung, kegiatan pembinaan tersebut tetap dilaksanakan. Sebagai contoh dalam pembinaan bidang pendidikan agama Islam setelah berlakunya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka semua kegiatan dalam rangka pelaksanaan undang-undang tersebut harus mendapat prioritas utama dalam penyusunan program, karena kegiatan pelaksanaan undang-undang tersebut bersifat mendesak dan tidak dapat ditangguhkan pada tahun berikutnya. Demikian pula dengan telah diundangkannya UU No. 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji dan UU No. 38 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

16 b. Adanya Sinergi Sinergi terjadi bila terdapat efek terapi lebih besar dalam hal dua macam obat atau lebih digunakan bersama-sama, dibandingkan dengan efek terapi bila masing-masing obat diberikan masing-masing tersendiri. Sinergi (sinergisme) dalam administrasi, diperoleh bila dua kegiatan atau lebih yang dikerjakan bersama-sama mempunyai tingkat produktifitas yang lebih tinggi dibandingkan bila pekerjaan tersebut dilakukan sendirisendiri. c. Luasnya jangkauan sasaran Suatu program atau kegiatan yang menjangkau sasaran yang lebih luas (dengan biaya dan waktu yang sama), baik ditinjau dari segi kuantitatif penduduk maupun luas geografisnya, patut dipertimbangkan untuk diprioritaskan. d. Multiplier effect Suatu kegiatan walaupun kelihatannya sederhana, kadang-kadang mempunyai dampak positif bagi kehidupan/kelangsungan hidup organisasi. Kegiatan penataan arsip misalnya mempunyai efek ganda (multiplier effect) terhadap kegiatan lain seperti kelancaran pelayanan, penghematan waktu bagi pimpinan dan lain-lain. Memprioritaskan kegiatan yang berefek ganda akan memperlancar usaha dan kegiatan-kegiatan lain. d. Resiko dan dampak paling minim. Bila menghadapi dua atau lebih pilihan, maka selidiki atau analisis kesemuanya, kemudian dipilih kegiatan yang paling minim resiko yang akan dihadapi atau dampak yang ditimbulkan bila kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan. e. Langsung melayani masyarakat Tugas utama organisasi pemerintah adalah pelayanan masyarakat (public service). Karena itu memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang bersifat pelayanan langsung pada masyarakat sangat dianjurkan. Sebagai contoh penyempurnaan organisasi lebih diprioritaskan untuk Madrasah dan Kantor Urusan Agama (KUA) dari pada untuk tingkat Pusat dan Kanwil. f. Partisipasi masyarakat Kegiatan-kegiatan yang didukung oleh partisipasi masyarakat banyak, kadang-kadang perlu dipertimbangkan untuk diprioritaskan. Sebagai contoh di lingkungan Departemen Agama partisipasi masyarakat

17 tersebut amat diperlukan saat pemerintah menggalang kerukunan umat beragama atau pembangunan rumah ibadah. Penentuan prioritas kegiatan tersebut dapat dilakukan sedikitnya dalam dua tahap : a. Oleh masing-masing unit/satuan kerja yang membuat perencanaan seperti Direktorat, Biro, Pusat, Kanwil, Bidang, Kandepag, UIN, IAIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN dan STABN. b. Dalam rapat koordinasi yang diadakan untuk ini, yaitu : 1) Rakor perencanaan unit eselon I dengan unit kerja eselon II di lingkungannya. 2) Rakor Perencanaan Kandepag dengan satuan-satuan kerja di lingkungannya. 3) Rakor perencanaan Kanwil dengan Bidang, Pembimbing di lingkungannya, termasuk UIN, IAIN, STAIN, STAKN, STAHN, IHDN, STABN, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur an, Balai Penelitian, dan Balai Diklat. 4) Rakor perencanaan Departemen Agama dengan unit kerja dibawahnya. 3. Penjabaran Program Penjabaran program merupakan proses kelanjutan untuk menterjemahkan rencana/kegiatan yang telah ditetapkan di atas. Beberapa unsur perlu diperjelas di dalam penjabaran ini, yaitu tujuan kegiatan, tujuan tiap langkah kegiatan, keperluan staf, koordinator, waktu yang diperlukan, tempat, hubungan dengan kegiatan lain, kemungkinan permasalahan yang dihadapi, kemungkinan mengatasi permasalahan, rencana darurat bila rencana pertama tidak terlaksana. a. Tujuan kegiatan Setiap kegiatan disusun tujuannya secara jelas dengan menggunakan formula yang diuraikan diawal bab ini antara lain berisi empat unsur KKWT; b. Langkah-langkah kegiatan Tujuan kegiatan diatas melahirkan langkah-langkah lebih kecil dari suatu kegiatan/program yang besar. Langkah-langkah adalah penjabaran lebih lanjut dari cara mencapai tujuan suatu kegiatan;

18 c. Tujuan tiap langkah kegiatan Seperti juga huruf a di atas, untuk tiap langkah yang lebih kecil, hendaknya jelas pula tujuan masing-masing dengan tetap memiliki kriteria KKWT; d. Keperluan staf/koordinator Pada tahap ini keperluan staf, organisasi koordinator, berikut kriteria personil sudah dibicarakan; e. Waktu kegiatan dan jadual Tiap kegiatan mempunyai jumlah waktu penyelesaian sendiri, ada yang lebih singkat ada yang lebih lama. Kesemuanya, kelak disusun dalam suatu jadual, yang dapat diwujudkan dalam bentuk bar chart atau flow chart; f. Tempat Dimana suatu kegiatan akan diadakan, pada tahap ini sudah harus disebutkan, kalau dapat lebih terperinci, termasuk yang menyangkut kriteria tempat yang diperlukan; g. Hubungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya Untuk memahami bahwa antara satu kegiatan dengan yang lainnya terdapat kaitannya yang jelas diperlukan uraian adanya kaitan tersebut. Tidak semua kegiatan ada kaitan langsung, tetapi pada beberapa kegiatan jelas ada dan hal ini akan menolong dalam pembuatan flow chart yang harus menunjukkan keterkaitan diantara kegiatan yang memang berkaitan. h. Antisipasi permasalahan Sejak awal sudah perlu diantisipasi masalah-masalah yang bakal muncul dengan adanya suatu kegiatan, selain untuk semakin efektif mencapai tujuan, antisipasi ini juga perlu agar pelaksana sudah berjaga-jaga sebelumnya. Beberapa kemungkinan gagalnya atau kurang berhasilnya program antara lain : 1) Terlambatnya dana 2) Kurangnya koordinasi 3) Masyarakat yang tidak memahami perlunya program (kondisi masyarakat) 4) Harga barang naik dibanding sebelum kegiatan (situasi perekonomian) Dalam suatu matrik uraian program, selain membuat hal-hal di atas, juga disertakan cara-cara penanggulangan bila permasalahan tersebut muncul. Dengan lain perkataan, suatu rencana darurat (contingency plan) perlu dirumuskan, sehingga program tidak harus gagal sama sekali

19 i. Selain kejelasan dari unsur-unsur diatas penjabaran program ini juga perlu memperhatikan : 1) Kelompok-kelompok kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan dalam masa jangka waktu tertentu (lima tahun atau satu tahun); 2) Rincian menurut unit kerja eselon I pusat dan pelaksana utama di daerah; 3) Dana untuk membiayai kegiatan unit eselon pusat daerah; 4) Unit pelaksana kegiatan di pusat dan daerah. j. Lebih lanjut dari kegiatan ini, adalah penuangan rencana tersebut didalam RKA-KL menjadi DIPA atau form rencana lainnya sesuai dengan sumber pembiayaan untuk kegiatan tersebut. 1) Program-program yang dibiayai dari anggaran APBN disusun sebagai pelaksanaan program-program yang telah ditetapkan dalam RPJM bidang agama dan atau RENSTRA (Rencana Strategis) bidang agama; 2) Program regional dan partisipasi masyarakat (swadana), disusun menurut rencana/anggaran daerah, dan partisipasi masyarakat/umat beragama, sebagai program-program pendukung. 3) Program-program lintas sektoral, yang bersumber dari anggaran non sektoral agama, dalam rangka kerja sama antar Departemen/Lembaga Pemerintah non Departemen. 4) Program dengan biaya yang diperoleh dari kerja sama luar negeri, dalam rangka kerja sama antar negara di bidang agama dan kemasyarakatan. d. Penganggaran Langkah berikutnya adalah menyusun anggaran tahunan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Departemen Agama dengan menggunakan pendekatan penganggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran berbasis kinerja yang selanjutnya menjadi dasar penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. 4. Elemen Perencanaan Setelah memperhatikan proses umum penyusunan perencanaan perlu diperhatikan elemen-elemen penting dalam perencanaan, yaitu yang berkaitan dengan : (1) unsur perencana, (2) jangka waktu perencanaan dan (3) tingkat perencana. a. Unsur perencana adalah satuan organisasi yang berwenang menyiapkan perencanaan. Di lingkungan Departemen Agama, unsur perencana adalah semua unit kerja eselon I, eselon II, di pusat dan daerah

20 b. Jangka waktu perencanaan : 1) Jangka panjang 20 tahun (RPJPN) 2) Jangka Menengah 5 tahun (RPJMN) 3) Jangka Pendek (satu tahun) atau Renja-KL/RKA-KL c. Tingkat Perencana: 1) Tingkat Departemen 2) Tingkat Eselon I 3) Tingkat Provinsi 4) Tingkat Kabupaten/Kota 5) Tingkat UPT (Unit Pelaksana Teknis)

21 LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RENCANA PROSES PERENCANAAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V TAHAP VI PENELAAHAN KEBIJAKAN MENETAPKAN TUJUAN ANALISIS KEKEPAN (SWOT) INVENTARISASI ALTERNATIF DAN MENETAPKAN KEGIATAN PENJABARAN PROGRAM PENG- ANGGARAN a. Penelaahan fungsi dan tugas pokok - Penelaahan misi dan visi b. Kebijakan Pemerintah c. Proses Penelaahan Tujuan harus mengandung unsurunsur KKWT : - Kualitas - Kuantitas - Waktu - Tempat 1.Faktor ekstern a. Peluang (O) b. Ancaman (T) 2. Faktor Intern a. Kekuatan (S) b. Kelemahan(W) sangat tergantung dari masukan/ data - Inventarisasi alternatif - Penentuan prioritas - Tujuan kegiatan - Langkahlangkah kegiatan - Tujuan tiap langkah - Keperluan Staf/ koordinator Penyusunan bahan usulan RAPBN sesuai dengan : - Fungsi - Sub fungsi - Program - Inventarisasi - Waktu/jadwal dan Penyem- - Tempat purnaan - Koordinasi - Penelaahan Kebijakan - Antisipasi masalah - Ikhtisar - Permasaalahan Kebijakan 5. Program dan Kegiatan Dalam setiap penyusunan program dan kegiatan baik tahunan maupun lima tahunan sebagai acuan adalah arah kebijakan Departemen Agama yaitu: a. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman serta kehidupan beragama, dengan kegiatan : 1) Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama; 2) Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

22 3) Peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan; 4) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia, dan dana paramita; dan peningkatan profesionalisme tenaga pengelola; 5) Peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya, terutama yang bertugas di daerah rawan konflik dan daerah terpencil; 6) Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama; 7) Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika; 8) Peningkatan penghematan biaya ongkos naik haji, pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap jemaah haji; 9) Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; serta 10) Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama. b. Peningkatan Kualitas Kerukunan Intern dan Antar umat Beragama, dengan kegiatan: 1) Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial didalam kelompok-kelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat; 2) Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat yang mengandung sentimen keagamaan dengan mencermati secara responsif dan mengantisipasi secara dini terjadinya konflik; 3) Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui mekanisme resolusi konflik, dengan mengutarakan keadilan dan persamaan hak untuk mendapatkan perdamaian hakiki; 4) Pemulihan kondisi sosial dan psikologis masyarakat pasca konflik melalui penyuluhan dan bimbingan keagamaan;

23 5) Peningkatan kerjasama intern dan antar umat beragama di bidang sosial ekonomi. 6) Peningkatan wawasan multikultural di kalangan umat beragama; 6. Operasional Program dan Kegiatan Dari dua arah kebijakan dijabarkan ke dalam 5 (lima) fungsi 21 (dua puluh satu) program dan kegiatan pokok sebagai berikut: a. Fungsi Pelayanan Umum: 1) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara dengan kegiatan: a) Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat; b) Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan dan terakunkan; c) Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum; d) Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehenship; e) Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja; f) Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional; g) Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong peningkatan implementasinya pada seluruh instansi; h) Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP (Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah) dan perbaikan kualitas informasi hasil pengawasan; dan i) Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan. 2) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, dengan kegiatan :

24 a) Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsip good governance; b) Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan NKRI dan mempercepat proses desentralisasi; c) Menyempurnakan struktur jabatan negara dan jabatan negeri; d) Menyempurnakan tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota; e) Menciptakan sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien; dan f) Menyelamatkan dan melestarikan dokumen/arsip nasional. 3) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, dengan kegiatan : a) Menata kembali sumber daya aparatur sesuai dengan kebutuhan akan jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS; b) Menyempurnakan sistem manajemen pengelolan sumber daya aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi serta sistem rekruitmen pegawai; c) Meningkatkan kompetensi sumber daya aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya; d) Menyempurnakan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan diklat PNS; e) Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen kepegawaian; f) Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme penegakan hukum disiplin lainnya; g) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur melalui pendidikan dan latihan a) Prajabatan b) Diklat PIM dan c) Pentaloka. 4) Pogram Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dengan kegiatan :

25 a) Meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat; b) Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung penerimaan keuangan negara seperti PNBP; c) Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik melalui deregulasi, dan debirokratisasi; d) Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan; e) Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas aparat publik; f) Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik; g) Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat; h) Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk dimasing-masing wilayah; dan i) Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada publik. 5) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara, dengan kegiatan : a) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan; dan b) Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk pembangunan, perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai dengan dengan kebutuhan dan kemampuan kemampuan negara. 6) Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik, dengan kegiatan : a) Menyediakan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan; b) Mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan dan kepemerintahan;

26 c) Menyelenggarakan koordinasi dan konsultasi rencana dan program kerja kementerian dan lembaga; d) Mengembangkan sistem, prosedur dan standarisasi administrasi pendukung pelayanan; dan e) Meningkatkan fungsi manajemen yang efektif dan efisien. b. Fungsi Pariwisata dan Budaya Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda dengan kegiatan: 1) Peningkatkan wawasan dan sikap mental pemuda dalam pembangunan; 2) Peningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kewirausahaan pemuda; 3) Peningkatkan kreativitas dan inovasi pemuda sebagai wadah penyaluran minat dan bakat; 4) Peningkatkan advokasi dan penyelamatan pemuda dari bahaya NAPZA dan HIV/AIDS; dan 5) Peningkatkan dukungan sarana dan prasarana pembangunan kepemudaan. c. Fungsi Agama meliputi: 1) Program Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama, dengan kegiatan: a) Pemberian bantuan untuk : pembangunan dan rehabilitasi tempat ibadah dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan; sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja, pelaba pura dan wihara serta hibah dan bantuan kitab suci dan lektur keagamaan; b) Peningkatan pelayanan pembinaan keluarga sakinah/sukinah/hita sukaya/ bahagia; peningkatan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas pencatat nikah serta pembangunan dan rehabilitasi balai nikah dan penasehatan perkawinan (KUA); pembinaan remaja usia nikah dan calon pengantin serta pembinaan pasca nikah; c) Peningkatan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan untuk pengembangan SDM dan pengembangan sosial kemasyarakatan;

27 d) Perbaikan sistem penyelenggaraan haji, peningkatan kualitas pembinaan, pelayanan, perlindungan jamaah, efisiensi, transparansi, dan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan ibadah haji; e) Peningkatan pembinaan jaminan produk halal dan pelatihan bagi pelaku usaha, auditor, meningkatkan kerja sama instansi pemerintah dan masyarakat dalam jaminan produk halal; dan pemantapan landasan peraturan perundang-undangan pelayanan kehidupan beragama; f) Peningkatan pelayanan dan pengelolaan zakat, wakaf, infak, shodaqoh, dana punia dan dana paramita serta ibadah sosial lainnya; g) Pengembangan sistem informasi keagamaan; h) Peningkatan sarana dan tenaga teknis hisab rukyat. 2) Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan, dengan kegiatan : a) Peningkatan kualitas melalui bantuan operasional; menyediakan sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan; pelatihan dan orientasi bagi penyuluh/da i/mubaligh/juru penerang/pemuka agama; serta pemberian bantuan paket dakwah untuk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pasca konflik dan bencana alam; b) Pemberian bantuan penyelenggaraan musabaqah tilawatil qur an (MTQ), Pesparawi, Festival Musik Gereja Inkulturatif, Utsawa Dharma Gita, Festival Seni Baca Kitab Suci Agama Budha dan kegiatan sejenis lainnya; c) Pembentukan jaringan dan kerja sama lintas sektor dengan tokoh dan organisasi masyarakat untuk memberantas pornografi, pornoaksi, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, perjudian, prostitusi, dan berbagai jenis praktik asusila; serta d) Pemantapan landasan peraturan perundang-undangan serta pembuatan jaringan lintas sektoral penanggulangan pornografi dan pornoaksi, praktek KKN, penyalahgunaan narkoba, perjudian, prostitusi dan berbagai jenis praktek asusila. e) Pengembangan materi metodologi, manajemen, penyuluhan dan bimbingan keagamaan,

28 3) Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama, dengan kegiatan: a) Pengkajian dan pengembangan dalam rangka pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan keagamaan; kualitas pendidikan agama dan keagamaan; pemberdayaan dan pemanfaatan lektur keagamaan; dan melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks. b) Pembangunan hubungan antar umat beragama, majelis agama dengan pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah; c) Pendirian sekretariat bersama antar umat beragama di seluruh provinsi dan penyediaan data kerukunan umat beragama; peningkatan potensi kerukunan hidup umat beragama melalui pemanfaatan budaya setempat dan partisipasi masyarakat seperti kegiatan bedah kampung, perbaikan lembaga pendidikan dan rumah ibadah; dan mendorong tumbuh kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai penggerak pembangunan; d) Silaturahmi/safari kerukunan umat beragama baik nasional maupun di tingkat daerah/regional; Pembentukan Forum Komunikasi Kerukunan Antarumat Beragama di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan; melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi kerukunan antarumat beragama dan meningkatkan peran jaringan kerjasama antarumat beragama; dan silaturahmi antara pemuka agama, cendekiawan agama, dan tokoh agama; e) Rekonsiliasi tokoh-tokoh agama dan pembinaan umat beragama di daerah pasca konflik; dan penyelenggaraan lomba kegiatan keagamaan bernuansa kerukunan di daerah potensi konflik; f) Pengembangan wawasan multikultural bagi guru-guru agama dan peningkatan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama; 4) Program Penelitian dan Pengembangan Agama, dengan kegiatan : a) Pengkajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan beragama (pendidikan agama dan keagamaan);

29 pemberdayaan serta pemanfaatan lektur keagamaan; dan melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks; b) Identifikasi dan merumuskan indikator kinerja pembangunan bidang agama; bidang pendidikan agama dan keagamaan; c) Peningkatan kreativitas masyarakat untuk menghasilkan karya ilmiah dan karya tulis di bidang keagamaan; d) Kajian terhadap peraturan tentang kehidupan umat beragama dan rancangan undang-undang kerukunan hidup umat beragama; e) Penelitian, kajian, dan pemetaan konflik sosial keagamaan; g) Pengembangan hasil-hasil penelitian dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama. h) Melaksanakan pentashihan Al Qur an dan naskah-naskah keagamaan; 5) Program Pengembangan Lembaga-lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan, dengan kegiatan : a) Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan, seperti organisasi keagamaan, LP2A, BKM, LPTQ, BP4, BAZ, LAZ, BWI, pengelola dana sosial keagamaan melalui peningkatan program dan pembangunan sarana serta kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; b) Pemberian bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; subsidi dan imbalswadaya pembangunan dan rehabilitasi sarana serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan block-grant dalam pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; c) Pembangunan jaringan kerja sama dan sistem informasi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan melakukan kunjungan belajar antar lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; d) Pengkajian, penelitian, dan pengembangan mutu pembinaan lembagalembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA Pembangunan agama merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak memeluk agama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing sebagaimana

Lebih terperinci

BAB VI PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA

BAB VI PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA BAB VI PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA A. KONDISI UMUM Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin dalam kehidupan penuh toleransi, selaras,

Lebih terperinci

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA Beragama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing adalah salah satu unsur dari hak azasi manusia (HAM) yang wajib dihormati dan dilindungi keberadaannya.

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Upaya-upaya ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA Pembangunan agama merupakan upaya untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman, dan pengamalan ajaran agama kepada seluruh umat beragama sehingga

Lebih terperinci

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial XVI Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial Untuk mewujudkan Jawa Timur makmur dan berakhlak, diperlukan landasan kesalehan sosial dalam pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBANGUNAN AGAMA

BAB VI PEMBANGUNAN AGAMA BAB VI PEMBANGUNAN AGAMA A. UMUM Pembangunan agama sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, agama menjadi landasan moral dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

B.IV TEKNIK PENYUSUNAN PERENCANAAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

B.IV TEKNIK PENYUSUNAN PERENCANAAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA B.IV TEKNIK PENYUSUNAN PERENCANAAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA DEPARTEMEN AGAMA RI SEKRETARIAT JENDERAL BIRO ORGANISASI DAN TATALAKSANA TAHUN 2006 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :60 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan : 3. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik

2011, No Menetapkan : 3. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.325, 2011 KEMENTERIAN AGAMA. Organisasi Instansi Vertikal. Unit Pelaksana Teknis. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA A. KONDISI UMUM Kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat tampak berbeda-beda. Di satu pihak, ada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 30 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA A. KONDISI UMUM Kualitas kehidupan beragama di kalangan masyarakat tampak berbeda-beda. Di satu pihak, ada sekelompok masyarakat yang memiliki semangat kuat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1040, 2014 KEMENPOLHUKAM. Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas. Sistem. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA STRATEGIS KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI BENGKULU TAHUN

MATRIKS RENCANA STRATEGIS KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI BENGKULU TAHUN MATRIKS RENCANA STRATEGIS KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI BENGKULU TAHUN 2010-2014 Visi : terwujudnya masyarakat Provinsi Bengkulu yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera Misi : 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA Pembangunan agama memiliki peran penting dalam mewujudkan kondisi moral, etika, serta spiritual bangsa Indonesia. Pembangunan agama merupakan salah satu upaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : Mengingat : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA Kantor Kecamatan Belantikan Raya menyusun visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang realistis dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA MATARAM 2016 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016 idoel Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah private (RKPD) 1/1/2016 Kota Mataram WALIKOTA MATARAM PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA Peningkatan kualitas kehidupan beragama merupakan salah satu upaya pembangunan pemerintah untuk memenuhi hak dasar rakyat dalam menjalankan kehidupan beragama.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG - 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN 2016 NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 852 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI PP 39/2006 TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN MENIMBANG untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; SALINAN Menimbang PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2014, No Indonesia Nomor 4400); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik

2014, No Indonesia Nomor 4400); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik No.1768, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Anggaran. Elektronik. Pelaksanaan. Monitoring. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam No.1809, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. SAKIP. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN

Lebih terperinci