BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH A. Konsep Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Terbentuknya kontrol diri (self control) tidak terlepas dari kesadaran diri yang tinggi atas kemampuan yang dimiliki individu. Kemampuan kontrol diri individu itu ditentukan oleh berapa besar dan sejauh mana individu tersebut berusaha mempertinggi kontrol dirinya. Tingkah laku kontrol diri, menunjukkan pada kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri yaitu suatu tindakan yang berkenaan dengan kemampuan melakukan suatu keinginan dengan tujuan yang terarah. Menurut Harter (Muharsih, 2008 : 15) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat suatu sistem pengaturan diri (self-regulation) yang memusatkan perhatian pada pengontrolan diri (self-control). Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengendalikan perilaku dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka dapat menjalani kehidupan dengan baik. Melalui kemampuan ini, individu dapat membedakan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, dan kemampuan menggunakan pengetahuan tentang apa yang dapat diterima itu sebagai perilaku standar untuk membimbing perilakunya sehingga mau menunda pemenuhan kebutuhannya (Santrock, 2003: 523). Orang yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan norma, adat, nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama serta tuntutan lingkungan masyarakat dimana tinggal, emosinya tidak lagi meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima (Hurlock, 1980: 225). Hal tersebut sependapat dengan Tajiri (2012:34) bahwa kemampuan kontrol diri berpijak pada pikiran sadar yang dimiliki manusia, bahkan merupakan buah

2 dari kesadaran atau fungsi pikiran sadar yaitu tingkat kesiagaan individu baik terhadap stimuli eksternal maupun internal. Seseorang sadar jika ia tidak hanya memantau lingkungan (internal dan eksternal), tetapi juga pada saat seseorang mengendalikan dirinya sendiri dan lingkungan. Kontrol diri mengambil model ketaatan terhadap aturan-aturan dan norma serta model keterampilan verbal yang berkembang untuk mengendalikan perilakunya sendiri melalui self-talk (Safaria, 2004: 110). Sesuai dengan pendapat tersebut Logue (1995:24) mengemukakan ciri-ciri orang yang mampu mengendalikan diri yaitu; a) memegang teguh tugas yang berulang meskipun berhadapan dengan berbagai gangguan; b) mengubah perilakunya sendiri dengan norma yang ada; c) tidak menunjuk perilku yang dipengaruhi oleh kemarahan; dan d) bersikap tolearan terhadap stimulus yang berlawanan. Di beberapa literatur terdapat beragam paparan/penyajian tentang kemampuan kontrol diri, namun demikian esensinya sama yaitu kemampuan melakukan pertimbangan dan kemampuan memutuskan pilihan perilaku yang terbaik. Kamus istilah psikologi, kemampuan kontrol diri didefinisikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif (Chaplin,2008 : 451). Goldfried dan Merbaum (Muharsih, 2008:16) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Calhoun dan Acocella (1995: 130) mendefinisikan bahwa kontrol diri (self control) pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang, fisiknya, tingkah laku dan proses-proses psikologisnya, dengan kata lain sekelompok proses yang mengikat dirinya. Selain itu Lazarus (1976: 340) berpendapat bahwa dalam Self-control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif yang menyiapkan untuk mengenal

3 kesadaran, dan ini menunjukkan pentingnya pikirandan bahasa dalam menahan tindakan impulsif, yang memperkenalkan sebuah alternatif cognitif yang menyainginya hingga pengaturan diri yang teratur. Hakikat kontrol diri sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menyiratkan adanya dimensi kualitas yang dimiliki seseorang, yaitu sikap mental yang tidak ceroboh, mampu memikirkan sesuatu secara matang dengan melihat berbagai faktor dan nilai, serta dituntut ketegasan sikap dan keberpihakan. Dimensi kualitas seseorang itu ditentukan oleh kepemilikan wawasan dan pengetahuan oleh seseorang atau yang disebut juga dengan istilah kognisi. Seperti dikatakan Lazarus kemampuan kognisi seseorang, yaitu persepsi atau penafsiran seseorang mengenai stimulus dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya, dan termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai konsekuensi yang ditimbulkan (Lazarus, 1976:340). Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak. 2. Perkembangan Kontrol Diri Sejak individu dilahirkan mulai dari bayi, menginjakan remaja sampai dewasa, individu tersebut mempelajari banyak hal mengenai dunia sekitarnya. Dalam melakukan itu, individu berusaha untuk bisa memahami hal-hal penting tentang dirinya. Hal penting dari perkembangan diri adalah diri (self) yang merupakan bagian dari proses terbentuknya kontrol diri (self control). Vasta (Muharsih, 2008: 19) mengungkapkan bahwa perilaku anak pertama kali dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Secara perlahan-lahan kontrol eksternal tersebut diinternalisasikan menjadi kontrol internal. Salah satu menginternalisasikan kontrol melalui kondisioning klasikal. Calhoun dan Acocella (1995:136) berpendapat bahwa langkah terpenting dalam perkembangan bayi yakni melalui mengkondisi responden, untuk mengasosiasikan orangtuanya (perangsang netral) dengan perangsang naluriah yang menyenangkan tentang

4 makanan, kehangatan dan asuhan. Jadi orangtua mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Sebaliknya, restu dan celaan mereka menjadi hadiah dan hukuman yang emosional dalam pandangan anak. Calhoun dan Acocella (1995:137) berpendapat terdapat perbedaan antara pengkondisian responden dan pengkondisian operan. Proses belajar menjadikan kegiatan diperkuat atau diperlemah karena konsekuensinya disebut mengkondisi operan. Pada mengkondisikan responden, stimulus yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan mendahului respon. Sedangkan dalam mengkondisikan operan stimulus yang menyenangkan dan tidak menyenangkan mengikuti respon. Istilah mengenai tingkah laku, Calhoun dan Acocella (1995:140) menjelaskan mengenai rangsangan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang memperkuat suatu tingkah laku disebut penguat (reinforcers) dan pengaruhnya disebut penguatan (reinforcement). Koop (Berndt, 1992) berpendapat bahwa kontrol prilaku bayi bersifat refleks. Pada akhir tahun pertama bayi mengalami kemajuan dalam mengontrol diri. Bayi mulai memenuhi perintah dari orangtua untuk menghentikan perilakunya. Perilaku untuk mematuhi orangtua merupakan suatu kemajuan bagi perkembangan kontrol diri bayi tersebut, sehingga membuat bayi memodifikasi kontrol prilakunya berdasarkan perintah orangtua. Antara usia bulan pada perkembangan usia bayi akan muncul true self control. Berndt (1992) mengatakan bahwa pada usia ini anak akan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Menurut Vasta (1992) pada tahun ketiga kontrol diri pada anak akan muncul melalui bentuk penolakan segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan menyatakan keinginannya untuk melakukan sendiri. Kontrol eksternal pada anak awalnya diperoleh melalui instruksi verbal dari orangtua. Anak akan menginternalisasikan kontrol dengan mengarahkan perilakunya secara diam-diam melalui pikiran mereka. Oleh sebab itu kontrol verbal terhadap perilaku anak yang pada awalnya berasal dari kekuatan eksternal menjadi kekuatan yang berasal dari dirinya sendiri. Vasta (1992) mengatakan bahwa setelah tiga tahun kontrol diri pada anak akan lebih menjadi terperinci berdasarkan pengalaman mereka. Pada saat usia empat tahun kontrol diri pada

5 anak akan menjadi sifat kepribadian dengan nilai prediksi jangka panjang (Berndt:1992). Mischael (Berndt, 1992) bahwa kontrol diri akan berkembang dengan bertambahnya usia seseorang. Ketika seorang anak menginjak usia 14 tahun mereka akan lebih lancar berbicara, lebih mempunyai kepercayaan diri, lebih mampu mengatasi frustasi dan lebih mampu menahan godaan. Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing,diawasi, didorong dan diancam seperti hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Saat memasuki usia remaja, kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Hurlock (1992 : 213) remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja emosinya tidak meledak di hadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima dan tidak mengganggu orang lain. 3. Jenis dan Aspek Kontrol Diri Kontrol diri memiliki jenis yang beragam Block dan Block (Lazarus, 1976: 238) mengemukakan tiga jenis kontrol, yaitu. a. Over Control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. b. Under Control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak. c. Appropriate Control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan implus secara tepat. Menurut Averill (Muharsih, 2006 : 22) ada berbagai macam aspek dari kontrol diri. Averill menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu terdiri dari.

6 a. Kontrol Perilaku (behavior control) Kontrol perilaku (behavior control) merupakan kesiapan tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu, individu akan menggunakan sumber eksternal, sedangkan kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. b. Kontrol Kognitif (cognitive control) Kontrol kognitif (cognitive control) merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterprestasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subyektif. c. Kontrol Keputusan (decesional control). Mengontrol keputusan (decesional control) merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

7 Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut; a) kemampuan mengontrol perilaku; b) kemampuan mengontrol stimulus; c) kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian; d) kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian; e) kemampuan mengambil keputusan. 4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kontrol Diri Surya (Lestari, 2003:51) berpendapat bahwa kendali diri mempunyai makna sebagai daya yang memberi arah bagi individu dalam hidupnya dan bertanggung jawab terhadap konsekuansi dari perilakunya. Semakin mampu individu mengendalikan perilakunya, maka semakin mungkin menjalani hidupnya secara efektif dan terhindar dari situasi yang dapat mengganggu pejalanan hidupnya. Individu yang kurang memilki kendal diri disebabkan karena tidk belajar kecakapan dan pengorbanan untuk mencapai satu tujuan dan tidak belajar bagaimana untuk menjadi dirinya sendiri. Masalah yang timbul akibat tidak mampu mengendalikan diri adalah sebagai berikut; 1. menunjukkan rendahnya disiplin diri; 2. rendahnya kecakapan untuk menata diri sendiri; 3. lebih banyak dikendalikan oleh kesadaran tidak rasional; 4. dikendalikan oleh kekuatan pihak lain yang tidak sehat; 5. lebaih banyak dikendalikan oleh pikiran-pikiran orang lain; 6. dikendalikan oleh kebutuhan dan perasaan yang mentah. Gufron (Muharsih, 2008 : 21) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal yaitu dalam diri individu dan faktor eksternal yaitu lingkungan individu. a. Faktor internal Faktor internal yang ikut berperan terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol dirinya. b. Faktor eksternal. Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri

8 seseorang. Persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya. B. Konsep Kedisiplinan Siswa 1. Pengertian Disiplin Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi belajar mengajar agar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa. Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Agar lebih memahami tentang kedisiplinanan terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian disiplin menurut beberapa pendapat. Mac Millan Dictionary (Tu u, 2004:31) istilah disiplin berasal dari kata disciple atau dalam bahasa inggrisnya adalah discipline yang artinya tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral; hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku. Rachman (1999: 168) mengungkapkan bahwa disiplin adalah upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Yusuf (1989: 24) mengemukakan bahwa terdapat tiga pengertian disiplin, yaitu; a) disiplin diartikan sebagai peraturan, patokan-patokan tentang perilaku, norma dan hukuman; b) disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma, atau patokan-patokan (standar); c) disiplin diartikan sebagai cara mendidik dan

9 melatih individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat. Dari beberapa pengertian disiplin yang diungkapakan oleh Yusuf maka disiplin merupakan norma atau peraturan dalam suatu lingkungan atau masyarakat yang dilakukan sesuai dengan ketentuan. Individu yang memiliki disiplin, tidak hanya mampu menaati peraturan dengan dasar niat yang tulus, tetapi juga mampu mengatur diri atau mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan Lindgren ( Yusuf, 1989 : 21) mengemukakan bahwa ada tiga pengertian mengenai disiplin, yaitu. a. Punishment (hukuman). Hal ini berarti bahwa anak perlu dihukum apabila salah. Disiplin dapat digunakan hanya apabilaanak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan guru. b. Control by enforcing obedience or orderly conduct. Hal ini berarti bahwa anak itu memerlukan seseorang yang mengontrol, mengarahkan, dan membatasi tingkah lakunya. Dalam hal ini dipandang tidak mampu mengarahkan, mengontrol, dan membatasi tingkah lakunya sendiri. c. Training that correct and strenghter. Hal ini berarti bahwa latihan memberikan kesempatan kepada individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan pengarahan dan kontrolnya sendiri. Berdasarkan berbagai pendapat, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku,baik tertulis maupun yang tidak tertulis dan dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. 2. Unsur-unsur Disiplin Disiplin mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai standar yang diterapkan kelompok sosial mereka, untuk itu disiplin harus mempunyai unsurunsur pokok. Hurlock (1992: 84) mengemukakan empat unsur pokok disiplin, yaitu.

10 a. Peraturan Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku, tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak, maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif dapat membantu seorang anak agar merasa terlindungi sehingga anak tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak pantas. Isi setiap peraturan harus mencerminkan hubungan yang serasi di antara anggota keluarga, memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai kebijakan, dan menjadi model perilaku yang harus terwujud di dalam keluarga. Proses penentuan setiap peraturan dan larangan bagi anak-anak bukan merupakan sesuatu yang dapat dikerjakan seketika dan berlaku untuk jangka panjang, peraturan dapat diubah agar dapat disesuaikan dengan perubahan keadaan, pertumbuhan fisik, usia dan kondisi saat ini di dalam keluarga. b. Hukuman Unsur yang kedua dalam disiplin adalah hukuman. Hukuman berasal dari kata latin punier yang berarti menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki tiga fungsi, (1) menghalangi pengulangan tindakan; (2) mendidik, sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman; dan (3) memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima di masyarakat. c. Penghargaan Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian, kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai tiga peranan penting yaitu, (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik; (2)

11 penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial; dan (3) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan perilaku tersebut. d. Konsistensi Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas, mempunyai tiga fungsi yaitu, (1) mempunyai nilai mendidik yang besar; (2) konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk, dan yang terakhir; (3) konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak konsisten. 3. Jenis-Jenis Disiplin Disiplin dikelompokkan menjadi dua yaitu internal discipline dan eksternal discipline. Disiplin yang baik sifatnya internal yaitu disiplin disertai tanggung jawab dan kesadaran diri, sedangkan disiplin eksternal disiplin yang dikaitkan dengan peraturan yang harus ditaati karena adanya tekanan dari luar. Disiplin internal disebut sebagai disiplin yang positif sedangkan disiplin eksternal disebut sebagai disiplin negatif. Hurlock (Yusuf 1989: 22) mengemukakan ada dua konsep mengenai disiplin, yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. Disiplin positif sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan pertumbuhan di dalam diri (inner growth) yang mencakup disiplin diri (self discipline) yang mencakup disiplin diri (self discipline) dan pengendalian diri (self control). Disiplin positif ini mengarahkan kepada motivasi dari dalam diri sendiri. Sedangkan disiplin yang negatif artinya pengendalian dengan kekuasaan luar yang biasanya dilakukan secara terpaksa dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau dilakukan karena takut hukuman (punishment).

12 Dalam hal ini disiplin tidak muncul begitu saja melainkan diperoleh dari hasil belajar, yaitu proses interaksi individu dengan lingkungan. Perilaku disiplin akan tumbuh apabila dilatih dan dibina dengan cara pendidikan dan pembiasaan yang diterapkan melalui keteladanan yang dimulai sejak dini. Anak akan meniru kebiasaan orang yang lebih dewasa, oleh karena itu sangat diperlukan teladan yang mampu membuka pikiran dan perilaku anak agar melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Perilaku disiplin yang dilakukan oleh individu diartikan sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma, berdasarkan kesadaran diri (internal control), diartikan juga sebagai eksternal control yang telah terinternalisasikan pada diri individu. Disiplin yang negatif adalah ketaatan yang didasarkan kepada kontrol dari luar. 4. Pentingnya Disiplin Disiplin diperlukan oleh semua orang dimanapun, begitupun siswa, mereka harus disiplin baik itu disiplin dalam mentaati tata tertib sekolah, disiplin dalam belajar di sekolah, disiplin dalam mengerjakan tugas, maupun disiplin dalam belajar di rumah. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan seseorang. Rachman (Tu u, 2004: 35) mengemukakan pentingnya disiplin yaitu sebagai berikut: a. memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, b. membantu individu memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan, c. cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan individu terhadap lingkungannya, d. mengatur keseimbangan, keinginan individu satu dengan individu lain, e. menjauhi individu melakukan hal-hal yang dilarang, f. mendorong individu melakukan hal-hal yang baik dan benar, g. individu belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat baginya dan lingkungannya, h. kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya.

13 Pendapat lain Tu u (2004: 37) disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan, dengan alasan sebagai berikut. a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya. b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran. c. Orangtua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan normanorma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin. d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang. Berdasarkan penjelasan di atas disiplin memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan siswa itu sendiri sebagai unsur yang membantu optimalisasi prestasi belajar, menjadikan individu yang taat dan patuh terhadap tata tertib di dalam kehidupan sehari-harinya dan dengan disiplin menjadikan prasyarat dari kesuksesan siswa tersebut. 5. Fungsi Disiplin Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan juga kelak ketika bekerja. Adapun fungsi disiplin menurut Tu u (2004:38-43) antara lain. a. Menata Kehidupan Bersama Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat, sehingga hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan lancar.

14 b. Membangun Kepribadian Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik. c. Melatih Kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik serta berdisiplin tidak terbentuk serta-merta dalam waktu singkat. Namun terbentuk melalui satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan. d. Pemaksaan Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin dengan motif kesadaran diri lebih baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. e. Hukuman Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-ha1 positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah. f. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan pendidikan agar berjalan lancar. Ha1 itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturanperaturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tenteram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti ini adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan.

15 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Disiplin sebagai suatu perilaku yang nampak pada diri individu adalah hasil dari proses pembelajaran dan pembiasaan, oleh sebab itu memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam pembentukannya. Faktor yang mempengaruhinya tersebut terdiri atas dua faktor, antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin antara lain diungkapkan Kusmiati (2004 : 56) yaitu; a) faktor internal, lebih cenderung kepada faktor psikologis yang secara kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, dan b) faktor eksternal, dalam pembentukan kedisiplinan tidak akan terlepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai faktor yang ber ada di luar diri individu. Dari pendapat Kusmiati tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan disiplin tidak akan terlepas dari pengaruh dari dalam diri individu yang terdiri atas faktor-faktor psikologis, dan pengaruh dari luar yang berupa lingkungan secara umum di lingkungan individu tersebut berada. 7. Pembentukan Disiplin Prijodarminto (1994:23) berpendapat bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Nilainilai tersebut telah menjadi bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu tercipta melalui proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman. Disiplin diperlukan dimanapun, karena dengan disiplin akan tercipta kehidupan yang teratur dan tertata. Pembentukan disiplin menurut Prijodarminto (1994:15) adalah sebagai berikut. a. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan, penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga sejak kanak-kanak. b. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil, organisasi atau kelompok.

16 c. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan. d. Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri. e. Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan. Jadi pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses panjang, dimulai sejak dini dalam keluarga dan dilanjutkan sekolah. Hal-hal penting dalam pembentukan itu terdiri dari kesadaran diri, kepatuhan, tekanan, sanksi, teladan, lingkungan disiplin, dan latihan-latihan. Sedangkan menurut Tu u (2004: 48-49) terdapat empat hal yang dapat mempengaruhi dan membentuk kedisiplinan individu, yaitu. a. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat terwujudnya disiplin. b. Mengikuti dan menaati aturan sebagai langkah penerapan dan praktek atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat. c. Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. d. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan. 8. Penanggulangan Disiplin Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah, guru-guru dan orangtua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan disiplin sekolah. Menurut Singgih Gunarsa (Tu u, 2004:57) bahwa penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah dapat dilakukan melalui tahapan preventif, represif dan kuratif. Berikut ini penjelasan langkah-langkah tersebut.

17 a. Langkah preventif adalah usaha untuk mendorong siswa melaksanakan tata tertib sekolah. Secara positif, langkah ini mendorong siswa mengembangkan ketaatan dan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. b. Langkah represif adalah upaya langsung terhadap siswa,maksudnya langkah yang diambil untu menahan perilaku melanggar disiplin. Siswa yang telah melanggar tata tertib sekolah ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi. Dengan pemberian nasehat, peringatan atau sanksi disiplin. c. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan pendampingan siswa yang melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi disiplin. Upaya di atas merupakan langkah-langkah pemulihan, memperbaiki, meluruskan dan menyembuhkan perilaku yang salah dan tidak baik. Sedangkan penaggulangan disiplin siswa di rumah merupakan kapasitas orangtua siswa tersebut, melalui hubungan keluarga antara orangtua dan siswa terjalin harmonis dan komunikasi yang baik tentunya. C. Konsep Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Salah satu misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang secara efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, sehingga semua kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan diarahkan untuk membantu perkembangan dan mengatasi permasalahan remaja. Oleh karena itu, dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling disamping kegiatan pengajaran. Natawijaya (Yusuf, 2006: 6) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu yang dibimbing dapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya serta dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Pada umumnya sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa.

18 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Yusuf (2006:41) tujuan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipaparkan harus mendapatkan kesempatan untuk ; (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugastugas perkembangannya; (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya; (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut; (4) memahami dan mengatasi kesulitankesulitan sendiri; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat; (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. 3. Ragam Bimbingan Yusuf ( 2006: 37) mengemukakan bahwa aspek potensi dan perkembangan siswa, bimbingan dapat diklasifikasikan menjadi empat bidang, yaitu. a. Bimbingan akademik merupakan bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik. b. Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah-maslah pribadi-sosial. Bimbingan sosial pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribdaian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. c. Bimbingan Karir merupakan bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembangan, dan penyelesaian masalah-masalah karir.

19 Bimbingan karir merupakan upaya bantuan terhadap individu agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, dan mengembangkan masa depannya yang sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkan. d. Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu sebagai pemimpin/anggota keluarga mereka agar mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan/beradaptasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia. 4. Fungsi Bimbingan Berdasarkan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan (2008:200), terdapat beberapa fungsi bimbingan adalah sebagai berikut. a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama. b. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. c. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. d. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. e. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan dan kebutuhan konseli.

20 f. Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). g. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif. h. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. i. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakulatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. j. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.

21 D. Program Bimbingan dan Konseling Hipotetis untuk Mengembangkan Kontrol diri Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor 1. Definisi Program Bimbingan dan Konseling Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor adalah kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling. Suherman (2007: 59) mengemukakan program bimbingan dan konseling merupakan rencana aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang selanjutnyaakan menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Siswa SMK sebagai remaja memerlukan bimbingan dan konseling yang berfokus pada pribadi, yaitu bimbingan dan konseling yang menitikberatkan pada penjelasan dan pemahaman tentang kontrol diri yang sebaiknya dimiliki siswa serta penanganan masalah khusus pengembangan kontrol diri pada individu yang memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah. Dalam penelitian, program bimbingan yang dimaksud adalah program hipotetik yang digunakan dalam kegiatan bimbingan secara terpadu dalam proses bimbingan dan konseling di SMK Negeri 2 Bogor. Program ini disusun mengacu kepada analisis konseptual tentang kontrol diri yang dimiliki siswa berpengaruh terhadap kedisiplinan dan kondisi objektif layanan bimbingan di sekolah. Program ini meliputi; dasar pemikiran, visi dan misi program, sasaran program, rencana operasional, pengembangan tema, personel, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, serta evaluasi dan tindak lanjut. 2. Tahap-tahap Pengembangan Program Menurut Gysbers dan Henderson (Muro & Kottman, 1995: 55-61), terdapat empat tahap pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: perencanaan, perancangan, penerapan, dan evaluasi. 1) Perencanaan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan adalah: (a) identifikasi target populasi pelayanan (siswa, orangtua, dan guru); (b) isi pokok program (tujuan dan ruang lingkup program); dan (c) organisasi program

22 pelayanan. Perumusan perencanaan ini sebaiknya didasarkan kepada hasil identifikasi kebutuhan siswa. Hal penting lainnya dalam proses perencanaan ini adalah menyangkut penempatan dan pengembangan staf, serta penyediaan dan fasilitas. 2) Perancangan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan ini adalah menyangkut: (a) kompetensi dan tujuan yang manakah yang perlu diprioritaskan; (b) siapa saja yang harus diberi pelayanan: apakah semua siswa dengan pendekatan pengembangan, atau beberapa siswa dengan pendekatan kuratif; (c) keterampilan apa yang sebaiknya dilakukan oleh pembimbing: mengajar, membimbing, konsultasi, konseling, koordinasi, atau menyebarkan informasi dengan mempertimbangkan prioritas tertentu; dan (d) bagaimana hubungan antara program bimbingan dengan program pendidikan lainnya. 3) Penerapan Dalam menerapkan program, pembimbing sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya.sehingga terdapat kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan dan program terlaksana dengan baik. 4) Evaluasi Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun pengembangan program di masa yang akan datang. Evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Jenis-jenis Layanan dalam Program Muro dan Kotman (Yusuf, 2006: 68) mengemukakan bahwa struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan,yaitu: 1) Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu perkembangan dirinya

23 secara optimal. Tujuan dari layanan ini untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. 2) Layanan responsif diartikan sebagai pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan perolongan segera. Tujuan dari layanan ini adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengaami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya yang berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir dan masalah pengembangan pendidikan. 3) Layanan perencanaan individual diartikan sebagai proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarka pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya,serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Tujuan dari layanan ini untuk membantu siswa agar, (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan perencanaan atau pengelolaan terhadap pengembangan pribadinya, baik menyangkut aspek pribadi,sosial, belajar maupun karir; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan dan rencana yang telah dirumuskan. 4) Layanan dukungan sistem diartikan sebagai layanan dan kegiatan manajemen yang secara idak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Berdasarkan pendapat Yusuf ( 1989: 40-41) terdapat tiga fungsi konseling dalam situasi kedisiplinan, yaitu: a. Rehabilitasi. Siswa dibantu untuk merehabilitasi atau memperbaiki perilakunya yang menyimpang. b. Prevention. Siswa dibantu untuk mengembangkan dirinya agar memiliki pribadi yang sehat, dalam hal ini khususnya pribadi yang memiliki disiplin diri.

24 Berkembangnya disiplin diri pada diri siswa, berarti konseling telah berfungsi untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku pada diri individu. c. Membantu siswa agar memiliki persepsi yang wajar, dan mau menerima otoritas luar. Siswa dibantu agar memahami dan menerima otoritas luar sebagai suatu realita yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Siswa juga dibantu untuk memahami tata nilai yang berlaku, sehingga siswa mampu untuk menyesuaikan diri secara tepat dengan tata nilai tersebut. E. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti-peneliti sebelumnya, terungkap bahwa kedisiplinan siswa dalam menaati tata tertib sekolah cenderung masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan,sebagai berikut. 1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahadiani pada tahun 2004 mengenai pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, dengan populasi siswa kelas XI salah satu SMA di kota Bandung adalah 30,56% siswa keluar kelas saat pelajaran dari guru yang tidak disenangi, 78,70% siswa mengejek guru yang memberi nilai kecil, dan 15,74% siswa yang terlambat masuk sekolah. 2. Hasil penelitian yang dilakukan Lestari tahun 2006 mengenai kedisiplinan siswa kelas XI SMA Pasundan 2 menunjukkan bahwa aspek-aspek kedisiplinan yang tergolong tinggi tingkat pelanggarannya adalah aspek sopan santun (93%), kehadiran (87%), kegiatan belajar (83%), dan penampilan (71%), sedangkan sisanya tergolong ke dalam kategori sedang yaitu menjaga sarana dan prasarana (60%) dan dari data aspek upacara (68%). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2009:76), menunjukan perilaku disiplin 195 orang siswa kelas XI SMA N 10 Bandung, 26,67% berada pada kategori tinggi, 48,2% berada pada kategori sedang dan 25,13% berada pada kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum disiplin siswa kelas XI SMA N 10 Bandung berada pada kategori sedang.

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Disiplin Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan proses belajar mengajar tertib dan lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #3 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Komitmen kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa dimana perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Disiplin Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat. Disiplin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar Disiplin belajar adalah pernyataan sikap dan perbuatan siswa dalam melaksanakan kewajiban belajar secara sadar

Lebih terperinci

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SELF-CONTROL IN STUDENTS IN SMP STATE 2 KUTASARI, PURBALINGGA LESSONS YEAR 2012/2013 Oleh : Destri Fajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self

BAB II LANDASAN TEORITIS. Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self control dan proses psikologis dari self control (behavior control, cognitive

Lebih terperinci

Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi. Oleh: Danang Wicaksono

Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi. Oleh: Danang Wicaksono Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi Oleh: Danang Wicaksono danangvega@uny.ac.id Abstrak Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup di lingkungan sosial.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X 1 Rizkia Alamanda Nasution, 2 Temi Damayanti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 12 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kedisiplinan Belajar Disiplin belajar merupakan suatu kondisi yang sangat penting dan menentukan keberhasilan seorang siswa dalam proses

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki tujuan untuk menyiapkan peserta didik yang beriman, bertakwa, kreatif dan inovatif serta berwawasan keilmuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal. Di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara interaktif dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semangat Kerja 2.1.1 Pengertian Semangat Kerja Semangat kerja menggambarkan keseluruhan suasana yang dirasakan para karyawan dalam kantor. Apabila karyawan merasa bergairah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA DI SUSUN OLEH : SURANTO HARIYO H RIAN DWI S YUNITA SETIA U YUYUN DESMITA S FITRA VIDIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan hal-hal yang mengarah pada penelitian. Pokok pembahasan dalam bab ini antara lain: (a) latar belakang masalah; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penelitian; (d)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di

BAB IV ANALISIS. pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di BAB IV ANALISIS Setelah penulis mengumpulkan data di lapangan tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan pengendalian diri peserta didik di SMP Negeri 02 Tulis dengan berbagai metode

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber kebahagiaan dan kebersamaan. Mereka membuat kehidupan menjadi manis, tempat menggantungkan harapan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Bimbingan dan Konseling Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Segala sesuatu untuk meraih kesuksesan memerlukan proses dan proses yang terjadi disebut proses belajar (Slameto 2010: 1). Menurut Mahmud (2010: 61), belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Untuk memahami apa itu manajemen sumber daya manusia, kita sebaiknya meninjau terlebih dahulu pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karenaremaja pada umumnya berada pada masa badai dan tekanan (Arnett, 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. karenaremaja pada umumnya berada pada masa badai dan tekanan (Arnett, 1999 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengendalian diri (self control) merupakan salah satu kebutuhan remaja yang harus dipenuhi (Jahja, 2011). Remaja membutuhkan pengendalian diri karenaremaja pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #6 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id School guidance curriculum Individual student planning Responsive servise System support proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli penyiapan pengalaman terstruktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetisi, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Tujuan dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari anak didik. Dengan demikian setiap proses pendidikan harus diarahkan pada tercapainya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semangat Kerja 2.1.1 Pengertian Semangat Kerja Semangat kerja menggambarkan keseluruhan suasana yang dirasakan para karyawan dalam kantor. Apabila karyawan merasa bergairah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DI MAN 2 PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DI MAN 2 PEKALONGAN 84 BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DI MAN 2 PEKALONGAN Analisis data pada penelitian ini mengenai Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran

Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran Peran Guru dalam Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran Hal apa saja yang perlu dipahami oleh guru mengenai siswa? Aspek perkembangan anak sekolah dasar (SD) 1. Perkembangan motorik dan persepsi. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat 120 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Sebagian besar siswa kelas XI SMK Negeri 8 Bandung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Disiplin Pengertian disiplin menurut Elisabeth Hurtock (dalam Yusuf, 2008:10) Mengemukakan bahwa, Disiplin itu berasal dari kata Disipline yaitu seseorang yang belajar

Lebih terperinci

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH Oleh : Pitriani Abstrak: Pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan kata lain, pendidikan

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS

MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS Jimmi Apul Maringan Manalu Sekolah Dasar Swasta Pengharapan Patumbak Deli Serdang Corresponding author: jimmimanalu94@gmail.com Abstrak Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia sekolah Menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja yang berkisar antara 12-15 tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan bahwa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM

KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM Junierissa Marpaung Dosen Tetap FKIP Prodi Bimbingan Konseling Universitas Riau Kepulauan Batam Abstrak Berbagai permasalahan yang sering muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN

PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN 233 PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN Eka S. Ariananda 1, Syamsuri Hasan 2, Maman Rakhman 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah aset yang penting didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimanapun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia. Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci