BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai bahasa daerah dengan ciri khasnya masing-masing yang masih tetap digunakan sebagai alat komunikasi di antara penuturnya, baik di wilayah geografis bahasanya maupun di luar wilayahnya. Kebiasaan menggunakan bahasa daerah sendiri di luar wilayah bahasa itu menyebabkan terciptanya beberapa masyarakat yang dwibahasa (bilingual) bahkan dapat membentuk masyarakat yang multibahasa (multilingual). Menurut kamus linguistik (2011) bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh suatu masyarakat. Istilah ini disebut juga dengan kedwibahasaan. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual. Pada masyarakat dwibahasa ataupun multibahasa, terdapat pola kedwibahasaan yang mampu menunjukkan kedudukan dan fungsi bahasa yang terdapat di dalam bahasa masyarakat, yaitu terdiri dari B1 atau disebut sebagai bahasa ibu dan B2. Dengan adanya dwibahasa atau multibahasa tersebut maka akan menuntut masyarakat penutur bahasa untuk menentukan sikap bahasa karena adanya pilihan bahasa. Seperti diutarakan oleh Ditmar (1976:181) bahwa sikap ditandai oleh sejumlah ciri-ciri, antara lain meliputi pilihan bahasa dalam masyarakat multilingual, distribusi perbendaharaan bahasa, perbedaan dialek dan 1

2 2 problem yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar individu. Misalnya, ketika suatu bangsa yang memiliki cukup banyak bahasa daerah hendak menentukan bahasa nasionalnya. Pemilihan satu bahasa di antara sekian banyak bahasa yang dimiliki bangsa tersebut sudah barang tentu dirasakan pada sikap positif masyarakat terhadap bahasa yang dipilihnya itu. Tanpa sikap yang demikian hampir tidak mungkin suatu masyarakat rela menyampingkan bahasa kelompok etniknya dan menyetujui dipilihnya bahasa lain sebagai bahasa nasional. Hal ini mengingat bahwa sikap bahasa merupakan salah satu faktor yang menentukan kelangsungan hidup suatu bahasa sebab begeser atau punahnya suatu bahasa sangat ditentukan oleh keputusan berdasarkan sikap bahasa dari masyarakat itu sendiri. Sikap bahasa itu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sikap terhadap bahasa dan sikap berbahasa. Sikap terhadap bahasa penekanannya tertuju pada tanggung jawab dan penghargaannnya terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan kesadaran diri dalam menggunakan bahasa secara tertib (Pateda, 1987:30). Begitu juga halnya dengan Anderson (1974:47) yang membagi sikap menjadi dua jenis, namun beliau mengelompokkannya menjadi sikap bahasa dan sikap nonbahasa. Menurutnya, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu, dengan cara yang disenanginya. Adapun reaksi yang ditimbulkan dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Sedangkan, sikap nonbahasa yang beliau maksud adalah seperti sikap politik, sikap sosial dan sikap estetis.

3 3 Garvin dan Mathiot (dalam Fishman, 1968) menyebutkan bahwa sikap bahasa itu setidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu (1) kesetiaan bahasa, (2) kebanggaan bahasa, dan (3) kesadaran norma bahasa. Ketiga ciri sikap bahasa tersebut berkaitan dengan dasar pemilihan seseorang terhadap suatu bahasa di antara sekian bahasa yang akan digunakan sebagai alat komunikasi, apakah bersikap positif atau bersikap negatif (Suwito, 1985:90). Apabila ketiga ciri bahasa ini dimiliki seseorang maka orang tersebut dikatakan memiliki sikap yang positif terhadap bahasanya. Sebaliknya, jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat tutur tidak ada lagi gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, maka orang tersebut memiliki sikap negatif terhadap bahasanya (Garvin dan Mathiot, 1968). Sikap-sikap bahasa muncul sebagai bagian dari kajian sosiolinguistik karena memandang masyarakat yang dikajinya sebagai masyarakat yang beragam, setidak-tidaknya dalam hal penggunaan atau pilihan ragam bahasa mereka. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk meneliti mengenai sikap bahasa pada masyarakat Batak Toba. Adapun daerah yang menjadi objek penelitian ini adalah Kelurahan Hutabarangan yang merupakan salah satu dari empat kelurahan yang ada di Kecamatan Sibolga Utara yang menjadi bagian dari Kota Sibolga. Kota Sibolga merupakan salah satu wilayah pantai Barat Sumatera Utara yang terletak di Teluk Tapian Nauli, ± 350 km Selatan Kota Medan. Secara geografis wilayah Sibolga terletak antara 1º 42' - 1º 46' Lintang Utara dan 98º 44' - 98º 48' Bujur Timur. Sibolga sudah sejak lama merupakan pintu gerbang kegiatan ekspor dan impor berbagai komoditas. Sejak dijadikan daerah otonom tahun 1956,

4 4 Kota Sibolga mengandalkan Pelabuhan Laut Sibolga dan potensi perairannya sebagai sumber kehidupan penduduk sehingga banyak etnik yang berdatangan dan tinggal di kota Sibolga. Etnik-etnik pendatang tersebut antara lain Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat pula beberapa pendatang asing seperti etnis Tionghoa, India, dan Arab yang semua etnik itu hidup berdampingan dengan etnik asli Kota Sibolga, yakni etnik Batak Toba. Seiring waktu, hal ini lah yang menjadikan Kota Sibolga dikenal dengan julukannya Negeri Berbilang Kaum Negeri Beragam Penduduk yang artinya menggambarkan kondisi masyarakatnya yang majemuk. Dengan latar keanekaragaman etnik tersebut, sehingga memunculkan masyarakat yang bilingual atau multilingual di Kota Sibolga, sehingga menuntut masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang tinggal di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota sibolga untuk menentukan sikap bahasanya, apakah cenderung positif atau negatif terhadap bahasa Batak Toba. Oleh karena itu, kajian mengenai sikap bahasa ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dari sudut pandang sosiolinguistik Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah situasi kebahasaan di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara?

5 5 2. Bahasa apakah yang digunakan masyarakat Batak Toba pada masingmasing ranah penggunaan bahasa di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimanakah sikap bahasa masyarakat Batak Toba terhadap bahasa Batak Toba di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara, apakah cenderung positif atau negatif? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan situasi kebahasaan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 2. Mengidentifikasi bahasa yang digunakan masyarakat Batak Toba pada masing-masing ranah penggunaan bahasa di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 3. Mendeskripsikan kecenderungan sikap bahasa masyarakat Batak Toba terhadap bahasa Batak Toba di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara, yakni cenderung positif atau negatif.

6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi informasi mengenai kelestarian bahasa Batak Toba terhadap tekanan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang kuat diakibatkan oleh tingginya mobilitas para penuturnya. Sementara itu, manfaat bagi dunia akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang pengajaran bahasa sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pengajaran bahasa daerah, terutama dalam tingkat pendidikan dasar. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Batak Toba yang tinggal di Kota Sibolga untuk terciptanya kesadaran berbahasa Batak Toba yang positif, yakni setia, bangga, dan menjaga norma bahasa Batak Toba agar bahasa daerah itu tetap dapat memenuhi perannya sebagai penanda identitas etnis Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau ; pandangan ; pendapat sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb (KBBI, 2003:18). Pustaka adalah kitab ; buku ; buku primbon (KBBI, 2003:912) maka peneliti dapat simpulkan bahwa tinjauan pustaka adalah hasil meninjau pendapat ataupun pandangan yang telah dituliskan dalam sebuah buku atau karya ilmiah lainnya. Berdasarkan pengertian di atas, maka peneliti berusaha meninjau sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini karena jenis penelitian yang

7 7 berkaitan dengan sikap bahasa pada dasarnya pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hal ini sangat bermanfaat sebagai bahan perbandingan untuk menentukan keaslian penelitian ini. Adapun penelitian yang pernah dilakukan tersebut adalah sebagai berikut: Kamsiah (2000) dalam penelitian yang dikembangkan dari penelitian tesisnya meneliti tentang Sikap, Penguasaan dan Penggunaan Bahasa Melayu di Singapura. Latar belakang penelitiannya adalah disebabkan situasi bahasa di Singapura yang semakin kompleks akibat terdapatnya penggunaan empat bahasa resmi, yaitu Mandarin, Melayu, Tamil, dan Inggris. Bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa asing untuk mengadakan hubungan sejak zaman penjajahan, dua dekade terakhir muncul sebagai bahasa resmi terpenting dalam segala segi kehidupan. Terkait dengan sikap responden terhadap bahasa Melayu dan Inggris, diperoleh data yang menunjukkan bahwa responden bersikap lebih positif terhadap bahasa Inggris daripada terhadap bahasa Melayu. Adapun alasan yang diberikan responden adalah disebabkan oleh kepentingan bahasa itu dalam komunikasi dalam bidang perdagangan, pendidikan, dan dalam mempelajari teknologi dan sains. Suhardi (1996) meneliti sikap berbahasa pada sekelompok sarjana dan mahasiswa di Jakarta dalam disertasinya yang berjudul Sikap Bahasa: Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan Mahasiswa di Jakarta. Penelitian ini lebih bersifat kuantitatif. Menurutnya, sikap mereka terhadap bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa asing itu berkaitan dengan fungsi bahasa yang bersangkutan. Sikap positif mereka terhadap bahasa daerah didasarkan pada

8 8 fungsi integratif bahasa itu dikalangan penuturnya; sikap mereka positif terhadap bahasa Indonesia mengingat fungsi integratif dan fungsi instrumentalnya sekaligus kaitannya dengan kemungkinannya berintegrasi sosial yang lebih luas; sedangkan sikap mereka positif terhadap bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, semata-mata karena fungsi instrumental bahasa yang bersangkutan. Siregar, dkk. (1998) menyatakan bahwa pengkajian sikap bahasa telah muncul sebagai bagian penting dari kajian sosiolinguistik. Hasil penelitiannya mengenai Pemertahanan Bahasa dan Sikap Bahasa Kasus Masyarakat Bilingual di Medan menunjukkan bahwa sikap bahasa masyarakat kotamadya Medan menggambarkan hubungan efektif tertentu antara penutur bahasa dengan bahasanya atau dengan bahasa lainnya dari kelompok etnik yang berbeda. Sikap bahasa cenderung tidak diikuti dengan perilaku yang cenderung pemertahanan bahasa. Sementara itu, dari segi sikap bahasa, penutur bahasa menunjukkan dukungannya terhadap kelangsungan bahasa daerah sebagai pemarkah kelompok etnik atau jati diri etnik seseorang. Namun, dari segi perilaku pemilihan bahasa, penutur ini tidak menunjukkan aturannya di dalam menggunakan bahasa daerah sebagai lambang kedaerahan. Balai Bahasa Jawa Tengah juga pernah melakukan penelitian mengenai Sikap Siswa SMP di eks-karesidenan Semarang terhadap bahasa Jawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan, yaitu sosiologi dan psikologi karena berkaitan dengan nilai-nilai budaya dalam suatu masyarakat dan kondisi kognitif individu. Data dalam penelitian ini berupa pernyataan responden tentang sikapnya terhadap bahasa Jawa yang dikumpulkan dengan teknik angket dan wawancara.

9 9 Alat ukur yang digunakan untuk meneliti sikap bahasa ini adalah model skala Likert dan model Trustone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum siswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Jawa. Kemudian terdapat penelitian tentang kesetiaan berbahasa yang dilakukan oleh Deni Karsana mahasiswa S2 di Universitas Gadjah Mada (2009) dalam tesisnya yang berjudul Kesetiaan Berbahasa Etnik Sunda di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitiannya difokuskan pada ranah usaha dan ranah pendidikan karena menurut Karsana, alasan terbesar etnik sunda merantau ke Yogyakarta adalah dikarenakan ingin membuka usaha dan ingin menempuh pendidikan. Kemudian pada hasil akhir penelitiannya menunjukkan bahwa masih tingginya kesetiaan berbahasa pada etnik Sunda dan masih adanya pemertahanan bahasa Sunda. Namun, tingginya frekuensi pemakaian sebuah bahasa oleh seseorang atau masyarakat belum menjamin bahwa seseorang atau masyarakat tersebut mempunyai kesetiaan bahasa yang tinggi terhadap bahasa itu. Kesetiaan berbahasa yang tinggi pada etnik Sunda di D.I. Yogyakarta memperlihatkan adanya pemertahanan bahasa Sunda. Penelitian selanjutnya berkaitan dengan fenomena diglosia dan sikap kebahasaan yang dilakukan oleh Elisten Parulian Sigiro (2009) yang memfokuskan pada penutur bahasa Simalungun yang tinggal di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini juga mengguanakan teori ranah penggunaan bahasa dengan memfokuskan pada sembilan ranah, yakni ranah kekeluargaan, pergaulan, pekerjaan, pemerintahan, adat, transaksi, terminal, keagamaan, dan tetangga. Data dalam penelitian ini berupa pernyataan responden tentang situasi

10 10 diglosia dan sikap penutur bahasa Simalungun terhadap bahasanya yang dikumpulkan dengan teknik angket. Alat ukur yang digunakan untuk meneliti sikap bahasa ini adalah model skala Likert. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa Simalungun oleh para responden pada dasarnya cukup tinggi. Namun, bila ditinjau berdasarkan pilihan bahasa terhadap bahasa yang paling sering digunakan dalam keseharian dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa responden terhadap bahasa Simalungun cenderung negatif. Kajian lain yang diambil manfaatnya dalam penelitian ini adalah kajian Gal (1979) dan Fasold (1984). Dimana dua kajian ini dipilih karena mereka dalam menganalisis datanya, memakai model konfigurasi dominasi (dominance configuration). Konfigurasi ini digambarkan dalam bentuk tabel yang mengandung komponen penutur, interlokutor, dan ranah, serta pilihan bahasa yang dipakai, sesuai dengan data yang diperoleh dari kuisioner laporan-pribadi. Data deskriptif yang menyangkut subjek-subjek dari berbagai usia itu ternyata dapat menggambarkan hasil yang bersifat historis, yaitu perkembangan bahasa yang dipilih oleh penutur generasi tua dan penutur generasi muda. Dengan cara itu terlihat juga konfirugasi ranah-ranah mana yang menjadi wilayah pemertahanan sesuatu bahasa-ibu yang dikaji. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka di atas, maka dapat dipahami jelas bahwa sikap bahasa merupakan kajian yang diawali karena adanya kedwibahasaan atau multibahasa di dalam suatu masyarakat, sehingga para peneliti sebelumnya berusaha untuk melihat bagaimana sikap para penutur bahasa tersebut terhadap bahasa-bahasa yang hidup di wilayah bahasanya, apakah sikap bahasanya

11 11 cenderung masih positif atau negatif. Begitu juga halnya yang akan peneliti lakukan di dalam penelitian ini, berangkat dari latar belakang masyarakat Batak Toba yang dwibahasa atau multibahasa, peneliti mencoba untuk mengkaji situasi kebahasaan yang terjadi di Kelurahan Hutabarangan, Kelurahan hutabarangan, Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara dengan mengamati sikap bahasanya: positif atau negatif Landasan Teori Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penulis berusaha mengkaji penelitian ini dengan berlandaskan pandangan para ahli yang ditinjau berdasarkan teori sosiolinguistik. Berikut adalah pandangan para ahli yang penulis kutip yang dapat dijadikan pedoman untuk mendukung penelitian ini Sosiolinguitik Sesuai namanya sosiolinguistik, yang terdiri dari kata sosio dan linguistik sehingga dapat kita gambarkan secara langsung bahwa bidang ini mengarah pada hubungan bahasa dan masyarakat. Hubungan keduanya mengkaitkan dua bidang yang dapat dikaji secara terpisah, yaitu struktur formal bahasa oleh linguistik dan struktur masyarakat oleh sosiologi (wardhaugh, 1984:4 ; holmes, 1993:1 ; Hudson, 1996:2). Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dapat dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat

12 12 manusia (Chaer, 2010:3). Seperti halnya Fishman (1972:1) menyatakan bahwa sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa, perilaku terhadap bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa. Sikap-sikap bahasa muncul sebagai bagian dari sosiolinguistik karena memandang masyarakat yang dikajinya sebagai masyarakat yang beragam, setidak-tidaknya dalam hal penggunaan atau pilihan ragam bahasa mereka. Fasold (1984) menyatakan bahwa sosiolinguistik itu hanya ada sebagai bidang kajian karena ada pilihan-pilihan dalam penggunaan bahasa. Hal ini dibuktikan dengan munculnya istilah bilingualisme atau multilingualisme sosietal yang menunjukkan adanya kenyataan bahwa di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa bahasa Sikap Langkah awal yang perlu diketahui adalah mengenai teori sikap itu sendiri. Sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa, dan orang lain. Sikap bersifat kompleks, karena pembentukannya melibatkan semua aspek kepribadian, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Seperti yang diutarakan oleh Lambert dalam Baker (1992) yang mengutip pendapat Plato menetapkan bahwa sikap terbagi atas tiga komponen, yaitu (1) komponen kognitif, (2) komponen afektif, dan (3) komponen konatif. Komponen kognitif menyangkut pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir. Komponen afektif menyangkut perasaan atau

13 13 emosi terhadap sesuatu. Biasanya menyangkut nilai rasa baik atau tidak baik, senang atau tidak senang yang membawa seseorang untuk memiliki sikap positif atau negatif terhadap sesuatu tersebut. Komponen konatif menyangkut perilaku yang menunjukkan kecenderungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu keadaan. Dengan demikian sikap terhadap sesuatu menunjukkan besarnya nilai keyakinan dan hasil evaluasi tentang objek sikap, yang akhirnya melahirkan keputusan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, menerima atau menolak terhadap keberadaan objek sikap (Allport dalam Mar at, 1984:13). Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah berupa perasaan mendukung (arah positif) atau tidak mendukung (arah negatif) (Berkowizd dalam Azwar, 1983:3). Selanjutnya azwar (2001) mengemukakan faktor yang menentukan bentuk respon individu, yaitu suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung terhadap stimulus yang diterima yaitu objek sikap tergantung pada berbagai faktor, antara lain latar belakang pengetahuan dan motivasi. Sikap juga merupakan suatu tingkat afek positif dan negatif yang berhubungan dengan objek psikologik (Trustone dalam Mar at, 1984:147). Sikap dapat dikatakan suatu reaksi emosional terhadap suatu objek psikologis. Reaksi yang timbul bisa bersifat positif atau negatif. Sikap juga dapat berupa suasana batin seseorang. Seseorang yang menyetujui terhadap suatu objek akan menunjukkan sikap mendukung atau sebaliknya. Sikap memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu 1) arah sikap, merupakan afek yang membekas dirasakan terhadap suatu objek, dapat bersifat negatif atau positif. ; 2)

14 14 derajat perasaan, merupakan derajat penilaian terhadap sesuatu objek tertentu dengan istilah baik dan buruk dengan kontinum berkisar dari arah negatif sampai positif (Newcomb et al, 1977:1981). Ciri-ciri sikap juga dikemukakan oleh Gordon (1960:293) yaitu: 1) sebagai suatu kesiapan untuk merespon, 2) bersifat individual, 3) membimbing perilaku, 4) bersifat bawaan dan merupakan hasil belajar. Selanjutnya Rochman (1984:230) mengemukakan ciri sikap adalah suatu kesiapan yang kompleks dari seorang individu untuk memperlakukan suatu objek. Kesiapan itu mempunyai aspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan bertindak yang dapat disimpulkan dari prilaku individu itu sendiri. Kesiapan itu merupakan penilaian positif atau negatif dengan intensitas yang berbeda-beda, berlaku untuk kurun waktu tertentu dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu. Penilaian sebagai sikap kesiapan tersebut terarah kepada objek itu sendiri, terhadap kelanjutan dari suatu penilaian yang menyangkut objek itu atau akibat peristiwa yang menyangkut objek lain. Berdasarkan beberapa teori sikap yang telah dipaparkan di atas, maka halhal yang menjadi perhatian peneliti mengenai teori sikap itu sendiri adalah a. Sikap adalah perasaan atau suasana batin seseorang yang berhubungan dengan objek sikap. Objek sikap tersebut dapat berupa orang, benda, peristiwa, atau perilaku tertentu. b. Sikap menunjukkan arah penilaian individu terhadap objek sikap yg merupakan reaksi sikap tersebut. Penilaian terhadap objek tersebut dapat menunjukkan arah yang positif (mendukung) atau arah yang negatif (tidak mendukung).

15 15 c. Sikap terdiri dari reaksi kognitif, afektif, dan konatif Sikap Bahasa (languages attitude) Sikap bahasa (languages attitude) adalah peristiwa kejiwaan dan merupakan bagian dari sikap (attitude) pada umumnya. Sikap bahasa merupakan reaksi penilaian terhadap bahasa tertentu (Fishman, 1986). Menurut Kridalaksana (2001:197) sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa sikap bahasa merupakan reaksi seseorang (pemakai bahasa) terhadap bahasanya maupun bahasa orang lain. Seperti dikatakan Richard, et al. dalam Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985:155) bahwa sikap bahasa adalah sikap pemakai bahasa terhadap keanekaragaman bahasanya sendiri maupun bahasa orang lain. Sikap bahasa timbul bila seseorang itu sebagai masyarakat yang dwibahasawan atau multibahasawan. Seperti pernyataan Ditmar (1976:181) bahwa sikap bahasa ditandai oleh sejumlah ciri-ciri yang antara lain: pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual, distribusi perbendaharaan bahasa, perbedaan-perbedaan dialektikal dan problem-problem yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu-individu. Misalnya, ketika suatu bangsa yang memiliki cukup banyak bahasa daerah hendak menentukan bahasa nasionalnya. Pemilihan satu bahasa diantara sekian banyak bahasa yang dimiliki bangsa tersebut sudah barang tentu dirasakan pada sikap positif masyarakat terhadap bahasa yang dipilihnya itu. Tanpa sikap yang demikian hampir tidak mungkin

16 16 suatu masyarakat rela menyampingkan bahasa kelompok etniknya dan menyetujui dipilihnya bahasa lain sebagai bahasa nasional. Sikap bahasa itu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sikap terhadap bahasa dan sikap berbahasa. Sikap terhadap bahasa penekanannya tertuju pada tanggung jawab dan penghargaannnya terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan kesadaran diri dalam menggunakan bahasa secara tertib (Pateda, 1987:30). Begitu juga halnya dengan Anderson (1974:47) yang membagi sikap menjadi dua jenis, namun beliau mengelompokkannya menjadi sikap bahasa dan sikap nonbahasa. Menurutnya, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu, dengan cara yang disenanginya. Adapun reaksi yang ditimbulkan dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Sedangkan, sikap nonbahasa yang beliau maksud adalah seperti sikap politik, sikap sosial dan sikap estetis. Garvin dan Mathiot (dalam Fishman, 1968) menyebutkan bahwa sikap bahasa itu setidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu (1) kesetiaan bahasa, (2) kebanggaan bahasa, dan (3) kesadaran norma bahasa. Ketiga ciri sikap bahasa tersebut berkaitan dengan dasar pemilihan seseorang terhadap suatu bahasa diantara sekian bahasa yang akan digunakan sebagai alat komunikasi, apakah bersikap positif atau bersikap negatif (Suwito, 1987:90). Apabila ketiga ciri bahasa ini dimiliki seseorang maka orang tersebut dikatakan memiliki sikap yang positif terhadap bahasanya. Sebaliknya, jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat tutur tidak ada lagi gairah atau dorongan untuk mempertahankan

17 17 kemandirian bahasanya, maka orang tersebut memiliki sikap negatif terhadap bahasanya (Garvin dan Mathiot, 1968). Adapun ketiga ciri sikap bahasa tersebut akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Sikap Kesetiaan Bahasa (loyalty language) Kesetiaan bahasa adalah keinginan masyarakat pendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa. Hal ini didukung oleh rumusan Weinreich yang menunjukkan bahwa kesetiaan bahasa yang mengandung aspek mental dan emosi sangat menentukan bentuk tingkah laku berbahasa. Kesetiaan berbahasalah yang terutama mendorong usaha-usaha mempertahankan bahasa (Weinreich, 1974:99) karena kesetiaan bahasa mempunyai akar emosional yang kuat pada bahasa ibu (mother tongue) dan terinternalisasi sejak kecil. Selanjutnya Weinreich (1979:99) juga menyatakan bahwa kesetiaan bahasa adalah keinginan masyarakat pendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa itu. Bahkan kalau perlu, mencegahnya dari pengaruh bahasa lain, mencegah adanya interferensi dari bahasa asing. 2. Sikap Kebanggaan Bahasa (language pride) Weinreich (1970:99) menyatakan bahwa kebanggaan bahasa mendorong seseorang atau masyarakat pendukung bahasa untuk menjadikan bahasanya sebagai penanda jati diri identitas etniknya, dan sekaligus membedakannya dari etnik lain. Kebanggaan bahasa yang disebut juga linguistic pride (lihat Wijana, 2006) mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.

18 18 Seseorang yang merasa bangga dengan bahasanya tidak akan mengalihkan bahasanya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Akan tetapi seseorang atau masyarakat tutur yang merasa tidak berkewajiban atau merasa malu menunjukkan identitasnya dengan bahasanya, dan cenderung mengalihkan kebanggaannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya, maka orang atau masyarakat tutur seperti itu disebut memiliki sikap negatif terhadap bahasanya. 3. Sikap Kesadaran Norma Bahasa (awarness of the norm) Kesadaran akan norma bahasa mendorong masyarakat pemakai bahasa untuk memakai bahasanya secara baik, benar, dan santun sesuai dengan kaidahkaidah yang berlaku. Kesadaran berbahasa itu tercermin dalam tanggung jawab, sikap, perasaan memiliki bahasa yang pada gilirannya menimbulkan kemauan untuk membina dan mengembangkan bahasa. Weinreich (1970: 99) berpendapat bahwa dorongan dari diri masyarakat pemakai bahasa itu untuk memakai bahasanya secara baik, benar, santun, korek dengan kaidah-kaidah yang berlaku merupakan sikap kesadaran akan norma. Sikap kesadaran demikian merupakan faktor yang sangat menentukan perilaku tutur dalam ujud pemakaian bahasa (language use). Dengan demikian dari semua teori mengenai sikap bahasa itu dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa adalah sikap yang dimiliki oleh para pemakai bahasa, baik yang dwibahasawan maupun yang multibahasawan terhadap suatu bahasa. Reaksi yang ditimbulkannya dapat berupa perasaan bangga, mengejek, menolak ataupun sekaligus menerima. Dengan kata lain sikap berbahasa itu

19 19 bersifat positif maupun negatif, serta memiliki ciri-ciri yaitu kebanggaan berbahasa, kesetiaan berbahasa dan kesadaran berbahasa Bilingualisme Menurut Mackey (dalam Fishman, 1968) kedwibahasaan merupakan praktik pemakaian bahasa-bahasa secara bergantian oleh seorang penutur. Pergantian pemakaian bahasa ini ditentukan oleh situasi dan kondisi yang dihadapi oleh si dwibahasawan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Weinreich (1953). Kemudian dilanjutkan oleh pendapat Macnamara (1967) yang menyatakan bahwa kedwibahasaan itu mengacu kepada pemilikan kemampuan atas sekurang-kurangnya B1 (bahasa ibu) dan B2, meskipun kemampuannya atas B2 itu hanya sampai pada batas minimum. Rumusan ini sejalan dengan Haugen (1961 dalam Chaer,2004 :86) yang merumuskan kedwibahasaan sebagai mengenal bahasa, yang artinya bahwa seorang dwibahasawan tidak perlu menguasai B2 secara aktif-produktif, melainkan cukuplah kalau ia sudah mengerti atau memahami secara reseptatif apa yang dituturkan orang lain. Seperti misalnya kemampuan seseorang dalam B2 hanya sebatas mengerti atau memahami tutur B2 tetapi tidak mampu bertutur. Sehubungan dengan tujuan mendeskripsikan situasi kebahasaan masyarakat Batak Toba yang tinggal di daerah Kota Sibolga, khususnya kelurahan Hutabarangan, merupakan masyarakat dwibahasa atau multibahasa, maka konsep bilingual yang penulis acu adalah konsep Haugen, yang telah disebutkan di atas,

20 20 mengerti akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual. Seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan dua bahasa itu, tetapi cukup memahaminya saja Kode Berkaitan dengan masalah kedwibahasaan, gejala kontak bahasa pada penutur masyarakat Batak Toba tak dapat dihindari. Dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa terdapat lebih dari satu kode bahasa yang hidup dan digunakan oleh masyarakat Batak Toba di dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Poejosoedarmo (1978:30), kode ialah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada. Jadi dalam kode itu terdapat unsur-unsur bahasa seperti kalimat-kalimat, kata-kata, morfem dan fonem. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat Alih Kode Dalam situasi kdwibahasaan akan sering terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasanya, hal ini tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. Misal saja, ketika kita berbahasa A dengan si B datang si C yang tidak dapat berbahasa A memasuki situasi berbahasa itu, maka kita beralih memakai bahasa D yang dimengerti si C. Peristiwa ini lah yang disebut sebagai alih kode. Hymes (1974:103) menyatakan bahwa alih kode dapat terjadi antarbahasa, ragam-ragam bahasa, atau bahkan pada style yang terdapat pada satu bahasa. Konsep alih kode

21 21 ini mencakup juga peristiwa pada seorang penutur beralih dari satu ragam fungsiolek (misal, ragam santai) ke ragam lain (misal, ragam formal), atau dari satu dialek ke dialek lain (Nababan, 1993:31) Campur kode Suatu situasi berbahasa lain yang menggambarkan keadaan berbahasa bilamana seseorang mencampurkan dua buah bahasa atau lebih atau dua buah ragam (variasi) bahasa atau lebih dalam tindak berbahasa dengan jalan memasukkan unsur-unsur bahasa atau ragam (variasi) lain. Menurut Chaer dan Agustina (2004:114) menjelaskan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur, dimana salah satu merupakan kode utama atau kode dasar yang digunakan yang memiliki fungsi keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah serpihan-serpihan suatu bahsa yang digunakan oleh seorang penutur. Serpihan ini dapat berupa kata, frasa, atau unit bahasa yang lebih besar Ranah Penggunaan Bahasa Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa di dalam masyarakat bilingual adalah dengan menggunakan teori ranah. Fishman (1964 ; 1972) mengajukan konsep ranah untuk menjelaskan perilaku penggunaan bahasa dalam masyarakat bilingual yang mantap. Beliau memerikan perilaku penggunaan bahasa dalam masyarakat tersebut melalui penempatan ranah bahasa.

22 22 Istilah ranah dijelaskan sebagai susunan situasi atau cakrawala interaksi yang pada umumnya didalamnya menggunakan satu bahasa. Ranah adalah lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan, yang merupakan kombinasi antara partisipan, topik, dan tempat. Misalnya, sebuah ranah disebut ranah keluarga kalau ada seorang penutur di rumah sedang berbincang dengan anggota keluarganya tentang topik kehidupan sehari-hari. Dibandingkan dengan situasi sosial, ranah adalah abstraksi dari persilangan antara status hubunganperan, lingkungan dan bahasan tertentu. Selanjutnya, Fishman (1968) juga menyatakan bahwa ranah adalah konsepsi teoritis yang menandai satu interaksi yang didasarkan pada pengalaman yang sama dan terikat oleh tujuan dan kewajiban yang sama, misalnya ranah keluarga, ketetanggaan, agama, pekerjaan, adat, pemerintahan, pergaulan, ranah terminal, pendidikan, dan sebagainya. Jumlah ranah dalam suatu masyarakat tidak dapat ditentukan secara pasti. Menurut Schmidth-Rohr (1932) ranah terdiri dari ranah keluarga, tempat bermain, sekolah, gereja, kerja, sastra, pers, militer, pengadilan, dan administrasi pemerintahan. Parasher (1980) dalam penelitiannya memakai ranah keluarga, kekariban, ketetanggaan, transaksi, pendidikan, pemerintah, dan kerja. Dalam ranah (domain) kita juga harus memperhatikan peristiwa tutur, berbagai situasi tutur dan tindak tutur. Di dalam peristiwa tutur dapat ditemukan sejumlah komponen tutur. Menurut Hymes (1974) komponen itu terdiri dari 8 komponen (yang awalnya ada 16 komponen) yang dirumuskan dalam akronim kata Inggris SPEAKING, yakni

23 23 Setting Participants Ends : waktu dan tempat peristiwa bahasa terjadi. : mencakup pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. : mengacu pada maksud dan tujuan pertuturan. Act Sequences : mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Key : mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan. Instrumentalisties : merujuk pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tulis, telegraf atau telepon. Norms Genre : mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. : berkaitan dengan jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, pengajaran dan sebagainya. Berdasarkan pemaparan di atas maka pemilihan ranah dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat Fishman yang kemudian disesuaikan dengan situasi kebahasaan yang ada di Kelurahan Hutabarangan, yakni dengan membatasi pada tujuh ranah, antara lain : ranah kekeluargaan, ranah ketetanggan, ranah pemerintah, ranah pendidikan, ranah adat, ranah agama, dan ranah usaha. Kemudian pada penelitian ini hanya memperhatikan komponen waktu dan tempat atau setting dan participants dalam setiap peristiwa tutur yang terjadi Pemertahanan Bahasa Masalah pemertahanan bahasa adalah masalah khas dalam masyarakat multilingual (Fasold, 1984 :213). Berpindah bahasa sebernarnya merupakan suatu indikator kematian bahasa. Karena orang itu mulai meninggalkan bahasanya.

24 24 Proses itu sudah barang tentu tidak secara total dan secara drastis. Gejala yang secara umum dijumpai adalah lapisan atau kelompok tua lebih bertahan pada bahasanya, sedang kelompok muda lebih mudah terangsang untuk memakai sesuatu yang baru, yang mencerminkan kedinamisan (Fasold, 1984:215). Setiap dwibahasawan mempunyai resiko bahasa yang satu kadang-kadang hilang. Bahasa dalam guyup eka bahasa sebenarnya pasti dapat dipertahankan sepanjang keekabahasawan itu tetap jaya. Banyak juga guyup dwibahasa tetap dwibahasa selama beberapa puluh atau ratus tahun, sehingga keberadaan kedwibahasaan kemayarakatan tidak selalu berarti akan terjadi pergeseran (Sumarsono, 2002:236). Siregar (1987) mengajukan dua jenis pemertahanan bahasa yang mungkin terjadi pada masyarakat bahasa, yaitu pemertahanan bahasa pasif dan pemertahanan bahasa aktif. Pemertahanan bahasa yang pasif adalah ciri masyarakat bahasa yang didalamnya terdapat nilai dan sikap yang bertumpang tindih. Artinya, meskipun anggota masyarakat menganggap bahwa bahasa daerahnya sebagai lambang jati diri etnik tetapi tidak sejalan dengan perilaku bahasanya di dalam kegiatan berbahasa. Dengan kata lain, anggota masyarakat tidak menggunakan bahasa daerahnya secara teratur sesuai dengan fungsinya sebagai lambang kedaerahan. Sedangkan, pemertahanan bahasa aktif adalah terdapat hubungan yang hampir satu lawan satu diantara bahasa dengan konteks sosial. Ciri masyarakat bahasa yang didalamnya terdapat dua atau lebih nilai, sikap dan perilaku bahasa yang tidak tumpang tindih (Siregar, 1998:14).

25 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2002: 740). Adapun yang menjadi bagian-bagian dari metode penelitian ini adalah sebagai berikut : Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak Toba yang berdomisili di wilayah Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. Yang dimaksud dengan masyarakat Batak Toba adalah orang yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Batak Toba dan menggunakan marga sebagai penanda etnik. Sampel penelitian ini ditetapkan berjumlah empat puluh responden dari populasi dengan cara menstratifikasi populasi berdasarkan tingkat usia, yakni dua puluh responden golongan tua dan dua puluh responden golongan muda, yang masing-masing golongan terdiri atas sepuluh laki-laki dan sepuluh perempuan dengan pemilahan usia sebagai berikut : a) Mewakili Golongan Muda ; usia tahun b) Mewakili Golongan Tua ; usia tahun Pemilihan dan pemilahan sampel itu dilakukan atas dasar pertimbangan kemudahan pemerolehan responden. Selain itu tingkat usia responden merupakan faktor penting dalam melakukan interaksi sosial. Dalam masyarakat Batak Toba, faktor usia berkaitan dengan kedudukan dan status seseorang atau kelompok orang dalam struktur keluarga atau kelompok sosial. Dalam kegiatan agama misalnya, rentang usia yang disebutkan di atas merupakan kelompok pemilahan

26 26 usia dalam kegiatan ibadah. Selain itu, rentang usia pada golongan muda dianggap penulis masih usia produktif, yakni memiliki mobilitas sosial tinggi, baik masih menempuh pendidikan maupun bekerja, sehingga lebih sering melakukan interaksi di luar lingkungan tempat tinggal, yang kemudian dimungkinkan terjadi fenomena kebahasaan mengenai pemilihan, penggunaan dan sikap bahasa. Sejalan dengan itu, pemilihan responden juga dilakukan dengan memperhatikan syarat-syarat penentuan responden. Adapun syarat-syarat pemilihan responden yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan kriteria sebagai berikut : a) Masyarakat Batak Toba berusia 17 sampai dengan 50 tahun yang sekarang tinggal di Kelurahan hutabarangan, Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga. b) Tidak pernah atau tidak lama meninggalkan daerah asal. c) Setidak-tidaknya berpendidikan SD, d) Dapat berbahasa Indonesia, e) Sehat dan tidak mempunyai cacat wicara, f) Bersedia menjadi responden, g) Tidak mudah tersinggung, jujur, terbuka, sabar, dan ramah, h) Teliti, cermat, dan mempunyai daya ingat yang baik, dan i) Tidak mempunyai kecurigaan apapun terhadap penelitian yang dilakukan.

27 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan, yakni penulis langsung terjun ke daerah penelitian untuk mengumpulkan data. Penelitian lapangan dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif (Moleong, 2006). Dengan metode itu penulis secara langsung memperhatikan, mendengar dan mencatat data yang terdapat di lapangan. Selain itu penulis juga mengumpulkan keterangan-keterangan lain yang tidak terdapat dalam daftar tanyaan (kuesioner) yang melengkapai bahan-bahan yang diperlukan. Demikian juga, hal-hal yang berkaitan dengan keadaan sosial dan lingkungan daerah penelitian dapat diamati dengan lebih baik. Teknik yang dipakai adalah teknik wawancara, pengamatan, dan kuesioner yang disebarkan (Moleong, 2006: ). Dengan teknik wawancara didapat data mengenai situasi kebahasaan secara umum, pemakaian bahasa, sikap bahasa dan kepedulian mereka terhadap bahasa-bahasa yang ada. Dengan teknik pengamatan diperoleh data secara langsung tentang situasi penggunaan dan pemilihan bahasa di dalam beberapa peristiwa komunikasi dan interaksi dalam masayarakat Batak Toba yang ada di Kelurahan Hutabarangan, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Kemudian dengan teknik kuesioner yang disebarkan (Subroto, 2007:49), penulis dapat melengkapi data yang sudah diperoleh melalui teknik wawancara dan pengamatan. Dengan teknik kuesioner itu diperoleh data yang tidak dapat diperoleh secara langsung. Misalnya, hal-hal yang bersifat psikologis ( tentang sikap) yang tidak

28 28 dimungkinkan dengan teknik wawancara. Dengan demikian, ketiga teknik tersebut dimaksudkan untuk saling mengisi kekurangan masing-masing dan memadukan seluruh data dalam satu kesatuan Metode dan Teknik Analisis Data Pada tahap analisis data, data yang terkumpul melalui pengamatan, wawancara, maupun kuesioner dianalisis untuk mendukung tujuan penelitian. Data yang terkumpul itu merupakan satu kesatuan yang saling mendukung, walaupun diperoleh dengan menggunakan cara yang berbeda-beda. Artinya, data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dideskripsikan dengan diikuti pertimbangan-pertimbangan lain yang didapatkan dari hasil kuisioner. Dengan demikian, sehubungan dengan teknik penganalisisan data, maka metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif (Moleong, 1993: 15-21). Metode kualitatif digunakan bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan sifat (karakteristik) data yang sebenarnya yang mampu melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi sifat data yang diperoleh. Sementara itu, metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang bersifat kuantitas yang didapat dari pengisian kuesioner. Baik pengamatan, wawancara, dan kuisioner saling mengisi kekurangan masing-masing dan memadukan seluruh data dalam satu kesatuan. Perbedaan antara data yang diperoleh dengan wawancara dan pengamatan di satu pihak dan hasil dari kuisioner di lain pihak adalah data yang dihasilkan dari kuisioner dianalisis dengan menggunakan pemersentasean hasil pengumpulan jawaban yang diperoleh dari kuesioner itu.

29 29 Data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara berupa hasil tuturan-tuturan dianalisis secara kualitatif yang bersifat deskriptif. Data tersebut terjaring melalui perekaman tuturan bahasa Batak Toba dari berbagai situasi, kemudian rekaman didengarkan kembali, diputar berulang-ulang sampai didapatkan hasil transkrip yang jelas. Kemudian setelah selesai mentranskripsikan, tuturan-tuturan tersebut dipilah, diuraikan, dan dijelaskan berdasarkan ranah penggunaan bahasanya. Data yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis secara kuantitatif. Di dalam kuisioner penelitian ini terdapat tiga bagian yang dipisah agar memudahkan penganalisisan dan mencapai tujuan penelitian. Seperti halnya model kuisioner yang pernah dilakukan oleh Bahren (1998) yang memilah pertanyaan menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang latar belakang responden, bagian kedua tentang kemampuan dan penggunaan bahasa responden, dan bagian ketiga mengenai sikap bahasa responden. Untuk pernyataan berkaitan latar belakang responden dipilah berdasarkan usia kemudian hasil yang didapatkan dimasukkan berdasarkan golongan tua dan golongan muda. Hasil ini dibuat dalam bentuk tabel yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Adapun daftarnya dilampirkan dalam daftar lampiran. Untuk pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan dan penggunaan bahasa responden digunakan rumus : n1 + n2 +. n20 x 100% N

30 30 Dalam hal ini, n1 sampai n20 adalah responden yang memberikan jawaban yang diuraikan berdasarkan pemilihan bahasanya. Kemudian N adalah jumlah seluruh responden per golongan. Hasil yang didapatkan akan memperlihatkan kemampuan dan kecenderungan pemilihan atau penggunaan bahasa. Untuk pertanyaan yang berkaitan dengan sikap bahasa responden digunakan skala sikap untuk mengukur apakah responden sangat setuju atau tidak setuju terhadap objek sikap. Salah satu skala yang lazim dipakai adalah Likert Scale (Alwasilah, 2005 : 38). Skala Likert adalah alat ukur yang paling popular digunakan untuk meneliti sikap bahasa hingga saat ini (Ferguson:1952, Edward:1957 dalam Karsono, 1986:84). Model skala likert ini dikenal dengan Method Of Summated Ratting yang dikembangkan pada tahun Untuk setiap ciri karakteristik yang berkaitan dengan sikap bahasa dihitung berdasarkan frekuensi, persentase, dan angka rata-rata nilai (mean). Angka nilai rata-rata tersebut dihitung dengan menggunakan skala Likert atau teknik Likert, yaitu dengan meminta responden menandai salah satu posisi pada skala penilaian (rating scale), yakni 1-5 sesuai dengan pilihan bahasa dan kesetujuan atau ketidaksetujuannya atas sebuah pertanyaan. Penskoran setiap jenis respon terhadap setiap pernyataan akan mendapat bobot nilai sesuai dengan arah pernyataannya. Sistem penskoran untuk pernyataan yang positif adalah nilai 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3 untuk kurang setuju, 2 untuk tidak setuju, dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan penskoran untuk pernyataan negatif merupakan kebalikan dari penskoran pernyataan positif, yakni : nilai 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk kurang setuju, 4 untuk tidak setuju, dan 5

31 31 untuk sangat tidak setuju. Sebagai contoh, dalam pernyataan positif kuisioner : Bahasa Batak Toba diperlukan sebagai lambang atau identitas suku Batak Toba. Sedangkan contoh pernyataan negatif dalam kuisioner : Bahasa Batak Toba tidak memiliki tempat lagi di kehidupan modern sekarang. Yang kemudian akan dilakukan pemersentasean terhadap jawaban-jawaban yang dipilih, yaitu untuk pernyataan positif a) sangat setuju (SS) diberi nilai 5 ; b) setuju (S) diberi nilai 4 ; c) kurang setuju (KS) diberi nilai 3 ; d) tidak setuju (TS) diberi nilai 2 ; dan (e) sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif a) sangat setuju (SS) diberi nilai 1 ; b) setuju (S) diberi nilai 2 ; c) kurang setuju (KS) diberi nilai 3 ; d) tidak setuju (TS) diberi nilai 4 ; dan (e) sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 5. Berdasarkan jawaban yang diberikan responden inilah nantinya akan diketahui nilai rata-rata (mean) untuk setiap pertanyaan. Nilai rata-rata itu diperoleh dengan menggunakan Rumus : (n1 x 1) + (n2 x 2) +. (n5 x 5) n1 + n2 +.n5 Dalam hal ini, n1 adalah jumlah responden yang memberikan nilai 1 untuk karakteristik yang bersangkutan dan begitu seterusnya sampai n5. n5 adalah jumlah responden yang memberikan nilai 5 untuk karakteristik yang bersangkutan. Kemudian nilai rata-rata ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok, misalnya nilai 1,00-3,00 dianggap atau ditafsirkan tidak pernah dan itu dikategorikan sikap negatif. Sementara itu, nilai 3,10-5,00 dianggap selalu dan dikategorikan sebagai sikap positif.

32 32 Instrumen pengumpul data sikap bahasa dalam penelitian ini dibagi tiga indikator, yaitu : 1) Kemampuan berbahasa Batak Toba, bahasa Indonesia, bahasa Pesisir Sibolga. 2) Penggunaan bahasa oleh masyarakat Batak Toba pada ranah penggunaan bahasa. 3) Sikap masyarakat Batak Toba terhadap bahasa Batak Toba. Pernyataan ini disusun sebanyak 40 butir soal, yaitu terdiri dari 4 butir soal untuk instrument 1, 18 butir soal untuk instrument 2, dan 18 butir soal untuk instrument 3. Pada instrument 3 dibagi lagi menjadi : 13 butir pernyataan positif dan 5 butir pernyataan negatif.

33 33 Indikator Tabel 1.1 INSTRUMEN Sub Indikator Nomor Soal Jumlah Soal Penggunaan bahasa Kemampuan berbahasa Penggunaan bahasa Sikap bahasa terhadap bahasa Batak Toba Bahasa ibu Bahasa Indonesia Bahasa Batak Toba Bahasa Pesisir Sibolga Ranah rumah Ranah ketetanggaan Ranah pendidikan Ranah adat Ranah agama Ranah usaha Ranah pemerintah Pernyataan Positif Kepercayaan diri Keakraban Kesetiaan Menjamin komunikasi berjalan baik Diperlukan sebagai lambang/identitas Kemajuan Berperan penting untuk kehidupan etnis Sangat berharga untuk dipelajari Suka menggunakan Suka mendengarkan Pernyataan Negatif : Tidak diperlukan sebagai lambang/identitas Keterbelakangan Tidak dipakai dilingkungan Menghabiskan waktu Tidak memiliki tempat pada kehidupan modern Tidak perlu dipelajari anakanak Rendah diri Sulit mempelajari ,6,7, 8,9, 10,11, 12,13, 14,15, 16,17,18, 19,20, 21,

34 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian data dilakukan dengan menggunakan dua metode, yakni metode penyajian informal dan formal. Metode penyajian informal digunakan pada pemaparan hasil analisis data berupa perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal adalah digunakan pada pemaparan hasil analisis data berupa perumusan dengan tanda dan lambang-lambang, seperti tabel, tanda kurung, tanda bintang, tanda diagram, dan sebagainya (Sudaryanto,1993:145).

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau Kajian Dialektologi dan Sikap Bahasa Minang Pada Pedagang Rantau di Jakarta 1 Erni Hastuti, 2 Teddy Oswari 1 Fakultas Sastra dan Bahasa, Universitas Gunadarma 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI Pada bab kajian teori akan dijelaskan landasan teori yang mendukung penelitian sikap bahasa siswa. Teori yang akan dijelaskan antara lain mengenai sikap, sikap bahasa, serta pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan dan tujuan kepada orang lain. Bahasa dijadikan sebagai mediasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M.

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M. PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON Oleh Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M. Husen Muttaqin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UNSWAGATI

Lebih terperinci

MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK

MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK 153 SIKAP BAHASA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MAHASISWA SEMESTER 1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan ekspresi verbal yang disebut bahasa. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik

BAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaanya, bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Hal ini dibuktikan dengan disusunnya UU yang membahas

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA MAHASISWA*) Dingding Haerudin**) ABSTRAK

SIKAP BAHASA MAHASISWA*) Dingding Haerudin**) ABSTRAK SIKAP BAHASA MAHASISWA*) Dingding Haerudin**) ABSTRAK Saya mempelajari Mata Kuliah Bahasa Indonesia hanya untuk memenuhi tuntutan SKS saja. Bila pernyataan itu memang benar adanya, maka bidang studi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa merupakan hal yang penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Batak yang terdiri atas lima etnik, yakni etnik Batak Toba, etnik Pakpak Dairi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa. Jadi sikap bahasa tidak bisa lepas dari sosiolinguistik. Kebebasan memilih dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono, 2011). Fenomena tersebut merupakan fenomena yang dapat terjadi secara bersamaan. Pemertahanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK Studi penelitian ini berupaya mengungkap fenomena kedwibahasaan yang terjadi pada siswa sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Khusnul Khotimah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Khusnul Khotimah, 2013 BAB I PENDAHULUAN Pada bab I akan dipaparkan latar belakang dalam penelitian ini, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, menfaat penelitian, dan struktur organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat penuturnya. Berdasarkan jumlah penuturnya bahasa Bali dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa pesan lisan, maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. tetap monolingual. Sedangkan masyarakat tutur terbuka adalah masyarakat yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. tetap monolingual. Sedangkan masyarakat tutur terbuka adalah masyarakat yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Kontak Bahasa Masyarakat tutur terdiri atas dua, yakni masyarakat tutur tertutup dan masyarakat tutur terbuka. Masyarakat tutur tertutup adalah masyarakat

Lebih terperinci

SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG. Ratih Rahayu

SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG. Ratih Rahayu SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG Ratih Rahayu Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No.40 Kompleks Gubernuran Telukbetung, Bandarlampung Pos-el:

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA

SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA Students Language Attitude of Madura Trunojoyo University toward Madurese YUYUN KARTINI Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR I. PENDAHULUAN Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk diajarkan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat multilingual, fenomena kebahasaan dapat terjadi karena adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual. Chaer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO, memperkirakan separuh dari enam ribu bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan bahasa Indonesia saat ini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sikap Bahasa Siswa Sekolah Dasar Terhadap Bahasa Daerah Dan Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sikap Bahasa Siswa Sekolah Dasar Terhadap Bahasa Daerah Dan Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat desa, kota, tua, maupun muda menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi untuk pelbagai keperluan dan kepentingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa merupakan suatu kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN 1 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Putu Sosiawan Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstrak The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari bahasa. Bahasa menyerap masuk ke dalam pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari bahasa. Bahasa menyerap masuk ke dalam pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dijumpai di mana-mana. Kehidupan manusia normal tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Bahasa menyerap masuk ke dalam pemikiran-pemikiran kita, mejembatani

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang vital dan utama dalam hidup. Karena tanpa bahasa sulit bagi kita untuk mengerti atau memahami arti dan maksud dari perkataan orang lain.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari digunakan. Oleh karena itu tidak heran apabila bahasa daerah yang kita kenal pada saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Amanda Putri Selvia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian  Amanda Putri Selvia, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang penelitian, (2) masalah: identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5)

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. 1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Manusia dalam mempertahankan hidupnya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Interaksi mempunyai

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN SIKAP BAHASA WARGA BUBUHAN BANJAR DI PONTIANAK

PEMILIHAN DAN SIKAP BAHASA WARGA BUBUHAN BANJAR DI PONTIANAK PEMILIHAN DAN SIKAP BAHASA WARGA BUBUHAN BANJAR DI PONTIANAK Dendy Indra Wardani, Sukamto, Hotma Simanjuntak Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, FKIP UNTAN, Pontianak Email: Dens.oblivious@outlook.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat. pada setiap bahasa, khususnya bahasa ibu atau bahasa asal.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat. pada setiap bahasa, khususnya bahasa ibu atau bahasa asal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Bahasa menjadi kunci penentu proses perubahan. Namun demikian, hal itu terkadang kurang

Lebih terperinci

BANJAR-BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

BANJAR-BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN PERGESERAN BAHASA (LANGUAGE SHIFTING) DALAM KELUARGA BANJAR-BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN KETUA : ANGGOTA: SITI JAMZAROH, S.S., M.HUM. DRS. SAEFUDDIN, M.PD AGUS YULIANTO,S,S., M.PD DRS. SUMADI, M.HUM. TEGUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid dengan guru, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian fungsi dan kegunaan metode adalah cara ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain suku

BAB I PENDAHULUAN. beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga)

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga) 176 PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga) Novia Winda dan Siti Aulia STKIP PGRI Banjarmasin Email: noviawinda05stikipbjm.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian

Lebih terperinci

BAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA

BAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA BAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA 2.1 Pengantar Kajian-kajian tentang interferensi terhadap bahasa daerah di Indonesia telah banyak dilakukan. Demikian juga

Lebih terperinci

ASEP HIDAYATULLAH, 2016 PENGARUH SIKAP BERBAHASA INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA AKADEMIK

ASEP HIDAYATULLAH, 2016 PENGARUH SIKAP BERBAHASA INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA AKADEMIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sering digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebagian besar kegiatan berkomunikasi didominasi

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA

SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA Rizki Amalia Sholihah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo rizkiamalias88@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Pengertian Pergeseran Bahasa Menurut Romaine (1995:41) pergeseran bahasa adalah gejala perubahan bentuk dan makna suatu bahasa hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat tutur adalah sekelompok orang yang berinteraksi dengan perantara bahasa dengan sekurang-kurangnya memiliki satu variasi bahasa dan terikat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika mendengar lagu yang merdu, menonton film yang bagus, membaca cerita, bercakap-cakap dengan keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA Siti Chadijah chadijah165@gmail.com ABSTRAK Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa selalu dijaga, salah satunya dengan menjadikan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik dan teori tradisional. Teori sosiolinguistik yang digunakan adalah

Lebih terperinci