PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR :...PJ/.../DIR/2010 NOMOR : DPP-...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR :...PJ/.../DIR/2010 NOMOR : DPP-..."

Transkripsi

1 1 PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DENGAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR :....PJ/.../DIR/2010 NOMOR : DPP-.../2010 PERIODE TAHUN MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Sebagaimana diketahui bahwa Perjanjian Kerja Bersama antara PT PLN (Persero) dan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor 0392.PJ/061/DIR/2006 dan Nomor DPP-042/KEP-ADM/2006 Periode Tahun berikut Addendum PKB Nomor PLN : 193.PJ/040/DIR/2007 dan Nomor SP PLN : DPP- 026/KEP-ADM/2007, dan pelaksanaan Berita Acara Kesepakatan Bersama Nomor 448.PJ/040/DIR/2008 dan Nomor 011.PJ/DPP-SP/2008 tanggal 24 November 2008 tentang Perpanjangan Masa Berlaku PKB Periode Tahun , yang berakhir pada tanggal 23 November Sejalan dengan keberadaan dan perkembangan Serikat Pekerja di lingkungan PT PLN (Persero) serta pengakuan hak-hak Pekerja untuk berorganisasi, diperlukan suatu hubungan kerja yang harmonis, serasi dan dinamis antara PT PLN (Persero) dengan Pegawai untuk mewujudkan sikap saling menghormati, mempercayai satu sama lain dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Pegawai dan Kemajuan Perseroan, diperlukan usaha-usaha pengembangan kemampuan, ketrampilan dan peningkatan produktivitas Pegawai. Agar usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan lancar, diperlukan kerjasama yang baik antara Perseroan, Serikat Pekerja dan Pegawai serta Sistem Manajemen Sumberdaya Manusia yang baku dan terpadu yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Bersama yang disingkat dengan PKB. Perjanjian Kerja Bersama merupakan ketentuan, syarat-syarat kerja dan kondisi kerja yang dibuat dengan tujuan sebagai berikut : 1. Adanya kepastian hak dan kewajiban PT PLN (Persero), Serikat Pekerja dan Pegawai. 2. Adanya syarat-syarat kerja bagi Pegawai. 3. Terciptanya hubungan kerja yang harmonis dan dinamis antara PT PLN (Persero) dengan Pegawai demi kelangsungan dan kemajuan Perseroan sehingga kesejahteraan Pegawai dapat ditingkatkan. 4. Terwujudnya Good Corporate Governance. Perjanjian Kerja Bersama ini dibuat antara : PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN PERJANJIAN I. PT PLN (Persero), badan hukum yang berkedudukan di Jakarta berdasarkan Anggaran Dasar yang dimuat dalam Akta Notaris Soetjipto, SH Nomor 169 Tahun 1994 yang telah dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 6731, beserta perubahannya yang selanjutnya disebut Perseroan.

2 2 II. Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 berdasarkan Anggaran Dasar Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang selanjutnya disebut SP-PLN dan telah tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan nomor bukti pencatatan No. 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April Kedua Pihak sepakat bahwa yang dijadikan dasar hukum pembuatan Perjanjian Kerja Bersama ini adalah : 1. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO mengenai berlakunya dasar-dasar dan hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama. 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional jo Putusan Mahkmah Konstitusi RI Nomor : 007/PUU-III/2005 tanggal 18 Agustus Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). 11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. 14. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-252/MBU/2009 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan PT Perusahaan Listrik Negara. 15. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.13/MEN/SD-HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi R.I. atas Hak Uji Material UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD Negara R.I. tahun Keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor 09/SK/MUNASLUB/SP-PLN/2009 tanggal 19 November 2009 tentang Penetapan Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Periode Surat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor 114/SEKJEN/SP-PLN/2008 tanggal 21 April 2008 perihal Perundingan PKB jo Keputusan Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor KEP-019/DPP SPPLN/2010 tanggal 14 April Surat Direktur SDM dan Umum Nomor 00641/432/DITSDM/2008 tanggal 20 Agustus 2008 perihal Tim Perunding PKB Periode jo Kesepakatan Bersama antara PT PLN (Persero) dan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Nomor : 002.PJ/041/DIR/2010 dan Nomor : 001/SP-PLN/KB/IV/2010 tanggal 9 April Kedua Pihak sepakat untuk membuat dan mengikatkan diri dalam Perjanjian Kerja Bersama dengan ketentuan sebagai berikut :

3 3 BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Definisi dan Singkatan Pasal 1 Dalam Perjanjian Kerja Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian hasil perundingan yang diselenggarakan antara SP-PLN dengan PT PLN (Persero) yang dicatatkan di Kementerian yang membidangi ketenagakerjaan untuk mengatur dan melindungi hak serta kewajiban kedua belah pihak yang selanjutnya disingkat dengan PKB. 2. Direksi adalah Direksi PT PLN (Persero). 3. Perseroan adalah PT PLN (Persero) yang didirikan dengan Akta Notaris Soetjipto, SH Nomor 169 Tahun 1994 beserta perubahannya. 4. PLN Pusat adalah PT PLN (Persero) Kantor Pusat. 5. PLN Unit adalah Unit PLN yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direksi. 6. Unit PLN adalah PLN Pusat dan PLN Unit. 7. Serikat Pekerja adalah Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang selanjutnya disebut SP-PLN, terdiri dari DPP, DPD, DPC,dan DPAC. 8. Pegawai adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diangkat, bekerja, dan diberi penghasilan menurut ketentuan yang berlaku di Perseroan, atau dapat juga disebut Pekerja. 9. Mantan Pegawai adalah mereka yang diberhentikan dari status Pegawai, menurut ketentuan yang berlaku di Perseroan. 10. Pensiunan adalah mantan Pegawai yang telah menerima manfaat pensiun secara berkala setiap bulan sesuai Peraturan Dana Pensiun. 11. Tenaga Magang adalah Calon Pegawai yang melaksanakan pelatihan sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu dalam rangka untuk menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. 12. Istri/Suami adalah istri/suami sah Pegawai yang didaftarkan di Perseroan. 13. Anak adalah anak kandung, anak tiri, dan anak angkat. 14. Anak Kandung adalah anak sah Pegawai yang didaftarkan di Perseroan. 15. Anak Tiri adalah anak yang bukan anaknya sendiri dan diakui sebagai anak akibat adanya suatu perkawinan antara Pegawai dengan orangtua anak tersebut yang pada saat perkawinan Pegawai yang bersangkutan tidak mempunyai anak kandung/anak angkat. Jumlah anak tiri tersebut paling banyak 1 (satu) orang dan didaftarkan di Perseroan. 16. Anak Angkat adalah anak yang diangkat menurut hukum/adopsi atau berdasarkan hukum adat setempat yang diperkuat Pengadilan Negeri untuk paling banyak 1 (satu) orang dan didaftarkan di Perseroan. 17. Anak Yang Ditanggung Perseroan adalah anak dengan usia maksimum 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja dengan jumlah maksimum 3 (tiga) anak, berdasarkan urutan pernikahan dan urutan kelahiran. 18. Ahli Waris adalah keluarga Pegawai yang berhak menerima warisan sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. 19. Penghasilan Tetap adalah penghasilan yang diberikan oleh Perseroan dan dibayarkan setiap bulan berdasarkan sistem penghasilan yang ditetapkan atas Perseroan. 20. Penghasilan Tidak Tetap adalah penghasilan yang diberikan oleh Perseroan dan dibayarkan berdasarkan Jabatan atau Kinerja berdasarkan sistem penghasilan yang ditetapkan atas Perseroan.

4 4 21. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 22. Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jum at atau hari Senin sampai dengan hari Sabtu, kecuali hari tersebut merupakan hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk tugas-tugas berkesinambungan yang memerlukan pelaksanaan tugas secara bergilir ditetapkan oleh Pimpinan Unit PLN masing-masing. 23. Kerja Lembur adalah waktu kerja di luar ketentuan jam kerja yang telah ditetapkan oleh Perseroan. 24. Hari Libur adalah hari tidak masuk kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dan atau Perseroan sebagai hari libur. 25. Waktu Istirahat adalah waktu tidak melakukan pekerjaan pada hari kerja yang diatur dan ditetapkan Perseroan. 26. Cuti adalah keadaan tidak masuk bekerja setelah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangan dan ketentuan yang berlaku di Perseroan. 27. Kecelakaan Dinas adalah kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundangan yang berlaku dan kebijakan Perseroan tentang kecelakaan dinas. 28. Perjalanan dinas adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan baik perseorangan maupun secara bersama-sama dengan jarak minimal diatur sesuai ketentuan yang berlaku, dari tempat kedudukan kantor unit kerja yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan Perseroan. 29. Lembaga Kerjasama Bipartit (LKB) adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di Perseroan yang anggotanya terdiri dari unsur Perseroan dan Serikat Pekerja yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 30. Mutasi, adalah perpindahan pemangku Jabatan dari satu Sebutan Jabatan ke Sebutan Jabatan lain baik intern maupun antar Unit yang berupa Promosi, Rotasi dan Demosi berdasarkan prinsip yang transparan dan berkeadilan. Bagian Kedua Lingkup Perjanjian Pasal 2 (1) PKB ini berlaku bagi Perseroan dan SP-PLN sebagai dasar hukum dalam hubungan kerja. (2) PKB antara Perseroan dan SP-PLN ini memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua Pihak. (3) Perseroan dan SP-PLN sepakat selama masa berlakunya Perjanjian ini, untuk tidak melakukan perubahan terhadap isi Perjanjian ini, kecuali kedua Pihak bersepakat untuk mengadakan perubahan dan dituangkan secara tertulis dan menjadi amandemen atau addendum PKB. Bagian Ketiga Sumber Dana Bagi SP-PLN Pasal 3 (1) Iuran anggota SP-PLN ditentukan sebagai berikut : a. Pemotongan iuran anggota dilakukan langsung oleh Perseroan dengan persetujuan anggota dari penghasilan anggota SP-PLN setiap awal bulan; b. Iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ditransfer langsung ke rekening SP-PLN oleh masing-masing Dewan Pimpinan SP di masing-masing Unit PLN yang bersangkutan; c. Besarnya iuran anggota ditetapkan oleh SP-PLN.

5 5 (2) Perseroan memberikan bantuan dana sesuai kesepakatan berdasarkan Program Kerja Tahunan SP- PLN. (3) Bantuan Dana program kerja Tahunan SP-PLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah mencakup biaya operasional dan diajukan sebelum penyusunan RKAP Perseroan pada tahun berjalan untuk masing-masing Unit PLN. (4) Bantuan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diberikan kepada SP-PLN masingmasing Unit PLN oleh Pimpinan Unit yang bersangkutan. (5) Droping dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diberikan sesuai aktivitas yang akan dilaksanakan dan diwajibkan membuat laporan keuangan setelah aktivitas dilaksanakan. (6) Hasil usaha yang sah. (7) Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota. (8) Dalam hal bantuan dari pihak lain yang berasal dari luar negeri, Pengurus SP-PLN harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II PENGAKUAN HAK-HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Pengakuan Para Pihak Pasal 4 (1) SP-PLN mengakui sepenuhnya hak Perseroan untuk memimpin dan mengurus Perseroan sesuai Anggaran Dasar PT PLN (Persero). (2) Perseroan mengakui sepenuhnya bahwa SP-PLN adalah organisasi Pekerja yang sah dan diakui di Perseroan. (1) Perseroan berhak : Bagian Kedua Hak-Hak Perseroan dan SP-PLN Pasal 5 a. Mengatur Pegawai dan jalannya Perseroan yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab Perseroan sesuai peraturan perundang-undangan dan PKB yang berlaku; b. Memberikan sanksi kepada Pegawai yang melanggar Peraturan Disiplin Pegawai berdasarkan PKB yang berlaku; c. Mengajukan keberatan atas tindakan SP-PLN yang bertentangan dengan PKB. d. Membuat aturan Kepegawaian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Pegawai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan PKB yang berlaku serta kemampuan keuangan Perseroan, dikomunikasikan dengan SP PLN untuk diselaraskan dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam PKB. (2) SP-PLN berhak : a. Mewakili, membela dan melindungi anggotanya;

6 6 b. Mengatur organisasi dan anggotanya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku; c. Mengajukan keberatan atas tindakan Perseroan yang bertentangan dengan PKB dan atau yang merugikan Perseroan; d. Merundingkan dan menyepakati PKB dengan Perseroan; e. Mewakili anggota SP-PLN dalam menyelesaikan perselisihan industrial; f. Mewakili anggota SP-PLN dalam lembaga ketenagakerjaan; g. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha meningkatkan kesejahteraan Pegawai sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan benturan kepentingan dengan Perseroan; h. Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; i. Memberikan masukan kepada Perseroan terhadap pencapaian kinerja unit PLN; j. Menempatkan anggotanya untuk menjadi anggota Dewan Pengawas pada Dana Pensiun PLN yang mewakili Peserta, dengan jumlah dan persyaratan sesuai peraturanan perundangundangan yang berlaku. k. Melakukan Perjalanan Dinas untuk kegiatan Serikat Pekerja yang biayanya dibebankan pada anggaran operasional Serikat Pekerja yang telah ditetapkan. (1) Perseroan berkewajiban untuk: Bagian Ketiga Kewajiban Perseroan dan SP-PLN Pasal 6 a. Mentaati dan melaksanakan isi PKB; b. Menjaga, membina dan meningkatkan hubungan yang harmonis melalui kerjasama yang baik dengan SP PLN, menghormati dan mempercayai sehingga hubungan industrial benar-benar terbina, terpelihara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya; c. Melaksanakan pengelolaan Perseroan secara efisien dengan membangun dan membina terciptanya Perseroan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam rangka mewujudkan Good Corporate Governance (GCG); d. Menempatkan anggota Dewan Pengawas Dana Pensiun PLN mewakili peserta yang ditunjuk oleh SP-PLN, dengan jumlah dan persyaratan sesuai peraturanan perundang-undangan yang berlaku; e. Menerapkan sistem SDM dengan best practice perusahaan terkemuka di Indonesia. (2) SP-PLN berkewajiban: a. Mentaati dan melaksanakan isi PKB. b. Menjaga, membina dan meningkatkan hubungan yang harmonis melalui kerjasama yang baik dengan Perseroan, menghormati dan mempercayai sehingga hubungan industrial benar-benar terbina, terpelihara dan dilaksanakan sebagaimana mestinya; c. Membantu menjaga kelangsungan Perseroan dan ketenangan kerja serta peningkatan produktivitas kerja dan mendorong terciptanya Perseroan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam rangka mewujudkan Good Corporate Governance (GCG);

7 7 d. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; e. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya; f. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SP-PLN; g. Mendorong anggotanya untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka pencapaian best practice perusahaan terkemuka di Indonesia. h. Menghindari konflik kepentingan antara posisi sebagai Pengurus SP-PLN dengan posisi di Perseroan, meliputi jabatan-jabatan : 1) Jabatan Struktural, yaitu : a) General Manager; b) Manajer Unit Pelaksana (Manajer Cabang setingkat); c) Manajer Sub Unit Pelaksana (Manajer Unit Pelayanan Pelanggan / Kepala Ranting setingkat); 2) Jabatan struktural yang mengelola fungsi Keuangan dan fungsi Sumber Daya Manusia, kecuali bidang Humas, dan Sekretariat. BAB III BANTUAN DAN FASILITAS BAGI SP-PLN Pasal 7 (1) Perseroan memberikan izin atas kegiatan atau tugas kepengurusan SP PLN kepada pengurus dan/atau anggota SP-PLN yang ditugaskan atas nama SP-PLN untuk meninggalkan pekerjaan dalam melaksanakan tugas-tugas kepengurusan SP-PLN sesuai prioritas yang ditetapkan oleh SP PLN dengan tidak membebaskan yang bersangkutan dari tugas dan tanggung jawabnya di Perseroan. (2) Perseroan memberikan bantuan penyediaan ruangan dan fasilitas kantor / sekretariat yang layak untuk kegiatan-kegiatan SP-PLN. BAB IV HUBUNGAN KERJA Bagian Pertama Rekrutmen Pegawai Pasal 8 (1) Rekrutmen Pegawai dilakukan untuk mengisi formasi tenaga kerja berdasarkan kebutuhan Perseroan. (2) Rekrutmen Pegawai sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan secara terbuka dengan terlebih dahulu mengutamakan seleksi sesuai kompetensi yang dibutuhkan Perseroan. (3) Rekrutmen Pegawai diatur lebih lanjut melalui Keputusan Direksi, dengan terlebih dahulu meminta masukan dari SP PLN melalui LKS Bipartit.

8 8 Bagian Kedua Jabatan Pegawai Pasal 9 (1) Setiap Pegawai diangkat dalam jabatan tertentu. (2) Jenis jabatan terdiri atas : a. Jabatan struktural; b. Jabatan fungsional. (3) Setiap jabatan dihargai dengan grade atau level kompetensi sebagai dasar pembinaan imbal jasa secara seimbang dan wajar sesuai kewajiban dan tanggung jawabnya. (4) Pengangkatan Pegawai dalam jabatan dilakukan berdasarkan formasi jabatan dan formasi tenaga kerja yang telah ditetapkan oleh Perseroan. Bagian Ketiga Penempatan Pegawai Pasal 10 (1) Penempatan Pegawai ditentukan berdasarkan kebutuhan Perseroan sesuai dengan formasi jabatan dan formasi tenaga kerja yang telah ditetapkan dengan memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan kompetensi jabatan dengan kompetensi Pegawai. (2) Penempatan Pegawai ditetapkan, sebagai berikut : a. Pegawai yang pengangkatannya menjadi wewenang PLN Pusat ditempatkan di seluruh wilayah Republik Indonesia; b. Pegawai yang pengangkatannya menjadi wewenang Unit PLN ditempatkan di lingkungan kerja Unit PLN yang bersangkutan. Bagian Keempat Tugas Karya Pasal 11 (1) Untuk kepentingan Perseroan dan sebagai upaya pembinaan kompetensi, Pegawai dapat ditugaskaryakan ke Instansi di luar Perseroan, termasuk Koperasi Pegawai dan Yayasan milik Perseroan atas persetujuan Pegawai yang bersangkutan. (2) Selama ditugaskaryakan, Pegawai yang bersangkutan tetap dibina oleh Perseroan dan hak-haknya diberikan sebagaimana ketentuan Perseroan. Bagian Kelima Mutasi Pasal 12 (1) Mutasi dilakukan pada Jenis Jabatan yang sama atau lintas Jenis Jabatan setelah memenuhi persyaratan. (2) Mutasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: a. Promosi; b. Rotasi; c. Demosi.

9 9 (3) Promosi merupakan alih tugas dari satu Jabatan ke Jabatan lain yang memiliki persyaratan Kebutuhan Kompetensi Jabatan dan persyaratan Level Kompetensi lebih tinggi. (4) Rotasi merupakan alih tugas dari satu Jabatan ke Jabatan lain yang memiliki persyaratan Kebutuhan Kompetensi Jabatan dan Level Kompetensi yang sama, termasuk alih tugas yang menempatkan Pegawai pada Jenjang Jabatan yang lebih rendah karena keterbatasan formasi jabatan dan atau karena kebutuhan organisasi Perseroan yang tidak menyebabkan pegawai mengalami penurunan Grade dengan persetujuan Pegawai yang bersangkutan. (5) Demosi merupakan alih tugas dari satu Jabatan ke Jabatan lain yang memiliki persyaratan Kebutuhan Kompetensi Jabatan dan persyaratan Level Kompetensi yang lebih rendah, tetapi tidak menyebabkan pegawai mengalami penurunan Grade. (6) Mutasi yang dilakukan terhadap Pegawai yang menjabat Pengurus SP-PLN agar dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak Serikat Pekerja. Bagian Keenam Pelaksanaan Mutasi Jabatan Pasal 13 (1) Pegawai yang melaksanakan mutasi jabatan diberikan kesempatan untuk melaksanakan orientasi kerja di Unit PLN yang baru paling lambat 1 (satu) bulan setelah keputusan mutasi jabatan diterima dan apabila dalam kurun 1 (satu) bulan tidak dilaksanakan, maka hak untuk melaksanakan orientasi kerja menjadi gugur. (2) Dalam hal penundaan atau keterlambatan orientasi kerja tersebut disebabkan karena kepentingan dinas yang penting dan mendesak, harus dinyatakan oleh Pegawai pada jenjang jabatan Manajemen Atas di PLN Pusat atau oleh pimpinan PLN Unit yang bersangkutan. (3) Pelaksanaan orientasi kerja yang penting dan mendesak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak kepentingan dinas berakhir. (4) Lamanya masa orientasi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari kerja dan dilaksanakan sekaligus. (5) Mutasi jabatan wajib dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak Pegawai menerima keputusan mutasi jabatan. (6) Pegawai dan/atau Pejabat yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan mutasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), dapat dikenakan sanksi/hukuman disiplin. Bagian Ketujuh Mutasi Jabatan Atas Permintaan Sendiri Pasal 14 (1) Pegawai dapat mengajukan permohonan mutasi jabatan atas permintaan sendiri, apabila : a. Mengikuti Istri/Suami yang dipindahkan ke kota lain di luar tempat kedudukan; b. Karena alasan kesehatan yang direkomendasikan oleh dokter Perseroan. (2) Mutasi jabatan atas permohonan sendiri, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Masa kerja di Perseroan paling sedikit 5 (lima) tahun terus menerus; b. Masa kerja pada peringkat jabatan terakhir paling sedikit 2 (dua) tahun;

10 10 c. Di Unit PLN penerima tersedia formasi; d. Semua biaya akibat mutasi jabatan atas permintaan sendiri menjadi tanggung jawab Pegawai yang bersangkutan; e. Mutasi jabatan atas permintaan sendiri paling banyak 2 (dua) kali selama menjadi Pegawai. (3) Perseroan harus menjawab permohonan mutasi Pegawai atas permintaan sendiri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (4) Mutasi jabatan atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dapat dilaksanakan tanpa memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan ketentuan biaya perjalanan pindah diberikan oleh Perseroan. Bagian Kedelapan Tempat dan Lingkungan Kerja Pasal 15 (1) Tempat kerja, yaitu suatu tempat di mana pada umumnya pekerjaan diselenggarakan. (2) Lingkungan Kerja, yaitu tempat kerja di lingkungan Perseroan atau lingkungan di luar Perseroan yang telah ditetapkan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. BAB V PENGHASILAN PEGAWAI Bagian Pertama Sistem Penghasilan Pasal 16 (1) Pegawai diberikan Penghasilan Tetap dan Penghasilan Tidak Tetap. (2) Perseroan berupaya meningkatkan Penghasilan Pegawai di atas P50 dari perusahaan terbaik di Indonesia atau minimum 2% setiap tahun dengan memperhatikan survai imbalan dan kemampuan Perseroan serta pencapaian target kinerja Perseroan. (3) Penyesuaian atas besaran gaji dasar yang dipakai sebagai Penghasilan Dasar Pensiun (PhDP) adalah minimum 2% setiap tahun. Bagian Kedua Penghasilan Selama Sakit Pasal 17 (1) Pegawai yang menjalani istirahat karena sakit, penghasilannya tetap dibayarkan sebagai berikut : a. Selama 6 (enam) bulan pertama, diberikan Penghasilan Tetap; b. Pada bulan ke 7 (tujuh) sampai dengan bulan ke 9 (sembilan), diberikan Penghasilan Tetap sebesar 80 % (delapan puluh perseratus); c. Pada bulan ke 10 (sepuluh) sampai dengan bulan ke 12 (dua belas), diberikan Penghasilan Tetap sebesar 60 % (enam puluh perseratus). (2) Pegawai yang menjalani istirahat karena sakit, Penghasilan Tidak Tetap yang terkait dengan Jabatan dibayarkan hanya untuk 1 (satu) bulan pertama, sedangkan untuk bulan ke 2 (dua) dan

11 11 seterusnya tidak diberikan, sampai dengan yang bersangkutan kembali bertugas dan menempati posisi semula. (3) Cuti sakit pada tahun ke 2 (dua) dalam hal cuti sakit tersebut memerlukan perpanjangan cuti yang dinyatakan dengan surat keterangan Majelis Penguji Kesehatan yang menerangkan bahwa penyakitnya masih dapat disembuhkan, diberikan Penghasilan Tetap sebesar 60 % (enam puluh perseratus). (4) Pegawai yang tidak masuk kerja karena sakit selama 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan Majelis Penguji Kesehatan atau Tim Dokter yang ditunjuk Perseroan bahwa yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu bekerja karena sakit (pemeriksaan dilakukan secara periodik), maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai dengan mendapatkan hak-hak sesuai ketentuan yang berlaku di Perseroan. Bagian Ketiga Penghasilan Pegawai Selama Penahanan Pasal 18 (1) Pegawai yang ditahan pihak berwajib untuk keperluan penyidikan dan atau pemeriksaan di persidangan pengadilan karena disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, maka mulai saat penahanan tersebut, Pegawai yang bersangkutan berstatus sebagai Pegawai dalam masa penahanan oleh pihak yang berwajib. (2) Selama Pegawai dikenakan penahanan, pembayaran penghasilan ditentukan sebagai berikut : a. Penahanan sampai dengan waktu 6 (enam) bulan, hanya diberikan Penghasilan Tetap, terhitung sejak tanggal 1 bulan berikutnya Pegawai ditahan. b. Penahanan untuk waktu lebih dari 6 (enam) bulan, pembayaran penghasilan dihentikan. (3) Dalam hal putusan pengadilan atau hasil penyidikan, Pegawai dinyatakan tidak bersalah maka yang bersangkutan harus direhabilitasi dan hak atas Penghasilan Tetapnya dikembalikan sesuai ketentuan yang berlaku terhitung sejak tidak masuk bekerja karena ditahan. (4) Dalam hal penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akibat dari kecelakaan lalu lintas, maka Serikat Pekerja dan Manajemen yang mempunyai bukti-bukti cukup bahwa kecelakaan lalu lintas tersebut bukan karena kesalahan Pegawai yang bersangkutan, maka Penghasilan Tetapnya selama penahanan dibayar secara penuh paling lama selama 1 (satu) tahun. Bagian Keempat Penghasilan Pegawai Selama Cuti Pasal 19 (1) Pegawai yang menjalani cuti, Penghasilan Tetapnya dibayarkan. (2) Pegawai yang menjalani cuti, Penghasilan Tidak Tetap yang terkait dengan Jabatannya dibayarkan sebagai berikut : a. Selama 1 (satu) bulan pertama, diberikan Penghasilan Tidak Tetap; b. Pada bulan ke 2 (dua) dan seterusnya tidak diberikan, sampai yang bersangkutan kembali bertugas dan menempati posisi semula.

12 12 BAB VI PEMBINAAN PEGAWAI Bagian Pertama Umum Pasal 20 (1) Pembinaan Pegawai termasuk Pegawai Tugas Karya bertujuan untuk : a. Mendorong profesionalisme Pegawai; b. Memelihara dan mengembangkan motivasi dan ketenangan kerja; c. Memelihara dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas kerja; d. Menciptakan, memelihara dan mengembangkan sikap dan disiplin kerja serta kesetiaan kepada Perseroan; e. Memberikan kepastian adanya pengembangan karir Pegawai; f. Memberikan kesempatan pengembangan karir Pegawai. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembinaan Pegawai dilakukan melalui : a. Pendidikan dan pelatihan; b. Pembinaan karir; c. Penilaian unjuk kerja Pegawai; d. Pemberian penghargaan; e. Penegakan ketentuan-ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai; f. Penjatuhan sanksi bagi yang melanggar Peraturan Disiplin Pegawai. Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan Pasal 21 (1) Pendidikan dan Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan serta sikap Pegawai agar dapat menjamin pelaksanaan tugas Perseroan dalam memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat secara berdayaguna dan berhasilguna; (2) Pendidikan dan Pelatihan keselamatan & kesehatan kerja wajib diberikan kepada Pekerja yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang berpotensi bahaya; (3) Pendidikan dan Pelatihan dilaksanakan berdasarkan program Perseroan dan/atau usulan atasan Pegawai dan/atau Pegawai, sesuai kebutuhan yang menunjang pengembangan karir Pegawai yang bersangkutan dan sesuai dengan kepentingan Perseroan. (4) Informasi Pendidikan dilaksanakan secara transparan kepada Pegawai dalam waktu yang memungkinkan untuk melakukan persiapan pendidikan. (5) Hasil yang dicapai dalam Pendidikan dan Pelatihan termasuk pendidikan dengan dana swadaya dipakai sebagai salah satu pertimbangan dalam pembinaan karir Pegawai. (6) Pendidikan wajib diberikan pula kepada Pegawai yang akan memasuki masa pensiun sesuai dengan minat dan keinginannya untuk dua tahun terakhir masa kerjanya, bila Perseroan tidak dapat menyediakan pendidikan tersebut, maka Perseroan wajib menyediakan pendidikan di luar Perseroan

13 13 dengan biaya yang setara dilakukan oleh Perseroan dan menjadi tanggung jawab Perseroan dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat PKB ditandatangani. Bagian Ketiga Pembinaan Karir Pasal 22 (1) Pembinaan karir ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada Pegawai untuk meningkatkan kontribusinya pada Perseroan, dan dilaksanakan berdasarkan kompetensi dengan memperhatikan apresiasi Pegawai. (2) Pengangkatan Pegawai dalam jabatan dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk jabatan tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku di Perseroan, dengan cara berjenjang yang transparan dan objektif. (3) Pembinaan karir Pegawai merupakan tanggung jawab dari : a. Atasan; b. Pegawai yang bersangkutan; c. Pejabat yang menangani SDM. (4) Pegawai mendapatkan hasil penilaian kinerja pada setiap periode penilaian. Bagian Keempat Penilaian Unjuk Kerja Pegawai Pasal 23. (1) Penilaian unjuk kerja Pegawai dimaksudkan untuk memberikan penghargaan bagi Pegawai selama bekerja di Perseroan sesuai ketentuan yang berlaku (2) Unjuk kerja Pegawai dalam aktivitasnya sebagai Pengurus SP-PLN, dimasukkan sebagai salah satu Penugasan ke Samping untuk Penilaian Unjuk Kerja Pegawai yang bersangkutan, berdasarkan masukan dari Pengurus SP-PLN. Bagian Kelima Pemberian Penghargaan Kesetiaan Kerja Pasal 24 (1) Setiap Pegawai yang berprestasi dan atau telah menunjukkan kesetiaan kerja kepada Perseroan, diberikan penghargaan yang terdiri atas : a. Penghargaan Kesetiaan Kerja 2 (dua) windu; b. Penghargaan Kesetiaan Kerja 3 (tiga) windu; c. Penghargaan Kesetiaan Kerja 4 (empat) windu. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan dengan ketentuan : a. Penghargaan Kesetiaan Kerja 2 (dua) windu diberikan kepada Pegawai yang telah bekerja secara terus menerus di Perseroan selama 16 (enam belas) tahun termasuk saat berstatus sebagai Tenaga Harian atau Calon Pegawai/Pegawai Dalam Masa Percobaan; b. Penghargaan Kesetiaan Kerja 3 (tiga) windu diberikan kepada Pegawai yang bekerja secara terus menerus di Perseroan selama 24 (dua puluh empat) tahun termasuk saat berstatus sebagai Tenaga Harian atau Calon Pegawai /Pegawai Dalam Masa Percobaan;

14 14 c. Penghargaan Kesetiaan Kerja 4 (empat) windu diberikan kepada Pegawai yang telah bekerja secara terus menerus di Perseroan selama 32 (tiga puluh dua) tahun termasuk saat berstatus sebagai Tenaga Harian atau Calon Pegawai/Pegawai Dalam Masa Percobaan. (3) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan sebagai berikut : a. Diberikan dalam bentuk piagam dan uang yang dibayarkan pada saat jatuh tempo; b. Besaran uang sebagaimana dimaksud huruf a di atas adalah sebagai berikut : 1) Penghargaan Kesetiaan Kerja 2 (dua) windu, sebesar 2 (dua) kali penghasilan bulan pada saat jatuh tempo; 2) Penghargaan Kesetiaan Kerja 3 (tiga) windu, sebesar 3 (tiga) kali penghasilan bulan pada saat jatuh tempo; 3) Penghargaan Kesetiaan Kerja 4 (empat) windu, sebesar 4 (empat) kali penghasilan bulan pada saat jatuh tempo. (4) Bagi Pegawai yang berhak atas penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), apabila pada saat jatuh tempo pemberian penghargaan sedang menjalani hukuman disiplin, masa hukuman disiplin tidak mengurangi masa kerja, pemberian penghargaan yang bersangkutan selesai menjalani hukuman disiplin atau penghargaan tersebut tidak dapat diberikan dalam hal yang bersangkutan setelah menjalani hukuman disiplin berhenti bekerja atau pensiun. BAB VII DISIPLIN PEGAWAI Pasal 25 Peraturan Disiplin Pegawai yang terdiri dari Ketentuan Disiplin Pegawai, Kewajiban Pegawai, Larangan Pegawai, Klasifikasi Pelanggaran Disiplin, Jenis Hukuman Disiplin, dan Prosedur Penjatuhan Hukuman Disiplin dan lain-lain sesuai Lampiran PKB BAB VIII TATA TERTIB Bagian Pertama Waktu Kerja Pasal 26 (1) Waktu kerja di Perseroan ditetapkan dengan memperhatikan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yaitu 7 (tujuh) jam satu hari atau 8 (delapan) jam satu hari dan tidak melebihi 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Waktu istirahat tidak termasuk waktu kerja dan tidak dihitung sebagai jam kerja. (3) Untuk pekerjaan yang memerlukan kesinambungan kerja secara bergilir (shift) serta yang menyangkut hak-hak pegawai shift diatur dan ditetapkan oleh Direksi Perseroan, disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Waktu dimulai dan berakhirnya jam kerja ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Unit PLN masingmasing.

15 15 Bagian Kedua Kerja Lembur Pasal 27 (1) Perseroan dapat menugaskan Pegawai bekerja melebihi waktu kerja yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan kelebihan waktu tersebut dianggap sebagai kerja lembur. (2) Kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan yang mendesak harus diselesaikan di luar jam kerja resmi dan atau pada hari-hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah. (3) Kerja lembur dilakukan atas perintah pejabat berwenang dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan yang dilemburkan dengan menerbitkan surat perintah kerja lembur. (4) Pegawai dengan grade Basic 3 dan Basic 4 apabila melakukan kerja lembur paling sedikit 1 (satu) jam penuh diberikan uang lembur sesuai jumlah jam kerja lembur yang dilaksanakan, besarnya sebagai berikut : a. Uang lembur 1 (satu) jam besarnya adalah 1/173 x Penghasilan Tetap per bulan; b. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja biasa, maka uang lembur untuk tiap kerja lembur dibayarkan sebagai berikut : 1) Untuk 1 (satu) jam pertama = 1,5 x uang lembur 1 (satu) jam 2) Untuk setiap jam selanjutnya = 2 x uang lembur 1 (satu) jam c. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari libur resmi, maka uang lembur untuk tiap jam kerja lembur dibayarkan sebagai berikut : 1) Untuk seminggu 5 (lima) hari kerja (jumlah jam kerja sehari 8 jam) : a) Setiap jam kerja lembur dalam 8 (delapan) jam = 2 x uang lembur 1 (satu) jam b) Jam pertama setelah 8 (delapan) jam = 3 x uang lembur 1 (satu) jam c) Jam kedua dan selebihnya setelah 8 (delapan) jam = 4 x uang lembur 1 (satu) jam 2) Untuk seminggu 6 (enam) hari kerja (jumlah jam kerja sehari 7 jam), untuk hari Senin Kamis dan Sabtu atau 5 (lima) jam untuk hari Jum at : a) Setiap jam kerja lembur dalam 7 (tujuh) jam untuk hari Senin Kamis atau 5 (lima) jam untuk hari Jum at = 2 x uang lembur 1 (satu) jam b) Jam pertama setelah 7 (tujuh) jam untuk hari Senin Kamis atau 5 (lima) jam untuk hari Jum at = 3 x uang lembur 1 (satu) jam c) Jam kedua dan selebihnya setelah 7 (tujuh) jam untuk hari Senin Kamis atau 5 (lima) jam untuk hari Jum at = 4 x uang lembur 1 (satu) jam (5) Uang lembur dibayarkan sekaligus setiap bulan, yaitu pada bulan berikutnya setelah kerja lembur dilaksanakan. (6) Pegawai dengan yang melaksanakan kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), apabila melewati jam makan diberikan makan lembur. (7) Jumlah waktu kerja lembur dalam 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 60 (enam puluh) jam, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

16 16 Bagian Ketiga Keselamatan Kerja dan Perlengkapan Kerja Pasal 28 (1) Setiap Pegawai wajib memahami fungsi keselamatan dan kesehatan kerja termasuk fungsi keselamatan umum, keselamatan instalasi, dan fungsi keselamatan lingkungan, yaitu sebagai usaha untuk melindungi terhadap terjadinya kecelakaan dinas (kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kecelakaan dinas lainnya), kecelakaan tenaga kerja bukan Pegawai, kecelakaan masyarakat umum dan kerusakan/kerugian aset Perseroan akibat kecelakaan. (2) Setiap Pegawai wajib mentaati/memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. (3) Setiap Pegawai wajib menjaga keselamatan dirinya dan Pegawai lainnya. (4) Setiap Pegawai wajib mentaati/memenuhi persyaratan dan prosedur kerja, menggunakan alat pelindung diri, peralatan keselamatan kerja lainnya dan perlengkapan kerja pada waktu melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya, di bawah pengawasan Pengawas Pekerjaan. (5) Pegawai wajib merawat alat pelindung diri, peralatan keselamatan kerja lainnya dan perlengkapan kerja. (6) Perseroan wajib menyediakan persyaratan kerja, prosedur kerja/sop (Standard Operation Procedure), alat pelindung diri, peralatan keselamatan kerja lainnya dan perlengkapan kerja serta menetapkan Pengawas Pekerjaan untuk melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya. (7) Perseroan wajib menjaga alat dan peralatan kerja agar selalu dalam keadaan laik pakai dengan mengadakan pengujian secara berkala/sesuai ketentuan yang berlaku. (8) Perseroan wajib memberikan tanda pengenal dan pakaian dinas bagi seluruh Pegawai, pakaian kerja bagi Pegawai yang bekerja di instalasi dan wajib dipakai sesuai ketentuan yang berlaku. (9) Perseroan wajib memberikan ekstra voeding bagi Pegawai yang bertugas di tempat kerja yang beresiko terhadap kesehatan dan/atau yang bekerja secara bergilir (shift) dan harus dimakan/diminum di tempat kerja. (10) Pegawai dilarang menggunakan alat pelindung diri, peralatan kerja lainnya dan perlengkapan kerja untuk kepentingan pribadi. (11) Dalam hal Pegawai menemui hal-hal yang dapat mengancam keselamatan Pegawai maupun Perseroan, agar melaporkan kepada atasan. BAB IX CUTI Bagian Pertama Jenis Cuti Pasal 29 (1) Setiap Pegawai, setelah memenuhi persyaratan berhak atas istirahat sesuai ketentuan yang berlaku di Perseroan dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas : a. Cuti tahunan; b. Cuti besar; c. Cuti bersalin. (3) Selain Cuti, Pegawai mendapat ijin tidak masuk kerja karena : a. Istirahat karena sakit;

17 17 b. Gugur kandungan dan Haid; c. Ijin karena alasan penting. d. Ijin di luar tanggungan Perseroan. (4) Pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagai berikut : a. Bagi pegawai di lingkungan PLN Pusat, oleh atasan langsung Pegawai yang bersangkutan serendah-rendahnya Manajer atau pejabat yang setingkat; b. Bagi pegawai di lingkungan PLN Unit dan Unit Pelaksana, oleh atasan langsung Pegawai yang bersangkutan serendah-rendahnya Asisten Manajer atau pejabat yang setingkat; c. Bagi pegawai di lingkungan PLN Sub Unit Pelaksana, oleh Kepala Sub Unit/Manajer Sub Unit Pelaksana. (5) Pejabat yang berwenang memberikan ijin di luar tanggungan Perseroan adalah Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum. Bagian Kedua Cuti Tahunan Pasal 30 (1) Cuti tahunan diberikan kepada Pegawai yang telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun terus menerus di Perseroan mulai tanggal diangkat sebagai Pegawai dalam masa percobaan, lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja untuk setiap tahun. (2) Pegawai diijinkan untuk tidak masuk bekerja karena alasan pribadi yang penting selama 1 (satu) hari dalam 1 (satu) bulan dan tidak diperhitungkan dengan hak cuti tahunan. (3) Pegawai yang berhak atas cuti tahunan diberikan tunjangan cuti tahunan sebesar 1 (satu) kali Penghasilan Tetap pada bulan jatuh tempo hak cuti tahunan. Bagian Ketiga Cuti Besar Pasal 31 (1) Cuti besar diberikan kepada Pegawai yang telah bekerja paling sedikit 6 (enam) tahun terus menerus di Perseroan mulai tanggal diangkat sebagai Pegawai dalam masa percobaan. (2) Hak cuti besar yang kedua dan seterusnya diberikan kepada Pegawai setelah 6 (enam) tahun bekerja terus menerus di Perseroan, terhitung mulai tanggal jatuh tempo cuti besar sebelumnya. (3) Pegawai yang berhak atas cuti besar diberikan tunjangan cuti besar sebesar 4 (empat) kali Penghasilan Tetap pada bulan jatuh tempo cuti besar, yang dimaksudkan sebagai bekal refreshing (penyegaran) bersama keluarganya. (4) Tunjangan cuti besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibayarkan paling lambat tanggal 1 bulan berikutnya bulan jatuh tempo cuti besar, dengan ketentuan tunjangan cuti tahunan pada tahun tersebut tidak dibayarkan. (5) Lamanya cuti besar adalah 3 (tiga) bulan, dengan ketentuan Pegawai yang masih berhak atas cuti besar, hak cuti tahunannya menjadi gugur. (6) Hal-hal yang tidak diperhitungkan sebagai masa kerja untuk menetapkan hak cuti besar adalah sebagai berikut :

18 18 a. Istirahat karena sakit selama lebih dari 3 (tiga) bulan; b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai (skorsing); c. Ijin di luar tanggungan Perseroan. (7) Cuti besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilaksanakan baik sekaligus atau secara bertahap paling sedikit 15 (lima belas) hari kalender, dalam kurun waktu sampai dengan 2 (dua) tahun berikutnya sejak tanggal jatuh tempo cuti besar, dan harus diajukan paling cepat 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan cuti besar. Bagian Keempat Istirahat Sakit Pasal 32 (1) Pegawai yang menderita sakit berhak atas istirahat karena sakit. (2) Pegawai yang tidak masuk bekerja karena sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari kerja harus memberitahukan kepada atasan langsungnya. (3) Pegawai yang tidak masuk bekerja karena sakit selama 3 (tiga) sampai dengan 14 (empat belas) hari kalender, harus memberitahukan kepada atasan langsung dengan melampirkan surat keterangan dokter. (4) Pegawai yang tidak masuk bekerja karena sakit selama 15 (lima belas) hari sampai dengan 6 (enam) bulan harus memberitahukan kepada atasan langsung dengan melampirkan surat keterangan dokter yang menyatakan perlunya perpanjangan istirahat karena sakit. Pasal 33 (1) Pegawai yang menjalani istirahat karena sakit dapat diperpanjang sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun apabila secara periodik diuji oleh Dokter Majelis Penguji Kesehatan dan dinyatakan bahwa penyakitnya masih memerlukan perawatan lebih lanjut. (2) Dalam hal setelah istirahat karena sakit selama 2 (dua) tahun ternyata belum sembuh, Pegawai tersebut diberhentikan dengan hormat karena uzur/cacat dengan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Kelima Haid dan Gugur Kandungan Pasal 34 (1) Pegawai wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid. (2) Pegawai wanita yang mengalami gugur kandungan dapat diberikan istirahat paling lama 1,5 (satu setengah) bulan dengan menerima penghasilan penuh. Bagian Keenam Cuti Bersalin Pasal 35 (1) Cuti bersalin diberikan untuk persalinan pertama, kedua dan ketiga dilaksanakan berdasarkan perkiraan persalinan dari Dokter/Bidan, selama 3 (tiga) bulan.

19 19 (2) Pegawai yang melaksanakan cuti bersalin, hak cuti tahunan pada tahun yang bersangkutan menjadi gugur. Bagian Ketujuh Hak Menyusui Anak Pasal 36 Setiap Pegawai Perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja dengan ketentuan dilaksanakan di lingkungan tempat kerja. Bagian Kedelapan Ijin Karena Alasan Penting Pasal 37 Ijin karena alasan penting diberikan kepada Pegawai, apabila : a. Pegawai yang melangsungkan pernikahan, Pegawai mengawinkan anaknya, anggota keluarga meninggal dunia yaitu Istri/Suami, orangtua/mertua atau anak diberikan cuti selama 3 (tiga) hari kerja dan untuk pelaksanaan di luar tempat kedudukan yang memerlukan waktu untuk perjalanan dapat ditambah lamanya perjalanan paling banyak 12 (dua belas) hari. b. Saudara kandung Pegawai melangsungkan pernikahan, Istri Pegawai melahirkan anak, anak Pegawai dikhitan, membaptiskan anak dan saudara kandung Pegawai meninggal dunia, diberikan cuti selama 2 (dua) hari kerja dan apabila dilaksanakan di luar tempat kedudukan yang memerlukan waktu untuk perjalanan dapat ditambah lamanya perjalanan paling lama 12 (dua belas) hari. c. Bagi Pegawai yang sudah mengambil Ijin karena alasan penting sebagaimana huruf a, hak tidak masuk kerja sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (2) pada bulan yang bersangkutan tersebut gugur. d. Melaksanakan ibadah haji. Bagian Kesembilan Ijin Di luar Tanggungan Perseroan Pasal 38 (1) Ijin di luar tanggungan Perseroan dapat diberikan kepada Pegawai dengan ketentuan : a. Mempunyai masa kerja sebagai Pegawai paling sedikit 5 (lima) tahun terus menerus di Perseroan; b. Untuk kepentingan pribadi yang penting dan mendesak antara lain mengikuti Istri/Suami pendidikan di luar negeri atau dipindahkan ke kota lain. (2) Lamanya ijin di luar tanggungan Perseroan paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun serta dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, selama menjalankan ijin di luar tanggungan Perseroan semua hak-hak kepegawaian tidak diberikan dan fasilitas Perseroan segera dikembalikan. (3) Ijin di luar tanggungan Perseroan bukan hak Pegawai, sehingga ijin yang diberikan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan Perseroan (penugasan negara). (4) Masa menjalani ijin di luar tanggungan Perseroan tidak dihitung sebagai masa kerja untuk menghitung masa kerja untuk kenaikan berkala, kenaikan reguler, hak cuti besar, penghargaan kesetiaan kerja dan masa kerja pensiun.

20 20 BAB X PERJALANAN DINAS Pasal 39 (1) Dalam rangka menunjang pelaksanaan kebijakan Perseroan, Pegawai dapat ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas. (2) Perjalanan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas perjalanan dinas dalam negeri dan perjalanan dinas luar negeri (3) Pegawai yang ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas diberikan biaya perjalanan dinas yang memadai dan dihitung sesuai jumlah waktu, jarak dan jenis perjalanan yang digunakan. (4) Pengaturan mengenai Perjalanan Dinas sesuai ketentuan yang berlaku. BAB XI JAMINAN SOSIAL Bagian Pertama Kecelakaan Kerja Pasal 40 (1) Pegawai yang mengalami Kecelakaan Kerja diberikan Jaminan Kecelakaan Kerja yang diselenggarakan langsung oleh Perseroan. (2) Pegawai yang menderita cacat total akibat kecelakaan kerja dan apabila mempunyai anak yang menjadi tanggungan Perseroan, diberikan bantuan pendidikan sampai Perguruan Tinggi sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua Tunjangan Tewas Pasal 41 (1) Pegawai yang meninggal dunia karena menjalankan tugas kewajibannya atau karena mendapat kecelakaan dinas berakibat tewas, berhak memperoleh tunjangan tewas sebesar 60 % x 80 x Penghasilan Tetap terakhir sebulan dan bantuan penyelenggaraan pemakaman oleh Perseroan. (2) Dalam hal keluarga/ahli waris yang bersangkutan memilih penyelenggaraan pemakaman sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sendiri, Perseroan memberikan bantuan pemakaman sebesar Rp ,- (tiga juta rupiah). (3) Pegawai yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pada saat pemakaman diberikan penghormatan terakhir oleh Dinas atas nama Perseroan dan jika meninggalkan Anak yang masih menjadi tanggungan Perseroan, diberikan bantuan pendidikan sampai dengan Perguruan Tinggi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian Ketiga Bantuan Kematian Pasal 42 (1) Pegawai yang meninggal dunia bukan karena menjalankan tugas kewajibannya atau bukan karena kecelakaan dinas, berhak memperoleh bantuan kematian sebesar 3 (tiga) kali Penghasilan Tetap

21 21 bulan terakhir, dengan ketentuan paling sedikit Rp ,- (lima belas juta rupiah) dan bantuan pemakaman sebesar Rp ,- (tiga juta rupiah) yang diberikan kepada ahli warisnya. (2) Bantuan kematian dan pemakaman adalah bantuan berupa uang yang diberikan kepada keluarga atau ahli waris dari pegawai yang meninggal dunia dengan urutan sebagai berikut : a. Janda/duda; atau b. Anak kandung; atau c. Orangtua kandung; atau d. Cucu kandung; atau e. Saudara kandung; atau f. Kakek/nenek kandung; atau g. Mertua; atau h. Ahli waris (3) Dalam hal Istri/Suami atau anak Pegawai yang terdaftar di Perseroan meninggal dunia, diberikan bantuan biaya pemakaman sebesar Rp ,- (tiga juta rupiah). (4) Bantuan Kematian diberikan berdasarkan surat kematian yang dikeluarkan oleh Lurah atau Kepala Desa setempat. Bagian Keempat Pemeliharaan Kesehatan Pasal 43 (1) Pegawai, keluarga Pegawai (Istri/Suami dan anak yang memenuhi syarat) yang terdaftar dan diakui di Perseroan berhak mendapatkan pemeliharaan kesehatan. (2) Istri/Suami yang bekerja di perusahaan/institusi lain dapat diberikan bantuan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan syarat perusahaan/institusi tempat istri/suami tersebut bekerja tidak menyelenggarakan fasilitas kesehatan, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari perusahaan/institusi lain tempat istri/suami tersebut bekerja. (3) Suami yang tidak bekerja, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kelurahan, dapat diberikan bantuan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa rawat inap dan rawat jalan. (4) Batas usia anak yang diberikan pemeliharaan kesehatan adalah usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan ketentuan tidak/belum pernah kawin dan atau tidak mempunyai penghasilan sendiri dan atau masih menjadi tanggungan pegawai. (5) Jumlah anak yang ditanggung sesuai ayat (1) dan ayat (2) di atas maksimum 3 (tiga) orang anak, dengan ketentuan apabila anak yang ditanggung sudah melampaui usia sebagaimana ayat (2) di atas secara otomatis digantikan oleh anak dengan urutan berikutnya yang belum masuk daftar anak yang ditanggung. (6) Pemeriksaan dan pengobatan dapat dilakukan di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta, yang terdiri atas : a. Dokter; b. Rumah sakit; c. Laboratorium dan tempat pemeriksaan penunjang lainnya; d. Apotik. (7) Untuk memudahkan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (6) Perseroan dapat melanggan dokter, rumah sakit, laboratorium dan apotik. (8) Pelaksanaan penetapan dokter, rumah sakit, laboratorium dan apotik yang dilanggan dan penetapan kelas rawat inap, serta pelaksanaan rawat jalan, untuk lingkungan Kantor Pusat oleh Pejabat Manajemen Atas terkait dan untuk PLN Unit diserahkan kepada Pimpinan Unit PLN setempat,

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT PLN (PERSERO) DAN SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERIODE TAHUN 2006 2008 MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang

Lebih terperinci

DRAFT PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( P. K. B )

DRAFT PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( P. K. B ) DRAFT PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( P. K. B ) DEWAN PIMPINAN PUSAT SERIKAT PEKERJA PT PLN (PERSERO) Sekretariat : Gedung II Lantai 4 PT PLN (Persero) Kantor Pusat Jl. Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA BERASMA ANTARA PT. PLN ( PERSERO ) DAN SERIKAT PEKERJA PT. PLN ( PERSERO ) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006

PERJANJIAN KERJA BERASMA ANTARA PT. PLN ( PERSERO ) DAN SERIKAT PEKERJA PT. PLN ( PERSERO ) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERJANJIAN KERJA BERASMA ANTARA PT. PLN ( PERSERO ) DAN SERIKAT PEKERJA PT. PLN ( PERSERO ) NOMOR : 0392.PJ/061/DIR/2006 NOMOR : DPP-042/KEP-ADM/2006 PERIODE TAHUN 2006-2008 MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA

Lebih terperinci

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 004.K/DIR/2006 TENTANG MUTASI JABATAN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO)

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 004.K/DIR/2006 TENTANG MUTASI JABATAN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO) PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 004.K/DIR/2006 TENTANG MUTASI JABATAN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO) DIREKSI PT PLN (PERSERO) Menimbang : a. bahwa sesuai perkembangan organisasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Tunjangan. Kinerja Pegawai.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Tunjangan. Kinerja Pegawai. No.1212, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Tunjangan. Kinerja Pegawai. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1576, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Tunjangan Kinerja. Kehadiran Pegawai. Pemberian. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1776, 2016 BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1231, 2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Tunjangan Kinerja. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KETENTUAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO) DIREKSI PT PLN (PERSERO)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, T

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 54, 2017 KEMEN-KOMINFO. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERJANJIAN TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN TAHUN DAN IKATAN KERJA TAHUN

PERJANJIAN TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN TAHUN DAN IKATAN KERJA TAHUN PERJANJIAN TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN TAHUN 2014 2015 DAN IKATAN KERJA TAHUN 2015-2020 Nomor : /330//2014 Perjanjian ini dibuat di , pada hari, tanggal.bulan. tahun

Lebih terperinci

2 Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhe

2 Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2014 KEMENAG. Tunjangan. Kinerja. Pemberian. Penambahan. Pengurang. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN, PENAMBAHAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 45/Permentan/OT.140/4/2014

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 45/Permentan/OT.140/4/2014 RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 45/Permentan/OT.140/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Jalan Ampera Raya No. 7, JakartaSelatan12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2016, No Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

2016, No Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara No. 453, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Cuti. Jam Kerja. Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG DISIPLIN JAM KERJA DAN CUTI PEGAWAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 57

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 57 No.1749, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LAN. Tunjangan Kinerja. Pencabutan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, DRAFT 19 MEI 2015 PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG DISIPLIN JAM KERJA DAN CUTI PEGAWAI DI LINGKUNGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2014 KEMENTAN. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pedoman. RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/Permentan/OT.140/4/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.277, 2012 KEJAKSAAN. Tunjangan. Kinerja. Pegawai. Perubahan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-003/A/J.A/02/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN JAKSA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Tunjangan Kinerja. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Tunjangan Kinerja. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA No.1199, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Tunjangan Kinerja. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / / 2013

KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / / 2013 KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / 413.032 / 2013 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, No.1805, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Tunjangan Kinerja. Pemberian, Pemotongan, dan Penghentian Pembayaran. PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai cuti Pegawai Negeri Sipil yang

Lebih terperinci

2016, No Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Kepegawaian Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sip

2016, No Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Kepegawaian Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sip No.822, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Tunjangan Kinerja. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PEMOTONGAN, DAN PENGHENTIAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 7 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG WAKTU KERJA, HAK CUTI DAN KERJA LEMBUR BAB I WAKTU KERJA Pasal 1 1. Hari dan/atau jam kerja karyawan berbeda satu dengan lainnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara. No.1831, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM KEPEGAWAIAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 12 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 12 TAHUN 2013 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 12 TAHUN 2013 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN JAM KERJA DALAM KAITAN DENGAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI NEGERI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 214/PMK.01/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 214/PMK.01/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 214/PMK.01/2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR KEPEGAWAIAN BADAN USAHA KREDIT PEDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEGAWAI PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2015 KEMENKO-PEREKONOMIAN. Kepegawaian. Hari. Jam Kerja. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG HARI DAN JAM KERJA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 08 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 1986 TENTANG

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.567, 2013 ARSIP NASIONAL. Tunjangan Kinerja. Petunjuk. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK DAERAH KABUPATEN KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2015 KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714). PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

, No Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomo

, No Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomo BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1717, 2015 KEMENKES. Tunjangan Kinerja. Pemberian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 98 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) NON PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

I. Fakta-fakta menurut hukum secara kronologis

I. Fakta-fakta menurut hukum secara kronologis I. Fakta-fakta menurut hukum secara kronologis 1. Bahwa dalam menghadapi tantangan bisnis ketenagalistrikan, PT PLN (Persero) perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional, kompeten dan berintegritas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 41/PMK.01/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 41/PMK.01/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 41/PMK.01/2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBERIAN TUNJANGAN KHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR TAHUN 0 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PNS UNIVERSITAS BRAWIJAYA REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai cuti Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan L

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan L No.314, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Tunjangan Kinerja. Kelas Jabatan. PNS. TNI. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BADAN PENGAWAS, DIREKSI DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG HARI DAN JAM KERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/KU.060/2/2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG BUPATI TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA NON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI NON PEGAWAI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 1 SALINAN RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA BAGI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (

2017, No Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ( BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1807, 2017 KEMENKUMHAM. Tunjangan Kinerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2 Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri

2 Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1005, 2014 KEMENESDM. Tunjangan Kinerja. PNS. Pemberian. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 Tahun 2014 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 38 TAHUN 2013

WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 38 TAHUN 2013 WALIKOTA DEPOK PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL/ CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.700, 2014 BAWASLU. Tata Tertib. Pegawai. Kinerja. Disiplin Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH S A L I N A N NOMOR 1/A, 2005 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci