BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa Gestapu meletus pada tanggal 30 September 1965 malam
|
|
- Bambang Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa Gestapu meletus pada tanggal 30 September 1965 malam dengan penculikan dan pembantaian terhadap enam orang anggota senior komando tinggi militer dan seorang ajudan Menteri Pertahanan. Namun, dalam waktu kurang dari 24 jam usaha merebut kekuasaan itu telah dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan militer yang dipimpin oleh Panglima Komando Strategi Angkatan Darat(Kostrad), Mayjen Soeharto (Langenberg dalam Cribb, 2004: 83). John Hughes sebagaimana dikutip David McKay dalam Sulistyo (2001:2-3) menyebut gerakan itu sebagai Gestapu(Gerakan September Tiga Puluh) yang lebih populer dengan sebutan Gerakan Tiga Puluh September. Versi resmi pemerintah menyebutnya Gerakan Tiga Puluh September/Partai Komunis Indonesia(PKI) dan secara keseluruhan peristiwa disebut peristiwa G-30-S/PKI. Peristiwa G-30-S ini menurut John Roosa (2008:4) memiliki dampak sejarah yang penting. Ia menandai awal berakhirnya masa kepresidenan Soekarno, sekaligus bermulanya masa kekuasaan Soeharto. Sampai 1965, kedudukan Soekarno sebagai presiden tidak tergoyahkan. Sebagai bukti kepopularitasnya, baik G-30-S maupun Soeharto berdalih 1
2 bahwa segala tindakan yang mereka lakukan merupakan langkah untuk membela Soekarno. Sementara itu, peristiwa Gerakan 30 September tersebut menjadi salah satu tragedi politik berdarah di Indonesia. Peristiwa tersebut berdampak pada pembantaian massal anggota PKI dan simpatisannya yang terjadi di seluruh daerah. Pembantaian terjadi beberapa minggu setelah kudeta, meluas dari Jawa Tengah sampai Jawa Timur kemudian Bali, dan menyebar ke pulaupulau lainnya dalam skala lebih kecil. Pada sebagian besar wilayah, pembantaian dilakukan oleh unit-unit tentara dan kelompok-kelompok siaga sipil (Cribb, 2004: 4-5). Berbagai fakta menunjukkan adanya keterlibatan tentara dalam peristiwa pembantaian massal tersebut. M.C Ricklefs (2008: ) dalam Sejarah Indonesia Modern menjelaskan, pada 1 November, Soeharto membentuk Kopkamtib(Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Kemudian, kekerasan terhadap orang-orang yang dikaitkan dengan PKI terjadi di seluruh daerah, tetapi pembunuhan massal yang terburuk terjadi di Jawa dan Bali. Penulis lainnya, Lambert J. Giebels (2005: ) menjelaskan bahwa pada pertengahan bulan Oktober, Soeharto mengutus Sarwo Edhie dan para komandonya ke Jawa Tengah untuk mengadakan operasi pembersihan. Sarwo Edhie menyuruh pasukannya menyerang apa yang ia anggap kubu- 2
3 kubu perlawan komunis. Bagi rakyat yang tidak komunis, kedatangan para komando menjadi tanda bahwa mereka bisa membalas dendam untuk penderitaan mereka yang disebabkan oleh intimidasi para pengacau dari Pemuda Rakyat. Para tentara memberi segala macam fasilitas kepada para pemburu komunis. Para pemburu tersebut mencari orang-orang komunis atau yang disangka komunis, menyerahkan mereka kepada peleton api para komando atau membunuhnya dengan parang dan pisau Sementara itu, kesatuan-kesatuan RPKAD mulai menyisir Jawa Tengah, dengan instruksi dari Jakarta untuk memulihkan ketertiban dan menghancurkan sisa-sisa Gerakan 30 September. Di Jawa, RPKAD mempersenjatai dan melatih kelompok-kelompok pemuda antikomunis dengan tujuan khusus untuk menghancurkan PKI. Kegiatan serupa juga bergerak di Sumatera Utara di mana kesatuan-kesatuan khusus Kostrad dan kesatuan-kesatuan lainnya dari komando militer regional mempromosikan dan mendukung pembantaian terhadap para simpatisan PKI oleh pemuda-pemuda antikomunis setempat (Langenberg dalam Cribb, 2004: 87-88). Dalam beberapa kasus, tentara terlibat langsung dalam aksi pembantaian, tetapi seringkali hanya sebagai penyalur senjata, memberi sekadar pelatihan dan dorongan yang kuat kepada kelompok-kelompok sipil yang menjadi sangat penting dalam aksi pembantaian ini (Cribb, 2004: 5). Selanjutnya, di daerah Jombang dan Kediri, peran tentara yang relatif pasif menyediakan arena pertarungan bagi kaum protagonis untuk 3
4 menyelesaikan konflik politik lama melalui kekerasan. PKI terlebih dahulu dihancurkan dan tanpa adanya pengawasan pembantaian berlangsung tanpa koordinasi dan acak, ketika kelompok-kelompok pemuda Muslim setempat, dengan persetujuan dari kiai tertentu, memperoleh kesempatan membunuh musuh mereka, kaum komunis (Sulistyo, 2001: 244). Kenneth R Young dalam Cribb (2004: ) menjelaskan, serangan-serangan tidak akan dilakukan kecuali atas persetujuan dari dan diorganisasi oleh para pemimpin sipil yang umumnya NU, dan dipertegas oleh pihak militer. Di bawah pengawasan dan dengan keterlibatan pihak Angkatan Darat, massacre pun terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. Kepentingan-kepentingan kelas, semangat keagamaan, kebenciankebencian komunal, perbedaan-perbedaan ideologis yang mendalam, semuanya digerakkan dalam kekerasan antikomunis. Dalam sebuah semangat antikomunis yang nyaris histeris, ribuan kelompok penjaga keamanan, yang didukung oleh kesatuan-kesatuan militer lokal dan seringkali diarahkan oleh para komandan militer, yang tersebar di seluruh daerah, membantai atau menangkap orang-orang yang diduga sebagai simpatisan PKI (Kroef; Crouch sebagaimana dikutip Langenberg dalam Cribb, 2004: 88). Sebuah dokumen juga mengambarkan pembantaian-pembantaian yang terjadi di Jawa Timur pada tahun Dokumen tersebut berisi penjelasan-penjelasan rinci tentang pembantaian yang terjadi di berbagai wilayah di Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi salah satunya. Pembantaian di Banyuwangi dipimpin oleh komandan Korem, komandan Kodim, ketua 4
5 PNI cabang Banyuwangi, ketua Nadhlatul Ulama cabang Banyuwangi, dan anggota-anggota angkatan bersenjata yang bertugas. Di tingkat kecamatan, pembantaian-pembantaian itu dilakukan oleh para komandan dan staf Koramil, dan juga para anggota partai (Cribb, 2004: ). Sementara itu, pembantaian-pembantaian di Bali baru bermula hingga relatif terlambat minggu pertama bulan Desember Di sini pintu air aksi kekerasan pun terbuka setelah militer bertindak, dalam kasus ini adalah tindakan-tindakan balasan pihak tentara setelah seorang prajurit terbunuh dalam sebuah bentrokan dengan para pemuda komunis di Jembrana. Tetapi, sekali diawali oleh unit-unit tentara daerah, pembantaian terhadap orang-orang komunis langsung diambil alih secara besar-besaran oleh sipil (Young dalam Cribb, 2004: ). Angkatan darat memainkan peranan penting dalam pembantaian massal di Bali. Mereka mendukung awal terjadinya pembantaian, yakni dengan kesatuan-kesatuan RPKAD yang menyebarkan daftar hitam anggota PKI yang harus dibunuh dan dengan melatih gerombolan pemuda-pemuda sipil, yang biasanya disebut Tamin, untuk menguasai teknik-teknik dasar membantai (Cribb, 2004: 410). Di Provinsi Sumatera Utara, terdapat fakta bahwa tentara ikut mendorong kelompok-kelompok pemuda lokal di ibukotanya( Medan) untuk membunuh pesaing-pesaing mereka dari kalangan komunis. Pasukan-pasukan pemuda di sini adalah kelompok Muslim, Katolik, dan Pemuda Pancasila (Crouch sebagaimana dikutip Young dalam Cribb, 2004: 165). 5
6 Asvi Warman Adam dalam Cribb (2004: v) menjelaskan peristiwa G-30-S secara faktual diikuti oleh pembunuhan massal di berbagai daerah di Indonesia. Pembantaian ini nyaris tidak pernah disebut dalam buku pelajaran sejarah di sekolah semasa Orde Baru. Padahal, sepanjang , telah terjadi pembantaian massal terhadap-paling tidak- 500 ribu lebih anggota dan simpatisan PKI. Bahkan, mereka yang dianggap sebagai pendukung Soekarno pun tak luput dari tindakan penangkapan dan pembunuhan. Ratusan ribu lebih keluarga kehilangan sanak famili mereka. Tragedi itu selama puluhan tahun tersimpan dalam benak terdalam korban dan diketahui oleh segelintir intelektual yang mencium bau tak sedap dari berbagai pelosok daerah di Indonesia (Triyana dalam Isnaeni, Tanpa Tahun:VII). Peristiwa tersebut mendapat sorotan dari berbagai media baik lokal maupun internasional. Namun, akses terhadap informasi untuk pers lokal maupun internasional dibatasi. Seringkali, akses terhadap sumber dan cerita tergantung pada militer. Selain itu, transportasi untuk mencapai lokasi juga sulit dan kesempatan untuk mengumpulkan catatan mengenai pembantaian dari sumber terdekat sangat terbatas (Cribb, 2004: 5). Angkatan Darat mengendalikan dengan ketat keberadaan wartawan asing, melarang sebagian besar masuk Indonesia sejak Oktober 1965 dan membatasi pergerakan mereka yang berhasil masuk Jakarta. Pengawasan mulai longgar pada Maret Stanley Karnow dari Washington Post melakukan penyelidikan selama dua pekan di seluruh Jawa dan Bali dan 6
7 memperkirakan setengah juta orang telah mati dibunuh. Seth King dari New York Times mengajukan angka moderat, yaitu sebanyak korban tewas. Seymour Topping, rekan Seth King di koran yang sama juga menyimpulkan bahwa korban tewas lebih dari setengah juta orang. Ketiganya memberitakan bahwa personil militer dan milisi sipil antikomunis terlibat pembunuhan dan dilakukan dengan cara sistematis serta rahasia (Roosa, 2008: 30-31). Bonnie Triyana menjelaskan, peristiwa pembantaian massal mendapat perhatian meluas dari berbagai media massa setelah Poncke Princen, seorang aktivis Hak Asasi Manusia mengadakan jumpa pers di Jakarta pada 26 Februari Princen menceritakan peristiwa pembantaian di Purwodadi di hadapan media nasional. Setelahnya, berbagai media massa berlomba-lomba menyiarkan kabar pembantaian massal seperti diceritakan Princen. Jurnalis yang turut melaporkan langsung peristiwa tersebut adalah Yopie Lasut, Sinar Harapan dan Maskun Iskandar dari Indonesia Raya. Tak hanya itu, Henk Kolb, jurnalis koran De Haagsche juga menurunkan liputan yang menyoroti soal tahanan politik di kamp Purwodadi yang memprihatinkan, berdesak-desakan dalam kamp dan diperlakukan tidak manusiawi. 1 Di samping itu, berbagai petunjuk mengenai sifat pembantaian bermunculan ke permukaan. Harian KAMI dan Indonesia Raya menuliskan dalam laporannya bahwa pembantaian-pembantaian tersebut lebih dari sekadar 1 Dulu Soeharto, Sekarang Yudhoyono ( 7
8 massacre yang dilakukan tentara biasa terhadap orang-orang yang diduga sebagai pendukung PKI. Hal tersebut terbukti dari tertangkapnya beberapa guru agama di Pastoran Purwodadi. Menurut laporan medis yang dibocorkan kepada Harian KAMI, salah seorang korban, meninggal akibat pemukulan yang kejam (Cribb, 2004: ). Pemberitaan berbagai media massa baik lokal maupun internasional menandakan bahwa peristiwa pembantaian massal ini memiliki nilai berita tinggi. Nilai berita menjadi ukuran berguna untuk menentukan layak berita( newsworthy). Peristiwa yang memiliki nilai berita mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya (Ishwara, 2008: 53). AS Haris Sumadiria (2006: 80) menuliskan 11 nilai berita sebagai berikut: keluarbiasaan (unusualness), kebaruan (newness), akibat (impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), informasi (information), konflik (conflict), orang penting (prominence), ketertarikan manusiawi (human interest), kejutan (suprising), dan seks (sex). Pembantaian massal ini memiliki nilai berita tinggi dari segi keluarbiasaan (unusualness), akibat (impact), kedekatan (proximity), konflik, dan orang penting (prominence). Nilai keluarbiasaan dalam pembantaian massal ini terletak pada kisaran jumlah korban terbunuh. Frank Palmos dalam artikelnya di The Economist 20 Agustus 1966, sebagaimana dikutip Cribb (2004:15) menuliskan laporan sepanjang sekitar 25 halaman yang memuat 8
9 keterangan bahwa jiwa terbunuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan masing-masing di Bali dan Sumatra. Laporan tersebut ditulis dari perkiraan hasil survei yang dipimpin oleh Kopkamtib dibantu oleh sekitar 150 sarjana yang dilakukan pada Dari segi akibat (impact), peristiwa pembantaian massal ini berdampak luas kehidupan sosial-politik-ekonomi. Dampak terbesar terutama pada perkembangan politik di Indonesia. Kedekatan (proximity) secara geografis dan psikologis juga terlihat dalam peristiwa pembantaian massal ini. Secara geografis, peristiwa tersebut terjadi di sebagian besar daerah di seluruh Indonesia. berdasarkan psikologis, peristiwa tersebut mempunyai efek traumatik yang membekas pada diri saksi mata maupun korban. Nilai lainnya adalah konflik. Peristiwa pembantaian massal tersebut terjadi salah satunya disebabkan konflik antara Partai Komunis Indonesia dengan para tokoh pemuka agama di daerah. Orang penting (prominence) turut menjadi nilai berita dalam pembantaian massal ini. Sosok Mayjen Soeharto yang membentuk Kopkamtib menjadi laporan utama dalam majalah Time pada Juli Dalam laporan tersebut, Time memberitakan bahwa militer bertanggung jawab atas pembantaian yang terjadi (Roosa, 2008: 33). Sementara itu, peristiwa pembantaian massal juga mendapat perhatian khusus dari salah satu media di Indonesia pada era reformasi ini. 9
10 Media tersebut adalah majalah Tempo yang menurunkan liputan khusus berjudul Pengakuan Algojo 1965 pada edisi 1-7 Oktober Liputan Khusus majalah Tempo tersebut terkait langsung pada bagaimana media membingkai suatu peristiwa. Ada agenda yang ingin diangkat suatu media dan diperlihatkan kepada publik. Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, di antaranya realitas politik. Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkatnya dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2009: 88). Oleh karena itu, peneliti tertarik menganalisis isi berita pada majalah Tempo dengan menggunakan metode analisis framing. Teknik analisis tersebut dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana media mengemas sebuah realitas. Pemilihan majalah Tempo sebagai kajian analisis berdasarkan atas beberapa hal. Pertama, majalah Tempo memiliki sejarah panjang berkaitan dengan upaya mengungkapkan fakta yang seringkali bersinggungan pada kebijakan rezim penguasa yakni Orde Baru. Kedua, falsafah para pendiri Tempo yang menginginkan majalah tersebut menyajikan berita secara faktual, 10
11 akurat dan berimbang. Ketiga, Tempo memiliki tradisi dalam jurnalistik investigasinya dan keberanian mengangkat isu kontroversial. Dalam konteks penelitian ini terkait dengan berita tentang pembantaian massal, Tempo menurunkan liputan khusus tentang pengakuan algojo Dari sekian berita yang tertulis mulai dari halaman 50 sampai 125, peneliti memilih 12 berita yang terkait dengan peranan tentara di dalamnya. Pemilihan 12 berita tersebut berdasarkan atas adanya unsur keterlibatan tentara dalam pembantaian massal dan menjadi faktor penunjang peneliti dalam menjawab rumusan masalah. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi realitas peranan tentara dalam pembantaian massal pascagerakan 30 September Rumusan Masalah Penelitian ini berupaya untuk menjawab sebuah rumusan masalah penelitian, yaitu : Bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi realitas peranan tentara dalam pembantaian massal pascagerakan 30 September 1965? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi realitas peranan tentara dalam pembantaian massal pascagerakan 30 September
12 1.4 Manfaat Penelitian Signifikansi Akademis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian sejenis dan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu komunikasi, yang khususnya mengkaji mengenai analisis teks media, menggunakan analisis framing Signifikansi Praktis Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi media massa dan praktisi jurnalistik dalam melihat gambaran peristiwa yang berkaitan dengan isuisu politik dan sosial serta konstruksi yang dilakukan oleh media. 12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perempuan pada kompas.com tahun 2011, tindak kekerasan terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan seksual merupakan salah satu tindak kriminalitas yang jumlahnya tergolong tinggi di Indonesia. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian besar oleh media massa. Hal ini karena kasus kekerasan oleh aparat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kongres Rakyat Papua III yang baru-baru ini terjadi mendapat perhatian besar oleh media massa. Hal ini karena kasus kekerasan oleh aparat negara kembali terjadi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. separuh APBN terkonsentrasi pada pemberian subsidi. Menurut Kompas.com
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada 22 Juni 2013, pemerintah melakukan sebuah kebijakan yaitu menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kebijakan ini merupakan kenaikan harga BBM pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecil, memaksa para perempuan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup yang relatif meningkat dan pendapatan yang lebih kecil, memaksa para perempuan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri, karena mendapatkan
Lebih terperinciPaul De Massenner dalam buku Here s The News: Unesco Associate, berita atau news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta
Fitri Dwi Lestari Paul De Massenner dalam buku Here s The News: Unesco Associate, berita atau news adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar. Doug Newsom
Lebih terperinciMengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965
Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan pertentangan antara warga setempat dengan perusahaan swasta terkait dengan akses dan kepemilikan lahan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia seringkali menjadi sorotan karena konflik pertanahan. Hafid
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia seringkali menjadi sorotan karena konflik pertanahan. Hafid (2001: 1-2) mengatakan, semenjak tahun 1970an persoalan ini menjadi krusial karena Soeharto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seolah tak pernah memiliki akhir dan tak selesai untuk dibahas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu isu yang selalu menghiasi media-media massa kita. Baik media cetak maupun elektronik. Masalah korupsi di negeri ini seolah tak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik antara dua institusi Negara seperti penyerangan Markas Polres oleh TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya sepanjang 10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan. Dari catatan Komnas Perempuan, yang dimuat pada harian Kompas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan terhadap wanita adalah fenomena sosial yang sering kali terdengar di telinga masyarakat dan sudah lama terjadi. Baru-baru ini menjadi topik hangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya
Lebih terperinciSilahkan Baca Tragedi PKI Ini
Silahkan Baca Tragedi PKI Ini Nusantarapos,- Apakah Pantas Soeharto Diampuni?, Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di
Lebih terperinciKesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965
Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965 Hasan Kurniawan http://daerah.sindonews.com/read/1057848/29/kesaksian-siauw-giok-tjhan-dalam-gestapu-1965-1446312109/ Senin, 2 November 2015 05:05 WIB Siauw
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam tiga tahun terakhir ini, jumlah kasus kekerasan seksual terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tiga tahun terakhir ini, jumlah kasus kekerasan seksual terus mengalami peningkatan. Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Melalui analisis, dapat terlihat berbagai kritik sosial yang diungkapkan oleh SGA dalam Kalatidha. Kritik dalam Kalatidha dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah
Lebih terperinciIni Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI
Selasa 26 September 2017, 15:58 WIB CIA Pantau PKI Momen Krusial! Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Fitraya Ramadhanny detiknews https://news.detik.com/berita/d-3658975/momen-krusial-ini-pantauan-cia-saat-kejadian-g30spki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kasus korupsi di Indonesia merupakan salah satu berita yang sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus korupsi di Indonesia merupakan salah satu berita yang sering diwacanakan oleh media massa. Korupsi telah menjadi isu lama yang tak kunjung selesai untuk
Lebih terperinciProduksi Berita TELEVISI (MK 41034)
Produksi Berita TELEVISI (MK 41034) Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI Pokok Bahasan Modul: Kriteria umum Nilai berita Drs.H.DODDY PERMADI INDRAJAYA, M.Si Program Studi PENYIARAN www.mercubuana.ac.id Kriteria
Lebih terperinciBuku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965
Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965 Tulisan ini bukanlah resensi buku. Melainkan seruan atau anjuran kepada orang-orang yang mempunyai hati nurani dan berperkemanusiaan, atau yang
Lebih terperinciAkui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf
Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf BY WEBMASTER OCTOBER 27, 2015 HTTP://1965TRIBUNAL.ORG/ID/AKUI-DULU-PEMBANTAIAN-BARU-MINTA-MAAF/ Menolak lupa, menjadi saksi (selama hayat di kandung badan). Galeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik yang dimediasikan media telah masuk keberbagai tempat dan kalangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media massa menjadi penting dalam kehidupan politik dan proses demokrasi, yang memiliki jangkauan luas dalam penyebaran informasi, mampu melewati batas wilayah, kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan
Lebih terperinciSebelum memahami pengelolaan konten majalah dan web, sebaiknya tahu dulu apa itu jurnalistik, karena konten majalan dan web bersentuhan dengan
September 2013 Sebelum memahami pengelolaan konten majalah dan web, sebaiknya tahu dulu apa itu jurnalistik, karena konten majalan dan web bersentuhan dengan jurnalistik. Jurnalistik dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu nilai dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artikel ke-20 Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, (1) Everyone
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebebasan untuk berorganisasi, berkelompok, berasosiasi, berafiliasi, serta berserikat. Sebagaimana tertera pada kedua poin artikel ke-20 Deklarasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan budaya. Sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang dikenal dengan kekayaan budayanya dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak karena melibatkan anak menteri. kecelakaan maut yang kembali terjadi di Tol Jagorawi KM yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awal tahun 2013 silam, masyarakat dikejutkan oleh kecelakaan maut yang menimpa anak salah satu tokoh publik di Indonesia, yaitu Rasyid Rajasa, anak dari Menteri Perekonomian
Lebih terperinciPemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI
Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer *PRRI/Permesta Pemberontakan Ideologi PKI tahun 1948 PKI tahun 1965 Pemberontakan PRRI/Permesta Tokoh yang
Lebih terperinciREPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI
REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI Bangga Pramesti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bangga_108@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan kembali tercoreng. Sabtu 22 Maret 2014, Polda Metro
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan kembali tercoreng. Sabtu 22 Maret 2014, Polda Metro Jaya mendapat laporan atas kejadian kasus pelecehan seksual. Korbannya adalah seorang murid
Lebih terperinciSurat-Surat Buat Dewi
Surat-Surat Buat Dewi Di bawah ini kami turunkan surat-surat Presiden Soekarno, yang ditulis dan dikirim kepada istrinya, Ratna Sari Dewi, selama hari-hari pertama bulan Oktober 1965. Surat-surat ini berhasil
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. media yang memberitakan konflik Sunni Syiah Sampang Madura karena alasan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan Majalah Tempo dan Majalah Gatra menjadi media yang memberitakan konflik Sunni Syiah Sampang Madura karena alasan ekonomi dan politik. Secara ekonomi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Media dan berita yang diproduksi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Kaum pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia
Lebih terperinciKeterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65
Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau disingkat BNP2TKI menyatakan bahwa selama periode 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau disingkat BNP2TKI menyatakan bahwa selama periode 1 januari sampai 31 Desember
Lebih terperinciKesaksian Elite PKI tentang Sepak Terjang Aidit
Kesaksian Elite PKI tentang Sepak Terjang Aidit Hasan Kurniawan http://daerah.sindonews.com/read/1053972/29/kesaksian-elite-pki-tentang-sepak-terjang-aidit-1445105212 Minggu, 18 Oktober 2015 05:05 WIB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi
Lebih terperinciNegara Jangan Cuci Tangan
Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)
Lebih terperinciCari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah
Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah Selasa, 26 April 2016 01:43 http://www.beritametro.co.id/feature/cari-kuburan-massal-untuk-pelurusan-sejarah Aktivis HAM menemukan kuburan massal yang diduga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tahun 2014, Jakarta diprediksi akan mengalami kemacetan total.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2014, Jakarta diprediksi akan mengalami kemacetan total. Perkiraan ini tidak dapat dianggap sebagai perhitungan asal-asalan karena tercatat ada dua situs
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesanpesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi. 1 Media massa
Lebih terperinciBAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar
BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita
Lebih terperinciGerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para
BAB 5 KESIMPULAN Gerwani adalah organisasi perempuan yang disegani pada masa tahun 1950- an. Gerwani bergerak di berbagai bidang. Yang menjadi fokus adalah membantu perempuan-perempuan terutama yang tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh manusia dalam mendapatkan
Lebih terperinciDenpasar, tapi hampir di seluruh Bali.
Pelarangan Jilbab Terjadi Hampir di Seluruh Bali, kasus pelarangan pengenaan jilbab di sekolah di Bali bukan hanya dilakukan SMAN 2 Denpasar, tapi hampir di seluruh Bali. Tidak hanya pada pelajar, kasus
Lebih terperinciBerbagai Kisah G30S Oleh Asvi Warman Adam
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/30/opini/berb04.htm Berbagai Kisah G30S Oleh Asvi Warman Adam PELURUSAN sejarah, berarti menjadikan sejarah yang dulu seragam menjadi beragam. Bila dulu cuma ada
Lebih terperinciMeninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu
Wawancara dengan Soe Tjen: Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu Tak ada yang memberitahu Soe Tjen tentang nasib ayahnya dan genosida anti-komunis. Sampai ia mendengar kisah itu dari ibunya, setelah
Lebih terperinciUKDW BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran kelompok lain dari masyarakat yang turut bergerak dalam panggung perubahan sosial, peran mahasiswa merupakan unsur yang seolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Media massa menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat di era modern. Media massa memerankan beberapa fungsi, yakni fungsi penyalur informasi, fungsi mendidik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini semakin tingginya kesadaran khalayak untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin tingginya kesadaran khalayak untuk mendapatkan informasi serta perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat dunia jurnalistik berkembang pesat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Peristiwa Bom Thamrin yang terjadi pada tanggal 14 Januari 2016 ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan banyak pihak karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya korban pembunuhan melalui cara penembakan yang dikenal dengan nama penembakan misterius.
Lebih terperinciKenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965?
Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965? http://m.kaskus.co.id/thread/5640b87f12e257b1148b4570/kenapa-soeharto-tidak-mencegah-g30s-1965/ PERAN Soeharto dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965 ternyata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media menjadi sarana informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tujuannya memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dari skala terbatas hingga melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara penganut sistem Demokrasi, dimana kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Maksud dari pemerintahan rakyat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 1. Kesimpulan
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa
Lebih terperinciPartai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.
Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. BY HANDOKO WIZAYA ON OCTOBER 4, 2017POLITIK https://seword.com/politik/partai-pdip-dan-pembasmian-pki-melalui-supersemar/ Menurut Sekretaris Jenderal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa
Lebih terperinciKomunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang
2.1. Komunikasi Massa Komunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat mempertahankan kemerdekaan, banyak orang Indonesia berjuang untuk membentuk pasukan mereka sendiri atau badan perjuangan Masyarakat. Tradisi keprajuritan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi bingkai pemberitaan media massa di Indonesia. Teror bom yang paling terkenal terjadi di Indonesia diantaranya
Lebih terperincipengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965
'Dicina-cinakan' di jalan: pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965 Endang NurdinBBC Indonesia 27 Oktober 2017 http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41738253?ocid=wsindonesia.chat-apps.in-app-msg.whatsapp.trial.link1_.auin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tindak kekerasan khususnya pelecehan seksual tidak pernah luput dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan khususnya pelecehan seksual tidak pernah luput dari perhatian masyarakat di Indonesia saat ini. Kasus pelecehan seksual tidak hanya terjadi di kota-kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai
9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah Barat di Nusantara. Perjuangan itu berawal sejak kedatangan bangsa Portugis
Lebih terperinciKaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.
Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam salah satu fungsi media massa sebagai penyebar informasi
Lebih terperinciBONNIE TRIYANA MENGUNGKAP "SISI KELAM SEJARAH
Kolom IBRAHIM ISA Rabu Siang, 1 Oktober 2014 --------------------------------------- BONNIE TRIYANA MENGUNGKAP "SISI KELAM SEJARAH Ini cumak skripsi, ini bukan tesis, demikian penjelasan Bonnie Triyana
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun
Lebih terperinciPERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )
PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah pemilik peran penting dalam menyampaikan berbagai informasi pada masyarakat. Media komunikasi massa yaitu cetak (koran, majalah, tabloid), elektronik
Lebih terperinciBuku Letjen (Pur) Sintong Panjaitan yang membikin heboh
Buku Letjen (Pur) Sintong Panjaitan yang membikin heboh Diterbitkannya buku Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando tentang berbagai pengalaman Letjen (Pur) Sintong Panjaitan,yang diluncurkan 11 Maret
Lebih terperinci2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil dihadapan peserta sidang dengan pidato
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa persoalan yang bersinggungan dengan masalah itu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia selama ini dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kebebasan beragama.namun demikian menjaga reputasi itu tidaklah mudah.meski secara umum kerukunan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2005 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN ORGANISASI TENTARA NASIONAL INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2005 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN ORGANISASI TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial
BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan
Lebih terperinciBullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon
Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan atau violence umumnya dilakukan
Lebih terperinci2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010
No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT
Lebih terperincimenjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Belakangan ini Indonesia sedang digemparkan dengan berita ledakan bom yang terjadi di Solo pada 18 Agustus lalu. Bom meledak di depan Pos Polisi Tugu Gladak, Solo,
Lebih terperinciTeknik Reportase dan Wawancara
Modul ke: 05 Fakultas FIKOM Teknik Reportase dan Wawancara Reportase Mintocaroko. S.Sos. Program Studi HUMAS Latar Belakang Reportase adalah ujung tombak proses kerja jurnalistik. Tak lain karena proses
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Narasi memiliki unsur penting pada jurnalistik. Jurnalis tidak hanya sekadar menulis artikel tetapi harus memberikan cerita kepada pembaca yang di dalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. surat kabar telah ada sejak ditemukannya mesin cetak di Jerman oleh Johann Gutenberg pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Surat kabar sudah dikenal semenjak lama, selama enam abad. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar telah ada sejak ditemukannya mesin cetak di Jerman oleh Johann Gutenberg
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pemuda Arab, diduga pelaku adalah warga Palestina. Seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berita konflik Timur Tengah antara Israel Palestina kembali menghangatkan pemberitaan media massa, baik media elektronik, cetak maupun media online. Memanasnya perseteruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan mendapatkan informasi merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana hak publik untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama ini, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia juga menyatakan bahwa mereka tetap melindungi para kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media cetak seperti majalah, koran, tabloid maupun media elektronik seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Adanya kemajuan teknologi canggih seperti saat ini, informasi bisa kita dapatkan dari berbagai media. Informasi tersebut tidak lagi hanya kita dapatkan melalui media
Lebih terperinciSemua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat.
Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat. Detik demi detik perubahan di Mesir tidak lepas dari restu Amerika Serikat. Ketika Jenderal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberitaan tentang kasus korupsi yang melibatkan tersangka M. Nazaruddin,
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pemberitaan tentang kasus korupsi yang melibatkan tersangka M. Nazaruddin, yang mulai beredar setelah ditangkapnya Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid
Lebih terperinciIndonesia Lakukan Genosida
Putusan Pengadilan Rakyat 1965: Indonesia Lakukan Genosida Yuliawati, Trifitri Muhammaditta & Prima Gumilang, CNN Indonesia Rabu, 20/07/2016 14:17 WIB http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160720141601-12-145854/putusan-pengadilan-rakyat-1965-indonesia-lakukan-genosida/
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan kepada khalayak, oleh sebab itu media massa mempunyai peran penting dalam mempersuasif masyarakat
Lebih terperinci