BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Proses penelitian apapun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang dianggkat. Namun tidak semudah yang dibayangkan, karena proses penelitian tanpa pengetahuan teoritis, maka bagaikan berjalan tanpa tujuan. Oleh karena itu, penelitian harus berangkat pula dari berbagai teori sebagai penuntun perjalanan dalam proses penelitian. Namun teoriteori yang dipergunakan adalah teori yang ada relevansinya dengan variabelvariabel yang hendak diteliti, sehingga teori itu dianggap sebagai landasan untuk melakukan proses penelitian. 2.1 Landasan Teori Teori-teori yang dipergunakan sebagai pedoman penentu arah proses penelitian, dianggap sebagai landasan teori, maka dalam penelitian ini teori-teori yang hendak dipergunakan adalah teori mengenai Produk Domestik Regional Bruto, kunjungan wisatawan mancanegara, inflasi dan Pendapatan Asli Daerah khususnya Provinsi Bali Pengertian Pendapatan Asli Daerah Dalam menghadapi perkembangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan mamberikan kewenangan yang luas, nyata dan 13

2 bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun Konsekuensi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, keluarlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang mengatur tentang pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta pembagian keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dari keanekaragaman daerah. Kewenangan daerah yang begitu luas diberikan agar suatu daerah dapat menggali sumber-sumber yang dapat melaksanakan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Junto Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, unsur dari PAD terdiri dari : 1) hasil pajak daerah 2) hasil retribusi daerah 3) hasil perumahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan dan 4) pendapatan asli daerah lainnya yang sah Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 mengatakan bahwa pajak daerah merupakan sumber pemdapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Pajak daerah juga 14

3 merupakan pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan bagi pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah. Klasifikasi sumber pendapatan daerah yang berasal dari pajak menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari : a. pajak hotel dan restoran yaitu pemungutan pajak yang dilaksanakan atas pelayan hotel dan restoran b. pajak hiburan c. pajak penerangan jalan d. pajak reklame e. pajak pengambilan lahan galian C Selain pajak daerah sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup besar dalam menyumbang Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi daerah. Di beberapa daerah pendapatan yang berasal dari retribusi daerah dapat lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 retribusi daerah merupakan pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau perusahaan. Adapun jenis-jenis retribusi daerah yang terdiri dari : 1) retribusi jasa umum 2) retribusi jasa usaha 3) retribusi perizinan tertentu 15

4 Jasa menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah kegiatan pemerintah daerah yang berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas dan pemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh pribadi atau badan Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan pemilik faktor produksi suatu wilayah dalam satu tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2002 : 4) PDRB dapat dibedakan menjadi beberapa variabel yaitu : 1) PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan dihitung menurut harga tahun berjalan. 2) PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan dihitung menurut harga tahun dasar. Pengertian PDRB tersebut di atas dapat dipersempit menjadi PDRB menurut lapangan usaha dan PDRB menurut penggunaan, PDRB menurut lapangan usaha adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu dan pada periode tertentu, sedangkan PDRB menurut penggunaan adalah jumlah nilai barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Komponen-komponen penggunaan PDRB meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik regional bruto, perubahan stok dan ekspor netto. Dengan demikian PDRB merupakan data yang sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan 16

5 pembangunan daerah dan dapat digunakan sebagai alat evaluasi terhadap hasilhasil pembangunan di bidang ekonomi. Untuk menghitung PDRB, ada tiga metode perhitungan yang biasa digunakan (BPS, Bali, 2002 : 3) yaitu : 1) Dari segi produksi, PDRB merupakan jumlah nilai produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. 2) Dari segi pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima pemilik faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu satu tahun. 3) Dari segi pengeluaran, PDRB merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga, lembaga sosial swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok ekspor netto merupakan ekspor dikurangi impor. Secara teoritis agregat PDRB dibedakan (BPS, Bali, 2002 : 4) menjadi : a. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, merupakan jumlah nilai produksi, nilai pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan, merupahan jumlah nilai produksi, nilai pendapatan atau pengeluaran yang dinilai berdasarkan tahun dasar. c. PDRB Atas Dasar Harga Pasar, merupakan penjumlahan nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian wilayah itu. Yang dimaksud nilai tambah adalah nilai produksi dikurangi dengan biaya antara. Dengan 17

6 demikian nilai tambah disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan, penyusutan dan pajak tidak langsung. d. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan barang modal tetap pada tahun yang bersangkutan. e. PDRB Atas Dasar Biaya Faktor adalah PDRB atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto, sama dengan atas dasar harga faktor. f. Pendapatan Regional merupakan pendapatan yang benar-benar diterima oleh penduduk yang tinggal di suatu region yang diperoleh dari mengurangi PDRB atas dasar biaya faktor dengan pendapatan yang mengalir keluar dari region yang dimaksud. g. Pendapatan perkapita adalah pendapatan regional (atas harga biaya faktor produksi) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun untuk tahun yang sama Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan Pendapatan Asli Daerah Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk mengetahui tingkat kemampuan masyarakat dalam melakukan kewajibannya kepada pemerintah, yaitu melakukan pembayaran terhadap setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah yang dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai dari seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat daerah dalam satu tahun. 18

7 PDRB baik berdasarkan harga konstan maupun berlaku untuk kurun waktu yang akan datang, bermanfaat untuk mengetahui berapa besar kemampuan masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi serta untuk mengetahui berapa besar tingkat inflasi suatu daerah. Berdasarkan pengertian dan manfaat dari PDRB, maka hakekatnya PDRB berguna untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi di suatu daerah. Menurut Thamrin Simanjuntak dalam Abdul Halim (2001 : 121), bahwa perkembangan PDRB perkapita riil dapat digunakan untuk melihat kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan kata lain semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, semakin besar pula sumber penerimaan daerah. Artinya, ada hubungan positif antara PDRB dengan Pendapatan Asli Daerah Konsep Pariwisata Pariwisata adalah sekumpulan fenomena dan hubungan yang tumbuh dari interaksi para wisatawan (pelancong), para pengusaha dengan pemerintah dan masyarakat. Interaksi ini terjadi dalam suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat berusaha untuk mempengaruhi para wisatawan dan pengunjung lainnya untuk singgah di tempat atau daerah yang mereka kunjungi (Sulastiyono, 1999 : 4). Salah Wahab dalam Yoeti (1996 : 116) pariwisata adalah aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu yang meliputi orang-orang dari daerah sendiri (di luar negeri) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang lain (daerah 19

8 tertentu, suatu negara atau benua) beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap. Sedangkan Hunsieker dalam Yoeti (1996 : 115) kepariwisataan merupakan keseluruhan daripada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara. Menurut Yoeti (1996 : 109) faktor-faktor penting yang terdapat dalam batasan pariwisata adalah : a. Perjalanan itu dilakukan dengan sementara waktu. b. Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. c. Perjalanan itu walaupun apa bentuknya harus dikaitkan dengan rekreasi. d. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam Konsep Wisatawan Pengertian wisatawan menurut Norwal dalam Yoeti (1996 : 142) adalah seorang yang memasuki wilayah negara asing dengan tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal menetap atau permanen atau untuk melakukan usaha-usaha 20

9 yang teratur melintasi perbatasan dan mengeluarkan uangnya di negara yang dikunjungi. Erawan (1994 : 25), wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara, selain negara dimana dia biasanya tinggal dalam waktu setidaktidaknya selama 24 jam. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seperti kita ketahui banyak orang asing yang datang ke suatu negara dapat dikategorikan sebagai wisatawan. Menurut Yoeti (1996 : 140) mengelompokkan banyak orang yang berkunjung memasuki suatu wilayah atau yang datang pada suatu negara dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu : 1) Imigran 2) Pengunjung 3) Penduduk 4) Foreign diplomatic and military personal Memperhatikan keempat kelompok di atas, maka hanya kelompok kedua yaitu pengunjung (visitors) saja yang diperlukan untuk data statistik pariwisata sedangkan yang lainnya tidak. Definisi mengenai pengunjung (visitors) menurut The United Nations Conference On International Travel and Tourism, yang bersidang di Roma tahun 1963, dikatakan sebagai berikut : Visitor is any person visiting a country other than in which he has usually place of residence, for any reason other than following an accupation remunerated from within the country visited. 21

10 Menurut definisi di atas, yang dimaksud dengan pengunjung adalah seseorang yang sedang mengunjungi suatu negara yang lain dari tempat tinggal biasanya, dengan maksud tidak mencari atau menjabat suatu pekerjaan untuk mencari nafkah di negara yang ia kunjungi. Jelas bahwa pengunjung itu bukan penduduk negara yang dikunjungi. Pasal 5 Revolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 870 wisatawan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1) Wisatawan adalah pengunjung yang tinggal menetap sekurang-kurangnya selama 24 jam di negara yang ia kunjungi dengan maksud : a. Menggunakan waktu luang seperti untuk rekreasi, liburan, cuti, berobat, studi dan olah raga. b. Tujuan bisnis, mengunjungi keluarga, rapat dinas atau misi tertentu. 2) Pelancong yaitu orang yang datang mengunjungi suatu negara dalam jangka waktu kurang dari 24 jam dan tidak bermalam di tempat yang dikunjungi Hubungan Kunjungan Wisatawan Dengan Pendapatan Asli Daerah Menurut Yoeti (1996 : 64) bagi suatu negara yang mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri di negaranya, maka lalu lintas orang-orang (wisatawan) ternyata memberikan keuntungan dan hasil yang tidak sedikit dan bahkan memberikan pendapatan (income) utama melebihi ekspor bahan-bahan mentah, hasil tambang yang dihasilkan negara tersebut. Sebagai akibat lebih jauh, dengan adanya lalu lintas wisatawan ternyata memberi dampak terhadap perekonomian negara yang dikunjungi, dampak yang dimaksud antara lain : 1) Memberikan kesempatan kerja atau dapat memperkecil pengangguran. 22

11 2) Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah. 3) Meningkatkan pendapatan nasional (National Income). 4) Memperkuat porsi neraca pembayaran (Net Balance Payment). 5) Memberikan efek multiplier dalam perekonomian setempat. Mengembangkan industri pariwisata pada suatu negara, tujuan utamanya adalah untuk menggali dan meningkatkan nilai-nilai ekonomi sebagai akibat adanya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata di negara tersebut. Harry G. Clement dalam Yoeti (1997 : 102) menyebutkan bahwa penerimaan pajak dan pendapatan nasional itu berkaitan erat dengan besar kecilnya koefisien miltiplier. Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa besarnya pajak yang diterima pemerintah banyak tergantung pada besar kecilnya pengeluaran wisatawan di daerah tujuan wisata tersebut, besarnya pajak tersebut ditetapkan pemerintah menurut hasil penelitian adalah lebih kurang 10% dari pendapatan nasional yang diterima. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan akan berdampak pada peningkatan jumlah Pendapatan Asli Daerah. Artinya, ada hubungan positif antara kunjungan wisatawan dengan Pendapatan Asli Daerah Pengertian Inflasi Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang secara umum dan terus-menerus (Nopirin, 1995 : 10). Menurut Laider D. dan Parkin M. (dalam Abdul Hakim, 2002) inflasi bisa didefinisikan sebagai sebuah proses meningkatnya harga-harga umum atau menurunnya nilai mata uang secara terusmenerus. Kenaikan dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi, kecuali 23

12 bila kenaikan tersebut menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barangbarang lain. Berdasarkan berat dan ringannya inflasi, jenis inflasi dapat digolongkan menjadi 4 macam tingkatan, yaitu : 1) Inflasi ringan (di bawah 10% per tahun) 2) Inflasi sedang (antara 10% - 30%) 3) Inflasi berat (antara 30% - 100%) 4) Hiper inflasi (di atas 100%) Berdasarkan darimana inflasi itu berasal, maka inflasi dapat digolongkan menjadi dua yaitu : 1) Inflasi yang berasal dari dalan negeri (Domestic Inflation) yaitu inflasi yang disebabkan karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan jalan pancetakan uang maupun akibat gagal panen yang berlangsung terusmenerus. 2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation) yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga barang Luar Negeri atau negara yang berhubungan dengan negara kita yang dapat berupa kenaikan harga barang impor. Berdasarkan besarnya laju inflasi (Nopirin, 1995 : 27), inflasi dapat dibedakan menjadi 3 kategori sebagai berikut : 1) Inflasi merayap (Creeping Inflation). Inflasi merayap ditandai dengan laju inflasi yang rendah yang berjalan dengan lambat, persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama. 24

13 2) Inflasi menengah (Galloping Inflation). Inflasi menengah ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar yang kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Akselerasi berarti bahwa harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya. 3) Inflasi tinggi (Hyper Inflation). Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya, harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali, masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang dan nilai uang merosot dengan tajam sehingga ditukarkan dengan barang serta perputaran uang yang cepat, harga naik secara akselerasi. Berdasarkan penyebabnya inflasi dapat digolongkan menjadi : 1) Inflasi yang timbul akibat permintaan masyarakat akan berbagai barang semakin kuat. Inflasi semacam itu disebut demand-pull inflation (Manurung, 2001 : 240). 2) Inflasi yang timbul akibat kenaikan biaya produksi atau disebut dengan costpush inflation (Manurung, 2001 : 241). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi, serta produk nasional. 1) Efek terhadap pendapatan (Equity Effect). Efek terhadap pendapatan ini sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan. Pihak-pihak yang dirugikan misalnya orang yang memiliki pendapatan tetap, orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas. Pihak yang 25

14 diuntungkan misalnya adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase yang lebih tinggi dari laju inflasi. 2) Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect). Perubahan pola alokasi faktorfaktor produksi dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian mendorong terjadinya perubahan dalam produksi barang tertentu. 3) Efek terhadap output (Output Effect). Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Karena dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang-barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi, (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yaitu penurunan output Hubungan Inflasi terhadap Pendapatan Asli Daerah Perkembangan makro ekonomi daerah Bali tidak lepas dari pengaruh tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi merupakan gejala biasa dalam ekonomi makro, namun sangat penting dan selalu dialami hampir semua daerah termasuk Bali. Hal ini ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa. Inflasi dalam kaitannya dengan penerimaan daerah khususnya PAD, penerimaan justru meningkat. Sayana (dalam Murjana : 2006), menyebutkan beberapa jenis pajak yang ditetapkan berdasarkan omset penjualan yang sifatnya nominal, potensi penerimaannya akan meningkat selaras dengan inflasi. Akan tetapi untuk penerimaan daerah yang sifatnya flat, PBB atau beberapa jenis retribusi perlu dilakukan penyesuaian tarif dengan tingkat inflasi dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah. 26

15 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh I Gusti Ayu Lisnawati (2006) dengan skripsinya yang berjudul Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata dan Investasi Swasta Terhadap Penerimaan Asli Daerah Provinsi Bali tahun Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dimana variabel bebasnya berupa Jumlah Wisatawan Mancanegara, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara, Rata-rata Pengeluaran Wiasatawan Mancanegara, dan Investasi Swasta. Variabel terikatnya adalah Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel bebasnya secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali. Ada pengaruh positif dan signifikan antara jumlah kunjungan wisatawan mancanegara terhadap Pendapatan Asli Daerah. Kemudian rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara dan investasi swasta secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebalumnya adalah terletak pada variabel terikatnya yaitu Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebasnya. Penelitian yang kedua oleh Ida Ayu Putu Sriati (2007) dengan Tesisnya yang meneliti tentang Pengaruh Pajak Daerah Terhadap PAD dan Prospek Konstribusinya Terhadap APBN Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan variabel bebas berupa Pajak Kendaraan Bermotor, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sedangkan variabel terikatnya adalah Pendapatan Asli Daerah. Pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat pada penelitian 27

16 ini diuji dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dan hasil yang didapat adalah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali. Kemudian Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali. Persamaan penelitian yang dibuat oleh penulis dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan pada variabel terikatnya yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel yang diteliti, pada penelitian sebelumnya menggunakan dua variabel bebas yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Sedangkan pada penelitian ini menggunakan tiga variabel bebas yaitu PDRB, Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara, dan Inflasi. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Variabel Produk Domestik Regional Bruto, Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Inflasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali tahun

17 2) Variabel Produk Domestik Regional Bruto, Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Inflasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali tahun ) Variabel yang berpengaruh dominan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bali tahun adalah PDRB. 29

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian (Sukirno 2004:27). Banyak orang memandang bahwa inflasi selalu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian (Sukirno 2004:27). Banyak orang memandang bahwa inflasi selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian (Sukirno 2004:27). Banyak orang memandang bahwa inflasi selalu membawa dampak

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada konteks ekonomi makro, tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu daerah antara lain adalah Pendapatan daerah, tingkat kesempatan kerja dan tingkat

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak BAB II 1. Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak Parkir di Kota Malang telah dilaksanakan dengan baik. Proses pemungutan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004, bahwa program penataan pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini di Indonesia, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahannya secara mandiri. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

Perbedaan GDP dan GNP

Perbedaan GDP dan GNP Perbedaan GDP dan GNP Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan pada dasarnya merupakan perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Peramalan juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di berbagai daerah dan di segala bidang. Pembangunan ini sendiri bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri atas teori - teori yang menyangkut penelitian mengenai Pengaruh kesempatan kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun B A B PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH 6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Beberapa penjelasan mengenai pengertian PDRB yaitu PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat terutama masyarakat kecil dan masyarakat yang masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah ditunjukkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi telah memberikan dampak yang besar terhadap perubahan di seluruh aspek pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI. Disusun oleh: JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI. Disusun oleh: JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI Disusun oleh: RIKA MAYASARI 10975005773 JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang berjuang dengan giat untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi yang ada di Indonesia yang

Lebih terperinci

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi Nuhfil Hanani 1 V. TEORI INFLASI 5.1. Pengertian Inflasi Inflasi menunjukkan kenaikan dalam tingkat harga umum. Laju inflasi adalah tingkat perubahan tingkat harga umum, dan diukur sebagai berikut: tingkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan, maka kajian pustaka yang telah dijadikan pertimbangan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan, maka kajian pustaka yang telah dijadikan pertimbangan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dari beberapa penelitian terdahulu yang sejenis atau studi yang pernah dilakukan, maka kajian pustaka yang telah dijadikan pertimbangan No Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan, perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN 2007 Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury 1. Kebijakan Ekonomi Makro Berdasarkan SAP No.4, CaLK harus

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci