KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN ANGGI RIANTO. Karakteristik Biometrik Pohon Pinus merkusii Jungh et. De Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ahmad Hadjib. Pinus mekusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia. P. merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terusmenerus dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan. Perkembangan ilmu kehutanan sangat diperlukan mengingat masih banyak spesies flora-flora di dunia yang masih belum teridentifikasi jenis maupun sifat-sifat botaninya. Oleh karena itu, diperlukan adanya informasi tentang ilmu pengenalan jenis. Teknik biometrik merupakan suatu cara identifikasi jenis individu berdasarkan karakter fisik ataupun tingkah laku. Pelaksanaan teknik pengenalan biometrik ini memerlukan data fisik yang memiliki tingkat kestabilan tinggi yang sedikit mengalami kecenderungan perubahan data. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon pinus, berupa pengenalan ciri-ciri fisik pohon pinus dilihat dari angka bentuk, kusen bentuk, fungsi taper dan persamaan regresi yang terbentuk.. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi ilmu kehutanan tentang pengenalan karakteristik biometrik pohon pinus dan diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang penyusunan tabel volume pohon pinus. Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama dua minggu pada bulan September Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah phiband/ pita ukur, Criterion RD 1000, tally sheet, dan kamera. Pemilihan pohon contoh menggunakan metode purposive sampling. Data dimensi pohon yang dikumpulkan, meliputi : diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter tajuk (Djuk), tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc), serta tinggi tajuk (Tjuk) setiap pohon contoh. Volume batang pohon perseksi dihitung menggunakan rumus Smalian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software microsoft Excel dan Minitab versi 14. Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi pohon pinus yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi lain yaitu: diameter pangkal, diameter setinggi dada, dan tinggi total. Korelasi tertinggi antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada. Rata-rata rasio antar dimensi yaitu : Dp / Dbh = 1.09 ; Dp/Djuk = 3.88; Dbc/Djuk = 2.00; Dbh/Djuk = 3.57; Dbc/Dp = 0.52; Tjuk/Ttot = 0.42; Tbc/Ttot = 0.58; Tbc/Tjuk = Angka bentuk absolut = dan setinggi dada = Kusen bentuk normal = 0,636; kusen bentuk absolut = 0,670. Persamaan taper untuk pohon pinus adalah (d/d) 2 = - 0, ,2 h/h - 44,4 (h/h) ,5 (h/h) 3 Kata kunci : karakteristik biometrik, karakteristik pohon pinus, hutan pendidikan gunung walat

4 SUMMARY ANGGI RIANTO. Biometric Characteristics of Pinus merkusii Jungh et. De Vriese in Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi regency, West Java. Under Direction Ahmad Hadjib Pinus merkusii is the only native species of pine in Indonesia. Pinus merkusii is the multi-purpose species that constantly being developed and expanded in the future for timber, resin production, and land conservation. Advances of forestry science needed because there are many species of flora in the world that still not identified the type and botanical characteristic. Because of that, introduction of information about science types was needed. Biometric techniques is a way to identify the type of species based on physical characteristics or behavior. Implementation of biometric recognition techniques requires physical data that has a high degree of stability and little change of data. This study was aimed to get an overview of the biometric characteristics of pine tree, namely the introduction of physical features views of pine trees include shape number, shape frame, taper function, and regression equation were formed. The results was expected to provide a new information for forestry sciences about the introduction of biometric characteristics pine trees and be a reference for further research to make a pine tree volume tables. Data was collected at Hutan Pendidikan Gunung Walat for two weeks on September The tools that used are phiband / tape measures, Criterion RD 1000, tally sheet, and a camera. Selection of sample trees do by purposive sampling method. Tree dimensional data include: base diameter (Dp), diameter of breast height (Dbh), diameter of branch-free (Dbc), diameter of canopy (Djuk), total height (Ttot), height of branch-free (Tbc), and height of canopy (Tjuk). Per sections volume was calculated use the Smalian s formulation. The data was processed by Microsoft Excel and Minitab version 14. The result showed that base diameter, diameter of breast height, and total heigth have most correlation with other dimension.the highest correlation is between base diameter and diameter of breast height. The average ratio between the dimensions is: Dp/Dbh = 1,09; Dp/Djuk = 3,88; Dbc/Djuk = 2,00; Dbh /Djuk = 3,57; Dbc/Dp = 0,52; Tjuk/Ttot = 0,42; Tbc / Ttot = 0,58 ; Tbc/Tjuk = 1,59. Absolute shape number = 0,444 and breast height = 0,531. Normal shape frame = 0.636; absolute shape frame = 0,670. Taper equations for pine tree is (d/d) 2 = -0, ,2 h/h (h/h) ,5 (h/h) 3. Keywords: biometric characteristics, characteristics of pine tree

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Pinus merkusii Jungh et. De Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Anggi Rianto NRP. E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Karakteristik Biometrik Pohon Pinus merkusii Jungh et. De Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. : Anggi Rianto : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Ahmad Hadjib, MS Nip Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Pinus merkusii Jungh et. De Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan memberikan informasi mengenai penelitian yang telah dilakukan penulis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 2. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya serta senantiasa mengiringi langkah penulis dengan do a dan nasehat. 3. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan tulus dan sabar ditengah-tengah kesibukan untuk membantu, memberikan perhatian, bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak/Ibu dosen yang pernah mendidik, mengajar, membimbing, dan memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 5. Pimpinan beserta seluruh manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat atas semua bantuan, informasi, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. 6. Teman-Teman Manajemen Hutan khususnya, Fakultas Kehutanan pada umumnya yang telah sama-sama berjuang dan menuntut ilmu. 7. Keluarga besar IPMM dan IKMS yang telah memberikan semangat dan dukungan moral. 8. Keluarga Villa Perwira, khususnya kepada Risvan Guswandre yang telah jauhjauh dari kampung untuk menemani dalam pengambilan data, dan seterusnya kepada penghuni Villa Perwira (Angga Prasetya, Eddy Sukma Winata, Hilhamsyah Putra Haska, Mahmud Aditya Rifki, Destian Nori, Ruswandi

8 Rinaldo, Qori Pebrial Ilham, Brian Fernando Bernaz, Wahyu, Kresna Handoyo) atas suka duka, kebersamaan dan persahabatannya selama ini, dan terspesialkan kepada Fenny Fitrian Utami. 9. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Maret 2012 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan dengan nama lengkap Anggi Rianto di Muara Labuh, Solok Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 9 Agustus 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Erianto dengan Ibunda Nurlaili. Penulis lulus dari pendidikan dasar di SDN 61 Barokieh pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Sungai Pagu, lulus pada tahun Pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Solok Selatan dan lulus tahun Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis tercatat sebagai anggota Forest Management Student Club (FMSC). Selain itu penulis aktif pula di organisasi ekstrakurikuler Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM), dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Solok (IKMS). Kegiatan kepanitiaan yang pernah penulis ikuti selama kuliah, adalah panitia Temu Manager ( ). Dalam rangka melakukan kewajiban akademis penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di daerah Sancang dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Fitamaya Asmapara, Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Biometrik Pohon Pinus merkusii Jungh et. De Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat di bawah bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.... iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) Parameter Individu Pohon... 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Alat dan Obyek Penelitian Metode Penelitian Analisis Data BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Posisi Geografis Jenis Tanah dan Topografi Iklim dan Hidrologi Keadaan Vegetasi Fauna Kependudukan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Pohon Contoh Rasio Antar Dimensi Pohon Korelasi Antar Dimensi Pohon Persamaan Regresi Antar Dimensi Angka Bentuk Batang Rata-Rata Kusen Bentuk Batang Rata-Rata... 30

11 5.7 Penyusunan Persamaan Taper Rekapitulasi Hasil-Hasil Penelitian Karakteristik Biometrik BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

12 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Kelas diameter setinggi dada pohon contoh pinus Deskripsi statistik dimensi pohon contoh Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon pinus Korelasi antar dimensi pohon pinus Persamaan regresi untuk hubungan diameter pangkal dengan dimensi pohon pinus lainnya Persamaan regresi untuk hubungan diameter setinggi dada dengan dimensi pohon pinus lainnya Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter tajuk dengan dimensi pohon pinus lainnya Persamaan regresi untuk hubungan tinggi bebas cabang dengan dimensi pohon pinus lainnya Persamaan regresi hubungan diameter bebas cabang dengan dimensi pohon pinus lainnya Persamaan regresi hubungan tinggi total dengan dimensi pohon Persamaan regresi hubungan antara tinggi tajuk dengan dimensi pohon pinus yang lain Deskripsi statistik angka bentuk pohon pinus Deskripsi statistik kusen bentuk pohon pinus Persamaan Taper Rekapitulasi hasil-hasil penelitian karakteristik biometrik... 33

13 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Regresi antar dimensi pohon Regresi persamaan Taper... 60

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinus mekusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia. P. merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terusmenerus dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan. Di Pulau Jawa, pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi (Siregar 2005). Dewasa ini, perkembangan ilmu kehutanan sangat diperlukan mengingat masih banyak spesies flora di dunia yang masih belum teridentifikasi jenis maupun sifat-sifat botaninya. Untuk itu, diperlukan adanya informasi tentang ilmu pengenalan jenis. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah setiap jenis individu pohon memiliki penampilan fisik yang hampir sama, sehingga untuk dapat menggambarkan satu pohon berbeda dengan pohon yang lain diperlukan karakteristik yang khas. Teknik biometrik merupakan suatu cara identifikasi jenis individu berdasarkan karakter fisik ataupun tingkah laku. Pelaksanaan teknik pengenalan biometrik ini memerlukan data fisik yang memiliki tingkat kestabilan tinggi yang sedikit mengalami kecenderungan perubahan data. Adapun karakteristik fisik utama yang memiliki kestabilan yang cukup terdapat pada bagian batang pohon tersebut. Penentuan bentuk batang pohon sangatlah penting, mengingat batang pokok pohon tidak hanya terdiri dari satu benda putar saja. Permasalahan pengenalan tentang karakteristik biometrik pohon pinus di atas yang dipelajari dalam penelitian ini dengan pengukuran data dimensi-dimensi diameter, tinggi, tajuk dan analisis data dimensi yang diukur. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon pinus, berupa pengenalan ciri-ciri fisik pohon pinus dilihat dari angka bentuk, kusen bentuk, fungsi taper dan persamaan regresi yang terbentuk.

15 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi ilmu kehutanan tentang pengenalan karakteristik biometrik pohon pinus dan diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang penyusunan tabel volume pohon pinus.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason, P. merkusii var. Tonkinensis, P. merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah antara lain : Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatra), Pinus (Jawa), Sral (Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Philipina), Indochina pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain (Harahap & Izudin 2002). 2. Penyebaran dan Habitat P. merkusii secara alami ditemukan di Sumatra, namun juga dapat dibudidayakan dengan sukses di Pulau Jawa. Keberadaannya di Sumatra hanya di Sumatra Utara saja, di daerah Gayo yang ditemukan pada tahun 1841 oleh Junghun, selain itu ditemukan beberapa kelompok di Kerinci pada tahun 1867 oleh Cordes (Beekman 1996). P. merkusii tersebar di Asia Tenggara, antara lain: Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina (Harahap & Izudin 2002). P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di Daerah Sumatra tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, sebagai berikut: a. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada umumnya terdapat pada ketinggian mdpl. b. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke Selatan Danau Toba. Tegakan pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardoman. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian mdpl.

17 c. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian mdpl (Butarbutar et al. 1998) 3. Habitus Tinggi pohon pinus Sumatra bisa mencapai ketinggian ± 35 m. Di Birma jarang sekali ditemukan pinus dengan ketinggian lebih dari 20 m. Di Philipina pernah mencapai ketinggian 25 m atau lebih. Ketinggian pohon pinus pernah ditemukan oleh Fernandes setinggi m dengan diameter cm. Pertumbuhan batang akan lurus, ramping dan bulat apabila ditanam dalam kondisi rapat. Apabila dalam keadaan lebar, maka pertumbuhannya akan berkelok-kelok, miring dan menggarpu (Beekman 1996). 4. Sifat-sifat kayu Pohon pinus tidak berbanir, kulit kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam dan memiliki serat yang panjang. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV (Siregar 2005). 5. Silvikultur Pembungaan Pinus tergantung pada kondisi iklim. Setelah melewati musim kering munculah pembungaan yang besar dan menghasilkan biji-biji yang baik. Pada kondisi iklim yang basah, pembungaan agak kurang dan biji yang dihasilkan bermutu jelek. Pembungaan utama berlangsung antara bulan Maret- Juni. Pematangan biji setelah pembungaan berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Jika pembungaan berlangsung bulan Mei Juni, maka biji akan matang kira-kira awal Mei. Perkecambahan mulai 8 sampai 11 hari setelah biji-biji disemaikan. Setelah 8 11 hari akar akan tumbuh membentuk serat (benang) dan akan terus bertambah panjang tergantung kondisi tanah. Tanaman Pinus merupakan tanaman tumbuh dengan memerlukan sinar matahari yang banyak, sehingga tanaman ini dikategorikan tanaman jenis pionir.

18 Bisa tumbuh di daerah yang kurang subur, daerah-daerah yang tidak bervegetasi selama tumbuhan ini mendapat sinar matahari yang cukup (Beekman 1996). 6. Kegunaan P. merkusii Jungh et. De Vriese merupakan salah satu jenis pohon industri yang mempunyai nilai produksi tinggi dan merupakan salah satu prioritas jenis untuk reboisasi terutama di luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti produksi alfa pinen. Kelemahan dari P. merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami. Kebakaran hutan umumnya terjadi pada musim kemarau, karena saat itu kandungan air, baik pada ranting-ranting dan serasah di lantai hutan maupun pada pohon menjadi berkurang sehingga kemungkinan untuk mengalami kebakaran menjadi besar. Selain itu, produksi serasah pinus termasuk tinggi, sebesar 12,56 16,65 ton/hektar (Komarayati et al. 2002). Menurut Harahap dan Izudin (2002) kegunaan P. merkusii untuk bangunan perumahan, lantai, mebel, kotak, korek api, pulp, tiang listrik, papan wol kayu, resin, gondorukem, dan kayu lapis. Selain itu, kegunaan pinus sangat banyak, antara lain kayunya dapat digunakan untuk triplek, venir, pulp sutra tiruan, dan bahan pelarut. Getahnya dapat dijadikan gondorukem, sabun, perekat, cat dan kosmetik. Daur panen untuk kebutuhan pulp 12 tahun dan non pulp 20 tahun (Khaerudin 1999). 2.2 Parameter Individu Pohon 1. Umur Pohon Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga waktu kini dan yang akan datang. Umur suatu pohon dapat diperoleh dari register tahun tanam, hitungan jumlah lingkaran tahun, dan hitungan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran tahun didapat melalui hasil pengeboran pohon dengan alat ukur berupa bor riap (Belyea, diacu dalam Novendra 2008).

19 2. Diameter pohon Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu, dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah. Di USA, diameter pohon berdiri diukur pada 4,5 ft diatas permukaan tanah, sedangkan pada negara dengan sistem metrik, diameter pohon berdiri diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaaan tanah. Diameter pada titik lainya sepanjang batang pohon sering ditunjukkan dengan : d0,5h = diameter pada setengah tinggi total, d0,1h = diameter pada 0,1 tinggi total, d6 = diameter pada ketinggian 6 m dari permukaan tanah (Husch et al. 2003). Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai pengganti dimensi umur pada hutan alam. Meskipun tidak selamanya pohon yang berdiameter kecil menunjukkan umur yang masih kecil (Richards 1994). 3. Tinggi Pohon Tinggi pohon adalah jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar melalui titik bawah pangkal pohon. Dalam inventarisasi hutan antara lain dikenal beberapa macam tinggi pohon, sebagai berikut: a. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon. b. Tinggi batas bebas cabang atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan, sampai cabang pertama yang membentuk tajuk. 4. Bentuk Batang Menurut Husch et. al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu: silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid.

20 Gambar 1 Bentuk geometrik bagian batang pohon (Husch et al. 2003). Menurut Husch (1963), bedasarkan bentuk fisiknya, bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, sebagai berikut : a. Excurrent, bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan biasanya terdapat pada jenis-jenis konifer atau daun jarum. b. Deliquescent, pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu berdaun lebar. 5. Volume Batang Husch (1963) menyatakan bahwa volume adalah besaran tiga dimensi suatu benda yang dinyatakan dalam satuan kubik. Volume didapatkan dari hasil perkalian satuan dasar panjang, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Cara penentuan volume pohon dapat dilakukan dengan tiga cara, sebagai berikut: a. Cara analitik, dengan menggunakan rumus standar. b. Cara langsung, dilakukan tanpa mengukur dimensinya. Menggunakan alat xylometer, dengan prinsip hukum Archimedes dimana volume benda sama dengan volume cairan yang dipindahkan. c. Cara grafik, cara yang yang dapat digunakan unutk menghitung volume berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya. Cara

21 ini dapat mencari volume suatu benda yang berpenampang melintang berbentuk lingkaran dengan diameter berbeda sepanjang sumbunya. Dasar kerjanya yaitu bahwa angka-angka diameter atau kuadratnya dengan panjang atau tinggi yang di plotkan pada kertas milimeter atau garis sumbu koordinat. 6. Angka Bentuk Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/ angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama. b. Merupakan suatu angka pecahan (<1) hasil dari pembagian antara volume pohon sebenarnya oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama. Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada atau normal (Husch 1963). 7. Kusen Bentuk Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris, sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk. Macam kusen bentuk ada dua kusen yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10 % tinggi dari pangkal pohon (Belyea, diacu dalam Novendra 2008).

22 8. Persamaan Taper Menurut Husch et. al. (2003), taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing. Sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk. Laasasenaho, diacu dalam Wijaksana (2008) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut : (d/d) = f (h/h) Keterangan : d = Diameter ujung batang pada ketinggian h D = Diameter setinggi dada (dbh) H = Tinggi total pohon dari atas permukaan tanah h = Tinggi batang sampai diameter d 9. Tajuk Pohon Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dengan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur dengan menggunakan alat bantu berupa meteran yaitu dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran ini dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan tinggi tajuk merupakan jarak antara awal percabangan tajuk dengan puncak pohon (Husch et al. 2003).

23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Pengambilan data pohon Pinus (Pinus merkusii) dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada bulan September Alat dan Obyek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua macam menurut fungsinya. Pertama adalah alat yang digunakan pada saat pengambilan data di lapangan, sebagai berikut : 1. Pita Ukur ( Phiband / Pita Meter) 2. Criterion RD Kamera 4. Tallysheet 5. Alat Tulis Sedangkan alat yang kedua adalah alat yang digunakan pada saat pengolahan data, sebagai berikut : 1. Kalkulator 2. Personal Computer (PC) dengan software Minitab versi 14 dan Microsoft Excel Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis Pinus (P. merkusii) pada berbagai diameter. Terdapat dua macam data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dimensi pohon, meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Sedangkan untuk data sekunder yang diambil adalah keadaan umum dari lokasi pengambilan data penelitian.

24 3.3. Metode Penelitian 1. Pemilihan Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling (pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu) dengan memperhatikan sebaran diameter setinggi dada dan keterwakilan dari dimensi lain pohon contoh. Jumlah pohon yang diteliti sebanyak 120 pohon dengan pembagian per kelas diameter 20 pohon P. merkusii. dengan kriteria sifat fisik memiliki bentuk batang yang normal dan relatif lurus, tidak memiliki cacat, tidak berpenyakit dan memiliki diameter setinggi dada lebih dari 10 cm. 2. Pengukuran Dimensi Pohon Dimensi pohon yang diukur, meliputi: diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter per seksi, diameter tajuk (Djuk), panjang seksi batang, tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc) dan Tinggi tajuk (Tjuk) dari setiap pohon contoh. 3. Pembagian Batang Setiap batang pohon contoh yang terpilih dibagi menjadi beberapa seksi. Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang hingga tinggi pada diameter 10 cm dengan panjang per seksi masing-masing 2 meter. 4. Perhitungan Volume Pohon Contoh Volume batang pohon contoh sebagai volume aktual dihitung dengan cara menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Volume tiap seksi dihitung dengan menggunakan rumus Smalian yang ditulis oleh Husch et al. (2003), sebagai berikut : Vs = {(Gp + Gu) / 2} x L Vp = Vsi Keterangan : Vs = volume seksi batang Vp = volume pohon sebenarnya Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang

25 Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang n = jumlah seksi batang L = panjang seksi batang 3.4. Analisis Data 1. Rasio Dimensi-Dimensi Pohon Untuk mengetahui pola pertumbuhan perlu mendapatkan nilai rasio dimensi-dimensi pohon Pinus. Nilai rasio ini didapatkan dengan membandingkan dimensi yang satu dengan yang lain. Dimensi-dimensi yang dibandingkan itu sebagai berikut: a. Diameter pangkal (Dp) dengan Diameter setinggi dada (Dbh) b. Diameter pangkal (Dp) dengan Diameter tajuk (Djuk) c. Diameter bebas cabang (Dbc) dengan Diameter tajuk (Djuk) d. Diameter setinggi dada (Dbh) dengan Diameter tajuk (Djuk) e. Diameter bebas cabang (Dbc) dengan Diameter setinggi dada (Dbh) f. Diameter bebas cabang (Dbc) dengan Diameter pangkal (Dp) g. Tinggi tajuk (Tjuk) dengan Tinggi total (Ttot) h. Tinggi bebas cabang (Tbc) dengan Tinggi total (Ttot) i. Tinggi bebas cabang (Tbc) dengan Tinggi tajuk (Tjuk) 2. Korelasi antara Dimensi Pohon Dimensi-dimensi yang diukur akan dicari korelasinya. Dimensi P. merkusii yang diukur berupa diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang. Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dengan rumus : r = n i 1 y j Keterangan: x i = Dimensi pohon ke-i y j = Dimensi pohon lainnya ke-j n = Jumlah pohon n n i 1 ) i 1 x i y ji ( x i i 1 y j /n 2 n i 1 y j 2 /n n x 2 i ( n i 1 i 1 x i n ) 2

26 Nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan dimensi lainnya merupakan korelasi negatif sempurna. Jika r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole, diacu dalam Baroroh 2006). 3. Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi Pohon Pada penelitian ini, persamaan regresi yang dihasilkan mempunyai batasan bahwa variabel bebas dalam suatu persamaan merupakan dimensi pohon yang lebih mudah diukur di lapangan daripada variabel tak bebasnya. Jika terdapat suatu kondisi dimana ada variabel bebas yang tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebasnya, hal itu tetap merupakan informasi yang harus dijelaskan. Modelmodel persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan variabelvariabel sebagai berikut : y = f(x) Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi liniernya yaitu : y = βo + β 1 x i + e i. 4. Penyusunan Persamaan Taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara diameter sepanjang batang (d) dengan panjang dari pangkal batang (h), yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : d = f(h) Kurva taper dari jenis yang sama tetapi berbeda ukuran dapat disusun dengan bantuan diameter relatif dan tinggi relatif (Laasasenaho dalam Wijaksana 2008). Adapun persamaan yang akan dianalisis sebagai berikut : (d/d) = f { (h/h) } (d/d) 2 = f { (h/h), (h/h) 2 } (d/d) 2 = f { (h/h) } (d/d) = f { (h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 } (d/d) = f { (h/h), (h/h) 2 } (d/d) 2 = f { (h/h), (h/h) 2, (h/h) 3 } 5. Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan volume aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan volume silindernya, dimana :

27 f = Keterangan : Va = Volume aktual pohon Vsl = Volume silindris, dengan asumsi bahwa bentuk pohon silinder. Beberapa angka bentuk pohon yang akan dicari, yaitu : a. Angka Bentuk Setinggi Dada (f bh ) f = Vp 0,25 π(dbh) T b. Angka Bentuk Absolut (f abs ) f = Vp 0,25 π(dp) T Keterangan : f bh = Angka bentuk setinggi dada f abs = Angka bentuk absolut Vp = Volume pohon sebenarnya T bc = Tinggi pohon bebas cabang dbh = Diameter setinggi dada dp = Diameter pangkal pohon Volume aktual dihitung dengan menjumlahkan volume tiap seksi batang pohon, dengan menggunakan rumus Smalian, sebagai berikut : V a = V Keterangan: V a = Volume aktual V si = Volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3,..., n. Sedangkan untuk menghitung besarnya volume tiap seksi batang digunakan rumus Smalian, sebagai berikut : V s = ( ). L Keterangan : V s = Volume seksi batang G = Luas bidang dasar pangkal seksi batang g = Luas bidang dasar ujung seksi batang L = Panjang seksi batang Besarnya luas bidang dasar dihitung dengan rumus : Lbds = 0,25 π D 2, dimana D = diameter yang diukur.

28 6. Penentuan Kusen Bentuk Batang Pohon Kusen bentuk pohon (q) ditentukan dengan cara membandingkan antara diameter pada ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada. Terdapat dua macam kusen bentuk yang akan dicari, sebagai berikut : a. Kusen Bentuk Setinggi Dada atau Kusen Bentuk Normal (q 0,5Tt ) q 0,5Tt =, b. Kusen Bentuk Absolut (qabs) q abs =, % Keterangan : d0,5tt = Diameter pohon pada ketinggian 0,5 Tt d10%tt) = Diameter pohon pada ketinggian 10% dari tinggi total

29 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Posisi Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi-Bogor (Desa Segog). Berjarak 46 km dari Simpang Ciawi dan 12 km dari Sukabumi. HPGW memiliki luas 359 ha yang secara geografis terletak pada koordinat LS dan BT. Administrasi kehutanan areal HPGW termasuk BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Hutan Pendidikan Gunung Walat dibagi kedalam 3 blok yaitu: Blok Cikatomas (120 ha) terletak dibagian Timur, Blok Cimenyan (125 ha) terletak di bagian Barat dan Blok Tengkalak/Seuseupan (114 ha) dibagian Tengah dan Selatan. 4.2 Jenis Tanah dan Topografi Jenis tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah tropophumult tipik (lotosol merah kekuningan), tropodult (latosol coklat), dystropept tipik (podsolik merah kekuningan) dan troporpent lipik (latosol). Keadaan ini menunjukan bahwa tanah di HPGW bersifat heterogen. Tanah latosol merah kekuningan adalah jenis tanah terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah latosol dan di daerah lembab terdapat tanah podsolik. Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak pada ketingggian mdpl dengan topografi yang bervariasi dari landai sampai bergelombang. HPGW merupakan bagian dari pegunungan yang berderet dari Timur ke Barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari Utara ke Selatan., di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 m di atas permukaan laut, sedangkan ke bagian Utara mempunyai topografi yang semakin curam. Punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN (670 mdpl) dan KN (720 mdpl). Kondisi topografi agak curam berkisar % sampai sangat curam (> 40 %).

30 4.3 Iklim dan Hidrologi Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, daerah Gunung Walat mempunyai tipe Iklim B (basah) dengan nilai Q = 14,3 % - 33 % dengan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara mm (menurut data curah hujan Gunung Walat dari tahun 1980 hingga tahun 1992). Daerah Gunung Walat memiliki suhu minimum 19 0 C dan suhu maksimum 29 0 C. Areal Hutan Pendidikan Gunung Walat beriklim basah yang dapat dikembangkan menjadi suatu objek studi hutan tropika basah yang cukup representatif. HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitar terutama di bagian Selatan yang memiliki sejumlah sungai kecil yang airnya sebagian besar mengalir sepanjang tahun, beberapa aliran sungai yang umumnya mengalir ke arah Selatan yaitu anak Sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW termasuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri. 4.4 Keadaan Vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat pada mulanya berupa lahan kosong, sejak tahun 1951 dilakukan penanaman dengan jenis Agathis lorantifolia. Tahun 1973 penutupan lahan telah mencapai 53%, dan pada tahun 1980 telah mencapai 100%. Tegakan HPGW terdiri dari A. lorantifolia, P. merkusii, A. excelsa, P. falcataria, Shorea sp. dan A. mangium. Tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Jumlah tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi hutan tanaman berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984 adalah sebanyak m 3 kayu A. lorantifolia (damar), m 3 kayu P. merkusii (pinus), 464 m 3 S. wallichii (puspa), 132 m 3 P.falcataria (sengon) dan 88 m 3 kayu S. macrophylla (mahoni). HPGW juga memiliki lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul. 4.5 Fauna Areal HPGW memiliki beraneka ragam jenis satwa liar, meliputi jenisjenis mamalia, reptilia, burung dan ikan. Jenis mamalia yang ada, yaitu: babi

31 hutan (Sus scofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradovurus hermaphroditic). Kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain elang Jawa, empirit, kutilang, dan sebagainya. Jenis-jenis reptilia, antara lain: biawak, ular dan bunglon. Berbagai jenis ikan sungai yang ada antara lain ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah, selain itu terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gung, apis dorsata). 4.6 Kependudukan Penduduk di sekitar HPGW umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung oleh Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestry, yaitu: singkong, kapulaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh dan lainnya.

32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sebaran Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling (pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu) dengan memperhatikan sebaran diameter setinggi dada dan keterwakilan dari dimensi lain pohon contoh. Jumlah pohon yang diteliti sebanyak 120 pohon dengan pembagian per kelas diameter 20 pohon P. merkusii dengan kriteria sifat fisik memiliki bentuk batang yang normal dan relatif lurus, memiliki sedikit cacat, tidak berpenyakit dan memiliki diameter setinggi dada lebih dari 10 cm, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon secara umum dalam populasi. Pengukuran pohon contoh dilakukan pada 120 pohon yang dikelompokkan menjadi enam kelas diameter dengan jumlah pohon sebanyak 20 pohon tiap kelas. Pembagian kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kelas diameter setinggi dada pohon contoh pinus No Kelas Dbh (cm) Jumlah , , , , ,9 60-up Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter per seksi, diameter tajuk (Djuk), panjang seksi batang, tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc) dan tinggi tajuk (Tjuk) dari setiap pohon contoh. Data yang diambil tersebut merupakan informasi awal dalam mengenali karakteristik biometrik pinus yang selanjutnya dilakukan perhitungan matematis sehingga didapat karakteristik yang lebih detail.

33 Tabel 2 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh Dimensi Nilai minimum Nilai maksimum Rata-rata Diameter pangkal (cm) Diameter setinggi dada (cm) Diameter tajuk (m) Tinggi bebas cabang (m) Diameter bebas cabang (cm) Tinggi total (m) Tinggi tajuk (m) 13,00 11,20 4,40 3,70 7,40 11,50 3,80 91,30 78,40 21,80 25,30 50,40 38,70 21,20 43,56 40,14 11,37 16,22 21,50 27,48 11, Rasio Antar Dimensi Pohon Perhitungan rasio antar dimensi pohon dimaksudkan untuk mendapatkan besarnya nilai salah satu dimensi jika dimensi yang lainnya diketahui. Rasio antar dimensi pohon yang diukur, meliputi: diameter pangkal (Dp)/diameter setinggi dada (Dbh), diameter pangkal (Dp)/diameter tajuk (Djuk), diameter bebas cabang (Dbc)/diameter tajuk (Djuk), diameter setinggi dada (Dbh)/diameter tajuk (Djuk), diameter bebas cabang (Dbc)/diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc)/diameter pangkal (Dp), tinggi tajuk (Tjuk)/tinggi total (Ttot), tinggi bebas cabang (Tbc)/tinggi total (Ttot) dan tinggi bebas cabang (Tbc)/tinggi tajuk (Tjuk). Perhitungan perbandingan-perbandingan rasio antar dimensi pohon pinus dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon pinus Rasio antar dimensi Minimal Maksimal Rata-rata Dp/Dbh Dp/Djuk Dbc/Djuk Dbh/Djuk Dbc/Dbh Dbc/Dp Tjuk/Ttot Tbc/Ttot Tbc/Tjuk 1,02 2,15 0,99 1,95 0,31 0,26 0,22 0,27 0,36 1,34 7,38 3,67 6,46 0,87 0,76 0,74 0,78 3,63 1,09 3,88 2,00 3,57 0,56 0,52 0,42 0,58 1,59

34 5.3. Korelasi Antar Dimensi Pohon Keeratan hubungan linier antar dimensi pohon dapat diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1, maka hubungan diameter dengan dimensi lainnya merupakan korelasi negatif sempurna. Jika r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole, diacu dalam Baroroh 2006). Sel pada baris pertama dalam Tabel 4 menunjukkan besarnya korelasi antar dimensi. Sedangkan baris kedua menunjukkan besarnya nilai-p, dimana antar kedua dimensi akan memiliki korelasi yang sangat nyata bila nilai-p < 0,01, nyata pada nilai-p antara 0,01 0,05 dan korelasi tidak nyata pada saat nilai-p 0,05. Tabel 4 Korelasi antar dimensi pohon pinus Dimensi Dp Dbh Djuk Tbc Dbc Ttot Tjuk Dp 0,990 (a) 0,912 (a) 0,797 (a) 0,836 (a) 0,848 (a) 0,445 (a) (b) (b) (b) (b) (b) (b) Dbh Djuk Tbc Dbc Ttot 0,990 (a) 0,920 (a) 0,801 (a) 0,855 (a) 0,866 (a) 0,471 (a) (b) (b) (b) (b) (b) (b) 0,912 (a) 0,920 (a) 0,704 (a) 0,774 (a) 0,780 (a) 0,450 (a) (b) (b) (b) (b) (b) (b) 0,797 (a) 0,801 (a) 0,704 (a) 0,529 (a) 0,841 (a) 0,150 (a) (b) (b) (b) (b) (b) 0,115 (b) 0,836 (a) 0,855 (a) 0,774 (a) 0,529 (a) 0,811 (a) 0,749 (a) (b) (b) (b) (b) (b) (b) 0,848 (a) 0,866 (a) 0,780 (a) 0,841 (a) 0,811 (a) 0,661 (a) (b) (b) (b) (b) (b) (b) Tjuk 0,445 (a) 0,471 (a) 0,450 (a) 0,150 (a) 0,749 (a) 0,661 (a) (b) (b) (b) 0,115 (b) (b) (b) Ket: (a) Nilai Korelasi Pearson (b) Nilai-p Berdasarkan matrik korelasi, semua dimensi memiliki nilai korelasi positif sempurna, terlihat dari semua nilai r yang memiliki nilai positif pada setiap

35 dimensi dan tidak ada korelasi dimensi yang memiliki nilai negatif. Hal ini memberikan pengertian bahwa setiap peningkatan nilai salah satu dimensi akan diikuti dengan peningkatan dimensi pohon lainnya. Hampir semua dimensi memiliki hubungan yang sangat nyata antar dimensi yang satu dengan dimensi yang lainnya, terlihat oleh nilai-p yang secara keseluruhan bernilai. Dimensi yang tidak berkolerasi nyata adalah tinggi tajuk dengan tinggi bebas cabang (p=0,115) melebihi nilai korelasi tidak nyata (nilai-p 0,05). Nilai diameter setinggi dada memiliki korelasi yang paling tinggi dengan dimensi diameter pangkal sebesar 0,990 dengan nilai-p, nilai tersebut menggambarkan hubungan korelasi yang sangat erat antara kedua dimensi. Keereatan hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya berdasarkan tingginya nilai korelasi secara berurutan yaitu korelasi dengan diameter pangkal (0,990), diameter tajuk (0,920), tinggi total (0,866), diameter bebas cabang (0,855) dan tinggi bebas cabang (0,801), sedangkan dengan tinggi tajuk memiliki hubungan korelasi yang rendah dengan nilai r 0,471. Hubungan keeratan dimensi tinggi tajuk memiliki nilai koefisien korelasi terendah dibanding dengan hubungan hubungan keeratan yang lain. Nilai r secara berurutan yaitu 0,749 dengan diameter bebas cabang, 0,661 dengan tinggi total, 0,471 dengan diameter setinggi dada, 0,450 dengan diameter tajuk, dan 0,445 dengan diameter pangkal. Hubungan dimensi tinggi tajuk dengan tinggi bebas cabang memiliki hubungan tidak nyata, nilai-p=0,115 melebihi nilai-p 0,05. Hal ini berarti tinggi tajuk tidak memiliki hubungan linear dengan tinggi bebas cabang. Secara umum, berdasarkan matrik korelasi tersebut dimensi yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi lain, yaitu: diameter detinggi dada, diameter pangkal dan tinggi total Persamaan Regresi Antar Dimensi Persamaan regresi disusun untuk mengetahui sejauh mana dimensi pohon yang dijadikan variabel bebas dapat menjelaskan dimensi pohon lain yang dijadikan variabel tak bebasnya, dengan batasan variabel bebas merupakan

36 variabel yang lebih mudah dan lazim digunakan pada pengukuran di lapangan dibandingkan variabel tak bebasnya. Persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter pangkal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Persamaan regresi untuk hubungan diameter pangkal dengan dimensi pohon pinus lainnya No Persamaan R-sq (%) R-sq(adj) (%) Nilai-p Dbh = 0, ,921 D pangkal D tajuk = 1,22 + 0,233 D pangkal Tbc = 6,45 + 0,224 D pangkal Dbc = 5,53 + 0,364 D pangkal Ttot = 13,8 + 0,312 D pangkal Ttajuk = 7,40 + 0,0879 D pangkal 98,0 83,2 63,5 68,5 71,1 18,7 98,0 83,1 63,2 68,3 70,8 18,0 Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter pangkal adalah model pertama. Pada model pertama mempunyai nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan model lainnya sebesar 98,0%. Hal ini juga dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi sebesar 98,0% yang berarti sebesar 98,0% keragaman dari diameter setinggi dada dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana atau dapat dikatakan bahwa keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan 98,0% keragaman diameter setinggi dada, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lainnya. Model persamaan yang telah dipilih dengan menggunakan peubah respon diameter setinggi dada dapat menunjukan bahwa setiap perubahan satu satuan diameter pangkal akan diikuti peningkatan perubahan diameter setinggi dada sebesar 0,921 satuan. Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai-p sebesar. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01, sehingga dapat diartikan bahwa model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menujukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, diameter pangkal berpengaruh sangat nyata dalam pendugaan

37 besarnya nilai diameter setinggi dada, tinggi tajuk, tinggi bebas cabang, diameter tajuk, diameter bebas cabang dan tinggi total pada persamaan yang telah diuji. Berdasarkan Tabel 5, nilai-nilai dimensi lain dapat dicari apabila nilai dari diameter pangkal diketahui. Jika diamsusikan nilai Dp = 20, maka nilai Dbh = 18,4, Djuk = 5,88, Tbc = 10,93, Dbc = 12,81, Ttot = 20,04 dan Tjuk = 9,16. Nilai rata-rata koefisien determinasi (R-sq) sebesar 67,17 %. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi pinus dengan peubah diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persamaan regresi untuk hubungan diameter setinggi dada dengan dimensi pohon pinus lainnya No Persamaan R-sq (%) R-sq(adj) (%) Nilai-p D pangkal = 0, ,06 Dbh D tajuk = 1,23 + 0,253 Dbh Tbc = 6,49 + 0,243 Dbh Dbc = 5,28 + 0,401 Dbh Ttot = 13,7 + 0,343 Dbh Ttajuk = 7,19 + 0,101 Dbh 98,0 84,7 64,2 72,1 74,3 21,2 98,0 84,6 63,9 71,8 74,1 20,6 Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada adalah model pertama. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 98,0%, artinya sebesar 98,0% keragaman diameter pangkal dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana atau dapat dikatakan bahwa keragaman diameter setinggi dada dapat menjelaskan 98,0% keragaman diameter pangkal, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lainnya. Model persamaan yang telah dipilih dengan peubah respon diameter pangkal menunjukan bahwa setiap perubahan satu satuan diameter setinggi dada akan diikuti dengan perubahan diameter pangkal sebesar 1,06 satuan. Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai-p adalah. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01 sehingga dapat diartikan bahwa model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menunjukan bahwa pada tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Pinus merkusii Jungh et. De Vriese DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ANGGI RIANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Sebaran Pohon Contoh Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling (pemilihan contoh terarah dengan pertimbangan tertentu) dengan memperhatikan sebaran diameter

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat Data Badan Pengelola HPGW tahun 2012 menunjukkan bahwa kawasan HPGW sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama satu minggu pada bulan Februari. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gunung Walat Pembangunan Hutan Pendidikan Kehutanan berawal pada tahun 1959, ketika Fakultas Kehutanan IPB masih merupakan Jurusan Kehutanan, Fakultas

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi da Waktu Pegambila Data Pegambila data poho Pius (Pius merkusii) dilakuka di Huta Pedidika Guug Walat, Kabupate Sukabumi, Jawa Barat pada bula September 2011.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT ELVIA SARI UTAMI E14070061 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Agathis loranthifolia R. A. Salisbury 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Agathis loranthifolia R. A. Salisbury termasuk famili Araucariaceae dengan memiliki nama lokal

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT CHOIRIDA EMA WARDASANTI E14070041 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB The Exploration of Resources and Communities Interaction in Gunung Walat University Forest DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15

Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin) 630 (2002): 1-15 TABEL ISI POHON JENIS BINTANGUR (Callophyllum sp.) DI KPH SANGGAU, KALIMANTAN BARAT (Tree Volume Table of Bintangur (Callophyllum sp.) in the Forest District of Sanggau, West Kalimantan) Oleh/By: Sofwan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI

STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

TABEL VOLUME POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT KRISTI SIAGIAN

TABEL VOLUME POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT KRISTI SIAGIAN TABEL VOLUME POHON Agathis loranthifolia DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT KRISTI SIAGIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

TUMBUHAN PINUS. Klasifikasi tumbuhan pinus menurut Tjitrosoepomo (1996) sebagai berikut :

TUMBUHAN PINUS. Klasifikasi tumbuhan pinus menurut Tjitrosoepomo (1996) sebagai berikut : TUMBUHAN PINUS Klasifikasi tumbuhan pinus menurut Tjitrosoepomo (1996) sebagai berikut : -Kerajaan : Plantae - Divisi : Spermatophyta - Anak Divisi : Gymnospermae - Kelas : Coniferae atau Coniferinae -

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH TETTY HRU PARDEDE 031201029 / MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK Pinus merkusii Jungh et de Vries RAS KERINCI DI RESORT KSDA BUKIT TAPAN, KAWASAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, JAMB1

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK Pinus merkusii Jungh et de Vries RAS KERINCI DI RESORT KSDA BUKIT TAPAN, KAWASAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, JAMB1 Media Konservasi Vol. VII, No. 1, Desember 2000 : 9-15 KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK Pinus merkusii Jungh et de Vries RAS KERINCI DI RESORT KSDA BUKIT TAPAN, KAWASAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, JAMB1

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK 11/1/13 MAKALAH SEMINAR/EKSPOSE HASIL PENELITIAN TAHUN 13 BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK Oleh: Asef

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PENYADAP SKRIPSI HENNY MONIKA SITORUS /MANAJEMEN HUTAN

KONTRIBUSI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PENYADAP SKRIPSI HENNY MONIKA SITORUS /MANAJEMEN HUTAN KONTRIBUSI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PENYADAP SKRIPSI HENNY MONIKA SITORUS 071201024/MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) KASUS DI KPH TASIKMALAYA YANDI WIJAKSANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGIS DAN HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA GENOTIPE DURIAN (Durio zibethinus Murr) DI KECAMATAN TIGALINGGA DAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : NAZRIAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA Skripsi KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA ( Euphorbia phulcherrima) DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI PT SAUNG MIRWAN BOGOR Oleh: LENI ANDRIANI F14103028 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Volume Pohon Volume pohon dapat diperkirakan dari hubungan nyata antara dimensi pohon dan volume pohon tertentu. Diameter, tinggi, dan faktor bentuk merupakan peubah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011 dengan lokasi penelitian berada di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH PENYUSUNAN TABEL VOLUME LOKAL JABON ( Anthocephalus cadamba) DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH (Development of Local Volume Tabel of Jabon ( Anthocephalus cadamba)

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Data Pengamatan struktur tegakan dilakukan dilima petak ukur dengan luasan masing-masing satu hektar. Sample atau contoh diambil menggunakan metode purposive

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci