PENGELOLAAN AIR DI TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT BERBASIS MASYARAKAT KASUS : UPT LAMUNTI, KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN AIR DI TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT BERBASIS MASYARAKAT KASUS : UPT LAMUNTI, KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH."

Transkripsi

1 PENGELOLAAN AIR DI TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT BERBASIS MASYARAKAT KASUS : UPT LAMUNTI, KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH Muhammad Noor Makalah disampaikanpada Lokakarya Sistem Pengelolaan Air Lahan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat 4-6Januari 2011, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Sustainable Lowland Use Through Innovative Community Based Environment System (SLUICES) Project

2 PENGELOLAAN AIR DI TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT BERBASIS MASYARAKAT KASUS : UPT LAMUNTI, KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH Muhammad Noor Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Ke bun Karet, Lokatabat. Banjarbaru Telp/fax balittra@litbang.deptan.go.id I. PENDAHULUAN Pengembangan rawa, termasuk lahan gambut sebagai lahan alternatif bagi pengembangan pertanian dipandang mendesak karena (1) penyusutan lahan-lahan pertanian, khususnya di Jawa dan Bali cenderung meningkat, 2) pertambahan penduduk mendatang masih cukup tinggi, (3) kebutuhan pangan dan hasil pertanian lainnya terus meningkat; dan (4) kemiskinan semakin meluas, khususnya yang menggantungkan sumber pendapatannya dari pertanian. Pilihan rawa sebagai lahan pertanian karena potensinya yang dinilai dapat diandalkan karena antara lain (1) ketersediaan air yang melimpah; (2) topografinya yang relatif datar dan tidak berbatu-batu, (3) akses wilayah yang relatif mudah dapat dicapai melalui jalur sungai, dan (4) ketersediaan lahan cukup luas. Peruntukan lahan untuk pertanian oleh pemerintah sekarang mendapatkan perhatian yang besar. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mencanangkan untuk adanya lahan abadi untuk pangan seluas 15 juta hektar dan Kementerian Transmigrasi pada periode merencanakan penempatan transmigran baru ke berbagai wilayah, temasuk lahan rawa sebanyak kepala keluarga. Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian di lahan rawa ini baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya. Masalah teknis utama adalah pengelolaan air dan lahan. Pemahaman secara benar terhadap sifat dan watak biofisik lahan dan lingkungan fisiknya merupakan kunci keberhasilan dalam penyusunan rancang bangun pengelolaan air dan lahan rawa 2

3 secara berkelanjutan. Dalam konteks, Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah ( ) yang mengalami hambatan dan kendala, khususnya dalam pemanfaatan dan pengembangan untuk pertanian memerlukan banyak perhatian yang tidak hanya konsep, tetapi juga aksi atau intervensi dalam upaya revitalisasi pertanian di kawasan tersebut. Kawasan PLG Sejuta Hektar dibagi dalam 6 (enam) wilayah pengembangan, yaitu (1) Lamuntl, (2) Dadahup, (3) Palingkau, (4) Jenamas, (5) Kapuas Hulu, dan (6) Sebangau- Palangka Raya (Team MP-EMRP. 2008). Wilayah Lamunti sendiri terdiri atas 15 UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi) dan beberapa desa masyarakat, yang sebagian wilayahnya menitik beratkan pada pengembangan pertanian. Pengembangan pertanian di desa-desa wilayah Lamunti ini sangat beragam. Berdasarkan tingkat kemajuan pertanian dan tingkat pendapatan masyarakatnya wilayah Lamunti dapat dipilah atas 3 (tiga) kelompok, yaitu (1) kelompok yang relative maju berkembang, (2) kelompok sedang berkembang, dan (3) kelompok kurang berkembang. Dengan pembagian di atas maka upaya pengembangan lebih lanjut dapat didasarkan pada kondisi kendala dan potensi yang dihadapi pada masing-masing kelompok, khususnya berkenaan dengan infrastruktur pengelolaan air dalam mendukung pengembangan pertanian pada masing-masing kelompok. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi nasional strategis juga patut diperhitungkan dalam pembinaan dan intervensi. Dalam konteks, alih fungsi lahan atau pergeseran komoditas yang menunjukkan perkembangan baru yaitu semakin luasnya intenvensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang merambah ke wilayah lahan pertanian yang diperuntukan untuk tanaman pangan. Uraian berikut mengemukakan tentang (1) kondisi pertanian lahan rawa Kalimantan secara umum sebagai pembelajaran, (2) kondisi pertanian UPT Lamunti kawasan PLG Kalimantan Tengah sebagai percontohan kasus khusus, dan (3) proyeksi pengaruh pengaturan tinggi muka air terhadap peningkatan produktivitas pertanian sebagai upaya intenvensi pada demplot SLUICES. 3

