BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 Baja Baja merupakan campuran logam yang mengandung besi sebagai penyusun utamanya dengan kandungan unsur karbon (C) kurang dari 2%. Jika karbonnya lebih dari 2%, maka campuran logam tersebut disebut sebagai cast iron. Baja terdapat dalam 90 % dari struktur material yang telah dibuat. 2 Kinerja dari baja tergantung pada sifat-sifat yang terkait dengan mikrostrukturnya yang dihasilkan dari berbagai tahapan fasa makroskopik dengan komposisi dan kondisi olahan tertentu. 3 Karbon sangat berhubungan dengan perubahan sifat pada baja. Umumnya kadar karbon dibuat rendah pada baja yang memerlukan keuletan (ductility) tinggi, ketangguhan (toughness) tinggi, dan pengelasan (weldability) yang baik, tetapi kadar karbon dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi pada baja yang membutuhkan kekuatan (strength) tinggi, kekerasan (hardness) tinggi, ketahanan lelah (fatigue resistance), dan ketahanan aus (wear resistance). 3 Gambar 2.1 di berikut menunjukkan grafik kekerasan sebagai fungsi dari kandungan karbon untuk beberapa jenis mikrostruktur dalam baja. Gambar 2.1 Kekerasan sebagai fungsi dari kandungan karbon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan (hardness) telah dihitung dan secara umum berbanding lurus dengan kekuatan (strength) dan berbanding terbalik dengan daktilitas (ductility) dan ketangguhan (toughness). Baja juga mengandung banyak unsur tambahan yang mengisi batas-batas fasa besi-karbon. Unsur-unsur seperti mangan dan nikel merupakan penyetabil austenit, yang menurunkan temperatur kritis. Unsur-unsur seperti silikon, krom, dan molibdenum merupakan penyetabil ferit dan pembentuk karbida, yang meningkatkan temperatur kritis dan menyusutkan fasa austenit. Unsur-unsur yang lain seperti titanium, niobium, dan vanadium, bisa memicu dispersi dari nitrida, karbida, dan karbonitirida yang bergantung-temperatur dalam austenit. 5 Jenis baja dibagi menjadi dua, yaitu plain carbon steel dan alloy steel. Plain carbon steel adalah campuran logam dari besi dan karbon yang juga mengandung mangan dan beberapa unsur residu. Unsur residu ini berasal dari sisa material yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan The American Iron and Steel Institute (AISI), kandungan mangan maksimum adalah 1,65%, Si kurang dari 0,6%, dan Cu kurang dari 0,6%. Semakin kecil kandungan oksida, sulfida, dan silikat, semakin bersih baja tersebut. Baja diproduksi melalui proses peleburan dan pemadatan menjadi suatu bentuk batangan. 6 Persentase komposisi penyusun baja plain carbon steel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perbedaan komposisi pada plain carbon steel. 7 Steel Type % mass C % mass Mn Low-carbon Up to 0,3 Up to 1,5 steels Mediumcarbon 0,3 to 0,6 0,6 to 1,65 steels High-carbon 0,6 to 1 0,3 to 0,9 steels Ultrahighcarbon steels 1,25 to 2 -

2 3 Plain carbon steel hanya memiliki unsur tambahan Mn, S, dan P, sedangkan Alloy Steel memiliki lebih banyak unsur lain yang ditambahkan. Alloy Steel dikelompokkan berdasarkan keperluannya (Contoh: stainless steel), berdasarkan penggunaannya (Contoh: tool steel) atau berdasar pengaruh panasnya (Contoh: maraging steels). Transformasi Struktur Baja Pada pemanasan sepotong besi murni dari temperatur ruang hingga titik lelehnya, terdapat beberapa transformasi kristal yang terjadi. Ketika besi berubah dari satu bentuk kristal ke bentuk yang lainnya, temperatur relatif tetap hingga terjadi perubahan bentuk. Kalor yang dibutuhkan disebut kalor laten. Dua bentuk kristal tersebut adalah ferrit dan austenit. Ferrite α-iron memiliki struktur kristal BCC, stabil pada suhu di bawah 911 o C, dan ferrite δ-iron di atas 1392 o C hingga titik lelehnya. Austenite, yang disebut sebagai γ-iron, memiliki sturktur kristal FCC, stabil antara 911 o C hingga 1392 o C. 8 Susunan atom dalam logam berbentuk tiga dimensi yang sering disebut struktur kristal. Pada besi, terlihat kubus yang tersusun vertikal maupun horizontal. Sudut-sudut kubus ditempati oleh satu atom, dan setiap sudut atom berhubungan dengan delapan kubus. Unsur paling penting dalam pembuatan baja adalah karbon. Pada temperatur ruang, komposisi karbon pada alfa-iron sangat sedikit. Karbon yang bergabung dengan karbida besi, disebut cementite, Fe 3 C. Karbida besi bergabung dengan ferit membentuk pearlite, dengan kandungan karbon berkisar antara 0,80%. Logam yang mengandung karbon sebanyak 0,80% disebut eutectoid. 9 Pearlite adalah mikrostruktur yang terbentuk dari austenit selama proses pendinginan baja. Selama proses pembentukan pearlit, selain difusi atom karbon, atom besi juga berpindah antara austenite dan pearlite. Transfer atom besi ini penting dalam menyelesaikan perubahan austenite, ferrite, dan cementite. Pada temperatur kritis yang rendah, difusi atom ini tidak mungkin terjadi, dan atom besi menyelesaikan perubahan struktur kristalnya dengan pemindahan kooperatif. Hasil mekanisme transformasi ini adalah tipe mikrostruktur bainite. Mikrostruktur lain dalam baja adalah martensite, martensite adalah fasa yang paling mempengaruhi kekerasan (hardness) dan kekuatan (strength) dari baja. Transformasi martensite tanpa diikuti difusi dan muncul selama proses pendinginan dengan kecepatan tinggi untuk menekan difusi dari transformasi autenite menjadi ferrite, pearlite, dan bainite. Baik atom besi maupun atom karbon tidak dapat berdifusi. 10 Secara umum, terbentuknya beberapa mikrostruktur di atas, dapat dilihat pada Gambar 2.2. Fasa kristal baja dipengaruhi oleh komposisi karbon dan temperaturnya, ini terlihat pada diagram fasa (Gambar 2.3) Gambar 2.2 Jenis-jenis mikrostruktur baja terbentuk melalui proses pendinginan 10

3 4 Gambar 2.4 Mikrostrutktur Fe dilihat dengan mikroskop optik (100x) 11 Untuk melihat struktur besi secara mikro. Perlu dilakukan teknik metalografi pada sampel. Setelah melalui proses polishing dan eching, sampel dilihat dengan mikroskop optik hingga perbesaran 100x, seperti pada Gambar 2.4 di atas. Area yang diberi nomor 1 sampai 5 disebut dengan butir besi. Batas antara nomor 4 dan 5 (ditunjukkan tanda panah) disebut batas butir. Ketika besi ferrite dipanaskan hingga mencapai 912 o C, rangkaian butir ferrite berubah menjadi rangkaian baru butir austenite. Pertama, perubahan terjadi pada batas butir. Kedua, pertumbuhan butir Gambar 2.3 Diagram Fasa Baja 11 austenite akan mengganti semua ferrite sampai habis. Seperti halnya pada pencairan air (solid menjadi liquid), suhu pada besi akan tetap pada nilai 912 o C hingga semua ferrite berganti menjadi austenite. Hal ini juga berpengaruh pada volume per atom, massa jenis austenite 2% lebih tinggi dibanding ferrite, sehingga volume per atom besi lebih kecil pada fasa austenite. 11 Pengaruh penambahan unsur pada baja Berikut ini adalah beberapa macam unsur yang berpengaruh pada sifa baja Karbon Karbon ditambahkan pada besi untuk mendapatkan baja. Pengaruh pemberian karbon pada besi lebih besar dibandingkan dengan unsur lain. Penambahan lebih banyak karbon pada besi (hingga nilai kelarutan besi) menghasilkan lebih banyak distorsi pada kisi kristal dan menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih tinggi. Kelarutan dari karbon berpengaruh negatif pada karakteristik besi yang lain, yaitu keuletan (ductility). α-iron menjadi

4 5 sangat lembut, ketika lebih banyak karbon yang ditambahkan, kekuatan mekanik lebih besar, tapi elastisitasnya semakin berkurang. Lebih banyak karbon juga menjadi masalah ketika proses pengelasan. 2. Mangan Mangan berguna untuk meningkatkan kualitas permukaan pada semua rentang unsur karbon dan terutama pada baja teresulfurisasi. Mangan meningkatkan strength dan hardness, namun dalam taraf yang lebih rendah dari karbon. Peningkatan kekuatan tergantung pada kandungan karbon. Mangan memberi pengaruh cukup besar pada sifat hardenability baja. 3. Fosfor Fosfor meningkatkan strength dan hardness namun mengurangi keuletan dari baja. Fosfor yang semakin banyak biasanya dipakai pada baja free-machining kandungan karbon rendah. 4. Sulfur Kandungan sulfur dapat mengurangi keuletan. Unsur ini sangat menggangu kualitas permukaan, terutama pada baja kandungan karbon rendah dan mangan rendah. Kandungan sulfur biasanya diatur pada taraf rendah. 5. Silikon Silikon adalah salah satu dari deoksidator utama dalam pembuatan baja sehingga jumlah kandungan silikon bergantung pada jenis bajanya. Pada baja karbon rendah, silicon umumnya merusak kualitas permukaan. 6. Tembaga Tembaga dalam jumlah yang cukup banyak dapat merusak baja. Tembaga dapat merusak kualitas permukaan dan memperburuk kerusakan yang menempel pada baja tersulfurisasi. Tembaga meningkatkan sifat tahan korosi atmosferik bila kandungannya melampaui 0.20%. 7. Timah Timah terkadang ditambahkan pada baja untuk meningkatkan karakteristik mekaniknya. Penambahan ini dalam rentang 0,15 s.d. 0,35%. 8. Boron Boron ditambahkan pada baja untuk meningkatkan hardenability. Baja boron-treated dibuat dengan kandungan boron antara dan 0.003%. Penambahan boron paling efektif pada baja karbon rendah. 9. Khrom Khrom umumnya ditambahkan pada baja untuk meningkatkan sifat tahan karat dan tahan oksidasi serta untuk meningkatkan ketahanan abrasif pada komposisi karbon tinggi. Khrom adalah pembentuk karbida yang kuat. Sebagai unsur pengeras, khrom sering digunakan dengan unsur penggetas seperti nikel untuk menghasilkan sifat mekanis yang handal. Pada temperatur yang lebih tinggi, khrom mampu meningkatkan strength dari baja. Secara umum, khrom ditambahkan bersama dengan molibdenum. 10. Nikel Nikel adalah penguat ferit (ferrite strengthener). Nikel tidak membentuk karbida pada baja, namun tetap larut dalam ferit, sehingga mampu menguatkan dan menggetaskan fasa ferit. Bersama dengan khrom, nikel meningkatkan kekerasan dari baja. 11. Molibdenum Molibdenum ditambahkan pada baja pada taraf 0,1 hingga 1%. Molibdenum mampu meningkatkan kekuatan dari baja paduan rendah pada temperatur yang semakin tinggi. 12. Niobium Penambahan sejumlah kecil Niobium dapat secara signifikan meningkatkan kekuatan dari baja.

5 6 13. Aluminium Aluminium banyak digunakan sebagai deoksidator untuk mengendalikan pertumbuhan butir austenit pada baja, sehingga sering ditambahkan untuk mengatur ukuran butir (grain). Aluminium adalah paduan yang paling efektif dalam mengendalikan pertumbuhan butir pada baja. 14. Titanium dan Zirconium Pengaruh dari penambahan titanium mirip dengan niobium. Zirkonium juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan karakteristik inklusi, terutama inklusi sulfida, untuk meningkatkan keuletan pada arah transversal. Baja berbentuk pipa (Steel Tubular Product) Steel tubular product adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan produk baja yang berrongga. Pada umumnya produk ini berbentuk silinder Tabel 2. Komposisi kima baja API 5L seamless 13 Spesifikasi 5L Proses Pembuatan Pipa Seamless dan berguna untuk mengalirkan fluida. Dua jenis steel tubular adalah pipa dan tabung. Jenis pipa yang digunakan untuk mengalirkan minyak atau gas disebut dengan pipeline. Berdasarkan American Petroleum Institute (API), jenis baja seamless yang tepat digunakan dalam industri minyak adalah jenis baja 5L. 13 Komposisi kimia baja 5L dapat dilihat pada Tabel 2. Selain API, organisasi internasional lain yang memiliki standar baja adalah SAE (Society of Automotive Engineers). Organisasi ini berisi ilmuwan-ilmuwan yang bergerak dalam bidang industri otomotif. SAE Steel Grade adalah spesifikasi baja standard, ditunjukkan oleh empat digit angka yang menunjukkan komposisi kimia pembentuknya. Contoh dari baja standard SAE adalah SAE Komposisi kimianya dapat dilihat pada Tabel 3. Grade Komposisi (%berat) C Mn P S Si A25, 0,0 class I 0,21 0,03-0,60 0, A25, 0,0 class II 0,21 0,03-0,60 0,045-0, ,0 A 0,22 0,9 0, ,0 B 0,27 1,15 0, Tabel 3. Komposisi kimia baja SAE 1513 Unsur % Berat Fe 98 Mn 1,00 1,35 Si 0,1 0,35 C 0,16 Al 0,015-0,06 P 0,04 S 0,04 Korosi Kata korosi digunakan untuk menunjukkan kerusakan pada permukaan material atau logam pada lingkungan yang relatif buruk. Korosi merupakan proses oksidasi yang terjadi secara kimia ketika logam melepas elektron ke lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah dalam keadaan cair (liquid), gas, atau soil-liquid. Lingkungan tersebut disebut elektrolit karena memiliki nilai konduktivitas untuk transfer elektron. 14 Larutan elektrolit mengandung ion postif dan ion negatif yang disebut dengan kation dan anion. Proses korosi membutuhkan paling sedikit dua reaksi kimia yang harus terjadi pada lingkungan korosif. Reaksi tesebut diklasifikasikan

6 7 sebagai reaksi anoda dan reaksi katoda. Jika kedua reaksi tersebut terajadi, permukaan logam menjadi rusak. Berikut ini adalah contoh reaksi korosi pada baja. 14 Anoda : Fe Fe e - Katoda : 2H 2 O + 2e - H 2 + 2OH - Fe + 2H 2 O Fe(OH) 2 + H 2 Beberapa jenis korosi yang sering terjadi adalah general corrosion, galvanic corrosion, crevice corrosion, pitting corrosion, erosion corrosion, stresscorrosion cracking, corrosion fatigue, dan microbiological corrosion. General Corrosion General Corrosion diartikan sebagai serangan korosif yang didominasi oleh penipisan secara seragam tanpa adanya serangan pada tempat tertentu. Menipisnya permukaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5 di bawah. Atap seng adalah contoh material yang mudah terkena serangan General Corrosion, sedangkan material pasif seperti stainless steel, atau logam nickel-chromium hanya mendapat serangan pada tempat tertentu (localized attack). 15 Thicknes is reduced uniformly tinggi menjadi katode. 16 Gambar 2.6 di bawah menunjukkan contoh terjadinya galvanic corrosion. Gambar 2.6 Galvanic Corrosion 16 Crevice Corrosion Crevice Corrosion terjadi akibat air atau cairan lain terperangkap pada celah di logam. Korosi ini terjadi pada kontak antara logam dengan logam atau antara logam dengan non-logam. Lingkungan yang rendah kadar oksigen dan tinggi kadar klorida merupakan faktor utama terjadinya jenis korosi ini. 17 Gambar 2.7 menunjukkan bentuk fisiknya Crevice Corrosion. Gambar 2.5 General Corrosion pada logam Galvanic Corrosion Galvanic Corrosion terjadi pada dua logam yang memiliki beda potensial listrik (logam berbeda jenis) terhubung secara fisik satu sama lain dan terletak dalam medium yang terkonduksi listrik. Arus listrik dapat menarik elektron keluar dari salah satu logam, yang akan menjadikannya sebagai anode. Hal ini akan mempercepat terjadinya korosi pada anode. Logam yang lainnya, sebagai katode akan mengalami penurunan ketahanan korosi. Logam dengan potensial lebih rendah akan menjadi anode dan logam dengan potensial lebih Gambar 2.7 Crevice Corrosion 17 Pitting Corrosion Pitting Corrosion, atau sering hanya disebut pitting, adalah jenis korosi yang secara ekstrim terbentuk pada area tertentu di logam. Pitting muncul ketika medium korosif menyerang logam pada titik tertentu yang menyebabkan terbentuknya lubang kecil. Biasanya hal ini terjadi ketika lapisan pelindung logam telah berlubang oleh kerusakan secara mekanik maupun kimia. Pitting merupakan bentuk korosi yang paling berbahaya karena sulit diantisipasi dan dicegah, relatif sulit untuk dideteksi, muncul secara cepat, dan menembus logam tanpa mengurangi massa logam secara signifikan. Pitting juga memiliki efek samping, sebagai contoh, retakan dapat muncul pada ujung lubang karena meningkatnya tekanan. 18 Bentuk lubang

7 8 dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8 berikut. Gambar 2.8 Pitting Corrosion 18 Erosion Corrosion Erosion Corrosion adalah bentuk serangan korosi yang dihasilkan oleh interaksi antara cairan elektrolit yang melalui permukaan logam. Biasanya terdapat partikel padat yang ikut dalam cairan yang mengalir. Fluida yang mengalir menyebabkan terjadinya abrasi, meningkatkan derajat korosi melebihi General (non-motion) Corrosion pada kondisi yang sama. Erosion corrosion terjadi dalam saluran pipa seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi jenis ini. Salah satu di antaranya adalah kekerasan bahan. semakin keras material, ketahanan erosion corrosion semakin lebih baik. Faktor yang lain adalah kehalusan permukaan, kecepatan fluida, massa jenis fluida, dan sudut aliran fluida. 19 Gambar 2.9 Erosion Corrosion 19 Stress-Corrosion Cracking Stress Corrosion adalah fenomena peretakan logam yang terkadang muncul ketika logam mengalami tekanan statis dari lingkungan yang korosif. Proses Stress-Corrosion Cracking (SCC) terjadi di dalam material, retakan masuk ke struktur internal, tanpa merusak permukaan. Kebanyakan retakan (crack) memiliki arah yang tegak lurus dengan arah tekanan yang diberikan. Selain tekanan mekanik, tekanan termal dengan agen korosif juga dapat menimbulkan SCC. Pitting menjadi salah satu penyebab SCC, terutama pada logam yang sensitif. SCC adalah jenis korosi yang berbahaya karena sulit dideteksi dan bisa muncul jika tekanan lebih dari tingkat ketahanan logam. Bentuk retakan SCC terlihat pada Gambar 2.10 di bawah. 20 Gambar 2.10 Stress-Corrosion Cracking 20 Corrosion Fatigue Corrosion Fatigue muncul pada logam sebagai hasil dari tekanan siklis dan lingkungan korosif. Corrosion fatigue menyebabkan ketahanan logam akan menurun pada lingkungan yang agresif. Akibatnya, timbul retakan pada logam (seperti SCC yang menerima tekanan statik). Jenis korosi ini dipengaruhi oleh faktor intensitas tekanan dan frekuensi tekanan siklis. Lingkungan yang lembab dan berair, tingginya aktivitas kimia juga menurunkan tingkat ketahanan terhadap korosi. 21 Bentuk fisik terjainya corrosion fatigue dapat dilihat pada Gambar 2.11

8 9 Gambar 2.11 Corrosion Fatigue 20 Analisis Kegagalan Kegagalan (Failure) Kegagalan adalah ketidakmampuan peralatan, mesin, atau proses untuk berjalan sebagaimana fungsinya. Kegagalan muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran, bisa berupa salah satu bagian atau seluruh bagian dari suatu proses. 22 Kondisi ini bisa menyebabkan kerugian secara finansial dan membahayakan keselamatan operator, masyarakat atau lingkungan sekitar. Komponen peralatan yang telah lama beroperasi akan rusak. Kerusakan semacam ini adalah wajar mengingat bahwa masa pakainya cukup lama, sesuai dengan yang direncanakan. Suatu komponen dikatakan gagal bila komponen tersebut tidak dapat berfungsi seperti yang dirancang. Hal ini terjadi dalam masa pakai yang pendek, atau lebih singkat daripada umur yang diharapkan. Penyebab yang paling umum terjadinya kegagalan adalah: Kondisi penggunaan (use / misuse) Perawatan dan pengecekan yang tidak benar (sengaja / tidak disengaja) Kesalahan pemasangan Kesalahan pembuatan/produksi Kesalahan desain (pemilihan material maupun kondisi material) Kondisi lingkungan yang ekstrim Untuk menentukan akar permasalahan, maka perlu dilakukan Analisis Kegagalan. Setelah akar permasalahan ditemukan, tindakan koreksi dan perbaikan dapat dilakukan untuk mencegah kegagalan pada proses berikutnya. Untuk tujuan industri, analisis kegagalan akan menghemat waktu dan biaya, menjadi bagian dari kontrol kualitas dan peningkatan program secara berkelanjutan. Analisis Kegagalan untuk Korosi (Analysis of Corrosion-Related Failure) Kegagalan korosi memiliki langkah analisis yang sama dengan kegagalan pada umumnya. Namun, perbedaan utama dengan kegagalan umum adalah perlunya penjagaan dan perlindungan yang dilakukan sesegera mungkin pada semua barang bukti. Kegagalan korosi juga memerlukan pengambilan sampel dan pengujian produk korosi secepat mungkin untuk mendapatkan hasil yang aktual. Jika memungkinkan dan ada biaya, kunjungan ke tempat kegagalan juga perlu dilakukan. 23 Kegagalan korosi sering berhubungan dengan pemilihan material dan kondisi lingkungan. Seluk beluk sepesifikasi material, dokumen jaminan kualtas, dokumen pemasangan dan perawatan, dan sejarah kondisi lingkungan adalah beberapa data yang penting dan sangat berguna untuk menyelesaikan kegagalan korosi. Informasi mengenai gangguan sistem atau lingkungan yang berubah dari kondisi normal juga harus disediakan. Perbandingan dari spesifikasi bahan yang sedang digunakan dengan desain bahan juga harus dilakukan Hal yang sangat penting untuk menemukan sebab dari kegagalan adalah adanya data (record) pengoperasian dari komponen yang mengalami kegagalan. Data mengenai lingkungan dari komponen, setiap perubahan pada lingkungan, dan perubahan temperatur perlu didapatkan juga. Setiap catatan dari kegagalan sebelumnya atau kelainan dalam pengoperasioan adalah hal yang berguna. Jika memungkinkan, gambar dan sketsa dari teknisi perlu ditinjau. 23 Informasi mengenai setiap pengecekan yang dilakukan oleh personil pabrik juga harus disediakan. Penggunaan cat untuk menandai komponen juga dapat

9 10 mengubah ketahanan korosi dan komposisi kimia produk korosi. Setiap perubahan sebelum dan sesudah kegagalan juga perlu didokumentasikan. Pemeriksaan di tempat dilakukan dengan perjalanan di sekeliling area kegagalan. Dokumentasi fotografik perlu dibuat untuk melukiskan kondisi setelah kegagalan. Jika memungkinkan, perlu dilakukan pengecekan pada pemasangan atau operasi dari bagian yang tidak mengalami kegagalan. Dokumentasi forografik harus dilakukan dengan perhatian khusus untuk mendapatkan warna sebenarnya dari produk korosi. Pengambilan gambar di laboratorium dilakukan dengan pengaturan yang dapat menghasilkan sifat warna dan tekstur permukaan yang akurat. 23 Sampel diambil dari tempatnya dengan hati-hati untuk mencegah adanya kontaminasi. Beberapa alat yang berguna dalam pengambilan sampel diantaranya adalah tas yang tertutup, sarung tangan lateks, alat-alat pengambil sampel, dan bahan perekat. Penguji diharuskan menhindari sentuhan langsung dengan produk korosi untuk menghindari kontaminasi. Secara umum, pemotongan (cutting) harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari perubahan dari kondisi metalurgi bahan dan deposit korosi. Pemotongan menggunakan gergaji (saw cutting) lebih disarankan daripada menggunakan torch cutting karena pemanasan dari sampel dapat memberi efek pada bahan dan produk korosi. Jika dilakukan torch cutting, jarak yang disarankan adalah 75 s.d. 150 mm dari area yang diinginkan untuk diambil. Saw cutting dilakukan dengan lambat untuk menghindari pemanasan. Jika memungkinkan, penggunaan minyak pelumas dan pendingin dapat dihindari untuk menghindari kontaminasi. 23 Material dan kondisi lingkungan menjadi pusat perhatian dalam melakukan analaisis kegagalan. Meskipun setiap jenis kegagalan memiliki pengujian yang unik, beberapa langkah umum dapat diambil dalam pemeriksaan semua kegagalan korosi. Langkah-langkah yang dilakukan untuk memeriksa kegagalan korosi adalah: Semua sampel harus diidentifikasi dengan hati-hati. Asal sampel, handling, dan proses dalam laboratorium juga perlu didokumentasikan. 2. Pengambilan fotografi dilakukan pada kondisi awal sampel diterima. 3. Pengujian secara makro menggunakan mikroskop stereo dari area sampel. 4. Metode pengujian non-destruktif dapat dipertimbangkan. Hindari gangguan secara fisik pada sampel korosi. Dapat dilakukan pula radiografi untuk mendapatkan data kualitas casting atau untuk melihat peretakan. Bagaimanapun, penggunaan cairan tidak dapat dilakukan hingga sampel korosi telah dibersihkan. 5. Pembersihan endapan korosi. Sampel dibersihkan dengan alat yang tidak memberikan kontaminasi seperti stainless steel. Sampel disimpan pada tempat yang bersih dan kering serta diberi tanda. 6. Sampel korosi dianalisis dengan energy dispersive spectroscopy (EDS) bersamaan dengan scanning electron microscopy (SEM) untuk mendapatkan komposisi unsur kimia pada produk korosi. 7. Berdasar pengujian secara visual, sampel korosi mungkin perlu dilakukan analisis mikrobiologi. Langkah-langkah berikutnya dapat diikuti dengan pembersihan (cleaning) atau pengujian yang lain. Korosi pada Lingkungan Minyak Beberapa jenis masalah korosi dapat ditemukan pada pengeboran dan produksi awal dari minyak dan gas. Termasuk korosi pitting, penggetasan sulfida dan penggetasan hidrogen. Endapan minyak dan gas sering menjadi penyebabnya. Campuran logam yang kuat diperlukan pada galian yang dalam. Pada sumur gas yang dalam, lingkungan memiliki gas H 2 S dengan konsentrasi antara 28 hingga 46%, temperaturnya berkisar pada 200 o C, tekanan pada 140 MPa. H 2 S juga sering

10 11 ditemukan berkombinasi dengan air berklorida dan CO 2 pada lingkungan. Adanya H 2 S ini menghasilkan korosi pada campuran logam. Korosi di dalam sumur sumber minyak dihasilkan dari lingkungan asam tinggi yang terbentuk ketika terdapat CO 2 dan air. Kehadiran Klorida dan H 2 S akan menambah keagresifan dari lingkungan. Selanjutnya, tingkat korosi akan berubah sebagaimana temperatur berubah. 24 H 2 S Corrosion Fenomena yang disebut sebagai Sulfide Stress Cracking (SSC) dipengaruhi oleh konsentrasi H 2 S dan temperatur. Terjadinya SSC juga dipengaruhi oleh mikrostruktur logam, yang bergantung pada komposisi logam dan perlakuan panas. H 2 S terlarut dalam air menghasilkan ion Hidrogen. Ion Hidrogen relatif kecil dan mampu berdifusi melalui batas butir atau kerusakan yang terbuka di dalam bahan baja. Dua atom H bergabung membentuk molekul H 2 (gas). Molekul H 2 terakumulasi dan terjebak dalam area tertentu. Hal ini menyebabkan tekanan yang tinggi pada titik tertentu dan membentuk retakan (crack). SSC adalah efek kombinasi dari korosi dan peretakan yang diakibatkan difusi hidrogen. 25 Masalah utama adanya H 2 S adalah penggetasan logam, yang disebabkan oleh penetrasi H 2 dalam logam. Hidrogen sulfida adalah asam lemah yang terlarut dalam air dan dapat berperan sebagai katalis dalam penyerapan atom hidrogen pada logam, membentuk SSC pada logam berkekuatan tinggi. Salain SSC, dalam kondisi lingkungan yang terdapat H 2 S tipe korosi yang umum terjadi adalah general corrosion, pitting corrosion, dan corrosion fatigue. Topografi dari lubang korosi H 2 S, memiliki karakteristik bentuk seperti kerucut dengan bagian bawah yang tergores. Produk korosi yang terbentuk diantaranya adalah besi sulfida (FeS) hitam atau biru-hitam, pyrite (FeS 2 ), iron oxide (Fe 3 O 4 ), dan sulfur (S). Mekanisme utama proses korosi yang terjadi diperlihatkan dalam reaksi kimia berikut. 26 Fe + H 2 S FeS + H 2 CO 2 Corrosion Adanya CO 2 yang terkandung dalam minyak dapat menyebabkan beberapa jenis korosi seperti general corrosion, pitting corrosion, wormhole attack, erosion corrosion,dan corrosion fatigue. Topografi dari lubang korosi CO 2, memiliki karakteristik bagian tepi yang tajam, bagian dinding dan bagian dalam yang halus, serta lubang yang bersambung satu dengan lainnya. Deposit korosi yang mencirikan bahwa korosi tersebut termasuk korosi CO 2 adalah Siderit (FeCO 3 ), Magnetit (Fe 3 O 4 ), and Hematit (Fe 2 O 3 ). Mekanisme utama proses korosi yang terjadi diperlihatkan dalam reaksi kimia berikut Fe + 2 CO 2 + O 2 2 FeCO 3 Sour Crude Oil Sour Crude Oil adalah minyak mentah yang dikotori oleh sulfur. Minyak mentah disebut sour jika jumlah sulfur total lebih dari 0,5%. Sour Crude Oil biasa diproses menjadi minyak untuk diesel dan bensin. Untuk mengurangi biaya produksi, Sour Crude Oil harus distabilkan dengan menghilangkan gas Asam Sulfida (H 2 S) sebelum dipindahkan melalui tangki minyak. 28 Crude Oil merupakan campuran hidrokarbon yang berwujud cair, berada dalam reservoir bawah tanah dan dalam kondisi tekanan atmosfer yang membuatnya tetap dalam fasa cair (liquid) setelah melalui beberapa pemisahan di permukaan. 29 Berikut adalah persentasi unsurunsur yang terdapat dalam minyak mentah. 30 Karbon : 83,0-87,0 % Hidrogen : 10,0-14,0 % Nitrogen : 0,1-2,0 % Oksigen : 0,05-1,5 % Sulfur : 0,05-6,0 %

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR

ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR HENING PRAM PRADITYO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Judul : Analisis Kegagalan Pipa Primary

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) BAJA Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya. Baja

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA Oleh kelompok 7 AYU ANDRIA SOLIHAT (20130110066) SEPTIYA WIDIYASTUTY (20130110077) BELLA LUTFIANI A.Z. (20130110080) M.R.ERNADI RAMADHANI (20130110100) Pengertian Baja Baja

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>> Matakuliah Tahun : Versi : / : Pertemuan 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA Bab IV. Hasil dan Analisa 59 BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian 4.1.1.Hasil Pengujian Dengan Metoda Penetrant Retakan 1 Retakan 2 Gambar 4.1. Hasil Pemeriksaan dengan Metoda Penetrant pada Pengunci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1%

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C) MK: TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-6 Sistem Besi-Karbon Nurun Nayiroh, M.Si Sistem Besi-Karbon Besi dengan campuran karbon adalah bahan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah baja. Kegunaan baja

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Yunita Sari, Siska Titik Dwiyati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : siska.td@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Fasa Transformasi Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan dari

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

DUPLEX STAINLESS STEEL

DUPLEX STAINLESS STEEL DUPLEX STAINLESS STEEL Oleh: Mohamad Sidiqi Pendahuluan Stainless Steel (SS) adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai kondisi lingkungan, khususnya pada atmosfer ambient

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING 1) Yoga Adi Susila, 2) Dody Prayitno 1.2) Teknik Mesin Universitas Trisakti yogaadisusila@yahoo.co.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor:0-100 (PAN). b. Tugas: Studi kasus penggunaan besi tuang di industri

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor:0-100 (PAN). b. Tugas: Studi kasus penggunaan besi tuang di industri Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikat or Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

4. BAJA PERKAKAS. Baja perkakas (tool steel), yang dikenal juga sebagai baja premium, adalah

4. BAJA PERKAKAS. Baja perkakas (tool steel), yang dikenal juga sebagai baja premium, adalah 4. BAJA PERKAKAS Baja perkakas (tool steel), yang dikenal juga sebagai baja premium, adalah satu jenis baja yang dirancang untuk aplikasi seperti alat memotong baja lain pada mesin perkakas, alat penumbuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY Disusun oleh : Dyan Ratna Mayangsari Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas I Komang Astana Widi 1), Wayan Sujana 2), Teguh Rahardjo 3) 1),2),3 ) Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI #7 FASA TRANSFORMASI Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK TUGAS AKHIR MM09 1381- PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK MOHAMMAD ISMANHADI S. 2708100051 Yuli Setyorini, ST, M.Phil LATAR

Lebih terperinci

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 Disusun oleh : Endah Lutfiana 2710 100 099 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Available online at Website

Available online at Website Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh PWHT dan Preheat pada Kualitas Pengelasan Dissimilar Metal antara Baja Karbon (A-106) dan Baja Sri Nugroho, Wiko Sudiarso*

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA PADUAN RENDAH KEKUATAN TINGGI (HSLA) Baja HSLA adalah baja karbon rendah dengan paduan mikro dibawah 1% yang memiliki sifat mekanis yang baik antara lain: kekuatan, ketangguhan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA HSLA (HIGH STRENGTH LOW ALLOY) Baja HSLA(High Strength Low Alloy Steel) atau biasa disebut juga dengan microalloyed steel adalah baja yang di desain untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR BANGUN PRIBADI *, SUPRAPTO **, DWI PRIYANTORO* *Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN Jl. Babarsari Kotak Pos 1008, DIY 55010

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak BAB II DASAR TEORI II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak Industri pengolahan kilang minyak merupakan industri yang banyak menggunakan peralatan dari baja dan paduannya. Peralatan-peralatan tersebut di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, sehingga manusia

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA

ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA Umen Rumendi, Hana Hermawan Dosen Teknik Material Jurusan Teknik Manufaktur, Politeknik Manufaktur

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plunger tip adalah salah satu rangkaian komponen penting pada mesin high pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai Heat Treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pemanasan yang diikuti proses pendinginan selama waktu tertentu dan bila perlu dilanjutkan dengan pemanasan serta pendinginan ulang. Perlakuan panas

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci