Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV. Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV. Hasil dan Pembahasan IV.1. Asas penyerahan tanah wakaf tanpa dapat diminta kembali. Berdasarkan pendapat dari ahli hukum Islam meskipun perbuatan wakaf dari Anas Syamsi dilaksanakan secara lisan secara syariah sudah sah dan memenuhi syarat. Menurut Al Kabisi bahwa syarat sahnya suatu wakaf adanya transaksi wakaf baik melalui lafal (ucapan) ataupun perbuatan yang mengisyaratkan wakaf. (Al-Kabisi, 2004). Selanjutnya oleh Al Kabisi selain adaya transaksi wakaf juga ditambahkan untuk persyaratan harta benda sendiri harus memenuhi syarat : 1. harta wakaf memiliki nilai (ada harganya). 2. harta itu jelas bentuknya. 3. harta wakaf itu merupakan hak milik wakif. 4. harta wakaf itu berupa benda yang tidak bergerak seperti tanah & bangunan atau benda yang disesuaikan dengan kebiasaan wakaf yang ada. Dengan demikian setelah terjadi akad atau ikrar secara lisan maka tanah tersebut telah berpindah hak penguasaannya kepada pihak nadzir. Asas penyerahan tanah wakaf sangat penting karena wakaf adalah suatu tindakan yang pada hakekatnya adalah untukmengabadikan manfaat dari harta wakaf itu sendiri. Salah satu aspek terpenting wakaf adalah adanya keabadian harta wakaf, maka jika ada seseorang melakukan wakaf maka dengan cara apapun harta yang sudah diwakafkan tidak dapat dicabut atau diminta kembali baik oleh mewakafkan maupun oleh pihak-pihak lain misalnya ahli waris. Berbeda dengan asas hukum perdata Barat pada umumnya jika terjadi suatu penyerahan harta (levering) namun di kemudian hari salah satu pihak terbukti melakukan suatu tindakan melawan hukum (onrechtmatigdaad), misal unsur penipuan atau penggelapan maka harta yang telah diserahkan dengan suatu perjanjian dapat dituntut kembali. 41

2 IV.2.Asas pembuktian Namun demikian berdasarkan kepentingan hukum formil maka sahnya wakaf perlu diikrarkan secara tertulis dihadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) di Kantor Urusan Agama setempat. Pentingnya alat bukti dalam hal ini akta ikrar wakaf adalah dalam rangka tujuan pembuktian. Bahwa tujuan pembuktian adalah untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua belah pihak. Sedangkan yang dimaksudkan membuktikan di sini adalah menyatakan untuk menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukan dalam suatu persengketaan. Pasal 163 HIR dan pasal 283 Rbg menyebutkan barangsiapa yang menyatakan mempunyai barang sesuatu hak atau menyebutkan sesuat kejadian untuk meneguhkan haknya itu, maka orang itu harus membuktikan adanya hak atau kejadian itu. Maka dalam rangka pembuktian kekuatan bukti hukum yang kuat adalah dalam bentuk tertulis, yang dituangkan dalam suatu akta. Menurut bentuknya alat bukti tertulis adalah : a. Surat akta b. Surat bukan akta Surat akta ialah surat yang tertanggal dan diberi tanda tangan, yang memuat keterangan tentang kejadian-kejadian antara hal-hal yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang digunakan untuk membuktika atau pembuktian.. Pada dasarnya ketentaun membuat akta ikrar wakaf adalah dalam rangka mencari kebenaran formil. Yaitu siapa yang mengaku mempunyai hak atau membantah hak orang lain harus membuktikan (pasal 163 HIR, pasal 283 RBg dan pasal 1856 BW). Bahwa pembuatan akta notaries di hadapan pejabat notaries Yetty Taher tidaklah yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Wakaf yang menyatakan bahwa keabsahnya wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf yang dibuat oleh pejabat yang berwenang (PPAIW). 42

3 Disamping itu meskipun Yetty Taher adalah seorang pejabat notaries yang berhak membuat akta namun menurut ketentuan pasal 165 HIR, pasal 285 RBg dan pasal 1868 BW ia bukanlah pejabat berwenang yang dinyatakan dengan undang-undang dalam ini Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik (akta ikrar wakaf). Menurut wawancara dengan Anas Syamsi bahwa sebagai seorang wakif dia tidak mengetahui bahwa ada ketentuan yang mengatur tentang akta ikrar wakaf tersebut sehingga berdasarkan pengalaman dan sepanjang pengetahuan dia bahwa masalah wakaf tanah dianggap sama dengan perbuatan hukum lain terhadap tanah seperti jual beli tanah, hibah tanah dan waris yang dilakukan dihadapan seorang pejabat notaries umum. Berdasarkan keterangan tertulis dari Yetty Taher selaku pejabat notaries pada saat itu sebenarnya sudah memberikan argumentasi bahwa pada saat itu Sulit Air Sepakat belum diakui sebagai badan hukum maka selaku pejabat notaries menolak untuk membuat akta notaries, namun jika akta tersebut diberikan kepada perorangan maka dapat dilakukan saat itu juga. Dalam kasus ini peneliti menilai sebagai pejabat notaries Yetty Taher dianggap lalai menjalankan fungsi dan tugasnya karena untuk perbuatan wakaf seharusnya beliau memberikan penjelasan bahwa ada pejabat yang lebih berwenang untuk membuat akta ikrar wakaf tersebut yaitu pejabat akta ikrar wakaf di Kantor Urusan Agama, namun hal tersebut tidak dilaksanakan. Sehingga keluarlah akta notaries nomor 15 tanggal 5 Oktober 1981 tersebut yang selanjutnya menjadi dasar hukum beberapa pihak untuk melakukan penukaran harta wakaf tersebut dan dari sinilah semua masalah berasal. Sebenarnya sengketa wakaf yang terjadi dalam studi kasus lebih menitikberatkan pada asas pembuktian tanah wakaf itu sendiri. Penyelesaian sengketa tanah wakaf sebelum pada tingkat peradilan dalam UU No. 41 Tahun 2004 dimungkinkan dengan cara mediasi (bantuan pihak ke tiga) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. 43

4 Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa maka sengketa itu dapat dibawa ke pengadilan agama atau mahkamah syariah. Selanjutnya untuk mencegah sengketa hukum tanah wakaf di masa yang datang selain perlu dibuatkan akta ikrar wakaf ataupun akta pengganti ikrar wakaf setelah itu segera didaftarkan di kantor pertanahan kota/kabupaten setempat agar mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Tata cara atau prosedur pensertipikatan tanah wakaf dapat dilihat pada halaman Lampiran. Dengan memperhatikan hal-hal di atas sebelumnya agar tanah-tanah wakaf aman perlu kiranya kita menyusun strategi pengamanan bagi tanah-tanah wakaf. Strategi pengamanan tanah wakaf yang peneliti tawarkan yaitu : 1. Segera memberikan sertipikat tanah wakaf yang ada di seluruh pelosok tanah air. Harus diakui, banyak tanah wakaf yang jatuh ke tangan atau pihak-pihak yang tidak berhak. Dan ini harus dihentikan dengan memberikan sertpikat terhadap tanah-tanah yang memiliki status tanah wakaf. Pola pelaksanaan wakaf sejak lama memang lebih banyak dilakukan dengan cara kepercayaan tanpa memberikan unsur bukti yang menguatkan secara administrasi (hukum). Karena itu agar tanahtanah wakaf dapat diselamatkan dari perbagai problematika formilnya, harus segera dilindungi secara hukum melalui sertipikat tanah. Dengan demikian, tanahtanah wakaf tersebut memiliki status hukum yang jelas dan apabila ada pihak yang bermaksud mengambilnya dapat dituntut berdasarkan ketentuan yang berlaku. Secara teknis, pemberian sertipikat tanah-tanah wakaf memang membutuhkan keteguhan para nadzir dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan peran semua pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi tanah-tanah wakaf, khususnya Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah daerah agar memudahkan pengurusannya. Peran BPN sangat signifikan dalam usaha memudahkan proses penerbitan sertipikat tanah. Sedang peran Pemda di masing-masing wilayah tanah air dalam rangka kerangka otonomi daerah juga sangat penting dalam ikut mengatasi pembiayaan sertipikasi, pengelolaan, pemberdayaan dan pengembangan tanah-tanah wakaf yang ada, 44

5 2. Memberikan advokasi secara penuh terhadap tanah-tanah wakaf yang menjadi sengketa atau bermasalah secara hukum. Dengan dukungan advokasi ini melibatkan banyak pihak, seperti pihak nadzir, pemerintah, ahli-ahli hukum yang peduli terhadap harta wakaf dan masyarakat banyak. Pemberian advokasi ini harus dilakukan secara terpadu agar mendapatkan hasil yang maksimal. Titik tekan keterpaduan ini menjadi hal yang sangat berpengaruh karena dalam menyelesaikan persoalan tanah yang sangat sensitive, terkait erat dengan rasa keadilan materiil dan formil yang memerlukan kekompakan oleh semua pihak yang berkepentingan. Sehingga dengan demikian pencapaian pengamanan tanahtanah wakaf dapat terpenuhi. 3. Pemanfaatan dan pemberdayaan tanah wakaf secara produktif. Di samping pengamanan di bidang hukum, pengamanan dalam bidang peruntukkan dan pengembangannya harus juga dilakukan. Sehingga antara perlindungan hukum dengan aspek hakekat tanah wakaf yang memiliki tujuan social menemukan fungsinya. Pemanfaatan dan pemberdayaan tanah-tanah wakaf yang harus diprioritaskan adalah tanah-tanah wakaf yang memiliki potensi ekonomi yang besar, yaiut tanah-tanah yang berlokasi strategis secara ekonomi seperti di pinggir jalan raya, pasar atau tempat akivitas keramaian lainnya. Dengan menerapkan ketiga strategi pengamanan tanah wakaf sehingga tanah-tanah wakaf tersebut memiliki kekuatan hukum dan dan daya guna yang maksimal untuk kesejateraan rakyat. IV.3. Asas penggantian tanah wakaf Menurut pendapat sebagian besar para ahli hukum Islam dari mazhab Syafei, dan Maliki sepakat menyatakan bahwa penggantian harta benda wakaf atau istibdal seperti tanah dan bangunan dilarang. Adapun yang membolehkan seperti pendapat dari mazhab Hambali dan Hanafi harus dengan syarat bahwa penggantian tanah wakaf dapat dilaksanakan jika hanya dalam keadaan darurat saja dan untuk kepentingan kebaikan. Dengan demikian penggantian harta wakaf menurut kedua mazhab tersebut harus memenuhi dua unsur yaitu : 1. adanya keadaan darurat 45

6 2. kepentingan umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Bab IV Tentang Perubahan Status Harta Benda Wakaf pasal 40, menyatakan : Bahwa harta benda tanah wakaf dilarang untuk dijadikan jaminan 1. disita 2. dihibahkan 3. dijual 4. diwariskan 5. ditukar atau 6. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya Sedangkan dalam pasal 41 mengatur ketentuan syarat dan perubahan status harta wakaf. Bahwa tukar menukar barang harta wakaf boleh dilakukan namun dengan jika memenuhi persyaratan : 1. Mendapat ijin tertulis dari Menteri Agama 2. Harta pengganti nilai sama atau sepadan Dengan demikian bahwa tukar menukar tanah wakaf sebagai suatu harta benda wakaf secara hukum formil dapat dilaksanakan namun dengan beberapa persyaratan. Lebih jauh dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, Bab VI pasal 49 ayat 2 Tentang Penukaran Harta Benda Wakaf dicantumkan : Izin tertulis dari menteri sebagaimana dimaksud ayat (1) ini hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. b. Harta benda tidak dapat digunakan sesuai dengan ikrar wakaf, atau c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak. Terhadap tindakan nadzhir yang melakukan tukar menukar tanah wakaf dalam kasus ini tidaklah benar karena sebelum dilakukan tukar menukar dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 bahwa penggantian tanah wakaf milik 46

7 harus mengajukan permohonan secara tertulis dan mendapatkan persetujuan kepada Menteri Agama. Selain itu tindakan nadzir melakukan penukaran tanah wakaf kepada PT.Multi Cipta Permai Wirasta bukan untuk kepentingan umum baik dan tidak adanya unsure keadaan darurat menurut syariah maupun menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yang mensyaratkan adanya kepentingan umum dan keperluan secara langsung dan mendesak.begitu pula menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 bahwa wakaf yang sudah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Penukaran harta benda wakaf untuk kepentingan umum menurut pendapat beberapa ahli hukum Islam diperbolehkan. Sedangkan dalam hukum Islam konsep pengadaan tanah wakaf dari pemerintah untuk kepentingan umum mengenal adanya tanah iqtha dan tanah irshad. Tanah iqtha adalah tanah yang diserahkan pemerintah kepada sekelompok masyarakat untuk digunakan dan dimanfaatkan, tetapi status tanah tersebut masih dalam kekuasaan negara. (Al Kabisi, 2004). Tanah irshad adalah tanah yang diwakafkan oleh seorang penguasa atau kepala negara, di mana tanah tersebut berasal dari Baitul Mal (kantor perbendaharaan negara), untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid, sekolah dan sebagainya.(al Kabisi, 2004). IV. 4. Asas pengelolaan tanah wakaf yang efektif dan efisien IV.4.1. Peran dan fungsi nadzir Mengkaji masalah pengelolaan tanah wakaf dalam Hukum Agraria Nasional, tidak bisa melepaskan diri dari mengkaji pengelolanya sendiri yaitu nadzir. (Winarsih, 2001). Lebih lanjut diuraikan pula bahwa aspek terpenting dari pengelolaan tanah wakaf ialah peran serta nadzir sebagai sebagai top manager yang menentukan, mengendalikan manajerial perwakafan sehingga berdaya guna dan berhasil guna.(winarsih, 2001) Meskipun secara syariah nadzir bukanlah syarat sahnya suatu wakaf, namun demikian peran nadzir sangat penting setelah suatu harta benda diwakafkan. Di tangan nadzhir- 47

8 lah tanggung jawab pengelolaan harta wakaf berada, harta wakaf diharapkan dapat berkembang. Para ahli hukum Islam menentukan syarat bagi seorang nadzir (pengelola wakaf), yaitu : 1. Berakal 2. Dewasa 3. Adil 4. Mampu dan 5. Islam Lebih lanjut diuraikan bahwa untuk pengangkatan nadzir dapat dilakukan dengan cara : 1. pengelola yang diangkat oleh wakif 2. pengelola yang diangkat oleh hakim Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Lima pasal 9 Tentang Nadzir, disebutkan bahwa nadzir meliputi : a. perseorangan b. organisasi; atau c. badan hukum Selanjutnya dalam pasal 11 disebutkan nadzhir mempunyai tugas : a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya. c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Dengan demikian menurut hukum formil tugas dan kewajiban nadhir diatur secara tegas. Sebagaimana pula yang dijelaskan dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 yang mengharuskan adanya perwakafan dilakukan secara tertulis dengan ikrar lisan saja. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti untuk bahan pendaftaran pada Kantor 48

9 Pertanahan Kabupaten/Kotamadia dan untuk keperluan penyelesaian sengketa di kemudian hari tentang tanah yang diwakafkan. Pada saat pembuatan akta pengikatan dan pelimpahan kuasa di hadapan notaris Yetty Taher, akta yang dimaksud sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 itu bukan merupakan alat bukti adanya tindakan wakaf. Maka agar tanah wakaf tersebut mempunyai kekuatan bukti formil seharusnya dibuatkan akta ikrar wakaf atau akta pengganti akta ikrar wakaf. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pihak nadhir tugas yang pertama kali harus dilaksanakan adalah melakukan administrasi terhadap tanah yang diwakafkan tersebut, seperti melengkapi surat-surat bukti kepemilikan dan sebagainya yang dianggap perlu. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh organisasi SAS adalah pengelolaan dan penertiban asset organisasi. Persoalan krusial yang dihadapi oleh pengurus DPP SAS yang berkedudukan di Jakarta adalah penertiban asset-asset yang telah dimiliki oleh masyarakat perantau Sulit Air. Asset tersebut tersebar di banyak daerah di Indonesia maupun di luar negeri. Estimasi asset yang dimiliki oleh SAS saat ini adalah sebesar Rp ,- (enam puluh milyard rupiah). (Huri : 2006). Berkenaan dengan masalah tersebut di dalam Anggaran Dasar Organisasi SAS dengan akta Nomor 15 tanggal 30 April 2002 tentang harta kekayaan SAS yang tercantum dalam pasal III Status Harta dan Kekayaan SAS : 1. Badan-badan atau yayasan-yayasan yang didirikan oleh masyarakat perantau Sulit Air, dibiayai oleh masyarakat perantau Sulit Air harus diaktekan sebagai badan hokum dan mencantumkan SAS sebagai induk organisasinya dan masyarakat perantau sebagai pemilik harta kekayaan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar SAS pasal IX. Tidak termasuk dalam pengertian ini badan atau yayasan kekeluargaan khusus yang didasarkan atas anak keturunan, kepenghuluan, persukuan yakni tidak mengatasnamakan masyarakat Sulit Air sebagai suatu keseluruhan. 2. Harta dan kekayaan organisasi sebagaimana tercantum dalam pasal X Anggaran Dasar yang belum terdaftar atas nama SAS, wajib dialihnamakan atau didaftarkan 49

10 atas nama organisasi SAS selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak Anggaran Dasar SAS memperoleh pengesaha dari instansi berwenang. Dari semua uraian di atas secara syariah maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia organisasi Sulit Air Sepakat tidak berhalangan menjadi nadzhir atas wakaf Anas Syamsi. Letak permasalahan adalah tidak adanya garis tegas hubungan antara DPC SAS dengan DPP SAS menyangkut masalah pengelolaan asset-asset SAS. Baik itu menyangkut pembiayaan untuk proses peralihan hak asset dan perpajakannya serta advokasi hokum dalam proses peralihan hak. Bahwa dalam masalah ini biaya proses peralihan hak sebenarnya menjadi tanggung jawab nadzir setelah tanah diwakafkan. Sehingga masalah peralihan hak asset-asset SAS menjadi masalah umum dalam organisasi SAS. Adapun keluhan yang diberikan kepada terhadap proses pembiayaan peneliti adalah : 1. Biaya proses sertipikasi apabila tanah tersebut belum didaftarkan. 2. Biaya notaries 3. Biaya pengurusan balik nama 4. Biaya pajak yang ditimbulkan Meskipun nadzir mempunyai wewenang untuk melakukan pengembangan harta wakaf dalam rangka menambah manfaat dari wakaf itu sendiri namun juga harus mengingat fungsi dari tujuan dari wakaf itu sendiri. Kesalahan umum yang masih ditemukan di lapang bahwa dalam hal pengelolaan tanah wakaf oleh nadzir menganggap adalah bahwa harta wakaf adalah sebagai suatu kepemilikan, padahal sebenarnya hubungan antara nadzir dan harta wakaf adalah penguasaan. Dalam konsep penguasaan nadzir tidak berkenan melakukan cara-cara yang dapat merugikan bahkan akhirnya mengakibatkan harta wakaf itu lepas kepenguasaannya ataupun menjadi hilang. Untuk itu agar memperoleh manfaat yang semakin besar dari harta wakaf sudah saatnya kita mengkaji, menganalisis dan menerapkan pengembangan harta wakaf 50

11 secara berkesinambungan agar tanah wakaf khususnya tanah wakaf yang strategis bisa dijadikan salah satu alternatif nyata dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sehubungan dengan studi kasus yang diambil peneliti, kita akui bahwa di Indonesia memang masih sedikit orang yang mewakafkan dalam bentuk tanah produktif, oleh karena itu sudah saatnya kita memikirkan cara mengelola wakaf supaya mendatangkan kemanfaatan pada semua pihak baik bagi wakif maupun masyarakat. Hal ini penting dilakukan karena dalam kenyataannya kondisi tanah wakaf justru banyak yang menurun nilainya karena tidak adanya pemeliharaaan dan pengembangan asset secara baik. Jika kita perhatikan beberapa pengelolaan wakaf yang diterapkan di beberapa negara muslim lainnya, nampaknya Indonesia harus mengacu pada manajemen wakaf yang dilakukan di Mesir, Yordania, Singapura dan Bangladesh. Sebagai salah satu pranata keagamaan yang mempunyai potensi yang bersifat ekonomis, wakaf harusnya dikelola dan dikembangkan menjadi suatu instrumen yang mampu memberikan jawaban nyata di tengah problematika masyarakat. Studi banding di Singapura menunjukkan bahwa tanah wakaf jika dikelola secara profesional dengan pendekatan manajemen modern menghasilkan manfaat yang luar biasa. Nilai total asset tanah wakaf di Singapura yang ada MUIS diperkirakan mencapai tidak kurang 250 juta dollar. Agar memperoleh manfaat dari tanah wakaf tersebut kemudian MUIS (Majelis Umat Islam Singapura) mendirikan sebuah anak perusahaan yaitu WAREES (Waqh and Real Estate of Singapore). WAREES inilah yang selanjutnya mengelola tanah wakaf tersebut. WAREES adalah perusahaan anak MUIS yang bergerak dalam bidang konsultas manajemen dan bisnis. 51

12 Sebelum Sesudah Gambar IV.1: Proyek WAREES yang dikembangkan dari tanah wakaf (sumber : Pada gambar di atas menunjukkan salah satu proyek WAREES yang telah berhasil mengembangkan tanah wakaf yang semula adalah masjid di Bencolon Street dan setelah dikembangkan menjadi sebuah kompleks bangunan masjid yang modern dan sebuah gedung 3 lantai pusat perbelanjaan dan 12 lantai apartement. Sedangkan pembiayaan yang dilakukan pada proyek ini dengan cara akad ijarah atau leasing contract antara Ascot Group Hotel dengan WAREES adapun nilai proyek ini adalah 35 juta dollar yang keuntungannya dibagi bersama. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada skema berikut di bawah ini : 52

13 Gambar IV.2. Skema Pembiayaan Proyek Tanah Wakaf Bencolon Street Di Indonesia penerapan wakaf tanah produktif dapat kita temukan di beberapa organisasi agama dan kemasyarakatan seperti Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (BWUII), Badan Wakaf Pondok Modern Gontor Ponogoro, dan Badan Wakaf Universitas Muslim Indonesia Makasar. Meskipun masih terbatas kepada tanah-tanah wakaf yang digunakan untuk kepentingan di organisasi mereka sendiri setidaknya penerapan pengelolaan tanah wakaf secara produktif telah mampu memberikan kontribusi nyata bagi usaha peningkatan kesejahteraan seperti memenuhi kebutuhan organisasi tanpa harus mengandalkan bantuan dari pihak lain seperti pemerintah atau bahkan menjadi beban bagi masyarakat. IV.4.2. Tanah wakaf untuk pengadaan tanah TPU Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian terungkap bahwa pemerintah DKI Jakarta sedang menghadapi masalah semakin menyempit lahan TPU yang ada. Diperlukan suatu kebijakan yang dapat memecahkan masalah keterbatasan lahan TPU, baik itu yang bersifat yuridis menyangkut dasar hukum untuk mengesahkan 53

14 tindakan yang akan ditempuh maupun yang bersifat teknis yaitu tahapan untuk merealisasikan kegiatan pengadaan tanah untuk TPU. Selain dari masalah terbatasnya ketersediaan tanah untuk pemakaman masalah lain juga cukup mencolok adalah masalah pengelolaan pemakaman umum (TPU). Meskipun TPU dalam kebijakan propinsi DKI Jakarta masalah pelayanan pemakaman dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pemakaman berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001, namun pada kenyataannya masih banyak keluhan oleh warga yaitu : 1. Ketersediaan pelayanan pemakaman untuk kaum miskin tidak memadai 2. Bahwa masih banyak ditemukan calo-calo yang menguasai lahan di TPU sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat pengguna jasa pemakaman tersebut. Adapun masalah yang menyangkut aspek teknis penguasaan tanah TPU adalah : 1. TPU menjadi tempat pemukiman liar para pendatang baru di Jakarta 2. Batas tanah TPU yang semakin tidak karena adanya penyerobotan batas tanah Agar masalah-masalah yang dikemukakan di atas dapat segera diatasi menurut peneliti usulan yang cukup relevan dan berpeluang untuk dilaksanakan adalah : 1. Menuntut kewajiban kepada pengembang (developer) untuk menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk menyediakan lahan pemakaman. 2. Pembentukan badan usaha atau swasta untuk mengelola tanah makam yang tunggal dan mempunyai otoritas yang kuat. 3. Sosialisasi pemakaman tumpang lebih diintensifkan lagi. 4. Pembatasan permohonan perpanjangan ijin penggunaan tanah makam (IPTM). 5. Pemanfaatan teknologi di bidang informasi (Sistem Informasi Geografis untuk pengelolaan tanah makam). 6. Diberlakukan sistem pembayaran sewa lahan makam dengan cara prabayar, hanya satu kali untuk selamanya serta tidak diperkenan untuk perpanjangan. Ad.1.Pengadaan lahan TPU oleh developer Kebijakan pengadaan tanah adalah salah satu kebijakan publik, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Dalam konteks studi kasus 54

15 ini maka pengadaan tanah untuk TPU dapat disebut sebagai kebijakan publik. Sebelum melaksanakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum (TPU) langkah pertama yang harus diambil adalah memperkirakan kebutuhan lahan tiap tahun dengan mengingat jumlah kematian penduduk tiap tahun. Dengan demikian maka jumlah kematian tiap tahun tersebut akan menjadi suatu parameter untuk menentukan kebutuhan lahan tersebut. Berdasarkan data dari Laporan DKI Jakarta Dalam Angka Tahun 2006 diketahui bahwa jumlah angka kematian s.d tahun 2005 adalah jiwa dari jumlah penduduk sebesar jiwa, dengan demikian angka kematian kasarnya (crude rate death) adalah sebesar Yang artinya tiap 1000 penduduk pada tahun tersebut terdapat kematian 2 atau 3 jiwa. Selanjutnya data kebutuhan lahan untuk TPU dapat diperkirakan dengan menggunakan data kematian s.d tahun 2005 sudah ada. Adapun asumsi tiap satu orang membutuhkan minimal 2 m2. Sehingga persamaan model matematika yang di dapat adalah : Y = 3597, X Tabel IV.1. Persamaan matematika 55

16 Tabel IV.2 Perkirakan lahan TPU yang dibutuhkan Dari tabel di atas menunjukkan bahwa perkiraan kebutuhan lahan TPU hingga tahun 2012 adalah sebesar 175, 45 hektar. Dalam rangka mewujudkan pengadaan tanah untuk TPU maka skenario pertama yang diambil adalah : 1. Menyusun peraturan daerah yang memaksa kepada developer agar berperan dalam menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum berupa lahan untuk TPU. Selama ini pemerintah propinsi DKI Jakarta hanya mewajibkan kepada pengembang hanya membangun rumah susun, rumah ibadah, pendidikan dan pasar. Sudah saatnya agar juga pihak pengembang di DKI Jakarta diwajibkan untuk menyediakan lahan pemakaman dengan mekanisme wakaf. Hal ini dapat diterapkan dengan cara menyusun peraturan daerah terlebih dahulu melalui dalam sidang dewan (DPRD) melalui pihak pemerintah propinsi (Gubernur). 2. Menentukan lokasi TPU 56

17 Lokasi lahan untuk TPU tidak harus di dalam DKI Jakarta namun dapat juga di sekitar wilayah perbatasan dengan kota-kota lain di sekitarnya seperti Kota Tangerang, Kabupaten Bekasi, Depok. Tentu saja hal ini membutuhkan suatu kerjasama dan koordinasi dengan daerah yang berbatasan langsung dengan kota Jakarta. Tanah atau lahan dapat disediakan terlebih dahulu oleh pemerintah DKI Jakarta dengan mengalokasi suatu lahan yang telah tersedia di suatu wilayah. Kemudian oleh pihak pemerintah daerah lahan tersebut ditawarkan kepada developer untuk melakukan pelepasan hak. Setelah dilaksanakan pelepasan hak maka developer dapat menguasai tersebut yang kemudian diwakafkan kepada suatu nadzir. 3. Penunjukkan nadzir bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia Mengingat bahwa pengelolaan tanah TPU memerlukan manajemen yang kuat maka wakaf tersebut harus diserahkan kepada nadzir yang berbadan hukum/organisasi. Tentu saja agar lebih terkendali maka untuk menentukan nadzir, pihak developer dibantu oleh Badan Wakaf Indonesia menunjuk nadzir yang layak dan kredibel untuk mengelola tanah wakaf tersebut. Adapun mekanisme pengadaan tanah yang peneliti usulkan dapat dilihat pada diagram berikut ini. 57

18 DIAGRAM PENGADAAN TPU DENGAN MEKANISME WAKAF TANAH Stakeholder Pemda TANAH PEMDA Status HP/HGB Pasal 17 PP 42/2006 PELEPASAN HAK Stakehoder DEVELOPER Pasal 11 PP 42/2006 SURAT KETERANGAN/ REKOMENDASI TANAH WAKAF BADAN WAKAF INDONESIA MENUNJUK NADZIR NADZIR (Pengelola TPU) Gambar IV.3. Diagram Pengadaan Tanah TPU dengan mekanisme Wakaf Ad 2. Pembentukan badan usaha sebagai nadzir pengelola TPU Pembentukan nadzir sebagai pengelola TPU di kota besar seperti Jakarta sangat penting mengingat permasalahan TPU di Jakarta menuntut adanya efektifitas dan efisiensi. Menindaklanjuti ad.1 maka adanya nadzir yang berbadan hukum yang akan bertanggung jawab mengelola terhadap tanah wakaf tersebut adalah hal yang penting. Badan usaha yang mempunyai otoritas tinggi dalam mengelola TPU diharapkan mampu mewujudkan di samping fungsi dan tujuan wakaf itu sendiri juga dapat menerapkan aturan-aturan yang bersifat imperative terhadap pengguna jasa TPU sehingga masalah seperti keterbatasan lahan menjadi teratasi. 58

19 Studi banding di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa TPU dikelola oleh satu badan yang disebut National Park Service di bawah Departemen Veteran. (Departement of Veteran Affairs). Badan ini mempunyai tugas dan fungsi mengelola TPU di seluruh Amerika Serikat. National Park Service mengelola TPU baik itu dari aspek administrasi, teknis, dan yuridis. Dengan demikian semua aspek pengelolaan tersebut menjadi terpadu. Pada gambar di bawah dapat menunjukkan betapa efisien dan efektif pengelolaan TPU dengan cara menata lahan yang rapi. Gambar IV.4. Petak-petak TPU yang tertata (Sumber galler/index.html) Meskipun kini misalnya masalah keterbatasan lahan TPU sudah dapat diatasi namun jika tidak disertai pengelolaan tanah yang efektif dan efisien akan menimbulkan permasalahan juga. Agar lebih terkendali dalam mengelola TPU pendekatan manajemen modern dapat diterapkan. Aspek lain yang harus diperhatikan adalah aspek teknis di samping aspek yuridis dan aspek administrasi. Ad 3. Makam sistem tumpang dan pembatasan perpanjangan ijin sewa Meskipun sistem pemakaman tumpang menurut data dari Kantor Pelayanan Pemakaman DKI Jakarta sudah diberlakukan sejak tahun 1992, namun bagi masyarakat umum khususnya warga muslim masih menimbulkan keraguan. 59

20 Padahal kajian secara menurut syariah pemakaman secara menumpang boleh dilakukan jika : 1. Dikarenan suatu hal yang mendesak.(terbatasnya lahan). 2. Masih dalam satu keluarga Akibat adanya keengganan dari masyarakat terhadap sistem pemakaman tumpang ini sehingga jumlah petak yang menggunakan sistem pemakaman tumpang ini masih sedikit. (Lihat tabel). Data yang diperoleh peneliti dari Kantor Pelayanan Pemakaman DKI Jakarta dapat menunjukkan kecenderungan tersebut yang terjadi pada masyarakat pada tabel berikut dibawah ini. Tabel IV.3. Jumlah Penggunaan Petak TPU Tabel Jumlah Pengunaan Petak TPU Petak Kosong Petak Isi Sistem Tumpangan 1471 Petak Jumlah Petak Keseluruhan Sistem Tumpangan Petak Isi Petak Kosong Jumlah Petak Keseluruhan 60

21 Tabel IV.4. Prosentase Penggunaan Petak TPU Prosentase Penggunaan Petak TPU % 21% % % Sehingga dapat diketahui bahwa jumlah petak TPU yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Pemakaman DKI Jakarta berjumlah petak dengan masing-masing perincian petak dengan sistem tumpang berjumlah petak (0%), peta k isi (21%), petak kosong (29%). Dengan demikian bahwa sistem pemakaman dengan cara menumpang harus lebih ditingkatkan agar penggunaan lahan pemakaman dapat dioptimalkan. Satu nisan tertulis beberapa nama (system pemakaman tumpang) Gambar IV.5 : Pemakaman dengan sistem tumpang (Sumber : 61

22 Pembatasan jangka waktu sewa tanah makam sudah banyak diterapkan di beberapa negara seperti Turki, Inggris, dan Singapura. Sebagai contoh kasus pemerintah Singapura hanya membatasi jangka waktu sewa tanah makam sampai dengan 15 tahun saja, setelah itu tidak diperkenankan untuk diperpanjang. Menurut aturan pemerintah setempat belulang pada makam yang sudah berusia 15 tahun tersebut akan dipindah atau dikremasi bersama tujuh jenasah lainnya dalam satu liang beton (cript). Dana yang disediakan untuk pembuatan maka dengan system tumpang beton ini (cript) adalah sebesar 11 juta dollar Singapura dan saat ini masih diutamakan untuk warga Negara Singapura yang beragama Islam. Adapun biaya yang dikenakan untuk pemakaman system tumpang beton ini adalah 940 dollar Singapura untuk jenasah yang dikenal dan 315 dollar untuk jenasah yang tidak dikenal. Biaya tersebut sama dengan biaya pemakaman pada umumnya. Dengan system pemakaman tumpang beton ini pemerintah Singapura memperkirakan hingga tahun 2130 masalah lahan untuk TPU tidak mengalami krisis lahan. Ad 4.Pemanfaatan teknologi informasi untuk mengelola TPU Dari beberapa data yang diperoleh menunjukkan bahwa pengelolaan TPU menjadi hal serius di kota Jakarta mengingat bahwa angka rata-rata warga yang meninggal adalah 100 orang/hari, disamping itu terbatas ketersediaan lahan mengakibatkan pelayanan mengenai informasi tempat pemakaman menjadi penting karena untuk memberitahukan petak-petak di sekitar yang masih kosong atau layak digunakan. Saat ini kenyataan di lapangan bahwa petak-petak yang dinilai strategis dijadikan semacam komoditas oleh sekelompok oknum dengan memasang harga mahal untuk penyediaan jasa tersebut. Ketiadaan sistem informasi spasial TPU dimanfaatkan sekelompok oknum dengan menentukan petak-petak TPU yang dinilai strategis. Lebih lanjut oleh Hamzah dijelaskan pula bahwa kegagalan dari pengelolaan tanah wakaf salah satunya adalah karena sistem informasi tanah wakaf masih dilakukan secara manual. Sistem manual ini tidak baik karena sukar untuk pengkinian data serta penggunaan untuk analisis ruang amat terbatas. (Hamzah, 1999). 62

23 Dengan dibangunnya suatu sistem informasi untuk pengelolaan TPU diharapkan tersedianya layanan informasi bagi semua kalangan pengguna jasa TPU menjadi lebih transparan, mudah, cepat dan murah. Untuk daerah Jakarta suduh saatnya menggunakan SIG agar pengelola TPU menjadi lebih efektif dan efisien karena adanya beberapa permasalahan tersebut di atas. Mengelola tanah wakaf untuk TPU bagi badan usaha (nadzir) dalam skala yang besar dan tingkat nasional memerlukan suatu alat bantu teknologi informasi yang handal, pemanfaatan SIG kiranya dapat diterapkan untuk hal ini. Informasi spasial seperti lokasi tanah wakaf tersebut, bentuk bidang tanah wakaf yang bersangkutam, batas-batas tanah wakaf, serta aksesilitas tanah wakaf tersebut dapat diketahui dengan jelas dengan menggunakan SIG. Teknologi SIG pada asasnya mampu mendapatkan, menganalisis, dan memaparkan informasi dengan referensi geografi.(usgs, 2003). Dengan referensi geografi suatu objek dapat dikenali dengan pasti melalui koordinat. Sistem koordinat ini menjadikan suatu objek dapat dikenali berdasarkan kedudukan koordinat. Sistem koordinat ini menjadikan sesuatu kedudukan sesuatu objek di peta menjadi unik. Maka lokasi tanah wakaf di peta dapat diketahui dengan tepat. Gambar IV.6 : Konsep dasar SIG untuk tanah wakaf (sumber :Abdul Hamid : Pelaksanan SIG Pengurusan Harta Wakaf) Adapun konsep yang peneliti tawarkan untuk penyusunan basis data tanah wakaf dengan SIG dapat dijelaskan melalui gambar berikut di bawah ini : 63

24 Gambar IV.7 : Integrasi data tanah wakaf Dengan adanya integrasi data tanah wakaf diharapkan pengelolaan tanah wakaf dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ad 5.Retribusi makam Selama ini sistem retribusi terhadap makam masih dilakukan secara konvensional yaitu melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1999 mengenai Retribusi Sewa Tanah Untuk Makam dengan perincian sebagai berikut : 64

25 Tabel IV.5: Retribusi Sewa Tanah Makam DKI Jakarta Blok/Kelas Biaya Jangka waktu AA tahun & dapat diperpanjang AA tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A tahun & dapat diperpanjang A.7 0 Tidak dapat diperpanjang ( Diolah dari Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1999) Dengan adanya sistem retribusi yang demikian sangat memungkinkan masyarakat cenderung untuk terus memperpanjang sewa tanah makam tersebut yang pada akhirnya mengakibatkan tanah makam akan selalu padat oleh perpanjangan sewa tersebut. Sudah saatnya pemerintah daerah DKI Jakarta berani menegaskan untuk membatasi perpanjangan sewa tanah makam tersebut. Jika perlu dihapuskan sama sekali. 65

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1. Latar Belakang Pengadaan tanah untuk proyek Banjir Kanal Timur meliputi tanah/bangunan/tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA 28 72 BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA A. Wakaf Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS Oleh: Prof.Dr. Bernadette M.Waluyo,SH.,MH.,CN.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

-2- Dengan Persetujuan

-2- Dengan Persetujuan BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PEMAKAMAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Bab I. Pendahuluan I.1. Latar Belakang Lembaga wakaf dan tanah wakaf di Indonesia adalah termasuk dalam bidang Hukum Agraria, yaitu sebagai perangkat peraturan yang mengatur tentang penggunaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 105, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4667) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PEMAKAMAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PEMAKAMAN UMUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PEMAKAMAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1047, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Perwakafan. Benda Tidak Bergerak. Benda Bergerak. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah MAKALAH MENTERI AGAMA RI TINJAUAN ASPEK LEGAL FORMAL DAN KEBIJAKAN WAKAF DISAMPAIKAN PADA DISKUSI PANEL BADAN PENGELOLA MASJID AG UNG SEMARANG SEMARANG, 27AGUSTUS 2005 I. Pendahuluan Terlebih dahulu marilah

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 6 TAHUN 2007 SERI : D NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf Dalam al-qur an maupun hadith memang tidak disebutkan secara detail tentang perintah

Lebih terperinci

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Agraria, Menteri Negara Kepala Badan Pertanahan Nasional, 1997. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam. BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF A. Analisis Praktik Jual Beli Hasil Tanah wakaf menurut Undang-undang Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dalam analisis Penulis tentang Praktik Jual beli Hasil

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakatnya pemeluk agama Islam, wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Praktik

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang a. bahwa meningkatnya jumlah penduduk

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa didanai dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci