Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Jambi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Jambi"

Transkripsi

1 Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Jambi Jambi report_bah_ indd 1 9/2/ :43:41 AM

2 2 Jambi report_bah_ indd 2 9/2/ :43:41 AM

3 3 Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Jambi Jambi report_bah_ indd 3 9/2/ :43:41 AM

4 4 Jambi report_bah_ indd 4 9/2/ :43:41 AM

5 5 Daftar isi Kata pengantar 7 Kata pengantar 9 Penghargaan 11 Ringkasan eksekutif Konteks pertumbuhan rendah karbon Estimasi garis dasar emisi saat ini dan di masa mendatang Peluang-peluang pengurangan Mengembangkan sumber penghidupan berkelanjutan Faktor-faktor pendukung kelembagaan Pendanaan yang diperlukan dan sumber-sumber potensial Pendekatan pelaksanaan 40 A1.Estimasi emisi gas rumah kaca 45 Lampiran-lampiran 45 A2. Estimasi potensi pengurangan 48 A3. Emisi terkait lahan gambut 48 A4. Perhitungan biaya pengurangan 52 A5. Menilai dampak ekonomi terhadap strategi pertumbuhan rendah karbon 55 Daftar pustaka 61 Jambi report_bah_ indd 5 9/2/ :43:41 AM

6 6 Jambi report_bah_ indd 6 9/2/ :43:41 AM

7 7 Kata pengantar Indonesia telah menjadi pemimpin dalam perdebatan perubahan iklim global, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memainkan peranan penting dalam diskusi global. Peran ini mencerminkan pentingnya Indonesia dalam upaya mitigasi perubahan iklim global. Rawa gambut dan hutan yang luas di Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bagian penting dalam formula global pemotongan emisi karbon dan penyimpanan karbon. Selain dari pada itu, sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki perhatian mendalam agar upaya mitigasi perubahan iklim global itu adil dan dapat mendukung upaya untuk pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan. Upaya mitigasi emisi karbon juga harus mendorong peningkatan taraf hidup penduduk Indonesia melalui pertumbuhan ekonomi rendah karbon dan pembangunan berkelanjutan. Provinsi Jambi memberikan contoh tantangan perubahan iklim yang juga dihadapi provinsiprovinsi lain di Indonesia. Provinsi Jambi terkena dampak lingkungan terkait dengan perubahan iklim, dan sebagian besar penduduknya masih bergantung pada sektor pertanian dan kehutanan untuk mendukung penghidupannya. Jambi memiliki area-area hutan primer dan lahan gambut substansial yang berperan sebagai penyimpan karbon yang besar. Jambi juga terdesak untuk menghasilkan pembangunan ekonomi berkelanjutan bagi penduduknya yang sedang bertumbuh. Ketika kembali dari pertemuan COP-15 di Kopenhagen, Presiden Yudhoyono mengadakan rapat dengan beberapa Gubernur Indonesia dan meminta bantuan mereka untuk mencapai target penurunan emisi nasional. Sebagai hasil dari pertemuan tersebut, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Kantor Gubernur Provinsi Jambi bersama-sama telah mengembangkan laporan ini. Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Jambi menguraikan strategi tingkat tinggi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi tapi di saat yang sama melakukan pemotongan emisi karbon yang besar. Harapan kami adalah agar pekerjaan ini dapat membantu membangun momentum penurunan karbon dioksida (CO2) di Indonesia dengan menjadikan Jambi sebagai inspirasi kesejahteraan rendah karbon. Ketua DNPI Gubernur Provinsi Jambi Jambi report_bah_ indd 7 9/2/ :43:41 AM

8 8 Jambi report_bah_ indd 8 9/2/ :43:44 AM

9 9 Kata pengantar Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia telah memberikan beberapa kontribusi penting di dalam perdebatan global perubahan iklim. Sukses menjadi tuan rumah bagi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim/United Nations Framework Climate Change Convention ( UNFCCC) Konferensi Para Pihak ( COP-13) di Bali pada akhir tahun 2007, Indonesia juga menyelenggarakan atau berpartisipasi dalam rangkaian pertemuan tingkat tinggi untuk menjawab isu mengenai penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari sektor penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan sektor kehutanan (LULUCF). Pertemuan Kelompok Kehutanan-11 (Forestry-11 grouping) juga diadakan oleh Indonesia, Kelompok Kerja Informal Pendanaan Sementara REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Perusakan Hutan), dan Pertemuan Kepala-Kepala Negara pada bulan April tahun 2009 yang disponsori Prince s Rainforest Project. Pada KTT G-20 yang diselenggarakan pada bulan September 2009 di Pittsburgh, Amerika Serikat, Presiden Yudhoyono menyatakan secara sukarela komitmen Indonesia dengan peta jalan (roadmap) yang disusun pemerintah, akan menurunkan emisi karbon sebesar 26% pada tahun Komitmen ini menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang terbesar pertama melakukan hal tersebut. Indonesia mengulangi komitmen target penurunannya pada putaran perundingan COP-15 di Kopenhagen pada bulan Desember 2009, dan kemudian mengikatkan dirinya dengan Copenhagen Accord pada Januari Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rencana Aksi Nasional tentang Perubahan Iklim, yang akan menjelaskan secara detil bagaimana Indonesia memenuhi komitmen 26% tersebut. Pemikiran yang umum berkembang saat ini adalah program pengurangan emisi karbon harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi, diikuti pula pemikiran bahwa pembiayaan di bidang lingkungan hidup dan bantuan internasional akan memberikan semacam bentuk pembayaran kesejahteraan untuk mengkompensasi kerugian masyarakat lokal. Hal ini tidak harus terjadi karena pada kenyataannya, skema untuk menurunkan emisi dari deforestasi dan perusakan hutan (REDD) yang dimandatkan dalam Konferensi Perubahan Iklim Bali dua tahun lalu dapat membawa Indonesia ke jalur pembangunan yang lebih berkelanjutan, atau yang kita sebut sebagai kesejahteraan rendah karbon. Pemerintah provinsi Indonesia merupakan jantung dari kesejahteranan rendah karbon ini. Pemerintah Provinsi Jambi, di bawah kepemimpinan Gubernur Zulkifli Nurdin, dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah menjalankan analisis kesejahteraan rendah karbon untuk memberikan dasar kuantitatif pada diskusi mengenai peluang-peluang untuk menurunkan emisi GKR pada tingkat provinsi, dan pada saat yang berrsaman masih mampu mencapai sasaran pembangunan ekonomi daerah. Laporan ini mengevaluasi potensi kesejahteraan rendah karbon di Jambi yang menerapkan tiga langkah pendekatan. Pertama, memberikan penilaian berdasarkan fakta atas emisi GRK saat ini dan kemungkinan di masa mendatang untuk provinsi. Kedua, menguraikan aksi-aksi potensial untuk menurunkan emisi, volume relatif dari tiap aksi langkah pengurangan tersebut, dan sebuah indikasi dari biaya (pencapaian) dari tiap tindakan tersebut. Ketiga, dan yang terpenting, menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan baru yang akan memberikan sumber penghidupan berkelanjutan jangka panjang bagi penduduk setempat, yaitu sumber penghidupan beremisi Jambi report_bah_ indd 9 9/2/ :43:45 AM

10 10 karbon yang lebih rendah daripada sumber penghidupan saat ini dan mengurangi tekanan terhadap kemampuan asli provinsi. Harapan kami pekerjaan ini akan membangun momentum penurunan karbon dioksida (CO2) di Indonesia dan menjadikan Jambi sebagai contoh kasus untuk mengkombinasikan pengurangan karbon dengan pertumbuhan ekonomi dan kemudian memberikan inspirasi kepada provinsiprovinsi lain di Indonesia dan di kawasan lain tentang potensi kesejahteraan rendah karbon. Lebih praktisnya, rancangan sebuah model yang dapat dilaksanakan untuk mencapai pengurangan karbon dan pertumbuhan ekonomi akan membantu Indonesia dan Jambi menjadi lebih baik dalam mengidentifikasi dan menentukan tahapan investasi yang dibutuhkan, serta jauh lebih efektif dalam menggalang dana dari sumber-sumber dana mitigasi iklim global. Jambi report_bah_ indd 10 9/2/ :43:45 AM

11 11 Penghargaan Pemerintah Jambi dan DNPI ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Agence Française de Développement (AFD), the ClimateWorks Foundation, Pemerintah Norwegia, dan Packard Foundation yang mendanai sebagian upaya pengembangan strategi pertumbuhan rendah karbon di Provinsi Jambi. Pemerintah Jambi dan DNPI ingin memberikan ucapan terimakasih yang mendalam terhadap McKinsey & Company atas dukungan analisisnya terkait dengan studi ini, khususnya pada penerapan metode pengurangan gas rumah kaca untuk konteks provinsi dan tingkat nasional. Pemerintah Jambi dan DNPI juga ingin berterimakasih kepada lebih dari 100 staf pemerintah, sektor swasta, dan LSM yang telah memberikan kontribusi penting terhadap proyek ini melalui berbagai lokakarya dan pertemuan. Walaupun metode pengurangan gas rumah kaca ini adalah milik McKinsey, tetapi data dan masukan berasal dari banyak pemangku kepentingan dan sumber informasi kesimpulan dan hasil yang dijabarkan dalam laporan ini menjadi milik eksklusif DNPI dan Pemerintah Provinsi Jambi. AKHIR KATA KAMI JUGA MENYAMPAIKAN RASA TERIMA KASIH YANG BESAR KEPADA BRR NAD NIAS UNTUK IZIN PENGGUNAAN GAMBAR-GAMBAR PADA SAMPUL DEPAN. Jambi report_bah_ indd 11 9/2/ :43:45 AM

12 12 Jambi report_bah_ indd 12 9/2/ :43:47 AM

13 13 Ringkasan eksekutif Dalam skenario bisnis seperti biasa/business As Usual, Jambi akan menjadi kontributor emisi gas rumah kaca yang signifikan di Indonesia sampai tahun Emisi bersih GRK tahunan Jambi pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 57 MtCO2e 1 setara dengan sekitar 3 persen dari total emisi Indonesia. Gambut dan LULUCF sejauh ini adalah kontributor emisi terbesar terhadap emisi Jambi, mewakili 85 persen dari total emisi provinsi. Apabila tidak terdapat perubahan dalam cara pengelolaan sektor-sektor beremisi tinggi, emisi netto Jambi diperkirakan akan meningkat hingga 30 persen antara tahun 2005 dan 2030 dari 57 menjadi 74 MtCO2e. Jambi memiliki potensi pengurangan karbon yang besar. Jambi memiliki potensi untuk menurunkan emisi GRKnya sampai dengan 55 MtCO2e hingga tahun 2030, dengan perpaduan yang tepat antara kebijakan dalam negeri dan dukungan internasional. Dari kemungkinan-kemungkinan penurunan ini, 48 persen datang dari upayaupaya terkait konservasi lahan gambut dan 38 persen berasal dari sektor LULUCF. Lima peluang penurunan karbon terbesar mewakili 80 persen total potensi pengurangan Jambi: (1) Mencegah pembakaran hutan dan lahan gambut; (2) Mengurangi deforestasi hutan melalui penggunaan lahan yang lebih efektif, kebijakan-kebijakan alokasi lahan dan dengan meningkatkan produktivitas pertanian; (3) Merehabilitasi lahan gambut yang tidak digunakan atau yang rusak; (4) Mengelola hutan secara lestari; dan (5) melakukan reboisasi. Meskipun keseluruhan kebutuhan pendanaan adalah hal yang substansial, biaya tco2e terkurang adalah relatif rendah. Sebagai contoh, di tahun 2030, total biaya rata-rata per tco2e terkurang berada pada kisaran USD Dari total peluang pengurangan yang ada pada tahun 2030, 19 persen adalah peluang-peluang pengurangan yang siap dicapai (dengan potensi penurunan untuk direalisasikan hingga tahun 2015) dan sebagian bahkan berasal dari biaya kemasyarakatan yang negatif; 50 persen dicapai dengan mengambil peluang yang sedikit lebih sulit untuk dicapai (tetapi dengan potensi penurunan untuk direalisasikan sampai tahun 2020); dan sisanya 31 persen dicapai dengan mengambil peluang-peluang yang sangat menantang yang kemungkinan relatif mahal dan sulit untuk dicapai. Sumber-sumber pertumbuhan (rendah karbon) akan diperlukan untuk memastikan perkembangan yang berkelanjutan, pengurangan kemiskinan, dan penciptaaan lapangan kerja di Jambi Untuk menjadikan perekonomian Jambi ke lintasan pertumbuhan rendah karbon, maka upaya-upaya mitigasi harus dipadukan dengan pengembangan sumber-sumber tambahan pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan sumber penghidupan yang berkelanjutan kepada penduduk setempat. Enam peluang pertumbuhan diberikan prioritas berdasarkan potensi dampak mereka (arti pentingnya saat ini bagi PDB, pertumbuhan masa mendatang, kualitas pekerjaan, dan implikasi untuk emisi karbon) dan kelayakan mereka (yaitu, sesuai dengan kekuatan dan kelemahan lingkungan usaha saat ini): (1) Hasil perkebunan pada lahan non-hutan; 1 Emisi gas rumah kaca biasanya diukur dalam juta ton CO2 setara atau MtCO2e Jambi report_bah_ indd 13 9/2/ :43:47 AM

14 14 (2) Tanaman pangan pada lahan non-hutan; (3) Kehutanan yang lestari; (4); Ekowisata (5) Budidaya perikanan; dan (6) Layanan Finansial. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rendah karbon yang sukses diperlukan transformasi yang signifikan dan lebih luas, baik di dalam pemerintahan maupun di dalam masyarakat Jambi. Seperti banyak daerah berkembang lain, Jambi mengalami tantangan ganda terkait dengan prioritas-prioritas penting dan terbatasnya sumber daya, terutama terbatasnya SDM dengan keahlian manajemen yang baik untuk melaksanakan perubahan transformatif. Berbagai pemerintah yang menghadapi tantangan-tantangan serupa telah membentuk unit-unit khusus untuk mengkoordinir tanggapan pemerintah dan memastikan tercapainya prioritas-prioritas penting. Sebuah lembaga baru dapat membantu mengkoordinir kegiatan pertumbuhan rendah karbon Jambi, meliputi enam wilayah fungsional inti: (1) Menarik, mengelola dan mendistribusikan pembiayaan internasional untuk pembangunan rendah karbon secara transparan, adil dan efisien; (2) Memberikan dukungan teknis untuk menetapkan garis dasar/baseline tingkat provinsi dan standar yang tepat untuk pemantauan, pelaporan dan verifikasi; (3) Mengembangkan tanggapan pengaturan untuk menangani isu-isu penting seperti perencanaan tata ruang dan kepemilikan lahan; (4) Memulai proses-proses untuk melibatkan masyarakat lokal, mendorong perubahan perilaku dan membangun penyelenggaraan oleh masyarakat lokal; (5) Mengembangkan prasarana penting untuk mendukung penurunan emisi dan sumber penghidupan yang berkelanjutan; dan (6) Merancang strategi-strategi dengan sektor swasta untuk mendukung pertumbuhan dan investasi sesuai prioritas pertumbuhan yang telah diidentifikasi. Untuk memastikan mandat dan arahan yang kuat, penting agar lembaga ini melaporkan langsung ke Gubernur. Seiring dengan perkembangan lembaga tersebut, penting pula agar lembaga ini juga melibatkan perwakilan-perwakilan dari berbagai tingkat pemerintahan, menetapkan dengan jelas hubungan dan hak-hak pengambilan keputusan dengan kementerian- kementerian pemerintah yang ada, dan mengembangkan manajemen kinerja yang kuat atas beberapa hasil prioritas. Jambi akan memerlukan bantuan internasional yang signifikan dalam waktu dekat agar sukses dalam rencana-rencananya untuk menciptakan kesejahteraan rendah karbon. Jambi dalam waktu dekat akan membutuhkan dukungan internasional yang signifikan agar sukses dalam rencana-rencananya untuk menciptakan kesejahteraan rendah karbon. Pada tahun pertama, antara USD 19 juta sampai dengan USD 39 juta akan diperlukan untuk menetapkan fungsi-fungsi kesiapan dasar untuk mendukung pertumbuhan rendah karbon. Selama periode , biaya operasional akan terus meningkat dan mencapai antara USD 373 sampai dengan USD 676 di tahun 2030 untuk mendukung implementasi pengurangan karbon dan peluang-peluang sumber penghidupan yang berkelanjutan. Walaupun keseluruhan pendanaan merupakan hal yang substansial, biaya per tco2e terkurang relatif rendah. Sebagai contoh, pada tahun 2030, total biaya pengurangan penuh per tco2e yang terkurang (termasuk biaya pelaksanaan) berkisar antara USD 6,8 sampai dengan USD 12,3. Sebaliknya Kurva Biaya Global McKinsey 2 mengestimasi biaya teknis 3 rata-rata globalnya saja (misalnya: terlepas dari biaya pelaksanaan) berkisar antara USD 3,75 per tco2e terkurang. 2 McKinsey & Company (2009) Jalan Menuju Perekonomian Rendah Karbon: Versi 2 dari Kurva Biaya Pengurangan Gas Rumah Kaca Global (Pathways to a Low-Carbon Economy: Version 2 of the Global Greenhouse Gas Abatement Cost Curve) 3 Makalah ini mempertimbangkan berbagai biaya dalam mengevaluasi opsi-opsi pengurangan. Biaya teknis ditetapkan sebagai biaya incremental dari teknologi emisi rendah dibandingkan dengan kasus acuan, diukur dalam Dolar AS per tco2e emisi yang dikurangi. Biaya teknis mencakup pelunasan tahunan belanja modal dan belanja operasional, dan dengan demikian merupakan biaya proyek murni untuk memasang dan mengoperasikan teknologi rendah emisi. Biaya teknis tidak mencakup biaya pelaksanaan maupun biaya sosial (misalnya hilangnya layanan biosistem seperti suplai air bersih dari hutan). Biaya pengurangan penuh mencakup biaya teknis sebagaimana dijelaskan diatas dan biaya pelaksanaan, tetapi tidak biaya sosial. Pada akhirnya, biaya peluang mengacu pada penghasilan penuh sebelumnya yang direlakan agen untuk beralih ke teknologi, perilaku atau alternatif dengan emisi lebih rendah Jambi report_bah_ indd 14 9/2/ :43:47 AM

15 15 Estimasi awal menunjukkan bahwa tanpa dukungan finansial atau sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, pelaksanaan usaha pengurangan karbon dapat menurunkan pendapatan riil per kapita di Jambi hingga sekitar 3 persen di Jambi pada tahun 2030 oleh karena kemunduran sektorsektor yang menghasilkan karbon dan biaya pelaksanaan. Namun demikian, dengan kebijakan yang tepat, bantuan finansial yang diperlukan dan dengan mengasumsikan tercapainya peluangpeluang pertumbuhan sektor baru, maka pendapatan rata-rata (riil per kapita) pada tahun 2030 di Jambi secara aktual dapat meningkat sekitar 5 sampai 13 persen di atas kasus dasar. Diusulkannya pendekatan implementasi bertahap Implementasi pertumbuhan rendah karbon harus dilakukan secara bertahap. Fase I melibatkan finalisasi strategi pertumbuhan rendah karbon (diringkas dalam laporan ini) yang mengidentifikasi peluang-peluang besar untuk pengurangan dan pertumbuhan sektor baru, tindakan-tindakan penting yang diperlukan untuk keberhasilan, dan estimasi biaya-biaya terkait. Fase 2 (Mar Des 2010) melibatkan pengembangan struktur-struktur kesiapan dasar untuk menarik pembiayaan internasional dan mendukung pertumbuhan rendah karbon, sementara dilakukan peluncuran beberapa inisiatif pengurangan prioritas. Kegiatan-kegiatan ini mencakup finalisasi struktur organisasi, perekrutan staf unit pelaksana rendah karbon dan penetapan indikator-indikator kinerja kunci (KPI). Fase 3 (Jan Des 2011) melibatkan peluncuran program percontohan untuk mendukung pertumbuhan rendah karbon. Setelah percontohan dan tinjauan pelajaran-pelajaran yang diperoleh, digambarkan bahwa akan terdapat pembangunan progresif percontohan-percontohan lain pada tahun 2012, dengan transisi yang menuju pendekatan di tingkat provinsi pada tahun Jambi report_bah_ indd 15 9/2/ :43:47 AM

16 16 Jambi report_bah_ indd 16 9/2/ :43:48 AM

17 17 1. Konteks pertumbuhan rendah karbon Jambi menghadapi tantangan yang besar pembangunan manusia yang berkelanjutan. Pendapatan rata-ratanya sepertiga lebih rendah dari rata-rata pendapatan Indonesia, dan sangat bergantung pada dua industri utama (pertanian dan LULUCF yang berkontribusi atas sekitar 30 persen pendapatan dan 58 persen pekerjaan), yang telah dengan cepat kehilangan lapangan pekerjaan ( kehilangan lapangan pekerjaan netto antara tahun ). Dengan demikian, pemerintah Jambi sewajarnya fokus pada pembangunan ekonomi dan peningkatan sumber penghidupan masyarakatnya. Namun demikian, pada saat yang sama, Jambi mengambil peranan utama dalam memberantas sumber-sumber antropogenik perubahan iklim, khususnya yang berkaitan dengan pembakaran hutan dan lahan. Jambi memiliki komitmen untuk bergerak menuju jalur pembangunan yang selaras dengan iklim, yang menyesuaikan pembangunan ekonomi dengan penurunan perubahan iklim. Pembangunan yang selaras dengan iklim memiliki potensi untuk memperluas dasar perekonomian Jambi, mengurangi ketergantungan pada ekspor sumber daya primer dan meningkatkan sumber penghidupan yang berkelanjutan bagi pada petani rakyat dan masyarakat hutan. Untuk mencapai pembangunan yang selaras dengan iklim akan diperlukan perubahan yang besar terhadap struktur perekonomian Jambi, perencanaan penggunaan lahan dan kebijakan pemerintah. Diperlukan pula pola pikir yang baru yang terfokus pada pembangunan ramah lingkungan jangka panjang di dalam pemerintahan, masyarakat bisnis, dan sektor nirlaba. Strategi pertumbuhan rendah karbon yang dijelaskan dalam laporan ini merupakan langkah awal dalam proses yang jauh lebih panjang untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Jambi yang berkelanjutan. Terdapat tiga elemen inti (Gambar 1) yaitu: 1. Mitigasi CO2: Mengestimasi ukuran emisi saat ini dan masa mendatang; menilai potensi pengurangan teknis dan kelayakan sarana pengurangan; mengembangkan rencana aksi untuk menangkap peluang-peluang pengurangan prioritas 2. Pembangunan Ekonomi: Menganalisis kekuatan dan kelemahan kompetitif yang ada; memprioritaskan peluang-peluang pertumbuhan berdasarkan dampak (termasuk dampak ekonomi dan lingkungan) dan kelayakan; mengembangkan rencana aksi untuk menangkap peluang-peluang pertumbuhan prioritas 3. Faktor-faktor pendukung kelembagaan: Mengembangkan strategi bagi pendukungpendukung penting yang akan menyokong keberhasilan strategi pertumbuhan rendah karbon (misalnya: lembaga-lembaga baru, pemantauan dan evaluasi, mekanisme distribusi finansial, perencanaan tata ruang) Selebihnya dari laporan ini menguraikan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Jambi saat ini dalam ketiga wilayah tersebut dan mengidentifikasi beberapa wilayah prioritas tindakan. Jambi report_bah_ indd 17 9/2/ :43:48 AM

18 18 Gambar 1 Elemen-elemen utama dalam Rencana Pertumbuhan Rendah Karbon Kerangka Rencana Pertumbuhan Rendah Karbon Pengurangan CO2 Elemen-elemen utama Pengurangan CO2 Memperkirakan emisi saat ini dan masa mendatang Memperkirakan potensi dan kelayakan teknis pengurangan, dan biaya implementasi untuk tiap inisiatif pengurangan Pertumbuhan ekonomi Rencana pertumbuhan rendah karbon Enabler institusional Pertumbuhan ekonomi Menilai kelebihan dan kekurangan kompetitif yang ada saat ini Mengkaji sumber-sumber daya pertumbuhan potensial (memerlukan emisi karbon yang lebih sedikit) Enabler institusional Mengembangkan strategi untuk enabler kritikal (mis: pengawasan dan evaluasi, perencanaan tata ruang, keterlibatan masyarakat) Memperkirakan total biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan peluangpeluang tersebut 2. Estimasi garis dasar emisi saat ini dan di masa mendatang Dalam skenario bisnis seperti biasa, Jambi akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia sampai tahun Emisi gas rumah kaca tahunan Jambi pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 57 MtCO2e setara dengan sekitar 3 persen dari total emisi Indonesia. 4 Gambut dan LULUCF sejauh ini adalah kontributor terbesar terhadap emisi Jambi, mewakili sampai dengan 85 persen total emisi provinsi yang bersangkutan. 5 Emisi-emisi yang berasal dari LULUCF dan lahan gambut tersebut dihasilkan oleh deforestasi dan perusakan hutan, juga dari pembakaran dan dekomposisi gambut. Apabila tidak terdapat perubahan dalam cara pengelolaan sektor-sektor tersebut, emisi netto Jambi diperkirakan akan meningkat sampai dengan 30 persen antara tahun 2005 dan dari 57 menjadi 74 MtCO2e (Gambar 2), terutama dari peningkatan emisi yang berasal dari lahan gambut yang telah rusak dan juga karena konversi hutan-hutan alam menjadi perkebunan kayu bubur kertas (pulpwood) yang sedang berlangsung. 4 Emisi gas rumah kaca biasanya diukur dalam satuan juta ton karbon dioksida ekuivalen atau MtCO2e. 5 Lampiran 1 berisi deskripsi metodologi yang digunakan untuk mengestimasi emisi Jambi saat ini dan di masa mendatang. Jambi report_bah_ indd 18 9/2/ :43:49 AM

19 19 Emisi Jambi diperkirakan meningkat dari 57 menjadi 74 MtCO 2 e antara tahun 2005 hingga 2030 Proyeksi emisi bersih, Juta ton CO2e 74 1 Semen 67 8 Pertanian Bangunan Transportasi Listrik LULUCF 1 15 PRELIMINARY Gambar 2 Gambut % 2.6% Porsi/bagian dari total emisi di Indonesia 1 Emisi bersih, termasuk penyerapan hutan alami sekunder, kayu, dan hasil perkebunan dan aforestasi/deforestasi sebagai bagian dari GERHAN SUMBER: DNPI Indonesia Cost Curve; Analisis tim 3. Peluang-peluang pengurangan Jambi memiliki potensi yang besar dalam pengurangan karbon. Jambi memiliki potensi untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya sampai dengan 55 MtCO2e 6 hingga tahun 2030, dengan perpaduan yang tepat antara kebijakan dalam negeri dan dukungan internasional. 7 Dari kemungkinan-kemungkinan penurunan ini, 48 persen dapat berasal dari upaya-upaya terkait dengan konservasi lahan gambut dan 38 persen berasal dari sektor LULUCF (Gambar 3). Lima peluang penurunan karbon mewakili lebih dari 85 persen dari total potensi pengurangan Jambi (Gambar 4). Peluang-peluang ini dideskripsikan secara lebih mendetail di bagian bawah Gambar. 1. Mencegah pembakaran hutan dan lahan gambut (15.3 MtCO2 potensi penurunan emisi tahunan hingga tahun 2030) Pencegahan pembakaran hutan memiliki potensi terbesar untuk menurunkan emisi Jambi dimana biaya kemasyarakatannya relatif rendah, yaitu dibawah USD 1 setiap tco2e yang terkurangi (belum termasuk biaya-biaya pelaksanaan) Penurunan emisi yang utama dapat dicapai melalui mengurangi emisi dari pembakaran hutan dengan melarang pembakaran sebagai alat untuk persiapan lahan, menyediakan teknologi yang tepat dan praktis (dan dimungkinkan pula insentif finansial) untuk pembersihan lahan manual, mengembangkan sistem-sistem peringatan dini yang sesuai berdasarkan status 6 Secara teknis, keseluruhan potensi pengurangan bisa menjadi lebih tinggi dan mencapai 69 MtCO2e, walaupun demikin ini akan membutuhkan investasi dalam jumlah besar pada prasarana dan pengembangan kapasitas pemerintah 7 Lampiran 2 berisi deskripsi metodologi yang digunakan untuk menetapkan potensi pengurangan di Kalimantan Timur. Jambi report_bah_ indd 19 9/2/ :43:49 AM

20 20 Gambar 3 Potensi pengurangan terbesar terdapat pada lahan gambut dan kehutanan PRELIMINARY Potensi pengurangan MtCO 2 e / year Bagian dari total potensi pengurangan; Persen Jambi Indonesia Gambut LULUCF Pertanian Transportasi Listrik Bangunan Semen SUMBER: DNPI Indonesia Cost Curve; Analisis tim Gambar 4 Hampir 81 persen dari potensi pengurangan di Jambi terkonsentrasi di dalam 5 pendorong Proyeksi potensi pengurangan per tahun, Juta ton CO2e PRELIMINARY BAU Persentase dari total potensi pengurangan Mencegah kebakaran Penggunaan lahan Pengelolaan hutan berkelanjutan Rehabilitasi lahan gambut Reboisasi Lainnya Emisi rendah 2030 SUMBER: DNPI Indonesia Cost Curve; Analisis tim Jambi report_bah_ indd 20 9/2/ :43:49 AM

21 21 risiko kebakaran dan deteksi kebakaran berbasis lapangan, memperkuat pasukan pemadam kebakaran, memastikan pelaksanaan yang kuat dan denda yang besar untuk pelanggaran aturan, den membangun kesadaran publik akan akibat-akibat ekonomi dan sosial dari kebakaran hutan di provinsi. Saat ini terdapat kemitraan antara Provinsi Jambi, Singapore s National Environment Agency dan Asia Pacific Resource International (APRIL) untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan di salah satu kabupaten di Jambi, dimana mampu menyediakan pemikiranpemikiran yang bermanfaat untuk merancang pendekatan tingkat-provinsi (Kotak 1). 8 Mengatasi kebakaran lahan dan hutan di Kabupaten Muaro Jambi Kotak 1 Provinsi Jambi, Singapore National Environment Agency dan Asia Pacific Resource International Ltd (APRIL) telah bekerja sama untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Muaro Jambi. Pengkajian lapangan yang singkat dan lokakarya diadakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab utama kebakaran dan mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi isu-isu ini. Pengkajian lapangan singkat menemukan bahwa drainase yang tidak dikontrol; penebangan liar dan pelanggaran lahan telah menyebabkan dan terus merusak lahan gambut, yang merupakan sumber asap dan kabut terbesar di kabupaten. Pembakaran didapati telah digunakan secara luas dan diterima untuk pembersihan lahan oleh para petani perorangan dalam komunitas kecil dan alternatif-alternatif rendah biaya dari pembakaran (misalnya teknik-teknik pembersihan lahan mekanis) umumnya tidak tersedia. Desa-desa setempat juga didapati memiliki kapasitas terbatas untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan, dengan pelatihan yang terbatas, kurangnya sistem-sistem peringatan dini dan perlengkapan pemadam kebakaran adalah masalah-masalah utama. Rekomendasi akhir menekankan bahwa peningkatan kemampuan untuk memadamkan api dan tim-tim pemadam kebakaran pemerintah yang terbatas saja tidak cukup untuk mengatasi kebakaran, terutama selama musim kering yang parah dan berkepanjangan (El Nino), dan harus didukung oleh manajemen penggunaan lahan yang komprehensif, rehabilitasi dan rencana pembangunan yang berkepanjangan untuk lahan-lahan gambut yang rusak di kabupaten Perlu dicatat bahwa potensi teknis maksimum untuk penurunan CO2e melalui pencegahan pembakaran dapat mencapai 26 MtCO2e apabila semua kebakaran antropogonik di Jambi dapat ditekan. Namun demikian, hal ini akan membutuhkan investasi yang sangat besar dalam bidang prasarana dan program-program pencegahan kebakaran lintas provinsi yang luas dan mencapai terpencil secara geografis, oleh karena itu laporan ini menggunakan angka yang lebih konservatif yaitu 15.3 MtCO2e. 2. Mengurangi Deforestasi hutan dengan kebijakan-kebijakan alokasi dan penggunaan lahan yang lebih efektif dan meningkatkan produktivitas pertanian (14,5 MtCO2e): Penurunan emisi yang disebabkan oleh deforestasi hutan dapat dicapai melalui dua pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang pertama pada dasarnya adalah pendekatan REDD. Pendekatan ini menargetkan para pemilik lahan dan membayar mereka untuk tidak memulai kegiatan ekonomi, seperti mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman pertanian lainnya. Pendekatan ini memerlukan biaya yang relatif tinggi, misalnya: sekitar USD 30 per tco2e terhindari dalam kasus kelapa sawit. Sebuah pendekatan alternatif adalah dengan mengurangi emisi dari deforestation hutan melalui alokasi lahan yang lebih efisien dan lestari sebagai contoh dengan menggunakan lahan yang telah rusak dan bukan lahan hutan untuk lahan pertanian yang baru dan dengan membatasi atau menghentikan ekspansi pertanian ke lahan gambut yang lebih dalam lagi. Pendekatan ini juga akan menekankan peningkatan produktivitas pertanian pada lahanlahan yang ada melalui pelatihan para petani atas teknik-teknik intensifikasi pertanian dan 8 Laporan dan Rekomendasi akhir untuk Rencana Induk untuk mengatasi Kebakaran hutan dan Lahan untuk Kabupaten Muaro Jami, April Jambi report_bah_ indd 21 9/2/ :43:49 AM

22 22 dengan melakukan diversifikasi terhadap pilihan tanaman. Sementara kegiatan-kegiatan ini juga membutuhkan biaya, tetapi diasumsikan jauh lebih rendah daripada membayar pemilik lahan atas penghasilan mereka yang tidak mereka terima. Keuntungan lainnya adalah bahwa kegiatan-kegiatan ini akan membantu mempertahankan atau meningkatkan pembangunan ekonomi di provinsi terkait. Memastikan alokasi lahan yang efektif merupakan tantangan tersendiri, karena adanya isu-isu sifat lintas yurisdiksi kepemilikan lahan dan perencanaan tata ruang. Peningkatan kolaborasi antar pemerintah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota akan menjadi penting untuk memperbaiki perencanaan tata ruang dan harus didukung oleh analisis teknis mendetil, yang dapat memberikan penilaian akurat tentang alokasi lahan saat ini dan menilai potensi manfaat ekonomi penggunaan jenis-jenis lahan berbeda untuk kegiatan-kegiatan yang berbeda. Informasi ini kemudian perlu dikonsolidasi menjadi satu sistem penetapan kepemilikan lahan untuk mendaftar akta-akta dan wilayah-wilayah peta, dengan dukungan pelibatan masyarakat yang kuat. 9 Serupa dengan kasus pencegahan pembakaran, potensi pengurangan teknis maksimum untuk menurunkan emisi yang disebabkan oleh deforestasi hutan melalui penggunaan lahan yang lebih efektif dan alokasi lahan lebih tinggi daripada estimasi potensi yang digunakan dalam laporan ini, dan dapat mencapai 18 MtCO2e pada tahun Namun demikian, karena sebagian besar peluang pengurangan ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan petani rakyat, terdapat tantangan besar yang harus diatasi untuk mencapai potensi teknis penuh. Melihat jumlah, penyebaran dan tingkat keterpencilan petani di Jambi, maka potensi teknis penuh nampaknya tidak dapat dicapai pada tahun Merehabilitasi lahan gambut yang tidak digunakan atau rusak (10 MtCO2): Mengurangi emisi lahan gambut melalui reboisasi dan rehabilitasi fungsi hidrologi lahan gambut yang rusak yang tidak memiliki nilai produksi makanan dan untuk lahan-lahan yang dilindungi oleh hukum. 10 Di sini, para pendukung kunci akan menetapkan pedoman untuk proses-proses pembasahan kembali, mensponsori riset lokal terhadap manfaat dan biaya proses-proses rehabilitasi gambut alternatif (dengan potensi untuk menciptakan pusat keungulan lokal), dan berkoordinasi dengan pemerintah nasional untuk memastikan bahwa emisi gambut dimasukkan ke dalam negosiasi-negosiasi perubahan iklim internasional. Pencegahan dan pengelolaan kebakaran efektif dan upaya-upaya untuk mendorong proses-proses reboisasi harus melengkapi aksi-aksi tersebut supaya upaya tersebut dapat berkelanjutan dalam jangka panjang. 4. Mengelola hutan secara lestari (4 MtCO2): Penebangan pohon pada hutan-hutan produksi Jambi yang tidak lestari, menimbulkan emisi tahunan yang signifikan. Memang terdapat kebijakan nasional tentang pengelolaan hutan lestari, namun demikian kebijakan tersebut semata-mata terfokus pada volume kayu yang dapat diperdagangkan dan siklus penebangan dan tidak berusaha untuk meminimalisir total biomassa yang hilang selama kegiatan-kegiatan panen, yang lazimnya berjumlah berkali-kali lipat pada area pohon yang ditebang untuk tujuan komersil. Pohon-pohon tersebut meliputi pohon-pohon yang ditebang untuk membuka jalan dan jalur rel untuk pelaksanaan panen dan untuk bahan pembuatan jembatan serta pohon-pohon yang rusak selama penebangan dan pemindahan kayu komersil. Hilangnya persediaan karbon ini semakin besar apabila kondisi untuk regenerasi hutan tidak kondusif. Emisi-emisi ini dapat diturunkan dengan melaksanakan praktik-praktik pengelolaan hutan yang lebih lestari di wilayah-wilayah lahan kering (misalnya: dengan mempekerjakan lebih banyak orang untuk menjalankan penurunan dampak pembalakan (logging), dan untuk 9 Analisis lebih lanjut atas isu-isu kepemilikan lahan dan perencanaan ruang diberikan dalam Bagian 4- Faktor-Faktor Pendukung Kelembagaan. 10 Lampiran 3 memberikan tinjauan tentang emisi gambut dan terkait gambut. Jambi report_bah_ indd 22 9/2/ :43:49 AM

23 23 mengawasi dan memverifikasi penanaman yang subur), menyediakan bantukan teknis kepada para petani dan penebang kayu, memperbaiki pengaturan hutan, dan mendidik para pelanggan dalam pasar-pasar internasional kunci. Memastikan bahwa masyarakat lokal sepenuhnya terintegrasi ke dalam pengelolaan dan penyelenggaraan hutan-hutan lokal akan menjadi penting dan perlu disertai insentif yang tepat yang memberikan penghargaan kepada para individu dan masyarakat karena telah mendorong penggunaan hutan secara berkelanjutan, seperti dalam Juma Sustainable Development Reserve di Brazil (Kotak 2). 11 Juma Sustainable Development Reserve (Brazil) Kotak 2 Pada tingkat deforestasi hutan saat ini, sekitar seperti dari hutan di Amazon Brazil telah hilang sampai dengan tahun 2050, melepascan 3,5 miliar ton karbon dioksida. Bolsa Floresta di Amazon (negara terbesar, hampir 98 persen tertutup oleh hutan hujan), telah mengembangkan Juma Sustainable Development Reserve (Area Reservasi Pembangunan Berkelanjutan Juma), sebuah area seluas hektar (1,2 juta acre) dibatasi oleh dua jalan raya. Proyek ini bertujuan untuk menghindari perusakan hektar hutan dan emisi 210 MtCO2e ke atmosfer sampai dengan tahun Di dalam proyek tersebut, masyarakat hutan lokal diberi penghargaan karena telah berkomitmen untuk menghindari pembersihan hutan primer dan pembakaran vegetasi. Pendanaan didistribuskan di empat tingkat: Keluarga-keluarga individu: pembayaran sekitar USD 25 per bulan yang ditransfer melalui kartu debit yang dikeluarkan untuk istri (berdasarkan inspeksi reguler untuk memastikan bahwa pohon-pohon dipelihara) Asosiasi-asosiasi keluarga: hibah tunai dengan jumlah rata-rata USD 500 per bulan per asosiasi ditambah perlengkapan natura (seperti koneksi Internet) Program-program sosial: hibah sebesar kurang lebih USD per tahun untuk masingmasing cagar alam, ditujukan untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti pendidikan atau kesehatan, dan dirancang untuk melengkapi program-program negara dan pemerintah lokal yang ada Penghasilan yang berkelanjutan: setara dengan USD per tahun untuk masing-masing cagar alam untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang menghasilkan berdasarkan penggunaan lahan dan sumber daya yang berkelanjutan. 5. Reboisasi (2 MtCO2): Meningkatkan sumur endapan karbon alam dengan memperluas penutupan hutan di luar lahan gambut dengan spesies pohon yang sesuai dan yang dapat hidup terus secara ekonomis, seperti spesies asli yang dapat menghasilkan produk kayu dan nonkayu serta spesies yang tepat bertumbuh seperti akasia. Pada hutan hujan Harapan, terletak di Jambi dan Sumatra Selatan, Badan hutan hujan Harapan sedang memimpin upaya-upaya skala besar untuk melakukan reboisasi sebagian dari luas total 101,355 ha, termasuk menerbitkan surat penangguhan pembalakan pohon pada area tersebut. Perluasan dampak upaya reboisasi akan memerlukan pendekatan tingkat provinsi terhadap penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD), yang dapat menciptakan insentif yang tepat dan pembentukan struktur untuk pemantauan dan pelaksanaan. Perlu dicatat bahwa peningkatan penyerapan karbon melalui penanaman hutan atau reboisasi hanya dapat diwujudkan apabila wilayah-wilayah ini dikhususkan untuk konservasi. Namun 11 Biaya REDD: pembelajaran dari penduduk Amazon, laporan singkat IIED, November Jambi report_bah_ indd 23 9/2/ :43:49 AM

24 24 demikian, salah satu cara untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang rusak ke dalam tutupan hutan mungkin adalah membuat perkebunan kayu sementara, yang kemudian secara bertahap dapat diubah menjadi hutan konservasi atau hutan lindung. Memetakan peluang-peluang ini berdasarlan biaya pengurangan penuh 12 dan kelayakan 13 mereka dapat membantu memprioritaskan peluang-peluang penurunan emisi untuk Jambi (Gambar 5). 1. Cakrawala 1 Lakukan sekarang, jangan sesal kemudian: meliputi peluang-peluang berdasarkan teknologi yang ada, dengan hambatan pelaksanaan rendah sampai menengah dan biaya yang relatif rendah (kurang dari USD 25 per ton). Bersama-sama, peluang-peluang ini dapat menghasilkan penurunan tahunan sebesar 10.4 MtCO2e sampai dengan tahun tahun 2030 (19 persen dari perkiraan emisi tahun 2030). 2. Cakrawala 2 Mulai sekarang, akselerasikan kemudian: mencakup pengelompokan peluang dengan biaya menengah/mudah menghasilkan pengurangan dengan biaya yang relatif rendah (kurang dari USD 25 per ton) dengan hambatan pelaksanaan rendah sampai sedang, atau yang murah tapi sulit untuk dilaksanakan, atau mahal tetapi lebih mudah untuk dilaksanakan. Bersama-sama, peluang-peluang ini dapat menghasilkan penurunan tahunan sebesar 28 MtCO2e sampai dengan tahun 2030 (50 persen dari estimasi emisi tahun 2030) dimana biaya berkisar dari USD -80 sampai USD 21 dan rata-rata USD 5.8 per tco2e terkurang. 3. Cakrawala 3 Mulai sekarang, capai hasil seiring waktu: mencakup peluang-peluang yang paling menantang peluang-peluang dengan biaya tinggi dan dengan hambatan yang besar, karena teknologi belum layak atau karena memiliki risiko perencanaan dan kebutuhan prasarana yang besar. Bersama-sama, peluang-peluang ini dapat menghasilkan penurunan tahunan sebesar 17.4 MtCO2e sampai dengan tahun 2030 (31 persen dari estimasi emisi tahun 2030). 4. Mengembangkan sumber penghidupan berkelanjutan Sumber-sumber pertumbuhan rendah karbon akan diperlukan untuk menjamin pembangunan yang berkesinambungan, pengurangan kemiskinan, dan penciptakan lapangan pekerjaan di Jambi Untuk mengalihkan perekonomian Jambi ke lintasan pertumbuhan rendah karbon, penting agar sumber-sumber tambahan pertumbuhan ekonomi diciptakan untuk memberikan sumber penghidupan yang berkelanjutan kepada penduduk lokal. Sumber-sumber pertumbuhan ini dapat membantu mengganti potensi kerugian ekonomi terkait dengan beberapa peluang pengurangan serta menciptakan kesejahteraan yang memerlukan berkurangnya ketergantungan terhadap sumber-sumber pertumbuhan intensif karbon (misalnya: pembalakan hutan). Jambi saat ini memiliki kinerja perekenomian campur (Gambar 6): Kesejahteraan yang relatif rendah: Produktivitas Jambi per orang jauh di bawah rata-rata nasional (37 persen lebih rendah). 12 Biaya pengurangan penuh termasuk biaya teknis ditambah dengan biaya implementasi peluang spesifik pengurangan. Ini terlepas dari biaya implementasi dari peluang yang tidak spesifik pengurangan (mis. reformasi rencana tata ruang, membangun sistem MRV, meningkatkan mekanisme pelibatan masyarakat). Lampiran 5 berisi tentang deskripsi biaya-biaya tersebut dan metodolgi yang digunakan untuk mengukur mereka. 13 Kelayakan untuk meraih setiap peluang pengurangan dinilai menggunakan indeks tujuh faktor dengan bobot sama: (1) Isu-isu pembiayaan (misalnya, intensitas modal, waktu-waktu pelunasan), (2) Kemampuan pengaturan dan kelembagaan, (3) Isu-isu agen utama, (4) perilaku yang membudaya, (5) rantai suplai yang terkendala, (6) Kelayakan politis, dan (7) Kesiapan teknologi. Jambi report_bah_ indd 24 9/2/ :43:49 AM

25 25 Prioritas peluang pengurangan karbon PRELIMINARY Gambar 5 Biaya saat ini 1 Negatif (<0 USD/ ton) Sedang (0-25 USD/ton) Efisiensi peralatan elektronik di perumahan dan bangunan komersil (0.1 Mt) Small hydro (0.2 Mt) Pengelolaan gizi lahan tanaman (0.2 Mt) Biofuel untuk transportasi (0.1 Mt) Mt Pengelolaan hutan berkesinambungan (4 Mt) Reboisasi (1.9 Mt) Aforestasi (0.8 Mt) Pengelolaan sawah pengelolaan gizi (0.5 Mt) Pengelolaan padi pengairan dangkal (1.7 Mt) Efisiensi bahan bakar kendaraan penumpang (0.4 Mt) Efisiensi bahan bakar angkutan barang (0.3 Mt) Pembangkit listrik bertenaga landfill gas (0.1Mt) Retrofit HVAC (0.1 Mt) Penggunaan langsung landfill gas (0 Mt) Pencegahan kebakaran (15.3 Mt) Rehabilitasi lahan gambut (10 Mt) Pengelolaan air (1.6 Mt) Pengelolaan hutan (0.1 Mt) Praktek agronomi (0.5) Lakukan sekarang (potensi realisasi tahun 2015) Dimulai perlahan, kemudian dipercepat (potensi realisasi tahun 2020) Dimulai saat ini, mencapai hasil dari waktu ke waktu (potensi realisasi tahun ) 2.6 Mt Daur ulang limbah baru (0.2 Mt) LED Lighting (0.1 Mt) 0.3 Mt Alokasi penggunaan lahan (14.5 Mt) Pengelolaan lahan rumput (0.3 Mt) Restorasi lahan rusak (1.7) Tinggi (>25 USD/ton) Pemanas air bangunan komersial 7.2 Mt Tanaman biomass khusus (0.5 Mt) On shore wind (0.1 Mt) 27.5 Mt 16.5 Mt Solar PV (0.1 Mt) Pemanas air perumahan (0.1 Mt) Ternak makanan tambahan (0.1 Mt) ~0 Mt 0.6 Mt 0.3 Mt Siap untuk dicapai Beberapa tantangan Sulit Kelayakan untuk dicapai (dalam jangka pendek) 1 Berdasarkan biaya implementasi pengurangan spesifik (tidak termasuk biaya enabler kritikal yang umum di dalam peluang-peluang pengurangan) SUMBER: DNPI Indonesia Greenhouse Gas Emissions Cost Curve; Analisis tim Jambi saat ini memiliki scoreboard ekonomi yang bercampur PRELIMINARY Gambar 6 Kinerja ekonomi 1 Kekayaan 2 Inklusivitas 3 Keberlanjutan Rata-rata pendapatan di bawah rata-rata nasional (37% lebih rendah) Tingkat konsumsi rumah tangga per bulan rata-rata dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia Distribusi pendapatan ke-7 terwajar di antara propinsi lainnya di Indonesia Tingkat kemiskinan terendah ke-8 dan indeks perkembangan masyarakat tertinggi ke- 12 dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia Pertumbuhan produktivitas relatif cepat, namun masih 1/3 lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional Sektor-sektor terbesar berdasarkan lapangan kerja, pertanian, dan kehutanan, secara total kehilangan 76,000 pekerjaan dari tahun 2003 hingga Enabler ekonomi Akses kuat terhadap sumber daya Infrastuktur transportasi lemah alam (mineral, hutan) Kualitas lingkungan buruk (cth: asap) Aset intrinsik berkualitas tinggi Terbatasnya ketersediaan listrik (keindahan alam, kekayaan budaya) SUMBER: Analisis tim Jambi report_bah_ indd 25 9/2/ :43:49 AM

26 26 Sangat inklusif: Jambi merupakan peringkat ke-7 dalam hal provinsi yang paling memiliki distribusi penghasilan yang paling rata diantara provinsi-provinsi lain di Indonesia, dengan angka kemiskinan terendah ke-8 di antara provinsi-provinsi tersebut, dan rasio pengembangan manusia tertinggi ke-12 Kelangsungan yang masih dipertanyakan: Pertumbuhan produktivitas Jambi relatif cepat dibandingkan provinsi-provinsi lain, namun tingkat produktivitas masih diatas sepertiga lebih rendah dari tingkat produktivitas nasional, memiliki ketergantungan yang besar terhadap dua industri utama (sektor pertanian dan kehutanan berkontribusi terhadap 30 persen produktivitas dan 58 persen lapangan pekerjaan), dimana telah secara cepat menurun dan kehilangan lapangan pekerjaan (dimana nilai lapangan pekerjaan hilang bersih adalah 76,000 sejak tahun ). Jambi memiliki sejumlah kekuatan yang dapat menjadi dasar pembangunannya: Aset intrinsik dan budaya: Jambi memiliki lokasi yang strategis (misalnya: ibukota-ibukota negara ASEAN yang besar dalam jarak 700 km), margasatwa yang khas (misalnya: harimau Sumatra), dan warisan budaya yang kaya yang dapat menyokong pertumbuhan sektor-sektor seperti ekowisata Penduduk muda: Hampir sepertiga dari penduduknya berusia kurang dari 15 tahun, memberikan suplai yang kuat akan tenaga kerja di masa mendatang Modal Sumber Daya Manusia yang relative baik: Hasil pendidikan relatif baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia (misalnya: tingkat buta huruf sepertiga lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional; provinsi tertinggi ke-14 untuk Nilai Ujian Akhir siswa sekolah menegah). Namun demikian, masih terdapat kesenjangan. Walaupun angka pendaftaran sekolah dasar cukup tinggi (sekitar 93 persen dari anak-anak usia sekolah dasar mengikuti sekolah dasar), pendaftaran untuk tingkat pasca sekolah dasar rendah, turun menjadi sekitar 52 persen untuk sekolah menengah atas. Survei Kementerian Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa masalah-masalah finansial adalah alasan utama rendahnya pendaftaran pasca sekolah dasar (50 persen dari mereka yang tidak mengikuti pendidikan pasca sekolah dasar menyebutkan masalah-masalah finansial sebagai alasan utama mereka). Pada saat yang sama, terdapat sejumlah masalah dalam lingkungan usaha, yang perlu ditangani. Sebagai contoh: Kesenjangan dalam prasarana transportasi: Terdapat masalah dengan kuantitas jalan dan kualitas pelabuhan Jambi memiliki kepadatan jalan terendah kesembilan (terkait dengan area geografisnya) dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Rencana pembangunan Jambi juga telah mengemukakan pentingnya untuk meningkatkan efisiensi pelabuhan dan prosedur bea cukai. Kekurangan listrik: Hampir seperlima rumah tangga bergantung pada lampu minyak untuk penerangan dan gangguan listrik yang sering juga mengganggu banyak perusahaan, memaksa mereka untuk memasok kebutuhan listriknya sendiri, yang pada akhirnya meningkatkan biaya tetap mereka. Akses listrik merupakan kendala utama yang diangkat oleh investor-investor potensial di provinsi tersebut. Masalah-masalah lingkungan hidup: Kebakaran hutan dan gambut memiliki dampak-dampak sosial dan ekonomi negatif yang besar terhadap provinsi. Luas dampak sebenarnya sulit untuk diukur secara akurat, tetapi wawancara dan bukti anekdot menunjukkan bahwa kebakarankebakaran ini memiliki dampak terhadap biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, dan konsumsi. Sebagai contoh, Jambi memiliki angkat ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) yang relatif tinggi dan meningkat 18 persen pasca kebakaran besar di tahun Kebakaran hutan yang terjadi pada bulan Juli-September 2006 juga menurunkan jumlah penerbangan secara drastik (secara kasar 8 persen penurunan penumpang dibandingkan dengan aktivitas normal). Jambi report_bah_ indd 26 9/2/ :43:49 AM

27 27 Pendekatan tiga langkah digunakan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan peluang pertumbuhan (Gambar 7). Pertama, daftar potensi peluang pertumbuhan disusun berdasarkan wawancara dan lokakarya dengan pengusaha lokal, pejabat pemerintah, dan akademisi, tinjauan rencana pembangunan provinsi yang ada, dan analisis peluang pertumbuhan yang dikejar oleh daerah-daerah dengan tingkat pembangunan ekonomi dan ketergantungan terhadap sektorsektor berbasis hutan yang serupa (misalnya: Guyana, Malaysia, Thailand). Gagasan-gagasan ini kemudian diprioritaskan menurut potensi dampak mereka (berdasarkan arti mereka saat ini bagi PDB, pertumbuhan masa mendatang, kualitas kerja, dan implikasi untuk emisi karbon) dan kelayakan (yaitu, sesuai dengan kekuatan dan kelemahan lingkungan usaha saat ini). Peluang pertumbuhan diprioritaskan sesuai dampak dan kelayakannya Gambar 7 Mengidentifikasi hipotesa untuk peluang pertumbuhan baru Dampak Kelayakan Peluang sektor baru yang diprioritaskan Metodologi Mewawancarai para pengusaha lokal, pejabat pemerintah dan pihak akademisi Mengkaji rencana pengembangan ekonomi Jambi Melakukan analisa outside in terhadap benchmark internasional yang relevan Melakukan penilaian dampak potensial terhadap: Pertumbuhan GDP Rata-rata pendapatan Emisi karbon Menentukan kelayakan Jambi untuk menangkap peluang pertumbuhan, berdasarkan wawancara dengan para ahli sektor, pengusaha, akademisi dan pejabat pemerintah Berdasarkan proses ini, diidentifikasi enam sektor pertumbuhan prioritas: 1. Hasil perkebunan pada lahan non-hutan (13 persen dari PDB tahun 2006): Mengembangkan lahan nonhutan yang baik untuk ditanami tanaman budidaya seperti kelapa sawit, karet, kopi, dan rempah-rempah. Meskipun tanaman perkebunan memiliki kontribusi yang besar saat ini terhadap produktivitas Jambi, pertumbuhan dalam sektor tersebut (khususnya kelapa sawit) berkaitan dengan dampak buruk yang penting bagi lingkungan hidup (dari pembersihan lahan hutan dan pengeringan lahan gambut). Jasa-jasa penyuluhan yang dapat memberikan keterampilan kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas (dan memperkenalkan praktik-praktik ramah lingkungan) pada lahan yang ada harus dilengkapi dengan menetapkan persyaratan hukum wajib atas proses-proses pertanian (misalnya: serupa dengan Panduan Meja Bundar Kelapa Sawit Berkelanjutan/Roundtable on Sustainable Palm Oil guidelines). Mengembangkan industri hilir akan membutuhkan akses yang semakin baik kepada tenaga kerja terampil yang sesuai (misalnya: dengan memperkenalkan program-program kejuruan), memastikan ketersediaan listrik, menyediakan metode-metode agregasi berdasarkan pasar untuk para petani rakyat, dan mengatasi masalah-masalah prasarana transportasi (khususnya jalan dan pelabuhan). Di samping itu, untuk meminimalisir kerusakan lingkungan dari Jambi report_bah_ indd 27 9/2/ :43:50 AM

Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Kalimantan Tengah

Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Kalimantan Tengah Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Kalimantan Tengah 2 3 Menciptakan Kesejahteraan Rendah Karbon di Kalimantan Tengah 4 5 Daftar Isi Kata pengantar 7 Ucapan Terima Kasih 9 Ringkasan eksekutif 11

Lebih terperinci

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

Potensi pengurangan emisi. LULUCF 590 Mt (21%) Mt Mencegah deforestasi, SFM, reforestasi

Potensi pengurangan emisi. LULUCF 590 Mt (21%) Mt Mencegah deforestasi, SFM, reforestasi Lembar Fakta Emisi Karbon dan Pembangunan Emisi Saat Ini Baseline emisi Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 2,1 Gt CO2e, sehingga membuat Indonesia termasuk diantara negara penghasil emisi terbesar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Juli 2014 Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi risiko perubahan iklim tercermin melalui serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah

Lebih terperinci

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon Peraturan Presiden RI Nomor 61 tahun 2001 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca terbit sebagai salah satu bentuk kebijakan dalam

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN RISIKO Jutaan hektar ekosistem hutan hujan Indonesia dan lahan gambut yang kaya karbon tetap terancam penghacuran untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp, walaupun moratorium telah di tandatangani

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PTT (51) Bidang Kehutanan I. Pendahuluan Asisten

Lebih terperinci

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal Kemajuan Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal Ringkasan Eksekutif November 2015 www.forestdeclaration.org An electronic copy of the full report is available

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 04 I 27 Juli 2016 USAID LESTARI PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP Penulis: Christopher Bennett Editor: Suhardi Suryadi PENGANTAR

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah Februari 2017 Tentang CPI Climate Policy Initiative (CPI) merupakan lembaga independen dan nirlaba yang mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan

Lebih terperinci

Tata ruang Indonesia

Tata ruang Indonesia Tata ruang Indonesia Luas 190,994,685 Ha Hutan Produksi Kawasan Non-hutan Hutan Produksi Terbatas Hutan konservasi Hutan dilindungi Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia 2008, Departemen Kehutanan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 15.11.2011 In cooperation with 14.05.2012 Page Seite 1 ISI PRESENTASI 1. Latar Belakang 2. Kemajuan Penyusunan Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

IKLIM. Dr. Armi Susandi, MT. Pokja Adaptasi, DNPI

IKLIM. Dr. Armi Susandi, MT. Pokja Adaptasi, DNPI TRANSPORTASI DAN PERUBAHAN IKLIM Dr. Armi Susandi, MT Prodi Meteorologi, ITB Pokja Adaptasi, DNPI Seminar Public Transportation as The Solution of Bandung Traffic ITB, 2 Oktober 2010 OUTLINE Komitmen Indonesia

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan masa depan hutan Menabur benih untuk masa depan yang lebih baik SNV menyadari besarnya dampak ekonomi dan lingkungan dari pembangunan sektor kelapa sawit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

Belajar dari redd Studi komparatif global

Belajar dari redd Studi komparatif global Belajar dari redd Studi komparatif global Studi komparatif global REDD dalam kurun waktu beberapa tahun yang diupayakan CIFOR bertujuan menyediakan informasi bagi para pembuat kebijakan, praktisi dan penyandang

Lebih terperinci

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012 For more information, contact: Leony Aurora l.aurora@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)8111082309 Budhy Kristanty b.kristanty@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)816637353 Sambutan Frances Seymour, Direktur

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM

KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di kawasan Asia Pasifik Maret 2012 RECOFTC - The Center for People and Forests adalah satusatunya organisasi nirlaba internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

(Reduced Impact Logging) di Kalimantan

(Reduced Impact Logging) di Kalimantan Pembalakan dengan Dampak Dikurangi (Reduced Impact Logging) di Kalimantan Timur: Sebuah Cara untuk Melestarikan Hutan dan Keuntungan Metode pembalakan dengan dampak dikurangi dapat mengurangi emisi CO

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA SOLUSI Masa depan perdagangan internasional Indonesia tidak harus bergantung pada deforestasi. Sinar Mas Group adalah pemain terbesar dalam sektor-sektor pulp dan kelapa sawit, dan dapat memotori pembangunan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur Program Skala Kecil ICCTF Tahun 2016 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Mitigasi Berbasis

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut Jakarta, 12 November 2015 Asia Pulp & Paper Group (APP) menyambut baik instruksi Presiden Indonesia untuk perbaikan pengelolaan lahan gambut,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia Governors limate & Forests Task Force Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Kalimantan Barat ornelis M.H West Kalimantan Governor Preface ornelis M.H Puji

Lebih terperinci