Oleh : Yustian Hambudi Santosa ABSTRAKSI
|
|
- Deddy Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS (STUDI KASUS PUTUSAN NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska.) Oleh : Yustian Hambudi Santosa ABSTRAKSI Tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui analisis putusan hakim tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta. Latar belakang dalam tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas disebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, pelaku bisa saja melakukan tindak pidana ini dengan sendiri atau berkelompok, agar mudah menyebar luaskan uang palsu tersebut kepada masyarakat. Masyarakat yang belum mengetahui itu uang palsu bisa saja dirugikan, sebab jika masyarakat kurang teliti uang palsu tersebut hampir mirip dengan uang asli yang telah dikeluarkan Bank Indonesia. Metode Penelitian Penulis mengkhususkan pada penelitian yuridis normatif, dalam penelitian hukum secara yuridis, yaitu penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (1) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutuskan perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan unsur-unsur sebagaimana diatur dalam pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adapun unsur-unsur pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah unsur setiap orang, unsur melawan hukum, unsur mata uang dan uang kertas, unsur dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai tidak palsu, dan unsur menyimpan dan memasukkan ke Indonesia. Oleh sebab itu, terdakwa dijatuhi hukuman pidana 2 tahun 4 bulan. KATA KUNCI : PEMALSUAN MATA UANG, TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG, UANG PALSU, PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG 1
2 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam suatu Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats), kekuasaan kehakiman merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif. Kekuasaan kehakiman diwujudkan dalam tindakan pemeriksaan, penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu serta menentukan nilai situasi konkret dan menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan secara imparsial berdasarkan hukum sebagai patokan objektif. 1 Dalam kenyataannya, kewenangan kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh hakim. Pada dasarnya tugas hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapkan kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, terutama dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara. 2 Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Adapun pengertian dari mengadili itu adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan. 1 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.93 2 Ibid, hal
3 Secara umum, putusan hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan yang berada pada seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, memerintahkan instansi penegak hukum lain untuk memasukkan orang ke penjara sampai dengan memerintahkan penghilangan hidup dari seorang pelaku tindak pidana. Dalam putusan hakim harus dipertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, sosiologis, dan filosofis, sehingga keadilan yang ingin dicapai diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan masyarakat (social justice), dan keadilan moral (moral justice). Dalam menangani perkara hakim diharapkan dapat bertindak arif, bijaksana, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran berlandaskan hukum positif, melakukan penalaran logis sesuai dengan teori dan praktek, mempunyai dasar pertimbangan yang rangkap sehingga putusan dapat dipertanggungjawabkan dari aspek ilmu hukum sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam putusannya hakim dituntut tidak boleh sekedar melaksanakan undangundang, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek moral dan sosial. Putusan hakim tersebut mencerminkan proses penegakan hukum yang erat kaitannya dengan sosial kemasyarakatan yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Hakim telah memutus beberapa perkara mengenai tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, disebabkan sebagian orang berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, salah satunya tindakan 3
4 pemalsuan mata uang. Sebenarnya pemalsuan uang, terutama uang kertas, sudah berlangsung sejak lama. Sejak awal penerbitan uang kertas, pihak berwenang selalu mencantumkan sanksi hukum terhadap pemalsunya. Dalam KUHP diatur dalam pasal 244 dan 245 BAB X tentang pemalsuan uang dan uang kertas. Namun pada tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas pelaku bisa saja melakukan tindak pidana ini dengan sendiri atau berkelompok,agar mudah menyebar luaskan uang palsu tersebut kepada masyarakat. Masyarakat yang belum mengetahui itu uang palsu bisa saja dirugikan, sebab jika masyarakat kurang teliti uang palsu tersebut hampir mirip dengan uang asli yang telah dikeluarkan Bank Indonesia. Hakim dituntut untuk memberikan putusan seadil-adilnya kepada terdakwa yang telah melakukan tindak pidana pemalsuan uang dan uang kertas,sehingga dampak yang telah dilakukan terdakwa karena memiliki dan akan menyebar-luaskan uang palsu tersebut tidak terlalu merugikan di masyarakat. Dalam putusan tersebut hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri, baik itu pertimbangan yang meringankan maupun pertimbangan yang memberatkan bagi terdakawa. Dalam penjatuhan hukuman atas diri terdakawa, majelis hakim tidak hanya melihat rasa keadilan korban maupun masyarakat, tetapi juga apakah pidana tersebut juga memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Sehingga dalam penjatuhan pidana atas diri terdakwa adanya kepastian, keadilan dan kesebandingan hukum diupayakan dapat terwujud. 4
5 Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemahaman tentang tindak pidana tidak terlepas dari pemahaman tentang tindak pidana itu sendiri. Secara umum pemidanaan merupakan bidang dari pembentukan undang-undang, karena adanya asas legalitas. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang artinya tiada ada suatu perbuatan tindak pidana, tiada pula dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu. Ketentuan pasal 1 KUHP menunjukkan hubungan yang erat antara suatu tindak pidana, pidana dan undang-undang (hukum pidana) terlebih dahulu. Pembentuk undangundang akan menetapkan perbuatan apa saja yang dapat dikenakan pidana dan pidana yang bagaimanakah yang dapat dikenakan. Dengan memperhatikan keterkaitan antara suatu tindak pidana, pidana dan ketentuan atau undang-undang hukum pidana, maka pengertian pidana haruslah dipahami secara benar. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara dengan pembuat delik ini. Dengan demikian, pemidanaan adalah pemberian nestapa yang dengan sengaja dilakukan oleh Negara kepada pembuat delik. 3 Disamping itu, Bonger, seorang ahli kriminologi, mengartikan pidana sebagai penderitaan yang dikenakan dengan sengaja oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) dan 3 A.Hamzah dan Siti Rahayu, 2000, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akademika Pressindo,Jakarta, hal 24 5
6 penderitaan ini hanya dapat dikatakan sebagai pidana kalau dimasukkan dalam hukum pidana dan dinyatakan oleh hakim. 4 Pidana sering diartikan sebagai suatu hukuman. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa pidana atau hukuman adalah perasaan tidak enak (yakni penderitaan dan perasaan sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar undang-undang hukum pidana. Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana. 5 Dalam arti luas hal ini berhubungan dengan pembahasan masalah dari sudut pandang pidana dan kriminologi, dan sebagai suatu kenisbian pandangan tentang kejahatan, deliquensi, deviasi, kualitas kejahatan berubah-ubah, proses kriminisasi dan deskriminasi suatu tindakan atau tindak pidana mengingat tempat, waktu, kepentingan dan kebijaksanaan golongan yang berkuasa dan pandangan hidup orang. B. Pengertian Pemidanaan Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata pidana pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan pemidanaan diartikan sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut: 6 Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang 4 W.A Bonger, 2003, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta, hal S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, Cet 3, hal Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika,. Jakarta, hlm. 2. 6
7 diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu. C. Tinjauan Tentang Kekuasan Kehakiman Pengertian Kekuasaan Kehakiman Pada dasarnya kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarkan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara hukum di Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum. Dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikenal 3 macam putusan hakim pidana yang diatur dalam Pasal 191 ayat (1), (2) dan Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Pasal 191 ayat (1) KUHAP : Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Pasal 191 ayat (2) KUHAP : Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Pasal 193 ayat (1) KUHAP : 7
8 Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. D. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas 1. Pengertian Mata Uang Uang sebagai alat pembayaran sudah dikenal berabad-abad yang lampau. Pada awalnya uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Pada masa itu masyarakat menggunakan benda-benda produk alam sebagai uang atau disebut sebagai uang komoditas. Penggunaan benda sebagai uang sangat bervariasi dan berbeda diantara kelompok masyarakat di dunia. Penggunaan logam seperti emas, perak, dan logam lainnya kemudian menggantikan benda-benda produk alam sebagai bahan membuat uang karena lebih praktis dan nilainya berumur lebih panjang dan lebih luas serta menjadi tempat penyimpanan nilai yang bagus. Uang logam pada masanya sangat popular dan sampai saat ini masih digunakan walaupun sudah muncul uang kertas yang lebih praktis digunakan untuk transaksi dalam jumlah besar dan e-money yang menggunakan kartu kredit. Setelah logam digunakan sebagai bahan uang, kemudian kertas menjadi bahan uang yang begitu banyak digunakan Negara-negara didunia dan abad ke-20 dikatakan sebagai abad uang kertas. Uang logam dan uang kertas juga menjadi identitas Negara, karena masing-masing Negara mencetak uangnya sendiri-sendiri Jenis Jenis Mata Uang Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 7 Jack Weatherford (Noor Cholis), 2005, The History of Money(Sejarah Uang), Bentang, Yogyakarta, hal 7 8
9 1, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia tersebut disebut hak oktroi. Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No. 11/1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank. 3. Pengertian Pemalsuan Mata Uang Tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, dapat juga disebut dengan kejahatan peniruan dan pemalsuan uang kertas dan mata uang, yang kadang juga disingkat dengan sebutan pemalsuan uang. Disebut dengan peniruan dan pemalsuan uang, karena perbuatan dalam pemalsuan uang tersebut terdiri dari meniru dan memalsu. Penyebutan tindak pidana peniruan dan pemalsuan uang tepat, apabila hanya dilihat dari rumusan pasal 244 KUHP. Namun sesungguhnya tindak pidana mengenai mata uang, yang objeknya uang, sesungguhnya lebih luas daripada sekedar memalsu dan meniru uang. Misalnya mengedarkan uang palsu atau uang yang dipalsu (Pasal 245), mengurangi nilai mata uang (Pasal 246) dan mengedarkannya (Pasal 247) dan lain-lain. Objek tindak pidana disebut dengan mata uang dan uang kertas, karena benda uang tersebut terdiri dari uang kertas dan mata uang (uang logam). Objek mata uang dan uang kertas baik yang dikeluarkan oleh Negara atau oleh Bank. Tindak pidana pemalsuan uang dibentuk dengan tujuan untuk memberi perlindungan hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaraan dan keaslian dari benda uang. Tindak pidana pemalsuan uang adalah berupa penyerangan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran dan keaslian dari benda uang sebagai alat pembayaran yang sah. 9
10 Metode Penelitian Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mempelajari literature, karangan ilmiah, dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan pokok masalah yang dikaji. Kemudian wawancara dengan Hakim yang menangani kasus pemalsuan mata uang dan uang kertas. Adapun tahap-tahap didalam pelaksanaan penelitian, Tahap persiapan yaitu dengan melakukan penyusunan proposal, Penulis mengumpulkan data dengan tujuan memperoleh data-data yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian, Memuat pandangan yang jelas serta lengkap mengenai teori-teori yang ada dengan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bentuk tulisan, Hasil penelitian yang telah diperoleh disusun dalam bentuk laporan dan dipertahankan di hadapan dosen penguji skripsi. Metode Analisa Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas Penulis telah menganalisa dan telah melakukan wawancara pada tanggal 4 februari 2016 hari kamis jam wib dengan salah satu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menangani perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas Bapak Winarto SH yang menerangkan, bahwa hakim dalam mengambil pertimbangan serta menjatuhkan 10
11 putusan terhadap terdakwa sudah sangat tepat. didasarkan dari manfaat pidana, bertujuan guna menjerakan terdakawa untuk bisa dilakukan pembinaan. Dari manfaat pidana tersebut hakim bisa menilai adil atau tidak adil. Ukuran yang bisa dirasakan mengenai urusan pidana yang mewakili negara adalah jaksa. Dan ada dua pihak terdiri dari terdakwa dan juga jaksa, yang diperlakukan secara adil dalam menangani perkara. Jaksa mewakili sebagai negara maupun kepentingan umum, supaya perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sebagaimana penyelesaian perkaranya dapat dikehendaki oleh negara dan umum, jika masih merasa belum adil jaksa bisa melakukan upaya hukum atau ajukan banding. Sisi lain dari terdakwa juga perlu dilihat (kondisi ekonomi terdakwa). Hakim mengambil pertimbangan dengan menggunakan dakwaan alternative, yang diambil dalam putusan perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas. Hakim bebas memilih dakwaan kesatu atau kedua. Kewenangan untuk memutus suatu perkara ada pada hakim, dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh hakim. Dengan adanya pasal 55 dan 56 KUHP turut melakukan, membantu melakukan, dari sinilah hakim dapat melihat dan memutuskan pertimbangan-pertimbangan apa yang akan diputuskan tersebut. Dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang didasarkan fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang dimaksudkan diantaranya adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang bukti dan unsur-unsur delik yang didakwakan, dan pertimbangan nonyuridis yang terdiri dari latarbelakang perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi terdakwa, dan hakim harus meyakini 11
12 apakah terdakwa melakukan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsurunsur tindak pidana yang didakwakan. Pada perkara ini terdakwa dijerat Pasal 245 KUHP tentang sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas palsu atau dipalsu. Majelis Hakim juga telah menimbang apakah ada alasan untuk mengahapus pidana pada diri terdakwa, baik alasan pemaaf ataupun alasan pembenar. Dan Majelis Hakim tidak menemukan alasan untuk menghapuskan pidana dari dalam diri terdakwa. Dan terdakwa dinyatakan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jaksa Penuntut Umum dan juga Majelis Hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan yang sama-sama terlalu ringan dari apa yang Pasal 245 jelaskan, yaitu pidana paling lama lima belas tahun. Dan putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa hanya 2 tahun 4 bulan, dan itu sudah termasuk pengurangan dari masa terdakwa di tahan. Karena seharusnya dalam perkara ini setidaknya Hakim menjatuhkan putusan yang lebih berat, setidaknya setengah dari ketentuan pidana dalam Pasal 245 KUHP tentang sengaja mengedarkan mata uang dan uang kertas palsu atau dipalsu. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas, terdapat beberapa kekurangan, kekurangan tersebut terdapat pada sanksi pidana yang dijatuhkan terlalu ringan menurut penulis. Bila dilihat dari ancaman pidana menurut KUHP tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah maksimal 15 tahun, namun jaksa menuntut 2 tahun 6 bulan dan hakim memutuskan pidana 2 tahun 4 bulan. Pasal 5 ayat (1) Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mewajibkan hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa 12
13 keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini penting dalam membentuk kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan serta betul-betul mampu mengakomodir akan kebutuhan keadilan dimasyarakat. Namun tak bisa dipungkiri, bahwa rasa kadilan manusia itu berbeda-berbeda sebab sifat adil itu subyektif. Dan menurut hakim ancaman pidana yang dijatuhakan 2 tahun 4 bulan tersebut telah memenuhi rasa keadilan. B. Kendala-kendala Yang Timbul Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas. Berdasarkan dari hasil penelitian dan wawancara dengan salah satu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menangani perkara pemalsuan mata uang dan uang kertas Bapak Winarto SH, pada kasus NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska, bahwa ada kendalakendala yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Pengadilan Negeri Surakarta. Pada tahap penyidikan ada beberapa kendala yang menjadi fokus penulis untuk menjabarkannya. Dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saksi satu Timbul Prihatno (sebagai polisi) dan saksi dua Didik Prasetyo (sebagai polisi) menerangkan bahwa ada warga yang melaporkan telah terjadi tindak pidana pemalsuan mata uang di daerah Pasar Gede, kota Surakarta. Saat para saksi melakukan penyelidikan dan bahwa benar ada tindak pidana pemalsuan mata uang, kemudian para saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Suyadi bin Suradi. Saksi menerangkan bahwa terdakwa memang berniat mengedarkan uang palsu tersebut dan uang palsu tersebut didapatkan dari seseorang bernama MUL. Dan terdakwa akan menyuruh mengedarkan kepada seorang sopir taksi yang tidak diketahui namanya. Kendala yang dimaksud adalah dalam proses penyelidikan dan penangkapan ada beberapa pelaku lain yang belum ditangkap, disebabkan Terdakwa sendiri juga baru mengenali pelaku lain 13
14 yang diduga pembuat dari uang palsu tersebut. Dan ada pelaku lain juga yang turut serta ikut mengedarkan uang palsu tersebut, namun belum tertangkap. Kemudian dalam persidangaan yang menghadirkan saksi-saksi dan diminta memberikan keterangan yang sesuai dan telah disumpah. Ada salah satu saksi yang tidak dapat hadir saksi kedua Didik Prasetyo, karena beralasan sedang bertugas. Namun Majelis Hakim telah menilai bahwa keterangan itu bersifat sebagai keterangan biasa saja dan dapat dipakai oleh Majelis Hakim untuk menguatkan keyakinannya. Dan dalam perkara ini kendala-kendala lainnya tidak terlalu mempengaruhi Majelis Hakim dalam memberikan putusan kepada terdakwa. Keterangan terdakwa dalam persidangan juga sesuai dari fakta yang telah diungkapkannya. Dari saksi-saksi telah memberikan keterangan yang sesuai dan telah disumpah. Kemudian barang bukti juga telah ada dan lengkap, sesuai dengan temuan dilapangan dan dalam fakta di persidangan. Serta didalam persidangan terdakwa berlaku sopan dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan dari Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska, maka dapat ditarik kesimpulan : 1) Pada putusan Hakim perkara tindak pidana pemalsuan mata uang danuang kertas dengan Terdakwa Suyadi bin Suradi diperiksa dan diputus berdasarkan Pasal 245 KUHP. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutuskan perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, karena unsur-unsur dari Pasal 245 KUHP telah terpenuhi semua berdasarkan keterangan saksi-saksi, 14
15 terdakwa serta alat-alat bukti lainmya seperti halnya fakta-fakta keadaan yang ada dalam persidangan. Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dengan menghukum pidana penjara selama 2 tahun 4 bulan tidak memenuhi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum dan maksimum, yaitu minimum sehari dan maksimum 15 tahun. 2) Berdasarkan hasil penelitian kendala yang timbul dalam penyelesaian perkara tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, sesuai fakta-fakta yang ditemukan kendala tersebut adanya pelaku lain yang terlibat dan belum tertangkap serta kurangnya salah satu keterangan saksi di pengadilan, namun tidak menjadi faktor dalam hakim memberikan putusan terhadap terdakwa., 15
16 DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi dan Adi Ferdinan, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. A.Hamzah dan Siti Rahayu, 2000, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta Jack Weatherford (Noor Cholis), 2005, The History of Money(Sejarah Uang), Bentang, Yogyakarta. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2004, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, Cet 3 W.A Bonger, 2003, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. PUTUSAN NOMOR : NO.211/Pid.B/2013/PN.Ska. 16
BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciadalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciPEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciSURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA
SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperincidikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.
12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG
P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia
Lebih terperinciRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciNILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1
NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:
Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya
BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciReni Jayanti B ABSTRAK
Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2
PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
Lebih terperinciBerlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository
USU Repository 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii A. Pengertian... 1-2 B. Dasar Peniadaan Penuntutan... 3-6 C. Hapusnya Hak Menuntut... 7-13 Kesimpulan... 14 Daftar Pustaka...... 15 ii
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dan pada saat tertentu disebut sebagai biotic community atau masyarakat
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambaran menyeluruh kehidupan yang ada pada suatu lingkungan tertentu dan pada saat tertentu disebut sebagai biotic community atau masyarakat organisme hidup. Di dalam biotic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Negara hukum
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Negara hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan belaka (mechstaat).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia
Lebih terperinci