KONSTRUKSIA JURNAL VOLUME 4 NOMER 2 JUNI 2013 ISSN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSIA JURNAL VOLUME 4 NOMER 2 JUNI 2013 ISSN"

Transkripsi

1 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA VOLUME 4 NOMER JUNI 013 STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi / Nadia METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT Tanjung Rahayu ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG Abdul Muiz / Trijeti TEKNOLOGI REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG Yamin Susanto POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan / Yusuf Latief / Ismeth Abidin ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS Ihsanuddin / Haryo Koco ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Dwi Novi Setiawati / Andi Maddeppungeng TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Volume 4 Nomor Halaman 1 10 Juni 013

2 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA REDAKSI Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Mitra Bestari Staf Redaksi Seksi Umum Disain Kreatif Administrator Web : Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE. : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD. DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME. DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng. DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi : Ir. Nadia, MT. Ir. Trijeti, MT. Ir. Iskandar Zulkarnaen Andika Setiawan Farid Aulia : Ir. Saifullah Imam Susandi : Ir. Haryo Koco Buwono, MT. : Riyadi, ST Terbit : Per Semester Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun ) Alamat Redaksi : Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jl. Cempaka Putih Tengah 7 Jakarta Pusat Ilustrasi cover diambil dari:

3 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r J u n i Diterbitkan oleh: Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta

4 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r J u n i PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 4 Nomer di bulan Juni 013 ini. Pada penerbitan sebelumnya, telah menerima berbagai macam masukan dan kritikan yang bersifat membangun, dengan harapan akan membuat Jurnal ini menjadi semakin baik. Salah satunya, Jurnal terbitan ini, mencoba menjalin networking dengan berbagai Institusi. Pada edisi ini sangat variatif, baik tema maupun peminatan dalam Teknik Sipil. Tema Mekanika Tanah, Manajemen Konstruksi, Stuktur Gedung dan Manajemen Transportasi disajikan dari dalam konteks kekinian dan menarik untuk dikembangkan menjadi artikel-artikel ilmiah lain yang membangun. Salah Satu Judul yang menarik pada Jurnal ini adalah: PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG yang disajikan oleh Yamin Susanto. Menariknya adalah menyajikan metoda membuat analisis resiko terhadap prediksi lentur struktur. Penerbitan yang telah tujuh perioda ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu tonggak untuk dapat terakreditasi. Aamiin Jakarta, Juni 013 Pemimpin Redaksi

5 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA V o l u m e 4 N o m o r 1 D e s e m b e r 01 DAFTAR ISI Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI 13 4 ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG TEKNOLOGI REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM UNTUK MENGA- TASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Halaman Advertising

6 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi YARSI Divisi Pembangunan N a d i a Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta nd7988@yahoo.co.id ABSTRAK : Penggunaan beton sebagai bahan bangunan semakin meningkat, karena sifatnya yang mudah dibentuk dan memliki kuat tekan tinggi. Masalah yang sering terjadi dan berpengaruh pada beton adalah adanya keropos yang dapat menyebabkan turunnya kuat lentur balok beton. Keropos sangat dipengaruhi oleh Pelaksanaan pekerjan Pengecoran. Supaya keropos beton pada balok bisa di minimalisir perlu di perhatikan metode pelaksanaan pekerjaan pengecoran. Keropos pada beton dapat ditanggulangi dengan pelaksanaan pekerjaan grouting. Dalam penelitian ini dianalisa kuat lentur beton yang dihasilkan perbaikan keropos menggunakan Sika Grout (15) New dan Sikaclim, dibandingkan dengan beton dalam kondisi normal dan dengan beton dalam kondisi keropos. Target mutu beton yang ingin di capai adalah Kuat Tekan K 5, dan target slump adalah 6 ± cm. Dari hasil penelitian didapatkan Tergangan lentur rata-rata beton untuk benda uji balok dalam keadaan normal adalah adalah sebesar 0,483 Mpa,Sedangkan untuk benda uji balok dalam keadaan keropos didapat Tegangan lentur rata-rata 0,400 Mpa dan untuk benda uji balok dalam keadaan perbaikan dengan Grouting Tegangan lentur yang didapat adalah 0,433 Mpa. Untuk perbandingan Tegangan lentur antara benda uji balok dalam akibat keropos terhadap benda uji dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 17,4 %, sedangkan dengan kondisi perbaikan dengan grouting terhadap benda uji balok dalam kondisi normal mengalami penurunan sebesar 10,34 % dan untuk benda uji balok dengan perbaikan grouting terhadap benda uji balok mengalami peningkatan sebesar 6,9 %. Kata kunci : Beton,Kuat lentur, keropos, Grouting, SNI ABSTRACT: The use of concrete as a building material is increasing, because it iseasily shaped and possess high compressive strength. The problem that often occurs and the effect on concrete is a porous can cause a drop in flexural strength of concrete beams. Brittle is strongly influenced by the implementation of jobs Foundry. So porous concrete beams can be minimized to note the method implementation foundry work. Porous concrete can be overcome by the implementation of the grouting work. In this study analyzed the resulting flexural strength of concrete repair using Sika Grout loss (15) New and Sikaclim, compared with concrete under normal conditions and under conditions of porous concrete. Target concrete quality that you want to achieve is Strong Press K 5, and the target slump was 6 ± cm. From the results of research in getting the average bending stress to the concrete beam specimens are normally amounted to 0,483 Mpa, while for beam specimen under bending stress obtained porous state average of 0,400 Mpa and for specimen beam in a state of repair Grouting bending stress obtained was 0,433 Mpa. For comparison between the bending stress in the beam specimen to specimen due to loss under normal conditions has decreased by 17.4%, while the state of repair by grouting the beam specimen under normal conditions has decreased by 10.34% and for the beam specimen with improved grouting the beam specimen increased by 6.9 %. 1 K o n s t r u k s i a

7 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 01 Keywords: Concrete, Strong pliable, porous, Grouting, SNI LATAR BELAKANG Teknik yang diperlukan pada saat pengecoran beton bergantung pada elemen struktur beton yang akan digunakan,misalnya untuk kolom, balok, dinding, slab, pondasi, bendung beton atau sambungan suatu beton yang beda waktu pelaksanaan pengecorannya. Beton harus selalu dicor dengan lapisan-lapisan horizontal dan setiap lapisan dipadatkan dengan vibrator berfrekuensi tinggi. Pada waktu pelaksanaan pekerjaan pengecoran biasa terjadi pemadatan yang kurang sempurna, sehingga campuran beton akan menjadi tidak homogen. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rongga-rongga didalam beton yang menyebabkan beton menjadi keropos Pada pengecoran struktur balok, keropos sering diakibatkan oleh: 1. Pemadatan pada waktu pengecoran yang tidak maksimal. Jarak waktu pencampuran dan pencetakan / pengecoran beton cukup lama. Pada struktur balok, keropos ini dapat terjadi dibeberapa tempat, salah satunya adalah di tumpuan. Untuk itu akan diteliti, bagaimana pengaruh keropos pada tumpuan balok beton ini terhadap kuat lenturnya. Dan apakah grouting dapat menyelesaikan masalahnya (dapat kembali kuat lenturnya seperti balok beton yang tidak keropos) IDENTIFIKASI MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH Pelaksanaan pengecoran beton pada struktur balok, merupakan pekerjaan yang mudah tetapi perlu kecepatan, ketepatan, ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini disebabkan oleh waktu setting atau kekerasan beton yang relative cepat. Waktu yang singkat inilah yang banyak menyebabkan kekeroposan beton akibat pengecoran. Keropos pada beton, merupakan perlemahan struktur yang dalam hal ini dapat mengurangi kekakuan / kekuatan beton itu sendiri, sehingga akan mempengaruhi kuat lenturnya. Cara-cara umum yang dilakukan untuk mengisi rongga-rongga pada beton yang keropos adalah dengan grouting. Namun apakah grouting ini dapat mengembalikan fungsi beton itu sendiri jika dibandingkan dengan beton tanpa keropos? Dengan demikian terdapat beberapa hal yang perlu siteliti, yaitu sebagai berikut: Berapa besar kuat lenturnya, jika pada beton tidak terjadi keropos, beton keropos pada tumpuan, dan beton keropos setelah di grouting? BATASAN MASALAH 1. Mutu beton K5 (Fc 19,3 Mpa).. Semen yang digunakan adalah semen portland biasa type l merk Semen Gresik. 3. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah (split) dengan diameter maksimum 0 mm ex Rumpin. 4. Agregat halus berupa pasir alam ex Bangka yang menembus ayakan 4,8 mm. 5. Air yang digunakan berasal dari PDAM.. 6. Benda uji berbentuk balok dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 60 cm sebanyak 1 buah. K o n s t r u k s i a

8 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) 7. Semen grouting yang digunakan adalah merk Sika Grout Semen grouting digunakan merk Sika Cim. 9. Besaran keropos yang direncanakan 5% dari volume balok beton. 10. Umur pengujian uji kuat lentur beton adalah 8 hari. 11. Metode pengujian kuat lentur menggunakan SNI dengan nama Metode Pengujian Kuat Lentur Dengan Dua Tititk Pembebanan. 1. Grouting dilaksanakan setelah bekisting dibuka. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengaruh keropos diposisi tumpuan balok terhadap kuat lentur.. Untuk meng-evaluasi kuat lentur balok yang keropos maupun yang sudah digrouting. HIPOTESIS 1. Kuat lentur balok yang mengalami keropos diperkirakan lebih rendah 5 % apabila dibandingkan dengan Kuat lentur pada balok yang tidak mengalami keropos (kondisi normal).. Kuat lentur balok yang di grouting diperkirakan lebih tinggi % apabila dibandingkan dengan Kuat lentur pada balok yang tidak mengalami keropos (kondisi normal). 3. Kuat lentur balok yang mengalami keropos diperkirakan lebih rendah 3 % apabila dibandingkan dengan Kuat Lentur pada balok yang sudah mengalami perbaikan grouting. LANDASAN TEORI Beton Beton adalah campuran semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat. Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang-kadang campuran tambahan lainnya. Campuran yang masih plastis ini dicor kedalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi, yang menyebabkan pengerasan beton.bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi dan ketahanan tarik yang rendah, atau kira-kira kekuatan tariknya 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. MATERIAL PENYUSUN BETON Semen Semen mengandung unsur silikat (silicates) dan kapur (lime). Semen ini bila dicampur dengan air (hydration) akan membentuk massa yang mengeras. Beton yang dibuat dengan semen portland umumnya membutuhkan waktu 14 hari untuk mencapai kekuatan yang cukup, agar acuan dapat dibongkar dan agar bebanbeban mati dalam kontruksi dapat dipikul. Kekuatan dari beton yang optimum dicapai dalam waktu minimal 8 hari. Bahan baku pembentuk semen adalah: 1. Kapur (CaO) dari batu kapur.. Silika (SiO₄) dari lempung. 3. Alumina (Al₂O₃) dari lempung. Agregat Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan kekuatan / kekerasan beton.. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80% volume agregat. Agregat ini bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa 3 K o n s t r u k s i a

9 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat yang berukuran besar. Dua jenis agregat adalah: 1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan-pecahan dari blast furnace), Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal di atas ayakan dengan lubang berdiameter 4,8 mm, tetapi lolos ayakan dengan lubang berdiameter 40mm.. Agregat halus (pasir alami dan buatan).(⁸) Agregat halus adalah agregat yang butirannya menembus ayakan dengan lubang berdiameter 4,8 mm. Karena agregat biasanya menempati sekitar 75% dari total beton, maka sifatsifat agregat ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dari beton yang sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga mempengaruhi ketahanan (durbility) dari beton. Air Air yang bersih dan tidak mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan lain yang dapat merusak beton atau tulangan. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum. Sifat-Sifat Beton Sifat-sifat beton perlu diketahui untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan sesuai tuntutan konstruksi dan umur bangunan yang bersangkutan. Pada saat segar atau sesaat setelah dicetak, beton bersifat plastis dan mudah dibentuk. Sedang pada saat keras, beton memiliki kekuatan yang cukup untuk menerima beban. Sifat beton segar yang baik sangat mempengaruhi kemudahan pengerjaan sehingga menghasilkan beton dengan berkualitas baik. Lentur Pada Balok Beton. Beban beban yang bekerja pada struktur,baik yang berupa grafitasi, maupun bebanbeban lain,seperti beban angin, beban karena susut dan beban karena perubahan temperatur,menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya atau bertambahnya retak lentur disepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Karena itulah perencana harus mendesain penampang balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak yang berlebihan pada saat beban bekerja, dan masih mempunyai keamanan yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan. Jika suatu balok terbuat dari material yang elastis linier, isotropis, dan homogen, maka tegangan lentur maksimumnya dapat diperoleh dengan rumus lentur balok, yaitu f=mc/i. Pada keadaan beban batas, balok beton bertulang bukanlah material yang homogen, juga tidak elastis sehingga rumus 4 K o n s t r u k s i a

10 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) lentur balok tersebut tidak dapat digunakan untuk menghitung tegangannya. Untuk memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur (balok plat,dinding dan sebagainya), sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan menjadi dasar pertimbangan. Pada saat beton struktur bekerja menahan beban beban yang dipikulnya, salah satu tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik akibat lenturan pada serat tepi bawah Pada balok dengan tumpuan sederhana. Hampir semua balok yang langsing mengalami tegangan akibat lentur. Kekuatan lentur merupakan kekuatan beton dalam menahan lentur yang umumnya terjadi pada balok struktur. Kuat lentur dapat diteliti dengan membebani balok pada tengah-tengah bentang atau pada tiap sepertiga bentang dengan beban titik. Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami keruntuhan lentur, dimana retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang. Besarnya momen akibat gaya pada saat runtuh ini merupakan kekuatan maksimal balok beton dalam menahan lentur. Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, sampai benda uji patah. Satuan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (MPa) Rumus-rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur beton adalah sebagai berikut: 1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik dari beton, maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan :. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan : Dimana : σ = Kuat Lentur benda uji (MPa) P = Beban yang menyebabkan terbelahnya balok L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm) b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) d = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm) a = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m). Gambar 1. Uji Lentur dengan Dua Titik Pembebanan 5 K o n s t r u k s i a

11 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 d. Bahan pembentuk gas (gas forming agent). Gambar Garis-garis perletakan dan pembebanan Grout Grout adalah slurry semen yang diinjeksikan ke dalam retak retak, pipapipa, dan lubang lubang lainnya. Atau disamping bangunan beton sebagai pelindung yang tidak tembus air. Dapat dipakai pasir bila volumenya besar. Admixture mineral, seperti abu terbang dan bentonite, sering dipakai untuk menambah kecairan. Admixture kimiawi ditambahkan untuk mengurangi kadar air, menambah daya lekat dan mengendalikan waktu pengikatan. Admixture juga bisa ditambahkan untuk melawan susut. Penerapan grout yang penting misalnya pada metode prepacke agregat. Bahan Bahan Campuran Yang termasuk bahan campuran yang lain adalah a. Bahan pengikat (bonding admixture). b. Bahan pengisi (grouting admixture). c. Bahan untuk mempercepat pengikatan (quick setting admixture). Bonding Admixture Umumnya emulsi air dan material organik seperti karet, polyvinyl klorida, polyvinyl acetat, acrylics, dan dan butadiene-styrene copolymer. Mereka ditambahkan kedalam campuran semen atau dikuaskan pada permukaan beton lama untuk menambah kekuatan lekatan antara beton lama dan baru. Umumnya ditambahkan dalam proporsi 5-0 % berat semen, jumlah tergantung kondisi dilapangan dan jenis bahannya. Dapat menyebabkan beberapa pertambahan kandungan udara. 1. Jenis non - reemulsifiable adalah tahan terhadap air, lebih cocok untuk penerapan eksterior, dan dipakai di mana ada kelengasan. Hasil optimum hanya sebaik permukaan yang dilapisi. Permukaan harus bersih, kering, baik (sound), bebas dari kotoran, debu, cat dan oli.. Kegunaan dari bonding admixture adalah untuk meningkatkan daya lekat pasta semen, mortar dan beton. Komposisi : Polyvinyl acetate (PVA) Styrene butadine (SDR) atau acrylic. Grouting Admixture Digunakan untuk mencegah terjadinya susut dan menunda set. Karenanya digunakan untuk menstabilkan fondasi, mengisi retak dan sambungan. Menyemen sumur minyak, megisi lubang (cores) dan tembok bata, grout pada tendon dan bautbaut angker dan prepalaced-agregate, menutup lubang-lubang angker pada fondasi, memperbaiki retak-retak dan 6 K o n s t r u k s i a

12 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) keropos, mengisi tendon baja pada beton pratekan. Grouting admixture tidak dapat susut dan mempunyai kekuatan yang tinggi. Bentuknya encer sehingga mudah di injeksikan kedalam beton. Tidak mengandung klorida sehingga dapat dipakai pada beton bertulang, dan tidak menimbulkan korosi pada baja tulangan. Hanya saja harganya jauh lebih mahal dari pada semen portland biasa (10 kali lipat). Komposisi : a. Material seperti gel, clays, pregelatine starch, methyl cellulose yang berfungsi untuk mencegah kecepatan hilangnya air dan grouting admixtures. b. Betonite clays : berfungsi untuk mengurangi slurry density. c. Material seperti barite dan iron filings yang berfungsi meningkatkan berat jenis. d. Natural gums ditambahkan untuk mencegah susut dari grouting tersebut. Pekerjaan grouting yang sangat cocok untuk daerah perbaikan yang sulit. Jenis kerusakan ini timbul karena pengerjaan beton yang kurang baik, agregat terlalu kasar, kurangnya butiran halus yang termasuk semen, faktor air semen tidak tepat, pemadatan yang tidak sempurna karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang tidak rapat dan lain-lainnya. Kerusakan semacam ini biasanya disebabkan oleh cetakan (bekisting) yang tidak rapi atau rapat. Hal ini menyebabkan pasta semen mengalir keluar, yang mengakibatkan beton keropos. Dengan menginjeksi bahan grouting yang relatif cair ke dalam cetakan, ikatan antara tulangan dan beton kembali seperti semula dan betonpun dianggap masif. Tekanan injeksi beton untuk perbaikan retakan dan grouting untuk perbaikan dimensi beton. Pengujian Hipotesis Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan/asumsi sebagai suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil observasi.(¹³) Distribusi t Distribusi t selain digunakan untuk menguji suatu hipotesis juga untuk membuat pendugaan (interval estimate). Biasanya, distribusi t digunakan untuk menguji hipotesis mengenai nilai parameter, paling banyak populasi (lebih dari, harus digunakan F), dan dari sample yang kecil (small sample size), misalnya n < 100, bahkan seringkali n 30. Untuk n yang cukup besar ( n 100, atau mungkin cukup n >30) dapat digunakan distribusi normal, maksudnya tabel normal dapat digunakan sebagai pengganti tabel t. HASIL PENELITIAN Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Kasar (Kerikil) Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat kasar yang dilakukan didapatkan nilai berat jenis agregat kasar. Nilai BJ agregat kasar tersebut adalah, K o n s t r u k s i a

13 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Pengujian Berat Jenis SSD Agregat Halus (Pasir) Dari hasil pemeriksaan berat isi agregat halus yang dilakukan didapatkan nilai berat jenis agregat halus. Nilai BJ agregat halus tersebut adalah,51 Hasil pengujian kuat tekan yang telah di konversi ke 8 hari dengan factor pembagi 0,65; Nilai rata rata hasil kuat tekan adalah 5,95 N/mm Pengujian Benda Uji Setelah umur 8 hari benda uji diangkat dari bak perendaman dan didiamkan selama 4 jam untuk selanjutnya dilaksanakan pengujian kuat lentur. Hasil pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat Lentur yang akan dilaksanakan: a. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi Normal b. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi Keropos c. Kuat Lentur untuk benda uji dalam kondisi keropos sudah perbaikan dengan menggunakan sika grout. Hasil Tes Kuat lentur Benda Uji Kondisi Normal Benda Hasil Tgl pembuatan Tgl pengetesan uji pengetesan A1 0/11/01 0/1/01 7 A 0/11/01 0/1/01 7,5 A3 0/11/01 0/1/01 7 A4 0/11/01 0/1/ Kuat lentur beton normal dihitung dengan persamaan : 8 K o n s t r u k s i a

14 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi Keropos Benda uji Tgl pembuatan Tgl pengetesan Hasil pengetesan B1 9/11/01 7/1/01 6 B 9/11/01 7/1/01 6 B3 9/11/01 7/1/01 6 B4 9/11/01 7/1/01 6,5 Hasil Tes Kuat Lentur Benda Uji kondisi perbaikan dengan grouting Benda Uji Tgl pembuatan Tgl Grouting Tgl pengetesan Hasil Test C1 3/11/01 0/1/01 7/1/01 7 C 3/11/01 0/1/01 7/1/01 6,5 C3 3/11/01 0/1/01 7/1/01 6,5 C4 3/11/01 0/1/01 7/1/01 6,5 Sumber : Hasil Pengujian di Laboratorium Teknik Sipil UMJ ANALISIS DATA Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Normal NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σp (KN/mm ) σp (MPa) Rata-rata K o n s t r u k s i a

15 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Keropos NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σp (KN/mm ) σp (MPa) Rata-rata Hasil Kuat Lentur Balok Beton Kondisi Perbaikan dengan Grouting NO P (KN) L (mm) b (mm) d (mm) σp (KN/mm ) σp (MPa) Rata-rata Gambar Grafik perbandingan benda uji Kondisi keropos = Kondisi grouting= Kondisi normal= 0,400 0,483 0,433 0,483 0,483 0,483 X 100 = 8,76% X 100 = 89,66% X 100 = 100 % 10 K o n s t r u k s i a

16 Studi Analisis Lentur Pada Balok Tumpuan Mengealami Pengeroposan Beton (Arief Eko - Nadia) KESIMPULAN Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi Tegangan Lentur akibat terjadi Keropos Beton pada tumpuan mengalami penurunan 17,4 % terhadap Tegangan Lentur akibat beton kondisi Normal.. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton Kondisi perbaikan dengan grouting mengalami penurunan 10,34 % terhadap Tegangan Lentur akibat beton kondisi Normal. 3. Kondisi Tegangan Lentur akibat beton Kondisi perbaikan dengan grouting mengalami peningkatan 6,9 % terhadap tegangan Lentur akibat beton kondisi Keropos. 4. Kondisi yang mengalami keropos dan sudah mengalami perbaikan dengan grouting tetap hasil tegangan lenturnya lebih rendah terhadap beton kondisi normal.. DAFTAR PUSTAKA (1) ASTM C 33-03, Standart specification for concrete agregat 003. () BADAN STANDARISASI NASIONAL, SNI , Metode Pengujian Kuat Lentar Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung. (3) BADAN STANDARISASI NASIONAL, SNI , SPESIFIKASI AGREGAT RINGAN BATU CETAK BETON PASANGAN DINDING. (3) CHU-KIA WANG, CHARLES G. SALMON, BINSAR HARIANDJA, DISAIN BETON BERTULANG, Jilid, edisi keempat, Penerbit Erlangga, th 1989 (4) CHU-KIA WANG, CHARLES G. SALMON, BINSAR HARIANDJA, DISAIN BETON BERTULANG, Penerbit Erlangga Jilid 1, edisi keempat, th 1993 (5) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, SNI , Tata cara pembuatan rencana beton normal. YAYASAN LPMB BANDUNG (6) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, SK-SNI T , TATA CARA PERHITUNGAN STRUKTUR BETON UNTUK BANGUNAN GEDUNG. YAYASAN LPMB BANDUNG (7) DR Edward G.Nawy,P.E, BETON BERTULANG SUATU PENDEKATAN DASAR. Penerbit PT ERESCO BANDUNG, th 1990 (8) PBI 71, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum (9) Prof.DR. Sudjana M.A., M. Sc, METODA STATISTIKA, Edisi ke 6, Penerbit TARSITO BANDUNG, th (10) J. SUPRANTO, M A. STATISTIK TEORI DAN APLIKASI, Edisi kelima, jilid, Penerbit ERLANGGA, th 199 Sika Product Catalogue, 3rd K o n s t r u k s i a

17 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI Tanjung Rahayu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK : Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut Jambi dengan melakukan percobaan konsolidasi dan analisa data. Percobaan konsolidasi dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat uji oedometer digital dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metoda Mikasa-Wilson. Tahapan pembebanan pada percobaan konsolidasi dilakukan dengan rasio penambahan beban sebesar 1, dengan beban awal 0,05 kg/cm dan beban akhir 6,4 kg/cm. Tiap tahapan beban diberikan selama 4 jam, kecuali untuk dua tahap beban di sekitar tekanan prakonsolidasi yaitu 0,4 kg/cm dan 0,8 kg/cm, beban diberikan selama 7 x 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva pemampatan tanah gambut Jambi dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan bahwa nilai parameter c membesar dengan meningkatnya beban di atas tekanan prakonsolidasi. Hasil analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson, memberikan nilai regangan didapat di laboratorium untuk waktu percobaan 4 jam dan 7x4 jam. Kata Kunci : tanah gambut, konsolidasi sekunder, Mikasa-Wilson ABSTRACT: This study was conducted to study the behavior of secondary compression on peat soil consolidation Jambi to conduct experiments and data analysis. Consolidation experiments conducted in the laboratory using a digital oedometer test equipment and data analysis was performed by using the method of Mikasa-Wilson. Stages of loading on consolidation experiments carried out with the addition of load ratio of 1, with an initial load of 0.05 kg/cm and 6.4 kg/cm load end. Each phase of the load is given for 4 hours, except for a two-stage load around the preconsolidation pressure of 0.4 kg/cm and 0.8 kg/cm, the burden administered for 7 x 4 hours. The results showed that the peat soil compression curves Jambi with Mikasa-Wilson method shows that the value of the parameter c enlarged with increasing load on the preconsolidation pressure. Results of data analysis methods Mikasa-Wilson, gave strain values obtained in the laboratory for 4 hours and the time trial 7x4 hours. Keywords: peat, secondary consolidation, Mikasa-Wilson LATAR BELAKANG Gambut yang lebih dikenal dengan nama peat, adalah campuran dari fragmenfragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Tanah gambut mempunyai sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil, sebab mempunyai kadar air yang tinggi, daya dukung rendah, dan kemampatan tinggi. Oleh sebab itu, tanah gambut termasuk tanah yang kurang baik untuk suatu konstruksi bangunan sipil. Penelitian mengenai tanah gambut masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga pengetahuan tentang tanah gambut sangat terbatas. Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi, sebab lahan gambut di Indonesia sangat luas. Lahan gambut terbesar 13 K o n s t r u k s i a

18 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 terdapat di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya. Perilaku tanah gambut, misalnya konsolidasi, berbeda dengan perilaku tanah lainnya. Dengan demikian, analisisanalisis pada tanah lain seperti lempung tidak dapat digunakan begitu saja pada tanah gambut. Pada tanah lempung, penurunan tanah tidak akan terjadi setelah konsolidasi sekunder selesai atau proses disipasi tekanan air pori selesai. Pada tanah gambut, penurunan masih dapat terjadi setelah disipasi tekanan air pori selesai karena adanya pemampatan pada butiran-butiran tanah. Untuk mendapatkan metoda yang benar dan tepat pada pelaksanaan konstruksi teknik sipil di atas tanah gambut, harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dan perilaku tanah gambut. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pelaksanaan rekayasa sipil pada tanah gambut. IDENTIFIKASI MASALAH 1) Bagaimana bentuk kurva pemampatan tanah gambut Jambi? ) Metoda apa yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi? TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemampatan sekunder pada tanah gambut dengan melakukan analisis-analisis terhadap data-data yang diperoleh dari percobaan di laboratorium. Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda Gibson-Lo dan metoda Mikasa-Wilson. Dari analisis-analisis tersebut akan diperoleh : 1) Bentuk kurva pemampatan tanah gambut Jambi? ) Kurva hubungan antara penurunan - waktu, angka pori waktu, regangan waktu, regangan log waktu, dan kecepatan perubahan angka pori waktu. 14 K o n s t r u k s i a 3) Parameter-parameter model reologi a, b,, b1, 1, c, dan. 4) Metoda yang cocok untuk menganalisis pemampatan tanah gambut Jambi TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari campuran fragmenfragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk dan menjadi fosil. Menurut ASTM D607-69, istilah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik yang berasal dari proses geologi selain batubara, dibentuk dari tumbuhan yang telah mati, berada di dalam air, dan hampir tidak ada udara di dalamnya, terjadi di rawa-rawa, dan mempunyai kadar abu tidak lebih dari 5 % berat keringnya. Parameter-parameter tanah yang dapat memberi gambaran fisik dari tanah gambut adalah : a. Kadar air Tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyerap dan menyimpan air. b. Angka pori Angka pori untuk tanah gambut sangat besar, yaitu berkisar Bahkan pernah ada tanah gambut berserat yang mempunyai angka pori 5 (Hanrahan,1954). c. Berat jenis Berat jenis tanah gambut lebih besar dari 1. Menurut MacFarlene (1969), nilai berat jenis rata-rata adalah 1,5 atau 1,6. d. Berat volume Berat volume tanah gambuat sangat rendah. Untuk gambut yang mempunyai kandungan organik tinggi dan terendam air, berat volumenya kira-kira sama dengan berat volume air (MacFarlene, 1969). Hasil studi dari beberapa peneliti yang dirangkum oleh

19 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) MacFarlene menunjunkkan bahwa nilai berat volume tanah gambut berkisar antara 0,9 1,5 t/m 3. e. Susut Apabila tanah gambut dikeringkan maka tanah tersebut akan menyusust dan menjadi keras. Menurut Colley (1950), penyusutan yang terjadi dapat mencapai 50 % dari volume awal. Tanah gambut yang telah mengalami penyusutan tidak akan mampu untuk menyerap air seperti pada kondisi awal. Volume air yang dapat diserap kembali hanya berkisar antara % dari volume air semula (Feustel dan Byers,1930). f. Koefisien permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas tanah gambut berkisar antara cm/dt (Colley, 1950, dan Miyakawa, 1960). Untuk tanah gambut berserat (fibrous peat), koefisien permeabilitas arah horisontal lebih besar daripada arah vertikal. g. Keasaman (acidity) Air gambut (peaty water) yang pada umumnya bebas dari air laut mempunyai ph antara 4 7 (Lea, 1960). Tingkat keasaman tanah gambut berfluktuasi tergantung pada musim dan cuaca. Nilai ph tertinggi terjadi setelah hujan lebat yang diikuti dengan musim panas yang kering. h. Kadar abu dan kadar organik Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan tanah gambut (yang telah dikeringkan pada temperatur 105 o C) ke dalam oven pada temperatur 440 o C (metoda C) atau temperatur 750 o C (metoda D) sampai contoh tanah tanah menjadi abu (ASTM D ).. Konsolidasi dan Pemampatan Tanah Gambut Terzaghi (1943) menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses berkurangnya kadar air pada lapisan tanah jenuh tanpa penggantian tempat air oleh udara. Holtz dan Kovacs menyatakan jika tanah lempung menerima beban, karena permeabilitasnya yang kecil, maka pemampatannya ditentukan dari kecepatan keluarnya air dari pori-pori tanah. Proses ini dinamakan konsolidasi dengan respons teganganregangan-waktu. Proses berkurangnya volume dalam konsolidasi dapat disebabkan karena : a. deformasi partikel-partikel tanah (bending) b. perubahan jarak antar partikel c. keluarnya air dan udara dari poripori tanah Konsolidasi tanah dapat dibagi menjadi konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder, dimana konsolidasi sekunder terjadi setelah proses konsolidasi primer selesai. Pertambahan beban pada tanah, pertama kali akan diterima oleh air sehingga menimbulkan kenaikan tekanan air pori (excess pore pressure). Pada konsolidasi primer, tekanan air pori akan berkurang akibat keluarnya air dari pori-pori tanah, kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi sekunder dengan tekanan air pori konstan. Pada tanah inorganik, konsolidasi primer merupakan komponen terbesar dari penurunan total (settlement), sedangkan pada tanah organik konsolidasi sekunder merupakan komponen terbesar. Pemampatan tanah gambut dapat diamati dengan melihat kurva regangan terhadap log waktu. Komponen-komponen pemampatan tanah gambut terdiri dari : a. regangan seketika (instantaneous strain, i) Terjadi dengan segera setelah beban diberikan karena tertekannya rongga udara. 15 K o n s t r u k s i a

20 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 b. Regangan primer (primary strain, p) Terjadi pada waktu yang relatif singkat sampai waktu tp dengan kecepatan pemampatan yang tinggi karena disipasi tekanan air pori. c. Regangan sekunder (secondary strain,s) Terjadi pada waktu yang relatif lama sampai waktu ts dengan kecepatan pemampatan yang lebih rendah akibat pemampatan butiran tanah. d. Regangan tersier (tertiery strain,t) Terjadi secara terus-menerus sampai seluruh proses pemampatan berakhir. Teori konsolidasi Terzaghi umumnya digunakan untuk memperkirakan pemampatan tanah, namun teori ini tidak dapat digunakan pada tanah gambut karena: a. Koefisien permeabilitas berkurang dengan cepat Pemampatan awal sangat cepat terjadi dan kofisien permeabiltas berkurang, sedangkan teori konsolidasi Terzaghi digunakan pada tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas konstan. b. Daya mampat tinggi Pemampatan serat terjadi karena butiran tanah memampat, sedangkan pada teori konsolidasi Terzaghi butiran tanah tidak termampatkan. konsolidasi primer dan mvs akibat konsolidasi sekunder. dimana : = waktu dari awal pembebanan sampai berakhirnya konsolidasi primer = waktu sampai konsolidasi sekunder berhenti = koefisien perubahan volume akibat konsolidasi sekunder sampai suatu waktu t Gambar 1. Koefisien perubahan volume Jika diasumsikan proses penurunan keseluruhan termasuk konsolidasi sekunder dianggap cv dan proses penurunan untuk konsolidasi primer cvp, hasilnya adalah: 3. Metoda Mikasa Wilson Metoda Mikasa menganalisis perilaku pemampatan sekunder berdasarkan percobaan oedometer dan analisis untuk menentukan titik akhir rangkak (creep) menggunakan metoda Wilson Koefisien konsolidasi sekunder Koefisien perubahan volume mv diasumsikan terdiri dari mvp akibat dimana : = koefisien permeabilitas pada konsolidasi primer = koefisien permeabilitas dalam proses penurunan keseluruhan Karena sulit untuk memahami perubahan koefisien permeabilitas sejalan waktu secara numerik, diambil 16 K o n s t r u k s i a

21 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) ks untuk koefisien permeabilitas pada konsolidasi sekunder dan k untuk koefisien permeabilitas pada proses keseluruhan. metoda Wilson,dkk. Besarnya perubahan angka pori di waktu tertentu pada tahap konsolidasi sekunder adalah : (7) sehingga Dianggap adalah koefisien permeabilitas sebelum konsolidasi dimulai, adalah koefisien permeabilitas pada akhir konsolidasi, dan. Dengan mensubstitusi berikut :, akan diperoleh persamaan 3.1. Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder Jika besarnya perubahan angka pori akibat konsolidasi primer dinyatakan dengan, akibat konsolidasi sekunder, dan angka pori pada tahap konsolidasi sekunder berakhir, maka rasio konsolidasi sekunder adalah (34) dimana : c = nilai saat t = 1 menit (8) = kemiringan garis lurus pada tahap konsolidasi sekunder dalam kurva yang didapat dari percobaan konsolidasi Pada kasus, nilai dapat (9) ditentukan dengan persamaan berikut: Penentuan titik akhir konsolidasi sekunder dapat dicari dari persamaan dengan mv dan cv yang lebih akurat, namun metoda ini tidak dapat digunakan untuk kasus. Dari substitusi persamaan (30) akan diperoleh persamaan berikut : (31) Substitusi persamaan, maka : Jika nilai dapat ditentukan, maka titik akhir konsolidasi sekunder dapat diketahui. Nilai dapat ditentukan tanpa menunggu sampai konsolidasi sekunder selesai pada percobaan konsolidasi dengan menggunakan (3) Dengan demikian, koefisien perubahan (33) volume dan koefisien konsolidasi yang meliputi konsolidasi sekunder dapat dinyatakan sebagai berikut : 17 K o n s t r u k s i a

22 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 dimana : = pertambahan tegangan aksial efektif dan pada persamaan (39), diasumsikan METODE PENELITIAN Benda Uji Benda uji untuk percobaan konsolidasi ini diambil dari Jambi. Contoh gambut yang digunakan adalah contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample). Contoh tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan tabung berdiameter 7 cm dan panjang 60 cm. Tanah gambut yang telah masuk ke dalam tabung dilapisi oleh aluminium foil dan lilin agar tidak merubah kondisi asli. Benda uji yang masih berada di dalam tabung dikeluarkan dengan alat pendorong vertikal secara perlahan-lahan dan langsung dimasukkan ke dalam cincin percobaan. Benda uji yang digunakan dalam percobaan berdiameter 6 cm dan tinggi cm. Prosedur penelitian di laboratorium Kegiatan percobaan dilakukan di Balai Geoteknik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Ujungberung, Bandung. Jenis kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Percobaan berat jenis berdasarkan ASTM D 854. Percobaan kadar air berdasarkan ASTM D Percobaan konsolidasi dengan oedometer berdasarkan ASTM D 435 : a) Test 1 Memberikan beban secara bertahap dengan waktu pembebanan 4 jam untuk beban : 18 K o n s t r u k s i a 0,05kg/cm ;0,1 kg/cm ;0, kg/cm ; 0,4 kg/cm ;0,8 kg/cm ;1,6 kg/cm ; 3, kg/cm ;6,4 kg/cm ; Jumlah benda uji adalah 1 buah. b) Test Memberikan beban secara bertahap dengan : - waktu pembebanan 4 jam untuk beban 0,05kg/cm ;0,1kg/cm ;0,kg/cm ; 1,6 kg/cm ;3, kg/cm ;6,4 kg/cm - waktu pembebanan 4 jam untuk beban 0,4 kg/cm dan 0,8 kg/cm ; Jumlah benda uji adalah 1 buah. Peralatan percobaan konsolidasi Peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan konsolidasi tanah gambut adalah oedometer yang disambungkan dengan amplifier dan seperangkat komputer. Dengan adanya amplifier dan komputer tersebut, maka pembacaan penurunan akan lebih baik dan dapat direkam secara otomatis oleh komputer. Sistem ini terdiri dari : 1. Perangkat keras a) mesin percobaan : alat konsolidasi yaitu oedometer pembebanan b) alat pengukur : amplifier pengukur linier c) komputer : komputer dan layar monitor untuk pengukuran dan pemrosesan data

23 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) Amplifier Pengukuran Data Data Input Manual untuk Pengukur linier Counter interface display komput File Pengukuran Data File Dokumen untuk Laporan Gambar. Skema perangkat keras Layar monitor Output komputer Gambar 5. Skema aliran data Pengukur plotte ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN oedomete Gambar 3. Skema amplifier pada percobaan konsolidasi. amplifier Amplifier pada percobaan konsolidasi terdiri dari : a) penghitung (counter), berfungsi untuk menghitung jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor b) layar LCD (LCD display), berfungsi untuk menunjukkan besarnya deformasi c) interface, berfungsi untuk mengubah jumlah sinyal yang terdeteksi oleh alat sensor menjadi suatu besaran yang dapat direkam oleh komputer CH CH 0.3 Sifat fisik yang dimiliki oleh tanah gambut Jambi adalah : 1) kadar air : 71,9 % ) berat volume: 1,08 t/m 3 3) berat jenis : 1,67 4) angka pori : 4,7571 Hasil percobaan konsolidasi dengan metoda Mikasa-Wilson Kurva yang diperlukan untuk menganalisis data dengan metoda Mikasa-Wilson adalah kurva. Dari kurva tersebut akan diperoleh nilai yaitu besarnya kemiringan garis pemampatan sekunder. CH CH Gambar 4. Contoh layar LCD. Perangkat lunak a) pengukuran b) pemrosesan data c) perekaman dalam disket 19 K o n s t r u k s i a

24 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Gambar 5. Kurva untuk tekanan 0,8 kg/cm (test 1) Gambar 7. Kurva untuk tekanan 0,4 kg/cm - 1 minggu (test ) Gambar 6. Kurva angka pori waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm (test 1) Gambar 8. Kurva angka pori waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm 1 minggu (test ) Gambar 7. Kurva untuk tekanan 0,4 kg/cm - 1 hari (test ) Gambar 9. Kurva untuk tekanan 0,8 kg/cm - 1 hari (test ) Gambar 8. Kurva angka pori waktu untuk tekanan 0,4 kg/cm 1 hari (test ) 0 K o n s t r u k s i a

25 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) Gambar 10. Kurva angka pori waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm 1 hari (test ) Gambar 1. Kurva angka pori waktu untuk tekanan 0,8 kg/cm 1 minggu (test ) Gambar 11. Kurva untuk tekanan 0,8 kg/cm - 1 minggu (test ) Tabel 1. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test 1) Tekanan (kg/cm ) c 0,05 0,019-1,859 0,1 0,014-1,1867 0, 0,037-1,001 0,4 0, ,148 0,8 0, ,89 1,6 0,0746-1,789 1 K o n s t r u k s i a

26 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Tabel. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah gambut Jambi (test ) Tekanan (kg/cm ) c 0,05 0, ,937 0,1 0,0090-0,954 0, 0,0648-1,1186 0,4 0, ,8005 0,8 0, ,03 1,6 0,0460-1,0966 3, 0, ,1409 7,4 0, ,1718 Tabel 3. Parameter-parameter Mikasa-Wilson untuk tanah Gambut Jambi (test ) dengan masa pembebanan bervariasi Tekanan (kg/cm ) Parameter Mikasa-Wilson Waktu 1 hari 3 hari 7 hari 0,4 0,8 c 0, , , ,8005-0,8181 0,8368 c 0, , , ,03-1,03-1,03 K o n s t r u k s i a

27 Metoda Mikasa-Wilson Dalam Analisis Pemampatan Sekunder Tanah Gambut di Jambi (Tanjung) Pembahasan Metoda Mikasa-Wilson maka penurunan yang akan terjadi dalam waktu 1 tahun dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Analisis penurunan pada waktu 1 tahun (cm) Gambar 13. Kurva parameter c Parameter c adalah nilai kecepatan perubahan angka pori pada waktu 1 menit. Dari gambar 48 terlihat bahwa analisis data dengan metoda Mikasa-Wilson menunjukkan nilai parameter c bertambah besar sejalan dengan meningkatnya tekanan. Analisis regangan Untuk tanah gambut Jambi, persentase pertambahan regangan pada waktu 1 tahun relatif kecil karena nilai yang sangat kecil (mendekati nol) seperti ditunjukkan oleh grafik untuk = 0. Penjelasan mengenai masalah ini telah dikemukakan oleh B. Juszkiewicz Bednarczyk dan M. Werno (1981). Gambar 14. Grafik (B. Juszkiewicz Bednarczyk dan M. Werno,1981). Untuk mendapat gambaran, apabila terdapat lapisan tanah gambut setebal 10 m Tekanan Metode Mikasa Wilson Test 1 Test (1 hari) (3 hari) (7 hari) (1 hari) (3 hari) (7 hari) KESIMPULAN 1. Bentuk kurva regangan waktu (skala log) yang diperoleh menyerupai kurva pemampatan tipe I dan II pada hasil studi yang telah dilakukan Lo (1961).. Nilai parameter a pada metoda Gibson- Lo akan mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori sehingga aliran air pori dari makropori menjadi semakin sulit untuk keluar. 3. Nilai parameter b pada metoda Gibson- Lo semakin mengecil dengan meningkatnya beban. Hal ini disebabkan oleh mengecilnya ruang makropori dan mikropori sehingga aliran air pori dari mikropori ke makropori semakin sulit. 4. Nilai parameter 1/ pada metoda Gibson-Lo semakin besar dengan meningkatnya beban. 5. Periode pembebanan mempengaruhi nilai parameter a, b, 1/. Dengan makin lamanya periode pembebanan maka nilai a, b, 1/ semakin besar. 3 K o n s t r u k s i a

28 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni Nilai parameter c pada metoda Mikasa- Wilson membesar pada tekanan 0,8 kg/cm. 7. Analisis regangan baik dengan metoda Gibson-Lo maupun metoda Mikasa- Wilson memberikan nilai regangan yang hampir sama dengan nilai regangan yang diperoleh dari percobaan konsolidasi di laboratorium dengan alat oedometer untuk waktu pembebanan 4 jam dan 7x4 jam. 8. Analisis regangan untuk waktu 1 tahun menunjukkan bahwa nilai regangan berdasarkan metoda Mikasa-Wilson sedikit lebih besar daripada metoda Gibson-Lo, sebab ada perbedaan waktu konsolidasi primer menurut kedua metoda tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. Andersland, O.B. dan Al-Khafaji, A.W.N. (1980), Organic Material and Soil Compressibility, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol 106, no. GT7, pp ASTM, American Society for Testing & Material, Philadelpia, USA. 3. Barden, L. (1968), Primary and Secondary Consolidation of Clay and Peat, Geotechnique, Bednarczyk, J.B. dan Werno, M. (1981), Determination of Consolidation Parameters. 5. Berre, T. & Iversen, K. (197), Oedometer Tests with Different Speciment Heights on a Clay Exhibiting Large Secondary Compression, Geotechnique, vol., no Berry, P.L. dan Vickers, B. (1975), Consolidation of Fibrous Peat, Journal of the Geotechnical Engineering Division, vol. 101, no. GT8, pp Das, B.M, Advanced Soil Mechanics, International Student Edition, Singapore. 8. Edil, T.B., Termaat, Ruud, dan Han, Evert den, Advances in Understanding and Modelling the Mechanical Behavior of Peat, A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield. 9. Edil, T.B., Soft Soil Engineering, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke Holtz, R.D., dan Kovacs, W.D., An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice Hall Inc. 11. Irsyam, M., Mekanisme dan Penanggulangan Tanah Mengembang, diktat kuliah Perilaku Tanah. 1. Irsyam M., Studi Kasus Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak dan Gambut, Kursus Singkat Geoteknik di Indonesia Menjelang Milenium ke Lambe, T.W., dan Whitman, R.V., Soil Mechanics, SI Version, John Wiley & Sons, Inc. 14. Lo, K.Y. (1961), Secondary Compression of Clays, Journal of the Soil Mechanics and Foundation Division, vol. 87, No. SM 4, pp Mac Farlane, I.C., Muskeg Engineering Handbook, National Research Council of Canada, University of Toronto, Canada. 16. Pradoto, Suhardjito dan As ad Munawir, Analisis dan Perilaku Pemampatan Gambut Palembang. 17. Suklje, Lujo, Rheological Aspect of Soil Mechanics, Wiley-Interscience, John Wiley & Sons Ltd. 18. Wahls, H.E. (196), Analysis of Primary and Secondary Consolidation, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, vol. 88, no. SM6, pp Yamanouchi, Toyotoshi dan Yasuhara, Kazuya, (March, 1975), Secondary Compression of Organic Soil, Soils and Foundations, vol. 15, no. 1, pp K o n s t r u k s i a

29 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) ANALISIS BEKISTING METODE SEMI SISTEM DAN METODE SISTEM PADA BANGUNAN GEDUNG Abdul Muis Trijeti Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta t3jeti@yahoo.co.id ABSTRAK : Bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan bekisting metode semi sistem dengan metode sistem pada balok dan plat lantai pekerjaan bangunan gedung di lantai dan 3 terhadap biaya dan waktu. Analisa harga satuan mengacu pada SNI 008 (Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton) dengan harga material, alat dan upah tahun 01. Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama / berulang-ulang. Kata Kunci : bekisting semi-sistem, bekisting sistem, analisa harga satuan ABSTRACT: Formwork is a concrete means of helpers to print to the size, shape or appearance and position of the desired alignment. Analysis is conducted to compare methods of semi formwork system with the method on a system of beams and slab building work on floors and 3 of the cost and time. Analysis unit price refers to the ISO 008 (Construction Cost Analysis of Building and Housing Concrete Work) at a price of materials, equipment and wages in 01. Costs between jobs formwork system method is more expensive than the semi method formwork system. Time jobs formwork system faster method than the method of semi-completion system. So formwork system method used or selected if required for construction projects more quickly and the company gets the same project / repetitive. Keywords: semi-formwork system, formwork system, the unit price analysis PENDAHULUAN Bangunan gedung bertingkat memiliki karakteristik yang spesifik khususnya dalam teknologi pelaksanaan seperti urutan pekerjaan, jenis pekerjaan, kegiatan pengangkutan vertikal, keselamatan kerja, keterbatasan lokasi dan air tanah. Metode pelaksanaan konstruksi yang terdiri dari pekerjaan persiapan, dewatering, struktur bawah, struktur atas dan finishing perlu direncanakan sebelum pelaksanaan pekerjaan. Pelaksanaan struktur atas beton pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan berbagai metode : Cast inplace/cast insitu, komponen struktur dicor ditempatnya. Termasuk metode konvensional ; Campuran precast dan Cast inplace, digunakan dengan berbagai macam kombinasi antara balok, plat dan kolom ; Precast, komponen struktur dicor dipabrik 5 K o n s t r u k s i a

30 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 (plant), kemudian dibawa kelokasi proyek lalu dipasang. Formwork atau cetakan beton sering juga disebut bekisting merupakan suatu sarana pembantu untuk mencetak beton dengan ukuran, bentuk rupa ataupun posisi serta aligment yang dikehendaki. Bekisting terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai menjadi suatu kesatuan konstruksi tertentu dengan system yang praktis. Artinya sesuai dengan sifatnya hanya merupakan struktur sementara yang mendudukung beratnya sendiri dan berat beton basah, konstruksi bekisting harus mudah dikerjakan dan mudah pula untuk dibongkar serta tidak mudah rusak sehingga dapat dipakai berulang kali. Hal yang perlu diperhitungkan adalah bekisting harus mampu menahan beban-beban yang ada. Bekisting semi sistem adalah bekisting yang bahan dasarnya disesuaikan dengan konstruksi beton, sehingga pengulangannya dapat dilakukan lebih banyak apabila konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi perubahan bentuk maupun ukuran. Adapun bekisting sistem adalah bekisting yang mengalami perkembangan lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala kemungkinannya dapat digunakan pada berbagai macam bangunan, penggunaan bekisting sistem bertujuan untuk penggunaan ulang pakai. LANDASAN TEORI Dalam menghitung anggaran biaya, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Semua bahan untuk penyusunan anggaran biaya dikumpulkan dan diatur dengan rapih ; Gambar-gambar rencana/gambar bestek dan penjelasan atau keterangan yang tercantum dalam peraturan dan syarat-syarat ; Membuat catatan sebanyak mungkin yang penting, baik mengenai gambar.; Menentukan system yang tepat dan teratur yang akan dipakai dalam perhitungan. Penyusunan anggaran biaya dilaksanakan dengan cara pembuatan daftar-daftar sebagai berikut : Daftar Harga Daftar Upah Volume Pekerjaan Analisa Koefisien Harga Satuan Pekerjaan X = Harga Satuan Harga Pekerjaan Waktu pelaksanaan proyek konstruksi merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek konstruksi dalam hal kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material serta rencana durasi proyek dan progress waktu untuk penyelesaian proyek konstruksi. Bekisting disebut juga acuan dan perancah. Acuan yaitu bagian dari konstruksi bekisting yang berfungsi untuk membuat cetakan X beton sesuai yang diinginkan. Suatu konstruksi acuan yang telah dibuat dan akan dipakai harus kuat untuk menahan beban yang masih basah dan liat. Konstruksi acuan sendiri terdiri dari papan cetakan dan pengaku cetakan. Dalam sebuah konstruksi acuan dibagi dalam (dua) macam :Acuan tetap adalah acuan yang dipasang untuk tidak dibongkar lagi dan acuan tersebut tidak mengurangi kekuatan dan tidak berpengaruh buruk 6 K o n s t r u k s i a

31 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) pada konstruksi bangunan. Acuan tidak Tetap adalah acuan yang dipasang dan dapat dibongkar setelah beton cukup kuat untuk menahan bebannya sendiri. Contoh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan acuan sementara adalah papan kayu, kayu balok, plywood, panel-panel baja, fiberglass, dan lain-lain. Bekisting semi sistem Bekisting semi sistem adalah bekisting yang bahan dasarnya disesuaikan dengan konstruksi beton, sehingga pengulangannya dapat dilakukan lebih banyak apabila konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi perubahan bentuk maupun ukuran. Pertimbangan penggunaan bekisting semi sistem adalah pada konstruksi yang cukup tinggi pengulangan penggunaan bekisting pada suatu pekerjaan cetakan sistem ini terbuat dari material kayu lapis atau plat, sedangkan perancah penopangnya terbuat dari baja yang dipabrikasi. Bekisting semi sistem merupakan perkembangan dari bekisting konvesional, peningkatan kualitas dari bekisting konvesional menjadi bekisting semi sistem terletak pada penggunaan ulang bekisting itu sendiri. Material yang dibutuhkan untuk bekisting semi sistem adalah : Scaffolding (perancah),u-head, Vertical support tube, Horizontal support tube, Jack base, Joint pin, Alat-alat pendukung Bekisting sistem Bekisting sistem atau disebut juga bekisting full system adalah bekisting yang mengalami perkembangan lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala kemungkinannya dapat digunakan pada berbagai macam bangunan, penggunaan bekisting sistem bertujuan untuk penggunaan ulang pakai. Pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat dibandingkan dengan bekisting konvensional dan semi sistem karena komponen-komponen bekisting sistem sudah ada ukuran standarnya. Pembiayaan bekisting sistem pada awalnya dapat dikatakan mahal, tetapi dengan adanya pelaksanaan yang relatif singkat dan penggunaan berulang kali, maka penambahan biaya tidak terlalu mengikat. Alat bekisting balok : Hollow 50.50, Double siku Tie rod T dan Wing nut, Suri Hollow, Batang horizontal, Jack base, Double wing Komponen bekisting plat lantai : Plywood phenolic 15 mm, Hollow 50.50, U-head, Batang horizontal, Batang vertical, Batang vertikal joint, Jack base. 7 K o n s t r u k s i a

32 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Rakapitulasi Material & Peralatan. Material Peralatan Bekesting NO Bekisting metode Bekisting metode semis sistem semi sistem sistem & sistem 1 Kaso 5/7 Plywood phenolic 15 mm Excavator Plywood 9 mm Kaso 5/7 Theodolite 3 Plywood 1 mm Hollow Waterpass 4 Kawat baja/bendrat Balok 6/1 Tower Crane 5 Minyak Bekisting Double siku Air compressor 6 Paku 5 cm - 1 cm Tie rod T 7 Scaffolding standart Suri Hollow 8 Balok 6/1 Double wing 9 Sekur horizontal Batang horizontal 10 Sekur vertikal Batang vertikal 11 Jack base Jack base 1 U-head 13 Sekur joint PEMBAHASAN Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem dan metode system yang ditinjau pada bangunan gedung lt. dan lt.3. Perhitungan kuantitas bekisting balok metode sistem, lantai satu dan lantai dua sama atau tipikal. Metode perhitugan kuantitas bekisting balok : Tipe balok dalam mili meter (mm), Ukuran balok dalam mili meter (mm) : Lebar x Tinggi, Lebar balok dalam meter (m), Tinggi balok dalam meter (m) : Tinggi Tebal pelat lantai, Panjang balok dalam meter (m), Jumlah balok, Kuantitas pengecoran dalam meter kubik (m³), Luas dalam meter persegi (m²) : 8 K o n s t r u k s i a

33 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.. N o Beam Type 1 G Measuremen t (mm) 30 B Widt Lengt Tota Wide h High (m) h l (m) (t1) (t) (m) (m ) Informatio n Main Beam Perhitungan kuantitas bekisting balok metode semi sistem lt. 3. Widt Lengt h High (m) h N o Beam Type Measureme nt (mm) (m) (t1) 3 3 G Tota Wide (m) l (m ) (t ) Inform ation Main Beam 6 7 B Perhitungan kuantitas bekisting balok lt. atau lt. 3 metode sistem. No Beam Measurement Width High (m) Length Wide Total Type (mm) (m) (t1) (t) (m) (m ) 1 B BW ,015.5 Information Perhitungan kuantitas pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt. dan lt.3. Luas dalam meter persegi (m²) : 9 K o n s t r u k s i a

34 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. metode semi sistem. No Pelat Length Wide Dimension lantaie Total (m) (m) (m²) Type Information Floor Pelat 1 S-1.83 x lantaie S-1.9 x t = 10 mm S- 1. x Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai lt. 3 metode semi sistem. No Pelat lantaie Type Dimension (m) Length (m) Total Wide (m²) Information Pelat lantai S-1.95 x Lantai 37 S-1.95 x t = 10 mm S- 1. x Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone 1. Dimensi Luas Tipe Jumlah (mm) pekerjaan No plat (buah) p l (m²) 1 S S JUMLAH Perhitungan kuantitas bekisting pelat lantai metode sistem zone. No Tipe plat Dimensi (mm) p l Jumlah (buah) Luas pekerjaan (m²) 1 S S JUMLAH Jadi jumlah kuantitas bekisting pelat lantai, lt. atau lt.3 metode sistem adalah 991,4 m². Analisa harga satuan per-m pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt. dan lt K o n s t r u k s i a

35 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) Analisa harga satuan per-m pekerjaan bekisting balok metode semi sistem lt.. Pekerjaan Balok Lantai Kuantita s Satua n 1 m² Pekerjaan Bekisting Balok Pemasangan Bekisting Balok Harga / Upah Jumlah Ket a. Bahan 1 Kaso 5/ btg Rp 40, Rp 40, Paku, baut-baut, dan kawat kg Rp 10, Rp 4, Minyak Bekisting 0.00 ltr Rp 8, Rp 5, Balok 6/ btg Rp 70, Rp 70, Plywood tebal 9 mm Lbr Rp 180, Rp 63, Scaffolding standart 1 150, , unit Rp Rp set 0 0 b. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 31,00.00 Pembongkaran Bekisting Balok a. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp 1, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 18, Alat 1 Tower Crane 4 Hr Rp 00, Rp 1,57.65 Σ = Rp 47,197. Harga satuan per-m pekerjaan bekisting balok lt.3 metode semi sistem adalah : Rp ,9,- (beda di tower crane ) 31 K o n s t r u k s i a

36 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Analisa harga satuan per-m pekerjaan bekisting balok metode sistem lt.. Pekerjaan Balok Lantai Kuantita Satua 1 m² Pekerjaan s n Bekisting Balok Harga / Upah Jumlah Ket Pemasangan Bekisting Balok a. Bahan 1 Plywood phenolic , , m³ Rp Rp mm 0 0 Kaso 5/7 1 btg Rp 40, Rp 40, Hollow btg Rp 84, Rp 84, Balok 6/1 1 btg Rp 70, Rp 70, Double siku 1 set Rp 6, Rp 6, Tie rod T 1 set Rp 5, Rp 5, Suri Hollow 1 set Rp 30, Rp 30, Double wing 1 set Rp 30, Rp 30, Sekur horizontal 1 set Rp 54, Rp 54, Sekur vertikal 1 set Rp 5, Rp 5, Jack base 1 set Rp 5, Rp 5, b. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 31,00.00 Pembongkaran Bekisting Balok a. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp 1, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 18, Alat 1 Tower Crane 3 Hr Rp 00, Rp 1, Σ = Rp 654,03.6 Harga satuan per-m pekerjaan bekisting balok lt.3 metode sistem adalah : Rp ,6,- (beda di sekur vertikal) Analisa harga satuan per-m pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem lt.. 3 K o n s t r u k s i a

37 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) Pekerjaan Pelat Lantai Lantai 1 m² Pekerjaan Kuantita Satua Bekisting Pekerjaan s n Harga / Upah Jumlah Ket Pelat Lantai Pemasangan Bekisting Plat a. Bahan 1 Kaso 5/ btg Rp 40, Rp 40, Paku, baut-baut, dan kawat kg Rp 10, Rp 4, Minyak Bekisting 0.00 ltr Rp 8, Rp 5, Balok 6/ btg Rp 70, Rp 70, Plywood tebal 9 mm Lbr Rp 180, Rp 63, Scaffolding standart 150, unit Rp 150, Rp 1 set 0 b. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 31,00.00 Pembongkaran Bekisting Plat a. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp 1, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 18, Alat 1 Tower Crane 4 Hr Rp 00,000, Rp 1, Σ = Rp 47,336. Harga satuan per-m pekerjaan bekisting lantai, lt.3 metode semi sistem adalah : Rp ,6,- (beda di tower crane) 33 K o n s t r u k s i a

38 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Analisa harga satuan per-m pekerjaan bekisting pelat lantai metode sistem lt.. Pekerjaan Pelat Lantai Lantai Sat Kuantit 1 m² Pekerjaan ua as Bekisting Pelat Lantai n Harga / Upah Jumlah Ket Pemasangan Bekisting Plat a. Bahan 1 Plywood phenolic 15 mm m³ Rp 370, Rp 14, Hollow btg Rp 84, Rp 84, U-head 1 set Rp 5, Rp 5, Sekur horizontal 1 set Rp 54, Rp 54, Sekur vertikal 1 set Rp 54, Rp 54, Sekur joint 1 set Rp 5, Rp 5, Jack base 1 set Rp 5, , b. Tenaga Kerja 1 Mandor Oh Rp 80, Rp, Kepala Tukang Oh Rp 70, Rp, Tukang Oh Rp 65, Rp 1, Pekerja Oh Rp 47, Rp 31,00.00 Pembongkaran Bekisting Plat a. Tenaga Kerja 1 Mandor 0.01 Oh Rp 75, Rp Kepala Tukang Oh Rp 65, Rp, Tukang Oh Rp 60, Rp 10, Pekerja Oh Rp 45, Rp 16, Alat 1 Tower Crane Hr Rp 00,000, Rp 1, Σ = Rp 39,973.5 Jadi harga satuan per-m pekerjaan bekisting pelat lantai, lt.3 metode sistem adalah : Rp ,5,- Rencana anggaran biaya per-m pekerjaan bekisting metode semi sistem & sistem pada lt. dan lt K o n s t r u k s i a

39 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) No Work Unit Price Unit Unit Price Description 1 Balok Lantai m² Rp 47,197.5 Rp 654, Balok Lantai 3 m² Rp 46, Rp 683, Plat Lantai m² Rp 47,336.3 Rp 39, Plat Lantai 3 m² Rp 45,70.64 Rp 39, Σ = Rp 1,706,78.06 Rp,13, Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting balok metode semi sistem (SS) dan metode sistem (s) lt. dan lt.3. SS lt. S lt. SS lt.3 S lt. 3 NO. Description Time (menit) Time (menit) Time (menit) Time (menit) 1 Loading time - Siapkan material dan peralatan Installing time - Pemasangan landasan jack base Pemasangan jack base Pemasangan scaffolding Pemasangan cross brace Pengaturan scaffolding sesuai marking Penguat/ di paku posisi kaki jack base pada landasan Pasang pipe support Pemasangan U-head Pemasangan skur horizontal Pemasangan skur diagonal Pemasangan landasan untuk bekisting balok Pemasangan cetakan / form work balok Pengecekan elevasi dengan alat theodolite Opening time - Pelepasan cetakan / form work balok Pelepasan landasan untuk bekisting balok Pelepasan skur diagonal Pelepasan skur horizontal Pelepasan U-head Pelepasan pipe support Pelepasan cross brace Pelepasan jack base Pelepasan landasan jack base K o n s t r u k s i a

40 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni Repairing and clearing Time - Perbaikan Pembersihan Total (menit) Waktu yang dibutuhkan per-m (menit) Analisa waktu pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt. dan lt.3. SS lt. S lt. SS lt.3 S lt. 3 NO. Description Time (menit) Time (menit) Time (menit) Time (menit) 1 Loading time - Siapkan material dan peralatan Installing time - Pemasangan landasan jack base Pemasangan jack base Pemasangan scaffolding Pemasangan cross brace Pengaturan scaffolding sesuai marking Penguat/ di paku posisi kaki jack base pada landasan Pasang pipe support Pemasangan U-head Pemasangan skur horizontal Pemasangan skur diagonal Pemasangan landasan untuk bekisting balok Pemasangan cetakan / form work balok Pengecekan elevasi dengan alat theodolite Opening time - Pelepasan cetakan / form work balok Pelepasan landasan untuk bekisting balok Pelepasan skur diagonal Pelepasan skur horizontal Pelepasan U-head Pelepasan pipe support Pelepasan cross brace Pelepasan jack base Pelepasan landasan jack base Repairing and clearing Time - Perbaikan K o n s t r u k s i a

41 Analisis Bekesting Metode Semi Sistem Dan Metode Sistem Pada Gedung (Abdul Muis - Trijeti) - Pembersihan Total (menit) Waktu yang dibutuhkan per-m (menit) Analisa tenaga kerja pada pelaksanaan pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai metode semi sistem dan metode sistem lt. dan lt.3. Pada analisa tenaga kerja ini, untuk mendapatkan hasil tenaga kerja yang dibutuhkan, antara kuantitas bekisting semi sistem dijumlah dengan vkuantitas bekisting sistem lalu dirata-ratakan. Bekisting balok lt. - Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting metode semi sistem = 716,35 m² ; Bekisting metode sistem = 1.015,5 m² - Rata-rata kuantitas yang di butuhkan = (( ,5) / ) = 865,80 m² - Waktu effetif / hari : 8 jam - Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 8.1 menit/m; Bekisting metode sistem = 5.8 menit/m - Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,1 + 5,8) / ) = 6,9 menit/m x 865,80 m² = 6017,3 menit = 100,8 jam - Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting balok = 0,77 m/orang/jam - Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting balok adalah : 865,80 : 0,77 : 100,8 = 11, ~ 1 orang Bekisting balok lt. 3 - Kuantitas pekerjaan balok : Bekisting metode semi sistem = 988,50 m² ; Bekisting metode sistem = 1.015,5 m² - Rata-rata kuantitas yang di butuhkan = (( ,5) / ) = 1001,80 m² - Waktu effetif / hari : 8 jam - Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 8.9 menit/m; Bekisting metode sistem = 6,1 menit/m - Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((8,9 + 6,1) / ) = 7,5 menit/m x 1001,80 m² = 7513,5 menit = 15, jam - Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting balok = 0,77 m/orang/jam - Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting balok adalah : 1001,80 : 0,77 : 15, = 10,39 ~ 11 orang Bekisting pelat lantai lt. - Kuantitas pekerjaan pelat lantai : Bekisting metode semi system = 557,83 m² ; Bekisting metode sistem = 991,4 m² - Rata-rata kuantitas yang di butuhkan ((557, ,4) / ) = 774,6 m² - Waktu effektif / hari : 8 jam - Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 7,4 menit/m ; Bekisting metode sistem = 5,6 menit/m - Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((7,4 + 5,6) / ) = 6,5 menit/m x 774,6 m² = 5034,9 menit = 83,9 jam - Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting pelat lantai : 1,11 m/orang/jam - Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat 37 K o n s t r u k s i a

42 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 lantai adalah : 774,6 : 1,11: 83,9 = 8,3 ~ 9 orang pelat lantai lt. 3 - Kuantitas pekerjaan pelat lantai : Bekisting metode semi system = 579,03 m² ; Bekisting metode sistem = 991,4 m² - Rata-rata kuantitas yang di butuhkan : ((579, ,4) / ) : 785,1 m² - Waktu effektif / hari : 8 jam - Waktu yang di butuhkan : Bekisting metode semi sistem = 7,9 menit/m ; Bekisting metode sistem = 5,7 menit/m - Rata-rata waktu yang di butuhkan : ((7,9 + 5,7) / ) = 6,8 menit/m x 785,1 m² = 5339,4 menit = 88,9 jam - Produktivitas tenaga kerja pekerjaan bekisting pelat lantai : 1,11 m/orang/jam - Jadi kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai adalah : 785,1 : 1,11: 88,9 = 7,9 ~ 8 orang Kebutuhan tenaga kerja. KESIMPULAN Biaya antara pekerjaan bekisting metode sistem lebih mahal dibandingkan dengan bekisting metode semi sistem. Waktu pekerjaan bekisting metode sistem lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan metode semi sistem. Jadi bekisting metode sistem dipakai atau dipilih apabila proyek konstruksi dituntut untuk lebih cepat dan perusahaan mendapatkan proyek yang sama / berulang-ulang. DAFTAR PUSTAKA 1. Husen, A Manajemen Proyek Perencanaan, Penjadwalan, & Pengendalian Proyek, Yogyakarta : ANDI.. Ibrahim, B Rencana dan Estimate Real of Cost, Jakarta : Bumi Aksara. 3. M. Novian, suryoreso Efesiensi pekerjaan Acuan dan perancah pada Industri Konstruksi. Politeknik ITB: Bandung. 4. SNI Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Pekerjaan Beton, Bandung : BSN. 5. Soedrajat, A Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan, Bandung : Nova. 6. Wigbout, F.Ing, 199. Pedoman Tentang Bekisting (Kotak Cetak). Erlangga. Jakarta. 38 K o n s t r u k s i a

43 Teknologi Real Time Traffic Information System Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi) TEKNOLOGI REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Rusmadi Suyuti Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT ABSTRAK: Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS).Tulisan ini memberikan potensi penerapan teknologi RTTIS di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dalam jangka pendek.tujuan penerapan teknologi RTTIS adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan. Dengan mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input berupa volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time yang dapat diperoleh dari sistem smart camera. Selanjutnya data diproses dan didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai perangkat, seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car tv, internet. Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Jasa Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah meningkatnya waktu tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan Implementasi RTTIStersebut juga harus dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan umum massal, peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya. Kata Kunci: intelligent transport system, pemodelan transportasi, matriks asal-tujuan, metode estimasi ABSTRACT: Traffic congestion is now a major problem that occurred in Jakarta including the Urban Toll Road segment Jakarta. One effort to reduce the level of traffic congestion is through the application of technology Real Time Traffic Information System (RTTIS.) This paper provides a potential application of the technology in the segment RTTIS In Jakarta Toll Road pendek.tujuan term technology implementation RTTIS is to optimize the traffic volume on a road segment. By knowing the origin-destination trip, then the offender perjelanan can obtain the best information that can be passed. RTTIS technology requires input in the form of traffic volume and average vehicle speed in real time which can be obtained from the smart camera system. Furthermore, the data is processed and disseminated back to road users through a variety of devices, such as variable massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centers, in-car tv, internet. RTTIS approach in addressing traffic congestion is expected to be utilized by the Service Margadalam improve transportation services in Jakarta Urban Toll Road and also to reduce the level of congestion lintas.disamping it benefits society is the increased travel time tempuhuntuk achieve RTTIStersebut implementation must also be accompanied by another attempt to address traffic congestion as the application of mass transportation systems, increased network capacity highways and other supporting policies. Keywords: intelligent transport system, transport modeling, origin-destination matrix, estimation methods 39 K o n s t r u k s i a

44

45 Teknologi Real Time Traffic Information System Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi) PENDAHULUAN Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia termasuk di DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada tahun 010 besaran kerugian akibat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta telah mencapai Rp. 45, trilyun per tahun. Penyebab utama terjadinya kemacetan lalu lintas adalah karena tidak seimbangnya demand dan supply yaitu pertumbuhan jumlah kendaraan dengan kapasitas prasarana transportasi (jaringan jalan dan jaringan angkutan umum) yang ada. Sebagai contoh pertumbuhan panjang jalan di DKI Jakarta rata-rata sebesar 0,01% per tahun sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 9,5% per tahun. Pertambahan kendaraan bermotor pada tahun 01 adalah sebesar per hari (terdiri dari 0 mobil dan 897 motor). Selain di jalan arteri, kemacetan lalu lintas juga terjadi di ruas Jalan Tol dalam Kota Jakarta yang merupakan ruas jalan utama yang melewati pusat Kota Jakarta dan menghubungkan Kota Jakarta dengan kota-kota yang ada disekitarnya. Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta serta khususnya di ruas Jalan Tol Dalam Kota, diantaranya melakukan: penambahan kapasitas, penambahan gerbang tol, law-enforcement maupun pemberlakuan contra-flow. Meskipun demikian, kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota masih cukup tinggi sehingga diperlukan upaya lain untuk mengatasi hal tersebut dalam jangka pendek. Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan pendekatan teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS)sebagai salah satu solusi jangka pendek untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. KONDISI LALU LINTAS TOL DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI Jalan Tol Dalam Kota atau JakartaIntra Urban Tollways, mulai dioperasikan oleh Jasa Marga secara bertahap semenjak tahun 1987, melalui ruas Cawang- Semanggi. Jalan Tol ini dibangun seiring dengan pertumbuhan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis, dimana mobilitas orang dan barang makin meningkat pula. Jalan Tol sepanjang ini menghubungkan wilayah Timur Jakarta yaitu Cawang hingga wilayah Barat Kota Jakarta hingga Pluit. Jalan Tol sepanjang 3,55 Km ini saat ini terintegrasi dengan 4 (empat ) jalan tol yang menuju ke berbagai wilayah yaitu, Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol Jakarta- Cikampek, Jalan Tol Tangerang-Merak, Serta Jalan Tol Prof Dr. Ir. Sedyatmo. Sementara itu pada tahun 1996 saat selesainya pembangunan ruas Grogol- Pluit, Jalan tol ini menjadi sebuah lingkaran yang tak berujung bersama ruas Cawang-Tanjung Priuk-Pluit yang dioperasikan oleh PT Citra Marga Nushapala Persada. Dengan demikian jalan tol ini menjadi salah satu infrastruktur penting Nasional dan menjadi urat nadi trasportasi yang penting menghubungkan dari wilayah Tangerang menuju Cikampek 39 K o n s t r u k s i a

46 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 serta kota-kota lain di Pantai Utara Jawa (Pantura). Saat ini Jalan tol Dalam Kota memiliki 3 x jalur dan kerap dipadati oleh lalu lintas pada jam-jam tertentu khususnya pada saat jam sibuk pagi dan sore hari. Sumber: Gambar 1. Volume Lalu Lintas Harian Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan jumlah volume transaksi tol di ruas Jalan Tol Dalam Kota selama 5 (lima) tahun terakhir. PERMASALAHAN LALU LINTAS TOL DALAM KOTA JAKARTA SAAT INI Permasalahan lalu lintas yang utama terjadi pada ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta adalah tingginya kemacetan lalu lintas. Saat ini kemacetan lalu lintas tersebut tidak hanya terjadi pada saat jam sibuk pagi atau sore hari, tetapi hampir terjadi sepanjang hari. Beberapa penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota diantaranya adalah: 1. Volume lalu lintas yang tinggi dan tidak sebanding dengan kapasitas ruas jalan yang ada, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas (volume lalu lintas melebihi kapasitas ruas jalan.. Antrian di off ramp jalan tol yang berdekatan dengan persimpangan sebidang (traffic light). Kemacetan lalu lintas yang terjadi di simpang sebidang menimbulkan antrian sampai dengan jalan tol, sehingga mengurangi kapasitas ruas jalan tol. Contohnya di lokasi off-ramp kuningan, semanggi khususnya pada saat jam sibuk pagi hari. 3. Kendaraan berat yang berjalan lambat terutama di tanjakan dan interchange 4. Terjadinya kecelakaan lalu lintas atau kendaraan mogok yang berakibat berkurangnya kapasitas jalan. 5. Kapasitas jumlah lajur kurang (contohnya di Interchange Cawang dan Interchange Tomang) 6. Perilaku pengemudi yang tidak tertib (menggunakan bahu jalan, memotong lajur lalu lintas, dll) 7. Keberadaan kendaraan prioritas/pejabat yang memerlukan pengawalan VIP sehingga mengorbankan kendaraan lain Permasalahan lalu lintas tersebut di atas berujung kepada timbulnya kemacetan lalu lintas. Untuk itu diperlukan solusi yang tepat dan mendasar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan juga bukan berupa solusi instan yang hanya dapat mengatasi permasalahan secara sesaat dan hanya berlangsung sementara dan jangka pendek. 40 K o n s t r u k s i a

47 Teknologi Real Time Traffic Information System Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi) SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL DALAM KOTA JAKARTA Solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dapat dilakukan pada jangka pendek dan jangka panjang. Rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan pada jangka pendek adalah berupa rekomendasi dominimum. Penanganan tersebut secara umum adalah berupa manajemen lalu lintas, pembenahan sistem marka dan penegakan hukum (law enforcement) dan penerapan teknologi baru. Rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan pada jangka pendek diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Percepatan waktu transaksi di gerbang tol. Hal tersebut sudah dilakukan saat ini diantaranya melalui: pelayanan transaksi mobile (petugas jemput bola ), penggunaan gardu khusus kendaraan kecil, penggunaan e-toll card dan e-toll pass. Sistem E-toll card bertujuan mempercepat transaksi pembayaran di gardu tol dengan menggunakan sistem touch and go yang tanpa menggunakan bantuan petugas pengumpul tol. Sumber: Gambar.e-Toll card system di Jalan Tol. Pembatasan jam operasi kendaraan berat untuk melewati jalan tol 3. Pemindahan lokasi gerbang tol 4. Pemidahan lokasi off-ramp jalan tol yang berdekatan dengan lokasi persimpangan sebidang. Tujuannya adalah menghilangkan antrian di jalan tol pada saat terjadi kemacetan lalu lintas di persimpang sebidang. 5. Penutupan gerbang tol masuk jalan tol pada saat tertentu. Pada saat lalu lintas di dalam jalan tol sudah sangat padat dan tidak bergerak, maka disarankan agar menutup gerbang tol sehingga tidak menambah kemacetan di jalan tol 6. Pembuatan lokasi off-ramp dan onramp baru untuk meningkatkan akses keluar-masuk jalan tol 7. Penutupan lokasi off-ramp dan onramp yang keberadaannya menimbulkan kemacetan lalu lintas. Sedangkan rekomendasi penanganan lalu lintas yang diusulkan untuk jangka panjang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan jalan layaing khusus busway/brt sepanjang Jalan Tol Dalam Kota Jakarta, sehingga mengurangi volume angkutan umum yang berada di jalan tol. Peningkatan kapasitas simpang susun (interchange) 3. Penanganan fisik lain sesuai master plan transportasi Jakarta. Disamping usulan tersebut di atas, penulis mengusulkan penggunaan teknologi Real- Time Traffic Information System (RTTIS) untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Prinsip dari penggunaan teknologi tersebut adalah 41 K o n s t r u k s i a

48 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 memberikan informasi kepada calon pengguna jalan tol, tentang kondisi lalu lintas jalan tol secara real time. Dengan adanya informasi tersebut, maka pengguna jalan dapat menentukan pilihan apakah akan menggunakan jalan tol atau jalan arteri untuk mencapai tujuan perjalanannya. Informasi tersebut dapat diakses secara mudah oleh pengguna jalan, baik melalui media internet, Variable Massage Sign (VMS), cellular phone, dll. Saat ini sebenarnya PT. Jasa sudah mulai menggunakan teknologi tersebut meskipun implementasinya belum optimal. Hal tersebut dikarenakan: a. Informasi yang disampaikan tidak real-time b. Informasi diberikan di dalam ruas jalan tol sehingga pengemudi tidak bisa menentukan pilihan dan beralih ke jalan arteri c. Informasi hanya diberikan melalui VMS dan tidak menggunakan media lain TEKNOLOGI REAL TIME TRAFFIC INFORMATION SYSTEM UNTUK SOLUSI MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TOL Teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS) memanfaatkan data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata yang saat ini sudah ada untuk diolah menjadi suatu sistem informasi kondisi lalu lintas bagi pengguna jalan. Dengan sistem ini pengguna jalan akan dapat mengetahui rute mana yang terbaik untuk dilalui sepanjang perjalanannya. Proses diseminasi dapat dilakukan dalam bentuk Variable Message Sign (VMS), melalui mobile tv, telepon seluler maupun lewat call centre dan sms. Aplikasi ini disajikan dalam Website yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan (baik numerik maupun grafis) sehingga dapat langsung diakses dan digunakan oleh para pengguna melalui fasilitas internet. Tahapan dari proses untuk memperoleh data Real Time Traffic Information System tersebut adalah: 1. Data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata diperoleh dari smart camera di ruas jalan tol. Untuk itu diperlukan penempatan beberapa smart camera di lokasi-lokasi tertentu sepanjang ruas tol Dalam Kota Jakarta. Smart Camera merupakan kamera khusus yang selain berfungsi sebagai CCTV, juga mempunyai kemampuan untuk menghitung volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata. Saat ini PT. Jasa Marga sudah menempatkan sejumlah CCTV sepenjang Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. CCTV tersebut dapat ditambahkan suatu alat sehingga dapat berfungsi sebagai smart camera yang dapat merekam jumlah volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata.. Data dari smart camera tersebut selanjutnya di transfer melalui internet ke pusat pengelolaan data lalu lintas (Traffic Management Data Centre). 3. Di dalam pusat pengelolaan data lalu lintas dilakukan suatu data processing untuk mengubah informasi data dari smart camera menjadi informasi volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara realtimepada setiap segmen ruas jalan. 4 K o n s t r u k s i a

49 Teknologi Real Time Traffic Information System Untuk Mengatasi Kemacetan (Rusmadi) Disamping itu juga dapat dilakukan suatu proses untuk membuat matriksasal-tujuan (O-D Matrices) secara realtime. Data tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk real-time database. 4. Tahap selanjutnya adalah menampilkan output berupa data volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata di tiap segmen ruas jalan secara real-time. Output tersebut bisa berupa tulisan (text output) yang ditampilkan pada lokasi dimana Variable Message Sign (VMS) berada. Disamping itu, output juga bisa berupa tampilan gambar (peta) yang menunjukkan kodisi kemacetan lalu lintas di tiap ruas jalan tertentu. 5. Proses output yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, perlu didesiminasi melalui beberapa jenis perangkat (media). Untuk keperluan tersebut,juga dilakukan proses tranferring information data via internet. Media yang dapat digunakan untuk menampilkan data output berupa tulisan (text) ataupun gambar/grafik diantaranya adalah: Variable Message Sign (VMS), Cellular Phone, Internet, In-Car TV, Call Centre, SMS, dll. Gambar 3 ini menunjukkan alur kegiatan untuk mendapatkan data Real Time Traffic Information System. Gambar 3.Teknologi Real Time Traffic Information System Gambar 4 ini menunjukkan kondisi kecepatan kendaraan rata-rata realtime di ruas jalan tol dalam kota Jakarta dan ruas-ruas jalan di sekitarnya yang ditampilkan dalam bentuk indikator titik warna yang dioverlay dengan peta. Titik merah menunjukkan kecepatan kendaraan rendah, orange menunjukkan kecepatan sedang dan hijau pada kecepatan tinggi. Gambar 4. Kecepatan Kendaraan Rata-Rata di Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta 6. Untuk kedepannya, sistem tersebut dapat digunakan untuk memberikan sistem informasi bagi pengguna jalan di seluruh jaringan jalan wilayah Jabodetabek dengan memberikan informasi rute terbaik secara real- 43 K o n s t r u k s i a

50 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 time baik menggunakan ruas jalan tol maupun jalan arteri. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi Real Time Traffic Information System merupakan solusi yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Tujuan teknologi tersebut adalah untuk mengoptimalkan penggunaan ruas jalan tol. Jika jalan tol sudah padat, maka pengguna jalan akan beralih ke jalan arteri, begitu pula sebaliknya. Pada suatu titik tertentu akan dicapai kondisi equilibrium dimana volume lalu lintas akan mencapai titik optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. PT. Anugerah Kridapradana. (01) Kondisi Lalu Lintas Pada Koridor Cawang Pluit, Jakarta.. Suyuti, R. (006) Estimasi Model Kebutuhan Transportasi Berdasarkan Informasi Data Arus Lalu Lintas Pada Kondisi Pemilihan Rute Keseimbangan. Disertasi Doktor Institut Teknologi Bandung (ITB). 3. Tamin, O.Z. (1988) The Estimation of Transport Demand Models From Traffic Counts. PhD Dissertation of the University of London, University College London. 4. Tamin, O.Z. and Willumsen, L.G. (1988) Transport Demand Model Estimation From Traffic Counts. Journal of Transportation, UK. 5. Tamin, O.Z., Sjafruddin, A. dan Hidayat, H (1999) Dynamic Origin- Destination (O-D) Matrices Estimation From Real Traffic Count Information. 3rd EASTS Conference Proceeding, Taipei September 1999, hosted by Chinese Institute of Transportation, Taipei. 6. Tamin, O.Z. (000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi, Penerbit ITB, Bandung. 7. Tamin, O.Z. etal (001) Dynamic Origin-Destination (OD) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information, Laporan Akhir, Graduate Team Research Grant, Batch IV, University Research for Graduate Education (URGE) project. 8. Tamin, O.Z. (005) Pengembangan Sistem Informasi Arus Lalu Lintas Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Bandung, Laporan Akhir Program Riset ITB. 9. Willumsen, L.G. (1981) An Entropy Maximising Model for Estimating Trip Matrices From Traffic Counts, PhD Thesis, Department of Civil Engineering, University of Leeds K o n s t r u k s i a

51 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) PREDIKSI NILAI KEKAKUAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG Yamin Susanto Structural Engineer Y. S. Chua Engineering, Jakarta Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Struktur, Universitas Tarumanagara, Jakarta. ABSTRAK: Makalah ini menyajikan sebuah metode sederhana untuk prediksi sifat kekakuan lentur dukungan sederhana balok dengan tulangan beton di bawah anggota pendek waktu pembukaan. The lentur kekakuan anggota struktural biasanya dianggap sebagai produk dari modulus elastisitas E, yang merupakan properti dari bahan dibuat, dan momen inersia I yang merupakan tergantung pada anggota bentuk fisik properti. Dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa kekakuan lentur dari anggota beton bertulang dapat mendapatkan bentuk dua komponen di atas yang dihitung secara terpisah, dan metode ini telah diadopsi oleh ACI 318 dan SNI kode. Dalam metode ini telah dikembangkan dan disempurnakan untuk mencapai kedua kesederhanaan dalam penggunaan dan representasi perilaku aktual yang serealistis mungkin. Hasil dari metode ini adalah lebih konservatif daripada ACI 318 dan SNI Kata kunci: kekakuan lenturnya, pembebanan seketika, modulus elastisitas Dan momen inersia. ABSTRACT: This paper present a simple method to prediction of the flexural rigidity properties of simple support reinforced concrete member beams under short-time loading. The flexural rigidity of structural member is normally thought of as the product of the modulus of elasticity E, which is a property of a fabricated material, and the moment of inertia I which is a property dependent upon the physical shape member. In many research is shown that flexural rigidity of reinforced concrete member can be get form two components above which is calculated separately, and the method has been adopted by the ACI 318 and SNI code. In this method has been developed and refined to achieve both simplicity in use and a representations of actual behavior that is as realistic as possible. The result of this method is more conservative than the ACI 318 and SNI Keywords: bending stiffness, instantaneous loading, the modulus of elasticity and moment of inertia. PENDAHULUAN Dalam perancangan setiap komponen struktur risiko keruntuhan/kegagalan yang disebabkan oleh ketidakpastian (uncertainties) dalam proses perancangan itu sendiri tidak dapat dihindari, betapapun kecilnya risiko tersebut. Hal ini disebabkan hamper semua perancangan struktur harus dilakukan tanpa informasi yang lengkap (sempurna), sehingga faktor risiko selalu terkait didalamnya. Model atau metoda yang digunakan dlam perancangan komponen struktur biasanya berupa penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya. Terutama pada perencanaan komponen struktur beton bertulang yang sifat mekanika bahannya heterogen, anisotropic serta berprilaku nonlinear. Oleh sebab itu, diperlukan suatu modifikasi (pendekatan) dari prinsip-prinsip dasar mekanika bahan dalam melakukan analisis strutur tersebut. 45 K o n s t r u k s i a

52 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Dalam perancangan struktur maupun komponen struktur beton bertulang pada suatu bangunan terdapat beberapa limit state yang membatasinya, antara lain: pembatasan kekuatan (strength limit state) dan pembatasan kemampuan layan (serviceability limit state). Pada pembatasan kekuatan, struktur dirancang agar memiliki kekuatan yang cukup untuk mendukung beban aksi dari luar. Pada kondisi ini fokusnya hanya pada kemampuan struktur atau komponen struktu melawan gaya dari luar. Sering terjadi bahwa struktur tersebut sudah terlihat memadai untuk mendukung aksi dari gaya luar, tetapi belum tentu memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Keadaan ini terjadi karena struktur tersebut kurang kaku. Kekurang kakukan struktur ini dapat terjadi karena pengaruh metoda analisi yang diterapkan maupun kualitas material yang dipakai. Metoda analisis kekuatan batas maupun kualitas material yang digunakan dapat menampilkan ukuran penampang struktur (balok maupun kolom) jauh lebih kecil dibandingkan metoda kekuatan kerja [1,,3 dan 4]. Dengan semakin kecil penampang beton akan membawa konsekuensi bahwa batang tersebut semakin langsing dan kurang kaku. Akibat yang timbul adalah defleksi yang dihasilkan menjadi lebih besar, struktur akan terasa begetar saat dibebani oleh beban bergerak, kemungkinan keretakan struktur menjadi semakin besar. Oleh karena itu, kontrol dengan metoda kemampuan layan menjadi sangat penting, sehingga berguna untuk mencegah terjadinya kerusakan pada elemen struktur itu sendiri maupun elemen non-struktur yang berada dibawah balok struktur tersebut. Kerusakan elemen nonstruktur ini (tembok) dapat terjadi karena adanya konsentrasi gaya pada daerah balok yang mengalami lendutan yang kemudian ditransfer ke tembok, karena kemampuan menahan tembok lemah maka terjadi keretakan pada tembok tersebut. Pada Gambar 1 diperlihatkan sebuah tembok retak akibat defleksi balok diatasnya. Gambar 1. Retak Tembok akibat defleksi Balok Lantai TEORI KEKAKUAN LENTUR Teori kemampuan layan atau serviceability limit state pertama kali dirumuskan oleh matematikawan Swiss, James Bernoulli tahun Sejak saat itu sampai kini, teori tersebut telah berulang kali disempurnakan, antara lain oleh Washa dan Fluck tahun 1950-an, Yu dan Winter pada akhir 1950-an [5], Branson [6,7] pada tahun 1971, El-Metwally dan Chen [8] dan Duan dkk. [9] keduanya pada tahun Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para peneliti tersebut, Bernoulli menyajikan prosedur analitik yang paling sederhana, sedangkan yang lainnya mengemukakan cara analisis defleksi dengan pendekatan numerik (pendekatan computer). Secara teoritis rumus yang diberikan oleh Bernoulli memberikan hasil 46 K o n s t r u k s i a

53 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) yang akurat, sedangkan untuk penerapan dibutuhkan berbagai penyesuaian, seperti pengaruh material dan bentuk pada kekakuan lentur (EI) batang, agar dapat memberikan nilai yang mendekati nilai eksak. Dengan demikian, terlihat bahwa semua formulasi yang dihasilkan selalu mengandung faktor ketidakpastian. Formulasi model yang sangat rumit sekalipun masih tetap mengadung parameter-parameter ketidakpastian. Studi ini menawarkan suatu cara pendekatan sederhana untuk memprediksi nilai kekakuan lentur (EI) balok beton bertulang secara langsung dengan tingkat keandalan (reliability) tinggi. Formula tersebut berdasarkan hasil penelitian yang diusulkan oleh Duan dkk. [9]. Anggapan-Anggapan dalam Perumusan Teori Kekakuan Lentur Untuk memudahkan dalam studi studi perlu dilakukan beberapa anggapan, hal ini untuk memperoleh kesederhanaan dalam perhitungan. Tanpa penyederhanaan, persoalan akan menjadi terlalu rumit atau kadang-kadang malah tidak dapat diperoleh solusi eksaknya. Dalam studi kekakuan lentur ini dipakai anggapan-anggapan sebagai berikut [10]: 3. Seluruh penampang seragam/homogen untuk sepanjang batang struktur. 4. Balok tersebut sekurang-kurangnya memiliki satu bidang simetri longitudianal/memanjang (longitudianal plane of symmetry). 5. Keseluruhan beban dan reaksi-reaksi adalah tegak lurus pada sumbu balok dan terletak pada bidang yang sama, yang mana berupa bidang simetri longitudianal. 6. Balok memiliki panjang yang proposional terhadap tingginya, misalnya: untuk balok metal potongan kompak nilai perbandingan antara bentang dengan tinggi adalah 8 atau lebih, untuk balok-balok yang badannya relatif tebal nilai perbandingannya atau lebih, dan untuk balok-balok kayu persegi nilai perbandingannya 4 atau lebih. 8. Balok memiliki lebar yang proposional. 9. Tegangan maksimum yang timbul tidak boleh melebihi batas proposional. 1. Balok beton bertulang berupa material homogen yang memiliki modulus elastisitas yang sama dalam keadaan tarik maupun tekan.. Balok tetap pada bidang atau mendekati bidang apabila melengkung/bengkok, kelengkungannya adalah dalam bidang lentur dan jari-jari kelengkungan kirakira 10 kali tinggi balok. Gambar. Hubungan momen-kurvatur pada penampang balok beton bertulang 47 K o n s t r u k s i a

54 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Kekakuan Lentur pada Penampang Balok Persegi Perhatikan sebuah grafik hubungan momen-kurvatur tipikal pada penampang beton bertulang, seperti diperlihatkan pada Gambar. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa hubungan momenkurvatur balok beton saat baja tarik leleh berupa garis lengkung. Untuk memudahkan dalam perhitungan, diperlukan suatu idealisasi terhadap kurvatur tersebut. Momen-kurvatur tersebut dapat diidealisasi menjadi sebuah hubungan trilinear, yaitu: pada posisi pertama, diperoleh momen leleh ( M y ). Kedua, didapatkan momen ultimit ( M u ), ketiga, dicapainya momen nominal ( M ). Gambar 3. Idealisasi perhitungan untuk tegangan nominal, M n n dan Untuk menganalisis balok pada permulaan retak dapat didekati secara akurat dengan kurva trilinear tersebut. Berdasarkan teori linear elastik klasik, kekakuan balok lentur * B d (yaitu: E I c e ) dapat diperoleh saat tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, M * y Bd (1) dimana, y B kekakuan lentur penampang saat ** d tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, M momen lentur penampang saat y tulangan baja tariknya mengalami pelelehan pertama, kurvatur penampang saat tulangan y baja tariknya mengalami pelelehan pertama, Persamaan (1) menunjukkan bahwa kekakuan lentur balok beton bertulang tergantung pada tingkat momennya. Pada tingkat momen yang lebih tinggi akan terjadi penambahan keretakan pada betonnya, sehingga mengurangi kekakuan lentur penampangnya. Penurunan kekakuan ini akan lebih besar pada penampang yang tulangannya sedikit bila dibandingkan dengan penampang yang bertulangan banyak. Dari penyelidikan para ahli hingga saat ini bahwa untuk mendapatkan momen leleh secara akurat pada struktur beton masih sangat sulit, sehingga dalam perhitungan defleksi akibat pembebanan seketika biasanya dipergunakan momen nominal M ) sebagai penganti momen leleh ( M ), ( n dengan demikian Pers (1) menjadi, M n Bd () Agar Pers. () dapat digunakan pada tingkat momen yang berbeda-beda, maka diperlukan suatu faktor modifikasi kekakuan,. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan dan workmanship. Berdasarkan data hasil eksperimental laboratorium yang dilakukan oleh Duan, dkk. [9] dengan sampel data 434 balok beton bertulang, faktor modifikasi tersebut diusulkan sebagai berikut: y y 48 K o n s t r u k s i a

55 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) M max (3) M n dengan M max adalah momen maksimum balok akibat beban kerja. Tegangan lentur nominal, M n dapat didekati dengan menggunakan formula Whitney, yaitu: dalam perencanaan distribusi tegangan akhir dapat diganti dengan sebuah blok persegi ekivalen yang mempunyai tinggi a dan tegangan tekan rata-rata sebesar ' 0.85 c f [6,11 dan 1], seperti ditunjukkan oleh Gambar 3, besarnya a adalah d yang ditentukan oleh nilai sedemikian hingga luas blok persegi ekuivalen kurang lebih sama dengan blok tegangan yang berbentuk parabola. Nilai ' 0.85 c f untuk tegangan rata-rata dari blok tegangan persegi ekuivalen ini ditentukan berdasarkan hasil percobaan pada beton berumur lebih dari 8 hari. Dan regangan maksimum yang diizinkan adalah in/in. Metoda blok persegi ekivalen usulan Whitney ini telah diterima oleh Peraturan ACI 318 [13] dan juga telah diadopsi oleh SNI [14]. Perhatikan Gambar 3, jika semua tulangan baja pada penampang seimbang diasumsikan leleh, dimana f f dan f f ' (dengan s y s baja tarik dan tekan, dan f adalah tegangan pada ' f s adalah tegangan baja f y adalah tegangan baja leleh) maka resultante gaya internal tekan pada beton adalah, C c ' 0.85 f bd (4) tekan pada baja adalah, dimana, C c ' s As f y (5) ' f c adalah kuat tekan beton rencana, s y ' A s adalah luas tulangan baja tekan. Tarik pada baja adalah, T A f s (6) y Berdasarkan hukum keseimbangan gaya antara sisi tekan dan tarik, C C T sehingga, atau, ' c c s (7a) 0.85 f b d A f A f (7b) ' s y ' ( As As ) f y 0.68 (8a) ' 0.85 f bd c (8b) a 0.68 d Dengan demikian momen lentur nominal penampang balok beton bertulang persegi dapat diperoleh berdasarkan persamaan dibawah ini, a ' M n Cc ( d ) Cs ( d d ) (9a) dengan memasukkan Pers. (4), (5) dan Pers. (8b) ke dalam Pers. (9a) dan disusun kembali, maka momen nominalnya adalah ' ' ' M n 0.85 f cb d (1 ) As f y ( d d ) (9b) dimana adalah faktor tinggi relatif pada bagian penampang tekan (lihat Gambar 3), b adalah lebar penampang persegi, d adalah tinggi efektif (jarak dari tepi serat tekan ekstrim hingga pusat berat baja ' tarik), d adalah jarak dari tepi serat tekan ekstrim hingga pusat berat tulangan baja tekan. Nilai a juga dapat diperoleh dengan pendekatan 1 c, dimana nilai 1 = 0.85 untuk beton dengan s y ' f c 30 MPa dan telah ditentukan secara eksprimental nilainya berkurang 0.05 untuk setiap kenaikan 7 MPa dari ' f c yang melebihi 30 MPa. 49 K o n s t r u k s i a

56 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Namun nilai 1 terkecil tidak boleh diambil lebih kecil dari 0.65 [6, 11, 1, 13 dan 14]. Dari penelitian Duan dkk [9] bahwa hubungan nilai kurvature leleh ( ) dengan faktor tinggi relatif daerah tekan dapat diekspresikan dalam bentuk hubungan aljabar linier, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada Gambar 4, dapat kita temui dua garis linear, garis putus-titikputus diterapkan dalam Peraturan Perancangan Struktur Beton Bertulang China 1974 (TJ10-74), sedangkan garis tebal diusulkan untuk dipergunakan pada peraturan ACI dan SNI , karena SNI merupakan adopsi dari ACI. Garis grafik putus-titik-putus diperoleh berdasarkan hasil pengujian dengan kubus beton, sedangkan grafik usulan untuk diterapkan dalam peraturan ACI dikonversikan ke dalam kekuatan silinder beton. Karena terdapat perbedaan pemakaian sampel uji beton, maka dalam menentukan persamaan kekuatan lentur Pers. () antara kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan dalam pemakaian nilai intensitas blok persegi ekivalen, yaitu pada TJ10-74 nilai intensitas blok adalah ' cu f ( ' f cu = tegangan tekan kubus beton), sedangkan ACI 318 atau SNI menggunakan ' 0.85 c f ( y ' f c = tegangan tekan silinder beton, dimana besarnya adalah ' 0.8 cu f hingga ' 0.85 f cu ). Disamping itu juga terdapat variasi tingkat gaya internal terhadap tegangan-tegangan tekan ekuivalen. Gambar 4. Hubungan antara kurvatur leleh dengan tinggi daerah desak relatif [9] Secara umum, bila nilai kecil pengaruh terhadap mendekati M n juga kecil, hanya bila max pengaruh terhadap nilai M n akan terlihat lebih nyata. Karena perhitungan nilai M n pada TJ10-74 dan ACI 318 memiliki karakter yang hampir sama, maka Dr. Duan dkk [9] mengusulkan Pers. () untuk diterapkan di ACI 318. Apabila nilai ini dihitung berdasarkan peraturan ACI 318, maka diperoleh nilai.5. Bila kurvatur leleh initial ACI antara 1 TJ10 ACI dan TJ10 dianggap sama, maka hubungan antara kurvatur leleh, y, dan nilai tinggi relatif daerah tekan pada TJ10-74 dapat dimodifikasi menjadi, f 3 y yd ( ) 10 (10) E dimana, yang besarnya s E s adalah modulus elastisitas baja 5 10 MPa. Kekakuan Lentur pada Penampang-T, T- terbalik dan I. Dari penelitian Duan dkk. [9] diperoleh bahwa kekakuan lentur pada penampang-t, T-terbalik dan I jauh lebih besar dibandingkan dengan penampang persegi 50 K o n s t r u k s i a

57 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) pada jumlah tulangan, kuat tekan beton dan dimensi badan sama. Dengan demikian, nilai M yang diperoleh juga lebih besar, n sedangkan nilai dan y lebih kecil dari penampang persegi, hal ini dipengaruhi oleh lebar sayap tekannya. Pers. () dapat juga diterapkan dalam menghitung kekuatan lentur penampang-t, sedangkan untuk penampang T-terbalik dan I Pers () perlu dimodifikasi, yaitu dengan memasukkan pengaruh sayap tarik, B M ' n d (1 0.3 ) Bd (1 0.3 ) (11) y dimana, ( bi b) h f (1) bd b adalah lebar sayap tarik dan i h f adalah tebal sayap tarik. Pers. (11) dapat memperkirakan secara memadai nilai kekakuan lentur ( E I c e ) pada penampang-t, T-terbalik, I dan persegi untuk tulangan tunggal maupun tulangan ganda pada pembebanan sesaat. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Untuk menguji teori di atas maka pada bagian berikut ini disajikan sebuah perbandingan hitungan defleksi balok beton bertulang antara formulasi ACI 318 dengan formulasi Pers. (11). Kasus 1. Defleksi Balok Persegi. Hitung defleksi seketika (immediate deflection) akibat beban mati dan hidup pada balok seperti diperlihatkan pada Gambar 5a hingga c. Pembebanannya merata seluruh balok, balok tertumpuh sederhana dengan bentang m harus mendukung momen beban layan maksimum sebesar 407 kn-m akibat beban mati dan 680 kn-m akibat beban hidup. ' Mutu beton direncanakan sebesar f c = 30 MPa dengan nilai n = 8 dan tegangan baja leleh, f y = 300 MPa. Dimensi balok tersebut adalah sebagai berikut: lebar balok, b = 460 mm, tinggi balok, h = 1000 mm, tinggi efektif, d = 901 mm tulangan yang dipakai adalah 1 - #35M (1 x 1000 = 1000 mm ). 1. Solusi didasarkan pada formula ACI 318 [13] dan SNI [14]. Prosedur perhitungan dengan metoda ACI 318 dan SNI secara detail dapat dilihat pada Park dan Paulay [6], Branson [7], Wang; Salmon dan Pincheira [11] dan Nawy [1]. (a). Langkah pertama, Cek terhadap tinggi minimum untuk mengetahui apakah defleksi perlu diperhitungkan l 000 h 1100mm > mm perhitungan defleksi disyaratkan. (b). Langkah kedua, hitung momen inersia brutto dan momen inersia penampang retak, I (460)(1000) 3 g bh mm Dengan menggunakan nilai perbandingan elastisitas n = 8, maka posisi garis netral untuk penampang retak tertransformasinya adalah I cr 460x 96000(901 x) x x x 439 mm 1 3 (460)(439) 96000( ) mm 4 (c). Langkah ketiga, hitung momen inersia efektif, I yang tergantung e pada momen lentur M cr yang menyebabkan retak pada sisi serat tarik, 51 K o n s t r u k s i a

58 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 ' f r 0.6 fc MPa (d). Penampang balok T-terbalik (a). Balok tumpuan sederhana yang mendukung aksi momen mati dan hidup. (e). Penampang retak balok T- terbalik Gambar 5. Balok untuk contoh hitungan berdasarkan metoda ACI 318 [13] dan SNI [14] (b). Penampang balok tengah balok persegi. (c). Penampang retak balok persegi M M cr cr fri g 3.396( ) y 1 t (1000) kn m Catatan: nilai y adalah h, h adalah tinggi balok. M M M M cr max cr max t ( untuk beban mati saja) 407 ; M cr 0.6 M max Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI Pers.(1), momen inersia efektifnya adalah, I e M M cr max 3 I g M 1 M cr max 3 I cr 5 K o n s t r u k s i a

59 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) I I e e 0.6( ) (1 0.6)( ) mm E E c c dimana, 0.043w 1.5 c MPa f 4 ' c 0.043(400) w c adalah berat jenis beton bertulang yang besarannya 400 m kg /. (d). Langkah keempat, hitung defleksi seketika akibat beban mati adalah, i i ( ) D D 5ML 48E I c e 1.33 mm 6 5(407)(10 )(1000) 48( )( ) (e). Langkah kelima, hitung momen maksimum yang disebabkan oleh beban layan mati dan hidup, I I M M cr M e e max max kn m ( beban mati hidup) mm M ; cr M max ( ) ( )( ) (f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban mati tambah beban hidup, i DL i DL 5ML 48E I 59.0 mm i DL c e 6 5(1087)(10 )(1000) 48( )( ) (g). Langkah ketujuh. hitung defleksi seketika akibat beban hidup, L 000 i mm L ijin i DL ( ) i DL i D mm ( ) i Lijin. Solusi didasarkan pada Persamaan (11). (a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi relatif blok persegi ekivalen dengan Pers. (8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b), M M n n 1000(300) (30)(460)(901) 0.85(30)(460)(0.341)(901) kn m (1 ) (b). Langkah kedua, hitung hubungan antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok tekan dengan Pers. (10), yd [0.7.8(0.341)](10 ) d y dan hitung faktor modifikasi nilai kekakuan balok beton bertulang akibat beban mati berdasarkan Pers. (3), (c). Langkah ketiga, hitung kekakuan lenturnya. Karena baloknya merupakan penampang persegi, sehingga efek sayap tariknya adalah nol sehingga Pers. (11) sama dengan Pers. (). E E c c I I c c (901) 0.86( ) mm N dan hitung defleksi seketika akibat beban mati. i i 5ML 48E I.03 mm i D D D c e 6 5(407)(10 )( 1000) 14 48( ) 53 K o n s t r u k s i a

60 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 (d). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban hidup dan mati dengan menggunakan prosedur diatas, dan, E E i i c c I I c c (901) 0.95( ) ML 48E I 67.8 mm i DL DL DL c e 14 mm N 6 5(1807)(10 )(1000) 14 48( ) (e). Langkah ketujuh, hitung defleksi seketika akibat beban hidup. i i L DL i D i L i mm ( i ) Lijin L Kasus. Defleksi Balok T-terbalik. Semua data yang digunakan untuk menghitung defleksi seketika (immediate deflection) pada balok T-terbalik ini sama dengan kasus 1. Lebar sterm bw = 400 mm, lebar sayap sisi tarik b = 800 mm. Tinggi balok h = 900 mm, tebal pelat tarik tf = 00 mm dan tinggi efektif d = 850 mm. Tulangan yang dipakai adalah 4 - #35M (4 x 1000 = 4000 mm ) pada sisi tekan dan pada sisi tarik dipakai 8 - #35M (8 x 1000 = 8000 mm ), untuk lebih lengkapnya lihat Gambar 5d dan e.. Solusi didasarkan pada formula ACI 318 [13] dan SNI [14]. Prosedur perhitungan dengan metoda ACI 318 dan SNI secara detail dapat dilihat pada Park dan Paulay [6], Branson [7], Wang; Salmon dan Pincheira [11] dan Nawy [1]. (a). Langkah pertama, Cek terhadap tinggi minimum untuk mengetahui apakah defleksi perlu diperhitungkan l 000 h 1100mm > 900 mm 0 0 perhitungan defleksi disyaratkan. (b). Langkah kedua, hitung momen inersia brutto dan momen inersia penampang retak dimana h mm (700) 800(00)( 700) y a 400(700) 800(00) y a mm y b mm b e mm I g (400)( ) (400)(00 ) (400)(00)( ) I mm g Dengan menggunakan nilai perbandingan elastisitas n = 8, maka posisi garis netral untuk penampang retak tertransformasinya adalah 400x (8 1)(4000)( x 50) 8(8000)(850 x) x 460 x x I I cr cr mm 1 3 (400)(346.1) 64000( ) (8 1)(4000)( ) mm 4 (c). Langkah ketiga, hi tung momen inersia efektif, I yang tergantung pada momen lentur e M cr yang menyebabkan retak pada sisi serat tarik, ' f r 0.6 fc MPa 54 K o n s t r u k s i a

61 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) M M M M M M M cr max cr max cr cr cr f r y I t g 3.396( ) kn m 86.4 ( untuk beban mati saja) 407 ; M cr M max Dari Pers (9-8) ketentuan ACI atau SNI Pers.(1), momen inersia efektifnya adalah, I e I e M cr M cr (g). Langkah ketujuh. hitung defleksi I g I cr M 1 M seketika akibat beban hidup, max max L ( ) (1 0.6)( ) i mm mm L ijin ' 1.5 Ec 0.043wc fc 0.043(400) MPa I I M 86.4 cr ( beban mati hidup) 0.63 ; M 1087 e e max M cr M max mm ( ) ( )( ) (f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban mati tambah beban hidup, i DL i DL 5ML 48E I mm i DL c e 6 5(1087)(10 )(1000) 48( )( ) i DL i D i i mm ( i ) Lijin DL D dimana, w c adalah berat jenis beton bertulang yang besarannya 400 m kg /. (d). Langkah keempat, hitung defleksi seketika akibat beban mati adalah, i i 5ML 48E I 7.30 mm i D D D c e 6 5(407)(10 )(1000) 48( )( ) (e). Langkah kelima, hitung momen maksimum yang disebabkan oleh beban layan mati dan hidup, M kn m max 3. Solusi didasarkan pada Persamaan (11). (a). Langkah pertama, hitung faktor tinggi relatif blok persegi ekivalen dengan Pers. (8a) dan momen nominal dengan Pers. (9b), M M n n ( )(300) (30)(400)(850) (30)(400)(0.138)(850) (1 ) 4000(300)(850 50) kn m (b). Langkah kedua, hitung hubungan antara kurvatur leleh dan tinggi relatif blok tekan dengan Pers. (10), yd [0.7.8(0.138)](10 ) d y 55 K o n s t r u k s i a

62 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 (c). Langkah ketiga, hitung faktor modifikasi nilai kekakuan balok beton bertulang akibat beban mati berdasarkan Pers. (3), (d). Langkah keempat, hitung kekakuan lenturnya. Karena baloknya merupakan penampang T-terbalik, maka efek saysehingga efek sayap tarik harus diperhitungkan sesuai Pers. (11), E E c c I I c c ( )(00) (850) (850) [1 0.3(0.35)] 0.857( ) mm N (e). Langkah kelima, hitung defleksi seketika akibat beban mati. E E c c I I i i 5ML 48E I 6.17 mm i D D D c e 6 5(407)(10 )(1000) 14 48( ) (f). Langkah keenam, hitung defleksi seketika akibat beban hidup dan mati dengan menggunakan prosedur diatas, c c dan, (850) [1 0.3(0.35)] 1.035( ) i DL i DL 14 5ML 48E I mm mm i DL c e N 6 5(1807)(10 )(1000) 14 48( ) (g). Langkah ketujuh, hitung defleksi seketika akibat beban hidup. i i L DL i D i L i 58.7 mm ( i ) Lijin L Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa langkah-langkah perhitungan dengan Pers.(11) jauh lebih sederhana dibanding dengan cara ACI 318 atau SNI Hasil perhitungan defleksi sesaat akibat beban hidup untuk penampang persegi berdasarkan formulasi ACI 318 dan SNI adalah mm, sedangkan berdasarkan Pers. (11) adalah sebesar mm. Untuk balok T-terbalik defleksi sesaat akibat beban hidup adalah mm berdasarkan metode ACI 318 dan SNI , sedangkan berdasarkan Pers. (11) diperoleh 58.7 mm. Kedua metode ini masih memperlihatkan bahwa defleksi sesaat akibat beban hidup yang timbul masih dibawah yang diijinkan. Hasil hitungan defleksi berdasarkan Pers. (11) pada penampang persegi memperlihatkan 1.49% lebih besar dari metoda ACI 318 atau SNI , demikian juga untuk balok penampang T- terbalik Persamaan (11) memberikan 8.1% lebih besar dari hasil hitungan menurut ketentuan ACI 318 atau SNI Hasil analisis memperlihatkan bahwa Pers. (11) memberikan nilai lebih konservatif, dengan demikian sangat tepat digunakan untuk mengestimasi besarnya defleksi yang timbul pada balok beton bertulang akibat beban luar yang beraksi. Karena defleksi yang berlebihan yang terjadi pada balok beton bertulang dapat menyebabkan kerusakan pada elemen nonstruktural. Dengan nilai defleksi yang terperediksi lebih konservatif dapat mencegah terjadinya kerusakan pada elemen-elemen non-struktural, dan juga sekaligus mengatisipasi risiko yang timbul 56 K o n s t r u k s i a

63 Prediksi Nilai Kekakuan Lentur Pada Balok Beton Bertulang (Yamin Susanto) akibat faktor-faktor ketidapastian dalam perancangan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi perbandingan di atas terlihat bahwa kekakuan lentur yang diperlihatkan pada Pers, (11) jauh lebih praktis dalam aplikasi dan nilai defleksi yang diperoleh lebih konservatif dibandingkan dengan ACI 318 dan SNI Hal ini dapat mengantisipasi faktorfaktor ketidakpastian yang timbul pada penggunaan metode kekuatan batas. Karena pada penggunaan metode kekuatan batas dapat menghasilkan elemen struktur balok beton bertulang yang langsing, dengan demikian kontrol terhadap kemampuan layan (serviceability limit state) dengan hasil konservatif sangatlah dianjurkan. Semakin konservatif nilai yang diberikan akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi bagi para pemakainya. REFERENSI 1. Morisco. (1986). Inelastic Behavior of Steel Beam-Columns. Ph.D. Thesis, City University, London.. Morisco. (1990). Distribusi Tegangan Tekan Balok Beton pada Beban Batas. Makalah Seminar Permasalah Mekanika Bahan di Indonesia, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1-13 Pebruari. 3. Morisco. (1990). Metoda Analisis Kuat Batas Batang Tekan. Makalah Kursus Singkat Mekanika Bahan Lanjutan, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 4-17 Juli. 4. Chen, W. F. dan Atsuta, T. (1977). Theory of Beam-Columns, Vol.. Space Behaviour and Design. McGraw-Hill, New York. 5. Espion, B dan Halleux, P. (1990). Longterm Deflection of Reinforced Concrete Beams: Reconsiderations of Their Variability. ACI Structural Journal, 87(), Mar-Apr, hal Park, R dan Paulay, T. (1975). Reinforced Concrete Structures, John Wiley & Sons, New York. 7. Bronson, D. E. (1977). Deformation of Concrete Structures. McGraw-Hill Inc. New York. 8. El-Metwally dan Chen, W. F. (1989). Load-Deformation Relations for Reinforced Concrete Sections. ACI Structural Journal, 86(), Mar-Apr., hal Duan, L.; Wang. F. M., dan Chen, W. F. (1989). Flexural Regidity of Reinforced Concrete Members. ACI Structural Journal, 86(4), Jul-Aug., hal Roark, R. J. dan Young, W.C. (1975). Formulas for Stress and Strain. 5 th edition, McGraw-Hill Kogakusha, Japan. 11. Wang, C.K.; Salmon, C.G. dan Pincheira, J. A. (007). Reinforced Concrete Design. 7 th edition, John Wiley & Sons, Inc. 1. Nawy, E. G. (1985). Reinforced Concrete A Fundamental Approach. Prentice- Hall, Inc. 13. ACI Committee 318 (011). Building Code Requirement for Structural Concrete (ACI 318M-11) and Commentary (ACI 318MR-11). American Concrete Institute. Farmington Hills, Mich pp. 14. Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI ). ITS Press. Surabaya. 57 K o n s t r u k s i a

64 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) POLA HUBUNGAN ANTARA KINERJA BIAYA PROYEK DAN DAMPAK PENYIMPANGAN BIAYA PROYEK DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR COST OVERRUN PADA PENGELOLAAN SUB KONTRAKTOR Achirwan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi achirwans@gmail.com Yusuf Latief Ismeth S Abidin Dosen Tetap Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Indonesia CPI_abidin@yahoo.com ABSTRAK : Pengendalian kinerja biaya proyek agar tetap berjalan sesuai dengan rencana adalah penting. Penelitian ini membahas mengenai pola hubungan antara kinerja biaya proyek dengan dampak penyimpangan biaya proyek dengan pendekatan indikator cost overrun, terutama pada pengelolaan sub kontraktor, studi dikhususkan pada proyek gedung bertingkat terutama dikota Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Berdasar dari bahan hasil penelitian yang sebelumnya, didapat 4 indikator cost overrun pada pengelolaan sub kontraktor, yang masing masing atau kombinasi diantaranya sebagai ukuran dari dampak yang menyebabkan turunnya kinerja proyek, dari indikator tersebut akan dikaji dengan menggunakan perangkat pengolah data SPSS, pada bagian mana penyebab paling significant mempengaruhi penurunan kinerja biaya. Dari dampak yang significant selanjutnya diindentifikasi penyebabnya, untuk kemudian dilakukan corrective action (langkah perbaikan). KATA KUNCI : kinerja biaya proyek, gedung bertingkat, subkontraktor, indicator cost overrun, dampak, penyebab, tindakan koreksi. ABSTRACT : Managing project cost performance in order to run the schedule on time is very important.this research paper conducts relationship between project cost performance and the impact of project cost overrun with cost overrun as an approach indicator mainly for sub contractor management. This study is focused on high rise buildings for the area of Jakarta, Bogor, Tangerang and Bekasi. Referring to the previous research there are four cost overrun indicators on sub contractor management where all of them or combination among them can be classified as measured impact which will cause the decrease of project performance. Using SPSS software to find most significant impact that affects the decrease of Project Performance will further assess those indicators. From those significant impacts the cause can then be identified and be given some corrective actions Keywords: project cost performance, high rise building, sub contractor, indicator cost overrun, impact, corrective action PENDAHULUAN Latar belakang masalah Salah satu indikator keberhasilan suatu proyek adalah memberikan keuntungan finansial yang memadai bagi kontraktor, untuk itu selama pelaksanaan proyek perlu dikendalikan pembiayaan proyek atau cost control yang ketat. Permasalahan yang ada ialah sulitnya mengetahui indikator 59 K o n s t r u k s i a

65 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 penyimpangan biaya yang berdampak terhadap penurunan kinerja proyek. Bila mengetahui dengan cepat dan tepat indicator cost overrun dan penyebab sumber penyimpangan biaya proyek maka corrective action dapat dilakukan dengan efektif. Dari hasil survey, dan wawancara dengan para ahli (Levi. 00)(¹) serta literatur lainnya, telah dikumpulkan dan dikelompokkan dampak dan penyebab penyimpangan biaya proyek. Untuk itu dengan menggunakan pengolah data statistik, diharapkan akan diketahui dampak dampak yang significant. Menurut (Zhan,1998)(²) variabel yang harus dikendalikan dan dikontrol yaitu: material, tenaga kerja, peralatan subkontrak, overhead dan kondisi umum. Pengendalian sub kontraktor perlu dilakukan karena 80 sampai 90 % anggaran proyek berada di pengelolaan sub kontraktor ( Hinze dan Tracey, 1994)(³) Memanfaatkan subkontrak adalah dalam rangka mengalihkan resiko, memanfaatkan spesialisali keahlian yang ada pada subkon dan memudahkan pengendalian dilapangan (Clough,1986).(4) Menurut (Clough) kembali, tahap tahap dalam pengendalian subkontrak, adalah : pemilihan subkontraktor tahap negosiasi tahap pengesahan persiapan kontraktor tahap pengawasan dan tahap pembayaran kemudian hal lain yang juga penting adalah komunikasi, koodinasi, dan integrasi. Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan proyek yaitu selesainya proyek sesuai dengan mutu, waktu dan biaya yang telah ditetapkan. Pengendalian bertujuan untuk memonitor dan mengkoordinasi secara teratur hasil kerja dari pelaksanaan yang dibandingkan dengan rancangan/ perencanaan. Apabila terjadi penyimpangan maka rencana dapat diubah atau dimodifikasi. Dalam pengendalian terdapat tiga langkah proses, yaitu : mengukur kemajuan yang dicapai, mengevaluasi bilamana terjadi varians/ penyimpangan, tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan (Kerzner, 1995). (5)Dalam pengendalian biaya ada beberapa variabel yang harus dimonitor dan dikendalikan yaitu : tenaga kerja, material, peralatan, subkontrak, general condition dan overhead (Zhan, 1998). Biaya dari keenam variabel tersebut merupakan bagian dari keseluruhan biaya proyek. Salah satu variabel pengendalian biaya pada saat pelaksanaan konstruksi yaitu subkontrak. Subkontrak merupakan suatu kebijakan untuk mengikutsertakan atau menggunakan sumber daya pihak lain (outsourcing) dengan beberapa pertimbangan yaitu efisiensi sumber daya milik sendiri serta menyerahkan suatu pekerjaan kepada spesialis (Clough, 1986), (Asiyanto, 001).(6) Maksud diadakannya penelitian ini untuk mengkaji berbagai faktor dampak penyimpangan biaya pada pengelolaan sub kontraktor Tujuannya untuk mengetahui faktor faktor dampak yang significant, atau berpengaruh terhadap penurunan kinerja biaya proyek. Pendekatan penelitian diawali dari studi perpustakaan untuk menyajikan teori tentang pengendalian proyek secara umum, kemudian pengendalian biaya proyek, dan lebih mendalam tentang pengendalian sub kontraktor. Subkontraktor yang dimaksud pada penelitian ini adalah subkontraktor yang dipilih oleh kontraktor utama, bukan merupakan NSC (Nominated Sub-Contractor)/ subkontraktor yang ditunjuk owner. Sedangkan kebijakan subkontrak ditinjau berdasarkan pengelolaannya oleh kontraktor utama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan ; 1. Bahan pertimbangan bagi seorang manajer bila pada proyek yang ditanganinya khususnya proyek gedung bertingkat pada bidang sub kontraktor, terlihat menurun 60 K o n s t r u k s i a

66 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) kinerja biaya proyeknya, maka dapat diambil tindakan tindakan pengendalian dengan pertimbangan hasil penelitian ini.. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pengelolaan subkontrak sejak tahap awal. PENGENDALIAN BIAYA PROYEK PEGENDALIAN PROYEK KONSTRUKSI Organisasi ahli rekayasa mengakui bahwa menurunnya kinerja dari fungsi manajemen proyek dapat disebabkan karena hilangnya produktivitas dan beberapa pengeluaran yang disebabkan (7): 1. Tidak efisiennya penggunaan personil teknis.. Macam-macam keterlambatan yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. 3. Tidak adanya komunikasi. 4. Perubahan lingkup pekerjaan yang tidak terdokumentasi dan masalah masalah teknis. 5. Koordinasi antara fungsionaris organisasi yang tidak efektif. 6. Pengeluaran yang tidak sah. 7. Manajemen yang tidak proaktif tetapi reaktif. 8. Kecilnya keuntungan karena kesalahan pembiayaan yang diulang-ulang. 9. Penambahan biaya dari penggunaan kontraktor untuk mengatur proyek. Karena masalah-masalah tersebut diatas maka pada pelaksanaannya sangat diperlukan pengendalian proyek agar penyimpangan yang terjadi dapat ditekan menjadi sekecil mungkin. Pengendalian Biaya proyek Di negara berkembang dan negara yang belum berkembang, tingkat pendidikan personil proyek biasanya masih terbatas. Penambahan sumber daya yang terbatas ini dapat dicegah dengan manajer-manajer yang punya teknik pengendalian yang efektif. Tujuan utama dari manajemen proyek pada negara berkembang lebih kepada pengendalian biaya dari pada jadwal dan kualitas (8) Untuk kontraktor, pengendalian biaya akan membantu kontraktor dalam mengendalikan biaya proyek Tujuan pengendalian biaya pada perusahaan konstruksi itu sendiri adalah (9) : 1. Mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan selama masa konstruksi.. Memperkirakan terjadinya penyimpangan antara anggaran dengan pelaksanaan sehingga diambil tindakan koreksi jika diperlukan. 3. Melakukan efisiensi dalam perusahaan. 4. Merekam informasi penggunaan sumber daya, biaya, dan produktivitas untuk perencanaan yang akan datang. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.,(10) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan menyebarkan questioner. Kemudian tabulasi serta analisa statistik, (dengan alat program SPSS) yang dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini untuk membangun suatu struktur yang dapat memberikan rekomendasi tindakan koreksi terhadap penyimpangan biaya proyek pada pengelolaan subkontrak. Berdasarkan pendekatan utama dari penelitian ini adalah pengendalian biaya proyek dan penyimpangannya, sub-nya adalah masalah pengelolaan subkontrak. Sedangkan knowledge acquisition berdasarkan kepada penyebab, dampak, serta rekomendasi tindakan koreksi. Penyebab serta dampak tersebut merupakan variabel. Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998).(11) 61 K o n s t r u k s i a

67 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Berdasarkan beberapa literatur yang mendukung tentang tahap-tahap pada pengelolaan subkontrak, penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) hal utama dalam pengelolaan subkontrak yaitu : 1. Perencanaan,. Kontraktual, 3. Pengorganisasian 4. Kinerja subkontraktor, 5. Jadwal pelaksanaan,. 6. Tuntutan pembayaran 7. Pekerjaan tambah kurang 8. Faktor eksternal, 9. pengawasan dan pengendalian, Untuk mendapatkan data tersebut, digunakan jenis pertanyaan yang sesuai dengan metode penelitian Yin (1994),(1) yaitu pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: Apa saja dampak-dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan/tinggi yang dapat menurunkan kinerja biaya pengelolaan subkon. Berapa besar probabilitas terjadinya cost overrun pada biaya pengelolaan subkon bila dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu proyek gedung bertingkat. Penetapan teknik analisa dan pengolahan data. Dalam penelitian ini teknik analisa data ditetapkan dengan menggunakan (dua) metode yaitu metode tingkat resiko (risk level) untuk menentukan tingkat resiko dari masingmasing dampak dan dilanjutkan dengan metode matematik statistik yaitu analisa korelasi untuk menentukan dampak negatif, dan analisa regresi untuk pembentukan model matematis, yang dalam prosesnya menggunakan alat bantu yaitu software SPSS Dari analisa tingkat resiko (risk level) akan diketahui tingkat resiko dari masing masing dampak berdasarkan indikator cost overrun dan kombinasinya. Kriteria dampak yang akan diambil untuk dilakukan pembentukan model dengan analisa statistik adalah dampakdampak cost overrun yang mempunyai tingkat resiko signifikant (S) dan high (H). Adapun proses selanjutnya yaitu pembentukan model dengan analisa statistik dapat dilihat pada gambar 1 KLARIFIKASI / VALIDASI Setelah proses penentuan tingkat resiko dengan metode risk level dan keluar dampak-dampak yang mempunyai resiko tinggi dan signifikan, maka diadakan klarifikasi / validasi yang dilakukan dengan cara pembuatan kuisioner untuk kemudian dilakukan wawancara dengan pokok pertanyaan berdasarkan variabel dampak yang mempunyai tingkat resiko tinggi dan signifikan untuk mendapat tanggapan dan penjelasan dari pakar, sebelum dilanjutkan ke proses berikutnya yaitu : PEMBENTUKAN MODEL DAN PENENTUAN PROBABILITAS. Penelitian ini adalah pengembangan dari metode analisa yang digunakan yaitu dengan analisa tingkat resiko (risk level) untuk mencari dampak-dampak yang mempunyai resiko yang signifikan/tinggi dengan pendekatan indikator cost overrun, untuk kemudian dicari pemodelannya dengan analisa statistik, dengan tujuan agar apabila dampak-dampak tersebut terjadi dalam suatu proyek maka dapat diperkirakan berapa besar penurunan kinerja biaya yang akan terjadi, khususnya biaya subkon. Cara pengumpulan data dilakukan dengan 3 cara. Pertama dengan melakukan studi lapangan yaitu dengan melakukan survei kepada perusahan-perusahaan konstruksi. Kedua dengan cara melakukan studi literatur yang termuat didalam buku-buku, jurnal dan berbagai media. Ketiga dengan cara melakukan wawancara kepada para pakar. Pengumpulan data dilakukan dalam tahap. 6 K o n s t r u k s i a

68 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) Data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febrizal (Levi), yaitu terdiri dari : Data tentang penyebab, dampak dan indikator cost overrun pada biaya Subkon yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen peralatan dan berbagai studi literatur. Data tentang tingkat pengaruh masing-masing dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada suatu proyek, yang diperoleh dari penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan proyek. Data tentang rekomendasi tindakan koreksi yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen Subkon. Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri dari : Data verifikasi terhadap besarnya sumber resiko pada masing-masing indikator cost overrun. Data validasi terhadap indikator cost overrun dan dampak signifikan hasil penelitian berdasarkan tingkat resiko yang signifikan/tinggi yang ditujukan kepada para pakar dan untuk mengetahui alternatif lain dari rekomendasi tindakan koreksi sebelumnya. PENENTUAN TINGKAT RESIKO (RISK LEVEL) Penentuan tingkat resiko atau Risk Level dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari masing-masing dampak. Analisa ini dipengaruhi oleh dua kriteria yaitu: tingkat pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya dampak. Skala tingkat pengaruh ini merupakan hasil olahan yang didapat dari penilaian kriteria dampak akibat terjadinya penyimpangan biaya pada manajemen proyek mengacu pada Kerzner (1995): 1. Proyek berjalan sesuai dengan rencana (jadwal dan biaya). Proyek berjalan sesuai dengan rencana, tetapi ada perubahan spesifikasi 3. Proyek tidak berjalan sesuai rencana, tetapi ada perubahan desain dan metode 4. Proyek tidak berjalan sesuai dengan rencana, tetapi ada perubahan desain dan metode yang mempengaruhi kinerja 5. Proyek berhenti. Kriteria frekuensi dari dampak yang terjadi dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara teknik evaluasi kualitatif standart New Zealand mengenai manajemen resiko (AS ) dengan penaksiran nilai resiko RAMP (Risk Analysis and managemen for Project) yang telah dikombinasi, yaitu : 1. Tidak pernah. Jarang 3. Kadang kadang 4. Sering 5. Selalu. Analisis tingkat resiko atau Risk Level dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko dari data hasil survei melalui kuisioner. Analisis tingkat resiko atau Risk Level dapat dilakukan secara kualitatif dengan membuat matrik tingkat resiko (Soemardi 00) (1) dari kriteria tingkat pengaruh dampak dan frekuensi terjadinya dampak. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Adapun populasi dari penelitian ini adalah perusahaan konstruksi yang proyeknya berlokasi di Jabotabek, Riau dan Lampung. Jenis data yang digunakan ada yaitu : 1. Data secondair yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Levi (000), dan Ridwan 001, yaitu terdiri dari : a) Data tentang indikator cost overrun berdasarkan penyebab dan dampak 63 K o n s t r u k s i a

69 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 penyimpangan biaya pengelolaan subkon yang diperoleh dari wawancara yang ditujukan kepada para pakar manajemen pengelolaan subkon. b) Data tentang tingkat pengaruh masingmasing dampak dan frekuensi terjadinya dampak pada suatu proyek yang diperoleh dari penyebaran kuisioner yang ditujukan kepada pimpinan proyek.. Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara pakar yang terdiri dari : a) Data validasi terhadap dampak signifikan hasil penelitian berdasarkan tingkat resiko yang ditujukan kepada para pakar dan untuk mengetahui tindakan koreksi yang harus dilakukan dari dampak signifikan tersebut. masuk dalam layer, sedangkan untuk analisa tingkat resiko, data digunakan semuanya yaitu 63 sampel. Adapun profil data respondennya dapat dilihat pada tabel 4. yaitu profil data 9 perusahaan dan tabel 4.3 yaitu profil data proyek yang dilaksanakan. Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah jenis perusahaan swasta yaitu 0 perusahaan, sedangkan menurut jenis kualifikasinya sebagian besar yaitu 16 perusahaan termasuk kualifikasi A. Berdasarkan jumlah proyek yang dikerjakan 11 perusahaan kurang dari 10 proyek dan 13 perusahaan lebih dari 10 proyek per tahun. Untuk sistem mutu perusahaan sebagian besar sudah menggunakan ISO 9000 yaitu 10 perusahaan. Untuk data mengenai dampak, penyebab, tindakan koreksi dan indikator cost overrun diatas, responden dari penelitian sebelumnya terdiri dari 5 sampel sedangkan responden untuk validasi indikator Cost Overrun terdiri dari 5 sampel Hasil pengisian indikator cost overrun dari 5 sampel dari penelitian sebelumnya, hasil validasi kepada 5 sampel dan penggabungan keduanya berdasarkan banyaknya prosentase sumber resiko terhadap masing-masing indikator. Tabel 4.1 Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa sumber resiko cost overrun yang telah diidentifikasi mempunyai prosentase paling besar pada indikator biaya Subkontrak Finishing(Arsitektur) Sedangkan untuk data tingkat pengaruh dan frekwensi terjadinya dampak cost overrun yang didapat melalui penyebaran kuisioner, responden terdiri dari gabungan 9 dan 34 sampel. Untuk analisa statistik, dari 63 sampel tersebut, data yang digunakan adalah data yang 64 K o n s t r u k s i a

70 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) Tabel 4.1 Prosentase Indikator berdasarkan sumber resiko NO. Indikator Biaya (%) Penelitian Sebelumnya (%) Validasi (%) Penggabungan Anggaran Biaya Subkontrak Finishing 60.07% 6.317% % Anggaran Biaya Subkontrak Struktur Bawah 1.91 % 3.48%.695 % Anggaran Biaya Subkontrak M /E 9.89 % 4.79% % Anggaran Biaya Subkontrak Struktur Atas 8.13 % 5.41% 16.77% Sumber : Hasil olahan data Tabel 4.3 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel A Jenis Perusahaan : Pemerintah Swasta Kerjasama B Kualifikasi Perusahaan : Kualifikasi A Kualifikasi B C Jumlah Proyek / tahun : < 10 proyek / tahun > 10 proyek / tahun D Sistem Mutu Perusahaan : 4 ISO Belum memiliki sertifikat K o n s t r u k s i a

71 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Tabel 4.4 Data Umum Profil Perusahaan No. Uraian Kegiatan Jumlah sampel 1 Proyek Gedung bertingkat, jumlah lantai : a) 5-8 b) diatas 8 Lokasi a) Jabotabek 16 b) Lampung c) Riau 3 Waktu Pelaksanaan a) kurang dari enam bulan 9 b) lebih dari enam bulan 16 4 Nilai Proyek a) 1-3 milyar 8 b) lebih dari 3 milyar K o n s t r u k s i a

72 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) Untuk data umum proyek dapat dilihat dari tabel 4.3 yaitu proyek semuanya adalah gedung bertingkat lokasinya 16 proyek di Jabotabek sisanya di Lampung dan Riau, nilai proyek ratarata cukup besar yaitu sejumlah 19 proyek lebih dari 6 miliar. ANALISIS RISK LEVEL Risk level disini maksudnya adalah analisa kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko dari masing-masing dampak cost overrun yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi gedung bertingkat khususnya dalam manajemen peralatan. Penentuan tingkat resiko didasarkan pada tabel matrik seperti yang terlihat pada tabel Tabel 4.5Matrik tingkat resiko berdasarkan tingkat pengaruh dan frekwensi kejadian Frekwensi Tingkat Pengaruh 1. Proyek berjalan sesuai rencana. Proyek berjalan sesuai rencana, ada perubahan spesifikasi (1) Tidak perna h L () Jarang (3) Kadang -kadang (4) Sering (5) Selalu L L M S L L M S S 3. Proyek tidak berjalan sesuai rencana, ada perubahan desain dan metode M M S S H 4. Proyek tidak berjalan sesuai rencana, ada perubahan desain dan metode yang mempengaruhi kinerja S S H H H 5. Proyek berhenti S H H H H Sumber : Hasil modifikasi dari Soemardi, Tresna, P. (00), Bahan Kuliah Biaya dan Manajemen Resiko, Magister Teknik, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Indonesia, Jakarta 67 K o n s t r u k s i a

73 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa resiko yang dibagi menjadi 4 kategori yaitu : L (low), M (medium), S (Signifikant) dan H (high). Maksud dari masing-masing ketegori tersebut adalah sebagai berikut : L : Resiko rendah, ditangani oleh prosedur rutin. M : Resiko sedang, tanggung jawab manajemen perlu dijelaskan. S : Resiko yang berarti, diperlukan perhatian manajemen senior. H : Resiko yang tinggi, Penelitian yang rinci dan manajemen diperlukan pada tingkat senior. Penentuan Modus. Modus adalah nilai yang paling sering keluar. Artinya dari 63 responden, nilai tingkat pengaruh dan nilai frekwensi berapakah yang paling banyak dipilih.. Dari tabel 4.11 dapat dilihat pilihan responden yang terbanyak adalah yang diarsir warna abu-abu. Pada tabel diberikan contoh pada indikator arsitektur yang mendapat nilai resiko M dan S Tabel 4.6 Penentuan Tingkat Resiko Pada Indikator 3 ( Arsitektur), Level M dan S no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik A. PERENCANAAN 1. Kesalahan dalam menentukan jenis-jenis pekerjaan yang akan disubkontrakkan 1 1 A,1,1 3 M A,1, 3 M. Kesalahan dalam menentukan kuantitas pekerjaan yang akan disubkontrakkan 3 3 A,,1 3 M 4 4 A,, 3 M 3. Kesalahan dalam memprediksi kondisi lapangan dan kejadian yang akan datang 5 5 A,3,1 3 M 6 6 A,3, 3 M 7 7 A,3,3 3 M 4. Gambar kerja dan spesifikasi yang kurang jelas 8 8 A,4,1 3 M 6. Estimasi biaya pekerjaan subkontraktor yang kurang tepat/ kurang realistis 68 K o n s t r u k s i a

74 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) 9 1 A,6, 3 M 7. Pengaturan waktu dan lahan yang kurang baik untuk pekerjaan subkontraktor yang akan bekerja A,7,1 3 M 9. Kesalahan dalam pemilihan subkontraktor A,9,1 3 M 1 19 A,9, 3 M 10. Data dan informasi tentang kinerja subkontraktor yang kurang lengkap 13 0 A,10,1 3 M 14 1 A,10, 3 M B. KONTRAKTUAL 1. Kurang lengkapnya klausul-klausul subkontrak 15 B,1,1 n 3 M 3. Tidak adanya pengaturan tentang perselisihan dan penyelesaiannya antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek 16 7 B,3,1 berlarut 3 M no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus Urut var Dampak Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik 17 8 B,3, 3 M 18 9 B,3,3 3 M 4. Tidak adanya pengaturan tentang pemutusan subkontrak B,4,1 3 M C. PENGORGANISASIAN 1. Komunikasi dan koordinasi yang kurang 69 K o n s t r u k s i a

75 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 baikantara kontraktor utama dan subkontraktor 1 34 C,1,1 efektif 3 M 7. Kurang tegasnya kontraktor utama dalam pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh subkontraktor 46 C,7,1 3 M D. KINERJA SUBKONTRAKTOR 1. Kurangnya pengetahuan subkontraktor mengenai karakteristik proyek 3 48 D,1,1 3 M. Kurangnya kemampuan subkontraktor dalam hal pendanaan/ finansial 4 51 D,,1 3 M 5 5 D,, 3 M 4. Kurangnya produktivitas lapangandarisubkontraktor 6 55 D,4,1 3 M 5. Teknologi yang dimiliki subkontraktor ternyata kurang memadai 7 56 D,5,1 3 M E. JADWAL PELAKSANAAN 1. Kegiatan yang sebelumnya (predecessor) terjadi keterlambatan 8 58 E,1,1 3 M 3. Terjadinya rework/ kerja ulang akibat hasil kerja yang tidak sesuai standar 9 6 E,3,1 3 M E,3, 3 M G. CHANGE ORDERS (PEKERJAAN TAMBAH KURANG) 1. Tidak adanya klausul dalam subkontrak yang menjelaskan tentang pekerjaan tambah kurang (change orders) 70 K o n s t r u k s i a

76 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) G,1,1 han 3 M 3. Terjadinya perubahan design 3 75 G,3, 3 M G,3,3 3 M H. FAKTOR EKSTERNAL 1. Terjadi force majeur : bencana alam, krisisekonomi, politik, hankam, dll (bila tidak terdapat dalam kontrak) H,1,1 4 S H,1, 3 M H,1,3 4 1 S. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak baik (bila tidak terdapat dalam kontrak) H,, pelaksanaankegiatankontruksi 3 M 3. Perubahan peraturan pemerintah dan perundangundangan (bila tidak terdapat dalam kontrak) H,3,1 4 S H,3, 3 M H,3,3 rofit kontraktor berkurang 3 M no no Coding Dampak Terhadap Kinerja Biaya Akibat Modus Urut var Dampa k Terjadinya Penyimpangan Biaya Pada Tingkat Tingkat Tingkat Pengelolaan Subkon Pengaruh Frekuens Resik I. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 1. Penyelenggaraan rapat koordinasi yang sangat kurang I,1,3 3 M 71 K o n s t r u k s i a

77 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni Kurangnya pengawasan pekerjaan subkontraktor di lapangan 4 98 I,6, 3 M 7. Penempatan pengawas yang tidak sesuai dengan kualifikasi I,7,1 efektif 3 M 8. Kurang baiknya pengendalian kemajuan pekerjaan subkontraktor I,8,1 3 M 0 KESIMPULAN 1. Dari 4 indikator cost overrun pada pengelolaan Subkontrak yaitu biaya pengelolaan subkon untuk, sub struktur, upper structure,arsitektur, dan mekanikal elektrikal, didapati variabel dampak resiko cost overrun paling besar terdapat pada indikator biaya pengelolaan subkon arsitektur. Dari hasil analisa tingkat resiko yang telah dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, diperoleh dampak dampak yang mempunyai tingkat resiko pada indikator 3 (arsitektur) yaitu Significant (S), 3 buah, dan Medium (M), 41 buah, dari 101 variabel, ini dapat juga disimpulkan 50 % dampak berkelas medium, tidak ada satupun dampak yang mempunyai tingkat resiko High (H). 3. Hasil analisa tingkat resiko berdasarkan kombinasi indikator cost overrun pada pengelolaan subkon menunjukkan bahwa indikator 3 (biaya pengelolaan subkon arsitek) mempunyai dampak-dampak signifikan terbanyak yaitu 44 variabel dampak dan seiring dengan jumlah indikator yang dikombinasi maka jumlah dampak yang signifikan semakin kecil, dan yang paling kecil ada pada indikator dan kombinasi indikator 8 ( indikator dan 3) sebanyak 8 variabel 4. Setelah dilakukan analisa regresi berdasarkan output dampak hasil analisa tingkat resiko maka tidak semua dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan dapat dimodelkan. Dari 44 variabel hasil analisa resiko, 37 variabel yang mempunyai dua atau satu bintang, atau tingkat significant 5 % atau 1 %, kemudian dari 37 variabel, hanya 4 yang mempunyai nilai distribusi,(anderson Darling), dari 4 variabel, hanya 19 variabel yang mempunyai nilai pada model yang terbentuk. 5. Dampak-dampak yang mempunyai tingkat resiko signifikan dan dapat membentuk model matematis membuktikan hipotesa awal yaitu Terjadinya dampak-dampak yang beresiko signifikan/tinggi pada biaya pengelolaan subkon dalam suatu proyek konstruksi mengakibatkan turunnya kinerja biaya, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya cost overrun. 6. Dari hasil validasi pakar diperoleh alternatif rekomendasi tindakan koreksi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja biaya pengelolaan subkon. 7 K o n s t r u k s i a

78 Pola Hubungan Antara Kinerja Biaya Dan Dampak Penyimpangan (Yusuf Ismeth - Achirwan) Daftar Pustaka [1] Ariany Frederika, Journal Ilmiah Teknik Sipil, Denpasar 010 [] Budi Santoso, Manajemen Proyek, Surabaya, 003 [3] Bachtiar Ibrahim, Rencana dan Estimate Real Of Cost, Jakarta, 1993 [4] Harold Kerzner, Project Management : A System Approach to Planning, Scheduling, and Controlling (8 th Ed.ed),Wiley, 003 [5] Iman Soeharto, Manajemen Proyek, Jakarta, 1995 [6] Iman Soeharto, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasiona, Jakarta, 1999 [7] Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur, Jakarta 004 [8] Patrick,S.W.F dan Mingen,Li (004). Risk Assessment Model of Tendering for Chinese Building Projects. Journal of Constructions Engineering and Management, ASCE [9] Paulus Nugraha, Manajemen Konstruksi,Surabaya, 1985 [10] Susapto, Manajemen Konstruksi 3, Malang, 001 [11] Wahana Komputer, Panduan Praktis Microsoft Project, Yogyakarta, 010 [1] Wulfram I Ervianto, Manajemen Proyek Konstruksi, Yogyakarta, K o n s t r u k s i a

79 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) ANALISIS KONSTRUKSI GABLE DENGAN RAFTER MENGGUNAKAN PROFIL BAJA HONEYCOMB DAN TRUSS Ihsanuddin PT. Glitterindo Pratama ihsan@glitterindo.com Haryo Koco Buwono Dosen Tetap Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta haryo@antisintesa.com ABSTRAK : Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para investor atau owner berbondong bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan. Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan honeycomb dengan bentang 40 m yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri. Gable Frame biasanya digunakan sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate, haunch dan stiffener. Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang disambung sama lain, yang mana elemen-elemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D, yang mana gabungan gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen D dan elemen 3D (Space). Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 5,84% dibandingkan sistem Truss. Efek atau reaksi torsi dari system Truss lebih besar 0,18% dibandingkan Honeycomb. KATA KUNCI : gable, honeycomb, truss, rafter, D, 3D ABSTRACT : With the increasing proliferation of warehousing business, encouraging investors or owner to be able to expand its business. One of them is the construction of the warehouse, which of these businesses can make a profit or profit is quite promising. For the investor or owner throng - throng to build warehouses in the area of warehouse area. The point is to evaluate the construction work horses and steel with honeycomb truss system with span 40 m 'are implemented in PT Multisarana Ark, which is located in Marunda Center and the person in charge of the design by Glitterindo Pratama PT. Its objective was to design structural steel horses with long spans of effective, efficient and economical, so that it can be used as reference material industry. Gable Frame is usually used as industrial structure. A gable frame have various components that play a role in supporting the overall strength of the structure, among other things: rafter, column, base plate, haunch and stiffener. Truss structure is a structure consisting of rod elements which are connected with each other, which of these elements in the analysis can be modeled as 1D, which combined - combined 1D elements can form D elements and 3D elements (Space). Construction horses Honeycomb system 5.84% heavier than Truss system. Effect or reaction torque of a larger system Truss 0.18% compared to Honeycomb. Keywords: gable, honeycomb, truss, rafter, D, 3D 75 K o n s t r u k s i a

80 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 PENDAHULUAN Dengan makin maraknya bisnis pergudangan, mendorong para investor atau owner untuk dapat mengembangkan usahanya. Salah satu diantaranya adalah pembangunan gudang, yang mana dari usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau profit yang cukup menjanjikan. Untuk itu para investor atau owner berbondong bondong membangun gudang di area kawasan pergudangan. Para investor atau owner mengharapkan suatu gudang yang tidak memiliki banyak kolom di dalam gudang, guna memaksimalkan luas dari gudang tersebut untuk dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan. Oleh karena itu dibangunlah suatu gudang dengan bentang kuda-kuda yang panjang, dengan sistem kuda kuda truss atau honeycomb. Dengan sistem kuda kuda tersebut, yang cukup mampu mengcover dari berbagai beban yang timbul, antara lain berat sendiri, beban angin dan lain lain. MAKSUD DAN TUJUAN Maksudnya adalah mengevaluasi pekerjaan konstruksi kuda-kuda baja dengan system truss dan honeycomb dengan bentang 40 m yang dilaksanakan di PT Multisarana Bahtera, yang beralamat di Marunda Center dan penanggung jawab desain oleh PT Glitterindo Pratama. Tujuannya adalah mendapatkan desain struktur kuda-kuda baja dengan bentang panjang yang efektif, efesien dan ekonomis, agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dunia industri. PEMODELAN KONSTRUKSI Gambar 1. Portal Gable System Honeycomb Gambar. Portal Gable System Truss STRUKTUR GABLE FRAME Gable Frame biasanya digunakan sebagai struktur industri. Suatu gable frame mempunyai berbagai macam komponen yang berperan dalam menunjang kekuatan strukturnya secara keseluruhan, yaitu antara lain: rafter, kolom, base plate, haunch dan stiffener (gambar.4 : Gable frame dan komponennya). Dalam perhitungan atau pemodelan struktur, beberapa komponen tersebut sering kali diabaikan / tidak diperhitungkan. Demikian juga halnya dengan haunch (untuk selanjutnya disebut pengaku). Dalam pelaksaan di lapangan, gable frame biasanya diberi pengaku, yang berfungsi sebagai alat penyambung baut dan mencukupi kekuatan sambungan. Pengaku sebagai salah satu komponen gable frame mempunyai pengaruh terhadap kekuatan struktur secara keseluruhan.(jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No. th Ke IV-Juli/1998). Dalam analisis struktur gable frame digunakan bantuan program SAP 000, 76 K o n s t r u k s i a

81 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) untuk mendapatkan gaya gaya dalam dan lendutan yang terjadi. Gambar 3. Gable frame dan komponennya Sumber : Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No. th Ke IV-Juli/1998 STRUKTUR TRUSS Struktur Truss adalah suatu struktur yang terdiri dari elemen-elemen batang yang disambung sama lain, yang mana elemenelemen tersebut dalam analisis dapat dimodelkan sebagai 1D, yang mana gabungan gabungan elemen 1D dapat membentuk elemen D dan elemen 3D (Space). Pada struktur truss cenderung diarahkan bagaimana gaya-gaya luar yang bekerja pada struktur tersebut dialihkan ke tumpuan dan gaya gaya luar tersebut dialihkan melalui perilaku aksial pada elemen 1D. Struktur truss mempunyai bentuk tersendiri yaitu berupa suatu rangka yang terdiri dari segitiga tertutup.(sumber Prof. S. R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha Kumar menjelaskan pula pengertian tentang space truss dalam jurnalnya tentang Design of Steel Structures, yaitu rangka tiga dimensi yang terdiri dari batang-batang yang saling menyambung. Space truss memiliki sifat khas yaitu tidak menerima gaya momen atau torsi. Semua member hanya dapat memikul gaya aksial tekan dan tarik. Dalam jurnal tersebut, juga dijelaskan tentang kelebihan-kelebihan dari space truss, antara lain sebagai berikut: 1. Ringan, efisien secara stuktural dan penggunaan material optimal.. Mudah dibentuk. Dibuat dipabrik dengan jumlah banyak, sehingga lebih murah, bentuk dan ukuran sesuai standard an dapat dengan mudah dirakit ditempat oleh pekerja semiskilled. 3. Komponennya kecil-kecil sehingga mudah dibawa dan ditransportasikan. 4. Bentuknya elegan dan ekonomis untuk struktur terbuka yang bebas kolom. Konsep Pembebanan Konstruksi Kuda - Kuda Baja Pada Struktur Gable Dalam menentukan bentuk dan ukuranukuran dari sebuah konstruksi baja, kita diharuskan menurut kepada ketentuan ketentuan dan peraturan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dengan ketentuan ketentuan dan peraturan peraturan tersebut, dapat dijadikan dasar atau pedoman untuk merencanakan suatu konstruksi dari hal material / bahan yang digunakan, beban beban / gaya luar yang bekerja pada suatu konstruksi, serta tegangan tegangan yang diizinkan. Besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur diatur pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, 1983 sedangkan masalah kombinasi dari beban-beban yang bekerja telah diatur dalam SNI pasal 6... Beban dari suatu konstruksi Bangunan baja dapat dibedakan sebagai berikut : a. Beban Mati Beban mati/tetap adalah berat dari semua bagian suatu konstruksi yang bersifat tetap selama masa layan struktur tersebut, 77 K o n s t r u k s i a

82 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian penyelesaian yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konstruksi. Untuk menentukan beban mati dalam perencanaan kuda-kuda baja ini, ada beberapa beban mati yang harus diperhitungkan antara lain : - berat kuda-kuda baja sendiri - berat atap yang digunakan - berat gording - berat trekstang - berat bracing / ikatan angin dan - berat penyambung kuda-kuda seperti plat sambungan, baut dan mur b. Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penghunian atau penggunaan suatu konstruksi. Yang termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat berpindah-pindah dan barang-barang lainnya. c. Beban Angin Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang disebabkan oleh tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi bangunan dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup angin minimum 5 kg/m. Tekanan tiup untuk lokasi dilaut atau tepi laut (sampai jauh 5 km dari pantai) minimum 40 kg/m. Untuk daerah-daerah dekat laut dan daerah lain dimanaa kecepatankecepatan angin mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar daripada yang di tentukan maka tiup harus ditentukan dengan menggunakan rumus : P= V / 16 (kg/cm), dimana V adalah kecepatan angin Beban angin dibedakan atas jenis yaitu beban angin datang (positip) dan beban angin hisap (negatif). Beban angin datang adalah beban angin yang searah dengan gravitasi bumi sedangakan angin hisap adalah beban angin yang berlawanan dengan gravitasi bumi. Beban angin menjadi hisap berdasarkan sudut yang dibentuk antara kolom dan kuda-kuda bangunan (sisi atap). Koefisien beban angin yang diberikan pada struktur kuda-kuda adalah Selain itu untuk beban angin hisap sudah mendapat faktor reduksi seperti rumusan yang di atas. d. Beban Khusus Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada suatu konstruksi yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan, pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin mesin serta pengaruh pengaruh khusus lainnya. Beban Gempa pada perhitungan ini tidak termasuk dalam evaluasi. METODE ANALISIS Kondisi yang terjadi dilapangan adalah bahwa gudang lama dan gudang baru yang dibangun mempunyai bentang kuda-kuda 40 m, tinggi bangunan 7 m yang terdiri dari beton pedestal tinggi 1m dan kolom baja tinggi t 6 m, sudut kemiringan atap 15º, bahan penutup atap menggunakan galvalume tebal 0,4 mm, gordingnya menggunakan CNP 15x50x0x.3 mm, tapi yang membedakan antara gudang lama dan gudang baru adalah model konstruksi 78 K o n s t r u k s i a

83 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) kuda-kudanya, gudang lama menggunakan kuda-kuda system honeycomb dan gudang baru menggunakan system truss. Hal inilah yang menjadikan dasar penulis untuk mengevaluasi struktur kuda-kuda baja tersebut. ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN SISTEM HONEYCOMB Penutup Atap Penutup atap yang di gunakan adalah zincalume, type F. 714 ex. Fumira dengan spesifikasi sebagai berikut : Tebal = 0.40 mm Tinggi gelombang atap = 30 mm Berat atap = 4 kg/m² Dibawah atap di gunakan insulasi sebagai penghambat panas matahari yang terdiri dari : Roofmesh 1 lapis Aluminium foil lapis Glaswoll 1 inci Total berat insulasi = 1 kg/m Data Struktur Bentangan kuda-kuda = 40 m Kemiringan kuda-kuda = 15 derajat Jarak antar kuda-kuda = 6 m Jarak miring antar gording = 1. m Tekanan angin di ambil = 40 kg/m berdasarkasni pasal. karena jaraklokasi bangunan ketepi laut kurang dari 5km Trestang di pasang bh setiap satu gording Spesifikasi bahan Dalam pembahasan analisis ini,digunakan bahan konstruksi sebagai berikut : 1. Beton Mutu karakteristik beton kubus yang didasarkan atas kekuatan beton pada umur 8 hari yakni : a. Pedestal : K-300. Besi Tulangan Jenis dan tegangan leleh (fy) besi tulangan yang digunakan : a. Besi Polos : 40 Mpa (BJTP 4) untuk Ø 10 mm b. Besi ulir : 400 Mpa (BJTD 40) untuk Ø 13 mm c. Angkur : ASTM A-36, tegangan tarik batas (Ultimate Tensile Strenght) Mpa dan tegangan leleh (Yield Strenght) minimum 40 Mpa 3. Baja Struktural Jenis dan tegangan leleh (fy) baja yang digunakan : a. Jenis Baja BJ37 fy: 40 Mpa fu : 370 Mpa 4. Baut Mutu baut untuk konstruksi baja terdiri dari jenis, yaitu : a. Untuk sambungan gording dan non structural element : baut hitam ASTM A307/ST 37 (Tensile Strenght = 55 ksi = 386 Mpa) b. Untuk element struktur: baut HTB ASTM A35 (Tensile Strenght =10 ksi =843 Mpa) Kombinasi Pembebanan untuk Hanycomb dan Truss Berdasarkan peraturan baja Indonesia, SNI pasal 6.. sebagai berikut : 1. COMB1 = 1 (DL + SDL + LL). COMB = 1,4 (DL + SDL) 3. COMB3 = 1, (DL+SDL) + 1,6 LL 4. COMB4 = 1, (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8 Wka 5. COMB5 = 1, (DL+SDL) + 1,6 LL + 0,8 Wkr 79 K o n s t r u k s i a

84 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni COMB6 = 1, (DL+SDL) + 1,3Wka + 0,5LL 7. COMB7 = 1, (DL+SDL) +1,3 Wkr + 0,5 LL DL = DEAD LOAD, beban mati dari material konstruksi sendiri SDL = Super Dead Load, beban mati tambahan yang terdiri dari penutup atap, gording, trekstang, ikatan angin insulasi dan beban instalasi. LL = Live Load, beban hidup Orang W = Beban Tekanan Angin Gambar 4. Modelisasi HoneyComb Kontrol terhadap momen dan aksial Lkx= Lky = L kuda kuda = 0,705 m Lkx 0, x 7, 14 cm i 8,70 x. N crbx x E x A g 6.,0.10 x 100,1 = ,48 kg 7,14 Lky 0,8.690 y 108,4 cm i 5,1 y. N crby y., ,4 E x A 6 g x 100,4 = 16851,97 kg x<yy menentukan 108,4 cm f y 108, ,776 6 E,0.10 c c> 1, = 1,5 c = 1,5 x 3,776 = 4,7 Pn = 0,85 Ag fy/ = 0, ,1. 400/4,7 = 54090,5 kg Pu = 3549,59 kg (diperoleh dari SAP) Pu < Pn 3549,59 kg <54090,5 kg ok! Pu 3549,59 0,065 0, pakai Pn 54090,5 rumus Mux = bx. Mntx 1859,7 Cm 0,6 0,4 0,5 1 86,01 Cm 0,5 bx = = 0,54 Nu 3440,4 1 1 N crby 78430,77 bx dipakai 1 Mux = bx. Mntx = 1. 86,01 = 86,01 kg.m bx dipakai 1 Mux = bx. Mntx = ,76 = 8916,76 kg.m 80 K o n s t r u k s i a

85 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) Kontrol Local Buckling b f 170 Pelat sayap : Pelat. t f Badan : h 1680 t w f y f y ,5 40 9,31 < 10,97 53,8 < 108,44 Penampang kompak Mnx = Mpx Kontrol Sambungan Kontrol Lateral Bucling Mp = Zx. fy = 1856, = kg.cm = 44546,4 kgm Mnx = Zx. fy = 1856, = kgcm = 44546,4kgm Mny = Zy. fy = = kgcm = 4176 kgm Mmux = 1363 kg.m (diperoleh dari SAP) Kontrol Interaksi Tekan dan Momen Lentur P u M M ux uy.. Pn. M nx. M ny , ,5 0, ,40 0,37< 1..ok!!! Dipakai profil kuda kuda Honeycomb Dari hasil SAP didapat : Pu = 1556,4 kg Mu = 7580,90 kg.m Baut tipe tumpu & ulir tidak pada bidang geser, t plat penyambung = 1 mm A baut = 1/4.., = 3,8 cm, BJ 41 fu = 410 Mpa Kekuatan sambungan baut ( metode titik putar ) 1. Kuat geser baut, Vd =. r1. fu b. Ab. m = 0,75. 0, ,81 = 584,5 kg. Kuat tumpu baut, Rd =.,4. db. tp. fu = 0,75.,4.,. 0, = 1171,6 kg > Vd 3. Kuat tarik baut, Td =. 0,75. fu. Ab = 0,75. 0, ,8 = 8763,75 kg Akibat Geser Sentris Pu =1556,4 kg Direncanakan jumlah baut 14 buah Sehingga 1 baut menerima beban (Vu): 81 K o n s t r u k s i a

86 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Vu = Pu 1556,4 1111,58kg Vd (584,5kg) n 14 Kontrol interaksi geser & tarik Vu f UV 0, 5 fu Ab Vu 1111,58 fuv = 9,5kg/ cm < 0.75 x Ab 3,8 0,5x4100 = 1537,5 kg/cm ft = ( 1,3. fub 1,5. fuv ) = ( 1, ,5. 9,5 ) = 4891, kg/cm > 4100 kg/cm maka digunakan ft = 4100 kg/cm Td =. ft. Ab = 0, ,8 = kg y =.( ) = 345 cm Tumax= M u. Y y max ,5 kg Td kg... Ok! 345 Perencanaan RangkaBatang Batang Bawah Kontrol pada batang section no.4 dengan menggunakan T-Beam T150x150x6,5x9 mm. Dari hasil analisa dengan program SAP 000 di dapat : Pu = 753,74 kg L = 10 cm Property penampang - B = 150 mm - H = 150 mm Kontrol Kuat Beban Tarik Baut Beban yang sejajar dengan sumbu baut (Tarik) : Tn = 0,75. fu. Ab = 0, ,8 = kg Td = ø. Tn = 0, = 8763,75 kg ok!! ANALISA KONSTRUKSI KUDA-KUDA BAJA PADA STRUKTUR GABLE DENGAN SISTEM TRUSS Perencanaan Batang Truss Batang direncanakan menggunakan T- Beam dan Equal Angle (siku). - t1= 6,5 mm - t = 9 mm - r = 13 mm - tw1 = 10 mm - Af = 3.39 cm - Ix = 463 cm 4 - Iy = 54 cm 4 - rx = 4.45 cm - ry = 3.9 cm - Zx = 33.7 cm 3 - Zy = 9.6 cm 3 - Fu = 370 MPa = 3700 kg/cm - Fy = 40 MPa = 400 kg/cm - E = x 10 6 kg/cm Kontrol Aksial Kontrol kelangsingan penampang : Berdasarkan SNI bahwa untuk penampang komponen struktur harus memenuhi sebagai berikut : <p Tekuk lokal pada sayap (flens) : bf =. tf p = 50 fy 8 K o n s t r u k s i a

87 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) Tekuk lokal pada badan (web) : H 335 = tw fy p = Pelat sayap : bf 50. tf fy 150 * ,33< 16,14...Aman h 335 tw Pelat Badan : fy ,5 40 3,07<1,6...Tidak Aman Kondisi tumpuan jepit-jepit, faktor panjang tekuk k=0,65 Kontrol Kelangsingan komponen Struktur Tekan Berdasarkan SNI Pasal mensyaratkan : k.l x = r <00 Cek kelangsingan struktur arah sumbu x : k.lx = k.lx = 0, = 780 mm k.lkx 780 x = rx = 44, 5 = 17.5 Ncrsx = 15067,4. E. f y. cx = E Ag = = 17,5.., , ,39 6,0.10 = 0,193 Berdasarkan SNI pasal 9.1 no 4.4a : untuk c<0,5maka = 1 Pu = 753,74 kg (diperoleh dari SAP) = f y 400. Ag. 3,39 Pn = = 1 = kg Pu < ϕ Pn 753,74 kg < 0,85 x kg = 47715,6kg...(ok) Pu 753,74. Pn 47715,6 = 0,15< 1...Aman Cek kelangsingan struktur arah sumbu y : Lky = Kcy. L 0, = 780 mm Lky 780 y = ry = 3,9 = 3,7 Ncrsy = 81150,6. E. f y. cy = E Ag = 3,7.., ,7 6. 3,39 6,0.10 = 0,6 = Berdasarkan SNI pasal 9.1 no 4.4b : c = 0,6 ; maka 0,5 <c< 1,43 1,= 1,6 0,67. cx 1,43 1,009 = 1,6 0,67. 0,6 Pu = 753,74 kg (diperoleh dari SAP) f y 400. A. 3,39 g Pn = = 1,003 = 55968,09 kg Pu < ϕ Pn 753,74 kg < 0,85 x 55968,09 kg = kg...(ok) Pu 753,74. Pn 4757,8 = 0,15< 1...Aman Batas Leleh : Berdasarkan SNI Pasal 10.1 adalah : Pu < ϕ Pn=0,9. Ag. fy 753,74<0,85. 3, = 47715,6 kg...(ok) = 83 K o n s t r u k s i a

88 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Batas Putus : Ae=0,75. A = 0,75. 3,39 = 17,54 Pu < ϕ Pn=0,75. Ae. Fu 753,74<0,75. 17, = 48673,5 kg...(ok) Jadi profil T-Beam T150x150x6,5x9 mm dapat dipakai sebagai batang bawah pada kuda-kuda Truss. Kondisi Leleh Kondisi Fraktur Batang Diagonal Kontrol pada batang section no.167 dengan menggunakan profil Equal Angle baja siku sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda) Dari hasil analisa dengan program SAP 000 di dapat : Pu = 676,80 kg =,67 ton L = 19,09 cm ; U=0,85 Ag = 480, mm ex = 19,30 mm Ix = Iy = 11,10 x 10 4 mm 4 rmin = 15, mm r = 9,8 mm tp = 6 mm b = 50 mm t = 5 mm Cek Kelangsingan Batang Tegak (Vertikal) Kontrol pada batang section no.159 dengan menggunakan profil Equal Angle baja siku sama kaki 50x50x5 mm (Batang Ganda) Dari hasil analisa dengan program SAP 000 di dapat : Pu = 160,86 kg =,16 ton L = 150 cm Ag = 480, mm ex = 19,30 mm Ix = Iy = 11,10 x 10 4 mm 4 rmin = 15, mm r = 9,8 mm 84 K o n s t r u k s i a

89 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) tp = 6 mm b = 50 mm t = 5 mm Cek Kelangsingan Kondisi Fraktur U=0,85 Kondisi Leleh Berdasarkan hasil perhitungan analisis di atas dapat disampaikan perbandingan antara sistem Honeycomb dan Truss : 85 K o n s t r u k s i a

90 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Dalam mendesain portal gable untuk bangunan gudang harus ditinjau dengan model D dan 3D.. Konstruksi kuda-kuda system Honeycomb lebih berat 5,84% dibandingkan sistem Truss. 3. Luas cat kuda-kuda system Truss lebih besar 1,5% dibandingkan system Honeycomb. 4. Efek atau reaksi torsi dari system Truss lebih besar 0,18% dibandingkan Honeycomb. 5. Beban Lateral system Honeycomb lebih besar 36,6% dibandingkan dengan sistem Truss. 6. Kebutuhan jumlah baut kesambungan kolom dan antar kuda-kuda, sistem Honeycomb lebih banyak 7,55% dibandingkan system Truss. 7. Dalam struktur modelingd material kolom WF-400x0x8x13 aman, tetapi setelah ditinjau dengan modeling 3D tidak aman, perlu dirubah menjadi kolom Kingkross WF-400x00x8x Gaya axial untuk kolom pada kudakuda sistem Honeycomb lebih besar 8,84% dibandingkan kolom pada kudakuda sistem Truss. 86 K o n s t r u k s i a

91 Analisis Konstruksi Gable dengan Rafter menggunakan Profil Baja Honeycob dan Truss (Ihsanudin - Haryo) 9. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda sistem Honeycomb adalah 786 kg untuk tujuh pasang kuda-kuda. 10. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi kuda-kuda system Honeycomb adalah 683,5 m untuk tujuh pasang kudakuda. 11. Berat baja untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss adalah 0636,5 kg untuk tujuh pasang kuda-kuda. 1. Luas kebutuhan cat untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss adalah m untuk tujuh pasang kuda-kuda. 13. Tinggi pemanfaatan ruangan untuk konstruksi kuda-kuda sistem Truss lebih rendah 90 cm dibanding sistem Honeycomb. 14. Besarnya beban angin untuk desain konstruksi dipengaruhi oleh jarak laut terhadap lokasi bangunan yang ditinjau, semakin dekat dengan laut beban angin semakin besar, begitu juga sebaliknya. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Pekerjaaan Umum, Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung SKBI , Jakarta, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD oleh Agus setiawan 3. Jurnal teknik sipil F.T UNTAR/No. th Ke IV-Juli/ Jurnal tentang Design of Steel Structures oleh Prof. S. R. Satish Kumar dan Prof. A. R. Santha Kumar 5. SNI , 00 tentang TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG 87 K o n s t r u k s i a

92 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK KRAKATAU POSCO ZONE IV DI CILEGON Dwi Novi Setiawati Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa duwy-novi@yahoo.com Andi Maddeppungeng Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan AgengTirtayasa andi_made@yahoo.com ABSTRAK : Proyek pembangunan pabrik Krakatau Posco merupakan salah satu proyek yang besar dengan bentuk permukaan tanah yang kurang rata, dimana pada pelaksanaan pematangan didominasi oleh penggunaan alat berat. Permasalah yang timbul dalam penggunaan alat berat ini yaitu pengoperasian dan pengkombinasian alat-alat berat yang salah dengan kondisi alat. Penurunan produktivitas alat berat ini juga disebabkan oleh kondisi peralatan, keterampilan operator, waktu siklus, jenis material, kondisi kerja, tata laksana dan kondisi cuaca. Sehingga diperlukan pemilihan dan penentuan komposisi alat yang tepat agar alat berat tersebut dapat bekerja secara optimal dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin. Penelitian ini merupakan metode perhitungan produksi kapasitas alat berat secara aktual. Analisis yang dilakukan yaitu perhitungan perhitungan produktivitas masing-masing alat berat yang digunakan, dengan menentukan waktu siklus alat, penentuan factor koreksi alat, perhitungan produksi persiklus, produksi perjam, produksi perhari, besarnya harga sewa alat perjam, besarnya biaya dan waktu yang dibutuhkan selama alat bekerja, menentujan harga satuan pekerjaan dan penentuan komposisi alat berat yang tepat. Besarnya produktivitas alat berat dengan biaya dan waktu paling efektif dan efisien menggunakan komposisi alat alternatif ke-3 yaitu 8 unit excavator 609,6384 m3/jam, 5 unit bulldozer 571,079 m3/jam, 5 unit vibration roller 469,665 m3/jam, unit dump truck 61,130 m3/jam, 1 unit motor grader 987,84 m/jam dan 5 unit wheel loader 446,135 m3/jam dengan biaya total Rp dan total waktu pelaksanaan 1760 jam atau 0 hari. KATA KUNCI : Alat berat, Produktivitas, Biaya, Waktu ABSTRACT : Krakatau Posco s project is one of the major projects with an uneven surface, the land clearing is dominated by the use of equipment. The Problems that appeared from using of the equipment are wrong combining and using equipment even though the condition of the equipments. The selection and determination of right equipment composition is needed so that, the equipment can work optimal and it can be completed on time with economical costs. The composing of this research is an actual calculation of production capacity s method. The analysis was productivity of each equipment by the cycle equipments time, correction equipment s factor, a cycle calculation, an hour production, a day production, a equipment rental price per hour, cost and time that is required for equipments work, unit price work and the exact composition of equipment. The productivity of the equipment with the most effective and efficient cost and time used the third alternative composition s equipment. They were eight units of excavator m3/hour, five units of 89 K o n s t r u k s i a

93 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 bulldozer m3/hour, 5 units of vibration roller m3/hour, units of dump truck m3/hour, 1 unit of motor grader m/hour, and 5 units wheel loaders m3/hour with total cost Rp and the total of construction duration was1760 hours or 0 days. Keywords: Equipment, Productivity, Cost, Duration LATAR BELAKANG Pelaksanaan Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco, khususnya pada pekerjaan tanah yaitu pematangan lahan didominasi oleh penggunaan alat berat. Penyelesaian suatu pekerjaan atau bagian pekerjaan proyek tertentu diperlukan pemilihan alat dimana pemilihan alat-alat berat tergantung pada karakteristik masingmasing alat dan kondisi medan. Hal ini diperlukan agar alat tersebut dapat bekerja secara optimum sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengan biaya sehemat mungkin. Selain itu pelaksanaan suatu proyek konstruksi juga selalu terdapat kendala-kendala, baik kendala yang sudah diperhitungkan maupun diluar perhitungan perencana. Mengingat bahwa kendala-kendala tersebut dapat menjadi penyebab terhambatnya pekerjaan proyek dan pekerjaan proyek tidak berlangsung dengan lancar, maka dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi selalu ada kemungkinan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek akan melebihi waktu yang telah ditentukan dalam kontrak pekerjaan. Begitu pula Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco yang mengalami kendala seperti pada pekerjaan penimbunan tanah, alat-alat berat tidak bekerja secara optimal, kondisi medan yang kurang baik bahkan cuaca yang kurang mendukung, oleh karena itu peran aktif manajemen merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan proyek yaitu dalam peninjauan jadwal proyek untuk menentukan langkah perubahan mendasar agar keterlambatan penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi. TUJUAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kombinasialat berat yang digunakan dalam pelaksanaan proyek ini.. Untuk menghitung produktifitas kerja masing-masing alat berat yang digunakan. 3.Untuk menganalisis biaya dan durasi proyek yang paling efektif dan efisien dengan pemilihan alternatif yang murah dan cepat pada proyek ini. BATASAN MASALAH Dalam penulisan ini, proyek yang ditinjau yaitu Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau Posco di kawasan industri Krakatau steel. Adapun batasan masalah yang di tinjau dalam penelitian ini meliputi: 1. Studi kasus pada lokasi yang terletak di kota Cilegon, yaitu proyek pembangunan Pabrik Krakatau Posco di kawasan industri Krakatau Steel yang mendukung pergerakan perindustrian baja khususnya di kawasan industri. Pekerjaan tanah yang ditinjau adalah, pemindahan, perataan, dan pemadatan tanah pada pekerjaan tanah. 90 K o n s t r u k s i a

94 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) 3. Perhitungan jumlah kebutuhan peralatan dihitung berdasarkan volume pekerjaan. 4. Menentukan harga satuan pekerjaan berdasarkan jenis alat yang digunakan. 5. Jam kerja alat berat yang ditinjau adalah jam kerja normal dengan waktu 8 jam 6. Kondisi alat baik 7. Alat berat yang dipakai adalah excavator,bulldozer,motor grader,wheel loader, vibro roller dan dump truck 8. Standar perhitungan harga satuan pekerjaan yang digunakan adalah peraturan Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 008, Panduan Analisis Harga Satuan. PENGETAHUAN ALAT-ALAT BERAT KONSTRUKSI Berdasarkan konsep teknik, produktivitas adalah rasio dari output yang dihasilkan dari tiap sumber daya yang digunakan (input) dibandingkan menjadi sebuah rasio yang pada suatu waktu dengan kualitas sama atau meningkat. Penelitian ini menggunakan tinjauan beberapa pendapat para pakar di bidang konstruksi, dan beberapa penelitian mengenai alat berat antara lain: a. Muhammad Rusli Rasyid (008) Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek Studi Kasus Proyek Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin Maros, Makassar. b. Sentosa Limanto Analisis produktivitas pemancangan Tiang Pancang Pada Bangunan Tinggi Apartemen Seminar Nasional 009Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra. c. Yusep Depyudin Analisis Produktivitas Alat-Alat Berat Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Antartika II di Kawasan Industri Krakatau Steel, Cilegon. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa penentuan kombinasi alat berat yang baik dapat mempercepat target waktu yang diharapkan dan dapat menekan biaya lebih efisien, yang kadang kala kurang dimaksimalkan pengoprasian atau pun pengelolaanya. Alat berat yang dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil adalah alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu infrastruktur dalam bidang konstruksi. Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek terutama proyek-proyek konstruksi dengan skala yang besar. Tujuan alat-alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah pada waktu yang relative lebih singkat dan diharapkan hasilnya akan lebih baik.(susy Fatena Rostiyanti. 1:00). Menurut Djoko Wilopo, 6:009, menyatakan bahwa, keuntungankeuntungan yang di peroleh dengan menggunakan alat berat antara lain : 1. Waktu pengerjaan lebih cepat Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, terutama pada pekerjaan ang sedang dikejar target penelesaiannya.. Tenaga besar 91 K o n s t r u k s i a

95 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Melaksanakan jenis pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia. 3. Ekonomis Karena alasan efisiensi, keterbatasan tenaga kerja, keamanan dan faktorfaktor ekonomis lainnya. 4. Mutu hasil kerja lebih baik Dengan memakai peralatan berat, mutu hasil kerja menjadi lebih baik dan presisi SIFAT-SIFAT TANAH 1. Keadaan asli sebelum diadakan pengerjaan, ukuran tanah demikian biasanya dinyatakan dalam ukuran alam, Bank Measure ( BM ), ini digunakan sebagai dasar perhitungan jumlah pemindahan tanah. Keadaan lepas, yakni keadaan tanah setelah diadakan pengerjaan (disturb), tanah demikian misalnya terdapat di depan dozer blade, diatas truk, di dalam bucket dan sebagainya. Ukuran volume tanah dalam keadaan lepas biasanya dinyatakan dalam loose measure ( LM ) yang besarnya sama dengan BM + % swell x BM (swell=kembang). Faktor swell ini tergantung dari jenis tanah, dapat dimenerti bahwa LM mempunyai nilai yang lebih besar dari BM. 3. Keadaan padat, ialah keadaan tanah setelah ditimbun kembali kemudian dipadatkan. Volume tanah seetelah diadakan pemadatan, mungkin lebih besar atau mungkin juga lebih kecil dari volume keadaan Bank, hal ini tergantung usaha peadatan yang kita lakukan. MANAJEMAN ALAT Manajemen pemilihan dan pengendalian alat berat adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan alat berat untuk mencapai tujuan pekerjaan yang ditentukan. Menurut Susy Fatena Rostiyanti. 4:00i, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat berat, sehingga kesalahan dalam pemilihan alat dapat dihindari, antara lain adalah : 1. Fungsi yang harus dilaksanakan.. Kapasitas peralatan. 3. Cara operasi. 4. Pembatasan dari metode yang dipakai. 5. Ekonomi. 6. Jenis proyek. 7. Lokasi proyek. 8. Jenis dan daya dukung tanah 9. Kondisi lapangan. FUNGSI DAN CARA KERJA ALAT BERAT 1. Excavator/Backhoe Excavator adalah alat yang bekerjanya berputar bagian atasnya pada sumbu vertikal di antara sistem roda-rodanya, sehingga excavator yang beroda ban (truck mounted), pada kedudukan arah kerja attachment tidak searah dengan sumbu memanjang sistem roda-roda, sering terjadi proyeksi pusat berat alat yang dimuati berada di luar pusat berat dari sistem kendaraan, sehingga dapat menyebabkan alat berat terguling. Untuk mengurangi kemungkinan terguling ini diberikan alat yang disebut out-triggers. Excavator/backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya di bawah kedudukan backhoe itu sendiri.. Bulldozer Alat ini merupakan alat berat yang sangat kuat untuk pekerjaan pekerjaan: mendorong tanah, menggusur tanah (dozer), membantu pekerjaan alat-alat muat, dan pembersihan lokasi (land clearing).(ronald C.Smith 4: K o n s t r u k s i a

96 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) Principles and Practices of Heavy Construction) Kegunaan Buldoser sangat beragam antara lain untuk: Pembabatan atau penebasan (cleraring) lokasi proyek, merintis (pioneering) jalan proyek, gali/ angkut jarak pendek, Pusher loading, menyebarkan material, penimbunan kembali, trimming dan sloping, ditching, menarik, memuat. 3. Vibration roller Pemadatan tanah merupakan proses untuk mengurangi adanya rongga antar partikel tanah sehingga volume tanah menjadi lebih kecil. Pada umumnya proses ini dilakukan oleh alat pemadat khususnya roller. Akan tetapi, dengan adanya lalulintas di atas suatu permukaan maka secara tidak langsung material diatas permukaan tersebut menjadi lebih padat, apalagi yang melewati permukaan tersebut adalah alat berat. 4. Dump Truck Dumptruck adalah alat angkut jarak jauh, sehingga jalan angkut yang dilalui dapat berupa jalan datar, tanjakan dan turunan. Untuk mengendarai dumptruck pada medan yang berbukit diperlukan keterampilan operator atau sopir. Operator harus segera mengambil tindakan dengan memindah gigi ke gigi rendah bila mesin mulai tidak mampu bekerja pada gigi yang tinggi. Hal ini perlu dilakukan agar dumptruck tidak berjalan mundur karena tidak mampu menanjak pada saat terlambat memindah pada gigi yang rendah. Untuk jalan yang menurun perlu juga dipertimbangkan menggunakan gigi rendah, karena kebiasaan berjalan pada gigi tinggi dengan hanya mengandalkan pada rem (brakes) sangat berbahaya dan dapat berakibat kurang baik. 5. Motor Grader Motor grader adalah alat besar yang berfungsi sebagai pembentuk permukaan tanah atau perataan tanah. Blade dari motor grader ini dapat diatur sedemikian rupa, sehingga fungsinya bisa diubah angle dozer atau tilting dozer ini jelas lebih flexible dari pada jenis dozer. Variasi posisi blade ini tidak berarti bahwa motor grader termasuk dari jenis dizer, karena dalam pekerjaan penggusuran tanah, bulldozer jauh lebih efektif dari pada grader, hal ini disebabkan tenaga yang tersedia dan juga letak sentroid (titik berat) pada blade bulldozer. 6. Wheel Loader Wheel Loader adalah alat berat mirip dozer shovel, tetapi beroda karet (ban), sehingga baik kemampuan maupun kegunaannya sedikit berbeda yaitu : hanya mampu beroperasi didaerah yangkeras dan rata, kering tidak licin karena traksi di daerah basah akan rendah, tidak mampu mengambil tanah bank sendiri atau tanpa dibantu lebih dulu oleh bulldozer (Ronald C.Smith 4:1986 Principles and Practices of Heavy Construction).Metode pemuatan pada alat pemuat/loader baik track shovel maupun wheel loader ada 3 macam : 1. I shape/cross loading. V shape loading 3. Pass loading EFISIENSI KERJA ALAT BERAT Produktifitas alat berat pada kenyataannya di lapangan tidak sama jika dibandingkan dengan kondisi ideal alat dikarenakan hal- 93 K o n s t r u k s i a

97 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 hal tertentu seperti topografi, keahlian operator, pengoperasian dan pemeliharaan alat. Produktifitas per jam alat yang harus diperhitungkan dalam perencanaan adalah produktifitas standart alat pada kondisi ideal dikalikan suatu faktor yang disebut efisiensi kerja. Besarnya nilai efisiensi kerja ini sulit ditentukan secara tepat tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman dapat ditentukan efisiensi kerja yang mendekati kenyataan. Bagaimana efektivitas alat tersebut bekerja tergantung dari beberapa hal yaitu : 1. Kemampuan operator pemakai alat.. Pemilihan dan pemeliharaan alat, 3. Perencanaan dan pengaturan letak alat, 4. Topografi dan volume pekerjaan, 5. Kondisi cuaca, 6. Metode pelaksanaan alat. METODE PERHITUNGAN PRODUKSI ALAT BERAT 1. Excavator/Backhoe Produksi excavator dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini (Rochmanhadi 0:198 Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat ; Ronald C.Smith 38:1986): Keterangan : Q = Produksi per jam (m 3 /jam) q1 = kapasitas bucket (m 3 ) K = Faktor pengisian bucket Cm = Waktu siklus dalam detik E = Kondisi Manajemen dan medan kerja ( Faktor koreksi) Rumus waktu siklus Excavator dapat dihitung dengan persamaan berikut : Cm = t1 + ( x t)+ t3 (detik) Keterangan : = waktu gali / waktu muat bucket t1. t t3 = waktu swing = waktu buang. Bulldozer Kapasitas produksi alat dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Rochmanhadi 41:199 Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat): Rumus kapasitas produksi : KP=PMTxFK Keterangan : KP = kapasitas produksi (m3/jam) PMT = produksi maksimum teoritis (efisiensi 100%) /jam FK = Faktor koreksi Rumus mencari produksi maksimum teoritis:pmt=kbxt Keterangan: KB = kapasitas blade, T = jumlah trip per jam 3. Vibration Roller Untuk menghitung produksi alat dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Djoko Wilopo, 44:009 dalam Buku Metode Konstruksi dan Alat-Alat Berat): KP = Keterangan : KP = Luas permukaan lapisan yang dipadatkan (m /jam) LK = Lebar efektif drum pada gilas (m) F = Kecepatan compactor (km/jam) H = Ketebalan material yang di padatkan untuk setiap jalur yang di padatkan (m) FK = Faktor koreksi dari: N = Jumlah lintasan (pass) yang diperlukan untuk mencapai kemampatan yang dikehendak 4. Dump Truck Produksi per jam total dari beberapa dump truck yang mengerjakan pekerjaan 94 K o n s t r u k s i a

98 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) yang sama secara simultan dapat dihitung dengan rumus berikut ini (Rochmanhadi 34:198 dalam buku Kapasitas dan Produksi Alat-Alat Berat) : P= Keterangan: P = Produksi per jam (m3/jam) Cm = Waktu siklus dump truck (menit) E = Efisiensi kerja 5. Motor Grader Waktu produksi motor grader diperhitungkan sbb (Rochmanhadi, 107:199 Alat-alat berat dan penggunaanya) : T = ( (menit) dimana: df = jarak lurus pergi per siklus (meter) dr = jarak kembali dalam grading berikutnya (meter) Vf = kecepatan rata-rata pergi (m /menit) Vy = kecepatan rata-rata kembali (m /menit) N = jumlah pass E = effisiensi Perhitungan Luas Operasi per jam (m²/jam) (Rochmanhadi, 46:199 kapasitas dan produksi alat-alat berat) Qa = V x (Le - Lo) x 1000 x E Dimana: Qa = Luas operasi per jam (m²/jam) V = Kecepatan kerja (km/jam) Le = Panjang blade effektif (m) Lo = lebar tumpang tindih/overlap (cm) E = effisiensi 6. Wheel Loader Produktivitas Alat Secara umum, produktivitas suatu alat berat,dihitung dengan menggunakan rumus (Rochmanhadi, 84:199 Alat-alat berat dan penggunaanya) : Q=qx60xE Cm dimana : Q = produksi per-jam (m3/jam) q = produksi persiklus (m3) E = effisiensi kerja Cm = waktu siklus (menit) KOMPONEN BIAYA ALAT BERAT Biaya Kepemilikan Biaya kepemilikan adalah biaya kepemilikan alat yang harus diperhitungkan selama alat yang bersangkutan dioperasikan, apabila alat tersebut milik sendiri. a) Biaya pasti (pengembalian modal dan bunga) setiap tahun dihitung sebagai berikut: 1) Nilai Sisa Alat (c) C=10%xB ) Faktor angsuran/ Pengembalian modal D= 3) Biaya Pasti Perjam (a) Biaya Pengembalian Modal G= (b) Biaya Asuransi dan lain-lain F= b) Biaya Operasi dan Pemeliharaan 1) Biaya Bahan Bakar H=(1,5s/d17,5)%xHPxMs ) Biaya Pelumas (I) I=(1s/d)%xHPxM 3) Biaya Perbaikan dan Perawatan (K) K=(1,5s/d17,5)%x 4) Biaya Oprator L=1orang/jamxU 95 K o n s t r u k s i a

99 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Biaya Penyewaan Alat Perhitungan biaya dilakukan dengan mengalikan biaya sewa dengan jumlah peralatan dan lama waktu sewa. Total biaya= Dimana : V = Volume pekerjaan N = Jumlah unit Q = Produktivitas per jam Waktu Kerja 1. Waktu Kerja Normal Waktu kerja normal adalah waktu kerja pada setiap hari kerja senin sampai dengan sabtu ditetapkan selama 8 jam per hari dengan upah kerja sebesar upah kerja normal. Waktu Kerja Lembur Waktu kerja lembur dihitung dari lama waktu kerja yang melebihi batas waktu kerja normal (8 jam/hari). Waktu kerja lembur dilaksanakan diluar jam operasi normal untuk setiap hari kerja atau penambahan jumlah hari kerja per minggu. PERHITUNGAN HARGA SATUAN PEKERJAAN Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan biaya operasional atau tidak langsung (biaya umum atau over head, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk pajak-pajak. Perhitungan Harga Satuan Alat per m 3 Harga satuan dasar alat adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya alat yang meliputi biaya pasti, biaya tidak pasti atau operasi, biaya bengkel dan biaya upah, biaya perbaikan dan biaya operatornya Harga satuan alat per m 3 dapat dihitung dengan mengalikan koefisien alat dan harga alat sewa, dengan rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/008, 31:008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum) a. Koef alat=1/q b. Harga Alat = Koef.Alat x Harga sewa alat perjam Harga Satuan Bahan per m 3 Harga Satuan Bahan adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen bahan untuk memproduksi satu satuan pengukuran pekerjaan tertentu. Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga Pekerja Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam dapat dihitung dengan mengalikan koefisien tenaga dan upah perjam, dengan rumusan dibawah ini. (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/008, 31:008, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum) a. Koef Tenaga= 1 x jam kerja (7 jam)/q b. Harga satuan tenaga= Koef.Alat x Upah(Rp/jam) METODOLOGI PENELITIAN Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli baik itu melakukan wawancara maupun observasi/survei langsung di lapangan. Wawancara, yaitu dengan melakukaan tanya jawab langsung dengan narasumber yang 96 K o n s t r u k s i a

100 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) terkait untuk mendapatkan data yang diperlukan. Pada penelitian analisis produktivitas alat berat ini narasumber yang penulis jumpai dan melakukan tanya jawab langsung kepada Pimpinan Proyek dan bagian Divisi Alat Berat perusahaan penyedia jasa selaku kontrktor pelaksana. Data-data yang diperlukan yaitu berupa data-data tentang proyek yang di tinjau trutama mengenai data alat berat yang di gunakan, meliputi : a. Data lokasi Meliputi peta lokasi yang menunjukkan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu pada proyek pembangunan yang akan ditinjau. Kontur tanah lokasi proyek dan gambar site plan, dan lain lain. b. Data-data Alat berat Data-data alat berat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu : 1) Jenis alat berat yang digunakan ) Umur alat berat yang digunakan 3) Jenis tanah 4) Merk alat berat 5) Oprator/pengemudi alat berat 6) Volume pekerjan dan data-data lain yang diperukan 7) Waktu pelaksanaan. Pengumpulan data sekunder Data sekunder, berupa data yang diperoleh dari referensi tertentu atau literatur-literatur yang berkaitan dengan alat berat. Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diperoleh dari literatur-literatur, bahan kuliah, media internet dan media cetak lainnya. Selain itu semua literatur yang diperoleh tersebut digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai teori yang dapat dipakai dalam penelitian ini sehingga hasil yang didapatkan bersifat ilmiah. Data data yang di peroleh dalam penelitian ini yaitu : a. Literatur mengenai teori teori dan cara kerja mengenai alat berat yang digunakan pada penelitian ini. b. Data lokasi Meliputi peta lokasi yang menujukan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu pada proyek pembangunan yang akan ditinjau. c. Gambar kerja, meliputi : 1) Gambar site plan ) Kontur tanah d. Dokumentasi / foto-foto pekerjaan e. Data data kuesioner ( responden) ANALISIS DATA PRODUKTIVITAS ALAT BERAT Analisis data merupakan pengolahan terhadap data-data yang telah dikumpulkan baik itu data primer maupun data skunder. Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode perhitungan produktivitas kapasitas alat berat secara aktual yaitu analisis mengenai topik yang menyangkut tentang produktivitas alat berat pada pekerjaan sipil dibidang pematangan lahan,baik pekerjaan galian, timbunan maupun pemadatan tanah pada lokasi yang ditinjau yaitu proyek pebangunan pabrik Krakatau Posco zone IV di cilegon. Analisis yang akan dilakukan yaitu perhitungan produktivitas pada masing-masing alat berat yang digunakan, Excavator, Bulldozer, Vibration Roller, Dump Truck, Motor Grader, Wheel Loader. 97 K o n s t r u k s i a

101 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Proyek Volume pekerjaan timbunan tanah dihitung berdasarkan gambar tata letak (layout). Dari lampiran gambar tata letak (layout) berbentuk trapesium.volume penimbunan yang dihitung pada zone IV dengan luas daerah ,9 m dari hasil perhitungan. Volume timbunan tanah pada proyek pembangunan Krakatau Posco Zone IV yang terdiri dari 5 pembagian dengan luas daerah pematangan lahan adalah ,9 m, dan volume timbunan tanah urugan V=750587,5 m 3 dan volume timbunan tanah pasir V=81470,35 m 3 dan total volume timbunan adalah ,85 m 3. Perhitungan Produksi Alat Berat dan Durasi Pekerjaan. Tabel 1 Perhitungan Harga Satuan Sewa Alat Berat dan Biaya Pekerjaan Mengguakan Alat Berat Biaya kepemilikan adalah biaya kepemilikan alat yang harus diperhitungkan selama alat yang bersangkutan dioperasikan, apabila alat tersebut milik sendiri.perhitungan harga satuan sewa alat berat perjam dihitung berdasarkan biaya kepemilikan yang terdiri dari: 1. Biaya pasti (pengembalian modal dan bunga) setiap tahun dihitung sebagai berikut: a. Nilai Sisa Alat (c) b. Faktor angsuran/ Pengembalian modal c. Biaya Pasti Perjam Biaya Asuransi dan lain-lain. Biaya Operasi dan Pemeliharaan a. Biaya Bahan Bakar b. Biaya Pelumas (I) c. Biaya Perbaikan dan Perawatan (K) d. Biaya Operator Tabel Tabel. Diatas merupakan rekapitulasi hasil produktivitas masing-masing alat berat, durasi waktu dan besarnya biaya oprasional pada kondisi optimal disesuaikan dengan kondisi yang ada dilapangan. Antara lain : 9 unit Exavator dengan hasil produksi perjam 685,843m 3 /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1504 jam dan biaya operasional Rp , 9 unit Bulldozer dengan hasil produksi perjam 107,871m 3 /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1008 jam dan biaya operasional Rp , 7 unit Vibro Roller dengan hasil produksi perjam 657,5 m 3 /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1144 jam dan biaya operasional Rp , 5 unit Dump Truck dengan hasil produksi perjam 68,1m 3 /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1504 jam dan biaya operasional Rp , Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 197 jam dan biaya operasional Rp ,14unit 98 K o n s t r u k s i a

102 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 446,135 m 3 /jam durasi pekerjaan yang diperlukan 1680 jam dan biaya operasional Rp dengan keseluruhan total biaya Rp ,14 PERHITUNGAN HARGA SATUAN PEKERJAAN Harga satuan pekerjaanbiaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan dan peralatan) dan biaya operasional atau tidak langsung (biaya umum atau over head, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu. termasuk pajak-pajak.perhitungan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk mendapatkan harga satuan satu jenis pekerjaan tertentu. Perhitungan Harga Satuan Alat per m 3 Harga satuan alat per m 3 dapat dihitung dengan mengalikan koefisien alat dan harga alat sewa, dengan rumusan dibawah ini (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/008, 31:008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum). Tabel 3 Tabel 3. Diatas merupakan rekapitulasi harga satuan alat per m 3 berdasarkan kapasitas produksiperjam alat berat dan harga sewa alat berat perjam. Antara lain : Exavator dengan hasil produksi perjam 76,048 m 3 /jamdengan koefisien alat 0,0131 dan harga satuan alat Rp /m 3, Bulldozer dengan hasil produksi perjam 114,08 m 3 /jam dengan koefisien alat 0,0088 dan harga satuan alat Rp. 6.95/m 3, Vibration Roller dengan hasil produksi perjam93,933 m 3 /jam dengan koefisien alat 0,0106 dan harga satuan alat Rp /m 3, Dump Truck dengan hasil produksi perjam 7,84m 3 /jamdengan koefisien alat 0,0359 dan harga satuan alat Rp. 4.69/m 3, Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m /jam durasi dengan koefisien alat 0,001 dan harga satuan alat Rp. 450/m 3,Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 89,79 m 3 /jam dengan koefisien alat 0,011 dan harga satuan alat Rp /m 3 dengan keseluruhan harga satuan alat per m 3 Rp Harga Satuan Bahan per m 3 Tabel 4 Tabel 4 diatas merupakan harga satuan bahan per m 3 berdasarkan buku panduan analisis harga satuan bahan dinas pekerjaan umum tahun 008. Perhitungan Harga Satuan Dasar Tenaga Pekerja Harga satuan dasar tenaga pekerja per jam dapat dihitung dengan mengalikan koefisien tenaga dan upah perjam, dengan rumusan dibawah ini (Panduan Analisis Harga Satuan No 008/BM/008, 31:008 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum). 99 K o n s t r u k s i a

103 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Tabel 5 Harga Satuan dasar Tenaga Pekerja Tabel 6 Tabel 5 Diatas merupakan rekapitulasi harga satuan dasar tenaga kerja berdasarkan kapasitas produksi perjam dan upah tenaga per jam. Antara lain : Exavator dengan hasil produksi perjam 76,048m 3 /jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0919 dan harga satuan tenaga/jam Rp.1.836/jam, Bulldozer dengan hasil produksi perjam 114,08 m 3 /jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0613 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 1.6/jam, Vibration Roller dengan hasil produksi perjam 93,933 m 3 /jam koefisien tenaga pekerja 0,0745 dan harga satuan tenaga/jam Rp /jam, Dump Truck dengan hasil produksi perjam 7,84 m 3 /jamdengan koefisien tenaga pekerja 0,516 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 5.03, Motor Grader dengan hasil produksi perjam 987,84 m /jam durasi dengan koefisien tenaga pekerja 0,0088 dan harga satuan tenaga/jam Rp. 14/jam,Wheel Loader dengan hasil produksi perjam 89,79 m 3 /jam dengan koefisien tenaga pekerja 0,0785 dan harga satuan tenaga/jam Rp /jam. Dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi harga satuan alat,harga satuan bahan,harga satuan dasar tenaga kerja dengan pajak 10% yang di sebut dengan harga satuan pekerjaan. Pada tabel 6 di atas adalah hasil dari harga bahan ditambah harga satuan alat ditambah harga satuan dasar tenaga pekerja dikalikan pajak 10% maka menghasilkan Exavator harga satuan pekerjaannya adalah Rp m 3, Bulldozer harga satuan pekerjaannya adalah Rp m 3, Vibration Roller harga satuan pekerjaannya adalah Rp m 3, Dump Truck harga satuan pekerjaannya adalah Rp m 3, Motor Grader harga satuan pekerjaannya adalah Rp..981 m 3,Wheel Loader harga satuan pekerjaannya adalah Rp m 3, dan jumlah keseluruhan per m 3 adalah Rp Gambar 1 Grafik hubungan antara waktu dan biaya pada masing-masing alternatif komposisi alat berat (Sumber : Analisis data penulis 01) 100 K o n s t r u k s i a

104 Analisis Produktifitas Alat Berat Pada Proyek Pembangunan Pabrik Krakatau (Dwi Novi - Andi) KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas alat berat dapat disimpulkan : 1. Exavator produksi perjam76,04 m 3 /jam, Bulldozer produksi perjam 114,07 m 3 /jam, Vibration Roller produksi perjam 93,98 m 3 /jam,dump Truck produksi perjam 7,84 m 3 /jam, Motor Grader produksi perjam 987,84 m /jam, Wheel Loader produksi perjam 89,7 m 3 /jam.. Harga satuan pekerjaannya Exavator Rp /m 3, Bulldozer Rp /m 3, Vibration Roller Rp. 7.88/m 3, Dump Truck Rp /m 3, Motor Grader Rp..981/m 3, Wheel Loader Rp /m 3, dan jumlah keseluruhan harga satuan per m 3 adalah Rp Alternatif III yang paling efektif dan efisien, dengan waktu pelaksanaan 1760 jam atau 0 hari dan biaya Rp Kombinasi adalah 8 unit excavator, 5 unit bulldozer, 5 unit vibration roller, unit dump truck, 1 unit motor grader dan 5 unit wheel loader. DAFTAR PUSTAKA 1. Caterpillar performance Handbook. Edition 35.. Caterpillar Inc, Peoria Illinois, USA. Oktober 004. Derektorat Jendral Bina Marga.,, Panduan Analisis harga Satuan No. 08/T/BM/1995, Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Derektorat Jendral Bina Marga.,, Panduan Analisis harga Satuan No08/T/BM/1995, Derektorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Komatsu specification and application performance Handbook. Edisi 7. Agustus Limanto, santoso.. Analisis Produktivitas Pemancangan Tiang Pancang pada Bangunan Tinggi Apartement. Seminar Nasional 009 Jurusan Teknik Sipil. Surabaya : Universitas Kristen Petra Peurefoy-Scheknayder-Shapira, Construction Planning, Equipment, and Methods, seventh Edition. Mc Graw-Hill Robert L. Peurifoy and Garold D. Oberlender. Estimating Construction Costs, Fifth edition,penerbit Mc. Graw Hill, tahun Rochmanhadi, Alat-Alat Berat dan Penggunaannya: Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta, Rochmanhadi, Kapasitas dan Produksi alat-alat Berat.: Departemen Pekerjaan Umum Jakarta, Rochmanhadi, Pemindahan Tanah Mekanis. : Departemen Pekerjaan Umum.Jakarta Rochmanhadi, Pemindahan Tanah Mekanis. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum, Rostiayanti, Susy Fatena. Alat Berat Untuk Proyek Konstruksi, Rineka Cipta,Jakarta 13. Rusli Rasyid Muhammad Analisis Produktifitas Alat-Alat Berat Proyek Studi Kasus Proyek Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin, Maros, Makassar, Tugas Akhir Strata 1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta., Smith Ronald.C, Principles and Practies Of Heavy Construction Third Edition.,1986. Englewood, New Jersey Wedhanto, Sony Wigroho, H.Y dan Suryadharma, H.. Pemindahan Tanah Mekanis. 101 K o n s t r u k s i a

105 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomer Juni 013 Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, Wilopo, Djoko..Metode konstruksi dan Alat Berat, Jakarta : Universitas Indonesia, K o n s t r u k s i a

106 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN JURNAL KONSTRUKSIA Kriteria Penulisan 1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan.. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan April dan Desember. 3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan. 4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan. 5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat : a. Judul b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak tidak lebih dari 00 kata e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran (jika ada) 6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan, atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt (kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out dan soft copy (CD). Alamat redaksi : Jurnal KONSTRUKSIA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Jl. Cempaka Putih tengah 7 Jakarta Pusat. Telp , Fax Website:

107 Jurnal Konstruksia Volume 4 Nomor Juni 013 ISSN HALAMAN ADVERTISING BEASISWA MAHASISWA SIPIL umj BERPRESTASI JURNAL KONSTRUKSIA WEBSITE

STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON

STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON STUDI ANALISIS LENTUR PADA BALOK TUMPUAN YANG MENGALAMI PENGEROPOSAN BETON Arief Eko Supriyadi YARSI Divisi Pembangunan N a d i a Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email : nd7988@yahoo.co.id

Lebih terperinci

METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI

METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI METODA MIKASA-WILSON DALAM ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER TANAH GAMBUT DI JAMBI Tanjung Rahayu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta Email: tanjungrahayu@yahoo.com ABSTRAK : Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODE GIBSON-LO

ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODE GIBSON-LO Analisis Pemempatan Sekunder Pada Tanah Gambut Jambi Dengan Metode Gibson-Lo (Tanjung Rahayu) ANALISIS PEMAMPATAN SEKUNDER PADA TANAH GAMBUT JAMBI DENGAN METODE GIBSON-LO Tanjung Rahayu Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU KONSOLIDASI TANAH GAMBUT DENGAN KONSOLIDASI OEDOMETER

KAJIAN PERILAKU KONSOLIDASI TANAH GAMBUT DENGAN KONSOLIDASI OEDOMETER KAJIAN PERILAKU KONSOLIDASI TANAH GAMBUT DENGAN KONSOLIDASI OEDOMETER Aazokhi Waruwu 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Medan, Jalan Gedung Arca No. 52,

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN

STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN (Firmansyah - Nadia) STUDI ANALISIS LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PROSES PENGEROPOSAN BETON TINJAUAN DAERAH LAPANGAN Firmansyah Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON Volume 1, No. 1, Oktober 214, 1 11 PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON Johanes Januar Sudjati, Tri Yuliyanti, Rikardus Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

STUDI PEMAMPATAN KONSOLIDASI SEKUNDER TANAH GAMBUT DI KOTA PONTIANAK

STUDI PEMAMPATAN KONSOLIDASI SEKUNDER TANAH GAMBUT DI KOTA PONTIANAK STUDI PEMAMPATAN KONSOLIDASI SEKUNDER TANAH GAMBUT DI KOTA PONTIANAK Hetty Nursawemi 1) Aprianto 2) Ahmad Fasal 2) Abstrak Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam bidang teknik sipil, baik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik ( portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014 JURNAL PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL HALUS BUKIT PASOLO SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PASIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON dipersiapkan dan disusun oleh PRATIWI DUMBI NIM: 5114 08 051 Jurnal ini telah disetujui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat.

Lebih terperinci

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF bidang REKAYASA ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF YATNA SUPRIYATNA Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk mencari kuat

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN CONSOL POLYMER LATEX SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN CONSOL POLYMER LATEX SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON PENELITIAN AWAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN CONSOL POLYMER LATEX SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON Niko S 1, Robert D 2, Handoko Sugiharto 3 ABSTRAK: Dalam dunia konstruksi, beton adalah barang yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air ( PBBI 1971 N.I. 2 ). Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

Ach. Lailatul Qomar, As ad Munawir, Yulvi Zaika ABSTRAK Pendahuluan

Ach. Lailatul Qomar, As ad Munawir, Yulvi Zaika ABSTRAK Pendahuluan Pengaruh Variasi Jarak Celah pada Konstruksi Dinding Pasangan Bata Beton Bertulang Penahan Tanah Terhadap Deformasi Lateral dan Butiran Yang Lolos Celah dari Lereng Pasir + 20% Kerikil Ach. Lailatul Qomar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON Nora Usrina 1, Rahmi Karolina 2, Johannes Tarigan 3 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.7, Juni 213 (479-485) ISSN: 2337-6732 PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD Maria M. M. Pade E. J. Kumaat,

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON Jeffry 1), Andry Alim Lingga 2), Cek Putra Handalan 2) Abstrak Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air, dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton (Ir. Tri Mulyono MT., 2004, Teknologi Beton) merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) Asri Mulyadi 1), Fachrul Rozi 2) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palembang

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan **

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL SAFRIN ZURAIDAH 1, HANDO 2, K BUDIHASTONO Jurusan Teknik Sipil-UNITOMO Surabaya Email : safrini@yahoo.com Abstrak Dunia usaha properti

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai disetiap tempat. Pembangunan rumah tinggal, gedung bertingkat, fasilitas umum, hingga jalan raya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR Regina Deisi Grasye Porajow M. D. J. Sumajouw, R. Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Beton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat kasar, agregat halus, dan air, dengan atau tanpa campuran tambahan yang membentuk massa

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) Hazairin 1, Bernardinus Herbudiman 2 dan Mukhammad Abduh Arrasyid 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN Arie Putra Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Tel. 076166596, Pekanbaru 28293 Riau, E-mail: Arie_200789@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton diartikan sebagai campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Beton merupakan bahan yang tersusun dari semen (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air,dan bahan tambah (admixture atau additive). Pada umumnya, beton mengandung

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON BERDASARKAN URUTAN PENCAMPURAN MATERIAL PENYUSUN BETON DENGAN ADUKAN MANUAL. Abstract:

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON BERDASARKAN URUTAN PENCAMPURAN MATERIAL PENYUSUN BETON DENGAN ADUKAN MANUAL. Abstract: STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON BERDASARKAN URUTAN PENCAMPURAN MATERIAL PENYUSUN BETON DENGAN ADUKAN MANUAL Endra Pramana Asmita 1) Crisna Djaya Mungok 2) Cek Putra Handalan 2) Email: job_sipil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum perkembangan teknologi semakin maju disegala bidang, termasuk dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan paling

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON Kurniawan Dwi Wicaksono 1 dan Johanes Januar Sudjati 2 1 Alumni Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK Stevie Andrean M. D. J. Sumajouw, Reky S. Windah Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:stevee.pai@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

PERILAKU PEMAMPATAN TANAH GAMBUT BERSERAT

PERILAKU PEMAMPATAN TANAH GAMBUT BERSERAT PERILAKU PEMAMPATAN TANAH GAMBUT BERSERAT Aazokhi Waruwu 1), Surta Ria N. Panjaitan, Mahyuzar Masri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Medan, Jalan Gedung Arca

Lebih terperinci

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG Denny 1,Jonathan 2 dan Handoko 3 ABSTRAK : Dalam dunia konstruksi, balok beton bertulang adalah barang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Irmawati Indahriani Manangin Marthin D. J. Sumajouw, Mielke Mondoringin Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR Oleh : Garnasih Tunjung Arum 09510134004 ABSTRAK Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENUANGAN ADUKAN BETON READY MIX KE DALAM FORMWORK TERHADAP MUTU BETON NORMAL

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENUANGAN ADUKAN BETON READY MIX KE DALAM FORMWORK TERHADAP MUTU BETON NORMAL STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENUANGAN ADUKAN BETON READY MIX KE DALAM FORMWORK TERHADAP MUTU BETON NORMAL Hardiyanto Eka Putra 1)., Dharma Sardjana 2)., Eddy Samsurizal 2) ABSTRACT In the manufacture

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON Oleh : Soeparno dan Didiek Purwadi *) Abstrak : Dalam pembangunan fisik infrastruktur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Beton Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang-kadang campuran tambahan lainnya. Campuran yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON Agus Susanto 1, Prasetyo Agung Nugroho 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan material harus dilakukan sebelum direncanakannya perhitungan campuran beton (mix design). Adapun hasil pemeriksaanpemeriksaan agregat

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 5224 KOMPONEN PENURUNAN (SETTLEMENT) Penambahan beban di atas suatu permukaan

Lebih terperinci

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah komposit yang terbentuk dari beberapa bahan batuan dan direkalkan oleh bahanjkat. Beton dibentuk dari pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar), dan ditambah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN IV.1 ANALISIS PEMBUATAN SAMPEL Penelitian dimulai dengan melakukan pengujian material untuk mengecek kualitas dan perhitungan rancang campuran. Material yang diuji

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Basuki 1, Aris Widanarko 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON NORMAL DAN BETON DENGAN TAMBAHAN ADDITON DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PCC

STUDI EKSPERIMEN PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON NORMAL DAN BETON DENGAN TAMBAHAN ADDITON DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PCC STUDI EKSPERIMEN PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON NORMAL DAN BETON DENGAN TAMBAHAN ADDITON DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PCC Amri 1)., Chrisna Djaja Mungok 2)., Cek Putera Handalan 2) iamlucky1899@gmail.com Abstract:

Lebih terperinci

TINJAUAN KARAKTERISTIK DAN KEKUATAN UBIN / TEGEL LANTAI YANG MENGGUNAKAN AGREGAT PECAHAN GENTENG

TINJAUAN KARAKTERISTIK DAN KEKUATAN UBIN / TEGEL LANTAI YANG MENGGUNAKAN AGREGAT PECAHAN GENTENG TINJAUAN KARAKTERISTIK DAN KEKUATAN UBIN / TEGEL LANTAI YANG MENGGUNAKAN AGREGAT PECAHAN GENTENG PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai : 1. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM DENGAN PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP TANPA STYROFOAM Lutfi Pakusadewo, Wisnumurti, Ari Wibowo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH

KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH TEORI KONSOLIDASI DEFINISI & ANALOGI KASUS DILAPANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROSES KONSOLIDASI PENURUNAN PENURUNAN AKIBAT KONSOLIDASI PENURUNAN AKIBAT PERUBAHAN BENTUK TANAH PENYEBAB PROSES KELUARNYA AIR

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI Petrus Peter Siregar 1 dan Ade Lisantono 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.

Lebih terperinci

KUAT TEKAN BETON CAMPURAN 1:2:3 DENGAN AGREGAT LOKAL SEKITAR MADIUN

KUAT TEKAN BETON CAMPURAN 1:2:3 DENGAN AGREGAT LOKAL SEKITAR MADIUN KUAT TEKAN BETON CAMPURAN 1:2:3 DENGAN AGREGAT LOKAL SEKITAR MADIUN Rosyid Kholilur Rohman Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun Abstract The composition of concrete with a mixture 1: 2: 3 (volume

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus atau pasir yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON ABSTRACT

PENGARUH KADAR AIR AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON ABSTRACT Pengaruh Kadar Air.. Kuat Tekan Beton Arusmalem Ginting PENGARUH KADAR AIR AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON Arusmalem Ginting 1, Wawan Gunawan 2, Ismirrozi 3 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata

Lebih terperinci

PENGARUH PANAS PEMBAKARAN PADA BETON TERHADAP PERUBAHAN NILAI KUAT TEKAN ( INFLUENCE ON THE COMBUSTION HEAT TO CHANGE THE VALUE OF CONCRETE STRENGTH )

PENGARUH PANAS PEMBAKARAN PADA BETON TERHADAP PERUBAHAN NILAI KUAT TEKAN ( INFLUENCE ON THE COMBUSTION HEAT TO CHANGE THE VALUE OF CONCRETE STRENGTH ) Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PENGARUH PANAS PEMBAKARAN PADA BETON TERHADAP PERUBAHAN NILAI KUAT TEKAN ( INFLUENCE ON THE COMBUSTION HEAT TO CHANGE THE VALUE

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 Sukismo 1), Djoko Goetomo 2), Gatot Setya Budi 2) Abstark Dewasa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk mengetahui karateristik material yang akan digunakan pada saat penelitian.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta,merupakan suatu pencarian data yang mengacu pada

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN. Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia Satuan Fly ash Pasaran

V. HASIL PENELITIAN. Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia Satuan Fly ash Pasaran V. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil analisa material Material-material yang akan digunakan dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian sifat propertiesnya untuk mengetahui apakah material tersebut memenuhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah balok dengan ukuran panjang 300 cm, tinggi 27 cm dan lebar 15 cm. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah beton

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN KARAKTERISTIK KONSOLIDASI TANAH GAMBUT BAGAN SIAPI-API

TINJAUAN KARAKTERISTIK KONSOLIDASI TANAH GAMBUT BAGAN SIAPI-API Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 69 TINJAUAN KARAKTERISTIK KONSOLIDASI TANAH GAMBUT BAGAN SIAPI-API Aazokhi Waruwu 1) Hasian Haznam, Joko Ramadhan, Mhd. Safri, Agus Jaya K. Daeli Jurusan

Lebih terperinci

Pengaruh Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca Dan Silica Fume Terhadap Sifat Mekanik Beton

Pengaruh Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca Dan Silica Fume Terhadap Sifat Mekanik Beton Volume 13, No., April 15: 94-13 Pengaruh Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca Dan Silica Fume Terhadap Sifat Mekanik Beton Johanes Januar Sudjati, Aphrodita Emawati Atmaja, Gabriella Agnes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (TETES TEBU) SEBAGAI BAHAN TAMBAH DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (TETES TEBU) SEBAGAI BAHAN TAMBAH DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (TETES TEBU) SEBAGAI BAHAN TAMBAH DALAM CAMPURAN BETON Ahmad Prima Syahnan 1, M. Agung Putra Handana 2, Johannes Tarigan 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Seiring kemajuan infrastruktur bangunan. Beton mempunyai andil yang besar dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pekerjaan perbaikan struktur kantilever balok beton bertulang yang diakibatkan overloading/ beban yang berlebihan. Tujuan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR Laksmi Irianti 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran kuat geser dan kuat lentur balok

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SERABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN (Sahrudin - Nadia) PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON oleh: Sahrudin Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Batako 3.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. PENDAHULUAN Berdasarkan penjelasan tentang metode penelitian pada Bab I, akan dijelaskan lebih rinci mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA

PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA 03-2847-2002 USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND SAND EX.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR POLI-TEKNOLOGI VOL.11 NO.1, JANUARI 2012 PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR Amalia dan Broto AB Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Lebih terperinci