Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah"

Transkripsi

1 Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah Februari 2017

2 Tentang CPI Climate Policy Initiative (CPI) merupakan lembaga independen dan nirlaba yang mendukung para pembuat kebijakan di sektor publik dan swasta, terkait kebijakan energi dan tata guna lahan, dengan fokus pada aspek finansial. CPI bekerja di kawasan yang penting bagi perubahan iklim seperti Amerika Serikat, Eropa, Brazil, China, India, dan Indonesia. Di Indonesia, CPI bermitra dengan Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi setempat dan kelompok organisasi masyarakat untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang mendorong transisi menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Website: Tentang PILAR Palangka Raya Institure for Land Use and Agricultural Research (PILAR) merupakan pusat keunggulan (center of excellence) yang didirikan di bawah Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR). PILAR mendukung para pakar, peneliti dan mahasiswa di UPR mengembangkan riset terkait tata guna dan optimalisasi pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Hasil kajian PILAR ditujukan untuk membantu para pembuat kebijakan, baik di sektor publik maupun swasta, dan masyarakat luas di Kalimantan Tengah menyeimbangkan target pembangunan dan tujuan pelestarian lingkungan. Website: Untuk informasi lebih lanjut mengenai Program Production Protection Approach to Landscape Management (PALM), silakan hubungi: Ery Wijaya, Program Coordinator/Senior Analyst: Darianus Tarigan, Project Manager:

3

4 Hak cipta foto: Halaman 1, 2, 4, 6, 9: Climate Policy Initiative Halaman 3: Guntur Sutiyono

5 Kalimantan Tengah Pendahuluan Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi terluas ketiga di Indonesia dan memiliki banyak potensi sumber daya alam yang dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah merupakan hutan, meliputi 60% dari total luas wilayah, menjadikan provinsi ini salah satu pusat keanekaragaman hayati di Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah mencatat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tertinggi di antara seluruh provinsi di Pulau Kalimantan dalam kurun waktu tahun 2010 hingga Melihat potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mencanangkan untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif melalui pengelolaan lahan dan sumber daya alam yang optimal dan lestari. Guna mendukung visi pembangunan di Kalimantan Tengah, sejak tahun 2013 Climate Policy Initiative (CPI) telah menjalin kemitraan dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR), dan Yayasan PILAR. Kemitraan ini dirangkai dalam Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) dengan dukungan pendanaan dari pemerintah Kerajaan Norwegia melalui Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD). Kerjasama dalam Program PALM mengutamakan kegiatan penelitian bersama untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan mengenai tata guna lahan secara berkelanjutan, khususnya di sektor kelapa sawit, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Program PALM mendorong peningkatan peran dan kapasitas lembaga intelektual lokal untuk memberi masukan kebijakan kepada pemerintah daerah dan pelaku usaha. Untuk itu, CPI bersama UPR mendirikan pusat keunggulan atau Center of Excellence (CoE) PILAR di bawah Fakultas Pertanian (FAPERTA) UPR. Pendirian CoE PILAR ini merupakan wujud komitmen CPI dalam meningkatkan kapasitas keilmuan dan keahlian para peneliti dan akademisi lokal, terutama dalam menemukan solusi dan inovasi untuk menjawab berbagai tantangan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Melalui CoE PILAR, CPI memberikan dukungan teknis dan finansial kepada para peneliti lokal, mulai dari proses perencanaan hingga penerbitan hasil penelitian. Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) 01

6 Program PALM juga mendukung Kelompok Kerja REDD+ Produksi Proteksi yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Kelompok Kerja ini bertugas untuk menjembatani rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian selama berlangsungnya program PALM ke dalam kebijakan dan strategi peningkatan pemanfaatan lahan yang produktif dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Kemitraan yang telah terjalin di fase pertama Program PALM dari tahun 2013 hingga 2016, telah berhasil mengidentifikasi tiga tema utama untuk mewujudkan sektor kelapa sawit yang berkelanjutan di Kalimantan Tengah, yaitu: 1. Tata guna lahan yang berkelanjutan, 2. Peningkatan produktivitas sektor kelapa sawit, 3. Kebijakan fiskal untuk mendukung produktifitas dan tata guna lahan. Tema Kajian 1: Tata Guna Lahan yang Berkelanjutan Perencanaan tata ruang yang memperhatikan kelestarian kawasan yang bernilai konservasi tinggi sangat penting agar perekonomian daerah tumbuh secara berkelanjutan. Untuk itu, dengan dukungan teknis dari Yayasan PILAR dan CoE PILAR, CPI mengembangkan pendekatan baru untuk penilaian (valuasi) sumber daya alam, antara lain, berdasarkan hasil kajian mengenai berbagai kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah. Kajian tentang kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah bertujuan untuk memberikan informasi yang berbasis kajian ilmiah kepada para pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat 02 mengenai kondisi dan potensi sumber daya alam, terutama yang memiliki nilai konservasi tinggi. Informasi tersebut diharapkan dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan di berbagai bidang. Kajian ini berfokus pada lima jenis kawasan, yaitu kawasan lindung (NKT 1.1), bentang alam yang luas dan alami (NKT 2.1), ekosistem transisi (NKT 2.2), ekosistem langka atau terancam punah (NKT 3) dan jasa lingkungan tertentu (NKT 4.2) (Tabel 1.1). Berdasarkan hasil analisa, Kabupaten Katingan, Murung Raya, Gunung Mas, Kapuas, dan Seruyan merupakan kabupaten yang memiliki kawasan NKT paling luas. Murung Raya menyokong kawasan NKT terbesar, yaitu dengan luas hampir 2,1 juta ha; sementara Katingan menempati peringkat tiga besar kabupaten dari lima jenis kawasan NKT yang dikaji. Bila disatukan sebagai kelompok, luas kawasan NKT di kelima kabupaten ini merupakan 62% dari total luas kawasan NKT di Kalimantan Tengah. Jika kelima kabupaten tersebut menempatkan perlindungan kawasan yang memiliki NKT sebagai bagian dari perencanaan pembangunan berkelanjutan, maka hal tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menyeimbangkan pelestarian lingkungan dan pencapaian target pembangunan di provinsi Kalimantan Tengah secara keseluruhan. Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)

7 Tabel 1.1: Hasil kajian kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi (NKT) di Provinsi Kalimantan Tengah Kategori NKT 1.1 NKT 2.1 NKT 2.2. NKT 3 NKT 4.2. Total Kawasan NKT (1.000 ha) 1 Luas kawasan NKT (1.000 ha) Kawasan terancam oleh satu atau lebih faktor (1.000 ha) % kawasan NKT yang terancam 7,1 38,4 53,3 68,9 70,0 61,6 Hampir 62% dari kawasan NKT yang dipetakan berpotensi terancam dampak yang merugikan. Konversi hutan yang menjadi bagian dari perencanaan tata ruang berpotensi memberikan dampak terhadap hampir 18% dari kawasan yang dipetakan, sementara penebangan hutan memberikan dampak hampir 35%, serta perkebunan serat dan lainnya lebih dari 17%. Studi CPI tentang pendekatan valuasi sumber daya alam bertujuan untuk menyelaraskan pedoman dan peraturan mengenai penilaian lahan di lembaga pemerintahan yang terkait, serta menghubungkannya dengan perencanaan tata ruang dan proses pembuatan kebijakan. Pendekatan valuasi ini mengkombinasikan Sistem Informasi Geografis (GIS), inventarisasi, pendekatan partisipatif, dan pendapat ahli. Pendekatan ini dinilai paling efisien dan dapat diandalkan berdasarkan hasil integrasi antara metode valuasi ekonomi ekosistem hutan, seperti dijelaskan dalam Peraturan Menteri 1 Lingkungan Hidup No. 15/2012, dan metode penilaian aset sumber daya alam yang dimiliki oleh negara, sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.06/2010. CPI merekomendasikan pendekatan tersebut untuk valuasi sumber daya alam pada tingkat kabupaten di Kalimantan Tengah. Jika dilaksanakan, ini akan menjadi kali pertama suatu valuasi sumber daya alam yang komprehensif dirancang berdasarkan pemetaan kawasan bernilai konservasi tinggi dan tinjauan peraturan pedoman untuk penilaian, penggunaan lahan, dan tata ruang. Dengan pendekatan ini, nilai ekonomi lahan yang sebenarnya akan dapat diketahui dan dijadikan dasar penilaian penggunaan lahan lebih lanjut. Penilaian ini dapat membantu pengembangan dasar-dasar strategi pengelolaan kawasan baik untuk mencapai tujuan ekonomi maupun untuk perlindungan sumber daya alam di Kalimantan Tengah. Total Kawasan NKT mencakup luas 5 jenis kawasan NKT yang sebagian saling bersinggungan (overlapping). Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) 03

8 Dialog bisnis menghadapi dinamika akses pasar di industri kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Tengah, CPI, dan Yayasan PILAR. Tema Kajian 2: Peningkatan Produktivitas Sektor Kelapa Sawit Industri kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah. Hasil kajian CPI menunjukkan, pada tahun 2013 nilai ekonomi yang dihasilkan oleh sektor hulu (meliputi usaha perkebunan kelapa sawit) mencapai Rp 13 triliun. Sektor pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO) dan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) menghasilkan nilai ekonomi antara Rp triliun, sedangkan sektor hilir (meliputi produksi turunan dari CPO dan PKO) menghasilkan antara Rp miliar. sepanjang rantai pasok kelapa sawit, mengurangi deforestasi secara agresif serta menjaga ekosistem yang memiliki nilai tinggi. CPI mengidentifikasi berbagai peluang untuk meningkatkan nilai ekonomi di sektor kelapa sawit, yaitu dengan meningkatkan produktivitas perkebunan, mengoptimalkan kapasitas pabrik pengeloahan dan memperkuat rantai pasok kelapa sawit (Gambar 2.1). Di sektor hulu, peluang terbesar untuk menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi adalah dengan meningkatkan produktivitas dari perkebunan rakyat yang masih tergolong rendah. Terlepas dari kontribusi ekonomi yang dihasilkan, perkembangan industri kelapa sawit seringkali diiringi dengan tingginya aktivitas deforestasi yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem lingkungan hidup dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Menyeimbangkan sasaran ekonomi dan lingkungan menjadi sangat penting, khususnya di wilayah-wilayah dengan cadangan hutan yang luas seperti di Kalimantan Tengah. Untuk itu, prioritas pembangunan ekonomi Kalimantan Tengah perlu diarahkan untuk mendorong peningkatan nilai ekonomi di 04 Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)

9 LUAS LAHAN INDONESIA: 188 Juta hektar total 10.6 Juta hektar kelapa sawit KALIMANTAN TENGAH : 15.3 Juta hektar total 1.2 Juta hektar Perkebunan kelapa sawit dan tambahan 2 juta hektar yang sudah berizin Kelapa sawit mencakup 8% luas lahan Kalimantan Tengah dan total 11% dari total perkebunan kelapa sawit di Indonesia PERKEBUNAN BESAR Juta hektar kelapa sawit 142+ perusahaan ha per perusahaan PERKEBUNAN RAKYAT Juta hektar kelapa sawit rumah tangga 41,380 pertanian 3-5 ha per Rumah tangga JUTA Memproduksi 17 TON tandan buah segar (TBS) atau 15 ton/ha, setara 12% total produksi TBS di Indonesia Nilai tambah sektor hulu Kalimantan Tengah USD 1 billion (USD /ha) PABRIK 83 pabrik minyak kelapa sawit dengan kapasitas produksi >6 Juta ton/tahun CPO PKO 10 pabrik minyak inti sawit dengan kapasitas produksi ~180,000 ton/tahun Memproduksi 3-4 Juta ton CPO dan 97,000 ton CPKO (menggunakan 50-65% kapasitas produksi CPO) berkontribusi sebanyak 11% produksi CPO Indonesia. urnian i di Indonesia. 78% minyak sawit yang dihasilkan di Kalimantan Tengah Nilai tambah produksi CPO dan CPKO USD billion 2 pabrik minyak goreng kapasita produksi: 850,000+ ton/tahun PEMURNIAN, PENGOLAHAN, PABRIK BIODIESEL 1 pabrik biodiesel kapasitas produksi: 40,000+ ton/tahun Memproduksi 750,000 ton hasil pemurnian setara dengan 8% total produksi minyak sawit murni Indonesia. 78% minyak sawit yang dihasilkan di Kalimantan tengah tidak dimurnikan di provinsi tersebut Nilai tambah sektor hilir: USD million Gambar 2.1: Rantai Nilai Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah Beberapa kendala utama yang umumnya dialami oleh para petani kelapa sawit meliputi kurangnya pengetahuan mengenai praktik perkebunan dan pengelolaan perkebunan yang baik, akses terhadap pendanaan yang terbatas, serta sulitnya mengakses sarana dan prasarana perkebunan yang berkualitas. Meskipun berpotensi untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat secara signifikan, mengatasi berbagai keterbatasan tersebut secara efektif dan efisien merupakan suatu tantangan yang besar. CPI menilai bahwa pengorganisasian usaha perkebunan petani dan penguatan skema usahanya merupakan salah satu cara yang perlu dipertimbangkan. Pada umumnya petani kelapa sawit melakukan kegiatan usaha secara swadaya atau tergabung dalam skema kemitraan dengan perusahaan. CPI dan PILAR mengidentifikasi tiga model kemitraan yang umum digunakan oleh petani kelapa sawit di Kalimantan Tengah, yaitu kemitraan individual, skema koperasi dan skema dikelola oleh perusahaan. Secara garis besar, studi PILAR menunjukkan bahwa skema kemitraan yang menggunakan pengorganisasian perkebunan (yaitu skema koperasi dan skema dikelola oleh perusahaan) memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan petani swadaya dan petani dengan kemitraan individual (Gambar 2.2). Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) 05

10 Skala (ha) Biaya Operasional (juta/ha/tahun) Produksi vs Potensi (ton/ha) Keuntungan Petani (juta/ha/tahun) KEMITRAAN INDIVIDU petani KOPERASI ! " petani 21 PEMBINAAN PERUSAHAAN petani #$ PUPUK PEMELIHARAAN PROSES PANEN TRANSPORTASI Gambar 2.2: Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Melalui pengorganisasian dan koordinasi yang kuat dengan perusahaan, maka alih pengetahuan, penyaluran kredit serta akses terhadap sarana dan prasarana perkebunan yang berkualitas dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini ditunjukkan oleh skema kemitraan koperasi dan kemitraan dikelola oleh perusahaan yang menghasilkan produktivitas dan profitabilitas yang sangat baik. Selain itu, hasil kajian PILAR juga mengindikasikan bahwa skema kemitraan koperasi memiliki kinerja yang baik dalam hal pengelolaan operasional dan keuangan, serta dalam memitigasi berbagai risiko yang dihadapi. Tema Kajian 3: Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Produktifitas dan Tata Guna Lahan Sejak era desentralisasi diberlakukan, pemerintah daerah memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan terkait pengelolaan lahan dan sumber daya alam. Namun, kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah dalam penggunaan lahan dan sumber daya alam tidak selalu mempertimbangkan implikasinya terhadap kondisi fiskal daerah. Di sisi lain, dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dicatat sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah terus meningkat. Antara tahun 2010 dan 2016, transfer pemerintah pusat ke daerah meningkat hampir dua kali lipat, dari Rp 344 triliun menjadi Rp 770 triliun. Dengan jumlah sebesar ini, dana transfer memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai instrumen pendukung pengelolaan lahan dan sumber daya alam berkelanjutan. 06 Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)

11 Pajak Penghasilan (USD 11,444m) Pajak Pajak Daerah (USD 10,950m) Pajak Ekspor (1,148m dolar AS) Pajak Pertambahan Nilai (97.2m dolar AS) Volume Bukan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (2.230m dolar AS) Minyak dan Gas (22.173m dolar AS) Panas Bumi Pertanian Kehutanan Kantor Tanah Pertambangan Ukuran Lahan Gambar 3.1: 93% pendapatan terkait penggunaan lahan berasal dari instrumen pendapatan yang dihitung berdasarkan produksi. Studi yang dilakukan oleh CPI, Meningkatkan Produktifitas Lahan melalui Kebijakan Fiskal (2015), menemukan bahwa dalam sistem fiskal yang ada saat ini, pemerintah daerah tidak mendapatkan pendapatan yang optimal dari kegiatan ekonomi yang bersifat ekstraktif, termasuk dari pemanfaatan lahan. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa hampir seluruh pendapatan pemerintah yang berasal dari lahan diterima melalui instrumen pendapatan yang dihitung berdasarkan besaran produksi, bukan luasan lahan. Ini mengindikasikan tidak adanya insentif bagi mereka yang mampu menggunakan lahan secara efisien, misalnya dengan melakukan praktik pertanian yang intensif. CPI juga melakukan studi kasus yang secara khusus melihat perpajakan di sektor perkebunan kelapa sawit. Studi tersebut mengestimasi sumbangan pajak sektor ini di tahun 2012/2013 sekurangkurangnya mencapai Rp 10 triliun. Meski demikian, sektor ini memiliki rasio pajak-terhadap-pdb (Produk Domestik Bruto) yang tergolong rendah, yaitu hanya 3,4%, yang mengindikasikan adanya peluang untuk mengoptimalkan pendapatan pajak dari sektor tersebut. Studi kasus ini juga mengestimasi besaran pendapatan dari sektor perkebunan kelapa sawit yang dibagihasilkan kembali ke daerah secara nasional. Dari seluruh pendapatan yang dikumpulkan, hanya 11-14% atau Rp 1,1 triliun saja yang akhirnya kembali ke daerah. Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) 07

12 Pajak Penghasilan Pribadi PPN Pajak Penghasilan Badan $50m Total Penerimaan: $ million Pajak Bumi dan Bangunan 20% $127m $56m $97m 94% 0% 0% Dibagikan ke Pemerintah Daerah: $106 million (11-14%) 0% Pajak Ekspor/ Bea Keluar $ m Gambar 3.2: CPI mengestimasi di tahun 2012 hingga 2013, hanya 11-14% total pendapatan dari perkebunan kelapa sawit yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah Studi ini menunjukkan beberapa peluang lebih jauh untuk mengatasi inefisiensi pendapatan khususnya yang terkait tata guna lahan melalui instrumen kebijakan fiskal di Indonesia. Ada tiga wilayah kebijakan yang dapat ditelusuri lebih jauh: 1) penyesuaian instrumen pendapatan yang ada saat ini, 2) penyesuaian mekanisme transfer ke pemerintah daerah, dan 3) peruntukkan (earmarking) instrumen pendapatan atau bagi hasil tertentu untuk mendukung kegiatan yang mengurangi deforestasi. Dukungan kebijakan fiskal kepada pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama untuk mendorong tata kelola lahan dan sumber daya alam yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah pusat dapat mendukung pemerintah daerah melalui pembentukan kerangka kebijakan fiskal sebagai panduan untuk mempromosikan praktik tata kelola sumber daya yang berkelanjutan, termasuk di industri kelapa sawit. Kebijakan fiskal tersebut diharapkan mampu memberikan insentif bagi praktik berkelanjutan seperti perlindungan terhadap kawasan bernilai konservasi tinggi, peningkatan efisiensi pertanian, mendorong akses petani untuk mendapatkan pembiayaan, dan perlindungan terhadap dampak sosial dan lingkungan. 08 Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM)

13 Fase Kedua Program PALM Komitmen dan kemitraan di antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, CPI, UPR, dan Yayasan PILAR berlanjut untuk implementasi program PALM fase kedua yang dilaksanakan dari pertengahan tahun 2016 hingga Kegiatan-kegiatan utama yang akan dilakukan selama fase kedua ini meliputi: 1. Penelaahan kebijakan dan instrumen fiskal yang bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah dalam mewujudkan tata guna lahan yang berkelanjutan dan adil, termasuk untuk mendukung sektor pertanian agar memiliki produktivitas yang tinggi. 2. Pengembangan model bisnis terkait pengorganisasian petani dan inovasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit. Kedua hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas manfaat dari perkembangan industri sawit bagi petani dan masyarakat setempat. 3. Membangun kemitraan dengan pemerintah kabupaten di Kalimantan Tengah untuk mengembangkan rantai pasok kelapa sawit yang efisien dan berkelanjutan guna meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah. Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) Dalam fase kedua Program PALM, CPI melanjutkan upaya untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan keahlian para peneliti lokal dan meningkatkan peran peneliti lokal dalam membantu merumuskan kebijakan yang mendorong pembangunan ber- kelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk itu, CPI, CoE PILAR (di bawah Fakultas Pertanian UPR), dan Yayasan PILAR menyiapkan dua bentuk pendekatan kerja sama penelitian, yakni: 1. Pendekatan arahan (top-down): Pendekatan ini mengutamakan inisiatif topik dan metodologi penelitian yang diprakarsai oleh CPI, sedangkan penelitian dilaksanakan oleh peneliti UPR dengan pendampingan dari tim Analis CPI. 2. Pendekatan partisipatif (bottom-up): Dalam pendekatan ini, CPI dan CoE PILAR di UPR menawarkan secara terbuka kepada para peneliti di UPR untuk mengusulkan judul penelitian sekaligus metodologi, susunan tim dan anggaran riset, berdasarkan topik umum yang telah disepakati. CPI kemudian menyeleksi usulan penelitian sesuai kerangka kegiatan fase kedua Program PALM. 09

14

15

16 Kerjasama antara: Universitas Palangkaraya Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Didukung oleh:

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah April 2015 Supported by: Dalam Konteks Indonesia dan Kalimantan Tengah Indonesia memiliki 10% dari

Lebih terperinci

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Ringkasan Eksekutif Bismart Ferry Ibie Nina Yulianti Oktober 2016 Nyahu Rumbang Evaphilo Ibie RINGKASAN EKSEKUTIF Kalimantan Tengah berada di saat

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan pada FIELD TRIP THE FOREST DIALOGUE KE PT. WINDU NABATINDO LESTARI PUNDU, 17 MARET 2014 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan

Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan. masa depan hutan Produksi minyak sawit berkelanjutanmelestarikan masa depan hutan Menabur benih untuk masa depan yang lebih baik SNV menyadari besarnya dampak ekonomi dan lingkungan dari pembangunan sektor kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

RINGKASAN. Murung Raya STRATEGI PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU. Sektor terpilih untuk pertumbuhan. ekonomi hijau

RINGKASAN. Murung Raya STRATEGI PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU. Sektor terpilih untuk pertumbuhan. ekonomi hijau Kalimantan Tengah, Indonesia Publikasi Mei 2015 RINGKASAN STRATEGI EKONOMI HIJAU Gambaran umum kabupaten adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah yang terletak tepat di tengah Pulau Kalimantan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia

Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Pemetaan Pendanaan Publik untuk Perubahan Iklim di Indonesia Juli 2014 Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi risiko perubahan iklim tercermin melalui serangkaian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 TENTANG PROSEDUR PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN Oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc Komisaris Utama PT. Pupuk Indonesia Holding Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. keuangan dan kegiatan operasional. Anggaran yang telah disepakati untuk

BAB I. PENDAHULUAN. keuangan dan kegiatan operasional. Anggaran yang telah disepakati untuk BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi biasanya menggunakan anggaran sebagai alat perencanaan keuangan dan kegiatan operasional. Anggaran yang telah disepakati untuk dijalankan pada periode tertentu

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Industri perbankan, khususnya bank umum, merupakan pusat dari sistem keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat penyimpanan dana, membantu pembiayaan

Lebih terperinci

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 02 I 27 Mei 2016 USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Penulis: Suhardi Suryadi Editor:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 153.564 km 2 (Badan Pusat Statistik, 2014) merupakan provinsi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi KEGIATAN TINDAK LANJUT PENGHIMPUNAN DATA, INFORMASI DANA BAGI HASIL (DBH) SEKTOR PERKEBUNAN (DBH CPO) Kerjasama Dinas Pendapatan Propinsi Riau dengan Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru 2013

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

GAR dan SMART Meluncurkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas untuk Mengurangi Dampak pada Lahan

GAR dan SMART Meluncurkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas untuk Mengurangi Dampak pada Lahan Untuk diterbitkan segera GAR dan SMART Meluncurkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas untuk Mengurangi Dampak pada Lahan Jakarta, Singapura, 15 Februari 2012 - Golden Agri-Resources Limited (GAR) dan

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Forestry Options Launching, Feb 2007, p. 1

Forestry Options Launching, Feb 2007, p. 1 Leading the British government s fight against world poverty Forestry Options Launching, Feb 2007, p. 1 Mengapa Hutan penting bagi Pembangunan Indonesia (Enam alasan utama) 1. Hutan merupakan sumber mata

Lebih terperinci

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan www.spks-nasional.org Latar belakang Belum ada titik temu antara kondisi petani swadaya kelapa sawit dengan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH Oleh Dr.Ir.H.Saputera,Msi (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Makanan Tradisional dan Tanaman Obatobatan Lemlit

Lebih terperinci

F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN

F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN Agung Wijono Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Untuk diterbitkan segera Siaran Pers Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Jakarta, Singapura, 9 Februari 2011 Golden Agri Resources Limited (GAR) dan anakanak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah

Lebih terperinci

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 Ignatius Ery Kurniawan PT. MITRA MEDIA NUSANTARA 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU SIDa.F.47 PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU Ramos Hutapea, MEng BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012 LATAR BELAKANG Kab. Kapuas Hulu memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Profil Wilayah Heart Of Borneo Profil Wilayah Heart Of Borneo Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

Membangun Kolaborasi Peningkatan Ekonomi dan Perlindungan Lingkungan Melalui Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)

Membangun Kolaborasi Peningkatan Ekonomi dan Perlindungan Lingkungan Melalui Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Membangun Kolaborasi Peningkatan Ekonomi dan Perlindungan Lingkungan Melalui Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Desi Kusumadewi Senior Program Manager Landscape & Commodities IDH, The Sustainable Trade Initiative

Lebih terperinci