4 II. KONDISI PERTANIAN LAHAN RAWA KALIMANTAN Berdasarkan hidrotopografi wilayahnya sebagai cerminan dari pengaruh luapan pasang sungai/laut, maka wilayah pasang surut dibagi dalam 4 (empat) tipe luapan, yaitu tipe A, B, C, dan D. Kementerian Pekerjaan Umum menggunakan istilah lahan katogori I untuk tipe A, selanjutnya kategori II, III dan IV untuk tipe B, C dan D. Batasan yang dimaksudkan dengan tipe luapan A, B, C dan D adalah sebagai berikut : Tipe A : wilayah pasang surut yang selalu mendapat luapan pasang baik pasang tunggal (purnama) maupun pasang ganda (perbani) serta mengalami pengatusan secara harian. Wilayah tipe luapan ini meliputi pesisir pantai dan sepanjang tepian sungai. Tipe B: wilayah pasang surut yang mendapat luapan hanya saat pasang tunggal (purnama), tetapi mengalami pengatusan secara harian. Wilayah tipe luapan ini meliputi wilayah ke pedalaman sejauh < km dari tepian sungai. Tipe C: wilayah pasang surut yang tidak mendapat luapan pasang dan mengalami pengatusan secara permanen. Pengaruh ayunan pasang diperoleh hanya melalui resapan (seepage) dan mempunyai muka air tanah pada jeluk < 50 cm dari permukaan tanah. Tipe D : wilayah pasang surut yang tidak mendapat pengaruh ayunan pasang samasekali dan mengalami pengatusan secara terbatas. Muka air tanah mencapai jeluk > 50 cm dari permukaan tanah. Pasang tunggal bertahan dengan ketinggian pasang optimal yang dapat meluapi lahan hanya sekitar 3-4 hari dan lamanya antara 3-4 jam saja, khususnya pada lahan-lahan tipe B. Pada musim kemarau, pasang ganda adakalanya tidak dapat meluapi lahan karena debit air yang kurang atau menurun. Jadi kemampuan pengairan untuk lahan tipe B hanya pada saat pasang tinggi yang mempunyai permukaan pasang nisbi lebih tinggi. Pasang tunggal pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Selisih tinggi permukaan pasang tunggal antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan sulfat masam tipe A mencapai 30 cm, pada tipe B mencapai 40 cm. Selisih pasang ganda antara musim hujan dengan musim kemarau pada lahan tipe B mencapai 70 cm (Kselik, 1992). Ketinggian permukaan air pada musim hujan di lahan tipe C mencapai 65 cm, 4

5 tetapi pada musim kemarau terjadi kekeringan dengan muka air tanah mencapai > 70 cm di bawah permukaan tanah (Aribawa et al, 1990). Reklamasi telah merubah kondisi tata air dan fluktuasi ketinggian air pasang sebagaimana yang ditunjukkan hasil pengamatan pada UPT Unit Tatas (Kabupaten Kapuas, Kalteng), Barambai dan Tabunganen (keduanya termasuk Kabupaten Batola, Kalsel), yang semuanya merupakan wilayah pengembangan pasang surut dengan sistem Garpu. Ketinggian pasang tunggal di ujung saluran sekunder (kolam) pada UPT Unit Tatas (yang berjarak 5,5 km dari muara sungai Kapuas Murung) hanya mencapai 70 cm, sementara di muara sungai Kapuas Murung ketinggian air mencapai 200 cm (Vermulst, 1990). Berarti selisih ketinggian pasang antara muara sungai Kapuas Murung dengan ujung saluran sekunder (jarak 5,5 km) pada sistem reklamasi Garpu Unit Tatas ini berkisar 130 cm. Ketinggian pasang tunggal di muara sungai Barito mencapai 165 cm, sementara di ujung sekunder (jarak 8 km) pada sistem reklamasi Garpu Barambai mencapai 150 cm (Roelse et al. 1986). Fluktuasi harian pasang pada saluran tersier (berjarak 200 m dari saluran sekunder dan 3 km dari muara saluran primer) pada UPT Unit Tatas berkisar 40 cm. Tinggi muka air tanah berada pada 54 cm di bawah permukaan tanah (Aribawa, et al., 1990). Lahan rawa pada UPT Unit Tatas ini dapat digolongkan sebagai tipe B. Selisih ketinggian pasang tinggi pada UPT Barambai antara saluran tersier ke 5 dengan muara sungai (berjarak 700 m dari saluran sekunder, 8 km dari muara sungai Barito, atau 60 km dari laut) hanya 165 cm. Fluktuasi harian pasang mencapai 40 cm (Beek, 1990; Aribawa et al., 1990). Pada saluran tersier yang sejajar saluran sekunder pada UPT Barambai (berjarak 3 km sebelah Barat dari sungai Barito) selisih ketinggian pasang mencapai 10 cm. Muka air tanah maksimum 22 cm, tetapi turun pada musim kemarau mencapai 100 cm di bawah permukaan tanah (Aribawa et al., 1990). Lahan rawa pada lokasi UPT Barambai ini, termasuk tipe luapan C. Pasang tunggal maupun pasang ganda dapat meluapi lahan UPT Tabunganen sampai di lokasi saluran tersier (berjarak 600 m sebelah utara saluran sekunder dan 10 km dari sungai Barito). Ketinggian 5

6 genangan atau muka air sekitar 27 cm di atas tanah (genangan) dan paling rendah 3 cm di bawah permukaan tanah. Lahan rawa pada UPT Tabunganen ini termasuk tipe A. Menurut Kselik (1990) perbedaan permukaan air antara ujung saluran pengatusan (kolam) dari muara primer/sungai (berjarak 8-10 km) pada reklamasi Sistem Garpu rata-rata 80 cm. Perbedaan tipe luapan di atas memberikan konsekuensi diperlukannya sistem penataan air dan penggunaan lahan atau pola tanam yang spesifik sesuai dengan kondisi biofisik lingkungan, termasuk kemampuan masyarakatnya. Misalnya untuk tipe luapan A dan B sesuai atau cocok untuk tanaman pangan (padi, palawija dan hortikultura), tipe luapan C sesuai untuk tanaman perkebunan, dan tipe luapan D sesuai untuk tanaman perkebunan terbatas atau hutan sebagai wilayah konservasi. III. KONDISI PERTANIAN LAHAN UPT LAMUNTI 3.1. Kondisi Tata Air Makro Wilayah UPT Lamunti berada dalam sistim tata air yang pada awalnya ditata dalam sistem satu arah (one way flow system), tetapi akibat infrastruktur jaringan tata air dan pintu-pintu air yang belum lengkap dan sebagian rusak maka operasional tata air belum berjalan sepenuhnya (Gambar 1). Jaringan utama berdasarkan konsep rancangan awal, saluran irigasi dipasok dari SSP (Saluran Sekunder Pembantu) dari utara ke selatan, dimensi lebar 15 m dalam 3 m. Tegak lurus SSP terdapat Saluran Sekunder setiap jarak m, yakni O1-O2, P1- P2, Q1-Q2, R1-R2, S1-S2, T1-T2, U1-U2, V1-V2. Saluran sekunder ini berselangseling berupa saluran sekunder pemberi (warna biru) dan saluran sekunder pembuang (warna kuning), dilengkapi dengan pintu air di pangkal Sungai Kapuas (Gambar 2). Dimensi saluran primer lebar atas 15 m, lebar bawah 10 m, dan dalam 3 m. Saluran sekunder arah Barat-Timur, terdiri dari sekunder pemberi (biru) di bagian tanggulnya dibuat untuk jalan diperkeras, sedangkan sekunder pembuang (kuning) tanggulnya tidak dibuat untuk jalan. Jarak antar saluran 6

7 sekunder pemberi dengan saluran sekunder pembuang sekitar m. Kondisi sekarang aliran pasang-surut bebas terjadi karena bangunan kontrol pintu air baik di sekunder maupun di tersier tidak berfungsi. Sistim one way flow dengan membuat saluran pemberi dan saluran pembuang terpisah tidak berjalan. Usaha perbaikannya memerlukan waktu lama dan biaya besar. Kesempatan perbaikan dalam jangka pendek hanya ada di tingkat tersier (Tata Air Mikro). Kondisi sekarang ketiga pintu air utama tersebut di atas sudah tidak berfungsi sesuai dengan rancangan awal, karena semua pintu air sudah dirusak, bahan materialnya berupa besi, plat baja dan kayu ulin dicuri orang. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam memelihara infrastruktur yang dibangun sangat rendah. Tipe luapan pasang termasuk pasang ganda dimana setiap hari terjadi pasang ganda dan pasang tunggal (dua kali pasang dalam 24 jam). Hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim IPB (2009) menunjukkan ratarata muka air maksimum pada musim hujan (MH) lebih tinggi sekitar 50 cm daripada musim kemarau (MK). Rata-rata muka air minimum pada MH relatif sama dengan MK. Beda elevasi muka air maksimum dan minimum (amplitudo) sekitar 226 cm pada MK (Agustus-September), sedangkan pada MH sekitar 264 cm (Desember-Januari). Kondisi ini memperlihatkan bahwa dari segi drainase pada MK dan terutama pada MH outlet pembuang tidak menjadi penghambat. Beberapa kasus yang terjadi di blok tersier, pada saat MH air masam masuk ke lahan dan mematikan tanaman disebabkan oleh tidak lancarnya aliran di saluran tersier akibat dari tidak terpeliharanya saluran tersebut dari rumput sepanjang saluran karena lahan sekitarnya masih semak belukar (tak diusahakan). Menahan air di tersier dengan mengoperasikan pintu air pada saluran tersier berpeluang berhasil karena beda muka air antara tinggi maksimum dengan minimum pada MK di sungai Kapuas Murung sekitar 230 cm. 7

8 Dadahup Lamunti Gambar 1. Sistem tata air di daerah Lamunti dan Dadahup (Blok A) Kawasan PLG Sejuta Hektar, Kab. Kapuas, Kalimantan Tengah 8

9 (saluran sekunder pemberi = biru; saluran sekunder pembuang = kuning) Gambar 2. Sketsa sistem tata air di Lamunti, Kawasan PLG Sejuta Hektar, Kab Kapuas, Kalimantan Tengah 9

10 3.2. Kondisi Tata Air Mikro Sebelum Intervensi Saluran tersier dibuat tegak lurus saluran sekunder juga terdiri dari saluran tersier pemberi dan saluran tersier pembuang. Pangkal saluran tersier pemberi bersambung dengan sekunder pemberi dilengkapi dengan pintu air tersier, tetapi ujungnya tidak bersambung dengan sekunder pembuang. Saluran tersier pembuang bersambung dengan sekunder pembuang yang dilengkapi dengan pintu air tersier pembuang, tetapi tidak bersambung dengan sekunder pemberi. Setiap unit saluran tersier pemberi melayani areal sekitar 325 hektar (kotor) atau sekitar 300 hektar (bersih). Demikian pula untuk saluran tersier pembuang melayani areal sekitar 325 hektar kotor atau sekitar 300 hektar bersih. Lahan usaha antar saluran tersier disebut dengan blok dari Barat ke Timur urut A, B, C, D, E dan F.. Misal Desa A1 terdiri dari enam blok A, B, C, D, E, dan F. Saluran kwater dibuat tegak lurus tersier arah Barat-Timur. Satu blok kuarter luas 15 hektar (kotor) atau 14 hektar (bersih), terdiri dari 7 petani. Sebagai contoh di desa A1 Lamunti Permai, blok F terdiri dari 10 blok kwarter utara F1 F10, dan 8 blok kwarter selatan F11 F18. Dimensi saluran tersier dan kuarter disajikan pada Tabel.1. Tabel 1. Dimensi saluran tersier dan kuarter pada UPT Lamunti, Kalteng Dimensi dan Jarak Saluran (m) Jenis saluran Lebar Atas Lebar Bawah Dalam Jarak Antar saluran Panjang Saluran tersier 3,5 1,0 1, Saluran kuarter 1,5 0,5 0, Pintu air terpasang di ujung atau pangkal saluran tersier terdiri dari tiga tipe. Tipe-1 berupa pasangan beton dengan pintu sorong ulir vertikal plat baja aliran underflow, ada jembatan di atasnya. Tipe-2 berupa pasangan beton dengan pintu skot balok ulin aliran overflow, pintu skot baloknya sudah hilang dicuri orang, tanpa 10

11 jembatan di atasnya. Tipe-3 badan bangunan precast beton, pintu sorong plat baja underflow. Hanya saja pintu-pintu air di atas banyak tidak berfungsi dan sebagian badan bangunan rusak berat. Fungsi pintu air di saluran tersier diharapkan mampu membuang kelebihan air hujan dan air masam (ph 3-3.5) pada MH di saluran tersier terbuang ke Sungai. Kapuas Murung. Pada MK menahan air setinggi mungkin supaya kedalaman air tanah di lahan tidak lebih dari 1 m untuk mencegah kebakaran lahan. Dengan demikian pintu harus dilengkapi baik di pangkal maupun di ujung saluran tersier. Pada pintu yang sudah ada dalam kondisi tubuh bangunan masih baik, dilakukan pergantian daun pintu menjadi overflow precast (tabat), sedangkan di lokasi yang belum ada atau ada tetapi tubuh bangunannya rusak berat dibuat pintu baru. Pengaruh masuknya air pasang ke saluran tersier tergantung pada tipe hidro-topografi lahan dan jauh-dekat lokasinya ke sungai utama. Umumnya aliran pasang terjadi lemah di saluran tersier, kecuali di lokasi desa A3. Di lokasi desa ini aliran air pasang cukup kuat di saluran tersier, tetapi tidak meluap ke permukaan tanah. Pada musim hujan diharapkan drainase penuh untuk membuang air masam hasil oksidasi pirit yang terjadi pada musim kemarau, elevasi muka air di saluran tersier harus dirancang serendah mungkin. Untuk itu di pangkal saluran tersier harus dilengkapi dengan pintu air otomatik yang menutup pada waktu pasang dan membuka waktu surut. Pengelolaan air di tingkat lahan usaha tani (TAM) merupakan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa. Tujuannya mencakup pelayanan pemenuhan kebutuhan air tanaman maupun drainase, dan kebutuhan pencucian tanah. Termasuk pula diantaranya adalah untuk memacu proses pematangan tanah, perbaikan atau pelindian (leaching) terhadap asam dan bahan-bahan beracun serta untuk pengembangan lahan dalam jangka panjang.pertumbuhan tanaman yang kurang berhasil sering diakibatkan oleh pengaruh yang ditimbulkan dari air yang tergenang di lahan dalam waktu yang lama akibat kurang memadainya sarana untuk proses pelindian maupun tidak adanya penyegaran air secara periodik. Bagi tanah yang kaya akan kandungan bahan 11

12 organik kondisi yang demikian itu akan mengarah kepada kondisi anaerobik, keracunan tanah dan rendahnya kualitas kandungan bahan organik sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman yang produktif. Tidak adanya pengelolaan air di lahan usaha tani yang dilakukan dengan baik disertai dengan buruknya pengoperasian bangunan-bangunan pintu air maka waktu proses pematangan untuk mencapai sebagaimana yang diharapkan menjadi semakin lama Kondisi Lahan Usaha Tani Kondisi lahan usaha tani UPT Lamunti dapat dipilah dalam kategori (1) lahan yang terluapi langsung dan (2) tidak terluapi langsung. Pada lahan yang lebih sering terkena irigasi pasang sasarannya adalah pertanaman padi dua kali dalam setahun, pada musim kemarau ada kemungkinan perlu menggunakan pompa agar bisa mencapai hasil pertanian yang optimal. Kondisi yang ada untuk keperluan pemasukan (supply) air tidak perlu diadakan perubahan. Kalau ada penambahan hubungan antara saluran tersier dan sub-tersier dengan saluran sekunder, maka perlu diperhatikan agar semua drainase benar-benar dapat dikendalikan oleh para petani. Pada lahan yang tidak terkena luapan pasang (tadah hujan) Sasarannya adalah tanam padi sekali setahun di musim hujan dan tanaman palawija di musim kemarau Untuk maksud itu drainase lahan perlu penyempunaan untuk tanaman palawija di musim kemarau. Pada musim hujan perlu adanya keseimbangan antara keperluan pelindian (leaching) kandungan racun dari dalam lapisan tanah dengan keperluan mempertahankan permukaan air d iatas lahan untuk budidaya tanaman padi. Lahan diusahakan yang tidak ditanami atau menjadi semak belukar sangat merugikan bagi petani rajin karena rawan terhadap hama dan bahaya kebakaran pada MK. Kondisi ini menjadi faktor penghambat utama keberhasilan usahatani di daerah ini. Banyak petani yang telah membuka lahan 2 (dua) hektar untuk kebun karet tetapi habis terbakar pada MK dengan sumber api berasal dari sekeliling belukar kering lahan yang tidak diusahakan. Beberapa 12

13 kasus yang terjadi di blok tersier saat MH air masam masuk ke lahan dan mematikan tanaman disebabkan oleh tidak lancarnya aliran di beberapa ruas saluran tersier akibat dari tidak terpeliharanya ruas saluran tersebut dari rumput sepanjang saluran karena lahan sekitarnya masih semak belukar (tak diusahakan). Total lahan yang dibudidayakan di sembilan desa luasnya hektar, dari total luas lahan yang tersedia hektar, persentase lahan yang dibudidayakan sekitar 20.2%, atau sekitar 79.8% masih semak belukar. Berbagai alasan yang menyebabkan kecilnya lahan yang dibudidayakan adalah: (a) banyak transmigran lokal yang tidak tahan dengan kondisi setempat, kemudian meninggalkan lokasi kembali ke kampung asalnya, mereka hanya datang jika pohon buah-buahan di kebun pekarangan (rambutan, mangga, cempedak, petai, kelapa) sedang panen; (b) transmigran daerah asal yang tidak tahan atau betah dengan kondisi setempat, banyak yang pulang ke daerah asal nya atau bekerja di kota, umumnya mereka sudah menjual tanahnya (sertifikat hak pakai) ke transmigran yang masih bertahan di daerah ini atau ke pihak lain; (c) transmigran yang masih bertahan tidak berani membuka lahannya karena resiko kebakaran dari semak belukar lahan yang tidak digarap di sekelilingnya. Pola usaha tani dan penataan lahan dari demplot pada delapan desa yang dipantau disajikan pada Tabel 2 13

14 Tabel 2. Pola tanam dan penataan lahan usaha tani desa terpilih, Lamunti, No Lokasi UPT/Desa Komoditas Utama dan Pola Tanam Penataan lahan 1 A1- Desa Lamunti Permai Semangka, jagung manis, nenas, dan singkong sayuran 2 A2-Desa Menyahi Karet (karet-jagung manis/padi gogo) 3 A4-Desa Keladan Jaya Jagung, sayuran cabai, tomat, timun, bayam, kacang tanah, bawang prei dan kangkung 4 B1-Desa Warga Mulyo Karet (karet-padi-palawija dan sayuran) 5 B3-Desa Sri Widadi Jeruk/Mangga (jeruk/ mangga-tomat/terung/ cabai/ kol/jagung) 6 C1-Desa Harapan Jaya 7 C2-Desa Sekata Bangun 8 C3-Desa Sekata Makmur Sayur (cabai, bawang peraijagung manis) Karet dan pantung dengan jagung Padi-Karet (padi/karet) Tegalan/Kebun Tegalan/Kebun/ Tadah hujan Tegalan/Kebun Tegalan/Kebun/ Tadah hujan Tegalan/Kebun Tegalan/ Kebun Tegalan/Kebun Sawah dan Kebun Khusus pada musim tanam MK 2010 intensitas hujan yang cukup tinggi pada bulan-bulan April-Juli bahkan Agustus 2010 tidak seperti biasanya maka banyak bibit padi yang sudah tua dan tidak mungkin lagi ditanam bahkan sebagian yang sudah ditanam menjadi mati karena tenggelam. Namun demikian, beberapa lokasi yang relatif lebih tinggi dengan drainase yang cukup baik dapat memanfaatkan kondisi iklim untuk menanam palawija dan sayur mayur dan berhasil dengan baik seperti jagung, semangka, terung, cabai dan lain sebagainya. 14

15 3.4. Kelembagaan Usaha Tani Kelembagaan petani dan eksternal sebagai pendukung merupakan faktor penentu dalam keberhasilan pengembangan usaha tani maupun wilayah pedesaan. Banyak permasalahan petani yang hanya dapat dipecahkan dengan adanya kerjasama dan yang kuat sesama petani, seperti pengelolaan air, pengendalian hama tanaman, pengendalian kebakaran, dan pemasaran. Penguatan kelembagaan petani seperti kelompok tani atau gapoktan, dan kelembagaan eksternal usaha tani seperti pelayanan penyuluhan, koperasi, pengadaan sarana dan prasarana produksi (pupuk, pestisida, alsintan, dsb), pelayanan peminjaman modal, sampai pelayanan pemasaran merupakan masalah yang banyak dihadapi dan penting. Pada wilayah Lamunti hanya sebagian kelompok yang masih aktif, sementara lainnya belum menunjukan kemajuan. Misalnya dalam pembuatan pintu air yang telah direncanakan terkendala penyelesaiannya karena belum terbentuknya rasa kegotong-royongan. Kasus lain yang terjadi di blok tersier saat musim hujan, air masam masuk ke lahan dan mematikan tanaman disebabkan oleh tidak lancarnya aliran di beberapa ruas saluran tersier akibat tidak adanya perawatan ruas saluran tersebut dari rumput sepanjang saluran karena lahan sekitarnya masih semak belukar (tak diusahakan). IV. PENGATURAN MUKA AIR TANAH DAN PRODUKTIVITAS LAHAN Pengaturan muka air yang dimaksud di sini adalah pengelolaan air skala mikro, yaitu yang berada di tingkat petani yang meliputi pembuatan saluransaluran keliling, pengatusan dan kemalir, tabat, dan pintu air. Pengelolaan air di lahan gambut terutama dimaksudkan untuk mempertahankan muka air tanah pada batas layak untuk tanaman pangan. Untuk padi, muka air tanah perlu dipertahankan pada jeluk antara cm dan untuk palawija cm di bawah permukaan tanah. Untuk tanaman perkebunan muka air perlu lebih dalam antara cm. Pengelolaan air juga penting untuk menjaga agar tidak terjadi amblesan yang besar. 15

16 Sistem tabat lazim digunakan oleh petani tradisional untuk mempertahankan air selama musim tanam (lacak) bagi padi lokal berumur 8-10 bulan, yang bersifat peka fotoperiod pada sekitar bulan Maret-April. Tabat dibuka pada akhir musim kemarau atau menjelang musim hujan untuk mengeluarkan unsur dan senyawa racun berupa asam-asam organik dan ionion logam lainnya. Sistem tabat ini memberikan peluang bagi pengembangan padi sekaligus perbaikan mutu lahan, terutama dalam menurunkan kadar unsur pencemaran (Al, Fe, dan H 2 S) (Gambar 3). Dalam budidaya tanaman palawija, pembuatan saluran pengatusan keliling dan kemalir di lahan gambut dari hasil penelitian terbukti dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah serta hasil tanaman jagung dan kedelai. Dimensi ukuran saluran kemalir lebar 40 cm, dalam cm, dengan jarak antara kemalir 9 m. Penerapan sistem pengatusan dangkal untuk pengembangan tanaman palawija di lahan pasang surut Tipe B Unit Tatas, Kapuas (Kalimantan Tengah) dan Tipe C Unit Barambai (Kalimantan Selatan) memberikan hasil kedelai rata-rata sebesar 1,99 ton/ha, kacang tanah 1,53-2,70 ton/ha, dan jagung 4,32-4,69 ton/ha (Sarwani et al., 1994). Pengelolaan air tingkat mikro atau tingkat petani ini dianjurkan menerapkan sistem tata air satu arah sehingga pelindian senyawa atau unsur racun yang menghambat pertumbuhan tanaman lebih mempan. Pintu air yang dipasang di muara saluran tersier (handil) dapat bersifat semi-otomatis (aeroflapgate) yang bersifat membuka ke dalam (tersier) untuk pintu air irigasi dan membuka ke luar untuk pintu air drainasi/pengatusan (Gambar 4). Hasil penelitian pada lahan pasang surut Tipe B Kapuas Kalimantan Tengah menunjukkan penerapan sistem tata air satu arah dapat meningkatkan hasil padi dari 1,26-1,43 ton gkg/ha menjadi 3,19-4,00 ton gkg/ha pada musim hujan dan 2,34 ton - gkg/ha pada musim kemarau (Gambar 5; Noor, 1996). Hasil padi juga dipengaruhi oleh mutu air yang dipergunakan. 16

17 Gambar 3. Sistem tata air mikro satu arah pada lahan pasang surut tipe C. Gambar 4. Sistem tata air mikro satu arah pada lahan pasang surut tipe A dan B Dari tiga sumber air yang digunakan, ternyata air dari saluran sekunder/kanal memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan air dari hutan galam atau dari hujan yang dikonservasi, masing-masing memberikan hasil padi 2.04, 1.45, dan 1.35 ton/ha. Mutu air dan hutan galam kurang baik karena mempunyai ph 3.29, kadar Fe 1.69 cmol(+)/l, Al 1.24 cmol(+)/l, dan SO cmol(+)/l (Klepper et al., 1992) dibandingkan dengan air saluran 17

18 sekunder yang mempunyai ph 3.65, kadar Fe 0.92 cmol(+)/l, Al 0.89 cmol(+)/l, dan SO cmol(+)/l (Vadari et al., 1990). Mutu air sungai yang belum memasuki saluran sekunder umumnya lebih baik dibandingkan dengan yang ada di saluran primer atau sekunder. Air sungai yang mempunyai mutu lebih baik inilah yang diharapkan dapat masuk untuk mengencerkan atau menetralkan senyawa atau unsur logam dan asam organik yang bersifat racun sebagai hasil pengatusan. Hasil (t GKG/ha) Dua arah Satu arah Musim 1 Kemarau Musim Hujan 2 Gambar 5. Hasil padi pada sistem tata air satu arah dan dua arah Unit Tatas, Kapuas Hasil intervensi pintu-pintu air terpasang dari upaya untuk memperbaiki produktivitas lahan pada UPT Lamunti belu dapat disajikan karena pemasangan pintu baru selesai pada musim kemarau (Agustus-Oktober) Namun dari hasil penelitian yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pengaturan muka air dapat meningkatkan produktivitas lahan akibat perbaikan sifat-sifat kimia dan kesuburan lahan yang antara lain meningkatnya ph tanah dan menurunnya kadar ion-ion toksis. Hal serupa ditunjukkan hasil penelitian Harsono (2010) pada lokasi lahan rawa UPT Delta Upang, Delta Saleh, Kab Banyuasin dan UPT Delta Sugihan Kanan, Kab Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Tabel 3). 18

19 Tabel 3. Hasil penerapan sistem tata air satu arah dan dua arah, Delta Telang, Delta Saleh dan Delta Upang, Sumatera Selatan Paramter STA Satu Arah STA Dua Arah ph tanah 5,59 4,33 Daya Hantar Listrik (us) 159,2 231 Fe (ppm) Hasil padi (t GKG/ha) 5,59 2,39 Sumber : Harsono (2010) V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan dan implikasi kebijakan berikut : 1. Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah ( ) yang mengalami hambatan dan kendala, khususnya dalam pemanfaatan dan pengembangan untuk pertanian memerlukan banyak perhatian yang tidak hanya konsep, tetapi juga aksi atau intervensi dalam upaya revitalisasi pertanian di kawasan tersebut. 2. Perbedaan tipe luapan di atas memberikan konsekuensi diperlukannya sistem penataan air dan penggunaan lahan atau pola tanam yang spesifik sesuai dengan kondisi biofisik lingkungan dan kemampuan sosial ekonomi petani. Pemanfaatan lahan pada Sembilan desa masih rendah yang belum termanfaatkan mencapai 79.8% dari luas hektar. 3. Pertanian utama adalah tanaman karet yang dikombinasi dengan tanaman sayuran. Hanya ada dua dari sembilan desa yang menanam padi (Menyahi A2 dan Sekata Makmur C3). Hasil usaha tani, khususnya sayuran dan padi umumnya sar hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kecuali hasil tanaman karet dan semangka yang dikembangkan cukup luas. 4. Hasil intervensi pintu-pintu air belum menunjukkan dalam peningkatan produktivitas lahan mengingat intensitas hujan yang tinggi pada musim tanam , sementara pintu-pintu air baru terpasang. Oleh karena itu maka diperlukan pemantauan selanjutnya. 19

20 DAFTAR PUSTAKA Aribawa, I.B. Suping, S., Widjaja Adhi, IPG., dan. Konstent. JMC Relation between hydrology and redox status of acid sulphate soils in Pulau Petak, Indonesia. In AARD-LAWOO. Papers Workshop on Acid Sulphate Soils in The Tropics. p Balittra Tahun Balittra : Perkembangan dan Program Penelitian ke Depan. Balitrtra. Banjarbaru. 84 hlm. Beek, K.J., Blokhois, W.A., Driessen, P.M., Breemen, N. V. dan Pons, L.J Problem Soils: Reclamatiuon and management. In Land Reclmation and Water Management. ILRI Publ. 27. Wageningen. The Netherland. P Ismail, G.I., Alihamsyah, T., Widjaja Adhi, IPG., Suwarno, Herawati, T., Tahir, R. dan Sianturi, D.E Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa Proyek SWAMPS II. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor/Jakarta. 128 hlm. Harsono, E, Optimalisasi pemanfaatan lahan rawa pasang surut. Seminar Sehari, 12 Juni 2010 Studi Magister Sains Teeknik Sipil, UNLAM, Banjarmasin Kosman, E. dan Jumberi, A Tampilan potensi usahatani di lahan rawa lebak. Dalam B. Prayudi et al. (eds). Pros. Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa dan Lahan Kering. Buku I. Balittra. Banjarbaru. Hlm : Kselik, R.A.L Water management on acid sulphate soils at Pulau Petak, Kalimantan. In AARD-LAWOO. Paper Workshop on Acid Sulphate Soils in The Humid Tropics, November, 20-22, AARD-LAWOO. Bogor/Jakarta. p Noor, M Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Rajawali Pers. Jakarta. 241 hlm. Noorsyamsi, H. dan Hidayat, M The tidal swamp rice culture in South Kalimantan. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor 10:1-18. Pons, L. J., Breemen, N. V., and P.M. Driessen Physiography of coastal sediment and development of potential soil acidity. In Acid Sulphate Weathering. SSSA Special Publ. No. 10. Madison. Wisconsin. USA. p Roelse, K., Verwey, S.A., Stuip, J., Vries de., Kerssens, PJM., dan Suryadi Water quantity and quality aspect of kolam systems in Kalimantan. In Symp. on Lowland Development in Indonesia: Research Paper, August Jakarta. p Vermulst. H Hydrolic survey in the kolam system Unit Tatas, Sci. Report No. 27. LAWOO-AARD, ILRI,. Wageningen. the Netherland. 163 p. Widjaja Adhi, I.P.G Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. J. Litbang Pertanian 5. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 20

21 21

TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH. Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi

TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH. Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH Pendahuluan Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi Pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara hati-hati dan terencana

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan

Lebih terperinci

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Tata at Ai a r Rawa (Makr SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT SISTEM TATA AIR MIKRO (TAM) Novitasari,ST.,MT TIK Mahasiswa akan dapat memahami prinsipprinsip sistem pengelolaan air pada sistem tata air mikro, tipekal zoning, tipekal jaringan saluran blok sekunder,

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya PENGETAHUAN RAWA RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,

Lebih terperinci

Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut

Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut Muhammad Noor, Khairil Anwar, Sudirman Umar, dan Vika Mayasari Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERTANIAN PENDEKATAN FISIKA DAN HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah

Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah TEKNIK PENCEGAHAN OKSIDASI PIRIT DENGAN TATA AIR MIKRO PADA USAHA TANI JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT Rustan Hadi 1 Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah (marginal) dan rapuh (fragile).

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air

Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air Bangunan Pengatur Muka Air - Dedi Kusnadi Kalsim 1 Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air Dedi Kusnadi Kalsim (dedikalsim@yahoo.com) 3 Februari 2017 Bangunan pengatur elevasi muka air bertujuan untuk mengendalikan

Lebih terperinci

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan 20/03/2013 Zone i. Zone I : perairan air payau rawa pantai ii. Zone II : perairan air tawar rawa pasang surut iii. Zone III: perairan pedalaman rawa lebak 3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan Istilah

Lebih terperinci

TATA SALURAN. TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT

TATA SALURAN. TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT TATA SALURAN TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran Novitasari, ST.,MT. PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT REKLAMASI LAHAN PASUT UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI Soehardi Kusumowarno Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10

Lebih terperinci

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011 Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Areal Pasang Surut

Lebih terperinci

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut Muhammad Noor dan Dedi Nursyamsi Jeruk siam (Citrus suhuensis) merupakan jenis jeruk yang berkembang pesat dalam sepuluh tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tabel Posisi titik acuan (BM, dalam meter) di lokasi MIFEE

Tabel Posisi titik acuan (BM, dalam meter) di lokasi MIFEE 1 1.6. Hidrotopografi Lahan Peta hidro-topografi adalah peta yang memperlihatkan elevasi lahan relatif terhadap elevasi muka air sungai di sekitarnya. Pada lokasi yang terpengaruh oleh pasangsurut, elevasi

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN 1979 5777 113 PROSPEK PENGEMBANGAN PENATAAN LAHAN SISTEM SURJAN DI LAHAN RAWA PASANG SURUT Dakhyar Nazemi dan A. Hairani dan L. Indrayati Zemi_58@yahoo.com

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 52 AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 1979 5777 OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN RAWA PASANG SURUT MELALUI PENGELOLAAN LAHAN DAN KOMODITAS Dakhyar Nazemi, A. Hairani dan Nurita Zemi_58@yahoo.com Balai

Lebih terperinci

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH 36 Muhammad Saleh KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Jl. Kebon Karet Loktabat,

Lebih terperinci

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1 ANALISIS DEBIT ANDALAN IRIGASI PASANG SURUT STUDI KASUS IRIGASI TATA AIR MIKRO PERTANIAN PASANG SURUT TERANTANG MARABAHAN KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan Staf

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN PENERAPAN SISTEM SURJAN UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN DI LAHAN PASANG SURUT Desa Lagan Ulu Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjajung Jabung Timur, Jambi Dakhyar Nazemi, Y. Rina,

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN SAYURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK Achmadi (1) dan Irsal Las (2) 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian

Lebih terperinci

Model Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan 1

Model Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan 1 Page 1 of 5 Model Pengembangan Lahan Gambut Berkelanjutan 1 Oleh: Dedi Kusnadi Kalsim 2 Abstrak Akhir-akhir ini diberitakan sedang terjadi polemik antara Polisi (Polda Riau) dengan Departemen Kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,

Lebih terperinci

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08/PRT/M/2013 TANGGAL : 28 Agustus 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN

Lebih terperinci

HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK)

HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK) HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK) Zuraida Titin Mariana & Muhammad Mahbub Program Studi Agroekoteknologi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200 TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM HUSIN KADERI Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa Izhar Khairullah Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara, Kotak Pos 31, Banjarbaru

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH:

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH: PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH: Studi Kasus Daerah Eks PLG 1 Juta Hektar di Kalimantan B. Mulyanto, B Sumawinata, Darmawan dan Suwardi Pusat Studi Lahan Basah, Institut Pertanian Bogor Jl.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU Izhar Khairullah, Sutami, R. Humairie, dan M. Imberan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Budidaya padi di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online) Vol. 2, No.1: 60-69, April 2013 Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan Zainal Ridho Djafar

Lebih terperinci

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER Danang Gunanto Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontinak Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan

Lebih terperinci

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online, www.jlsuboptimal.unsri.ac.id) Vol. 2, No.1: 58-67, April 2013 Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

BAB I UMUM. A. Pendahuluan

BAB I UMUM. A. Pendahuluan LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 11/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 April 2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT BAB I UMUM A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal Palembang, 8-9 Oktober 2015

Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal Palembang, 8-9 Oktober 2015 Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal 2015 Palembang, 8-9 Oktober 2015 DASAR PERTIMBANGAN 1. Produktivitas TPH di rawa masih rendah (< 60% dari potensi), sedangkan lahan irigasi (Jawa) sudah mendekati leveling

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM Banjarbaru, 28 September 2013 Pengelolaan Sumberdaya Lahan Sub Optimal untuk Produksi Biomassa Berkelanjutan FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN (Studi kasus Desa Panggang Marak, Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah) Rosita Galib Balai

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERUNTUKAN LAHAN SAWAH MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KASUS IRIGASI BATANGHARI

PERUBAHAN PERUNTUKAN LAHAN SAWAH MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KASUS IRIGASI BATANGHARI PERUBAHAN PERUNTUKAN LAHAN SAWAH MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KASUS IRIGASI BATANGHARI Faisal Kasryno dan Agusli Taher Kabupaten Dhamasraya merupakan pemekaran dari kabupaten Sawah Lunto/ Sijunjung pada tahun

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 & 2 REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JADFAN SIDQI FIDARI Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Reklamasi Pengertian reklamasi : Istilah reklamasi adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR 1 TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR IRIGASI PASANG SURUT Oleh: ELISA APRILIANI NIM. 1406120549 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2017

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN 1 PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN Syekhfani Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2 Pertanian Berkelanjutan Definisi: The ability to keep in existence; maintain or prolong; to

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa

Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 ASPEK SOSIAL EKONOMI KOMODITAS SAYURAN UTAMA DI LAHAN RAWA Yanti Rina D. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru email : tuha13@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGOLAHAN TANAH Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci