BAB II KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Sasih sesungguhnya sangat dibutuhkan untuk dijadikan bahan pembanding.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Sasih sesungguhnya sangat dibutuhkan untuk dijadikan bahan pembanding."

Transkripsi

1 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Hasil-hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya terhadap Pura Penataran Sasih sesungguhnya sangat dibutuhkan untuk dijadikan bahan pembanding. Namun, terkait dengan judul yang diangkat, yaitu Komodifikasi Warisan Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng, Gianyar sampai pada saat sekarang ini belum ditemukan hasil penelitian dengan judul komodifikasi. Sebagai bahan pembanding dalam penelitian ini, kajian atas sumber-sumbernya, baik yang berupa hasil-hasil penelitian maupun buku-buku literatur, diupayakan yang membahas komodifikasi. Pada bagian berikut disajikan sumber-sumber yang dijadikan bahan rujukan dan pembanding, baik yang berupa hasil penelitian maupun buku literatur. I Ketut Setiawan (2011) dalam penelitian disertasinya yang berjudul Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam Konteks Pariwisata Global pada intinya menjelaskan bahwa banyak permasalahan yang menyentuh agama dan adat dalam pengembangan pariwisata budaya. Pura Tirta Empul yang sangat ramai dikunjungi, baik untuk tujuan kegiatan keagamaan maupun tujuan wisata, menampakkan dua fenomena yang berbeda, bahkan bertentangan. Di satu sisi, umat yang datang untuk tujuan keagamaan, seperti pembersihan diri, baik lahir maupun batin, membutuhkan suasana yang khusyuk (khidmat) sehingga memerlukan konsentrasi yang dalam. Di sisi lain, wisatawan datang dan masuk dengan leluasa menikmati keindahan alam pura tidak peduli dengan umat yang 17

2 18 sedang khusyuk melakukan persembahyangan. Pertemuan dua budaya yang berbeda tersebut menampakkan sebuah dialektika sakral dan profan. Dampak yang tak terelakkan adalah memudarnya nilai-nilai kesakralan pura, walaupun terjadi secara perlahan-lahan, pasti terjadi. Hasil penelitian ini dapat dipakai bahan rujukan untuk melihat dan memahami permasalahan yang dihadapi dalam penelitian yang dilakukan. I Made Adhika (2011) dalam penelitian disertasinya yang berjudul Komodifikasi dalam Era Globalisasi Kawasan Suci Pura Uluwatu di Kuta Selatan, Kabupaten Badung menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan komodifikasi kawasan suci Pura Uluwatu, ada tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu aspek bentuk, proses, serta dampak dan makna dari komodifikasi. Dari ketiga aspek tersebut, Adhika tertarik dengan proses komodifikasi yang gerakannya sudah sampai pada kawasan suci pura, terutama yang memiliki lingkungan alam yang indah, sehingga kawasan suci pura juga dianggap memiliki daya tarik bagi kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Gerakan komodifikasi ini pun mendekati lokasi Pura Uluwatu yang berstatus sebagai sad kahyangan. Demi peningkatan PAD, maka Kabupaten Badung dan penduduk setempat yang selama ini merasa diuntungkan oleh situasi tersebut menolak ketentuan 5 km kawasan suci Pura Uluwatu tersebut, apalagi ketentuan itu berlaku surut. Di pihak lain, yaitu Pemerintah Daerah Provinsi Bali ingin menertibkan kawasan sepanjang 5 km sesuai dengan bhisama PHDI Pusat yang dituangkan di dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16, Tahun 2009 untuk dibersihkan dari pembangunan vila-vila. Adhika melihat ada dua kepentingan berbeda atas proses komodifikasi di kawasan suci Uluwatu yang menimbulkan

3 19 sebuah polemik di antara ke dua kubu tersebut, yaitu kubu yang mendukung radius kesucian pura seperti yang ditetapkan dalam bhisama dan kubu yang menolak penetapan lingkup ruang kawasan suci tersebut, terutama dari masyarakat di Desa Pecatu yang lahan hak miliknya berada pada radius tersebut. Bertolak dari pemahaman prosesnya, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk memahami proses komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih. Ardika (2015: 6) mengatak an bahwa warisan budaya memiliki nilai yang signifikan untuk industri pariwisata. Pariwisata budaya merupakan industri terbesar di dunia dan pariwisata warisan budaya ( heritage tourism) merupakan sektor yang paling pesat perkembangannya. Apa yang diungkapkan cukup beralasan, sebab berdasarkan laporan Komite Warisan Dunia (The World Heritage Committee) sampai dengan 7 Juli 2008 telah terdaftar 878 situs warisan budaya dunia, 679 di antaranya (77 %) adalah warisan budaya, 174 (20%) warisan alam, 25 (3%) campuran antara budaya dan alam, dan 30 (3,4 %) adalah warisan dalam keadaan terancam (Hitchcock, M. Victor, T. King and Michael Parwell (eds) dalam Ardika, 2015: 6). Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan tentang cara yang baik dan benar dalam mengelola warisan budaya di Pura Penataran Sasih sehingga dapat memberikan manfaat dalam pembangunan ekonomi lokal dengan tetap mengindahkan kehidupan sosial budaya. Greenwood (1977) dalam Pitana (2005: 83) melihat bahwa terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi berawal dari hubungan wisatawan dengan masyarakat lokal. Kehadiran wisatawan dipandang sebagai tamu dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah menjadi

4 20 resiprositas dalam arti ekonomi, yaitu atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komoditisasi atau komersialisasi. Terkait dengan penelitian yang dilakukan, tampaknya penjelasan Greenwood dapat dijadikan bahan penuntun untuk menelusuri proses terjadinya komoditisasi (komodifikasi) warisan budaya di Pura Penataran Sasih. Barker (2004: 14) mengatakan bahwa k omodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalis, yaitu objek, tanda, dan kualitas berubah menjadi komoditas. Kapitalis sesuai dengan habitatnya adalah upaya untuk mengumpulkan keuntungan atau nilai surplus dalam bentuk uang yang diperoleh dengan menjual produk, baik yang mengandung nilai guna maupun nilai tukar sebagai komoditas. Seperti dipaparkan Barker bahwa komoditas yang dimaksudkan adalah objek, tanda, dan kualitas. Ketiga elemen inilah diisyaratkan memiliki nilai guna dan nilai tukar untuk dapat dipertukarkan dengan komoditas lainnya atau dengan uang. Kemudian kembali dipertukarkan dengan komoditas lain dan seterusnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Seperti apa yang diungkapkan Barker, walaupun produk yang dimaksudkan sebagai komoditas tidak disebut secara eksplisit, setidaknya dapat memberikan gambaran umum tentang proses dan makna komodifikasi di Pura Penataran Sasih Pejeng. Marx ( dalam Strinati, 2003: 63) dalam teorinya tentang fetisisme komoditas telah mengadakan pemilahan antara asas pertukaran dan asas manfaat komoditas yang berputar-putar di dalam masyarakat kapitalis. Manfaat pertukaran merujuk pada uang yang diminta sebuah komoditas di pasar, harga jual belinya, sementara nilai manfaatnya merujuk pada kemanfaatan barang tersebut bagi konsumen, nilai praktis, atau manfaatnya sebagai sebuah komoditas. Dalam

5 21 kaitannya dengan kapitalisme, asas pertukaran akan selalu mendominasi asas manfaat karena ekonomi kapitalis yang berputar-putar di sekitar produksi, pemasaran, dan konsumsi komoditas akan selalu mendominasi kebutuhankebutuhan riil manusia. Dalam hal ini sesuatu yang dikomodifikasi adalah komoditas yang memiliki nilai tukar untuk dapat ditukarkan dengan komoditas lainnya dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Di pihak lain dalam penelitian yang dilakukan, sesuatu yang dikomodifikasi adalah komoditas yang memiliki nilai kultural keagamaan, yang juga memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk dapat ditukarkan dengan uang. Piliang (2011: 23) menjelaskan bahwa komodifikasi adalah proses menjadikan sesuatu yang sebelumnya bukan komoditas sehingga kini menjadi komoditas. Selanjutnya yang dimaksud komoditas adalah segala sesuatu yang diproduksi dan dipertukarkan dengan sesuatu yang lain, biasanya uang dalam rangka memperoleh nilai lebih atau keuntungan. Seperti yang diuraikan oleh Piliang bahwa benda-benda warisan budaya pun yang dikomodifikasi pada mulanya merupakan sesuatu yang bukan komoditas. Perbedaannya terletak pada bentuk produksi dan pada akhirnya berpengaruh pula terhadap cara distribusi dan mengonsumsinnya. Antropolog Marvin Haris (dalam Mulyanto, 2012: 20) berpendapat bahwa salah satu ciri mendasar kapitalisme ialah komodifikasi hampir semua barang dan jasa, termasuk tanah dan tenaga kerja. Komodifikasi adalah proses menjadikan sesuatu yang sebetulnya bukan komoditas menjadi komoditas. Kapitalisme beserta ciri komodifikatifnya ini bukanlah sistem perekonomian yang sejak asali mengada. Jantung yang membuatnya tetap hidup sebagai sebuah sistem

6 22 perekonomian adalah hubungan produksi khas yang disebut kerja upahan. Sebagai pranata terpokok kapitalisme, sistem kerja-upahan mensyaratkan keberadaan sejumlah besar orang tanpa sarana produksi sehingga satu-satunya jalan bagi mereka untuk mendapatkan sandang, pangan, dan papan ialah dengan menjual tenaga kerja mereka sendiri demi uang. Tulisan ini dapat dijadikan bahan pembanding untuk memperkaya wawasan dan pemahaman tentang komodifikasi, terutama dalam hal bentuk-bentuknya, baik benda, jasa yang dijadikan komoditas maupun bentuk yang lainnya. 2.2 Deskripsi Konsep Judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah Komodifikasi Warisan Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng, Gianyar.. Sebagaimana diketahui bahwa wacana komodifikasi, warisan budaya, dan daya tarik wisata sudah tidak asing lagi pada era global ini. Di antara ketiga istilah yang dimaksud, yang menjadi trend pembicaraan dunia internasional adalah warisan dunia ( world heritage), baik warisan budaya ( culture heritage) maupun warisan alam ( natural heritage), seperti disampaikan dalam sidang terakhir yang diselenggarakan oleh UNESCO, tepatnya 24 Juni s.d. 6 Juli 2012 silam di Saint, Petersburg, Rusia (Committee World Heritage, 2012). Warisan budaya dijadikan kata kunci dalam pembahasan permasalahan penelitian ini serta implikasinya dengan komodifikasi dan daya tarik wisata. Selanjutnya terkait dengan judul yang diangkat, maka konsep yang dibahas adalah konsep komodifikasi, konsep warisan budaya, dan konsep daya tarik wisata.

7 23 Sebelum menguraikan ketiga konsep di atas, sebaiknya dipahami pengertian konsep tersebut. Budiarto (2002: 60) memberikan batasan bahwa konsep merupakan pengertian atau pemahaman akal budi atau rasio manusia tentang fakta, yang harus divisualisasikan dalam bentuk tulisan sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Suatu konsep dikatakan jelas bilamana dapat membedakan secara memadai objek yang dimaksudkan dari objek lainnya (Bagus, 2005: 481). Betapa pentingnya penjelasan konsep tersebut, ketika dihadapkan dengan kata-kata atau ungkapan yang sama, tetapi arti yang dimilikinya berbeda. Tentu tidak dapat dimungkiri bahwa hal semacam itu sering pula terjadi di lapangan, termasuk di lokasi penelitian yang tengah dilakukan. Untuk itu, penjelasan konsep sangat urgen dilakukan, terutama terkait dengan permasalahan yang diangkat Komodifikasi Komodifikasi (komoditisasi) bilamana ditinjau dari etimologi katanya berarti menjadikan sesuatu sebagai komoditas. Komoditas dapat pula disebut sebagai barang dagangan utama (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 719). Namun, pada era global ini kebutuhan manusia semakin kompleks, bahkan melampaui batas-batas moral manusia (hiper realitas) sehingga konsep komoditas pun berkembang dan mengalami perubahan. Kemudian yang dijadikan komoditas tidak terbatas pada barang, jasa, dan tenaga kerja, tetapi meluas kepada segala sesuatu yang sebelumnya tidak layak dikomodifikasi dijadikan komoditas demi kebutuhan kapitalis, seperti pendidikan, kebudayaan, keagamaan, tubuh, hasrat, bahkan kematian (Piliang, 2005:191). Terkait dengan penelitian yang dilakukan

8 24 bahwa sesuatu yang dijadikan komoditas daya tarik wisata adalah benda-benda warisan budaya yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan, yang kini disakralkan (dikeramatkan) dan dipuja oleh warga masyarakat panyungsung pura yang sebelumnya tidak pernah (tidak lazim) dikomodifikasi. Selanjutnya penjelasan tentang konsep komodifikasi juga dilihat dari sisi bentuknya, yang meliputi bentuk-bentuk produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam konteksnya dengan penelitian yang dilakukan, produksi dimaksudkan sebagai suatu upaya mentransformasi warisan budaya dengan jalan meniru bentuk benda warisan budaya ke dalam bentuk simbol-simbol atau dalam bentuk cerita tradisi (tradisi lisan) dan/atau bentuk lainnya khususnya nekara Bulan Pejeng. Distribusi adalah proses sosialisasi simbol-simbol dan tradisi lisan terkait dengan warisan budaya di Pura Penataran Sasih dengan teknik yang tepat melalui eventevent tertentu sehingga sampai kepada konsumen. Di pihak lain konsumen adalah seseorang, kelompok orang, dan/atau kelompok masyarakat yang memanfaatkan (mengonsumsi) simbol-simbol dan tradisi lisan tentang warisan budaya tersebut Warisan Budaya Warisan budaya adalah semua harta, harta pusaka (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1557) yang berupa benda-benda sebagai hasil buatan manusia masa lalu. Konteksnya dengan penelitian yang dilakukan, warisan budaya yang dimaksudkan adalah benda cagar budaya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11, Tahun 2010, Pasal 1, ayat 2 yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau

9 25 bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia (Kementeri an Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, 2010: 3). Pada era pariwisata global ini warisan budaya tidak terbatas pada warisan budaya nasional, tetapi juga warisan budaya dunia yang penetapan statusnya ditentukan melalui sidang UNESCO. Warisan budaya di Pura Penataran Sasih adalah semua harta kekayaan berupa tinggalan arkeologi ( warisan budaya) masa lalu yang ada di lingkungan pura, seperti sebuah nekara perunggu yang oleh warga masyarakat setempat disebut Bulan Pejeng, puluhan tinggalan seni arca dan satu di antaranya berangka tahun candra sangkala, sebuah prasasti batu hitam, sebuah prasasti batu pada ambang bangunan, sejumlah tinggalan batu alam, dan sebagainya. Semua tinggalan tersebut berstatus sebagai benda-benda cagar budaya, artinya semua benda warisan budaya yang ada di Pura Penataran Sasih berada di dalam daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undangundang dari bahaya kepunahan Daya Tarik Wisata Menurut Perda Provinsi Bali Nomor 16, Tahun 2009 pasal 1 ayat 57, yang dimaksud daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya hasil buatan manusia, serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Di samping itu, juga dapat berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/kelurahan, masa bangunan, bangunan-bangunan

10 26 dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota. Lebih spesifik lagi bahwa yang dimaksud daya tarik tidak terlepas dari adanya perbedaan atau keunikan dari keadaan alam ataupun kehidupan sosial budaya (Ardika, 2012: 26), yang dimiliki oleh daerah tertentu dan tidak dimiliki oleh daerah lainnya. Berdasarkan batasan di atas, diketahui bahwa suatu objek dikatakan memiliki daya tarik bilamana objek yang dimaksud memiliki kekhususan (keunikan) dan keindahan. Keunikan dan keindahannya dapat menarik siapa pun yang melihat dan menikmatinya. Konteksnya dengan penelitian yang dilakukan yang mengambil judul Komodifikasi Warisan Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng, Gianyar bahwa daya tarik yang dimaksudkan adalah nilai-nilai keunikan dan keindahan yang dimiliki oleh bendabenda warisan budaya yang ada di Pura Penataran Sasih sehingga dapat menarik minat seseorang, sekelompok orang, dan siapa pun untuk datang melihatnya. Hal itu berarti bahwa tidak semua objek wisata dapat dikatakan sebagai daya tarik wisata. Namun, warisan budaya di Pura Penataran Sasih disebut sebagai daya tarik wisata niscaya karena keunikan yang dimilikinya. Salah satu di antaranya, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh nekara Bulan Pejeng dengan berbagai keunikannya, yaitu memiliki ukuran besar, termasuk salah satu nekara terbesar di Asia Tenggara dan pragmen alat cetaknya saat ini ditemukan di Manuaba (Kempers, 1960: 64; Calo, Ambra, 2009: 129). Selain itu, juga variasi tipe lokal (tipe Pejeng) yang tidak dimiliki oleh nekara-nekara lain di Nusantara (Bintarti, 1985: 86) dan sebagainya, sehingga dijadikan sebagai ikon daya tarik wisata.

11 Landasan Teori Untuk membedah permasalahan yang diangkat dalam penelitian, digunakan tiga teori, yaitu: teori komodifikasi, teori hegemoni, dan teori kekuasaan dan pengetahuan. Teori komodifikasi, dimanfaatkan untuk membedah permasalahan pertama, yaitu bagaimana bentuk-bentuk warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata. Teori hegemoni digunakan untuk membedah permasalahan kedua, yaitu bagaimana proses komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata. Teori kekuasaan dan pengetahuan digunakan untuk membedah permasalahan ketiga, yaitu apakah dampak dan makna komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata bagi warga masyarakat Desa Pejeng? Teori Komodifikasi Piliang (2005: 191) mengatakan bahwa sala h satu ciri dari masyarakat posmodern adalah dijadikannya hampir seluruh sisi kehidupan menjadi komoditas untuk diperjualbelikan. Dalam hal inilah masyarakat posmodern juga disebut sebagai masyarakat konsumer. Komodifikasi telah merambah pada bidang-bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan, tubuh, hasrat, bahkan kematian. Menurut Barker (2004: 14), komoditas adalah produk yang mengandung nilai guna dan nilai tukar. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar dan komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, yaitu objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas. Pendapat yang senada diungkapkan oleh Mulyanto (2012: xviii) bahwa komoditas adalah hasil kerja manusia (barang atau jasa) yang sengaja diproduksi untuk dipertukark an melalui

12 28 mekanisme pasar. Komodifikasi (komoditisasi) adalah proses menjadikan sesuatu yang bukan komoditas menjadi atau diperlakukan seperti halnya komoditas yang bisa diperjualbelikan demi laba. Kemudian Marvin Harris (dalam Mulyanto, 2011: 20) lebih mempertegas lagi dengan mengatakan bahwa komodifikasi adalah satu ciri mendasar dari kapitalisme yang hampir menjadikan semua barang dan jasa, termasuk tanah, dan tenaga kerja, yang sebetulnya bukan komoditas menjadi komoditas. Bilamana pandangan-pandangan di atas dirangkum, maka sesuatu yang dikomodifikasi tidak hanya terbatas pada hasil kerja manusia berupa barang dan jasa yang mengandung nilai guna dan nilai tukar, tetapi juga tanah, tenaga kerja, dan kemudian merambah pada bidang-bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan, tubuh, hasrat, bahkan kematian dan semua itu diasosiasikan dengan kapitalis. Untuk kebutuhan operasional penelitian yang dilakukan, komodifikasi ditekankan kepada aspek-aspek yang berkaitan dengan keagamaan, yakni dijadikannya warisan budaya sebagai daya tarik wisata, seperti nekara Bulan Pejeng yang kini berstatus sebagai pratima (istadewata) Ida Ratu Sasih; warisan seni arca dan prasasti batu yang di-stana-kan di palinggih-palinggih gedong; warisan budaya yang berbentuk batu silindris sebagai pratima Ida Ratu Bintang, termasuk Pura Penataran Sasih dan upacara keagamaannya, dan sebagainya. Terkait dengan permasalahan yang diangkat, teori ini dapat dimanfaatkan sebagai kerangka analisis untuk memecahkan permasalahan yang pertama, yaitu bagaimana bentuk-bentuk komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata.

13 Teori Hegemoni Teori ini dikembangkan oleh Gramsci di kala ia mendekam di penjara rezim Fascis. Bagi Gramsci, hegemoni adalah jenis hubungan kekuatan sosial khusus yang kelompok-kelompok dominannya mengamankan posisi mereka atas hak-hak istimewa dengan cara sebagian besar melalui cara-cara konsensus (dalam Edkins, Jenny-Williams, Nick Vaughan (ed), 2010: 234). Hegemoni terjadi pada suatu masyarakat yaitu terdapat tingkat konsensus yang tinggi dengan ukuran stabilitas sosial yang besar, di mana kelas bawah dengan aktif mendukung dan menerima nilai-nilai, ide, tujuan, dan makna budaya yang mengikat dan menyatukan mereka pada struktur kekuasaan yang ada. Ciri hegemoni adalah adanya sifat-sifat penguasa yang melegalisasikan kepentingan yang hanya dimiliki oleh sebagian dari masyarakat dijadikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Storey, 2003: 173). Walaupun hegemoni mengimplikasikan tingka t konsensus yang tinggi, masyarakat tidak sedang berada pada situasi konflik. Sebagaimana dikatakan Gramsci ( dalam Santoso dkk, 2010: 78), bahwa suatu kesatuan kompleks dari kegiatan teori dan praktik. Di mana kelas yang berkuasa tak cuma membenarkan dan memelihara dominasinya, tetapi juga mengatur untuk memenangkan konsensus aktif dari yang diatur. Teori ini digunakan sebagai kerangka analisis permasalahan yang kedua, yaitu proses komodifikasi warisan budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih. Sebagaimana dikatakan oleh Gramsci bahwa bagaimana strategi penguasa memengaruhi kelas bawahannya sehingga sepakat untuk mengikuti kehendaknya tanpa resistensi. Tampaknya hal itu pula yang terjadi di Desa Pejeng bahwa ketika warga masyarakat dihadapkan dengan permasalahan komodifikasi

14 30 warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata. Artinya, mereka dapat menerima tanpa adanya perlawanan atau terjadi konsensus antara pihak pemerintah dan penguasa lokal dengan warga masyarakat. Hal itu dapat terjadi dengan alasan internal (ideologis) bahwa komodifikasi terh adap warisan budaya merupakan sebuah upaya produktif dan positif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Teori Kekuasaan dan Pengetahuan Menurut Foucault ( dalam Santoso, 2010: 165), dua aspek penting yang menjadi bagian dari sejarah yang mendasari teorinya adalah arkeologi dan genealogi. Arkeologi penekanannya pada pengujian arsip. Genealogi berarti asal usul dan sebab-akibat yang dapat dipakai untuk menguji arsip. Kemudian yang dimaksudkan pentingnya sejarah dalam konteks ini adalah membicarakan sejarah yang berhubungan dengan kedua metode tersebut (arkeologi dan genealogi) yang keberadaannya saling terkait satu sama lain. Foucault (2002: 22) mengurai kan pentingnya mengadopsi prinsip genealogi, sebagai suatu prinsip yang menekankan bahwa tiap kebenaran bisa dilacak secara historis pada institusi dan wacana dominan yang melahirkan. Kehendak untuk tahu adalah nama lain bagi kehendak untuk berkuasa. Pengetahuan selalu bersangkutan dengan kekuasaan. Pertautan tidak saling meniadakan, tetapi menguatkan. Foucault menolak pikiran tradisional yang mengalamatkan kepada kekuasaan dalam pengertian yang negatif dan melihatnya sebagai mekanisme peradilan, yakni yang mendasari hukum, yang membatasi, menghalangi, menolak, melarang, dan menyensor. Sesungguhnya kekuasaan

15 31 tidak hanya represif, tetapi juga produktif dan positif (Santoso, 2010: 170). Menurut Foucault, power/knowledge (pengetahuan/kekuasaan), merupakan suatu jaringan seluas masyarakat atas hubungan power produktif yang bergantung pada operasi dan perluasan bentuk-bentuk yang jauh lebih terspesialisasikan atas pengetahuan. Dengan demikian, power tidak hanya dimiliki, tetapi juga dipraktikkan dalam setiap arti kata. Hal ini bukan sekadar sarana represi atau pemaksaan, tetapi mengalir dengan sendirinya di seluruh masyarakat dalam jaringan (Edkins-Williams (ed), 2010: 217). Kekuasaan adalah relasi-relasi yang bekerja dalam ruang dan waktu tertentu. Kekuasaan sama dengan kebenaran karena kekuasaan yang memproduksi kebenaran sehingga kebenaran berada di dalam kekuasaan, dan bukan di luar kekuasaan. Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan, terutama berkaitan dengan dampak dan makna komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata. Keberadaan kedua metode ( genealogi dan arkeologi) yang satu sama lain saling berkaitan dapat dimanfaatkan untuk membongkar kebenaran-kebenaran semu yang membungkus rapi keyakinan masyarakat dengan ideologi pariwisata yang berkedok keuntungan. Kekeliruan-kekeliruan yang mungkin terjadi selama ini dan sudah diterima sebagai suatu kebenaran mutlak oleh masyarakat dapat ditanggulangi melalui penelusuran asal usul arsip (sumbersumber) yang ada di Pura Penataran Sasih. Dengan demikian, dapat mempermudah untuk mengetahui dan memahami dampak yang ditimbulkan atas komodifikasi tersebut. Untuk memperoleh gambaran tentang dampak dan makna komodifikasi warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata, sebagaimana

16 32 kata Foucault bahwa kekuasaan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga produktif dan positif. Dengan demikian, hal-hal yang diharapkan terjawab memanfaatkan teori ini adalah mengetahui dampak dan makna yang dapat diambil dari tekanantekanan penguasa dalam memanfaatkan mesin kekuasaannya ( bio power)nya sehingga tidak ada perlawanan (resistensi) dari warga masyarakat. Di samping itu, juga sejauh mana sang pengendali kekuasaan dapat memberikan pengertian dan pemahaman bahwa komodifikasi terhadap warisan budaya di Pura Penataran Sasih sebagai daya tarik wisata merupakan sebuah upaya produktif yang memiliki nilai positif. 2.4 Model Penelitian Pada era global ini tampak sebuah fenomena menarik di Pura Penataran Sasih, yaitu terjadi pertemuan dua kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda. Masyarakat Desa Pejeng yang kental dengan budaya tradisional dan agama Hindu berinteraksi dengan masyarakat global dengan budaya pariwisatanya. Keberadaan seperti itu membuat warga masyarakat Desa Pejeng dihadapkan dalam berbagai dilema. Di satu sisi mereka harus menghormati norma-norma keagamaan, seperti (1) batas-batas kawasan suci Pura Penatarasn Sasih, (2) ketahanan nilai-nilai kesucian pura, (3) menjaga kesakralan pura. Akan tetapi, di sisi lain dihadapkan dengan budaya global yang dicirikan oleh (1) pengembangan pariwisata, (2) budaya kapitalis, dan (3) adanya kebebasan masuk ke ruang suci atau profanisasi tempat suci (pura). Sesungguhnya pertemuan dua kelompok masyarakat dengan latar belakang agama, budaya, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya yang berbeda kerap terjadi

17 33 benturan. Namun, secara umum yang menimbulkan di Pura Penataran Sasih adalah sebaliknya, yaitu di antara kedua belah pihak saling membutuhkan. Masyarakat global (pariwisata) membutuhkan budaya tradisional asli, artinya belum tersentuh budaya luar, sedangkan di pihak lain masyarakat tradisional (pangemong pura) membutuhkan modal (kapital) untuk pemeliharaan tempat suci dan warisan budaya. Selanjutnya fenomena tersebut melahirkan sebuah dialektika dalam sebuah integrasi yang harmoni di antara kepentingan agama dan kapitalis (modal). Untuk itu, komodifikasi warisan budaya dengan nekara Bulan Pejeng sebagai ikon daya tarik merupakan sebuah pilihan, niscaya dengan berbagai dampak yang ditimbulkan. Untuk lebih jelasnya, cermati bagan berikut.

18 34 Gb. 2.1 Model Penelitian Masyarakat Global Pura Penataran Sasih Pejeng Masyarakat Tradisional Bali - Pengembangan pariwisata - Menumbuhkan kapitalis - Profanisasi Komodifikasi Warisan Budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng - Batas-batas kawasan suci PPS - Ketahanan nilainilai kesucian pura - Sakralisasi Bentuk komodifikasi warisan budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih Pejeng Proses komodifikasi warisan budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih Dampak dan makna komodifikasi warisan budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih bagi warga masyarakat Desa Pejeng Temuan Keterangan: Pengaruh Langsung Saling memengaruhi atau pengaruh timbal balik

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam menyusun rancangan penelitian (research design) aspek paradigma

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam menyusun rancangan penelitian (research design) aspek paradigma 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Dalam menyusun rancangan penelitian (research design) aspek paradigma (pendekatan) sangat diperlukan, yaitu untuk dapat memahami kompleksitas dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara (Pitana dan Gayatri, 2005:

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

2016 PENGARUH CULTURAL VALUE PADA DAYA TARIK WISATA PURA TANAH LOT BALI TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

2016 PENGARUH CULTURAL VALUE PADA DAYA TARIK WISATA PURA TANAH LOT BALI TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan Pariwisata dunia berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNWTO, World Tourism barometer pada tahun 2014 bahwa wilayah Asia Pasifik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta

Lebih terperinci

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. membuatnya bahkan lebih dikenal dari Indonesia sendiri.

BAB I. Pendahuluan. membuatnya bahkan lebih dikenal dari Indonesia sendiri. 1 BAB I Pendahuluan Keberhasilan pengembangan pariwisata di Bali sudah dikenal secara luas. Sedemikian terkenalnya Bali sebagai salah satu tujuan wisata internasional, membuatnya bahkan lebih dikenal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Nusa Dua pernah dilakukan oleh I Nyoman Madiun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang

BAB I PENDAHULUAN kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang tentunya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Padahal, kehidupan masyarakat di Desa Munggu tampak tergolong

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Padahal, kehidupan masyarakat di Desa Munggu tampak tergolong 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa di Desa Munggu, Badung terdapat suatu tradisi budaya masih lestari yang melibatkan seluruh warga masyarakatnya. Bahkan, hingga kini tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas yang sangat potensial. Pariwisata mempunyai pengaruh besar dalam membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: FITRI YULIANA L2D 002 409 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Hal ini karena kebudayaan Nasional merupakan puncak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata yang mungkin kiranya kita sebagai warga negara Indonesia patut untuk

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata yang mungkin kiranya kita sebagai warga negara Indonesia patut untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pariwisata dan turisme sangat pesat belakangan ini. Terlepas dari isu-isu keamanan yang terjadi di setiap negara, pariwisata tumbuh sebagai salah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUSAKA BUDAYA PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI BALI

PEMANFAATAN PUSAKA BUDAYA PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI BALI PEMANFAATAN PUSAKA BUDAYA PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI BALI I Ketut Setiawan Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas UDAYANA 1. Pendahuluan Pusaka budaya ( heritage) dewasa ini telah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fandeli (1995:37) mengemukakan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek daya tarik wisata serta usaha-usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini kata modern merupakan kata yang tidak asing lagi didengar, terutama dalam dunia arsitektur. Hal ini yang kemudian memunculkan sebuah arsitektur yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA PEMANFAATAN PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA

DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA PEMANFAATAN PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA PEMANFAATAN PURA TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA ABSTRACT Pemanfaatan Pura Tirta Empul yang merupakan tempat suci untuk kepentingan pariwisata telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang Pernyataan Masalah.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang Pernyataan Masalah. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi.kompleks Candi Prambanan telah tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baru bermunculan sehingga mengakibatkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baru bermunculan sehingga mengakibatkan persaingan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fenomena persaingan bisnis yang sangat pesat sejalan dengan atribut perusahaan baru bermunculan sehingga mengakibatkan persaingan kompetitif yang ketat dan beragam.

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan fakta dan data yang ditemukan di lapangan serta kajian terhadap komodifikasi kain tenun songket Bali di tengah perkembangan industri kreatif fesyen di Denpasar dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja Kode Unit : PAR.AJ.01.001.01 Judul Unit : BEKERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PENGUNJUNG Deskripsi Unit : Unit ini membahas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh seorang pemandu wisata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa kebudayaan Bali sebagai bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

Wedding Chapel di Kuta Selatan BAB I PENDAHULUAN

Wedding Chapel di Kuta Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang mempunyai keanekaragaman jenis budaya, adat istiadat dan seni, dilengkapi dengan pesona wisata alamnya yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bali merupakan sebuah pulau kesatuan wilayah dari Pemerintah Propinsi yang mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota madya dengan

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

2014 ANALISIS MEAL EXPERIENCE TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN

2014 ANALISIS MEAL EXPERIENCE TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan pariwisata di dunia dijadikan komoditi andalan dalam membantu meningkatkan kelangsungan pemasukan ekonomi Negara. Wisata di dunia akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dunia pariwisata dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible)

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible) KEBUDAYAAN Budaya Benda (Tangible) Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layaknya fenomena alam yang telah terjadi di dunia ini, evolusi makhluk hidup termasuk ke dalam subyek bagi hukum-hukum alam yang dapat di uji melalui berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi pengembangan ekonomi dan sosial budaya karena kepariwisataan mendorong terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keindahan luar biasa dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing daerah

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia pariwsata merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara selain dari sektor migas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Kuda dalam perkembangannya telah ada ketika manusia mulai melakukan aktivitas produksi yang tidak dapat dipenuhi dari hasil produksinya sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah perkembangan industri pariwisata

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini diyakini tidak hanya mampu

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

Denpasar Tourism and Cultural Information Center BAB I PENDAHULUAN

Denpasar Tourism and Cultural Information Center BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional dan memanfaatkan peluang globalisasi, pada GBHN 1998-2003 ditetapkannya sektor pariwisata sebagai sektor ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pariwisata di Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka kesempatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara di dunia termasuk Indonesia, di mana modernisasi sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara di dunia termasuk Indonesia, di mana modernisasi sangat erat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dewasa ini telah membawa pengaruh besar terhadap negara-negara di dunia termasuk Indonesia, di mana modernisasi sangat erat hubungannya dengan sebuah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam mendongkrak pendapatan di sektor usaha atau pendapatan daerah. Dunia pariwisata saat ini sudah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu seni budaya Indonesia yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia sejak beberapa abad lalu. Batik menjadi salah satu jenis seni kriya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di

Lebih terperinci